PEMIKIRAN KEAGAMAAN ASPEK AKHLAK SANTRI PESANTREN ASSALAFIYAH LUWUNGRAGI BULAKAMBA BREBES SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S.1) Dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh:
ANDY WARSONO NIM. 073111002
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Andy Warsono
NIM
: 073111002
Jurusan/Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 29 November 2011 Saya yang menyatakan,
Andy Warsono NIM: 073111002
ii
iii
NOTA PEMBIMBING
Semarang, 29 November 2011
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan ini diberi tahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan: Judul
: Pemikiran Keagamaan Aspek Akhlak Santri Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes
Nama
: Andy Warsono
NIM
: 073111002
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Dr. Musthofa, M.Ag. NIP: 19710403 199603 1 002
iv
NOTA PEMBIMBING
Semarang, 29 November 2011
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan ini diberi tahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan: Judul
: Pemikiran Keagamaan Aspek Akhlak Santri Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes
Nama
: Andy Warsono
NIM
: 073111002
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Amin Farih, M.Ag. NIP: 19710614 200003 1 002
v
ABSTRAK Judul : Pemikiran Keagamaan Aspek Akhlak Santri Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes Penulis : Andy Warsono NIM : 073111002 Skripsi ini membahas pemikiran aspek keagamaan akhlak santri Assalafiyah. Kajiannya dilatar belakangi oleh banyaknya nilai-nilai keagamaan akhlak yang diabaikan para kaum muslim. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana pemikiran keagamaan aspek akhlak dalam Islam? (2) Bagaimanakah pemikiran keagamaan aspek akhlak santri pesantren Assalafiyah Luwungragi? Permasalahan tersebut dibahas melalui studi lapangan yang dilaksanakan di Pomdok Pesantren Assalafiyah Luwungragi. Pesantren tersebut dijadikan sebagai sumber data untuk mendapat potret pemikiran keagamaan aspek akhlak santri Assalafiyah. Datanya diperoleh dengan cara wawancara bebas, observasi partisipan dan studi dokumentasi. Semua data dianalisis dengan pendekatan sosiologi dan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kajian ini menunjukan bahwa: (1) Pada hakikatnya budi pekerti (khuluk) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Sehingga jelas bahwa akhlak merupakan intisari dari ajaran islam sekaligus sebagai tolok ukur dalam segala hal, baik dalam ibadah, mu’amalah, bernegara (politik), maupun dalam science and technology. Karena dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena Syara’ (al-qur’an dan Sunnah). (2) Pendidikan keagamaan akhlak sangat penting untuk kita pelajarai. Karena kedudukan akhlak dalam Islam merupakan salah satu sendi agama, dengan fungsi yang selalu menguatkan pengalaman aqidah, dan syari’ah, maka agama Islam memberikan tuntunan kepada manusia, agar akhlak mulia menjadi bagian dari kehidupannya. (3) Santri Assalafiyah Luwungragi berpikiran atau berpendapat bahwa akhlak itu merupakan sebuah tingkah atau perilaku yang bisa diseseuaikan dengan tempatnya. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan bermannfaat bagi pesantren dan para santri serta masyarakat, dan memberikan dorongan kepada para santri dan pelajar umumnya agar menjadi pribadi yang Islami.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena dengan taufik dan hidayah-Nya penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “PEMIKIRAN KEAGAMAAN ASPEK AKHLAK SANTRI
PESANREN
ASSALAFIYAH
LUWUNGRAGI
BULAKAMBA
BREBES” ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Dr. Suja’i, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walosongo Semarang. 2. Dr. Musthofa, M.Ag. dan H. Amin Farih, M.Ag. selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 3. K.H. Subhan Ma’mun, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes yang telah berkenan memberikan kesempatan dan bantuan serta pengarahannya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 4. Bapak dan Ibu tercinta, yang telah memberikan motivasi dan do’a yang tulus bagi penulis selama berlangsungnya proses dan penyelesaian studi serta penulisan skripsi ini. 5. Kakak-kakakku tersayang yang telah memberikan dorongan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 6. Teman-teman di kost dan di kampung yang telah memberikan dukungan dalam proses belajar dan penyelesaian skripsi ini. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
vii
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain untaian rasa terima kasih yang tulus dengan diiringi do’a semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan sebaik-baik balasan, Pada akhlirnya, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti seluruhnya. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca pada umumnya.
Semarang, 29 November 2011 Penulis,
Andy Warsono NIM. 073111002
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………… i PERNYATAAN KEASLIAN ……………………………………………………. ii NOTA PEMBIMBING ………………………………………………………….... iii PENGESAHAN ...................................................................................................... v ABSTRAK ………………………………………………………………………... vi KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. vii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………... ix
BAB I
: PENDAHULUAN ……………………………………………… 1 A. Latar Belakang ………………………………………………... 1 B. Rumusan Masalah …………………………………………...... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………...... 5
BAB II
: LANDASAN TEORI ………………………………………….. 6 A. Kajian Pustaka ………………………………………………... 6 B. Kerangka Teoritik ...................................................................... 8 1. Pengertian Akhlak ...…....……………………………… 8 2. Akhlak sebagai Intisari Ajaran Islam ………………… 13 3. Urgensi Pendidikan Keagamaan Akhlak …………….. 20
BAB III
: METODE PENELITIAN …………………………………….. 28 A. Jenis Penelitian ……………………………………………..... 28 B. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………..
29
C. Sumber Penelitian ……………………………………………
29
D. Fokus Penelitian ……………………………………………...
29
E. Pengumpulan Data Penelitian ………………………………..
30
F. Analisis Data Penelitian ……………………………………...
32
ix
BAB IV
: PEMIKIRAN AKHLAK SANTRI PESANTREN ASSALAFIYAH LUWUNGRAGI DAN APLIKASINYA DALAM MASYARAKAT …...........................………………. 35 A. Gambaran Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes ..................................................................................... 35 B. Pemikiran Keagamaan Aspek Akhlak Santri Pesantren Assalafiyah Luwungragi ………………………… 42 C. Aplikasi Keagamaan Aspek Akhlak Santri Pesantren Assalafiyah Luwungragi dalam Masyarakat .……………….. 46
BAB V
: PENUTUP …………………………………………………….... 50 A. Simpulan…………………………………………………….... 50 B. Saran ………………………………………………………...... 51
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik dan tertua di Indonesia. Lembaga pendidikan ini merupakan sistem pendidikan klasik dan mungkin paling tradisional di Negara ini. Namun melalui kebanggaan tradisinya, tidak bisa dipungkiri pesantren justru dianggap alternatif dalam hegemoni modernisme. Secara fungsional pesantren memiliki multi dimensi. Dimana ia memiliki fungsi dan peranan variatif yang meliputi, fungsi pendidikan, keagamaan, dakwah, kemasyarakatan, budaya dan sebagainya. 1 Menurut M. Dawam Raharjo, hal itu menjadi identitas pesantren pada awal perkembangannya, yaitu sebagai pusat penyebaran agama Islam, disamping sebagai sebuah lembaga pendidikan2. Dengan demikian secara definitif, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional
Islam
untuk
memahami,
menghayati,
dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam (tafaququh fi al-din) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari. 3 Hal ini terus dipertahankan agar pesantren tidak tercabut dari akar utamanya yang telah melembaga selama ratusan tahun.
1
Yusuf Hasyim, “Peran dan Potensi Pesantren dalam Pembangunan”, dalam Sonhaji Saleh, Dinamika Pesantren: Kumpulan Makalah Seminar Internasional:The Role of Pesantren in Education and Community Development in Indonesia, ed.,1, (Jakarta: P3M, 1988), hlm. 88. 2 M. Dawam Raharjo, “Perkembangan Masyarakat dalam Perspektif Pesantren”, dalam Pengantar M. Dawam Raharjo (eds), Pergulatan Dunia Pesantren : Membangun dari Bawah, (Jakarta : P3M, 1985), hlm. vii. 3 Fatah Syukur, Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang: al-Qalam Press, 2004), hlm. 26.
1
Sampai saat ini ternyata pesantren msih tetap eksis, meski ditengahtengah deru modernisasi, pesantren tetap bisa bertahan dengan identitasnya sendiri. Bahkan akhir-akhir ini para pengamat dan praktisi pendidikan dikejutkan
dengan
tumbuh
dan
berkembangnya
lembaga-lembaga
pedidikan pondok pesantren yang sangat pesat di tanah air ini. Menurut Soetjipto Wirosardjono, Meskipun kritik tentang kekolotan pendekatan dan ketaatan pengajaran mereka terutama segi akhlak dan penafsiran kandungan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits, ternyata pesantren hingga sekarang masih tetap berpengaruh hampir pada semua lingkungan kehidupan orang-orang Islam yang taat (santri) di masyarakat pedesaan di seluruh Indonesia. 4 Kalau demikian adanya, tidak berlebihan jika kita mengakui bahwasanya pendidikan pesantren mampu menciptakan generasi yang berintegritas tinggi, bertanggung jawab atas ilmu yang diperolehnya. Sebagaimana istilah pesantrennya “berilmu amaliyah dan beramal ilmiyah”, serta sadar akan penciptaannya sebagai khalifah di bumi. Maksudnya
manusia
dijadikan
khalifah
di
bumi
dan
bertugas
memakmurkan atau membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh yang menugaskan, yaitu Allah. Sehingga akan tetap berada dalam koridor pengabdian kepada Allah, sejalan dengan tujuan penciptaan manusia maksudnya agar manusia dan jin menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktifitasnya sebagai pengabdian kepada Allah, Sang Khaliq. Seperti yang tertera pada firman Allah swt., sebagai berikut:
4
Soetjipto Wirosardjono, “Pesantren dan Peran Islam di Indonesia”, dalam Sonhaji Saleh, Dinamika Pesantren: Kumpulan Makalah Seminar Internasional “The Role of Pesantren in Education and Community Development in Indonesia”, ed.,1, (Jakarta: P3M, 1988), hlm. 81.
2
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”.5 (Q.S. Adz-Dzariyat/51: 56) Setelah kita mengetahui hal itu, kemudian mengapresiasinya sehingga kita dapat menemukan pola pendidikan pesantren yang bisa dijadikan referensi bagi pendidikan masa depan. Inilah yang akan menjadi kajian penelitian ini dengan menampilkan profil sebuah pondok pesantren tradisional yang cukup tua di Nusantara ini, yaitu Pondok Pesantren Assalafiyah
Luwungragi.
Dengan
tetap
menyandang
identitas
tradisionalnya, pondok ini tetap berdiri “megah” dan telah “mencetak” ratusan pemimpin umat yang tersebar di seluruh Nusantara. Adapun pada hari-hari kemarin banyak opini negatif terhadap eksistensi pesantren, bahwa pesantren dinilai tidak responsif terhadap perkembangan zaman, sulit menerima perubahan (pembaharuan), dengan tetap mempertahankan pola pendidikannya yang tradisional (salafiyah) pesantren menjadi semacam institusi yang cenderung ekslusif dan isolatif dari kehidupan sosial umumnya. Bahkan lebih pedih lagi ada yang beranggapan bahwa pendidikan pesantren tergantung selera kyai. Masih banyak orang yang memandang sebelah mata terhadap pesantren. Hal ini muncul karena memang banyak orang yang belum mengenal dan mengerti tentang pondok pesantren, sehingga mereka mempunyai penilaian yang salah terhadapnya. Selama ini memang masih banyak dijumpai pesantren-pesantren yang terlalu kuat mempertahankan model tradisi pendidikan yang dirasakan klasik, sebagaimana awal sistem pengajaran itu sendiri. Pesantrenpesantren tersebut cenderung menamakan dirinya sebagai pesantren “Salaf”, karena acuan keilmuannya secara refrensial bertumpu pada kitabkitab karangan ulama salafy’. Walaupun demikian, lambat laun 5
M. Zaka Alfarisi, Departemen Agama RI, Al-Aliyy: Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro,2000), hlm. 417.
3
berkembang, dan sedikit banyak mulai membuka dari pada dunia luar, tentunya dengan penyaringan yang cukup ketat. Sesuai dengan tujuan dan hakikat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu: membentuk manusia mu’min yang sejati punya kualitas moral dan intelektual. 6 Islam tidak hanya mengajaarkan tentang ilmu-ilmu akhirat saja, melainkan ilmu keduniawian pun wajib kita cari, karena ilmu agama dan duniawi (umum) tidak bisa dipisahkan, keduanya harus seimbang. Albert Einstein juga mengemukakan betapa pentingnya kedudukan agama, yakni: “The situation may be expressed by an image: Science without religion is lame, religion without science is blind”. Kedudukannya dapat dinyatakan bahwa ilmu dengan tiada agama lumpuh, agama dengan tiada ilmu buta.7 Untuk itu sangat beralasan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui problematika yang merebah di masyarakat. Dalam hal ini penulis berusaha mengurai tentang bagaimana pemikiran keagamaan aspek akhlak santri pesantren Assalafiyah Luwungragi. Pemikiran keagamaan akhlak yang dimaksud di sini adalah bentuk pemahaman keagamaan akhlak yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena akhlak merupakan suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. 8 Sedangkan santri adalah orang yang mengkaji islam dengan bersumber dari kitab-kitab klasik karangan ulama terdahulu. Dimana para santrinya sebagian besar bertaqlid kepada sang guru atau kiai yang sering disebut dengan istilah ta’dim sam’an wa to’atan.
