PEMIKIRAN IR. SOEKARNO TENTANG PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI KONSEP DASAR NATION AND CHARACTER BUILDING SKRIPSI Diajukan Kepada Faklutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Diajukan oleh: Mutholibin NIM. 10110264
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2014
i
PERSEMBAHAN
Puji syukur ku Panjatkan padamu Ya Robby atas besar karunia yang telah Engkau limpahkan kepadaku, dengan ini kupersembahkan karya kecilku ini untuk orangorang yang kusayangi : Ayahanda (Sumani) dan Ibunda ( Siti Rasiyah) tercinta, motivator terbesar dalam hidupku yang tak pernah lelah mendo‟akan dan menyayangiku, atas semua pengorbanan dan kesabaran mengantarku sampai kini. Tak pernah cukup ku membalas cinta ayah bunda padaku. Kakakku tercinta (Zainuddin beserta Istrinya) dengan kasih sayang agung telah mengajariku arti memiliki dan kedewasaan serta keponkan. Adik-adiku tercinta (Muh. Zuhruf dan Yusrotus Sa‟adah) yang sudah memeberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan menuntut ilmu, walaupun mereka tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Adek Fakhriyatul Fitriyah yang telah menemani penulis serta memberikan dukungan dan do‟a sepenuh hati. Untuk para guru dan dosen dengan kesabaran dan kearifannya menghantarkanku dan membimbingku selama menempuh pendidikan. Keluarga “Mabes 98” (MWP, ARS, Farid, Penceng, Kribo, Sam Agus, Cak Wafa, Kirom, Syaiful) yang telah mengartikan arti persahabatan dan perjuangan. Sahabat-sahabat organisasi PMII, HMJ-PAI,DEMA-FITK dan FORSIMA PAI se Jawa, IMAKIPSI yang telah memberikan banyak pengalaman dan mengajariku hidup bersorganisasi.
4
MOTTO
Tuhan tidak merubah apa yang ada pada suatu kaum, sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka (QS. Ar ra’d 13: 11)1
1
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Bandung: CV Penerbit J-ART, hlm:250
5
vi
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan
Malang, 02 Juli 2014
Mutholibin NIM 10110264
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan tanpa ada kendala dalam penyelesaianya. Penelitian Skripsi yang berjudul “Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam Sebagai Konsep Dasar Nation and Character Building” ditulis dalam rangka memenuhi tugas akhir perkuliahan serta untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I). Penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa melibatkan banyak pihak yang membantu penyelesaiannya. Karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ibu tercinta, Sumani dan Siti Rasiyah karena kasih sayang, perjuangan, pengorbanan dan doa beliau berdualah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tahapan demi tahapan pendidikan, lebih khusus dalam penyelesaian skripsi. 2. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si selaku Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 3. Dr. H. Nur Ali, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 4. Dr. Marno, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 5. Dr. H. Abdul Bashith, M.Si,
selaku dosen pembimbing yang penuh
kebijaksanaan, ketelatenan dan kesabaran telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan serta memberi petunjuk demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. 6. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, yang telah dengan penuh keikhlasan membimbing dan mencurahkan ilmunya kepada penulis. 7. Sahabat-sahabati keluarga besar PMII Rayon “Kawah Chondrodimuko”. 8. Serta temen-temen yang telah menemani penulis mulai dari awal belajar ilmu di
Kampus
ini
hingga
proses
88
penyelesaian
tugas
akhir
ini.
Semoga Allah swt. senantiasa melimpahkan Rahmat, Taufik, Hidayah dan Ma‟unah-Nya kepada kita semua. Amin. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, walaupun penulis sudah berusaha dengan semaksimal mungkin membuat yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan tangan terbuka, penulis mengharapkan ktitik dan saran yang membangun dari semua pihak agar dapat menjadi motivasi bagi penulis untuk lebih baik dalam berkarya. Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan dalam penyusunan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Malang, 02 Juli 2014
Penulis
9
HALAMAN TRANSLITERASI 1. Umum Transliterasi ialah pemindahalihan tulisan Arab ke dalam tulisan Indonesia (Latin), bukan terjemahan bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Termasuk dalam kategori ini ialah nama Arab, sedangkan nama Arab dari bangsa selain Arab ditulis sebagaimana ejaan bahasa nasionalnya, atau sebagaimana yang tertulis dalam buku yang menjadi rujukan. Penulisan judul buku dalam footnote maupun daftar pustaka, tetap menggunakan ketentuan transliterasi ini. Banyak pilihan dan ketentuan transliterasi yang dapat digunakan dalam penulisan karya ilmiah, baik yang berstandard internasional, maupun ketentuan khusus yang digunakan penerbit tertentu. Transliterasi yang digunakan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Malang (UIN) Maulana Maluk Ibrahim Malang menggunakan EYD plus, yaitu transliterasi yang didasarkan atas Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendididkan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tanggal 22 Januari 1998, No. 158/1987 dan 0543.b/U/1987, sebagaimana tertera dalam buku pedoman Transliterasi Bahasa Arab (A Guide Arabic Transliteration), INIS Fellow 1992. 2. Konsonan ا
=
Tidak dilambangkan
ض
=
Dl
ب
=
B
ط
=
Th
ت
=
T
ظ
=
Dh
ث
=
Ts
ع
=
„(koma menghadap ke atas)
ج
=
J
غ
=
Gh
ح
=
H
ف
=
F
خ
=
Kh
ق
=
Q
د
=
D
ك
=
K
ذ
=
Dz
ل
=
L
ر
=
R
م
=
M
1 0
ز
=
Z
ن
=
N
س
=
S
و
=
W
ش
=
Sy
ﮫ
=
H
ص
=
Sh
ي
=
Y
Hamzah ( )ءyang sering dilambangkan dengan alif, apabila terletak diawal kata maka dalam transliterasinya mengikuti vokalnya, tidak dilambangkan, namun apabila terletak di tengah atau di akhir kata maka dilambangkan dengan tanda komadiatas (‟), berbalik dengan koma („), untuk pengganti lambang “”ع. 3. Vokal, Panjang dan Diftong Setiap penulisan bahasa Arab dalam bentuk tulisan latin vokal fathah ditulis dengan “a”, kasrah dengan “i”, dlommah dengan “u”, sedangkan bacaan panjang masing-masing ditulis dengan cara sebagai berikut: Vokal (a) panjang =
â
misalnya
لاق
menjadi
qâla
Vokal (i) panjang =
î
misalnya
لي ق
menjadi
qîla
Vokal (u) panjang =
û
misalnya
نود
menjadi
dûna
Khusus untuk bacaan ya‟ nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan “i”, melainkan tetap ditulis dengan “iy” agar dapat menggambarkan ya‟ nisbat diakhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wawu dan ya‟ setelah fathah ditulis dengan “aw” dan “ay”. Perhatikan contoh berikut: Diftong (aw)
=
و
misalnya
لوق
menjadi
qawlun
Diftong (ay)
=
ي
misalnya
رﯾﺦ
menjadi
khayrun
1 1
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Bukti Konsultasi
Lampiran II
: Biodata Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL HALAMAN JUDUL ..............................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...............................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................
iv
HALAMAN MOTTO .............................................................................
v
HALAMAN NOTA DINAS ..................................................................
vi
HALAMAN PERNYATAAN ...............................................................
vii
KATA PENGANTAR ...........................................................................
viii
HALAMAN TRASILTERASI ..............................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
xiii
ABSTRAK .............................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...........................................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................
10
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
10
D. Manfaat Penelitian .....................................................................
11
E. Batasan Masalah .........................................................................
12
F. Definisi Operasional ...................................................................
12
G. Sistematika Pembahasan ............................................................
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Islam ........................................................................
16
a. Pengertian Pendidikan Islam .................................................
16
b. Dasar Pendidikan Islam .........................................................
23
c. Tujuan Pendidikan Islam .......................................................
28
B. Konsep Pendidikan Karakter ......................................................
30
a. Pengertian dan Makna Pendidikan Karakter .........................
30
b. Tujuan Pendidikan Karakter ..................................................
31
131 313
c. Pilar-pilar dan Nilai dalam Pendidikan Karakter ..................
32
d. Nation and Character Building................................................
35
BAB III Metode Penelitian A. Pendekatan dan Jenis penelitian .................................................
39
B. Objek dan Ruang Lingkup .........................................................
40
C. Sumber Data ...............................................................................
40
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................
42
E. Analisis Data ..............................................................................
42
F. Pengecekan Keabsahan Data ......................................................
43
G. Tahap-tahap Penelitian ................................................................
45
H. Rancangan Penelitian ...................................................................
46
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Biografi .......................................................................................
47
1. Soekarno Putra Sang Fajar ...................................................
47
B. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Islam .......................................
55
1. Filsafat Ketuhanan Soekarno ................................................
59
2. Pemikiran Islam dari Tinjauan Sosiologis ...........................
60
3. Pemikiran Islam dari Tinjauan Historis ...............................
61
4. Pemikiran Islam dari Tinjauan Filosofis ..............................
62
5. Pemikiran Islam dari Tinjauan Pedagogis ...........................
63
6. Pemikiran Islam dari Tinjauan Politis ..................................
64
7. Pemikiran Islam dari Tinjauan Religi ..................................
66
Pemikiran Pendidikan Islam Ir. Soekarno ..................................
67
1. Menumbuhkan Rasa Keimanan Kepada Peserta Didik ........
67
C.
2. Pendidikan Islam Yang Dinamis Mengikuti Perkembangan Zaman ...................................................................................
69
3. Budaya Kritis-Analitis terhadap Pendidikan Islam Tanpa Dikotomi ..............................................................................
72
4. Modernisasi Pendidikan Islam Tanpa Kehilangan Identitas Asalnya .................................................................................
77
5. Pendidikan Islam Tanpa Dikotomi .......................................
79
6. Guru Sebagai Pemimpin Akal dan Jiwa Peserta Didik ........
81
14 14
7. Memasyarakatkan Budaya Membaca Buku Sebagai Upaya Peningkatan Pendidikan Islam .............................................
82
D. Pengertian Dan Landasan Nation And Character Building Menurut Ir. Soekarno 1. Nation And Character Building ........................................... 84 2. Latar Belakang Munculnya Nation And Character Building
97
BAB V ANALISIS PEMIKIRAN IR. SOEKARNO TENTANG PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI KONSEP DASAR NATION AND CHARACTER BUILDING A. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Islam .......................................
126
B. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam ....................
132
C. Landasan Nation And Character Building .................................
138
D. Relevansi Pemikiran Soekarno dengan Pendidikan Islam Kontemporer ..............................................................................
