Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
PEMILIHAN LOKASI KANTOR PERWAKILAN PT. X MELALUI INTEGRASI FAKTOR OBJEKTIF DAN SUBJEKTIF Gita Widi Bhawika1) dan I Nyoman Pujawan2) 1) Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya, 60264, Indonesia e-mail:
[email protected] 2) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK PT X adalah perusahaan jasa operasi dan pemeliharaan pembangkit listrik yang berencana menentukan lokasi sebuah kantor perwakilan dengan tiga kota alternatif. Model Brown Gibson tepat digunakan untuk menentukan lokasi karena dapat mengintegrasikan faktor objektif dan subjektif dengan baik. Input faktor objektif diolah dengan model transportasi yang dilakukan untuk menentukan kota alternatif dengan biaya transportasi terendah. Dari model ini juga didapatkan alokasi karyawan dari kantor pusat dan kantor perwakilan ke pembangkit listrik milik klien. Untuk input faktor subjektif, diolah dengan metode Analytic Network Process (ANP) dengan identifikasi kriteria subjektif, hubungan antar kriteria, dan penilaian setiap alternatif melalui kuesioner oleh pengambil keputusan di PT. X. Selain itu dilakukan analisis sensitifitas untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bobot faktor objektif dan subjektif terhadap penentuan lokasi kantor perwakilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. X akan memilih Jakarta sebagai lokasi kantor perwakilan karena menempati peringkat pertama dengan nilai LPMi sebesar 0,38535822, dilanjutkan dengan Semarang (0,36599316), serta yang terakhir adalah Medan (0,24864863). Biaya transportasi pegawai pada tahun 2013 dibandingkan 2012 turun sebesar 44,52%. Hal itu membuktikan bahwa dengan penambahan kantor perwakilan, maka biaya transportasi dapat ditekan sekaligus dapat mengakomodasi faktor subjektif terkait penentuan lokasi. Kata kunci: Pemilihan Lokasi, Model Brown Gibson, Model Transportasi, ANP
PENDAHULUAN PT X adalah perusahaan jasa operasi dan pemeliharaan pembangkit listrik. Saat ini, industri pembangkit sedang mendirikan pembangkit-pembangkit listrik di seluruh wilayah Indonesia untuk mendukung misi pemerataan akses listrik di pelosok Indonesia. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2012-2021. PT. X menangkapnya sebagai peluang untuk meningkatkan pelayanannya, menjaga relasi dan servis yang maksimal kepada klien lama, dan sekaligus berpotensi untuk memperbesar ekspansi pasarnya kepada klien-klien baru. Kondisi tersebut akan menyebabkan mobilitas karyawan PT. X sangat tinggi. Di lain pihak, PT. X hanya memiliki satu kantor pusat di Sidoarjo. Berdasarkan hal tersebut, maka pihak manajerial PT. X berencana mendirikan kantor perwakilan baru di salah satu kandidat lokasi di Jakarta, Medan, dan Semarang. Masingmasing kota tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya, dimana pemenuhan suatu kriteria penentuan lokasi pada suatu kandidat akan mengurangi nilai kriteria yang lainnya. Hal tersebut memerlukan pemikiran yang kompleks agar lokasi yang dipilih dapat meminimalkan biaya transportasi karyawan karena penentuan lokasi adalah permasalahan pengambilan ISBN : 978-602-97491-7-5 A-37-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