6
Yusuf Hasyim , “Pesantren dan Peran Islam di Indonesia”, dalam Sonhaji Saleh, Dinamika Pesantren: Kumpulan Makalah Seminar Internasional “The Role of Pesantren in Education and Community Development in Indonesia”, ed.,1, hlm. 89. 7 Endang Saifuddin Ashari, Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam, cet. 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 29. 8 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 4.
4
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak dikaji disini dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Bagaimana hakikat akhlak dalam Islam? 2. Bagaimanakah
pemikiran
akhlak
santri
pesantren
Assalafiyah
Luwungragi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dari rumusan
masalah di atas, maka tujuan dan manfaat yang
hendak dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan penelitian a. Tujuan khusus: mengetahui hakikat akhlak dalam Islam dan pemikiran
akhlak
santri
Pesantren
Assalafiyah
Luwungragi
Bulakamba Brebes. b. Tujuan umum: memberikan dorongan dan pengintrospeksian pada suatu lembaga baik pondok pesantren maupun pendidikan umum, agar lebih memperhatikan keagamaan akhlaknya. 2. Manfaat penelitian a. Secara teori Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan secara teori khususnya tentang pemikiran keagamaan aspek akhlak santri pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes. b. Secara praktis Memberikan penjelasan tentang pentingnya keagamaan akhlak dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan keharmonisan dalam bermasyarakat sesuai dengan tujuan dari pendidikan akhlak baik untuk santri maupun kyai.
5
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka Sudah tidak
sedikit
penelitian
mengenai
pesantren
yang
dilakukan oleh para peneliti. Penelitian tersebut sangatlah beralasan karena pesantren merupakan pendidikan yang unik dan khas. Apalagi pesantren tetap eksis di tengah sistem pendidikan modern. Sejauh pengetahuan peneliti ada beberapa penelitian yang mengungkap tentang pesantren, diantarnya: Mochamad Nasichin Al Mu‟iz dalam tesisnya yakni Rekonstruksi Pendidikan Pesantren (Studi Komparatif Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid). Tesis ini mendeskripsikan tentang metode pengajaran pesantren harus diseuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan tehnologi dan perkembangan akan kebutuhan masyarakat dalam setiap zamannya. 1 Ada juga beberapa penelitian yang sudah diterbitkan menjadi sebuah buku diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Abdurrahman Mas‟ud dalam bukunya Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi. Karya monumental ini dengan cerdas meneropong sisi-sisi pesantren dengan fokus lima dimensi utama tokoh pesantren yakni Nawawi alBantani, Mahfudz al-Tirmidi, Syekh Khalil Bangkalan, Raden Asnawi Kudus dan Hadratussyeikh Hasyim Asy‟ari. 2 Buku ini telah berhasil mengemukakan
relevansi
dan
dinamika
dunia
pesantren
dengan
mendasarkan kepada kepribadian dan keintelektualan para arsitek pesantren bahkan sampai di dunia pesantren yakni peran intelektual mereka di Makkah. Karya ini tidak hanya menuliskan sejarah intelektual pesantren 1
M. Nasichin Al-Mu‟iz, Rekonstruksi Pendidikan Pesantren: Studi Kompratif Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid,Tesis (Tulungagung: Program Studi Pendidikan Islam Program Pasca Sarjana, 2009), hlm. 15. 2 Abdurrahman Mas‟ud, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi,(Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 90.
6
akan tetapi penuh dengan analisa yang sangat teliti dan ilmiah sehingga mampu menangkap sisi terdalam dari kelima tokoh tersebut dengan berbagai ciri khas dan tradisi intelektual mereka yang sampai saat ini masih menjadi kiblat masyarakat pesantren dan kaum muslim Indonesia pada umumnya. Zamakhsyari Dlofier dalam bukunya Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Membahas secara rinci peranan kyai dalam memelihara dan mengembangkan paham Islam tradisional di Jawa yang disebutnya sebagai tradisi pesantren. Di sini juga banyak menjelaskan pesantren mengenai pesantren dari mulai ciri-ciri umum pesantren, elemenelemen, hubungan intelektual dan kekerabatan sesama kiai hingga profil pesantren abad ke 20. Dalam kajiannya ini Dhofier meneliti dua pesantren yang berbeda sistem maupun kelembagaannya yaitu pesantren Tegalsari di Kabupaten Semarang Jawa Tengah dan pesantren Tebuireng di Jombang Jawa Timur.3 Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun Dari Bawah. Buku ini ditulis oleh Dawam Rahardjo, yang isinya membahas tentang Pesantren dalam Hipotesa, Pesantren dalam Perubahan, Pesantren dan Pengembangan Masyarakat, hingga membahas tentang Dilema dan Prospek Pesantren. Buku ini merupakan jawaban terhadapan permasalahan yang diajukan dalam “Polemik Kebudayaan” dalam pesantren.4 Dengan mendasarkan pada penelitian-penelitian di atas, studi penelitian ini akan menelisik lebih lanjut tentang pemikiran keagamaan aspek akhlak santri. Dalam hal ini peneliti mengambil obyek penelitian di pesantren Assalafiyah Luwungragi yang masih mempertahankan tradisi
3
Zamkhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 100. 4 Dawam Rahardjo, Pergulatan Dunia Pesantren, hlm. xxii.
7
pengajarannya melalui kitab-kitab klasik tetapi tetap eksis sampai sekarang.
B. Kerangka Teoritik 1. Pengertian Akhlak Ada dua pendekatan untuk mendefinisakn akhlak,
yaitu
pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).5 Menurut bahasa perkataan akhlak adalah bentuk jamak dari khuluk (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi‟at. Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluk merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh. 6 Dalam kamus tasawuf akhlak adalah jamak dari “khuluk”. Dimana dalam bahasa Indonesianya akhlak sering diartikan sebagai perilaku, moral dan susila. 7 Kata akhlak atau khuluk keduanya dijumpai pemakaiannya dalam al-Qur‟an dan al-Hadits, sebagai berikut:
“…dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”8 (Q.S. al-Qalam/68: 4).
“…(agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.”9 Q.S. al-Syu‟ara/26: 137). 5
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 1. M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, hlm. 2. 7 M. Sholihin, Kamus Tasawuf, (Bandung: PT. Reamaja Rosdakarya, 2002), hlm. 20. 8 M. Zaka Alfarisi, Departemen Agama RI, Al-„Aliyy, al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm. 6
451. 9
M. Zaka Alfarisi, Departemen Agama RI, Al-„Aliyy, al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm.
297.
8
ٓ عٓ ِحّذ ب, بٓ سعيذٝ ثٕب يحي,ًحذثٕب احّذ بٓ حّب ي اهللٛ لبي رس: لبي, عٓ ابي ٘ريرة, عٓ ابي سٍّت,عّر )دٚاٖ ابي داٚ (ر.ُ خٍمبٕٙ اوًّ اٌّؤِٕيٓ ايّبٔب احس:َ.ص “Diceritakan Ahmad bin Hambal, dari Yahya bin Sa‟id, dari Muhammad bin Umar, dari Abi Salamah, dari Abi Hurairoh, berkata: Nabi Muhammad SAW. bersabda: sebaik orang-orang mukmin adalah orang yang beriman dan baik budi pekertinya.”10 (H.R. Abi Daud).
ٕٝ حذثٕب االعّش لبي حذثٝحذثٕب عّر بٓ حفض حذثٕب اب ٚ سب ِع عبذاهلل بٓ عّرٍٛق لبي وٕب جٚشميك عٓ ِسر الِتفحشبٚ َ فبحشب.ي اهلل صٛيحذثٕب ار لبي ٌُ يىٓ رس .ي اْ خيبروُ احاسٓنَ اخاللبٛأٗ وبْ يمٚ )ٜاٖ اٌبخبرٚ(ر “Diceritakan Umar bin Hafs diceritakan ayahnya. Diceritakan „Amasy, di berkata, telah diceritakan kepadaku, Syaqiq dari Masyruq berkata, kami duduk bersama Abdullah bin Umar dan bercerita kepada kami, Rasulullah telah bersabda tidak ada sesuatu pun perbuatan keji dan jangan berbuat keji, sesungguhnya Nabi Muhammad bersabda bin Munkadir dari Jabir berkata: Rasulullah saw. bersabda: sesungguhnya Telah aku (Nabi) kabarkan kepada kalian perbaikilah akhlak kalian.”11 (H.R. Bukhari). Ayat yang pertama disebut di atas menggunakan kata khuluk untuk arti budi pekerti, sedangkan ayat yang kedua menggunakan akhlak untuk arti kebiasaan. Selanjutnya hadits yang pertama enggunakan kata khuluk untuk arti budi pekerti, dan hadits yang kedua menggunakan kata akhlak yang juga digunakan untuk arti budi pekerti. 12 Dengan demikian kata akhlak atau khuluk secara kebahasaan berarti
10
Abi Daud Sulaiman bin Al-Asy‟asy, Sunan Abi Daud, (Beirut: Dar al-Fikr, 475 H),
hlm. 409. 11 12
Abi Abdullah, Shohih Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), hlm. 143. Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm. 2.
9
budi pekerti, atau adat kebiasaan, perangai, muru‟ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi‟at. Sedangkan dari segi istilah (terminologik), dalam buku Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, M. Yatimin Abdullah mengambil beberapa pendapat para ahli untuk mendefinisikan akhlak, diantaranya sebagai berikut:13 a. Ibrahim Anis mengatkan akhlak ialah ilmu yang objeknya membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat diiftkan dengan baik buruknya. b. Imam Al-Ghozali mengatakan akhlak ialah:
ب تظذر االفعبيٕٙ إٌفس راسخت عٝايخٌك عببرة عٓ ٘يئت ف يتٚرٚ فىرٌٝيسر ِٓ غير حبجت اٚ ٌتٛٙبس “sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”14 c. Hamzah Ya‟qub mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut: 1. Akhlak ialah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang oerkataan dan perbuatan manusia lahir dan batin. 2. Akhlak ialah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarakan perilaku manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka. Keseluruhan definisi akhlak tersebut tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dan lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial saling melengkapi,
13 14
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, hlm. 3. Imam al-Ghazali, Ihya „Ulum al-Din, Jilid III, (Beirut: Daral-Fikr, t.t.), hlm. 52.