143
1. Konsep Pendidikan Islam Soekarno ....................................
143
2. Kontribusi Pemikran Soekarno Terhadap Pendidikan Islam
144
3. Rekomendasi Untuk Pendidikan Sekarang ..........................
145
BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN ..........................................................................
147
B. SARAN ......................................................................................
150
DAFTAR RUJUKAN DAFTAR LAMPIRAN
15 15
ABSTRAK Mutholibin. 2014. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam Sebagai Konsep Dasar Nation and Character Building. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Maliki Malang. Dosen Pembimbing: Dr. H. Abdul Bashith, M. Si. Pendidikan nasional ialah pendidikan bangsa (Nation and Character Building) yang membina suatu bangsa yang mampu atas tanggung jawab sendiri menyelesaikan revolusinya, tahap demi tahap, dengan pengertian bahwa agama menjadi unsur mutlak dalam rangka membangun karakter anak bangsa kedepan agar menjadi lebih baik. Karena pendidikan karakter upaya menjawab masalahmasalah kemanusian yang belakangan ini mulai berkembang (kemiskinan dan keterbelakangan, konflik dan kekerasan unsur SARA, korupsi, tawuran dll). Berpijak dari itulah peneliti ingin membahas kembali pemikiran tokoh intelektual muslim Indonesia sang putra fajar panglima besar revolusi yang mencoba untuk merumuskan pendidikan Islam yang sesuai dengan harapan agama, bangsa, dan negara, maka dari itu peneliti mengambil judul Pemikirin Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam Sebagai Konsep Dasar Nation and Character Building. Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui mengetahui sejauhmana bagaimana pemikiran Ir. Soekarno tentang Islam (2) Untuk mengetahui bagaimana pemikirin Ir. Soekarno tentang pendidikan Islam (3) Untuk mengetahui bagaimana konsep yang melatar belakangi munculnya nation and character building. Untuk mencapai tujuan tersebut, Penelitian ini menggunakan jenis penelitian diskriptif kualitatif dengan jenis “Library Reseach”. Sedangkan metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dalam rangka mencari sumber data yang menunjang dalam penelitian ini. Kemudian dari dokumentasi tersebut dianalisis dengan menggunakan metode content analisis dan interprestasi sumber dan data yang dudapat. Dengan demikian hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemikiran Ir. Soekarno tantang pendidikan Islam sebagai konsep dasar nation and character building. Soekarno mempunyai pandangan orang Islam dalam berfikir harus mengunakan logika rasionalitas, beliau juga menjelaskan tentang konsep pendidikan Islam selalu mengembangkan seluruh potensi /fitrah manusia menuju ke arah perkembangan yang positif yang di ridhai Allah SWT, ini semua bisa berjalan yaitu dengan mentransformasikan ajaran-ajaran, nilai-nilai agama Islam harus melewati sarana pendidikan. Adapun konsep yang melatar belakangi munculnya nation and character building dalam membentuk tatanan masyarakat yang berkebudayaan berlandaskan hati nurani dan berketuhanan yang maha Esa, dengan tujuan membentuk masyarakat yang adil, makmur berkesejahteraan yang didalamya saling gotong royong yaitu melalui, Nasakom, Pancasila, Manipol Usdek, Trisakti dan berdikari. Kata Kunci: Pendidikan Islam, Nation and Character Building, Ir. Soekarno
16 16
ABSTRACT Mutholibin. 2014. Ir. Soekarno Thought About Islamic Education as Basic Concept of Nation and Character Building. Thesis, Islamic Education Department, Tarbiyah Science and Teaching Faculty, State Islamic University of Maulana Malik Ibrahim Malang. Supervisor : Dr. H. Abdul Bashith, M. Si. Educational thought is the education of the nation (Nation and Character Building) that built a nation and capable with its responsibility to solve revolution, stage by stage, it mean that religion became absolute unsure in order to build character the nation's child in the future to get better. Due to character of education has effort to respond the issues of humanity that has recently started to grow (poverty and underdevelopment, conflict and violent element of SARA Brawl, corruption, etc.). Starting from these researchers did want to discuss again the thought of an intellectual moslem Indonesia, the son of the dawn and the Commander of the Revolution who tried to formulate an Islamic education that appropriate with the purpose of the religion, nation, and country, thus taking the title of researcher is Ir. Soekarno Thought About Islamic Education as Basic Concept of Nation and Character Building. As for the objectives of this study are: (1) to know how Sukarno thought about Islam (2) To know how Sukarno thought about Islamic Education (3) To know how the concepts that has background to appear the nation and character building. To achieve that purpose, this research uses descriptive qualitative research type with the kind "Library Research". Whereas the method of collecting the data using the method of documentation in order to find the data sources supported in this research. Then from the documentation are analyzed by using the method of content analysis and interpretation data sources and data that obtained. Thus the research results can be known that Sukarno thought about Islamic education as a basic concept of nation and character building. Sukarno has thought that Muslims in thought must use logic rationality, he also explains the concept of Islamic education always develop the whole of potential/fitrah human being towards positive development that have been ridho by Allah, these can all be running with transforming teachings, Islamic religious values should be passed through the means of education. As for the background concept of emergence the nation and character building to shaping the order of society that have culture based on conscience and devout the one true God, with the purpose of forming a justice society , prosperous society that each other through mutual, nasakom, pancasila, manipol, usdek, trisakti, and paddle. Key Words: Islamic Education, Nation and Character Building, Soekarno
xvii
صخلﻫﺎ ﻳﻨﺒﻞاﻃﻢ .ماع .4102ركفلا ونراكوس ثدنﻫﻬﺎ ﰲ ميهافم ةيبﺗﺮﻻ ةيمﻻسﻹاةركفك ةيساﺳﺄ ةيبﺗﺮلل ةمﻷا ءانبو ةﻳﺺخشلا .ثحبلا ،يمﻟﻊلا مسق ةيبﺗﺮﻻ ،ةيمﻻسﻹا ةيﻟﻚ هيبﺗﺮﻻ ،سيردتلاو ةعماج انﻻوم كلام ميهاربإ ةﳝﻞاﺳﻺا ةيموﻛﻤﺎ جنﻻاﰈ. فرشها :د .ﲨﺎ .دبع ،طيسبلا ﻳﺮتسجاﻫﺎ. ةيبﺗﺮﻻ ةينطوﻻ ﻳﻪ ةيبرت ةمﻷا ( )Nation and Caracter Buildingءانبو ةمﻷا ةرداق ﯨﻠﻊ ةيلوؤﺳﻢ ةيسفن ﰲ ﱄمﻛﺖ اﺑﻪ ،ةروثلا ةوطخ ،ةوطﺑﺦ ىﻟﻊ ساﺳﺄ نأ ﱐدلا وﻩ مسق قلﻃﻢ ﱎ لجأ ءانب ﻗﻞاﺧﻸا دﻻوﻷل ةينطوﻻ مهﻟﺐقتﺳﻪ اﻳﺮخ .نﻷ ةيبﺗﺮﻻ ةينطوﻻ ﱀ ﻟﺊاسها ةيرشبلا تيلا دق تأدب و تروطت ﻟﻼخ اذه نامزلا (،رقفلا ،ﳍﻞاو اعرصلا ﰲ رﺻﺎﻧﻊ ةراضﻣﺎ ﱐدلاو و ،بعشلا ،ةوشرلا ةرجاشها و ﻳﺮغ كلاذ)، .ﻛﻞاذل ديري ﺛﺢابلا نأ ﺛﺢبي ةركفلا دحﻷ ﻳﻦفقثﻫﺎ ﻳﻦمﻟﺴﻬﺎ ﰲ ،ايسينودنﻹا صحش سيئرك ةرو ثلا ةغايصل ةيبﺗﺮﻻ ةيمﻻسﻹا ةبسانﻫﺎ ﳌﺄب ،نيدلا ،نطوﻻ ،ةلودلاو لياتلابو قرغتﺳﺎ ﺛﺢابلا اذه ﺛﺢبلا ﺗﺘﺢ ناونعلا :
ركفلا ونراكوس ثدنﻫﻬﺎ ﰲ ميهافم ةيبﺗﺮﻻ ةيمﻻسﻹاةركفك ةﻳﺴﺎﺳﺄ ةيبﺗﺮلل ةمﻷا ءانبو ةيصخشلا. ﺗﻦاكو فادهأ ﰲ اذه ثحبلا )0( :ةفرعه ةيفيك ديدﺗﺢ ةركفلا ونراكوس سدنهﻫﺎ ﻧﻊ مﻻﺳﻺا ( )4ةفرعه ةيفيك ةرﻛﻒ ونراكوس سدنﻫﻬﺎ ﻧﻊ ةيبﺗﺮﻻ ةيمﻻسﻹا ( )3ةفرعه ةيفيك موﻫﻔﻢ ةيفﱁ روﻩظل ةمﻷا ءانبو ةيصخشلا ( Nation and .)Caracter Building
قيقحتل كلت ،فادهﻷا مدختسي سنج ثحبلا فصولاي ّ◌ عونب "ةبتكم ثوحبلا لي ﺗلﺢو تانايبلا"( Library . ) Researchﰲ ﻳﻨﺢ نأ ةقيرط ﻋﺠﻢ تانايبلا مادختساب ﻗﺊاثو ﱎ ﳉﺄ روثعلا ﯨﻠﻊ ردصم تانايبلا تيلا مدختﺳﺖ اذه ثحبلا. ﰒ نم كﻟﺖ ﻗﺊاثوﻻ للﺗﺢ مادختساب ةقيرط ﻟﻴﻠﺘﺢ ىوتﶈﺎ ( )Content Analisisﻳﺮسفتو رداصمو تانايبلا ةلوﺻﻠﻤﺢا. لياتلاب نإف جئاتن اذه ﺛﺢبلا مّ◌لعُ◌ت نأ ةركف ونراكوس سدنهها نع ةيبﺗﺮلا ةيمﻻﺳﻺا امك ميهافها ةيساﺳﻸا ةمﻷل ءانبو ﻟﻞها ةيصخشلا (.)Nation and Caracter Buildingدنع ونراكوس أري ٌ◌ نأ ﻳﻦملسها بﻳﺞ ﻣﺎدختسا قطنها ﰲ ﻳﺮكفتلا ،ةينﻻقعلا بيوﻳﻦ ّ◌ اضيأ نع مهافم ةيبﺗﺮلا ةيمﻻﺳﻺا تيلا روطت ةعيبطلا ةلمتﳌﺢا وا ةرطفلا ةيناسنﻹا ليإ رو ّ◌ طتلا ايجﻹاّب ّ◌ ىذلا يضري اﺑﻪ .اذه عيطتسي نأ يشﱘ ليوحتب ،ـداوها جئاتنلا ةينيدلا ةيمﻻﺳﻺا دبﻻ ةليسوب ةيبﺗﺮلا .امأ مهافها ةبسنلاب ةيفلنخ روﻫﻆ مهف ةمﻷا ءانبو ةيصخشلا ﰲ ليكشت ماظنلا عامتجﻹاي ّ◌ ىلع ساسأ ميمص داؤفلا و ،ةّ◌يهﻻﻹا ىلع ضرغ ءانب عمتﳌﺞا ،لدعلا رومعها راهدزﻹاب ﻳﺬلا هيف ةدعاسﻫﺎ نم ﻟﻼخ ،trisakti ،manipol usdek ،pancasila ،nasakomو .berdikari
xviii
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Untuk mengetahui definisi pendidikan, maka ada dua aspek yang perlu untuk diketahuai, yaitu: Pertama, secara bahasa (etimologi) dan kedua, istilah (terminologi). Walaupun secara sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadianya sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat . Oleh karena itulah pendidikan sering diartikan telah ada sepanjang sejarah peradaban manusia. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Istilah pendidikan menurut Caerter V. Good dalam “dictionary of education” di jelaskan sebagai pedagogi1. Ini berarti mengandung maksud bahwa pendidikan itu hanya menyangkut masalah seni, praktek atau profesi sebagai pengajar (pengajaran) dan hanya berarti ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan methoda-methoda mengajar, pengawasan dan bimbingan murid 2. Akan tetapi menurut Carter bahwa pendidikan itu menyangkut beberapa hal, yaitu proses perkembangan pribadi, proses sosial, dan kemampuan profesional. Lebih luas lagi maknanya sebagaimana definisinya Prof. Rechey, bahwa pendidikan itu berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan 1