keputusan yang bersifat kritis untuk berbagai macam jenis organisasi (Randhawa dan West, 1995) tidak terulang, lintas fungsi serta rumit dan berdampak sistemik (Zhang, dkk., 2010). Pemilihan lokasi kantor perwakilan merupakan suatu keputusan strategis yang penting dalam manajemen rantai pasok yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan (Viswanadham dan Kameshwaran, 2007), karena kesuksesan suatu perusahaan bergantung dengan pemilihan lokasi dan kesalahan pengambilan keputusannya akan menghabiskan biaya yang cukup besar karena sifatnya yang tidak dapat diganti dengan mudah ketika kantor telah dibangun di lokasi yang telah dilakukan. Namun, jika penentuan lokasi dilakukan dengan tepat maka perusahaan berpotensi meningkatkan keuntungan mereka karena biaya-biaya seperti biaya transportasi dapat diminimalisasi. Para penulis sebelumnya menggunakan berbagai metode untuk penentuan lokasi seperti Analytic Hierarchy Process (AHP) (Viswanadham dan Kameshwaran, 2007), Analytic Network Process (ANP) (Çelebi dkk., 2010), Model Transportasi (Randhawa dan West, 1995; Zhang, Johnson dan Sutherland, 2011), dan Model Brown-Gibson (Wibawa dkk., 2011; Bagum dkk., 2012). Sementara itu, penelitian mengenai model terintegrasi antara faktor objektif dan subjektif pertama kali dikembangkan oleh Brown dan Gibson (1972). Mereka mengembangkan model untuk mengevaluasi lokasi alternatif pabrik dengan menggunakan faktor objektif dan subjektif. Lalu Randhawa dan West (1995) melakukan pendekatan terintegrasi dengan tahap pertama, model lokasi analitik (model transportasi) untuk mencari alternatif lokasi lalu tahap kedua, yaitu analisis multikriteria untuk menentukan lokasi terbaik, sehingga dia tidak mengintegrasikan kedua model tersebut untuk langsung menentukan lokasi. Sarkis dan Sundarraj (2002) hanya mempertimbangkan satu faktor kualitatif, yaitu strategi perusahaan dan satu faktor kuantitatif, yaitu biaya angkut produk untuk menentukan lokasi. Thanos (2007) telah menyusun decision support system untuk pemilihan lokasi berbasis metode Brown Gibson yang telah dikembangkan dengan analisis multi kriteria yang masih sederhana. Sementara itu, Wibawa (2011) memilih metode GIS dan Brown Gibson untuk menentukan lokasi. Penulis menawarkan solusi penentuan lokasi kantor perwakilan PT. X dengan integrasi faktor objektif dan subjektif yang mempengaruhi penentuan lokasi dengan Metode Brown-Gibson. Model ini digunakan karena dapat mengintegrasikan kedua jenis faktor objektif dan subjektif dengan baik (Bagum dkk., 2012). Sebelum diintegrasikan, model transportasi dilakukan terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai objektif berupa biaya transportasi minimal dari semua kandidat lokasi serta mendapatkan alokasi pengiriman pegawai dari kantor pusat dan kantor perwakilan ke pembangkit listrik milik klien. Sedangkan semua faktor subjektif terkait penentuan lokasi di PT. X dianalisis dengan menggunakan ANP karena kriteria pemilihan lokasi sesuai dalam kondisi aktual di PT. X memiliki pengaruh antar kriteria. ANP dapat menunjukkan alternatif terbaik berdasarkan kriteria dari variasi alternatif (Viswanadham dan Kameshwaran, 2007). Struktur jaringan memodelkan kondisi riil dengan baik. ANP memberikan hasil terbaik sejauh ini setelah perbandingan struktur jaringan dibuat dengan benar (Guneri dkk., 2009). Diharapkan hal ini akan membantu PT. X dalam menentukan lokasi kantor perwakilannya. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini untuk menentukan lokasi kantor perwakilan PT. X dengan mempertimbangkan faktor objektif dan subjektif, menentukan alokasi karyawan dari kantor pusat dan kantor perwakilan ke pembangkit listrik milik klien, meminimalkan biaya transportasi karyawan ke lokasi pembangkit listrik, dan mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan faktor objektif dan subjektif terhadap penentuan lokasi.