10
dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu: Pertama, perbuatan akhlak adalah perbutan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Jika kita mengatakan bahwa si A misalnya sebagai orang yang berakhlak dermawan, maka sikap dermawan tersebut telah mendarah daging, kapan dan dimanapun sikapnya itu dibawanya, sehingga menjadi identitas yang membedakan dirinya dengan orang lain. Jika si A tersebut kadang-kadang dermawan, dan kadang-kadang bakhil, maka si A tersebut belum dapat dikatakan sebagai orang yang dermawan. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Oleh karena itu perbuatan yang dilakukan seseorang dalam keadaan tidur, hilang ingatan, mabuk, atau erbuatan reflek seperti berkedip, tertawa dan sebagainya bukanlah perbuatan akhlak. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sehat akal pikirannya. Namun kerena perbuatan tersebut sudah mendarah daging, sebagaimana yang disebutkan pada sifat yang pertama, maka pada saat akan mengerjakannya sudah tidak lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran lagi. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Oleh karena itu jika ada seseorang yang melakukan suatu perbuatan, tetapi perbuatan itu dilakukan karena paksaan, tekanan atau ancaman dari luar, maka perbuatan tersebut tidak termasuk kedalam akhlak dari orang yang melakukannya. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Jika kita menyaksikan orang berbuat kejam, sadis, jahat dan seterusnya, tapi perbuatan tersebut kita lihat dalam pertunjukan film, maka perbuatan tersebut tidak dapat kita sebut perbutan akhlak, karena perbutan tersebut bukan perbuatan yang sesungguhnya. Begitu juga dengan sebliknya. Hal ini perlu dicatat, karena manusia termasuk makhluk yang pandai bersandiwara, atau berpura-pura. Maka untuk mengetahui perbuatan yang sesungguhnya dapat dilakukan melalui cara yang kontinyu dan terus menerus. Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau
11
karena ingin mendapatkan sesuatu pujian. Seseorang yang melakukan perbuatan yang bukan atas dasar karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan akhlak.15 Jadi pada hakikatnya budi pekerti (khuluk) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian.16 Dari sini jelas bahwa kedudukan akhlak itu sangat penting dalam kehidupan. Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar, yaitu: akhlak terpuji (mahmudah) dan akhlak tercela (madzmumah). Akhlak mahmudah ialah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik. Dan madzmumah ialah segala macam sikap dan tingkah laku tercela. Dalam penggolongan akhlak tersebut Imam Ghazali menggunakan istilah munjiyat
untuk akhlak
mahmudah
dan
muhlihat
untuk yang
madzmumah. Dikalangan ahli tasawuf dikenal system pembinaan mental, dengan istilah takhalli, tahalli dan tajalli. Takhalli adalah mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifatsifat tercela (madzmumah), karena sifat itulah yang mengotori jiwa manusia. Tahalli adalah mengisi jiwa dengan sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jadi dalam rangka pembinaan mental, penyucian jiwa hingga hingga dapat berada dekat dengan Tuhan, maka pertama kali yang dilakukan adalah pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela, setelah itu jiwa yang bersih diisi dengan sifat-sifat terpuji, hingga akhirnya sampailah pada tingkat berikutnya yang disebut dengan tajalli, yaitu tersingkapnya tabir sehingga diperoleh pancaran Nur Ilahi.17 Disamping istilah akhlak, juga dikenal istilah etika dan moral. Perbedaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak 15 16 17
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm. 4-6. M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an, hlm. 4. M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an, hlm. 25.
12
pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalah al-Qur‟an dan al-Hadits. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila berasal dari manusia, sedangkan akhlak berasal dari tuhan. 18 Kajian-kajian keislaman sudah menunjukan dengan jelas bahwa keberadaan wahyu bersifat mutlak, absolut dan tidak dapat diubah. Dengan demikian akhlak juga mutlak absolut dan tidak dapat diubah. Sementara etika, moral dan susila sifatnya terbatas dan dapat diubah. Dengan demikian, moral dan etika dapat saja sama dengan akhlak manakala sumber ataupun produk budaya sesuai dengan prinsip-prinsip akhlak. Akan tetapi moral dan etika bisa juga bertentangan dengan akhlak manakala produk budaya itu menyimpang dari fitrah agama yang suci, yakni Islam.
2. Akhlak sebagai Intisari Ajaran Islam Sebelum agama Islam lahir, dunia ini penuh kegelapan dengan runtuhnya peradaban manusia, yang sebenarnya diakibatkan oleh penyimpangan manusia dari agama tauhid yang telah dianut leluhurnya, sejak nabi Adam AS. hingga nabi Isa AS. Ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi dahulu selalu menjaga martabat kemanusiaan agar tidak mengalami penurunan yang berakibat menyamai martabat kebinatangan atau bisa jadi lebih buruk dari pada sifat binatang. 19 Kehadiran Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir 18 19
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm. 97. Mahjuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1991), hlm. 137.
13
dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, sebagaimana tersebut di atas. Islam juga mengembangkan kedudukan social, menghargai waktu, bersikap demokratis, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia, dan sikapsikap positif lainnya. 20 Dalam agama peran akhlak sangat penting sehingga akhlak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Akhlak merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk yang lainnya, sebab manusia tanpa akhlak kehilangan derajatnya sebagai manusia yang merupakan hamba Allah yang paling mulia. 21 Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”22 (Q.S. At-Tin/95: 4-6)
20
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, hlm. 19. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an, hlm. 235. 22 M. Zaka Alfarisi, Departemen Agama RI, Al-Aliyy: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm. 21
478.
14
Pokok kemuliaan manusia dalam ayat ini ialah iman dan amal perbuatannya. Seseorang yang berakhlak mulia, dia dapat mengetahui batas-batas baik dan buruk, sebaliknya orang yang berakhlak buruk sepenuhnya melakukan apa yang dikehendaki. Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagi individu, masyarakat maupun bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung bagimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, dan apabila akhaknya rusak, maka rusaklah lahir dan batinnya. Untuk mengetahui kedudukan akhlak dalam Islam, maka perlu diuraikan bahwa ada tiga macam sendi Islam, yang tidak dipisahkan antar satu dengan yang lainnya sehingga kualitas seorang muslim selalu dapat diukur dengan pelaksanaannya terhadap ketiga macam tersebut, yang mencakup: a. Masalah Aqidah; yang meliputi keenam rukun Iman, dengan kewajiban beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitabkitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhirat-Nya dan Qadar baik serta Qadar buruk yang telah ditentukan-Nya. Pembicaraan yang lebih terinci tentang masalah tersebut, telah dibahas dalam Ilmu Tauhid. b. Masalah Syari‟ah; yang meliputi pengabdian hamba terhadap tuhanNya, yang dapat dilihat pada rukun Islam yang lima, dengan kewajiban mengucapkan dua kalimah syahadat, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan serta menunaikan ibadah Haji di Baitullah. Dan muamalah juga termasuk syari‟ah, yang meliputi perkawinan, pewarisan, hubungan perekonomian, masalah ketatanegaraan, perlindungan hak-hak dan kewajiban manusia dan sebagainya. Hal ini telah dibahas secara rinci dalam ilmu Fiqh. c. Masalah Ihsan; yang meliputi hubungan baik terhadap Allah SWT., terhadap sesama manusia serta terhadap seluruh mahluk di dunia ini. pembahasannya secara terinci, terdapat dalam ilmu Akhlak dan ilmu Tasawuf. 23
23
Mahjuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, hlm. 139.
15
Dari sisnilah kita dapat mengetahui kedudukan akhlak dalam Islam, yang merupakan sendi yang ketiga, dengan fungsi yang selalu mewarnai sikap dan perilaku manusia dalam memanifestasikan keimanannya, ibadahnya serta muamalahnya terhadap sesama manusia. Selain itu, agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.24 Semua itu terkandung dalam ajaran alQur‟an yang wahyukan kepada Nabi saw. dan disampaikan kepada umatnya. Ada tiga aspek pokok yang memberikan corak khusus bagi seorang muslim menurut ajaran Islam, yaitu: a. Adanya wahyu Tuhan yang memberi ketetapan kewjiban-kewajiban pokok yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim, yang mencakup seluruh lapangan hidupnya, baik yang menyangkut tugastugasnya terhadap Tuhan, maupun terhadap masyarakat. Dengan ajaran kewajiban ini menjadikan seorang muslim siap sedia untuk berpartisipasi dan bhkan bersedia untuk mengorbankan jiwanya demi terlaksanannya ajaran agamanya. b. Praktik ibadah yang harus dilaksanakan dengan aturan-aturan yang pasti dan teliti. Hal ini akan mendorong tiap orang muslim untuk memperkuat rasa berkelompok dengan sesamanya secara terorganisir. c. Konsep al-Qur‟an tentang alam yang menggambarkan penciptaan manusia secara harmonis dan seimbang di bawah perlindungan Tuhan. Ajaran ini juga akan mengukuhkan konstruksi kelompok.25 Atas dasar ajaran ini maka pribadi muslim bukanlah pribadi yang egois, akan tetapi seorang pribadi yang penuh dengan sifat-sifat pengabdian baik kepada Tuhan maupun kepada sesamanya. Dalam keseluruhan ajaran islam tersebut, maka jelas bahwa akhlak
menempati
kedudukan
istimewa
dan
sangat
penting,
sebagaimana tertera pada pernyataan berikut:
24 25
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm. 67. Suhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 200.
16
a. Rasulullah saw menempatkan ajaran islam akhlak yang mulia sebagai misi pokok risalah Islam. Beliau bersabda:
ٗ اهلل عٍيٍٝي طٛ أٗ لذ بٍغٗ اْ رس,حذثٕي عٓ ِبٌه )اٖ احّذٚ بعثت التُّ حسٓ االخالق (ر:سٍُ لبيٚ “Diceritakan kepadaku dari Malik, sesungguhnya telah disampaikan kepadanya (Malik) bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Aku (Nabi) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”26 (H.R. ِImam Malik). b. Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam, sehingga Rasulullah saw pernah mendefinisikan agama itu dengan akhlak yang baik. Pendefinisian agama (Islam) dengan akhlak yang baik itu sebanding dengan pendefinisian ibadah haji dengan wukuf di „Arafah. c. Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan seseorang nanti pada hari kiamat. d. Rasulullah menjadikan baik buruknya akhlak seseorang sebagai ukuran kualitas imannya. e. Islam menjadikan akhlak yang baik sebagai bukti dan buah ibadah kepada Allah SWT. misalnya shalat, puasa, zakat dan haji. f. Nabi Muhammad selalu berdoa agar Allah membaikan akhlak beliau. g. Di dalam al-Qur‟an banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dngan akhlak, baik berupa perintah untuk berakhlak yang baik serta pujian dan pahala yang diberikan kepada orang-orang yang mematuhi perintah itu, maupun larangan berakhlak yang buruk serta celaan dan dosa bagi orang-orang yang melanggarnya. 27 Dalam pengukuran akhlak Ahlu Sunah Wal Jama‟ah berpendapat, menurut mereka baik itu adalah apa yang dikatakan baik oleh agama.
26 27
Imam Malik bin Anas, Al-Muwatho‟, (Andalusi: Dar al-Fikr), hlm. 605. Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2007), hlm. 6-11.
17
Buruk itu apa yang ditentukan buruk oleh agama. 28 Akal pikiran tidaklah kuasa menjelaskan bagaimana bentuk akhlak baik dan akhlak buruk dan tidak kuasa memberi ukuran bagaimana akhlak baik dan akhlak buruk itu. Sedangkan aliran Mu‟tazilah berpandangan bahwa perbuatan manusia bukanlah diciptakan Allah melainkan manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya.29 Demikian juga dengan Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (394-322 SM) yang keduanya merupakan tokoh filosof Yunani, mengatakan bahwa ajaran akhlak itu bersifat rasionalistik, yakni penentuan baik dan buruk didasarkan pada pendapat akal pikiran yang sehat dari manusia. 30 Dalam hal ini Al-Ghazali (1059-1111 M) mempunyai pendapat yang berbeda, yakni mendamaikan kedua pandangan ini dengan mengatakan bahwa nalar (akal) dan Syari‟ah itu saling melengkapi, akal saja tidak cukup dalam kehidupan moral (akhlak) dan begitu pula wahyu, keduanya perlu digabungkan. 31 Maka menurutnya alat pengukuran akhlak ialah al-Qur‟an, Sunnah Rasul, dan Akal (ijtihad). Sebagai intisari ajaran Islam, budi pekerti atau akhlak dalam pandangan Islam merupakan sistem moral yang berlandaskan pada Islam itu sendiri. Ajaran akhlak dalam ajaran Islam pada dasarnya menunjukan keutuhan ajaran Islam dengan berbagai aspeknya, yaitu syari‟at dan akhlak.32 Pelajaran akhlak tidak dimaksudkan hanya menekankan pada aspek aksiologi belaka, dan menjauhkan diri dari
28
Abdul Rozak dan Rosihin Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm.
