Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4)
IV-20
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran dimodelkan sepanjang 2000 meter dengan lebar 200 meter. Sebagai kondisi awal, diberikan kedalaman air di saluran 1 meter dengan elevasi muka air pada +0.00. Interval y dan x ditetapkan sebesar 50 meter. Kekasaran dasar saluran diabaikan.
Kondisi Awal
Elevasi (meter)
1.5 1 0.5 Dasar
0
Muka Air
-0.5 -1 -1.5 0
500
1000
1500
2000
L (meter)
Gambar IV-19. Kondisi Awal Pemodelan Vertical Wall
Vertical Wall dimodelkan sebagai syarat batas dinding. Syarat batas dinding digunakan pada sisi kiri dan kanan saluran. Interval waktu yang digunakan 1 detik dengan waktu simulasi 500 derik. Syarat batas gelombang di hulu diberikan seperti pada gambar dibawah ini.
IV-21
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
Syarat Batas Gelombang
elevasi (meter)
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
1
2
3
4
t (detik)
Gambar IV-20. Syarat Batas Gelombang untuk Kasus Vertical Wall
0.35
t* = 313.05
0.3
t* = 626.1 t* = 939.15
Elevasi/ho
0.25
t* = 1252.2
0.2
t* = 1565.25
0.15
t* = 1878.3
0.1
t* = 2191.35 t* = 2504.4
0.05
t* = 2817.45
0 -0.05
t* = 3130.5 0
200
400
600
800
1000 1200 1400 1600 1800 2000 x/ho
t* = 3443.55 t* = 3756.6
Gambar IV-21. Hasil Pemodelan Kasus Vertical Wall
Sesaat sebelum gelombang menabrak dinding (t = 500 detik), tinggi gelombang adalah 0.18 meter dengan panjang gelombang kurang lebih 600 meter. Berdasarkan kedalaman relatifnya (d/L=1/600), maka gelombang dapat dikategorikan sebagai shallow water. Ketika menabrak dinding, tinggi gelombang mencapai 0.34 meter. Hal ini berarti tinggi gelombang di vertical wall tersebut menjadi 1.88 dari tinggi gelombang datang. Kekurangan dari metoda pemodelan diatas adalah terjadinya decay pada proses rambatan gelombang sehingga initial wave sebelum menabrak dinding tidak dapat
IV-22
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
diketahui secara tepat. Selain itu, interval waktu yang dipilih tidak mewakili fase gelombang. Karenanya, kasus serupa diuji dengan initial condition dari Synolakis akan tetapi dengan mengganti kemiringan pantai dengan dinding tegak. 0.040 0.030 0.020 0.010 0.000 -0.010 0.000
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Gambar IV-22. Hasil Pemodelan Kasus Vertical Wall dengan inital condition Synolakis
Hasil pemodelan berupa fluktuasi muka air di vertical wall ditunjukkan pada gambar diatas. Tinggi gelombang maksimum adalah 0.039 atau tepat dua kali dari gelombang datang. Hal ini sesuai dengan teori gelombang pantul sempurna.
IV.8 Studi Kasus (Aceh) IV.8.1 Implementasi GIS Data topografi untuk lokasi diperoleh melalui interpretasi citra satelit dengan menggunakan bantuan software ARCGIS. Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan interpetasi terhadap pola warna yang ada di citra satelit. Untuk studi ini, digunakan citra satelit SRTM. Hasil dari interpretasi citra berupa layer rasterr image. Untuk memperbaiki resolusi kontur dan juga menambahkan bathimetri perairan, maka raster image yang telah diperoleh dirubah kedalam bentuk data polygon. Kontur topografi dalam bentuk polygon tersebut kemudian disatukan dengan data bathimetri dan topografi yang hasil pengukuran yang ada.
IV-23
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
Topografi dan Bathimetri hasil pengukuran
Gambar IV-23. Peta Topografi dan Bathimetri
Setelah diperoleh peta baru hasil penggabungan data interpretasi citra dan pengukuran, format layer kembali dikembalikan ke dalam bentuk raster. Raster yang terbentuk memiliki resolusi yang lebih baik, karena image processing yang dilakukan sudah menggunakan data-data kontur hasil pengakuran.
