Pemodelan dan Simulasi Dinamika RKX200 Pada Sistem Autopilot dan Pengujian Melalui HardwareIn-The-Loop Simulation Alfi Nurhafid School of Electrical Engineering and Informatics Bandung Institute of Technology, Ganesha Street 10, Bandung 40132, Indonesia
[email protected]
Keywordsβ pemodelan, flightgear.
HILS,
kendali
terbang,
navigasi,
I. INTRODUCTION Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah yang luas sangat rawan terhadap gangguan luar baik di darat, laut, maupun udara. Untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan suatu alat pertahanan yang dapat mencegah gangguan tersebut dengan cepat dan akurat. Salah satu jenis alat utama sistem senjata (alutsista) yang memiliki kemampuan tersebut adalah roket, terutama roket kendali. Terdapat 3 aspek penting pada roket kendali, yaitu sistem aerodinamika atau modeling, sistem kendali terbang atau autopilot dan sistem navigasi. Sistem autopilot dan navigasi pada roket kendali memungkinkan roket untuk melakukan manuver, mengintersep target bergerak, atau mengikuti lintasan tertentu. Sedangkan sistem aerodinamika lebih kepada pemodelan roket, sistem yang memberikan karakteristik roket ketika diberi masukan berupa defleksi. Pada tugas akhir ini penulis akan menjelaskan pada bagian pemodelan roket. Sistem roket kendali perlu diuji agar didapatkan sistem dengan kinerja yang baik. Pengujian berulang-ulang secara langsung pada roket membutuhkan biaya yang cukup besar serta mengancam keamanan pada daerah pengujian. Pengujian dilakukan dengan suatu metode yang memungkinkan kinerja awal sistem dapat diuji tanpa perlu secara langsung
diterbangkan pada roket. Metode ini dikenal dengan nama Hardware In the Loop Simulation (HILS) Untuk mendapatkan gambaran nyata karakteristik roket saat dikendalikan pada HILS maka diperlukan bentuk visualisasi sikap roket secara nyata. Bentuk nyata karakteristik roket akan ditampilkan menggunakan FlightGear yang merupakan perangkat lunak simulator terbang berbentuk game. II.
ANALYSIS AND SYSTEM DESIGN
A. Penentuan Koefisien Aerodinamik Berikut desain koefisein aerodinamik yang merupakan gradient untuk kondisi tertentu. Koefisien axial (CA) terdiri dari πΆπ΄π , πΆπ΄π , πΆπ΄πΏπ dan πΆπ΄πΌ , koefisein normal (CN) terdiri dari πΆππ , πΆππ , πΆππΏπ , πΆππΌ , dan koefisien momen pitch (Cm) terdiri dari πΆππ , πΆππ , πΆππΏπ , πΆππΌ , πΆππΌΜ , dan πΆππ [3]. Nilai koefisien pada state-space merupakan nilai pada kondisi tertentu. Berikut nilai koefisien yang telah diturunkan berdasarkan tabel koefisien untuk kondisi mach 0.6 dan alpha 5.5o. πͺπ¨π΄ adalah besarnya perubahan koefisein aerodinamika CA terhadap perubahan mach [4]. Berikut ini adalah grafik perubahan CA terhadap mach number RKX200 stage 2 untuk sudut -8o, -5o, -2o, 0o, 2o, 5o, 8o. Nilai sudut serang yang lain dapat dilihat pada tabel data nilai CA terhadap mach number RKX-200 stage 2 di lampiran A referensi [1]. Secara umum perubahan CA terhadap mach number (M<0.9) untuk berbagai nilai sudut serang memiliki pola yang sama.