Tim Dosen IKIP Malang,1988, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional,Hlm 5 2 Ibid, hlm 6
16
17
dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat. Jadi disini pendidikan adalah suatu proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Namun sebenarya pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang esensi yang
memungkinkan
masyarakat
pendidikan ini mengalami proses
yang
kompleks,
modern,
fungsi
spesialisasi dan melembaga dengan
pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan formal, dan juga tetap berhubungan dengan proses pendidikan in-formal diluar sekolah. Prof. Lodge dalam bukunya ”Philosophi of Education”,juga menyatakan bahwa perkataan pendidikan dipakai kadang-kadang dalam arti yang lebih sempit dan dalam perkataan yang lebih luas.3 Dalam pengertian yang lebih luas, semua pengalaman dapat dikatakan sebagai pendidikan. Seorang anak mendidik orang tuanya, seperti pula halnya murid mendidik gurunya, bahkan seekor anjing mendidik tuanya. Segala sesuatu yang kita katakan, pikirkan , kerjakan kita lakukan adalah semuanya mendidik kita. Dalam pengertian yang lebih luas ini, hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah hidup itu sendiri. Sedangkan dalam pengertian yang lebih sempit
pendidikan dibatasi pada fungsi tertentu di
dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat-istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarkat itu kepada warga masyarakat itu kepada warga masyarakat generasi berikutnya, dan demikian
3
Ibid, hlm 8
18
seterusnya. Dalam pengertian yang lebih sempit ini, pendidikan berarti, bahwa prakteknya identik dengan sekolah, yaitu pengajaran formal dalam kondisi-kondisi yang diatur. Brubacher menambahkan bahwa pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dengan alam, dengan teman, dan dengan alam semesta4. Pendidikan merupakan pula perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi manusia, moral , intelektual, dan jasmani (pancaidra), untuk kepribadian individunya
dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan demi
menghimpun
semua aktivitas tersebut bagi tujuan hidupnya (tujuan
terakhir). Pendidikan
adalah
proses
dalam
mana
potensi-potensi
ini
(kemampuan, kapasitas) manusia yang mudah mempengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik, oleh alat (media) yang disusun sedemikian rupa dan dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan. Pendidikan juga berarti pembangunan kembali atau penyusunan kembali
pengalaman
sehingga
memperkaya
arti
perbendaharaan
pengalaman yang dapat meningkat kemampuan dalam menentukan arah tujuan pengalaman selanjutnya. Definisi pendidikan ini menentukan proses dalam diri pribadi manusia, yaitu suatu kemampuan untuk memugar dan meremajakan pengalaman sehingga memungkinkan individu secara
4
Ibid, hlm 6
19
kontinyu tumbuh berkembang .Dengan demikian rumus akhir dari pendidikan sebagai proses adalah terwujudnya manusia dewasa yang sukses dalam kehidupan. Kesimpulan dari para tokoh diatas dapat kita kemukakan sebagai berikut. Pertama, pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadianya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rokhani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indra) serta ketrampilan-ketrampilan-ketrampilan. Kedua, pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggungjawab menetapkan citacita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Ketiga, pendidikan
merupakan
hasil
atau
prestasi
yang
dicapai
oleh
perkembanganya manusia dalam mencapai tujuanya. Prof. Dr. Ahmad Tafsir menambahkan bahwa pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rokani anak didik menuju terbentukya kepribadian yang sempurna 5. Kepribadian yang utama atau dalam pengertian yang lebih luas pendidikan adalah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri,lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain. Sehingga yang menjadi kesimpulan utamanya adalah pendidikan menyangkut persoalan yang luas serta komplek.Pendidikan bukan hanya sifat pengajaran yang hanya mewariskan kemampuan kognitif saja akan 5
Ahmad Tafsir,1992, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, P.T Remaja Rosda Karya , hlm, 25-26
20
tetapi adalah usaha pengerahan seluruh potensi manusia-yang fitrah- dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga pendidikan nantinya berfungsi sangat erat dengan tingkat kebutuhan masyarakat dan sekaligus sebagai proses penyadaran sosial yang signifikan. Dalam Islam pada mulanya pendidikan disebut dengan kata “Ta‟dib”, kata ini mengacu pada pengertian yang lebih tinggi, dan mencakup unsurunsur pengetahuan („ilm), pengajaran (ta‟lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Akhirnya peredarannya, tak dikenal lagi, sehingga para ahli didik Islam bertemu dengan istilah At Tarbiyah atau tarbiyah, sehingga sering disebut Tarbiyah, sebab kata ini asal katanya dari “Rabba-YurabbiTarbiyatan”, yang artinya tumbuh dan berkembang. Maka dengan demkian populerlah istilah “tarbiyah” diseluruh dunia Islam untuk menunjuk kepada pendidikan Islam. Untuk memahami pengertian pendidikan agama Islam secara mendalam, penulis akan mengemukakan beberapa pendapat tentang pendidikan agama Islam. Djumberansjah Indar. Dalam bukunya ilmu pendidikan Islam, mengatakan : “Pendidikan agama Islam atau At-Tarbiyah Al-Islamiyah adalah merupakan usaha untuk membimbing dan mengerjakan serta mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi orang yang berkepribadian muslim, artinya bahwa bimbingan dan pengarahan itu tentu saja berdasarkan ajaran agama Islam.6 Pengertian lain yang sama juga dikemukakan oleh Syaifuddin Anshori dalam bukunya Wawasan Islam Pokok Pikiran Tentang Islam bahwa 6
Djumberanjah Indar, 1994, Filsafat Pendidikan Islam, Usaha Nasional,Surabya, hlm 8
21
“Pendidikan Agama Islam ialah suatu pendidikan yang materi didiknya adalah Al-Islam (Aqidah, Syari‟ah dan Akhlak)”. 7Demikian juga pengertian yang dikemukakan oleh Ahmad Daeng Marimba, dalam bukunya Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju terciptanya kepribadian utama menurut ukuran Islam.8.Kepribadian utama yang dimasudkan tersebut tak lain adalah akhlak utama dalam Islam. Selanjutnya menurut Abdul Rahman dalam bukunya Pendidikan Agama Islam “Usaha-usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta menjadikannya Way Of Live (jalan kehidupan)”. Sedangkan menurut Dr. Oemar Muhammad AtTaumy Ash Syaibany mengatakan: “Pendidikan agama adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam sekitarnya melalui proses kependidikan”. Mendidik adalah membentuk manusia untuk menjadi manusia untuk menempati yang tepat dalam susunan masyarakat dan berleku secara proposional (tuntunan hasil pendidikan Islam) sesuai dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dikuasainya. Menurut Amir Daim Indra Kusuma, mengatakan bahwa pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak didik dalam pertumbuhan jasmani maupun 7
H. Endang Syaifuddin Anshari,1990,Ilmu, Filsafat Dan Agama,P.T.Bina Ilmu, Surabaya,hlm 186 8 Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, P.T Al-Ma’arif, Bandung , hlm 23
22
rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa. Abdur Rahman Shaleh mengatakan bahwa pengertian pendidikan agama adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik supaya kelak selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta menjadikannya sebagai way of life (jalan kehidupan). Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian bahwa : “Pendidikan Islam sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan jasmani, rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah, mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasah dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.”9 Berlandaskan definisi di atas, jelaslah bahwa proses pendidikan merupakan rangkaian usaha, membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual, sosial serta alam dalam hubungannya dengan alam sekitar dia berada. Proses kependidikan Islam senantiasa berada di dalam nilai-nilai Islam dan berupaya menanamkan akhlaqul karimah. Ditinjau dari beberapa definisi Pendidikan Agama Islam diatas dapat di simpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut 1) Pendidikan Islam merupakan usaha sadar pendidik dalam rangka mencapai keseimbangan pertumbuhan jasmani dan rohani peserta didik sesuai dengan ajaran Islam.