IV-24
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
Gambar IV-24. Raster Peta Topografi dan Bathimetri Aceh
Point data dengan jarak x dan y sesuai keperluan ditambahkan pada peta raster. Untuk simulasi pada studi ini, ditetapkan interval x dan y adalah 400 meter dengan total grid 52 x 180. Dengan bantuan software, data elevasi yang ada di raster dapat di extract dan ditambahkan ke database masing-masing point.
IV-25
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
Gambar IV-25. Gridding
Hasil akhir dari implementasi GIS ini adalah nilai elevasi dan koordinat kartesius dari tiap titik (DEM). Beberapa keuntungan dari penggunaan GIS: •
Untuk daerah yang luas dengan jumlah titik besar, metode ini sangat efisien dan tidak memakan waktu lama.
•
Hasil yang dihasilkan lebih akurat dan human error dapat diminimalkan.
•
Kontur dengan resolusi yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan menggabungkan hasil interpretasi citra dengan data pengukuran di beberapa lokasi. Biaya survey pengukuran di lapangan dapat ditekan.
IV-26
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
Gambar IV-26. Digital Elevation Model Aceh
Hasil grid dari proses ini dapat dilihat pada gambar diatas. Sesuai dengan domain yang diambil, di bagian pinggir kiri dan kanan tegak lurus dari garis pantai terdapat bukit. Kemiringan pada sisi-sisi ini sangat terjal. Kelandaiaannya mencapai 10%. Untuk daerah tengah (Banda Aceh dan sekitarnya), kemiringan pantai relatif landai, yaitu sekitar 0.5%. Bathimetri diambil hingga kedalaman max 40 meter. Perairan di sekitar pantai memiliki kelandaian 0.5%-3%.
IV.8.2 Simulasi Persamaan pengatur yang digunakan adalah persamaan St. Venant. Simulasi dilakukan untuk running time 15000 detik dengan interval waktu (dt) 1 detik. Nilai koefisien manning diambil sebesar 0.08 untuk darat dan 0 untuk laut. Gelombang yang diberikan adalah gelombang hasil pengukuran yang tercatat disaat kejadian tsunami Aceh, 2004.
IV-27
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
elevasi (m)
Input Gelombang 6 5 4 3 2 1 0 -1 0 -2 -3 -4
500
1000
1500
2000
2500
3000
waktu (detik)
Gambar IV-27. Input Gelombang untuk Kasus Tsunami Aceh, 2004
Gambar IV-28. Lokasi Pengurkuran Gelombang oleh Kapal Mercator
Dari data, teridentifikasi adanya 3 buah gelombang yang masing-masing memiliki amplitudo, periode dan panjang gelombang: 1. Gelombang pertama, A = 4 meter, T = 1000 detik, L = 20,765 km 2. Gelombang kedua, A = 1.8 meter, T = 900 detik, L = 18,216 km 3. Gelombang ketiga, A = 5 meter, T = 1000 detik, L = 21 km IV-28
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
IV.8.3 Hasil Dan Analisis Output pemodelan berupa kontur kedalaman, kontur froude, vektor kecepatan, kontur elevasi muka air pada waktu t dan kontur friksi dasar maksimum. Elevasi muka air terhadap waktu disajikan untuk titik kontrol A (21,110) dan B (41,110) yang diletakkan di garis pantai. Selain itu, juga diberikan output potongan melintang elevasi muka air di A-A pada waktu t.