CAM 0.5
-8o -5o
CA
AbstractβModel dinamika ini memodelkan seluruh sikap roket baik yang harus diestimasi oleh sistem navigasi maupun yang dapat diimplementasikan pada sensor IMU dan sensor GPS berupa percepatan, kecepatan angular, dan posisi model roket. Model dinamik dirancang dengan aerodinamika gerak badan dengan persamaan gerak enam derajat kebebeasan menggunakan perangkat lunak Simulink. Model ini terdiri dari model linear dan model non-linear yang akan digabungkan dengan sistem navigasi dan sistem kendali terbang. Kemudian diintegrasikan menjadi sistem autopilot. Hasil integrasi sistem autopilot ini akan dilihat pada visualisasi berupa perangkat lunak simulator terbang FlightGear. Pada perangkat lunak ini akan menampilkan gerakan roket secara nyata sesuai dengan hasil keluaran sistem autopilot. Pengujian sistem autopilot melalui Hardware-In-The-Loop Simulation (HILS).
-2o
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 mach number
0 2o
Gambar 1 Grafik perubahan CA terhadap perubahan mach number untuk sudut serang -8o, -5o, -2o, 0o, 2o, 5o, 8o
πͺπ¨πΆ adalah koefisien CA terhadap perubahan sudut serang. Pada grafik menunjukkan nilai CA terhadap perubahan sudut serang pada mach 0.6. Dengan cara yang sama dapat ditentukan πͺπ¨πΆ saat alpha antara 4o dengan 6o
CAalpha CA
0.32 0.31 0.3
mach 0.6
0.29 -9 -6 -3 0 3 5.5 8 Sudut serang (deg) Gambar 2 Grafik perubahan nilai CA terhadap perubahan sudut serang pada mach number 0.6
πͺπ¨πΉπ adalah perubahan koefisien momen pitch roket terhadap perubahan defleksi elevator (Ξ΄e) [4]. Pada gambar 3 terlihat πͺπ¨πΉπ tidak linear dari defleksi -15o s.d. 15o, sehingga untuk alpha -8o, -5o, -2o menggunakan linearisasi pada defleksi -15o s.d. 0o, alpha 8o, 5o, 2o menggunakan linearisasi pada defleksi 0o s.d. 15o, dan alpha 0o pada defleksi -5o s.d. 5o. Dengan mengolah data perubahan CM roket terhadap perubahan defleksi elevator, maka dapat diperoleh:
0.4
-8o
CA
0.3 0.2 0.1 5
Ξ± (de g)
Ra ta
πͺπ¨πΆ πͺπ΅πΆ πͺππΆ πͺπ¨π΄ πͺπ΅π΄ πͺππ΄ πͺπ¨πΉπ πͺπ΅πΉπ πͺππΉπ πͺππ πͺππΆΜ
1
-9 s.d. 6
-8
0.2 48
14.9 9
-5
0.0 28
14.4 96
-2
0.0 955
13.3 12
0
0
11.6 31
2
0.0 95
13.3 12
-6 s.d. 4 -4 s.d. 1 -1 s.d. 1 1 s.d. 4 4 s.d. 6 6 s.d. 9
2 3 4 5 6 7
5
0.0 28
14.4 9
8
0.2 48
14.9 95
5.59 5
0.06 5
0.16 5
5.41 0 5.36 6 5.17 4 5.36 6 5.41 0 5.59 5
0.02 5
0.14 5 0.08 5
0
0.36 5 0.20 5 0.1
0.23 3 0.23 3 0.22 9
1.76 6 1.75 3 1.74 7
0.00 5
0
0.04
0
1.74 5
0
0.08 5
-0.04
0.23 3
1.74 7
0.14 5
0.13 5
0.23 3
1.75 3
0.16 5
-0.24
0.23 3
1.76 6
0.02 5 0.06 5
5.90 5
104. 057
20.1 69
5.85 7 5.84 0 2.92 0 5.84 0 5.85 7 5.90 5
103. 369 102. 051 102. 968 104. 229 105. 031 104. 401
20.1 69 20.1 69 20.1 69 20.1 69 20.1 69 20.1 69
Tabel 1 Daftar koefisien aerodinamika untuk longitudinal dengan berbagai sudut serang
10 15
Defleksi elevator (deg)
Kon disi
mach (deg)
-5o
1
0.6
-2o
2
0.9
0
0 0
Kon disi
Nilai koefisien aerodinamika untuk mach number yang berbeda-beda diperlihatkan pada tabel 2
CAde
-15 -10 -5
number 0.6 dan 0.9 dengan variasi ketinggian 0 m , 1000 m, dan 2000 m. Alternatif lain, jika hal tersebut terjadi yaitu dengan membuat kondisi linearisasi untuk perubahan sudut serang (Ξ±) untuk mach dan ketinggian yang sama. Hal tersebut diperkuat dengan hasil plotting koefisien terhadap perubahan alpha yang tidak linear. Nilai sudut serang yang digunakan yaitu nilai dirasa memenuhi sifat linear setelah di plot pada grafik koefisien yang berubah terhadap sudut serang itu sendiri, misalnya πΆπ΄πΌ . Nilai sudut serangnya adalah -8o, -5o, -2o, 0o, 2o, 5o, 8o. Pada table 1 sudah diturunkan nilai koefisien aerodinamik untuk berbagai kondisi sudut serang. Nilai koefisien aerodinamik untuk berbagai kondisi linearisasi sudut serang dirangkum pada tabel 1. Nilai pada tabel tersebut sudah berada pada satuan per radian.