9
H.M Arifin, 1997, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara,Jakarta, hlm 94
23
2) Usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku individu untuk mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam melalui proses latihan-latihan akal pikiran (kecerdasan), kejiwaan, keyakinan, kemauan, dan perasaan serta panca indera dalam seluruh aspek kehidupan manusia. 3) Bimbingan secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar) baik secara individu maupun kelompok, sehingga mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh dan benar. 4) Adanya suatu usaha yang dilaksanakan seseorang (pendidik) untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan jasmani dan rohani anak menurut ajaran Islam. 5) Adanya tujuan yang ingin di capai dalam usaha mengarahkan dan mengubah tingkah laku individu yang sesuai dengan ajaran Islam. 6) Adanya hasil yang dicapai yaitu perubahan pada diri individu yang dinyatakan dalam cara-cara tingkah laku hal ini dapat di lihat dalam kehidupan sehari-hari yang senantiasa memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam.secara utuh dan benar. 2. Dasar Pendidikan Agama Islam Yang dimaksud dasar ialah sesuatu yang dikuatkan bagi tegaknya suatu bangunan atau lainnya. Misalnya rumah, gedung sekolah maka fondasilah yang menjadi dasarnya. Begitu pula dalam pendidikan agama
24
Islam harus mempunyai dasar yang kuat agar tidak mudah terombangambing oleh sesuatu. Dasar pendidikan agama di Indonesia, erat kaitannya dengan dasar pendidikan nasional yang menjadi landasan terlaksananya pendidikan bagi bangsa Indonesia, karena Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang ikut berperan dalam tercapainya tujuan Pendidikan Nasional. Yang dimaksud dengan dasar Pendidikan Agama Islam disini adalah sesuatu yang menjadi sumber kekuatan dan ketekunan dilaksanakannya pendidikan agama10. Jadi, dengan demikian, dasar dan tujuan Pendidikan Agama Islam merupakan masalah yang fundamental dalam pelaksanaan pendidikan agama, karena dasar dan tujuan karena dasar dan tujuan pendidikan agama akan menentukan isi corak pendidikan agama. Kita ketahui bahwa dasar dari ajaran agama Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw.Maka jelaslah bahwa dasar dari Pendidikan Islam adalah juga Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Secara lebih lanjut landasan Ideal dalam Pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 1) Al-Qur’an 2) Sunnah 3) Kaul Sahabat 4) Nilai dan dan adat istiadat kebiasaan 5) Hasil dari pemikiran para ahli-ahli Pendidian Islam 6) Ra‟yu (pengembangan akal) 10
Abu Ahmadi,1985, Kurikulum Pendidikan Islam, Bina Ilmu, Surabaya, hlm, 63
25
Adapun sebagai landasan operasioanal demi untuk melakukan inovasi (pengembangan) ke arah yang lebih sempurna dan sesuai dengan ajaran Islam dan perkembangan tuntutan perubahan umat Islam, maka perlu adanya landasan operasional yang bersifat penjabaran dari landasan Ideal seperi yang tercantum diatas.Landasan operasional tersebut antara lain adalah faktor; 1) Historis 2) Sosial 3) ekonomi 4) Dan kemajuan imu pengetahuan dan tekhnologi.11 Di negara kita, Indonesia, masalah pendidikan sangat diperhatikan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Tap. MPR RI No. II / MPR / 1993 tentang GBHN yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan pandangan dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam mempunyai status yang sangat kuat. Adapun dasar pelaksanaan tersebut dapat di tinjau dari beberapa segi, yaitu : a. Yuridis Yang di maksud dengan dasar yuridis adalah peraturan dan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama 11
hlm 45
Drs.Hery Noer Aly,MA, 1999,Ilmu Pendidikan Islam,P.T Logos Wacana Ilmu, Jakarta,
26
di wilayah suatu negara. Adapun dasar dan segi yuridis di Indonesia adalah : a. Pancasila b. UUD 1945 c. Garis-garis Besar Haluan Negara b. Dasar Religius Mengenai dasar pendidikan agama Islam ini adalah Al-Qur’an dan hadits, yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Petunjuk AlQur’an secara mendasar memberikan pengertian tentang wawasan kependidikan meliputi beberapa berikut : a. Prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan dengan segala yang ada di dalam jagat raya ini, termasuk unsur-unsur materiil, spiritual, benda dan manusia. b. Mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik secara perorangan maupun kelompok. c. Mengandung nilai-nilai spiritual dan akhlak. d. mengatur kehidupan manusia di dunia untuk mempersiapkan kehidupan di akherat. e. Mengandung ajakan kepada manusia untuk mengembangkan dirinya ke arah kehidupan yang lebih dan sempurna. f. Menuntun tingkah laku manusia dengan segala aspek yang ada pada dirinya.
27
g. Memberikan petunjuk tentang hak dan kewajiban manusia dalam kehidupandi dunia dan akherat. h. Memberi petunjuk kepada manusia dan jagat raya atau alam semesta ini merupakan satu kesatuan.12 Dengan
demikian
Al-Qur’an
merupakan
kitab
yang
mengandung nilai-nilai dan norma-norma untuk mengembangkan kehidupan manusia ke arah kesempurnaan atau manusia dalam arti seutuhnya yaitu manusia sebagai makhluk individu, sosial, berakhlak atau bermoral dan sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Menurut Dr. Zakiah Darajat dkk, dasar
pendidikan Islam
terdiri dari Al Quran dan As Sunnah Nabi Muhammad SAW. yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al-maslahah, al-mursalah, ihtisan, qiyas dan sebagainya .13 c. Dasar Psikologis Manusia secara psikologis di dalam kehidupannya selalu membutuhkan suatu pegangan hidup yang disebut agama. Dan merasakan di dalam jiwanya ada perasaan mengakui Zat Yang Maha Kuasa tempat berlindung dan memohon pertolongan. Hal semacam ini terjadi pada masyarakat yang primitip maupun masyarakat modern. Mereka akan merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Dzat Yang Maha Kuasa itu. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Surat Ar Raad:28 12 13
Siti Kusrini, 1991, Metodelogi Belajar Mengajar, IKIP Malang,Malang, hlm 8 Zakiah Darajat, 1982, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, hlm19
28
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram denga mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram”14. Oleh karena itu manusia kan selalu berusaha untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Hanya saja cara mereka mengabdi dan mendekatkan diri pada Tuhan itu sesuai dengan agama yang dianutnya. Itulah sebabnya bagi orang-orang muslim diperlukan adanya pendidikan agama Islam, agar dapat mengarahkan fitrah mereka tersebut kearah yang benar, sehingga mereka akan dapat mengabdi dan beribadah sesuai dengan ajaran Islam. 3. Tujuan Pendidikan Islam Prof. Dr. Hasan Langgulung, mengatakan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah : 1. Persiapan untuk hidup dunia akherat 2. Perwujudan diri sesuai dengan pandangan Islam 3. Kesiapan untuk menjadi warga negara yang baik 4. Perkembangan yang menyeluruh bagi pribadi pelajar 15 Dari pendapat ini terdapat suatu bentuk tujuan yang diharapkan dari pendidikan Islam yang meliputi tujuan yang bersifat vertikal dan tujuan yang bersifat horisontal yang terbagi menjadi tujuan yang bersifat sosial, yaitu mampu menempatkan diri sebagai bagian masyarakat dan negara, dan tujuan bagi berkembangnya fitrah manusia secara menyeluruh.
14
Departemen Agama, AL-Qur’an dan Terjemahan. (Bandung: Jumunatul Ali Art, 2005), hlm. 373 15 Hasan Langgulung, Paradigma Pendidikan Islam, Rosda Karya, 1999. Bandung. hlm179
29
Pendidikan karakter atau pendidikan watak sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli dianggap sebagai hal yang niscaya. John Dewey, misalnya, pada tahun 1916, pernah berkata,”Sudah barang lumrah dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak merupakan tujuan umum pengajran dan pendidikan budi pekerti disekolah.”16 Dalam hal ini M. Athiyah Al-Abrasyi dalam buku dasar-dasar pokok pendidikan Islam, mengemukakan bahwa tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam adalah : 1. Untuk membentuk ahlaq yang mulia 2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akherat 3. Persiapan mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan 4. Untuk menumbuhkan semangat ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri 5. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, tehnis supaya dapat menguasaiprofesi tertentu, dan ketrampilan tertentu agar ia dapat mencapai rizki dalam hidup di samping memelihara kerohanian17 Itulah beberapa tujaun akhir pendidikan Islam yang pada dasarnya hampir sama yaitu membentuk manusia muslim seutuhnya, sebagaimana pendapat Ahmad D. Marimba, bahwa :
16
Frank. G. Goble, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta Penerbit Kanisius, 1991), hlm. 270 17 Zuhairini Dan Abdul Ghafir,1993, Methodologi Pendidikan Agama,Ramadhani, Solo, hlm,7
30
“Tujuan dari usaha pendidikan adalah terbentuknya manusia yang berkepribadian yang menganut kepribadian yang utama, suatu kepribadian yang menganut hukum-hukum Islam, atau kepribadian muslim.” 18 Jelaslah bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian yang utama menurut ukuran-ukuran Islam, kepribadian utama yang dimaksud adalah kepribadian muslim, yakni kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam. Sedangkan sumber kebenaran dalam Islam adalah Al Quran yang merupakan sumber nilai-nilai Islam yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya. Teramat singkat sebenarnya menjelaskan pendidikan Islam dari aspek pengertian, tujuan atupun dasarnya saja , kerena pendidikan Islam menyangkut berbagai hal yang bersifat filosofis atau sampai pada tataran operasioanal yang menyangkut seluruh potensi tantangan dan perkembanganya. Kebebasan untuk mencari hakikat sesuatu merupakan adat kebiasaan sejak awal19, artinya kebenaran menjadi tujuan akhir pula dari proses pendidikan Islam dan yang lebih penting lagi adalah bahwa maju mundurnya negara sangat tergantung dari maju mundurnya pendidikan20 B. Konsep Pendidikan Karakter 1. Pengertian dan Makna Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-
18
Ahmad Daeng Marimba,Op.Cit,hlm, 23 Fathiyah Hasan, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Perhimpunan Pengembangan Pesantren Dan Masyarakat,Jakarta, 1986, halaman 7 20 Amir Daim Indra Kusuma,1987, Pengantar Ilmu Pendidikan,FP -IKIP Malang, Terbitan III, halaman 39 19
31
nilai karakter pada peserta didik, mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekat, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.21 Menurut
Akhmad
Sudrajat,
agar
lebih
memahami
makna
pendidikan karakter, terlebih dahulu harus mengerti makna dari karakter itu terlebih dahulu. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Sementara yang disebut dengan berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, Bersifat, bertabiat, dan berwatak.22 2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: 1. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; 2. Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; 3. Mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.23
21
Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: Laksana, 2011), hlm, 19 22 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasi Dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 8 23 Tim Penyusun, Panduan Pelaksanaan Pendidikan karakter, (Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2011), hlm, 3
32
Pendidikan
karakter
berfungsi 1. Membangun
kehidupan
kebangsaan yang multikultural: 2. Membangun peradaban bangsa yang cerdas,
berbudaya
luhur,
dan
mempu
berkontribusi
terhadap
pengembangan kehidupan umat manusia, mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik dan keteladanan
baik;
3.