Gambar IV-29. Hasil Simulasi Kasus Tsunami Aceh, 2004
Titik Kontrol B 450-462.5
Titik Kontrol A
437.5-450 425-437.5 412.5-425 400-412.5 387.5-400 S52
375-387.5
S49
362.5-375
S46
350-362.5
S43 S40 S37 S34
Gelombang datang 177
173
169
165
161
157
153
149
145
141
137
133
129
125
121
117
113
109
97
105
93
101
89
85
81
77
73
69
65
61
57
53
49
287.5-300 275-287.5 262.5-275 250-262.5
S22
237.5-250
S19
225-237.5
S16
212.5-225
S13
200-212.5
S7
45
300-312.5
S25
S10
41
37
33
29
25
21
9
17
5
312.5-325
S28
S1 13
325-337.5
S31
S4 1
337.5-350
187.5-200 175-187.5 162.5-175 150-162.5 137.5-150 125-137.5 112.5-125 100-112.5 87.5-100 75-87.5 62.5-75 50-62.5
Tampak Atas Gambar IV-30. Lokasi Titik Kontrol dan Potongan untuk Output Model
IV-29
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
45
40
35
Elevasi (meter)
30
25
20
15
10
5
0 0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
Waktu (detik)
Titik A
Titik B
Gambar IV-31. Output Perubahan Elevasi Muka Air Terhadap Waktu Pada Titik Kontrol t = 3000 detik
4000
8000
12000 16000 20000 24000 28000 32000 36000 40000 44000 48000 52000 56000 60000 64000 68000
E levasi (m )
E levasi (m )
t = 75 detik 60 50 40 30 20 10 0 -10 0 -20 -30 -40 -50
60 50 40 30 20 10 0 -10 0 -20 -30 -40 -50
4000
8000
X (m)
X (m)
t = 6000 detik
t = 750 detik 60
20 0 0
4000
8000
12000 16000 20000 24000 28000 32000 36000 40000 44000 48000 52000 56000 60000 64000 68000
E levasi (m )
E levasi (m )
40
-20 -40 -60
60 50 40 30 20 10 0 -10 0 -20 -30 -40 -50
4000
X (m)
40
0
4000
8000 12000 16000 20000 24000 28000 32000 36000 40000 44000 48000 52000 56000 60000 64000 68000
E levasi (m )
E levasi (m )
60
40
-20 -40
20 0 -20
0
4000
-60 X (m)
X (m)
4000 8000 12000 16000 20000 24000 28000 32000 36000 40000 44000 48000 52000 56000 60000 64000 68000
X (m)
t = 12000 detik
E levasi (m )
t = 2400 detik
E levasi (m )
8000 12000 16000 20000 24000 28000 32000 36000 40000 44000 48000 52000 56000 60000 64000 68000
-40
-60
60 50 40 30 20 10 0 -10 0 -20 -30 -40 -50
12000 16000 20000 24000 28000 32000 36000 40000 44000 48000 52000 56000 60000 64000 68000
t = 12000 detik
60
0
8000
X (m)
t = 1500 detik
20
12000 16000 20000 24000 28000 32000 36000 40000 44000 48000 52000 56000 60000 64000 68000
60 50 40 30 20 10 0 -10 0 -20 -30 -40 -50
4000
8000 12000 16000 20000 24000 28000 32000 36000 40000 44000 48000 52000 56000 60000 64000 68000
X (m)
Gambar IV-32. Output Elevasi Muka Air dan Elevasi Dasar Pada Potongan A-A
IV-30
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
95°16'0"E
95°17'0"E
95°18'0"E
95°19'0"E
95°20'0"E
95°21'0"E
95°22'0"E
95°23'0"E
Map Reference ID: DA-0001 Legend
5°37'0"N
Spot Check Damage Assessment of Maximum Tsunami Water Height ( Sumber JICA ) 0.0 - 1.0
5°37'0"N
1.0 - 2.0 2.0 - 3.0 3.0 - 4.0 BM.03 X= 759833.531 Y= 620031.370 Z= +3.731
5°36'0"N
4.0 - 5.0 5.0 - 6.0
5°36'0"N
A
6.0 - 7.0 7.0 - 8.0 8.0 - 9.0 9.0 - 10.0
5°35'0"N
5°35'0"N
10.0 - 11.0
BM.01 X= 757383.668 Y= 617056.772 Z= +2.369 KAM LAM PUN PULOG
HAN UMA K PER U BAR PLE
Tsunami Flow Direction ( Sumber JICA )
KOM
CP.01 X= 757410.577 Y= 617042.632 Z= +2.449
North to South Northeast to Southwest 5°34'0"N
Northwest to Southeast
5°34'0"N
West to East Tsunami Inundated Area ( Sumber JICA )
BEKAS PELABUHAN ULELHEHE
Spot Check Damage Assessment of
5°33'0"N
Maximum Tsunami Water Height ( Sumber Pengukuran )
5°33'0"N
N
0.0 M 0.3 M 0.7 M 3M 7M 10 M
5°32'0"N
5°32'0"N
Jalur Tsunami ( Sumber Pengukuran )
A
Map Information: Projection: UTM Zone 46N (WGS 1984)
95°16'0"E
95°17'0"E
95°18'0"E
95°19'0"E
95°20'0"E
95°21'0"E
95°22'0"E
95°23'0"E
Km 0
0.5
1
2
3
4
Tsunami Damage Assessment Map
Gambar IV-33. Pengukuran Ketinggian Tsunami dari Studi Terdahulu
18 16 14 12 Dasar
10
JICA
8
ITB
6 4 2 0 43200
43600
44000
44400
44800
45200
45600
46000
46400
46800
47200