πͺ π¨πΆ 0.0 28 0.2 57
πͺπ΅π΄ πͺππ΄ πͺπ¨πΉπ πͺπ΅πΉπ πͺππΉπ πͺππ
πͺ π΅πΆ
πͺ ππΆ πͺ π¨ π΄
13.9 49
0.4 51
0.0 25
0.1 45
13.9 36
0.4 41
0.7 6
0.1 6
0.0 34 0.0 4
0.2 33
1.7 53
0.3 32
2.0 28
5.85 7 6.76 9
105.0 31 118.7 26
πͺππΆΜ 20.1 69 19.7 68
Tabel 2 Daftar koefisien aerodinamika untuk longitudinal dengan berbagai mach number yang berbeda.
2o III. IMPLEMENTATION AND TESTING
5o
A. Implementasi Sistem Linear Gambar 3 Grafik perubahan nilai CA terhadap perubahan defleksi elevator, pada mach number 0.6 untuk sudut serang -8o, -5o, -2o, 0o, 2o, 5o, 8o
B.
Penentuan Kondisi Linearisasi Dalam melakukan desain, penulis akan membuat sistem linear berupa state-space untuk berbagai kondisi dengan persamaan merujuk pada referensi [3]. Hal tersebut berguna untuk sistem kendali terbang dalam mendesain gain scheduling. Kondisi linearisasi merupakan kondisi untuk perubahan mach number terhadap ketinggian dengan sudut serang yang sama, namun perlu dianalisis dinamika plant untuk perubahan tersebut, jika dinamika nya kecil maka penggunaan kondisi linearisasi untuk perubahan tersebut tidak berguna. Untuk mach number desain dilakukan pada mach
Implementasi sistem linear menggunakan metoda state-space yang dipisahkan menjadi 2 matra, yaitu matra longitudinal dan matra lateral-direksional [4]. State-space diturunkan berdasarkan persamaan gerak newton-euler dan koefisien linearisasi pada desain system [2,6]. Kondisi yang dilinearisasi yaitu sebagai berikut: ο· ο· ο· ο· ο· ο·
Kecepatan terbang (U) Ketinggian (h) Elevasi (ΞΈ) Massa (m) Referensi area (S) Diameter rata-rata (b)
= 170 m/s = 0m, 1000m, dan 1500m = 0o = 51 kg = 0.0323 m2 = 0.203 m
B. Pada matra longitudinal state yang digunakan yaitu u,w,q, dan ΞΈ dan masukan hanya berdasarkan defleksi elevator (Ξ΄e) [3,5]. ππ ππ π πΜ
π π πΆ β πΆ π π΄π πππ π΄π π’Μ ππ ππ π πΜ
π π π€Μ β πΆ β πΆ + πΜ
π [ ]= π ππ πππ ππ πΜ π π ππ π Μ
π π π ππ πΜ πΆππ + πΌπ¦π¦ πΌπ¦π¦ ππ [ 0 β
Γ
πΜ
π π πΆ β πΜ
π βπ€π βπ cos ππ πππ π΄πΌ πΜ
π π π’π βπ sin ππ β πΆ πππ ππΌ πΜ
π ππ πΜ
π ππ 2 πΆ (πΆ + πΆππΌΜ ) 0 πΌπ¦π¦ ππ ππΌ 2πΌπ¦π¦ ππ ππ 0 1 0] πΜ
π π πΆπ΄πΏπ π π’ πΜ
π π π€ [ ] + π πΆππΏπ πΏπ π πΜ
π ππ π πΆ π ππΏπ [ ] 0 β