165. 29
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hlm. 163. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm. 58-64. 31 M. Abul Qoasem Kamil, Etika Al-Ghazali: Etika Majemuk di dalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1988), hlm. 16-19. 32 Abu Su‟ud, Islamologi: Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 179. 30
18
perilaku ubudiyah mahdhoh atau epistimologi (aspek syari‟at). Pada dasarnya aspek akhlak pun merupakan bagian dari syari‟at karena bagaimana harus melaksanakan hubungan berakhlak yang baik dengan sesama maupun terhadap Allah manusia merupakan tuntunn syari‟at. Bagaimana kita akan melaksanakan hubungan berakhlak yang baik tanpa berpedoman pada syari‟at (al-Qur‟an) yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya yang kemudian disampaikan kepada manusia. Disaat itulah akal mulai berfungsi sebagaimana mestinya, untuk memilih apa yang harus dilakukan. Ajaran Islam ini yang dijadikan sebagai pedoman dan sekaligus kerangka segala kegiatan intelektual yang didasarkan pada al-Qur‟an dan Hadits. Al-Qur‟an sebagai dasar utama dalam tataran tingkah laku dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Al-Qur‟an memberikan petunjuk pada jalan kebebnaran mengarahkan pada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Firman Allah swt.:
“Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya 33 dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab Itulah Allah menunjuki 33
Cahaya Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dan kitab Maksudnya: Al Quran, lihat, M. Zaka Alfarisi, Departemen Agama RI, Al-Aliyy: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm. 501.
19
orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”34 (Q.S. Al-Maidah/5: 15-16) Jadi jelas bahwa akhlak merupakan intisari dari ajaran islam sekaligus sebagai tolak ukur dalam segala hal, baik dalam ibadah, mu‟amalah, bernegara (politik), maupun dalam science and technology. Karena dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena Syara‟ (al-qur‟an dan Sunnah).35
3. Urgensi Pendidikan Akhlak Setelah mengetahui bahwa akhlak merupakan intisari dari ajaran agama Islam, maka pada bagian ini akan menguraikan urgensi (kegunaan atau fungsi) pendidkkan akhlak. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai norma yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat. 36 Pendidikan akhlak Islam diartikan sebagai latihan mental dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah. Pendidikan akhlak Islam berarti juga menumbuhkan personalitas (kepribadian) dan menanamkan tanggung jawab. Sebagai landasannya firman Allah Q.S. Ali-Imran/3: 19, yaitu:
34
M. Zaka Alfarisi, Departemen Agama RI, Al-Aliyy: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm.
88. 35
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, hlm. 4. M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 179. 36
20
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah
Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab37 kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”38 Oleh karena itu, jika berpredikat muslim benar-benar menjadi penganut agama yang baik ia harus menaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajarannya yang didorong oleh iman sesuai dengan aqidah Islamiah. Untuk tujuan itulah manusia harus dididik melalui proses pendidikan Islam. pendidikan akhlak Islam merupakan system pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadian. Sedangkan Akhlak merupakan bentuk sikap seseorang yang berhubungan dengan agama dalam segala hal, baik kognisi, afeksi, maupun konasi. 39 Tiga komponen tersebut merupakan komponen psikologis yang bekerja secara kompleks serta merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap suatu objek, baik yang konkret maupun abstrak. 37
Maksudnya ialah kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Qur‟an, lihat: M. Zaka Alfarisi, Departemen Agama RI, Al-Aliyy: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 494. 38 M. Zaka Alfarisi, Departemen Agama RI, Al-Aliyy: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm. 40. 39 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 260.
21
Komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap objek (senang atau tidak senang). Sedangkan, komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek. Dengan demikian, sikap yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses berfikir, merasa, dan pemilihan motif–tertentu sebagai reaksi terhadap suatu objek. Kesempurnaan akhlak manusia dapat dicapai melalui dua jalan. Pertama, melalui karunia tuhan yang mencipta manusia dengan fitrahnya yang sempurna, akhlak yang baik, nafsu syahwat yang tunduk kepada akal dan agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan terdidik tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah para Nabi dan Rasul Allah. Kedua,
akhlak
melalui
berjuang
secara
bersungguh-sungguh
(mujahadah) dan latihan (riyadhah) yaitu membiasakan diri melakukan akhak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan oleh manusia biasa dengan belajar dan latihan. 40 Akhlak mulia juga dapat dipupuk melalui proses melawan hawa nafsu. Seseorang memiliki akhlak mulia selagi dia berjaya melawan dan dapat menundukan hawa nafsunya. Menundukan hawa nafsu bukan bermakna membunuhnya tetapi hanya mengawal dan mendidiknya agar mengikuti akal dan agama. Di sinilah dapat diketahui betapa pentingnya pendidkan keagamaan Akhlak. Ada
beberapa
yang
menguatkan pendidikan akhlak
dan
meningkatkannya, yaitu: a. Meluaskan lingkungan pikiran, yang dinyatakan oleh “Herbert Spencer” akan kepentingannya yang besar untuk meninggikan
40
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, hlm. 21.
22
akhlak. Sungguh, fikirkan yang sempit itu sumber beberapa keburukan, dan akal yang kacau balau tidak dapat membuhkan akhlak yang tinggi. b. Berkawan dengan orang yang terpilih. Setengah dari yang dapat mendidik akhlak ialah berkawan dengan orang yang terpilih, karena manusia itu suka mencontoh, seperti mencontoh orang sekelilingnya dalam pakaian mereka, juga mencontoh dalam perbuatan mereka dan berperangai dengan akhlak mereka. c. Membaca dan menyelidiki perjalanan para pahlawan dan yang berfikiran luar biasa. Karena yang berhubungan dengan semacam ini ialah perumpamaan dan hikmah kiasan, yang banyak mempengaruhi kepada jiwa dan lebih dekat pada fikiran. d. Yang lebih pentingmemberi dorongn kepada pendidikan akhlak ialah supaya orang mewajibkan dirinya melakukan perbuatan baik bagi umum, yang selalu diperhatikan olehnya dan dijadika tujuan yang harus dikejarnya sehingga hasil. e. Apa yang kita tuturkan di dalam “kebiasaan” tentang menekan jiwa melakukan yang tidak ada maksud kecuali menundukan jiwa, dan menderma dengan perbuatan tiap-tiap
hari
dengan maksud
membiasakan jiwa agar taat., dan memelihara kekuatan penolak sehingga diterima ajakan baik dan ditolak ajakan buruk.41 Menurut Cahyoto, kegunaan pendidikan budi pekerti atau akhlak antara lain sebagai berikut: a. Siswa memahami susunan pendidikan budi pekerti dalam lingkungan etika bagi pengembangan dirinya dalam bidang pengetahuan. b. Siswa memliki landasan budi pekerti bagi pola perilaku sehari-hari yang didasari hak dan kewajiban sebagai warga Negara. 41
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), terj., K.H. Farid Ma‟ruf, cet. 7, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 63-66.
23
c. Siswa dapat mencari dan memperoleh informasi tentang budi pekerti, mengolahnya dan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah nyata di masyarakat. d. Siswa dapat berkomunikasi dan bekerja sama degan orang lain untuk mengembangkan nilai moral. 42 Sementara itu, menurut Draf Kurikulum Berbasis Kompetensi fungsi atau kegunaan pendidikan budi pekerti atau akhlak bagi peserta didik ialah sebagai berikut: a. Pengembangan, yaitu untuk meningkatkan perilaku yang baik bagi pesrta didik yang telah tertanam dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. b. Penyaluran, yaitu untuk membantu peserta didik yang memiliki bakat tertentu agar dapat berkembang dan bermanfaat secara optimal sesuai dengan budaya bangsa. c. Perbaikan, yaitu mencegah perilaku kesalahan, kekurangan dan pencegahan peserta didik dalam perilaku sehari-hari. d. Pencegahan, yaitu mencegah perilaku negatif yang tidk sesuai dengan ajran agama dan budaya bangsa. e. Pembersih, yaitu untuk membersihkan diri dari penyakit hati seperti sombong, egois, iri, dengki, dan ria, agar anak didik tumbuh dan berkembang sessuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa. f. Penyaring (filter), yaitu untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budi pekerti. Dengan demikian jelas bahwa pendidikan akhlak sangat penting untuk kita pelajarai. Karena kedudukan akhlak dalam Islam merupakan salah satu sendi agama, dengan fungsi yang selalu menguatkan pengalaman aqidah, dan syari‟ah, maka agama Islam memberikan 42
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 104.
24
tuntunan kepada manusia, agar akhlak mulia menjadi bagian dari kehidupannya. 43 Perilaku keagamaan dapat diukur dengan melihat bagaimana seseorang memahami dan mengamalkan agamanya. Salah satu teori tentang ukuran perilaku keagamaan sebagai bagian dari pengalaman keagamaan seseorang yakni teorinya Joachim Wach, secara sistematis menjelaskan tentang pengalaman beragama (religious experiencies). Menurutnya, pengalaman keagamaan dapat dikenali dalam tiga bentuk ekspresinya, yaitu: a. Ekspresi teoritis (thought) atau eksprssi pemikiran yang meliputi sistem kpercayaan, mitologi dan dogma-dogma. b. Ekspresi praktis (practice), yaitu meliputi sistem peribdatan ritual maupun upacra agama. c. Ekspresi dalam persekutuan (fellowship), meliputi pengelompokan dan interaksi sosial umat beragama. 44 Jadi yang termasuk dalam ekspresi teoritis suatu agama adalah pengungkapan mengenai isi kepercayaan dan pengalaman mengenai kepercayaan itu yang dirumuskan dalam jaran (doktrin) agama. Kemudian ekspresi praktis dari suatu pengalaman keagamaan adalah segala bentuk peribadatan yang diajarkan maupun yang dilaksanakan oleh pemeluk agama. Agama Islam sangat memperhatikan akan pendidikan akhlak, sebagaimana tercantum dalam sumbernya yakni al-Qur‟an.
43
Mahjuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, hlm. 145. Tafsir, Perilaku Keagamaan Kaum Waria, Laporan Penelitian Individu, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010), hlm. 71. 44
25
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”45 (Q.S. At-Tin/95: 4-6) Perhatian Islam terhadap pembinaan akhlak jug adapt pula dijumpai dari perhatian Nabi Muhammad SAW. sebagaimana terlihat dalam ucapan dan perbuatannya yang mengandung akhlak. Ucapanucapan Nabi yang berkenaan dengan pembinaan akhlak yang mulia itu diikuti pila oleh perbuatan dan kepribdiannya. Beliau dikenal sebagai orang shidik (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dakwah), fathanah (cerdas). Adanya akhlak Rasulullah yang demikian itu dinyatakan dalam ayat al-Qur‟an sebagai berikut:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”46 (Q.S. al-Ahzab/33: 21).
45
M. Zaka Alfarisi, Departemen Agama RI, Al-Aliyy: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm.
46
M. Zaka Alfarisi, Departemen Agama RI, Al-Aliyy: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm.
478. 336
26
Dengan penjelasan tersebut maka jelas bahwa akhlak dalam ajaran Islam menemukan bentuknya yang lengkap dan sempurna jika pendidikan akhlak itu dapat wujud, sehingga dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama akhlak.
27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Berkaitan dengan jenis penelitian, dari mana asal tempat penelitian dilaksanakan, yaitu penelitian lapangan kualitatif. Pada umumnya alasan menggunakan penelitian kualitatif adalah karena permasalahan belum jelas, holistik, komplek, dinamis dan penuh makna sehingga data pada obyek penelitian yang menjadi sumber, dan beberapa argumen ilmuwan serta informasi dari beberapa sumber pustaka terkait. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.1 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan sosiologi, yaitu berinteraksi langsung dengan objek penelitian yang dalam hal ini santri pesantren Assalafiyah Luwungragi. Adapun penelitian ini jika diklasifikasi menurut aspek metodenya disebut penelitian deskriptif, yaitu menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada obyek tertentu secara jelas dan sistematis.2 Artinya peneliti melakukan eksplorasi, menggambarkan dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh.
1
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
hlm. 6. 2
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan : Kompetisi dan Prakteknya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), hlm. 14.
28
B. Tempat dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitiannya dengan ketentuan: 1. Tempat penelitian dalam skripsi ini adalah Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes. 2. Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 12 September sampai dengan 9 Oktober 2011.