ISBN : 978-602-97491-7-5 A-37-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
METODE Penelitian ini dilakukan secara garis besar terdiri atas empat tahap, yaitu penelitian pendahuluan, pengolahan faktor objektif dengan model transportasi, pengolahan data faktor subjektif dengan ANP, serta integrasi faktor objektif dan subjektif dengan Metode Brown Gibson. Tahap Penelitian pendahuluan dilakukan dengan identifikasi kondisi lapangan, permasalahan, kriteria penentuan lokasi, serta pengumpulan data relevan PT. X. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak PT. X dan meninjau dari penelitian terdahulu yang relevan. Tahap Pengolahan Faktor Objektif Tahap pengolahan faktor objektif dengan model transportasi dilakukan dengan penyusunan model transportasi yang sesuai dengan kondisi riil PT.X. Data yang diolah adalah: 1. Data perjalanan dinas tahun 2012, data ini digunakan sebagai referensi biaya perjalanan dinas untuk dibandingkan dengan hasil pengolahan data dengan model transportasi untuk proyeksi alokasi pegawai tahun 2013-2017. 2. Data proyeksi jumlah pegawai yang akan dialokasikan untuk menyervis suatu pembangkit tahun 2013-2017, data ini akan digunakan untuk menentukan jumlah pegawai yang dikirim ke suatu pembangkit di lokasi tertentu Sedangkan formulasi matematis model transportasi pegawai dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Variabel Keputusan: xij= jumlah karyawan yang dialokasikan dari kantor i ke pembangkit 2. Fungsi Tujuan dari permasalahan ini adalah untuk menentukan jumlah yang dikirim yang tidak diketahui yang akan meminimalkan total biaya transportasi pegawai dari kantor i ke pembangkit listrik milik klien j yang memenuhi batas pasokan dan kebutuhan, sehingga ∑ min ∑ (1) 3. Fungsi Pembatas: a. Jumlah karyawan yang dialokasikan tidak melebihi total karyawan di kantor i ∑ ∀ (2) b. Semua permintaan klien di pembangkit j terpenuhi ∑ ∀ (3) Dengan i= indeks kantor (1,2,..n), j = indeks pembangkit (1,2,…m), Dj= permintaan dari pembangkit j, Ki= jumlah karyawan di kantor i, dan cij= biaya transportasi karyawan dari kantor i ke pembangkit j
Gambar 1. Skema Perjalanan Dinas Pegawai
ISBN : 978-602-97491-7-5 A-37-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Karena setiap tahun jumlah permintaan pengiriman pegawai dan lokasi pembangkit berbeda, maka model transportasi yang dikerjakan pada penelitian ini terdiri dari 15 formulasi matematis model transportasi yang berbeda, yaitu formulasi matematis untuk tahun 2013, 2014, 2015, 2016, dan 2017 dengan masing-masing tahun terdiri dari tiga formulasi matematis, yaitu dengan lokasi asal di Sidoarjo dan Semarang; Sidoarjo dan Jakarta; serta Sidoarjo dan Medan. Model tersebut kemudian dikalkulasikan, sehingga mendapatkan alokasi pengiriman pegawai dengan biaya minimal dan biaya perjalanan dinas yang akan diolah lebih lanjut sebagai input faktor objektif pada Model Brown Gibson. Tahap Pengolahan Faktor Subjektif Tahap pengolahan faktor subjektif dilakukan dengan cara wawancara kepada pihak pengambil keputusan penentuan lokasi di PT. X untuk menentukan kriteria penentuan lokasi. Lalu disusunlah model ANP yang terdiri dari kriteria, subkriteria serta pengaruh antar kriteria dan subkriteria serta tujuan. Kemudian dilakukan penilaian kriteria subjektif melalui pengisian kuesioner oleh beberapa responden yang menjadi pengambil keputusan penentuan lokasi PT. X. Lalu dilakukan kalkulasi bobot semua kriteria dan subkriteria dengan matriks perbandingan berpasangan, supermatriks, dan perhitungan prioritas dan bobot. Hasil perhitungan dikatakan valid jika indeks konsistensi bernilai kurang dari 0,1. Jika tidak memenuhinya, maka pengisian kuesioner harus diperbaiki hingga memenuhi syarat tersebut. Setelah dilakukan penghitungan bobot kriteria, maka nilai-nilai bobot kriteria itu menjadi acuan untuk penilaian lokasi kandidat. Responden melakukan penilaian dalam form penilaian tersendiri untuk mengetahui seberapa baikkah suatu lokasi berdasarkan kriteria yang telah mendapat bobot tersebut. Hasil akhir akan didapatkan peringkat lokasi yang akan digunakan sebagai input faktor subjektif untuk metode Brown Gibson. Tahap Integrasi Faktor Objektif dan Subjektif Tahap terakhir adalah integrasi faktor objektif dan subjektif dengan Model Brown Gibson dengan input dari hasil pengolahan data model trasnportasi dan ANP dengan langkah berikut. 1. Mengeliminasi setiap alternatif lokasi yang tidak layak. Menghitung dan tetapkan performance measurements dari faktor objektif (OFi). Dalam penelitian ini jumlah biaya minimal (Ci) didapat dari metode transportasi 2.