Pada implementasinya penulis menurunkan 7 kondisi statespace untuk kondisi sudut serang antara -8o, -5o, -2o, 0o, 2o, 5o, dan 8o pada mach number 0.6. Hal tersebut berdasarkan πΆπ΄πΌ pada gambar 8 yang tidak linear pada nilai sudut serang tersebut. Berikut state-space yang diturunkan pada kondisi sudut serang 5o. π’Μ β0.03425 β0.00165 π’ β16.31 β9.755 π€Μ β0.1501 β0.8366 π€ 170 β0.939 [ πΜ ] = [ ] Γ [π] β0.00368 β0.3967 β0.6523 0 π 0 0 1 0 πΜ 2.2771 1 πΏπ + [ 17.1563 0 ] [ ] β51.05449 0 π 0 0
Implementasi Sistem Non-Linear
Sistem non-linear diimplementasikan menggunakan perangkat lunak Simulink. Input dari sistem yang dibuat didapat dari flight control berupa defleksi aileron (Ξ΄a), defleksi elevator (Ξ΄e), dan defleksi rudder (Ξ΄r). Sedangkan keluaran dari sistem dapat bermacam-macam namun sebagian besar keluaran dari blok 6DoF (EulerAngles) akan menjadi keluaran dari sistem itu sendiri ditambah keluaran alpha (Ξ±), beta (Ξ²) dan lain-lain dari proses di dalam sistem. Parameter yang digunakan sesuai dengan kondisi awal roket ketika dikendalikan yaitu ο· Ketinggian awal roket berada pada ketinggian 1500 m dari koordinat inersia. ο· Kecepatan translasi awal pada U adalah 170m/s sedangkan dua kecepatan translasi lainnya yaitu v dan w dianggap 0 m/s. ο· Sudut euler awal dianggap masih 0 derajat ο· Kecepatan rotasi awal benda dianggap 0 m/s Blok tersebut diintegrasikan dengan dengan blok lainnya seperti blok lingkungan yang sudah diberi efek angin pada aerospace blockset sehingga memebentuk sistem seperti gambar 4
Pada matra lateral-direksional state variabel yang digunakan yaitu v, p,r, Ο, dan Ο dan input defleksi aileron (Ξ΄a) dan defleksi rudder (Ξ΄r) [3,5]. Untuk lateral-direksional kondisi yang digunakan hanya 1 yaitu saat alpha 5.5o dan mach 0.6. πΜ
π π πΆ πππ ππ½ π£Μ πΜ
π ππ πΜ πΆππ½Μ β² πΜ = πΌπ₯π₯ ππ πΜ
π ππ πΜ πΆ β² π ππ½ πΌπ§π§ [πΜ] π [
π€π
βπ’π 2
2
π cos ππ
π sin ππ
2 πΌπ₯π§
(πΌπ§π§ β πΌπ¦π¦ ) + πΜ
π ππ πΜ
π ππ πΜ
π 0 0 β² π πΆππ β² π (πΆππ + πΆππ½ ) β β² 2πΌπ₯π₯ 2πΌπ₯π₯ πΌπ₯π₯ π π 2 2 2 (πΌπ₯π₯ β πΌπ¦π¦ ) + πΌπ₯π§ πΜ
π ππ πΜ
π ππ πΜ
π β² π πΆππ + β² β² π (πΆππ + πΆππ½Μ ) 0 0 2πΌπ§π§ πΌπ§π§ 2πΌπ§π§ π π 0 1 0 0 0 ] 0 0 1 0 0 πΜ
π π 0 πΆππΏπ π π£ πΜ
π ππ πΜ
π ππ π πΆππΏπ πΆ β² πΌ π₯π₯ πΌ β² π₯π₯ ππΏπ πΏπ Γ π + Γ[ ] πΏπ π Μ
ππ π Μ
ππ π π π πΆ πΆ πΌ β² ππ ππΏπ πΌ β² ππ ππΏπ [π] 0 0 [ ] 0 0
π£Μ β0.6289 πΜ 0.053511 πΜ = 0.29426 πΜ 0 [ 0 [πΜ]