C. Sumber Data Penelitian Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah merupakan subyek dari mana data dapat diperoleh.3 Sedangkan sumber data yang penulis
peroleh dari
lapangan dan
kepustakaan,
pada
dasarnya
diklasifikasikan kedalam dua sumber yaitu sumber primer dan sekunder. 4 1. Data Primer adalah sumber data yang langsung memberikan kepada pengumpul data. Maksudnya data yang diperoleh secara langsung oleh penulis dari obyek penelitian yakni data-data yang ada di pesantren Assalafiyah Luwungragi. Data-data ini berupa dokumen-dokumen pesantren Assalafiyah dan hasil wawancara dengan santri maupun dewan asatidz di pesantren. 2. Data Sekunder, yaitu data-data tambahan yang mendukung pembahasan skripsi ini. Data-data tersebut meliputi buku-buku yang bersangkutan dengan penelitian tersebut.
D. Fokus Penelitian Menentukan fokus penelitian adalah langkah pertama dalam analisis. Hal ini tentu saja tidak dikemukakan pada akhir pemikiran tentang 3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ed. VI, (Jakarta: Rineka Cipta,2006), hlm. 129. 4 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B, cet. VII, (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), hlm. 225.
29
penelitian itu tetapi kita telah mulai bergelut dengan penelitian kita dan mulai menghasilkan data. Proses itu merupakan yang dilakukan pada awal sewaktu kita mulai menekuni proyek penelitian kita. 5 Mengingat pentingnya fokus penelitian tersebut, maka yang dijadikan fokus dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pemikiran keagamaan aspek akhlak santri pesantren Assalafiyah Luwungragi? 2. Bagaimana aplikasi keagamaan akhlak santri pesantren Assalafiyah Luwungragi dalam Masyarakat?
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling stratgis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. 6 Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.7 Untuk memperoleh data-data dalam penulisan ini penulis menggunakan metode observasi yakni dengan mengadakan pengamatan langsung ke obyek penelitian. Adapun datanya diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen cetak dan peristiwaperistiwa lainnya tertulis maupun tidak tertulis serta informan yaitu kyai, ustadz, santri, alumni dan tokoh terkait, formal maupun informal. Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara : a. Dokumentasi. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari 5
Lexy, J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 291. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B, hlm. 224. 7 Moh Nazir, Metode Penelitian, cet ke VII, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009), hal. 174. 6
30
seseorang. 8 Sumber dokumen yang ada pada umumnya dibedakan menjadi dua macam yaitu dokumentasi resmi, termasuk surat keputusan, surat intruksi, dan surat bukti kegiatan yang dikeluarkan oleh kantor atau organisasi yang bersangkutan, dan dokumentasi tidak resmi mungkin berupa surat nota, surat pribadi yang memberikan informasi kuat terhadap suatu kejadian. 9 b. Observasi (pengamatan). Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan. Dengan observasi dapat kita peroleh gambaran yang jelas tentang kehidupan social, yang sukar diperoleh dengan metode lain. Dalam garis besarnya observasi dapat dilakukan (1) partisipasi pengamat jadi sebagai partisipan atau (2) tanpa partisipasi pengamat jadi
sebagai
non-partisipan.10
Dalam
penelitian
ini
peneliti
menggunakan pengamatan langsung (participant observation), yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang (obyek) yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. 11 Menurut Louis Cohen,
“The participant’ as observer’as it’s name
suggests, is part of the social life of participant and documents and records what is happening research purpose.”12 Maksudnya observasi partisipasi itu dianjurkan untuk bersosial langsung dalam pengambilan data dan merekam semua yang terjadi pada penelitian itu.
8
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B, hlm. 240. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan : Kompetisi dan Prakteknya,hlm. 81. 10 S. Nasution, Metode research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), hlm. 107. 11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B, hlm. 227. 12 Louis Cohen, Research Methods in Education, (New York: Routledge, 2007), hlm. 404. 9
31
c. Wawancara Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat
yang
dinamakan
interview guide
(panduan
wawancara).13 Interview merupakan proses interaksi antara pewancara dan responden yaitu informan. 14 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terbuka (open interview) dan mendalam. Wawancara terbuka adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. 15 Langkah ini dilakukan untuk memperoleh jawaban yang tidak dibatasi dari informan.
F.
Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.16 Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jadi analisis data yang digunakan adalah analisis non statistik, yaitu menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis data yang digunakan bukan dalam bentuk angka melainkan dalam bentuk laporan dan uraian deskriptif. Uraian data deskriptif ini dilakukan dengan cara menyusun dan mengelompokan data yang ada, sehingga memberikan gambaran nyata terhadap responden. 17 13
Moh. Nazir, Metode Penelitiian, hlm. 193. Moh. Nazir, Metode Penelitiian, hlm. 194. 15 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B, hlm. 140. 16 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 280. 17 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan : Kompetisi dan Prakteknya,hlm. 86. 14
32
Dalam teknik ini data yang diperoleh secara sistematis dan objektif melalui observasi, wawancara dan dokumentasi akan diolah dan dianalisis sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan penegertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus.18 Data yang terkumpul selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan fokus penelitian, kemudian melakukan triangulasi (pemeriksaan keabsahan data). Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber, yang berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi. 19 Setelah data yang terkumpul sudah diperiksa keabsahannya, selanjutnya menganalisis data. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode deskriptif kualitatif, dimana data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan dan dokumen-dokumen lain yang ada di lapangan (pesantren). 2. Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi, yaitu usaha membuat rangkuman inti, proses, pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. 3. Menyusun data dalam satuan-satuan atau mengorganisasi pokok-pokok pikiran tersebut dengan cakupan fokus penelitian dan menyajikannya secara deskriptif. 4. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data atau memberi makna pada hasil penelitian dengan cara menghubungkannya dengan teori.
18 19
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 5. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 178.
33
5. Memberikan penafsiran dan mengambil kesimpulan dari penelitian tersebut.20 Selanjutnya peneliti mencoba mendeskripsikan tentang pemikiran keagamaan aspek akhlak santri dan aplikasinya dalam masyrakat. Dengan bersumber dari data yang diperoleh dari naskah, wawancara, catatan, lapangan, dokumen dan lain sebagainya, sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realita dari hasil penelitian tersebut.
20
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 247.
34
BAB IV PEMIKIRAN AKHLAK SANTRI PESANTREN ASSALAFIYAH DAN APLIKASINYA DALAM MASYARAKAT
A. Gambaran Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes 1. Sejarah Berdirinya Pesantren Assalafiyah Luwungragi Pondok Pesantren Assalafiyah merupakan salah satu lembaga pendidikan islam salaf, yang ada di Desa Luwungragi Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes. Pondok Pesantren ini didirikan oleh KH. Ma’mun Ma’sum pada tahun 1940. Pada awalnya pengasuh membangun pondok sebanyak 3 kamar yang berlokasi di sebelah utara Masjid Al-Istoqomah Luwungragi atau yang sekarang dikenal dengan Komplek I Al Mansyuriyah 1. Pada tahun 1942 ketika terjadi pergolakan zaman perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia beliau meninggalkan pondok pesantren
menuju
tempat
kelahirannya
di
Peterongan
Karangsembung Cirebon untuk menghindari kejaran
militer
Belanda. Kurang lebih 3 tahun beliau menetap di sana. Tepatnya pada tahun 1947 beliau mendirikan pondok pesantren lagi di desa Peterongan Cirebon yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren Peterongan. Dinamakan Peterongan karena di sekitarnya banyak ditumbuhi tanaman terong. Beliau mengajar santri di Peterongan selama kurang lebih satu tahun, dan setelah memperkirakan keadaan di Luwungragi aman, pada tahun 1968 mbah Ma’mun pulang ke Luwungragi untuk meneruskan perjuangan beliau yang tertunda. Sekembalinya dari pelarian di Cirebon, geliat Pondok Pesantren Assalafiyah mulai nampak. Diawali dengan datangnya santri yang 1
Dokumentasi Pondok, Perjuangan Menuju Kesuksesan, (Luwungragi: El-Filza,t.t),
hlm. 15
35
menetap bernama Amat. Sejak tahun 70-an santri sedikit demi sedikit mulai bertambah, diantaranya Harun dari Lengkong Kuningan, Nunung dan Amin. Akan tetapi pada tahun 1971 ada sekelompok orang yang tidak suka golongan santri yang pondok di pesantren dan melakukan intimidasi sehingga seluruh santri ketakutan dan meninggalkan pesantren. Pada tahun 1973 Assalafiyah kembali didatangi oleh santri. Santri yang pertama kali datang pada tahun itu adalah Abdul Manaf dari kuningan dan sejak itulah pondok Pesantren Assalafiyah berjalan sampai dengan sekarang. Dari tahun ke tahun santri pondok pesantren Assalafiyah semakin bertambah akan tetapi jumlahnya tidak lebih dari empat puluh. Kemudian pada tahun 1983, K.H. Ma’mun mendirikan pesantren putri yang terdiri dari lima lokal, beliau mendirikan podok pesanren putri karena terdorong dari banyaknya masyarakat yang ingin putra-putrinya nyantri di pesantrennya. Dan pada tahun 1986 tepatnya tanggal 26 Oktober, kesedihan telah menyelimuti Assalafiyah, karena para santri termasuk kita kehilangan seorang ulama besar yang sangat berpengaruh, beliau adalah K.H. Ma’mun ulama sang pembawa lentera keislaman. Sepeninggal beliau pesantren diasuh oleh putra tunggal dari kedelapan saudara yaitu KH. Subhan Ma’mun, di sinilah awal berkembangnya pesantren, dan pada tahun 1989 banyak santri baru yang berbondong-bondong masuk ke pesantren Assalafiyah dengan latar belakang yang berbeda-beda sehingga muncul inisiatif membangun gedung baru yang bisa menampung para santri. Para pengurus dan segenap keluarga bersusah payah mengurusnya, tenaga, pikiran, dan harta mereka guna mempersiapkan pembangunan pesantren di tanah yang telah diwakafkan dari H. Muhaimin, beliau adalah salah satu cucu dari H. Ambari. Sehingga pada tahun 1991 terealisasikan sebuah
36
komplek pesantren sederhana lantai 2 yang memiliki 5 kamar dibawah dan 2 kamar di lantai atas bagi santri bilghoib, beserta dengan dua aula yang digunakan untuk kegiatan Tholabul Ilmi. Pembenahan mulai dilakukan dengan dibentuknya kepengurusan meski masih sederhana di bawah pengasuh K.H. Subhan Ma’mun beserta sang istri Nyai. Hj. Laela Munawaroh. Kegiatan-kegiatan pun mulai digerakan baik berupa pengajaran Al Qur’an maupun kitab salaf, yang sistim pengajarannya sudah mengalami perubahan yang dulunya hanya sorogan, musyawarah dan ngaji bandungan, sekarang sudah dibentuk lembaga madrasah/sekolah , dari tingkat TK, Mabadi, Muta’allimin-Muta’allimat, MTs.D, dan Aliyah Diniyah, Tahfidzul Qur’an, Wajib belajar pendidikan dasar dan Paket C. 2. Letak Geografis dan Statistik Pesantren Assalafiyah Luwungragi Letak geografis Pondok Pesantren Assalafiyah yang berada di pedesaan sangat kondusif bagi terciptanya lingkungan yang tenang untuk proses belajar dan mengajar. Demikian halnya dengan keadaan masyarkat yang agamis, sa ngat mendukung perkembangan pondok pesantren dari
segi moral
maupun
material. Masyarakat sekitar pondok pesantren merupakan masyarakat yang mayoritas bermata pencaharian bertani, saat pagi mereka bekerja di sawah dan ketika sore atau malam hari tertentu mengadakan pangajian atau jam’iyah-jamiyah rutin. Anak
yang
masih
usia
pendidikan
kemudian
tidak
melanjutkan sekolah atau yang masih melanjutkan mengisi waktu kekosongan disore hari dengan masuk ke madrasah-Madrasah Diniyah di pesantren dan sekitarnya 2.