Gambar IV-34. Pengukuran Ketinggian Tsunami Hasil Pengukuran Pada Lokasi A-A
IV-31
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
Gambar IV-35. Kontur Kedalaman Genangan Maksimum Hasil Model
Tinggi gelombang akibat masing-masing gelombang mencapai 20 meter dengan panjang gelombang 2 kilometer. Tinggi dan panjang gelombang yang terjadi memenuhi kriteria sebagai tsunami (telah dibahas pada Bab 2.5). Tinggi rambatan pada saat maksimum untuk kedua titik kurang lebih 43 meter pada waktu yang hampir bersamaan. Tinggi maksimum rambatan akibat gelombang datang pertama dan kedua di titik B lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada di titik A. Hal ini dikarenakan lokasi kontur di titik B adalah tebing sehingga gelombang yang datang akan dipantulkan dan bertabrakan dengan gelombang yang datang di belakangnya. Gelombang pantul tersebut yang menyebabkan adanya 2 puncak gelombang untuk gelombang datang kedua dan ketiga. Filter numerik yang digunakan untuk model dapat menangani permasalahan caustic wave yang terjadi ketika adanya benturan antara gelombang datang dan gelombang pantul. Pada lokasi B, rambatan tsunami dapat dikatakan sudah mulai surut pada waktu 600 detik. Sedangkan pada lokasi A, hingga akhir simulasi, belum sepenuhnya surut. Hal ini dikarenakan kontur pada lokasi A yang relatif landai. IV-32
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
Lebih kurang 900 detik sebelum gelombang mencapai garis pantai (+0.00), elevasi muka air di sekitar garis pantai turun. Hal ini terjadi akibat gelombang datang menarik masa air yang ada di depannya. Garis pantai yang terbentuk ketika surut terendah maju hingga kurang lebih 1,5 km ke arah laut. Gelombang merambat di darat sejauh 20 km dari garis pantai dengan kedalaman bervariasi antara 10-20 meter. Total waktu yang diperlukan dari mulai terjadinya run up hingga kembali surut kurang lebih 10000 detik. Volume maksimum banjir yang terjadi akibat rambatan tsunami ini sebesar 4.24 x 1E9 m3, terjadi pada saat t = 4543.
Gambar IV-36. Kontur Kedalaman (Hasil Simulasi) Kasus Tsunami Aceh, 2004
Gambar IV-37. Kontur Froude (Hasil Simulasi) Kasus Tsunami Aceh, 2004
IV-33
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
Gambar IV-38. Vektor Kecepatan (Hasil Simulasi) Kasus Tsunami Aceh, 2004
Gambar IV-39. Kontur Friksi Dasar Maksimum Hasil Model
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa gelombang datang pada umumnya memiliki nilai froude kurang dari 1. Hal ini berarti bahwa gelombang yang datang masih sangat dipengaruhi oleh cepat rambat gelombang, yang berarti gelombang belum pecah. Kurang lebih di sekitar garis pantai, nilai froude berubah menjadi
IV-34
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
lebih besar dari 1. Hal ini berarti bahwa gelombang run up di sekitar garis pantai pada umumnya dipengaruhi oleh kecepatan partikel, yang berarti gelombang telah pecah. Batasan terjauh dimana gelombang yang merambat di darat masih memiliki nilai froude kurang dari 1 adalah kurang lebih 10 grid (4 km) dari garis pantai. Setelah melewati batas maksimum ini, bilangan froude dari rambatan yang terjadi telah memiliki nilai lebih besar atau sama dengan 1. Pada saat gelombang datang, berdasarkan definisi dari Horikawa, H/d gelombang adalah 30/40 =0.75~0.8. Nilai ini menandakan bahwa mekanisme gelombang pecah yang terjadi adalah spilling
Gambar IV-40. Gelombang Pecah Saat Datang
IV-35
Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami
Gambar IV-41. Gelombang Pecah di Darat
Pada saat gelombang mencapai daratan. Kriteria Horikawa tidak dapat diterapkan karena kedalaman air adalah 0. Akan tetapi secara visualisasi, dapat dikatakan bahwa mekanisme yang terjadi adalah collapsing. Di ujung gelombang (wet dry), tidak tercata adanya kondisi surging.
IV-36