π£ 0 β170 9.8 0 π β1.288 β0.0334 0 0 β0.00252 β0.4837 0 0 Γ π π 1 0 0 0 0 1 0 0] [π] 0 18.4061 β163.744 0 πΏπ + 0 β55.017 [ ] πΏπ 0 0 [ ] 0 0
Gambar 4 Sistem airframe nonlinear RKX200
Koefisien aerodinamik hingga menjadi gaya dan momen aerodinamik di proses pada blok aerodinamik kemudian menjadi masukan bagi blok 6DoF (Euler Angles).
C. Implementasi FlightGear FlightGear diimplementasikan pada komputer lain yang menerima hasil komputasi Simulink menggunakan kabel UDP. Untuk mengirimkan data dari Simulink menggunakan blok Pack net_fdm Packet for FlightGear yang berfungsi menerima masukan dari Simulink dan Send net_fdm Packet to FlightGear yang berfungsi mengirimkan data ke FlightGear [7]. Masukan dari Pack net_fdm Packet for FlightGear untuk posisi roket yaitu pada koordinat geografi untuk GPS yaitu derajat longitude dan derajat latitude. Pada computer target yang menjalankan FlightGear dijalankan general run script berupa runfg.bat yang akan menjalankan file .xml pada direktori utama FlightGear pada komputer target.
D. Pengujian Model Linear Metode yang digunakan yaitu memberikan masukan berupa defleksi elevator seperti pada gambar 5. Defleksi yang digunakan berupa sinyal doublet pada detik ke-5 sampai dengan detik ke-6 dengan amplitude 5o. Keluaran berupa kecepatan translasi pada sumbu-X benda (u), kecepatan translasi pada sumbu-Z benda (w), kecepatan angguk (q), sudut angguk (ΞΈ).
Gambar 7 Bode plot kecepatan w untuk perbedaan ketinggian
Gambar 5 Metode pengujian sistem linear
Hasil selanjutnya yaitu kecepatan translasi pada sumbu-Z benda (w). Dari gambar 6 nilai kecepatan akan terganggu pada detik ke-5 akibat defleksi elevator yang ditandai dengan garis warna hijau. Defleksi positif elevator mengakibatkan nilai w semakin negatif atau artinya roket ada dorongan ke bawah dari depan pusat massa.
Pada gambar 7 terlihat bahwa untuk nilai frekuensi yang bervariasi maka penguatan dan delay phase dapat dikatakan sama. Hal tersebut membuktikan bahwa untuk membuat kondisi linearisasi dengan variasi ketinggian dinilai tidak efektif. Pada gambar 8 memperlihatkan bode plot kecepatan translasi w pada state-space untuk mach yang berbeda. Hasil yang serupa ditunjukkan untuk perbedaan mach number bahwa dinamika terbang kurang bervariasi sehingga kondisi linearisasi untuk perubahan mach number tidak efektif.