3. 4.
5.
∑ dengan (4) Menentukan rating kriteria faktor subjektif (wj) dan bobot lokasi (Rij) yang didapatkan dari hasil ANP. Faktor subjektif (SFi) dihitung dengan ∑ (5) dimana Rij = (0 1 ∑ 1 (6) Menentukan pembobotan faktor objektif (k) dan subjektif (1-k). dilakukan kuesioner kepada pengambil keputusan PT. X. Mengkombinasikan faktor objektif dan subjektif yang nilai masing-masing sudah dihitung untuk menentukan Location Preference Measure (LPMi) untuk setiap alternatif yang ada dengan Model Brown Gibson berikut ini. 1 (7) Analisis sensitivitas diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan bobot faktor objektif dan subjektif terhadap keputusan pemilihan kandidat lokasi. Analisis ini terdiri dari nilai bobot yang bervariasi dalam interval tertentu dan diobservasi nilai akhir berdasarkan perubahan nilai bobot tersebut (Randhawa dan West, 1995).
ISBN : 978-602-97491-7-5 A-37-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengolahan faktor objektif dengan 15 model transportasi pegawai dari alternatif kantor perwakilan di Semarang, Jakarta, dan Medan ke pembangkit milik klien untuk tahun 2013, 2014, 2015, 2016, dan 2017 adalah sebagai berikut. Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya Transportasi No.
Tahun 1 2 3 4 5
2013 2014 2015 2016 2017 Jumlah (Ci) OFi
Semarang Rp976.921.100 Rp1.423.112.000 Rp1.864.861.000 Rp2.957.071.000 Rp3.153.923.000 Rp10.375.888.100 0,361401184
Lokasi Alternatif Jakarta Rp848.448.711 Rp1.162.887.000 Rp1.837.576.000 Rp2.383.656.000 Rp2.536.710.000 Rp8.769.277.711 0,427613125
Medan Rp1.664.691.320 Rp2.164.148.000 Rp3.036.954.000 Rp5.246.701.000 Rp5.660.551.000 Rp17.773.045.320 0,210985691
Tabel 2 Alokasi Pegawai dari Sidoarjo dan Jakarta (sebagai Kota dengan biaya transportasi terendah) ke pembangkit klien Tujuan Lokasi Pembangkit Listrik Rembang Paiton Pacitan Golang Giringan Selorejo, Lodoyo, Tanjung Awar-awar Tanjung Pinang Mendalan Banjarsari Jeranjang Pemalang
2013 0 181 225 42 66 225 71 0 0 0 0
Alokasi Pegawai Dari Sidoarjo 2014 2015 2016 2017 0 0 160 163 181 181 181 181 225 225 225 225 42 42 42 42 0 66 66 66 225 0 225 225 0 79 79 72 56 56 56 56 124 124 124 124 123 124 124 124 0 145 450 450
Tujuan Lokasi Pembangkit Listrik Rembang Indramayu Duri Belitung Asta Keramasan Asahan Tanjung Pinang Lhokseumawe Bangka Jeranjang Pemalang Indramayu
2013 225 259 18 124 45 6 8 124 0 0 0 0
Alokasi Pegawai dari Jakarta 2014 2015 2016 2017 225 225 65 62 259 259 259 259 18 18 18 18 124 124 124 124 45 45 45 45 42 42 42 42 79 0 0 0 124 124 124 124 124 124 124 124 1 0 0 0 0 305 0 0 0 0 930 930
Dari Tabel 1, dapat diketahui bahwa biaya terendah adalah pada Jakarta senilai Rp8.769.277.711 disusul oleh Semarang senilai Rp10.375.888.100, dan yang terakhir adalah Medan dengan Rp17.773.045.320. Biaya transportasi per tahun ternyata juga linier, yaitu Jakarta selalu lebih rendah daripada yang lain. Hasil ini terjadi karena biaya transportasi dari Jakarta ke pembangkit listrik milik klien banyak yang lebih rendah daripada kandidat alternatif lainnya. Setelah dilakukan penentuan kota dengan biaya terendah, maka dikalkulasikan alokasi pegawai dari kantor pusat dan kator perwakilan di Jakarta sebagai kota dengan biaya transportasi terendah, yang hasilnya ada pada Tabel 2. Sementara itu, untuk pengolahan faktor subjektif, setelah melakukan wawancara dengan pihak pengambil keputusan, dapat dirumuskan kriteria, subkriteria, dan pengaruh antar kriteria, sehingga disusunlah model ANP seperti Gambar 2.