2
Doc. Ponpesassalafiyah 2011
37
Adapun data statistiknya sebagai berikut: Nama Pondok Pesantren : ASSALAFIYAH Nomor induk : 17 / F SK Berbadan Hukum Nomor : K.15/286/III/74 Tanggal : 01 Mei 1974 Nomor Statistik : 512333290162 Alamat : Jln. H.Ambari No. 13 Luwungragu Bulakamba Brebes 52253 Jawa Tengah Nomor Telepone : (0283) 6175196-3307799 Website : www.ponpesassalafiyah.com E-mail :
[email protected] Tipe Pesantren : Salafiyah Penyelenggara Pesantren : Perorangan Tahun Berdiri : 1359 H/ 1940 M Tokoh Pendiri : KH. Ma’mun Bin Ma’sum Pengasuh : KH. Subhan Ma’mun KH. Zaki Mubarok Nyai. Hj. Lailatul Munawaroh Jumlah Santri Sekarang : 910 Santri Potensi Ilmu : Fiqih, Nahwu/ Alat, Tafsir, Balaghoh, Hadits, Tasawuf, Falaq/ Hisab dan Tahfidzul Al-Qur’an Kelembagaan Yang dikelola Pesantren: 1. TK Assalafiyah : Tak terbatas 2. Mabadi/Tingkat Dasar : 1 Tahun 3. Muta’allimin-muta’allimat : 6 Tahun 4. MTs. Diniyah : 3 Tahun 5. MA. Diniyah : 3 Tahun 6. Tahfidzul Qur’an : Tak terbatas 7. Syawir : Tak terbatas 8. Wajar DIKDAS : 3 Tahun 9. Paket C : 3 Tahun Managemen Pesantren : Induk Luas Area : 10.445 m² Lokasi : Dataran rendah Batas Wilayah Sebelah Utara : Pemukiman warga dan sawah Sebelah Selatan : Pemukiman warga Sebelah Barat : Pemukiman warga Sebelah Timur : Sawah.3 3
Doc. Ponpesassalafiyah 2011
38
3. Sistem Pendidikan Pesantren Assalafiyah Luwungragi Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam secara selektif bertujuan menjadikan para santrinya sebagai manusia yang mandiri yang diharapkan dapat menjadi pemimpin umat dalam menuju keridhoan Tuhan. Oleh karena itu pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benar-benar ahli dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan masyarakat serta berahlak mulia. Untuk mencapai tujuan itu maka pesantren mengajarkan kitab-kitab wajib sebagai buku teks yang dikenal dengan sebutan kitab kuning. Salah satu ciri tradisi pesantren yang masih kuat dipertahankan di sebagian besar pesantren adalah pengajian kitab salaf. Kitab salaf yang lebih dikenal di kalangan luar pesantren dengan sebutan kitab kuning, merupakan kitab-kitab yang disusun para sarjana Islam abad pertengahan. Kitab-kitab tersebut dalam konteks penyusunan dan awal penyebarluasannya merupakan karya intelektual yang tidak ternilai harganya, dan hanya mungkin disusun oleh ulama jenius dalam tradisi keilmuan dan kebudayaan yang tinggi pada jamannya. 4 Pendidikan bagi umat manusia merupakan sistem dan cara untuk meningkatkan kualitas dan kehidupan dalam segala bidang, hanya saja sistem dan metodenya yang berbeda-beda sesuai dengan taraf hidup dan budaya masyarakat masing-masing. Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam rangka keberhasilan program pengajaran
dipesantren.
Karena
tanpa
adanya
metode
sistem
pembelajaran yang baik maka kegiatan pembelajaran dipesantren pun tidak akan berhasil. Untuk itulah maka sistem pembelajaran dipesantren harus dipilih cara yang terbaik dan cocok untuk santri. Hal ini 4
http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/1-sejarah-dan-perkembangan-pesantren.pdf. 28 Mei 2011. pukul 13.00 wib
39
disebabkan banyak santri yang prestasinya buruk disebabkan karena metode yang digunakan kurang begitu baik. Sistem pendidikan di pesantren pun memiliki watak mandiri, bila dilihat secara keseluruhan bermula dari pengajaran sorogan, di mana seorang Kiai mengajar santrinya yang masih berjumlah sedikit secara bergilir santri per santri. Pada gilirannya murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin seperti apa yang diungkapkan oleh gurunya. Sistem penerjemahan dibuat sedemikian rupa agar murid mudah mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam rangkaian kalimat Arab. Sistem tersebut, murid diwajibkan menguasai cara pembacaan dan terjemahan secara tepat, dan hanya boleh menerima tambahan pelajaran bila telah berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya.5 Sistem individual ini dalam sistem pendidikan Islam tradisional disebut sistem sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Qur’an. Metode utama dalam sistem pengajaran pesantren ialah sistem bandongan atau seringkali juga disebut sistem weton. Dalam system ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas tentang
buku-buku
Islam
dalam
bahasa
Arab.
Setiap
murid
memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan baik arti maupun keterangantentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok kelas dalam sistem bandongan ini disebut halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid, atau sekelomok santri yang belajar dibawah bimbingan seorang guru (ustad). Dalam pesantren kadang-kadang
5
http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/1-sejarah-dan-perkembangan-pesantren.pdf. diakses, 28 Mei 2011. pukul 13.00 wib.
40
diberikan juga sistem sorogan tetapi hanya diberikan kepada santrisantri baru yang masih memerlukan bimbingan individual. 6 Sistem sorogan inilah yang dianggap fase tersulit dari sistem keseluruhan pengajaran di pesantren karena di sana menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid itu sendiri. Di samping itu baanyak diantara mereka yang tidak menyadari bahwa mereka seharusnya mematangkan diri pada tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren, sebab pada dasarnya hanya sarti-santri yang telah menguasai sistem sorogan sajalah yang dapat memetik keuntungan dari sistem bandongan di pesantren. Sistem sorogan terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama seorang santri yang bercita-cita menjadi seorang alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid (santri) dalam menguasai bahasa Arab. 7 Pengajian sorogan lalu diikuti pengajian weton, seorang Kiai duduk di lantai masjid atau beranda rumahnya sendiri membacakan dan menerangkan teks-teks keagamaan dengan dikerumuni oleh santri-santri yang mendengarkan dan mencatat uraiannya itu. Pengajian sorogan masih diteruskan dengan memberi wewenang kepada guru-guru untuk melaksanakannya di bilik masing-masing. Demikian pula lambat- laun pengajian weton diwakilkan kepada pengganti (badal) sehingga Kiai hanya memberikan pengajian weton dengan teks-teks utama. Di pesantren Assalafiyah Luwungragi memiliki dua sistem pendidikan: madrasah (diniyah) dan pengajian langsung ke Kyai atau Ustad baik itu sorogan maupun bandongan. Adapun system pendidikan 6
Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Sudi tentang Pandangan Hidup Kyai, hlm.
7
Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Sudi tentang Pandangan Hidup Kyai, hlm.
28. 29.
41
di madrasahnya dimulai dari Mabadi’ 2 tahun, Muta’alimin Muta’alimat 6 tahun, dan madrasah Aliyah 3 tahun, yang kesemuanya ditempuh selama 11 tahun. Di samping itu juga ada Madrasah Tsanawiyah Diniyah, Madrasah Aliyah Diniyah, TPA Manba’ul Huda, Kajian Kutubussalaf Dan Takror, Forum Bahtsul Masa’il (FBM), dan Tahfidzul Qur’an. Namun seiring dengan adanya program wajib belajar (wajar 9 tahun) yang dilaksanakan oleh pemerintah serta Paket C, maka kami melalui Madrasah Muta’allimin-Muta’allimat mengadakan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun tingkat Wustho bagi yang tidak memiliki ijazah setara SMP dan Penyelenggaraan Paket C bagi yang tidak memiliki ijazah setara SMA, yang kami khususkan pada kelas III, IV dan V di Madrasah Muta’allimin Muta’allimat dengan menambah jam pelajaran pada sore hari dan hari jum’at.8 Kegiatan pesantren di luar Madrasah dikelola oleh seksi pendidikan bekerjasama dengan seluruh pengurus dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu dengan nama Takror (mengulang pelajaran madrasah), sorogan, pengajian bandungan, prektek Ibadah, lalaran dan lain-lain. Pada hari-hari tertentu sering diadakan kegiatan (pelatihanpelatihan) yang diprakarsai oleh perkumpulan-perkumpulan atau organisasi daerah asal santri baik di lingkungan pesantren atau di luar pesantren.
B. Pemikiran Akhlak Santri Pesantren Assalafiyah Luwungragi 1. Pendidikan akhlak santri pesantren Assalafiyah Keberadaan pesantren beserta perangkatnya yang ada adalah sebagai lembaga pendidikan dan dakwah serta lembaga kemasyarakatan
8
Doc. Ponpesassalafiyah 2011.
42
yang telah memberikan warna daerah pedesaan. Ia tumbuh dan berkembang bersama warga masyarakat sejak berabad-abad. Oleh karena itu, tidak hanya secara kultural lembaga ini bisa diterima, tetapi bahkan telah ikut serta membentuk dan memberikan corak serta nilai kehidupan masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Figur kyai, santri serta seluruh prangkat fisik yang menandai sebuah pesantren senantiasa dikelilingi oleh sebuah kultur yang bersifat keagamaan. Kultur tersebut mengatur perilaku seseorang, pola hubungan antar warga masyarakat
bahkan hubungan antara satu masyarakat,
dengan
masyarakat lainnya. 9 Latar belakang pesantren yang paling patut diperhatikan adalah peranannya sebagai alat transformasi kultural yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat. Pesantren berdiri sebagai jawaban terhadap panggilan keagamaan, untuk menegakan ajaran dan nilai-nilai agama melalui pendidikan keagamaan. Peran kultura tersebut akan tetap berfungsi dengan baik apabila pesantren masih didukung oleh seperangkat nilai utama yang senantiasa berkembang di dalamnya, seperti; 1) cara memandang kehidupan sebagai peribadatan, baik meliputi ritus keagamaan murni maupun kegairahan untuk melakukan pengabdian
kepada
masyarakat,
2)
kecintaan
mendalam
dan
penghormatan terhadap peribadatan dan pengabdian kepada masyarakat itu dilakukan, dan 3) kesanggupan untuk memberikan pengorbanan apapun bagi kepentingan masyarakat pendukungnya. Pesantren Assalafiyah Luwungragi memberikan pendidikan akhlak kepada para santrinya dengan berbagai macam cara, diantaranya dengan materi yang diberikan di sekolah-sekolah atau madrasah, 9
M. Nashihin Hasan, “Karakter dan Fungsi Pesantren”, dalam Sonhaji Saleh, Dinamika Pesantren: Kumpulan Makalah Seminar Internasional “The Role of Pesantren in Education and Community Development in Indonesia”, ed.,1, (Jakarta: P3M, 1988), hlm. 110.
43
pengkajian kitab-kitab kuning dan praktik keseharian langsung dalam kehidupan pesantren dan masyarakat seperti yang diungkapkan oleh Mahfudhoh salah satu pengurus santri putri.10 Ustadz Amin Salim juga menegaskan bahwa pendidikan Akhlak yang
diberikan pesantren kepada para santrinya adalah dengan
memberikan materi di madrasah baik dari mulai mabadi sampai aliyah ataupun pengkajian kitab-kitab kuning, serta bentuk sikap aplikasi keseharian yang dilakukan dewan asatidz dan para kyai, yang kesemuanya itu merupkanan bentuk penanaman nilai-nilai akhlak yang dilakukan pesantren kepada para santrinya. 11 2. Akhlak menurut santri pesantren Assalafiyah Pada hakikatnya akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sinilah timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa pemikiran. 12 Menurut santri pesantren Assalafiyah Luwungragi, akhlak merupakan tingkah laku atau perangai seseorang yang dilakukan setiap hari, seperti yang dikatakan oleh kang Aminuddin. 13 Hal senada pun dinyatakan oleh M. Akrom salah satu pengurus pondok, dia mengatakan bahwa akhlak adalah budi pekerti seseorang (baik maupun buruk) yang timbul dari hati dan dilakukan secara spontan. 14 Ust. Amin Salim, yang merupakan salah satu alumni pesantren Assalafiyah, sekaligus dewan asatidz di Pesantren dan Madrasah, beliau mengakatakan bahwa akhlak yaitu 10
احوال يقتضى المقامartinya tingkah
Wawancara dengan Mahfudhoh, (pengurus santri putrid), di komplek pesantren, jum’at, 30 September 2011, pukul 16.00 wib. 11 Wawancara dengan ustadz Amin Salim, (alumni pesantren Assalafiyah), di rumah, rabu, 5 Oktober 2011, pukul 13.00 wib. 12 Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, hlm. 4 13 Wawancara dengan Aminuddin, (santri), di komplek pesantren, senin, 26 September 2011, pukul 16.00 wib. 14 Wawancara dengan M. Akrom, (pengurus pesantren), di komplek pesantren, senin, 26 September 2011, pukul 13.00 wib.