Membangun
berperilaku
baik
serta
sikap warganegara yang mencintai
damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.24 3. Pilar-Pilar dan Nilai dalam Pendidikan Karakter Menurut Zubaedi, pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar `karakter dasar. Karakter dasar tersebut menjadi tujuan pendidikan karakter, diantaranya adalah: 1. Cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya; 2. Tanggungjawab, disiplin, dan mandiri; 3. Jujur; 4. Hormat dan santun; 5. Kasih sayang, peduli dan kerjasama; 6. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; 7. Keadilan dan kepemimpinan; 8. Baik dan rendah hati; 9. Cinta damai dan persatuan.25 Pendidikan karakter di Indonesia selain mengambil dari nilai-nilai universal agama pada dasarnya merupakan pengembangan dari nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa, budaya, dan nilainilai dalam tujuan pendidikan nasional. Pertama, agama. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat beragama.26 24
Oleh
karena
itu
Ibid, hlm, 5 Ibid 26 Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Jogjakarta: ArRuzz Media, 2011), 29. 25
33
kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa, selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Maka dari itu nilai- nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai keagamaan. Kedua, Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-pinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pendidikan karakter bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik maka sewajarnya nilai ini diambil sebagai nilai pilar pendidikan karakter. Ketiga, budaya. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Maka demikian penting nilai budaya ini menjadi sumber bagi pendidikan karakter. Keempat, tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional atau yang lebih akrab disebut sebagai UU SISDIKNAS mencantumkan tujuannya dalam pasal 3. “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.27 Oleh karena itu tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan karakter.
27
Undang-Undang Sisdiknas, hlm 17
34
Menurut Suyanto, terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai- nilai luhur universal. Sebagai berikut: 1. Cinta Allah dan segenap ciptaan-Nya; 2. Kemandirian dan tanggungjawab; 3. Kejujuran/amanah; 4. Hormat dan santun; 5. Dermawan, suka menolong dan kerjasama; 6. Percaya diri dan pekerja keras; 7. Kepemimpinan dan keadilan; h. 8. Baik dan rendah hati; 9. Toleransi, kedamaian, dan kesatuan.28 Dalam UU No. 20 Thn 2003 Tentang Sisdiknas pasal I ayat I menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”29. UU Sisdiknas pasal tiga juga menyebutkan Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi 28 29
Ibid, hlm. 29 UU ISDIKNAS, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 3
35
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab 30. Itu artinya dalam membentuk karakter anak didik harus dicapai dari pendidikan. Indonesia mengenal dualisme pendidikan yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama. Dalam kementerian agama Indonesia mengenal lembaga pendidikan Islam. Secara spesifik pendidikan Islam mengharuskan terjadinya proses internalisasi nilai ketuhanan (ilahiah) pada diri manusia secara bertahap sesuai tugas perkembangannya. Pada tujuan inilah semestinnya akan terbentuk kepribadian manusia yang utuh secara lahir dan batin yang menampakkan corak wataknya dalam amal perbuatan dan tingkah laku. Ini adalah suatu pola kehidupan ideal yang hendak dibentuk melalui proses pendidikan yang Islami. 4. Nation and Character Bulding Definisi Bangsa atau Nations menurut Anthony D.Smith adalah suatu komunitas manusia yang memiliki nama, mitos sejarah bersama, budaya yang umum, pereokonomian bersama, hak dan kewajiban bersama, dan menguasai suatu tanah air. Anthony D.Smith juga menyebutkan bahwa pandangan terhadap
bangsa
merupakan
salah
satu
identitas
nasional.
Dalam
mengembangkan sistem klarifikasinya. Smith juga menjelaskan tentang Nasionalisme karena dalam suatu bangsa harus tumbuh rasa cinta terhadap
30
Ibid, hlm 7
36
tanah airnya yaitu harus memiliki rasa nasionalisme.31 Momen kelahiran nation memang tidak pernah teridentifikasi secara gamblang. Nation lahir sebagai sebuah produk (strategi), karena itu kematiannya juga terjadi karena diproduksi, bukan terjadi sendiri secara alamiah. Kematiannya disebabkan suatu tindakan, keputusan, atau strategi (sosial-budaya-politik) tertentu. Surutnya perasaan kesatuan sebagai nasion, kaburnya cita rasa akan identitas sebagai bangsa-entah secara spatial maupun kultural-atau memudarnya kesatuan cita-cita yang hendak diraih, selalu disebabkan rangkaian tindakan, keputusan, atau strategi sosial, budaya atau politik tertentu. Nasionalisme mempunyai pengertian nation yang berarti bangsa. Bangsa mempunyai dua pengertian, yaitu: dalam pengertian antropologis serta sosiologis, dan dalam pengertian politis. Dalam pengertian antropologis dan sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan-hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah dan adat istiadat. Bangsa dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam satu daerah yang sama, dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai satu kekuasaan tertinggi keluar dan kedalam32. Mengenai difinisi nasionalisme, banyak rumussan yang di kemukakan oleh tokoh, di antaranya adalah:
31
Antony D. smith, Theories of nationalism, New York, Harper and Row, 1972, hlm. 56 Aminuddin Nur, Pengantar Studi Sejarah Pergerakan Nasional, Pembimbing Massa, Jakarta. 1967, hlm 87 32
37
1. Huszer dan Stevenson Nasionalisme adalah yang menentukan bangsa mempunyai rasa cinta secara alami kepada tanah airnya. 2. L. Stoddard Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, di anut oleh sejumlah besar manusia perseorangan sehingga mereka membentuk
suatu
kebangsaan.
Nasionalisme
adalah
rasa
kebersamaan segolongan sebagai suatu bangsa. 3. Hans Khon Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik, dan bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan dan kesejahteraan ekonomi.33
Pengertian Charakter Building dalam segi bahasa, Charakter Building atau membangun karakter terdiri dari 2 suku kata yaitu membangun (to build) dan karakter (character) artinya membangun yang mempunyai sifat memperbaiki, membina, mendirikan. Sedangkan karakter adalah tabiat, watak, aklak atau budi pekerti yang membedakan seserang dari yang lain. Dalam konteks pendidikan pengertian Membangun Karekter (character building) adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi
33
Yatim, Badri. Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, Logos Wacana, Jakarta, Cet.I, 1999, hlm. 57
38
pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai pancasila.34
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa upaya membangun karakter akan menggambarkan hal-hal pokok sebagai berikut:
a) Merupakan suatu proses yang terus menerus dilakukan untuk membentuk, tabiat, watak dan sifat sifat kejiwaan yang berlandaskan kepada semangat pengabdian dan kebersamaan. b) Menyempurnakan karakter yang ada untuk terwujudnya karakter yang diharapkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. c) Membina karakter yang ada sehingga menampilkan karakter yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dilandasi dengan nilai – nilai falsafah bangsa yaitu Pancasila.
melaksanakan
kegiatan
berorganisasi,
baik
dalam
organisasi
pemerintahan maupun organisasi swasta dalam bermasyarakat. Maka karakter manusia merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka mewujudkan cita-cita dan perjuangan berbangsa dan bernegara guna terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan pancasila dan UUD 1945.
34
Sulistiawati, Pendidikan Kewarganegaraan, Diva Press, Jogjakarta, 2007, hlm. 23
39
Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan kualitas manusia maka karakter mempunyai makna sebuah nilai yang mendasar untuk mempengaruhi segenap pikiran, tindakan dan perbuatan setiap insan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam hal ini adapun nilai-nilai dalam pembangunan karakter yang dimaksud adalah :
a. Perjuangan b. Semangat c. Kebersamaan dan Gotong Royong d. Persatuan dan Kesatuan e. Sopan Santun f. Kekeluargaan g. Tanggung Jawab
Nilai-nilai seperti tersebut apabila dilihat lebih cermat dalam kondisi saat ini nampaknya cenderung semakin luntur hal ini dilihat semakin jelas contoh diantaranya makin maraknya tawuran antar pelajar, konflik antar masyarakat, maraknya korupsi di lingkungan pemerintah dan lain sebagainya. Kondisi yang seharusnya tetap dijaga dan dilestarikan sebagai wujud untuk meningkatkan rasa kepedulian, kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara haus tetap di jaga dan dilestarikan.
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam sebuah penulisan karya ilmiah terdapat dua metode yang digunakan. Pertama adalah “Library Reseach”, yaitu pemikiran yang didasarkan pada studi leteratur (pustaka) dan yang kedua, yaitu pendekatan “Field Reseach” atau pendekatan kajian yang didasarkan pada studi lapangan. Dengan membatasi objek studi dan sifat permasalahanya, maka dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode “library reseach” atau penelitian berdasarkan literatur. Library reseach adalah termasuk dalam jenis penelitian Kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat induktif bertolak dari data yang bersifat khusus, untuk menemukan kesimpulan umum. Lebih lanjut sebagaimana yang disampaikan oleh Hadari Nawawi dan Hj. Nini Martini dalam bukunya “Penelitian Terapan” bahwa: Penelitian kualitatif tidak bekerja dengan menggunakan data dalam bentuk atau yang ditranformasikan menjadi bilangan atau angka, tidak diolah dengan rumus dan tidak ditafsirkan/diintrepetasikan sesuai ketentuan statistik/matematik. Sebuah rangkaian kerja atau proses penelitian kualitatif berlangsung serempak dilakukan dalam bentuk pengumpulan atau pengolahan dan mengintrepetasikan sejumlah data yang bersifat kualitatif. 1 Cara lain yang berkaitan dengan metode ini adalah metode”menemukan” dengan menganalisa data yang diperoleh secara sistematis.2 Maka dengan demikian penulisan penelitian ini dilakukan berdasarkan studi terhadap beberapa bahan pustaka yang relevan, baik yang mengkaji secara khusus 1
Hadari Nawawi dan Hj.Mimi Martini, 1994, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajah Mada Univercity Press), hlm. 176 2 Lexi J. Moleong, Methodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm 17.