ISBN : 978-602-97491-7-5 A-37-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Gambar 2. Model ANP Penentuan Lokasi PT.X
Hasil kuesioner untuk pembobotan kriteria berdasarkan model di atas adalah sebagai berikut. Tabel 3. Bobot Kriteria Penentuan Lokasi
Berdasarkan gambar di atas, dapat diperhatikan bahwa kriteria dengan bobot terbesar adalah faktor ekonomi sebesar 0,32603. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria ini yang paling besar pengaruhnya terhadap penentuan lokasi menurut pada pengambil keputusan PT. X. Sedangkan inconsistency (indeks konsistensi) sebesar 0,08528. Nilai tersebut masih kurang dari 0,1, sehingga penilaian yang diberikan pada kuesioner adalah konsisten dan hasilnya dapat digunakan untuk proses penentuan lokasi ini. Hasil penilaian responden adalah sebagai dalam form penilaian performa kandidat berdasarkan kriteria terbobot yang sudah terkalkulasi tersebut pada gambar di bawah ini. Dapat dilihat bahwa Medan meraih peringkat pertama dengan bobot (SFi) sebesar 0,374907, disusul dengan Semarang sebesar 0,321759, dan yang terakhir yaitu Jakarta sebesar 0,303334 Hasil bobot lokasi ini kemudian akan diolah lebih lanjut dalam metode Brown-Gibson. Metode ini menggunakan output dari pengolahan data objektif dan subjektif sebagi input. Selain itu, diperlukan juga data mengenai bobot faktor objektif (k) dan subjektif (1-k). Data bobot ini didapatkan dari hasil kuesioner dari pengambil keputusan dengan hasil nilai k adalah 0,66. Setelah itu dilakukan perhitungan Location Preference Measurement (LPMi) dengan hasil berikut ini. Tabel 4. Perhitungan LPMi
ISBN : 978-602-97491-7-5 A-37-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Dari evaluasi yang telah dilaksanakan terlihat bahwa sesuai dengan metode Brown Gibson, maka Jakarta merupakan kota yang layak untuk pendirian kantor perwakilannya, karena lokasi ini memiliki nilai LPM yang terbesar. Perlu diperhatikan bahwa meskipun lokasi ini memiliki nilai subjektif yang terendah, tetapi pengaruh faktor objektif yang terbaik membawa keputusan bahwa Jakarta adalah alternatif terbaik yang bersaing dengan Semarang. Disinilah analisis sensitivitas terhadap keputusan yang diambil sangat ditentukan oleh pembobotan faktor objektif (k) dan subjektif (1-k). Berikut ini adalah analisis sensitivitas bobotnya.