Gambar 6 Sudut angguk dengan gaya dorong dan defleksi elevator
E. Pengujian Kondisi Linearisasi Pengujian kondisi linearisasi ini merupakan pengujian desain kondisi linear yang diimplementasikan pada statespace untuk berbagai macam kondisi yang telah dijelaskan pada bagian desain. Metode pengujian dengan membuat bode plot untuk berbagai macam kondisi sudut serang dengan keluaran yang sama, misalnya kecepatan translasi U. Kemudian untuk berbagai macam kondisi ketinggian untuk mach yang sama dan perbedaan mach number untuk ketinggian yang sama. Pengujian pertama dengan melakukan bode plot kecepatan translasi w untuk mach yang sama dengan ketinggian berbeda ο· Mach 0.6 dan ketinggian 0 m, 1000 m, 2000 m ο· Mach 0.9 dan ketinggian 0 m , 1000 m, 2000 m
Gambar 8 Bode plot kecepatan w untuk perbedaan mach number
Gambar 9 Bode plot untuk w berbagai sudut serang dengan mach dan ketinggian yang sama
Hasil bode plot keluaran variabel kecepatan translasi w untuk variasi sudut serang -8o, -5o, - 2o, 0o, 2o, 5o, dan 8o dengan mach 0.6 dan ketinggian 1500 m dapat dilihat pada gambar 9 Pada gambar 9 dapat dilihat bahwa untuk nilai frekuensi tertentu, nilai penguatan dan phase berbeda. Hal tersebut dikarenakan dinamika plant sangat bervariasi untuk perubahan sudut serang Ξ±. Hal ini memperkuat bahwa dalam mendesain
kondisi linearisasi untuk gain scheduling pada sistem kendali terbang dapat dilakukan dengan melakukan variasi pada sudut serang Ξ±
Dari gambar 11 dapat dilihat bahwa alpha berosilasi dan steady-state dengan cepat pada detik ke-10 hal tersebut yang membuat roket stabil yang melawan defleksi yang diberikan.
F. Pengujian Model Non-Linear Pengujian pada sistem ini dengan memberikan defleksi aileron, elevator, dan rudder dengan sinyal doublet sebesar 5 derajat. Pengujian dengan memberikan defleksi elevator pada detik ke-5 sampai dengen ke-6, kemudian defleksi rudder pada detik ke10 sampai dengan detik ke-11, dilanjutkan dengan defleksi aileron pada detik ke-15 sampai dengan detik ke-16. Pada hasil pengujian saat diberi defleksi elevator pertama, sikap roket akan terdorong kearah theta (ΞΈ) negative kemudian berosilasi dan kembali pada sinyal datar menurun. Defleksi ini semakin menyebabkan sikap roket semakin menukik kearah bawah terhadap koordinat inersia bumi, artinya dengan adanya defleksi positif elevator akan menyebabkan perubahan sikap roket bergerak ke bawah dilihat dari hidung roket [5]. Dengan adanya gangguan defleksi elevator ini juga tidak menyebabkan gangguan pada sikap guling dang geleng roket, sehingga hal tersebut sesuai dengan gerakan dinamika roket yang tidak menghendaki adanya gerakan guling dan geleng untuk defleksi elevator dalam keadaan ideal. Defleksi rudder menyebabkan gerakan geleng atau yaw pada grafik ke-4 gambar 10. Analisis persamaan gerak dan simulasi dilihat pada konfigurasi defleksi positif rudder yang menyebabkan gerakan geleng roket kearah kiri dari hidung roket atau negatif yaw. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil simulasi yang menyebabkan adanya sudut yaw kea rah negatif. Pengujian defleksi aileron menyebabkan gerakan guling roket dapat dilihat pada grafik ke-2 gambar 10. Nilai sudut guling mencapai 1365o artinya roket berguling 3.8 kali ke kiri.
Gambar 11 Hasil pengujian alpha dan beta pada sistem non-linear dengan defleksi yang sama.