39
40
pemikiran Soekarno tentang Islam dan kemudian menemukan pemikiran Seokarno tentang pendidikan Islam. B. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian Dalam judul yang kami ajukan tersebut di atas, maka penelitian ini dispesialisasikan pada objek kajian Pemikiran Soekarno tentang Pendidikan Islam sebagai Konsep Dasar Nation And Character Building. Dan nantinya juga akan ditarik kesimpulan dari pemikiran Ir. Soekarno mengenai pemikirannya tentang Islam, pemikirannya tenttang pendidikan Islam dan yang konsep yang melatarbelakangi munculnya nation and character building. C. Sumber Data. Menurut Loflank, sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Lexi J. Moleong, M. A menyatakan: Bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Walaupun dikatakan bahwa sumber data diluar kata dan tindakan merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. Kalau yang diteliti merupakan seseorang yang sudah wafat, maka sumberdata berupa tulisan adalah menjadi sumber data utama3 Al-Zastrauw menyatakan pula bahwa pengetahuan yang
diumumkan
ialah lepas dari penggagasnya,4 artinya penafsiran terhadapnya sangat membuka peluang yang dialogis untuk dicoba untuk diexplorasi sesuai dengan tingkat otensitas terhadap karya tersebut. Dengan mengikuti kesesuaian sifat dan jenis metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini, maka sumber 3
Ibid Al-Zastrouw, Gus Dur Siapa Sih Engkau (tafsir teoritik atas tindakan dan pernyataan Gus Dur), (Jakarta, P.T. Gelora Aksara Pratama, 1999), hlm. 3 4
41
data merujuk pada data Primer
yaitu : buku Ir. Soekarno yang berjudul
“Dibawah Bendera Revolusi” . Saudara-saudara! Kita sekarang ini, sebagai sudah sering saja katakan dalam pidato-pidato, berada dalam tingkatan kedua daripada Revolusi kita, jaitu “Nation building”. Tingkatan membina natie, tingkatan membina bangsa. Perdjoangan membebaskan Irian Barat merupakan satu fundamentil daripada Nation bulding kita, bahkan djuga satu dasar fundamentil Character building Indonesia. Sedjak dulu mula kita menjubur-njuburkan karakter-tulen kepada bangsa Indonesia, djauh daripada opportunisme, djauh daripada djiwa pendjiplak, djauh daripada Sklavengeist, atau djiwa budak-belian jang tidak mengenal kehormatan. kalau belakangan ini ada seorang moralis-politikus5 berkata”A nation with character is worth to ive for, is worth to sacrifice for”, “satu bangsa jang berkarakter pantas kita sadjikan hidup dan korbanan kepadanja”, maka kita telah mentjam-mentjam keagungandjiwa jang demikian itu kepada Rakjat Indonesia djauh sebelum “Sturm Uber Asien” menderu-deru diangkasa Timur! Itulah sebabnja kita membantu perdjoangan lain-lain bangsa jang menentang koloniaalisme, dengan tidak memperdulikan bangsa itu apa warna kulitnja atau apa tjorak agamnja.6 Disamping juga menggunakan data Sekunder yang merupakan data-data yang diambil dari buku-buku pustaka yang relevan dengan objek permasalahan yang dikaji. Karena menurut Prof. DR .Winarno Surakhmad,M.Sc.Ed. bahwa “sumber primer adalah sumber asli dari tangan penyelidik dan sumber data sekunder adalah dari tangan kedua “.7 Ini bisa ditafsirkan, sumber asli (data primer) adalah buku tulisan asli Soekarno, dan sumber sekundernya adalah buku “tentang” Soekarno yang ditulis oleh Syamsul Kurniawan dan Badri yatim.
5
Penulis mengartikan Moral-Politikus adalah seseorang yang mempunyai etika dalam menjalankan kehidupan berpolitik. 6 Sukarno, Dibawah Bendera Revolusi, Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revulusi, Jakarta, 1964, hlm. 300 dan hlm 498 7 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung, Tarsito, 1990), hlm. 16
42
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumenter, yaitu dikumpulkan dari beberapa buku lain, makalah atau artikel, majalah, jurnal, web (internet), ataupun informasi lainya yang berhubungan judul penulisan baik yang telah dipublikasikan atau yang masih diarsipkan (dalam hal ini yang berhubungan dengan rangkaian pemikiran yang telah membahas tentang pemikiran Soekarno). Sebagaimana pemikiran M.Iqbal Hasan, studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditunjukan pada sebuah penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat erupa buku harian, surat pribadi, notulen rapat, catatan khusus dalam pekerjaan sosial dan dokumen lainnya.8 E. Analisa Data. Secara umum, analisa data dalam penelitian kualitatif bergerak secara induktif, yaitu dari data/fakta ke tingkat abtraksi yang lebih tingggi.9 Sesuai dengan jenis dan sifat dari data yangdiperoleh dari penelitian ini, maka teknik analisa yang digunakan adalah “ Content Analisis” atau analisis isi. Dengan teknik ini maka data kualitatif tekstual yang diperoleh di kategorikan dengan memilah antara data yang sejenis dengan menganalisis secara kritis untuk mendapatkan suatu formula analisa dari pemikiran Soekarno melalui thema” pemikiran Soekarno tentang Pendidikan Islam sebagai Konsep Dasar Nation And Character Building” yang selanjutnya didiskusikan melalui 8
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan aplikasi, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002), hlm 83 9 Sanapiah Fsaisal,1990, Penelitian Kualitatif (dasar-dasar aplikasi), Malang, YA3, hlm. 3
43
sharing pendapat (reflektif thingking) guna mencapai kesimpulan dari permasalahan diatas. F. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan yang harus mampu mendemontrasikan nilai yang benar, mampu menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusankeputusannya.10 Dapat dikatakan, bahwa dalam penulisan karya ilmiah memerlukan data atau literatur yang valid dan akurat, sehiungga diperlukan hal-hal yang dapat menegaskan bahwa data itu memang benar-benar valid dan akurat. Maka pengecekan keabsahan data dipandang penting untuk dilakukan, karena hal itu merupkan salah satu syarat dalam sebuah penelitian. Untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Adapun kriteria pengecekan keabsahan data sebagaimana diterangkan dibawah ini11 1. Kriteria derajat kepercayaan (kreadibilitas), pada dasarnya kriteria ini menggantikan konsep validitas onternal dari non kualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat
kepercayaan
kepenemuannya
dapat
tercapai,
untuk
mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dngan 10 11
Leky J. Meleong, Op.Cit, hlm. 320-321 Ibid., hlm 324
44
jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Kriteria ini pada hakikatnya menyerahkan sepenuhnya pada pribadi peneliti yang lain, karena hanya sifatnya hanya berdasar kepercayaan, maka seorang peneliti diharuskan memaparkan data yang didapat dengan apa adanya, sehingga dapat menyakinkan peneliti lain untuk memberikan kepercayaan kepada data yang didapat. Oleh kerena itu, langkah ini dilakukan dengan cara menggali sumber literature yang pernah ditulis oeh orang yang benar-benar dapat dipercaya keabsahan dan kevalidan dari tulisan tersebut. 2. Kriteria kebergantungan, kriteria ini merupakan substansi istilah relabilitas dalam peneliti yang nonkualitatif. Dijelaskan bahwa kriteria ini antara data dari peniliti satu dengan yang lain saling bergantungan, dimana jika ada dua atau beberapa kali diadakan pengulangan suatu studi dalam suatu kondisi yang sama dan hasilnya secara esensial sama, maka dikatakan reliabilitasnya berhasil dan tercapai. 3. Kriteria kepastian, kriteria ini berasal dari konsep objektifitas menurut nonkualitatif. Adapun penjelasannya adalah pengalaman seorang itu subjektif, namun jika disepakati oleh beberapa orang, maka pengalaman itu dapat dikatakan objektif dan dapat dijadikan data. Jadi objektifitas dan subjektifitas itu tergantung oleh seseorang.dengan demikan, objektifitas
45
dan subjektifitas merupakan sebuah kepastian yang digunakan dalam memperjelas pengabsahan sebuah data yang diperoleh peneliti untuk melengkapi sebuah penelitian. G. Tahap-tahap penelitian 1. Tahap Pra Penelitian Dalam kegiatan pra penelitian, peneliti menyusun kerangka rancangan (Proposal) penelitian, agar dalam penelitian selanjutnya tidak terjadi pelebaran pembahasan. Selanjutnya mengumpulakan buku-buku dan semua bahan-bahan lain yang diperlukan untuk memperoleh data. 2. Tahap Pekerjaan Penelitian Pada tahap yang kedua ini, peneliti membaca buku-buku atau bahan-bahan yang berkaitan lalu mencatat dan menulisnya yang diperoleh dari sumber penelitian. Lalu berusaha menyatukan sumber yang ada untuk dirancang. Selanjutnya, kegiatan terakhir pada tahap ini membuatn analisis embahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan fokus penelitian yang merupakan jawaban dari rumusan masalah. 3. Tahap Analisis Data Pada tahap ini peneliti melakukan pengorganisasian data, lalu memeriksa keabsahan data, selanjutnya yang terakhir adalah penafsiran dan pemberian makna terhadap data yang diperoleh. 4. Penyususnan laporan penelitian berdasarkan data yang telah diperoleh. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari rangkaian pada suatu penelitian. Kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing,
46
selanjutnya melakukan perbaikan-perbaikan sampai pada terselesaikannya penyusunan laporan ini. H. Rancangan Penelitian Sebagai penjelas dari tahap-tahap penelitian, maka penulis akan menyampaikan rancangan penelitian yang dilakukan. Agar kemudian dapat dilihat secara sistematis dan procedural. Adapun rancangan penelitiannya adalah sebagai berikut: 1. Menelaah pendidikan Islam untuk merefleksikan perkembangan pendidikan sesuai dengan dialektika perkembangan zaman. Konsepkonsep ini ditelaah dari buku-buku yang menjadi sumber dan data yang berkaitan dengan judul penulisan. 2. Menelaah pemikiran Ir. Soekarno tentang pendidikan Islam sebagai konsep dasar Nation and Character Building sebagai Indonesia hebat. 3. Mengadakan penelitian secara kritis dan objektif terhadap pemikiran Ir. Soekarno mengenai pendidikan Islam sebagai konsep dasar Nation and Character Building. Dengan mengetahui implikasi tersebut, maka dapat ditetapkan pola-pola pendidikan Islam yang selaras dengan ajaran Islam dan ilmu pengetahuan modern.