44
perilaku yang disesuaikan dengan keadaan. 15 Maksudnya bahwa akhlak adalah perilaku atau keadaan jiwa baik tindakan, ucapan maupun diam atau ketetapan seseorang dalam suatu kondisi yang sesuai dengan norma-norma atau syari’at. Di samping itu Ust. H. Ahmad Tanthowi yang merupakan kepala sekolah Muta’alimin, beliau menjelaskan bahwa akhlak itu merupakan bentuk pencerminan jiwa seseorang yang ditunjukan dengan tingkah laku dan tutur katanya. 16 Beliau juga menjelaskan bahwa akhlak itu mencakup akhlak dohir dan bathin. Akhlak dhohir adalah akhlak yang berhubungan dengan sesama manusia (hablun minannas). Sedangkan akhlak bathin adalah akhlak yang berhubungan dengan sang khalik (hablun minallah), yang diwujudkan dengan pengabdiannya yaitu menjalankan semua perintahNya dan meninggalkan semua yang dilarang-Nya. Adapun ciri-ciri akhlak menurut santri Assalafiyah, akhlak dapat dilihat dari tingkah, ucapan dan diamnya seseorang, yang mana kesemua itu merupakan pencerminan dari hati. Disamping itu akhlak yang baik adalah tidak melanggar aturan, tidak terlepas dari ajran syari’an dan dapat diterima oleh masyarakat. Kang Edi Suhaedi, selaku salah satu pengurus pesantren menambahkan bahwa akhlak yang baik itu dapat diterima oleh akal, dan tentunya tidak melanggar syari’at.17
15
Wawancara dengan ustadz Amin Salim, (alumni pesantren Assalafiyah), di rumah, rabu, 5 Oktober 2011, pukul 13.00 wib. 16 Wawancara dengan ustadz H. Ahmad Tantowi, (kepala sekolah muta’alimin), di kantor madrasah, jum’at, 30 September 2011, pukul 14.00 wib. 17 Wawancara dengan Edi Suhaedi, (pengurus pesantren), di komplek pesantren, rabu, 28 September 2011, pukul 13.00 wib.
45
C. Aplikasi Akhlak Santri Pesantren Assalafiyah Luwungragi dalam Masyarakat 1. Akhlak santri pesantren Assalafiyah menurut masyarakat Islam memerintahkan pemeluknya untuk menunaikan hak-hak pribadinya dan berlaku adil terhadap dirinya. Islam dalam pemenuhan hak-hak pribadinya tidak boleh merugikan hak-hak orang lain. Islam mengimbangi hak-hak pribadi, hak-hak orang lain, dan hak masyarakat sehingga tidak timbul pertentangan. Semuanya harus bekerja sama dalam mengembangkan hukum-hukum Allah. Ahklak terhadap sesama manusia merupakan sikap seseorang terhadap orang lain atau masyarakat.18 Seorang muslim harus mencintai saudaranya sebagaimana mencintai diri sendiri, maka dari itu akhlak yang harus dikembangkan adalah: a. Jangan menyakiti hatinya baik dengan tindakan atau perbuatan. b. Harus bersifat tawadhu‟ (rendah hati). c. Jangan memasuki rumah orang lain tanpa seizinnya. d. Menghormati orang tua dan kasih sayang terhadap yang kecil. 19 Sebagai seorang muslim harus bisa menjaga perasaan orang lain, tidak boleh membedakan sikap terhadap seseorang baik dia berpangkat maupun rakyat jelata, saling merahasiakan rahasia sesama muslim, tidak boleh menggemborkan kesalahan orang lain baik lisan maupun tulisan, harus saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan pada Allah SWT.
18 19
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, hlm. 212. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, hlm. 213.
46
Sebagaimana firman Allah surah Al Maidah/5: 2.
“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. (Q.S. Al-Maidah/5: 2) Dari sini dapat dilihat bagaimana akhlak santri pesantren Assalafiyah Luwungragi menurut masyarakat sekitar. Menurut Ahmad Sudja yang merupakan salah satu tokoh masyarakat, beliau menyatakan bahwa santri Assalafiyah Luwungragi sudah berakhlakul karimah, karena dari pesantren sendiri selalu menekankan kepada para santrinya untuk dapat memiliki sifat akhlakul karimah sebagaimana yang dicontohkan Rasul-rasulnya. 20 Di samping itu Rama Kyai pun tidak bosan-bosannya untuk berusaha semaksimal mungkin agar santrisantrinya berakhlakul karimah. Muflikhun selaku masyarakat sekitar juga ikut andil dalam pernyataan ini, dia mengatakan bahwa santri Assalafiyah Luwungragi sudah berakhlak baik. Karena sudah banyak contohnya dari santrisantrinya. Bahkan tidak hanya waktu di pesantren, ketika sudah pulang ke kampung halaman pun mereka para santri masih memegang sifat kesantriannya yang senantiasa mengamalkan ajaran Islam. Semisal saja mereka selalu taat kepada orang tua, disuruh tidak pernah membantah. 21 Itu semua merupakan bentuk salah satu dari ajaran Islam. oleh karena 20
Wawancara dengan ustadz Sudja, (tokoh masyarakat), di rumah, sabtu, 1 Oktober 2011, pukul 16.00 wib. 21 Wawancara dengan Muflikhun, (warga sekitar), di rumah, minggu, 2 Oktober 2011, pukul 11.00 wib.
47
itu tidak salah jika santri pesantren Assalafiyah dikatakan sudah berakhlakul karimah. 2. Aplikasi akhlak santri terhadap masyarakat Lingkungan masyarakat menjadi situasi dan kondisi social cultural berpengaruh terhadap perkembangan fitrah manusia secara individu. Dalam masyarakat, individu dapat melakukan interaksi sosial dengan anggota masyarakat lainnya, apabila perilaku yang ditunjukan oleh seseorang tersebut sesuai adat-istiadat yang berlaku. Apabila seseorang menampilkan perilaku yang kurang baik dan melanggar norma-norma agama, orang tersebut cenderung untuk mengikutinya. 22 Akhlakul karimah lingkungan
bersumber
yang diajarkan dalam Islam terhadap dari
fungsi
manusia
sebagai
khalifah.
Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan dan bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Yang kesemuanya itu terwujud dengan insan kamil yang berakhlak mulia. Akhlakul karimah berdasarkan kaidah Islam dalam pergaulan masyarakat landasannya adalah sebagai berikut: a. Harus berbahasa yang baik dan benar. Umat Islam dalam pergaulan hidup bermasyarakat harus harus dapat berbahasa yang sopan, menyenangkan, menarik, ringkas-padat, sesuai bakat dan penuh hikmah. b. Sesama muslim bila bertemu, ucapkan salam. Salam yang dimaksudkan ialah ucapan assalamu „alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Hukum mengucapkan salam adalah sunnah mu‟akadah dan menjawabnya wajib. Salam disunnahkan bagi setiap muslim bertemu dengan muslim yang lainnya, baik di rumah, di perjalanan, di kantor, maupun di tempat-tempat umum. c. Wajib memperhatikan tata cara makan dan minum. Umat Islam harap bersikap rakus seperti orang kelaparan. Oleh karena itu, mkan dan 22
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, hlm. 223.
48
d.
e.
f.
g.
h.
minumlah secara sederhanadi rumah, di kantor, maupun di tempattempat umum. Menyesuaikan diri di majelis pertemuan. Umat Islam harus menjadi teladan bagi semua orang. Dalam majelis wajib menjunjung tinggi kemuliaan dan kehormatan, jangan bersikap tidak sopan dan berakhlak madzmumah. Wajib minta ijin masuk baik di rumah maupun di tempat lainnya. Umat Islam wajib mencontoh Rasulullah saw. bagaimana cara meminta izin masuk, yaitu dengan memberi salam, jika dijawab salamnya dan dipersilahkan maka boleh memasuki rumah tersebut dan jika tidak diizinkan maka haram memasukinya. Berkelakar dengan sopan. Umat Islam dibenarkan bersendau gurau, menimbulkan tawa, membuat lelucon, namun bukan mengejek, menghina, atau merendahkan orang lain dan diharamkan melampaui batas. Menjenguk orang sakit. Menjenguk orang sakit hukumnya fardu kifayah. Jika menjenguk orang sakit dilarang banyak bicara, apalagi bicara yang menakutkan, disarankan supaya menghibur dengan mendo’akan, menasehati yang baik dan memuliakannya. Bertakziyah dan menyelenggarakan jenazah. Jika salah seorang dalam lingkungan kita terjadi musibah meninggal, wajib kifayah untuk menyelenggarakan jenazah. Di awali dengan memandikan, mengafani, menyalatkan dan menguburkannya. Setelah itu hari berikutnya disunahkan untuk bertakziyah. 23 Kemudian untuk aplikasi dari akhlak santri pesantren Assalafiyah
terhadap masyarakat dapat dikatakan sudah sesuai dengan kaidah Islam tentang
pergaulan
bermasyarakat.
Karena
santri
Assalafiyah
Luwungragi sudah mengamalkan kaidah-kaidah tersebut. Muflikhun juga menuturkan bahwa santri Assalafiyah sopan dalam bertingkah maupun tutur kata, baik dengan keluarga maupun orang lain. 24 Para santri Assalafiyah juga baik dalam bersosial dengan mayarakat serta tolong menolong.
23
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, hlm. 224. Wawancara dengan Muflikhun, (warga sekitar), di rumah, minggu, 2 Oktober 2011, pukul 11.00 wib. 24
49
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Bedasarkan hasil peniltian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan jawaban untuk mengetahui tujuan penilitian sebelumnya, yakni untuk mengetahui pemikiran keagamaan aspek akhlak santri pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes: 1. Akhlak menurut bahasa perkataan adalah bentuk jamak dari khuluk (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Sedangkan secara istilah menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. 2. Para santri pesantren Assalafiyah Luwungragi memandang dan berfikiran bahwa yang dinamakan akhlak adalah perilaku seseorang yang biasa dilakukan dalam kesehariannya, yang timbul dari dalam hati tanpa ada unsur paksaan baik dari diri sendiri maupun dari orang lain, yang dapat diketahui dari ucapan, diam dan perilaku dari orang tersebut. 3. Cakupan akhlak menurut santri pesantren Assalafiyah Luwungragi meliputi: akhlak terhadap sesama manusia (hablun minannas), semisal: tolong-menolong, saling menghormati, taat kepada orang tua, dan akhlak terhadap alam sekitar (menjaga dan pemeliharaan lingkungan) serta akhlak terhadap Allah (bentuk pengabdian kepada Allah). 4. Adapun ciri-ciri akhlak yang baik menurut santri Assalafiyah luwungragi diantaranya: a. Perilaku tersebut tidak berseberangan dengan aturan atau nilai-nilai agama (Syari’at Islam),
50
b. Perilaku tersebut dapat dibenarkan oleh akal atau dapat diterima oleh akal, c. Serta perilaku tersebut tidak melanggar aturan atau nilai adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Dengan catatan aturan adat istiadat tersebut tidak menyimpang dari agama, sehingga datap diterima oleh masyarakat dengan baik. 5. Perilaku sosial santri menunjukkan bahwa santri menerapkan atau mengamalkan materi (ilmu) yang diperoleh di pesantren dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan pesantren maupun masyarakat. Sehingga pantas jika pesantren sebagai lembaga pendidikan agama sekaligus sebagai penanaman nilai-nilai agama, ini berarti perilaku sosial atau keagamaan akhlak santri pondok pesantren Assalafiyah Luwungragi memiliki katagori “berakhlak baik”, sesuai dengan fungsi dan tujuan dari pendidikan pesantren.
B. Saran Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti menemukan dan menghasilkan tentang pemikiran keagamaan aspek ahklak santri pesantren Assalafiyah Luwungragi yaitu betapa penting dan mulianya orang yang berahklakul karimah sebagai mana yang diajarkan oleh agama. Maka peneliti memberikan beberapa masukan sebagai saran yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 1. Bagi pengurus Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi, hendaknya lebih menumbuhkan lagi tentang kesadaran santri dalam hidup bermasyarakat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Karena pesantren di samping sebagai lembaga
pendidikan agama juga sekaligus merupakan lembaga servis moral bagi orang yang membutuhkan.