G. Pengujian Model Non-linear di Titik Linearisasi Untuk meyakinkan apakah model linear yang dibuat merupakan model yang tepat dengan simulasi di titik kerja tersebut maka perlu diuji error dari pernurunan model linear. Dengan memberikan kendali pada masukan kedua model agar mempertahankan ΞΈ agar 5.5o maka respon untuk kedua model tersebut sebagia berikut
Gambar 12 Bagian kiri merupakan respon untuk sistem linear dan bagian kanan merupakan respon untuk model non-linear dengan keluaran U, w, q, dan ΞΈ secara berurutan
Berikut grafik error atau selisih dari kedua hasil agar lebih mudah dalam melakukan analisis
Gambar 10 Hasil pengujian sikap roket pada model nonlinear dengan berbagai defleksi
Gambar 15 Model 3D roket pada FlightGear
Gambar 13 Error keluaran sistem linear dan model Non-Linear
Dari gambar 13 dan 14 nilai keluaran berbeda atau memiliki error cukup besar untuk U dan w sedangkan nilai q dan ΞΈ memiliki error saat kurang dari 5 detik dan selanjutnya memiliki error 0. Hal tersebut terjadi karena model linear state-space yang masih kurang baik untuk state U dan w sedangkan q dan ΞΈ sudah mempresentasikan model non-linear di titik tertentu. Nilai error antara model linear dan model non-linear pada bagian kecepatan translasi U dan w. Pada error kecepatan translasi U bereksponensial menuju error 20m/s dari detik 0 hingga detik ke-24. Pada error kecepatan translasi w bergerak secara eksponensial menuju titik maksimum pada 13m/s kemudian konstan di error 10m/s hingga detik ke-24.
H. Pengujian FlightGear Pengujian FlightGear dengan menjalankan model nonlinear kemudian diteruskan menggunakan blok pada Simulink. Model yang digunakan didesain pada perangkat lunak AC3D seperti pada gambar 15
IV. KESIMPULAN Dari analisis yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Desain model dinamika 6 derajat kebebasan pada simulasi sudah berjalan pada perangkat lunak Simulink. Hasil keluaran sikap roket sudah sesuai dengan defleksi yang diberikan dari sistem kendali terbang. Defleksi positif (+) elevator akan menyebabkan sudut pitch negatif, defleksi positif (+) rudder akan menyebabkan sudut yaw negatif, defleksi positif (+) aileron akan menyebabkan sudut roll negative [5]. b. Desain model linear dibagi dapat dipisahkan menjadi 2 matra, longitudinal dan lateral-direksional. Bentuk linearisasi dapat divariasikan berdasarkan perubahan sudut serang Ξ± [3]. c. Kondisi linearisasi divariasikan berdasarkan perubahan sudut serang Ξ±, yaitu pada alpha -8o, -5o, -2o, 0, 2o, 5o, dan 8 o. d. Terdapat error antara model linear dengan non-linear pada bagian kecepatan translasi U dan w dengan range error 17m/s untuk U dan 13m/s untuk w. e. Model linear dapat dikendalikan dan dapat diestimasi. ACKNOWLEDGMENT Terimakasih kepada Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung dalam membimbing menjadi sarjana teknik elektro yang sesungguhnya. REFERENSI
Gambar 14 Model 3 dimensi roket dengan perangkat lunak AC3D
Model tersebut dimasukkan dengan menggunakan file .xml yang di simpan pada folder base FlightGear pada komputer yang menjalankan FlightGear [7].
[1]
[2] [3] [4] [5]
[6] [7]
Alfi Nurhafid, Ammar Novel, Angga Irawan, Rancang Bangun Sistem Autopilot untuk Guided Rocket dan Pengujian Melalui Hardware-inthe-Loop Simulation: Dokumen Engineering B100, B200, B300, B400, B500, Prodi Teknik Elektro ITB, Bandung, 2013. Blakelock, J.H., Automatic Control of Aircraft and Missile, John Wiley & Sons, Inc., 1965. Zipfel, P.H., Modeling and Simulation of Aerospace Vehicle Dynamics, the American Institute of Aeronautics and Astronautics, Inc., 2007. Cook, M.V., Flight Dynamics Principles, Arnold, 1997. Farhan A. Faruqi, Thanh Lan Vu, Mathematical Models for a Missile Autopilot Design, DSTO Systems Sciences Laboratory, 2002. Y.H. Yogaswara, Rianto A. Sasongko, Taufiq Mulyanto, Pemodelan dan Simulasi Terbang Bom MK-82 LDGP, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2012 Aerospace Blockset Userβs Guide, The MathWorks, Inc., 2010