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. BIOGRAFI 1. Soekarno Putra Sang Fajar Diawal abad XX bersamaan menyingsingnya fajar diufuk timur tepatnya pada jam setengah enam pagi tanggal enam Juni 1901 kota Surabaya telah menjadi sejarah lahirnya bayi dari pasangan Idayu Nyoman Rai Sremben dengan Raden Sukeni Sastrodiharjo yang mereka namakan Kusno. Dialah putra sang fajar, kakek moyang dari fihak ibu keturunan Bali dengan kasta Brahma, mereka adalah pejuang-pejuang kemerdekaan. Mereka adalah pahlawan dalam perang Puputan. Raja Sisingaraja terakhir adalah paman dari Ibu Idayu Nyoman Rai Sremben. Pada fihak bapak adalah patriot-patriot ulung, nenek dari nenek bapak, kedudukannya dibawah Putri, seorang bangsawan yang mendampingi Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa yang berkobar dari tahun 1825 sampai 1830.1Memang merupakan suatu kebetulan atau suatu takdir bahwa Bung Karno dilahirkan dalam lingkungan kelas yang berkuasa. Namun betapapun asal kelahirannya ataupun nasibnya, pengabdian untuk kemerdekaan rakyat bukanlah suatu keputusan yang cita-cita Ir. Soekarno mewarisinya. Dari ibu dan bapak yang keturunan bangsawan, moyangnya pejuang kemerdekaan, yang tidak mau bangsanya dijadikan jajahan. Walaupun keturunan bangsawan keluarga 1
. Cindy Adam, Bung Karno: Penyambung lidah Rakyat, alih bahasa Mayor Abdul Bar Salim, PT, Gunung Agung, Jakarta,1965, hlm 23-26
47
48
R.Sukeni hidup dalam kemiskinan. Dia bekerja sebagai guru pada sekolah dengan keadaan yang kekurangan, mengakibatkan Kusno menjadi anak yang sakit-sakitan. Pada umur 11 tahun Kusno diserang typus, dua setengah bulan lamanya dia berada dalam ambang kematian. Dari sinilah R. Sukeni yang bekepercayaan theosufi beranggapan bahwa namanya tidak cocok. Dia hidup dalam keadaan sakit-sakitan, maka harus memberi nama lain supaya tidak sakitan-sakitan lagi, maka R. Sukeni mengubah nama Kusno menjadi Soekarno. Memang bukan tanpa alasan R. Sukeni memberi nama Soekarno. Dia adalah pengagum Mahabarata, yang dalam ceritanya ada sosok pahlwan bernama Karna. Dia berharap dan berdo‟a agar Karena kelak menjadi seorang patriot dan pahlawan besar dari rakyatnya. Awalan “Su” pada nama Soekarno merupakan awalan pada kebanyakan nama kami yang berarti baik, paling baik. Jadi Soekarno adalah pahlawan yang paling baik.2 Memang bukanlah suatu kebetulan atau memang sudah takdir bahwa Soekarno dikemudian hari menjadi pemimpin bangsa yang sesuai dengan makna namanya. Soekarno muda merupakan sosok yang hidup dalam tekanan kehidupan yang keras namun penuh kasih sayang, hidup dalam kekurangan namun penuh dengan rasa percaya diri.
2
. Ibid, hal 36.
49
Soekarno kecil bisa sekolah menjadi murid Inlandsche School. Dimana bapaknya bekerja menjadi seorang manteri guru. Dalam fenomena saat itu rakyat pribumi tidak boleh menikmati pendidikan di Sekolah Rendah Belanda kecuali dari golongan bangsawan. Memang sekolah bagi pribumi hanya dibatasi sampai disekolah rendah dan apabila melanjutkasn ke sekolah selanjutnya harus tamatan dari Sekolah rendah
Belanda.
Menginjak
ke
Sekolah
Menengah
Soekarno
dimasukkan ke sekolah menengah yang tertinggi di Jawa Timur yaitu Hogere Burger School di Surabaya. Diwaktu sekolah inilah Soekarno tinggal dirumah H.O.S Cokroaminoto, dialah orang yang kemudian merobah seluruh kehidupannya. Disinilah Soekarno mulai berkenalan dengan dunia intelektual, dunia pemikiran, pemikiran bagi bangsanya. Ditempat Pak Cokro inilah tokoh-tokoh politik berkumpul seperti Muso dan Alimin mereka saling tukar pikiran demi melepaskan bangsa dari penjajah. Dalam bidang Ideologi Soekarno sering di sebut dengan manusia sintesa, karena ia merupakan personifikasi dari ketiga aliran Ideologi yang berkembang di Indonesia : Nasionalisme, Islam dan Komunisme. Maka dalam bidang ke-Islaman ia oleh Clifford Geetrs sebagai personifikasi yang dapat mewakili corak beragama bangsa Indonesia. Ayahnya sering berkata kepad Soekarno “Jangan lupa
50
kepada Gusti Yang Maha Suci”, sedang ibunya berpesan “Jangan lupa Karno kepada Hyang Widi”.3 Di samping ibu dan ayahnya, Soekarno juga mendapat didikan agama dari Pak Suro. Ketika usia Soekarno 13 Tahun, Pak Suro acap kali menanamkan dalam dirinya. Seperti yang di ceritakan Soekarno sendiri: Gusti Allah berkehendak menggelarkan engkau di dalam dunia ini. Bagaimana caranya? Caranya ialah membuat semacam dapur. Dan yang dijadikan dapur ialah bapak dan Ibumu. Bapak dan Ibumu adalah dapur buatan Gusti Allah untuk mengelarkan engkau ke dunia ini. Dua ini, ketiga Pak Suro berkata, Engkau digelarkan oleh Tuihan dengan melewati dapur bapak ibumu...digelarkan di dunia ini.4 Pengalaman, pendidikan yang diberikan oleh pak Cokro menjadi pondasi terhadap perkembangan jiwa Soekarno untuk lebih mencintai bangsanya, walaupun begitu ia adalah seorang pencinta pada lawan jenisnya. Sebuah realita dimana rumah pak Cokro nasionalisme.
Dengan
bertambahnya
pengalaman
sebagai dapur juga
berarti
tambahnya usia dan habislah masa sekolah di HBS. Sebagai akhir dari jenjang pendidikan sekolah pada tanggal 10 Juni 1921 Soekarno berhasil lulus dari HBS dari sekolah yang telah memberikan makna diskriminasi, dan sekaligus Surabaya sebagai sejarah yang telah menjadikan Soekarno menemukan jati dirinya. Selanjutnya Soekarno meneruskan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung, terhitung mulai bulan Juni 1921 Soekarno masuk di sekolah 3
Yatim, Badri. Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, Logos Wacana, Jakarta, Cet.I, 1999, hlm. 49 4 Ibid, hlm, 50
51
tersebut. Selama masa sekolahnya Soekarno indekos di rumah keluarga Sanusi, yang mana sejarah selanjutnya
ibu kostnya menjadi istri
pertama Soekarno dan sekaligus pengalaman di Bandung merupakan lahirnya ajaran marhaenisme. Pada tanggal 25 Mei 1926 Soekarno resmi memperoleh promosi gelar “Ingeniur” dengan ijazah jurusan Teknik Sipil. Mulai saat itu Soekarno resmi memakai gelar Ir. Raden Soekarno.5 Ir Soekarno tumbuh sebagai seorang pecinta bagi bangsanya, seluruh hidupnya diabdikan kepada bangsa Indonesia. Suka duka seorang penyambung lidah rakyat telah dijalani, masa mudanya dihabiskan pada dunia politik dengan harapan bahwa Indonesia harus merdeka sekarang. Memang resiko yang dihadapi adalah sangat berat, penjara bukanlah barang yang menakutkan. Memang perjuangan beliau bersama founding fathers negeri ini tidak sia-sia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia resmi merdeka dengan adanya Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Semenjak itulah Indonesia dipimpin oleh duet Putra Sang Fajar dan Muhammad Hatta yang ahli tentang ekonomi. Bukan suatu kebetulan atau memang sudah kehendak takdir, tentang apa yang diramalkan dimuka bahwa Soekarno/Putra Sang Fajar akan menjadi pemimpin yang hebat, pemimpin dinegeri Indonesia. Di mana Soekarno mempunyai dua keris, konon, keris itu memberi kekuatan kharismatik pada siapapun yang menyimpan. 5
. Op, Cit, Soekarno Penyambung Lidah Rakyat, hlm. 34
52
Ternyata barang peningalan bung karno di endeh, flores berupa dua buah tongkat, sebuah biola dan lukisan. Kedua tongkat itu, yang satu berbentuk kepala ular Naga (Nagasasra), dan yang satunya berkepala monyet putih (Hanoman) menurut legenda jawa . pusaka naga itu konon memberi kekuatan bagi yang memilikinya, sebagai penguasa dan penahkluk dunia, sedangkan monyet putih adalah lambang penumpasan dan kebathilan serta kesejahteraan. Dan memang kenyataannya, bung karno berhasil menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan dan menjadi pemimpin besar revolusi (PBR).6 Menginjak masa kejayannya pada tahun 1960 – 1965 dengan semangat revolusi yang menggetarkan dunia telah menjadi bumerang bagi dirinya, pemerintahannya dan bangsa Indonesia umumnya, karena revolusi yang dibangun untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia yaitu tercapainya masyarakat yang adil, makmur berkesejahteraan atau menurut beliau “sosialisme ala Indonesia” telah mengundang musuh yang banyak. Terutama negara-negara kapitalis yang merasa mendapat tantangan yang dasyat dari Ir. Soekarno secara pribadi maupun pemerintah Indonesia dimana beliau sebagai presiden Republik Indonesia. Memang tidak sedikit kawan Ir. Soekarno terutama dari negara berkembang yang sebenarnya akan tergabung dalam New
6
Wang Xiang Jun, Seokarno Uncensored, Benarkah Soeharto lebih baik dari Soekarno?, Pustaka Radja, Yogyakarta, Cet II, hlm.69
53
Emerging Forces, tetapi musuhnya adalah negara yang kuat dan sudah maju. Realitas inilah dengan berbagai cara, pihak musuh yang nota bennya adalah pihak kapitalis merencanakan penggulingan Presiden Soekarno secepatnya sebelum terbentuknya New Emerging Forces. Sampai pada akhirnya peristiwa 1 Oktober 1965 terjadi, sebagai manifestasi runtuhnya pemerintahan Soekarno yang sampai sekarang kebenaran sejarah tersebut masih diselimuti misteri. Dengan dimulainya peristiwa 1 Oktober 1965 keadaan negara Indonesia semakin kacau, perang saudara terjadi, pembunuhan massal dilakukan tanpa merasa berdosa. Sampailah pada tanggal 7 Februari 1967 Presiden Soekarno mengirimkan surat kepada Jenderal Suharto yang menyatakan bahwa ia bersedia mengakhiri dualisme pemerintahan ini. Dan pada tanggal 22 Februari 1967 Presiden Soekarno mengumumkan kesediannya menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada Jenderal Suharto dengan maksud mengakhiri dengan cepat konflik politik. Sementara itu usaha menurunkan Presiden Soekarno secara konstitusionil telah dipersiapkan dengan Sidang Istimewa Majelis.7 Tetapi apakah mendakwa pemimpin besar seperti presiden, lantas menganut pepatah “nila setitik, rusak susu sebelanga”? mulai sekarang kita harus mulai menulis sejarah apa adanya. Memang akan ada banyak versi, dan ini sangat mungkin dipengaruhi paradigma yang di gunakan
7
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia (Zaman Jepang dan Zaman Republik), Jakarta: Balai Pustaka, 2010, hlm. 556
54
analisis. Tapi sejarahwan tidak boleh melakukan judment dari awal, apalagi sampai menerapkan prinsip “Mikul dhuwur Mendem jero”.8 Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang bersidang tanggal 7 Maret 1967, maka dengan demikian berakhirlah karier politik Ir. Soekarno.9 Setelah jatuh dari kekuasaannya, beliau “dikarantina” oleh pemerintahan Suharto di Batu Tulis Bogor sampai pada tahun 1969. Kemudian mengingat kondisi kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk maka dipindahkan ke Wisma Yaso, penyakit ginjal yang diderita semakin parah, proses karantina terus berlangsung. Terhitung sejak tanggal 11 Juni 1970 akhirnya Ir. Soekarno dibawa ke RSPAD untuk perawatan intensif, kemudian sampai pada tanggal 21 Juni 1970 jiwa Ir. Soekarno sudah tidak tertolong lagi. Tepatnya tanggal 21 Juni 1970 jam 7 malam bersamaan dengan akan dirayakannya Hari ulang Tahun Jakarta seorang negarawan bangsa Indonesia, Putra Sang Fajar menutup matanya, meninggalkan dunia fana dengan segala macam ragam tingkah tingkah laku manusia, dengan segala kemunafikan dan keserakahannya.10 Di dalam kenangan dunia Ir. Soekarno dilukiskan sebgai berikut; dalam masa kejayaannya Ir. Soekarno adalah sosok yang penuh dengan kontroversi. Dimata lawan politiknya seperti Williard A Hanna berkata: 8
Op Cit, Wang Xiang Yun, hlm.69 Syamsu Hadi, Tragedi Bung Karno Perjalanan terakhir Seorang Proklamator, PT Pustaka Simponi, Jakarta, 1978, hlm 16-18. 9
10
Wang Xiang Yun, Soekarno Uncensored, Benarkah Soeharto lebih Baik dari Soekarno, Pustaka Radja, Yogjakarta, 2008. Hlm. 37
55
Bung Karno adalah politisi tanpa identitas dan prinsip yang berpadu dalam dirinya Nabi dan playboy, setengah dewa dan pemimpin rakyat, tukang sulap dan tukang obat, akan tetapi orang orang Arab menamakannya Rais, orang Mesir menamakannya Al-Hakim, sampaisampai John F. Kennedy menyebutnya George Washington dan Jefersson-nya Indonesia.11 Inilah perjalanan anak bangsa yang dipenuhi oleh kecintaan pada rakyat, telah meninggalkan kita semua, hanya do‟a rakyat Indonesia yang bisa menghantarkan jenazahnya sampai keliang lahat, semoga beliau diampuni segala dosanya yang pada akhirnya ditempatkan sesuai pada posisinya. Dan realisasi dari ajarannya dan tercapainya Indonesia yang adil, makmur dan berkesejahteraanlah yang mampu mengobati luka hati Sang Penyambung Lidah Rakyat ini. B. PEMIKIRAN IR. SOEKARNO TENTANG ISLAM Bung Karno adalah sosok yang total kontroversial. Di mata lawanlawan politiknya di Tanah Air-nya sendiri, ia dianggap mewakili sosok politisi
kaum
abangan
yang
"kurang
Islami".