51
2. Kepada para santri pesantren Assalafiyah Luwungragi untuk lebih meningkatkan rasa solidaritas dalam hidup bermasyarakat, saling peduli, dan saling membantu sebagai bentuk akhlakul karimah kita. 3. Untuk para alumni pesantren Assalafiyah Luwungragi agar benar-benar dapat tetap mengamalkan apa yang telah diperoleh di pesantren Assalafiyah untuk memenuhi dan tanggap akan kebutuhan hidup masyarakat terutama dalam pembinaan dan memberikan contoh akhlaknya.
52
DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdullah, Abi, Shohih Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, t.t. Abdullah, M. Yatimin, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an, Jakarta: Amzah, 2007. Abdul Rozak dan Anwar, Rosihon, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2000. Abul Qoasem, M. dan Kamil, Etika Al-Ghazali: Etika Majemuk di dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1988. Alfarisi, M. Zaka, Departemen Agama RI, Al-Aliyy: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro,2000. Ali, Daud, M., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998. Al-Ghazali, Imam, Ihya „Ulum al-Din, jilid III, Beirut: Daral-Fikr, t.t. Al-Mu’iz, M. Nasichin, Rekonstruksi Pendidikan Pesantren: Studi Kompratif Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid,Tesis, Tulungagung: Program Studi Pendidikan Islam Program Pasca Sarjana, 2009. Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), terj., K.H. Farid Ma’ruf, cet. 7, Jakarta: Bulan Bintang, 1993. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, cet. XIII, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006. Ashari, Endang Saifuddin, Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam, cet. 1, Jakarta: Gema Insani Press, 2004. Cohen, Louis, Research Methods in Education, New York: Routledge, 2007. Doc. Ponpesassalafiyah 2011. Dokumentasi Pondok, Perjuangan Menuju Kesuksesan, (Luwungragi: ElFilza,t.t.
Dhofier, Zamkhasyari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982. Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI UMY, 2007. Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 2010. Mahjuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 1991. Malik, Imam bin Anas, Al-Muwatha’, Beirut: Dar al-Fikr, 179 H. Mas’ud, Abdurrahman, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi,Yogyakarta: LKiS, 2004. Moleong, J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009. Nasution, S., Metode research (Penelitian Ilmiah), Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009 Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, cet ke VII, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009. Raharjo, M. Dawam, “Perkembangan Masyarakat dalam Perspektif Pesantren”, Pengantar dalam M. Dawam Raharjo (ed), Pergulatan Dunia Pesantren : Membangun dari Bawah, Jakarta : P3M, 1985. Saleh,
Sonhaji, Dinamika Pesantren: Kumpulan Makalah Seminar Internasional: “The Role of Pesantren in Education and Community Development in Indonesia”, ed.,1, Jakarta: P3M, 1988.
Sholihin, M., Kamus Tasawuf, Bandung: PT. Reamaja Rosdakarya, 2002. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B, cet. VII, Bandung: CV. Alfabeta, 2009. Suhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetisi dan Prakteknya, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.
Sulaiman, Abi Daud bin Asy’asy, Sunan Abi Daud, Beirut: Dar al-Fikr, 475 H. Su’ud, Abu, Islamologi: Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Syukur, Fatah, Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, Semarang: alQalam Press, 2004. Tafsir, Perilaku Keagamaan Kaum Waria, Laporan Penelitian Individu, Semarang: IAIN Walisongo, 2010. Zuriah, Nurul, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/1-sejarah-dan-perkembanganpesantren.pdf. diakses 28 Mei 2011. pukul 13.00 wib.
Pedoman Wawancara
A. Kondisi Umum Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes 1. Batas wilayah 2. Profil pesantren 3. Peraturan dan visi, misi pesantren 4. Kurikulum dan sistem pendidikan pesantren
B. Pemikiran
Keagamaan
Aspek
Akhlak
Santri Pesantren
Assalafiyah
Luwungragi Bulakamba Brebes. 1. Keagamaan aspek akhlak menurut santri pesantren Assalafiyah 2. Pendidikan akhlak santri pesantren Assalafiyah
C. Aplikasi Keagamaan Aspek Akhlak Santri Pesantren Assalafiyah Luwungragi dalam Masyarakat. 1. Keagamaan akhlak santri menurut masyarakat 2. Aplikasi akhlak santri terhadap masyarakat
Instrumen Wawancara
A. Wawancara dengan Pengurus Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes. 1. Berapa luas wilayah pesantren Assalafiyah Luwungragi? 2. Jelaskan batas-batas wilayah pesantren Assalafiyah Luwungragi? 3. Kapan pesantren Assalafiyah didirikan? 4. Siapa yang mendirikan pesantren Assalafiyah? 5. Apa tujuan dari didirikannya pesantren Assalafiyah? 6. Bagaimana peraturan serta visi dan misi pesantren Assalafiyah? 7. Berapa jumlah santri pesantren Assalafiyah? 8. Bagaimana kurikulum dan sistem pendidikan pesantren Assalafiyah?
B. Wawancara dengan Santri Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes. 1. Apakah yang dinamakan akhlak menurut anda? 2. Sebutkan cirri-ciri akhlak yang baik menurut anda? 3. Apakah anda mendapatkan pendidikan akhlak di pesantren Assalafiyah? 4. Bagaimana pendidikan akhlak uang diberikan kepada anda?
C. Wawancara dengan Masyarakat Sekitar Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes. 1. Bagaimana akhlak santri pesantren Assalafiyah menurut anda? 2. Apa yang biasa dilakukan santri terhadap masyrakat? 3. Apakah santri memberikan contoh yang baik kepada masyarakat?
STRUKTUR KEPENGURUSAN PESANTREN MASA BAKTI 2011-2014
Pengasuh
: KH. Subhan ma’mun
Penasehat
: Ust. Tanthowi Ust. Ach. Dhamanhuri
Ketua Umum
: Nashruddin Suryani
Wakil Ketua
: 1. Moh. Akrom 2. Edi Sauhedi 3. Moh. Farkhan 4. Moh. Asad Hadi
Sekretaris I II Bendahara
: Huseinul Khuluq : Ali Mubarok : Shodiqin
SEKSI BIDANG Pendidikan
: Moh. Khidir
Keamanan Pusat
: Moh. Athoillah
Jamiyah
: M. Hasan Suyuthi
Pembangunan
: Syamsul Falah
Humasy
: Achmad Jazuli
Kesenian
: Mujahidin
Kebersihan
: Hasan Mushlih
RANGKAIAN KEGIATAN
Pengajian Al-Qur’an Putra-Putri
: 05. 00-06. 00 WIB
Kajian Kutubussalaf/ Kitab Kuning
: 06. 00-08. 00 WIB
Tahfidzul Qur’an Putri
: 07. 00-09. 00 WIB
Sekolah Madrasah Muta’allimin-muta’allimat
: 08. 00-12. 00 WIB
Kajian Kutubussalaf/ Kitab Kuning
: 13. 00-14. 00 WIB
Sekolah Aliyah Diniyah
: 09. 00-12. 00 WIB
Musyawarah/ Takror Putra-Putri
: 14. 00-15. 30 WIB
Pengajian Sorogan Disetiap Bilik
: 18. 30-19. 20 WIB
Kajian Kutubussalaf/ Kitab Kuning
: 20. 00-22. 40 WIB
Kajian FATHUL BARI Selasanan
: 15. 00-17. 00 WIB
Ziarah MUASSIS Setiap Jum’at
: 12. 30-13. 00 WIB
Jam’iyyah Setiap jum’at Dan Kubro Kliwon
: 20. 00-21. 30 WIB
Kajian TAFSIR IBNU KATSIR Setiap Jum’at
: 16. 30-17. 45 WIB
Wajar DIKDAS dan Paket C
: 15. 00-17. 00 WIB
KEADAAN SANTRI Seiring dengan perkembangan setiap tahun pondok pesantren kami mengalami penambahan peningkatan jumlah santri mukim bebrapa tahun terakhir hingga sekarang. Sedangkan santri yang tidak menetap ( santri kalong ) tidak tercatat secara baik karena tidak ada pendaftaran atau administrasi yang lain. Mereka
hanya
mengikuti pengajian kitab kuning saja. Berikut data sensus terakhir :
NO
KOMPLEK
JUMLAH BILIK
JUMLAH WARGA
1
Komplek I Almanshuriyah
9
107
2
Komplek II Alma’muniyah
9
183
8
200
3
Komplek
II
AZMA
(Azizah
Ma’mun)
4
Assalafiyah 2
4
20
5
Komplek I Putri
7
229
6
Komplek II Putri
7
191
Jumlah
910
FASILITAS ADMINISTRASI/TU Fasilitas Administrasi KELENGKAPAN NO
JUMLAH
KONDISI
TATA USAHA 1
Komputer
7
Baik
2
Almari Arsip
4
Baik
3
Mesin Tik
2
Kurang Baik
4
Meja TU/Administrasi
2
Baik
5
Sound System
1 Paket
Baik
6
Kamera Digital
1
Baik
SARANA DAN PRASARANA Fasilitas Sarana Bangunan NO
SARANA FISIK
JUMLAH
KONDISI
6
Baik
16 lokal
Baik
1
Asrama/Komplek
2
Madrasah
3
Kantor Pusat
2
Baik
4
Kantor Asrama
6
Baik
5
Musholla
3
Baik
6
Aula Serba Guna
1
Baik
7
Kamar Tidur
45
Baik
8
Perpustakaan
2
Kurang Baik
9
Ruang Teknis
1
Baik
10
Kamar Mandi
32
Baik
11
Toilet/WC
23
Baik
12
Tempat Wirausaha
6
Baik
13
Gudang
1
Kurang Baik
Adapun jumlah pengajar keseluruan di pondok peantren yang ada di lembaga pendidikan atau Madrasah adalah 43 Ustadz/guru,yang meliputi : 1. Ustadz TPA
: 5 orang
2. Ustadz Muta’allimin-Muta’allimat
: 34 orang
3. Ustadz yang mengajar di Aliyah
: 7 orang
LAMPIRAN-LAMPIRAN
MASJID JAMI’ AL-ISTIQOMAH KEDIAMAN PENGASUH PESANTREN ASSALAFIYAH LUWUNGRAGI
PENGASUH BESERTA KELUARGA
MUSHOLA BAMBU PESANTREN
GERBANG UTAMA PESANTREN ASSALAFIYAH LUWUNGRAGI
KOMPLEK I PONDOK PUTRI
KOMPLEK II PONDOK PUTRI KANTOR PUSAT PESANTREN
KOMPLEK I AL-MANSYURIAH PONDOK PUTRA TEMPAT WUDU
KOMPLEK III PUTRA
KOMPLEK II PUTRA
WAWANCARA DENGAN TOKOH MASYARAKAT AULA PESANTREN
PENGISIAN AIR MINERAL PESANTREN
WAWANCARA DENGAN WARGA
WAWANCARA DENGAN SANTRI PUTRI
WAWANCARA DENGAN KEPALA MADRASAH
WAWANCARA DENGAN PENGURUS
WAWANCARA DENGAN PENGURUS
WAWANCARA DENGAN SANTRI
WAWANCARA DENGAN ALUMNI
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri 1. Nama Lengkap : Andy Warsono 2. Tempat dan Tanggal Lahir : Brebes, 25 April 1987 3. NIM : 073111002 4. Alamat Rumah : Jl. Irigasi No. 24, Rt. 07/Rw.08, Ds. Klampok – Kec. Wanasari – Kab. Brebes. HP : 0819 0257 8527 B. Riwayat Pendidikan 1. Pendidikan Formal a. SDN 4 Siasem Wanasari Brebes, ditempuh selama 6 (enam) tahun, dari tahun 1995 s/d 2001. b. MTs. Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes, ditempuh selama 3 (tiga) tahun, dari tahun 2001 s/d 2004. c. MAN 1 Brebes, ditempuh selama 3 (tiga) tahun, dari tahun 2004 s/d 2007. 2. Pendidikan Non-Formal Madrasah Diniyah Awaliyah Mansya’ul Ulum Luwungragi Bulakamba Brebes, ditempuh selama 4 (empat) tahun, dari tahun 1999 s/d 2003.
Semarang, 29 November 2011
Andy Warsono NIM: 073111002