Gambar 3. Analisis Sensitivitas Penentuan Lokasi berdasarkan Nilai LPMi
Berdasarkan analisis sensitifitas di atas terlihat bahwa jika nilai bobot faktor objektif senilai 2,5, maka terjadi nilai LPM yang sama antara Semarang (LPM1), Jakarta (LPM2), dan Medan (LPM3). Jika kurang dari 2,5, maka Kota Medanlah yang dipilih, dan jika bobot objektif senilai lebih dari 2,5, maka Kota Jakarta yang dipilih. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jakarta dipilih sebagai peringkat tertinggi dengan LPMi sebesar 0,38535822, dilanjutkan Semarang dengan 0,36599316, serta yang terakhir adalah Medan dengan 0,24864863. 2. Alokasi karyawan dari kantor pusat dan kantor perwakilan Jakarta ke pembangkit listrik milik klien tahun 2013-2017 telah dapat ditentukan dengan metode transportasi. 3. Biaya transportasi pegawai pada tahun 2013 dengan kantor perwakilan Jakarta sebesar Rp848.448.711, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar Rp1.529.356.250. Nilai tersebut turun sebesar 44,52%. Hal itu membuktikan bahwa dengan penambahan kantor perwakilan, maka biaya transportasi dapat ditekan. 4. Nilai bobot faktor objektif dan subjektif sangat berpengaruh terhadap hasil akhir keputusan penentuan lokasi. Untuk memperbaiki hasil penelitian ini, maka sarannya adalah: 1. Untuk pengolahan faktor subjektif, dapat digunakan analisis keputusan multikriteria selain ANP dan hasilnya bisa dibandingkan dengan hasil penelitian ini. 2. Untuk pengolahan faktor objektif, bisa menambahkan faktor objektif lainnya yang berpengaruh bagi penentuan lokasi seperti biaya pembangunan kantor, biaya akomodasi, pajak, biaya buruh dll. Selain itu, tarif biaya transportasi agar ditentukan berbeda untuk setiap jabatan pegawai yang bepergian. DAFTAR PUSTAKA Bagum, N., Rashed, A. A., Masud, A. K., & Islam, Q. (2012). Using Multi-Criteria Analysis in Decision Making Regarding The Adoption of Wind Pump for Irrigation in Bangladesh. Review of General Management, 15(1), 157-178. ISBN : 978-602-97491-7-5 A-37-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Brown, P., & Gibson, D. (1972). A Quantified Model for Facility Site Selection Application to Multi-Plant Location Problem. AIIE Trans, 4, 1-10. Çelebi, D., Bayraktar, D., & Bingöl, L. (2010). Analytical Network Process for logistics management: A case study in a small electronic appliances manufacturer. Computers & Industrial Engineering, 58, 432–441. Randhawa, S. U., & West, T. M. (1995). An Integrated Approach to Facility Location Problems. Computers and Industrial Engineering, 29, 261-265 Viswanadham, N., & Kameshwaran, S. (2007). A Decision Framework for Location Selection in Global Supply Chains. Proceedings of the 3rd Annual IEEE Conference on Automation Science and Engineering, (pp. 704-709). Scottsdale, USA. Wibawa, Y., Sukmaaji, A., & Taufik, V. M. (2011). Sistem Informasi Geografis Penentuan Lokasi Pembangunan Lembaga Bimbingan Belajar Berbasis Web dengan Metode Brown Gibson (Study Kasus Kota Malang). Zhang, L.-y., Sun, Y., & Ma, J. (2010). A Hybrid Decision Method for Multi-Resolution Model of Logistics Location. 2nd International Conference on Future Computer and Communication, 2, pp. 845-850 Sarkis, J., & Sundarraj, R. (2002). Hub Location at Digital Equipment Corporation: A Comprehensive Analysis of Qualitative and Quantitative Factors. European Journal of Operational Research, 137, 336-347. Thanos, G., Vrachopoulos, M. Gr., Kakouris, A. P., Koukou, M. K., dan Thanos, A. G. (2007). A Decision support system for the Ecological selection of a Facility location: A multi-Criteria Approach. 2007 IRMA International Conference, 655-659. Melo, M., Nickel, S., & Saldanha-da-Gama, F. (2009). Facility location and supply chain management – A review. European Journal of Operational Research, 196, 401–412.
ISBN : 978-602-97491-7-5 A-37-8