Mereka
bahkan
menggolongkannya sebagai kelompok "nasionalis sekuler". Akan tetapi, di mata Syeikh Mahmud Syaltut dari Cairo, penggali Pancasila itu adalah :
ِ قَ ْي ُداْلع ِظ ْي ِم ِمن قُو َداْلحرَك ِةاْلح ِريْ ِر فِى ب لَ ِد اال ْسالَِم َ َ َ ََ ْ ْ (Pemimpin besar dari gerakan kemerdekaan di negeri-negeri Islam). Malahan, Demokrasi Terpimpin, yang di negerinya sendiri diperdebatkan, 11
. Bambang Norsena, Religi dan Religiusitas Bung Karno, Bali Jagadhita Pres, Denpasar Bali, 2000,hlm 13
56
justru dipuji oleh syeikh al-Azhar itu sebagai,
ِ ِ ِ لَم ي ُكن اِلى ِ ُّ ص َار .لىم ْؤِمنِْي َن َ ص ْوَرة م ْن ُ َ ْ َْ ُ ْالشو رى اَلتِّى َج َعلَ َها اَلْ ُق ْرأَ ُن َشأَ َن م ْن ُش ُؤن ا (tidak lain hanyalah salah satu gambaran dari permusyawaratan yang dijadikan oleh Al Quran sebagai dasar bagi kaum beriman). Pemikiran soekarno mengenai Islam tergambar dengan jelas pada saat ia menulis di berbagai media massa dan berpidato mengenai perkembangan Islam dalam banyak masalah. Namun demikian para sejarawan dalam dan luar negeri menetapkan sebagai seorang tokoh nasionalis sekuler, yang sering berhadapan dengan seorang nasionalis Islam. Dengan demikian, pemikiran Soekarno yang berkaitan dengan Islam tidak begitu mendapatkan perhatian.12 Bila dilihat pengetahuan tentang ajaran Islam, maka Soekarno adalah seorang muslim yang luas pengetahuan agamanya. Tetapi jika di tinjau dari latar belakang keluarga dan pendidikannya, ia memang lebih dekat kepada kelompok nasionalis sekuler. Di sinilah letak keunikannya. Ia tidak dapat disamakan dengan tokoh-tokoh nasionalis sekuler lainnya, tetapi juga berbeda dengan tokoh-tokoh nasionalis Islam. Walaupun ia sendiri sebagai seorang politikus yang netral agama, namun pemikiran ki-Islamannya tentu banyak mempengaruhi pemikirin politik dan nasionalismenya. Di mata lawan politiknya di Barat, seperti tampak dari ucapan Willard A Hanna, Bung Karno adalah "politisi tanpa identitas dan tanpa prinsip, yang
12
hlm.2
Yatim, Badri. Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, Logos Wacana, Jakarta, Cet.I, 1999,
57
berpadu dalam dirinya nabi dan playboy, tukang sulap dan tukang obat". Tetapi, orang-orang Arab menamakannya ra'is, dan orang-orang Mesir di Kota
Cairo
menjulukinya
al-hakim.
Tak
seorang
pun
meragukan
popularitasnya di negeri-negeri Islam itu. Nama besar Bung Karno diabadikan antara lain dalam Qamus al-Munjid. Konon, hanya dua tokoh Indonesia yang dicatat dalam kamus karya Louise Ma'louf, seorang ArabKristen itu. Soekarno, dan satunya lagi Syeikh Nawawi al-Bantani. 13 Tatkala memuncaknya ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab soal status Palestina, pers sensasional Arab yang salah paham dengan pencabutan sebutan Deicidium (pembunuh Tuhan) kepada kaum Yahudi, menyambut Bung Karno, "Juara untuk kepentingan-kepentingan Arab telah tiba". Pada pihak lain, Tahta Suci Vatikan sendiri memberikan kepadanya tiga gelar penghargaan kepada presiden pertama dari Republik yang mayoritas Muslim itu. Relevansi mengemukakan faham keagamaan Bung Karno ini, minimal terkait erat dengan pertanyaan: Seberapa jauhkah peranannya dalam menentukan masa depan Indonesia, berangkat dari pluralisme agama yang merupakan problem tersendiri apabila tidak diberikan perhatian khusus dalam membangun sebuah bangsa? Kenyataan ini dikemukakan, dengan sepenuhnya menyadari bahwa mengemukakan spiritualitas Bung Karno adalah juga merupakan bagian dari kontroversi itu sendiri.
13
Cindy Adam, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Jakarta: Gunung Agung, 1982, hlm.23
58
Bukan rahasia lagi bahwa sudah semenjak mudanya Ir. Soekarno telah tertarik hatinya untuk belajar dan mempelajari agama Islam. Beliau sadar bahwa Islam sebagai suatu sistem ajaran yang didalamnya menyangkut dimensi-dimensi kehidupan manusia termasuk pendidikan harus dijadikan sebuah proses pengembangan potensi manusia. Pada realitas kehidupan Islam memberikan pedoman yang menyeluruh sehingga dalam dimensi manusia tidak ada yang terabaikan sedikitpun baik jasmani, rohani maupun mentalnya. Islam memandang manusia secara totalitas dan pendekatan atas apa yang terdapat dalam diri manusia tidak memaksakan/fleksibel selain apa yang menjadi fitrahnya. Ini disebabkan Islam sebagai agama fitrah yang menghargai dan meneguhkan nilai-nilai jasmani, ruhani dan mental yang integral. Muhammad Natsir dalam tulisannya mempertanyakan apa sebenarnya tujuan dari pendidikan di dalam Islam? Menurut beliau ialah petunjuk bagi jasmani dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya
dengan
sifat-sifat
kemanusiannya
dengan
arti
yang
sesungguhnya.14 Dari ajaran Islam yang sempurna tersebut membuat hati Ir. Soekarno menjadi gelisah melihat realitas masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam yang sudah berabad-abad lamanya hidup dalam penindasan dan penjajahan oleh bangsa asing. Adakah memang agama Islam yang dikatakan rahmatal lil „alamin serta agama yang sempurna dan terakhir
14
. M. Natsir, 1973, Capita Selecta, Bulan Bintang Jakarta, hlm 82
59
ini tidak punya pendorong untuk membebaskan umatnya dari cengkeraman dan belenggu kolonialisme dan imperialisme, apa sebab dunia Islam jatuh ketangan asing serta hidup dibawah telapak kaki penjajahan Barat ? 15 Berangkat dari kegalauan tersebut Ir. Soekarno semakin mendalam mempelajari Islam dari semua dimensi dan berbagai macam tinjauan yang didalamnya berusaha menganalisa dari segi ilmiah rasional, nilai filosofis dan penggalian mutiara hikmah yang terkandung didalam ajaran Islam. Dalam pembahasan ini penulis berusaha menyimpulkan dengan berbagai sudut pandang Ir. Soekarno yang telah dibukukannya dan akan disusun sebagai berikut: 1. Filasat Ketuhanan Soekarno Pola pikir Ir. Soekarno yang berusaha menerawang jauh kedunia filsafat membuat beliau harus menyimpulkan sebuah argumen yang berdasarkan ajaran Islam yang dimana beliau membandingkan filsafat ketuhanan dengan ajaran agama lain. Beliau membuat sebuah argumen dan dialektika sebagai berikut: Di dalam surat-surat itu adalah tergurat sebagian garis perubahan saya punya jiwa. Dari jiwa yang Islamnya hanya raba-raba saja menjadi yang Islamnya yakin, dari jiwa yang mengetahui adanya Tuhan, tetapi belum mengenal Tuhan, menjadi jiwa yang seharihari berhadapan dengan Dia, dari jiwa yang banyak falsafah keTuhanan, tetapi belum mengamalkan ke-Tuhanannya itu, menjadi jiwa yang sehari-hari menyembah kepadanya.16
15
. Solickhin Salam, 1964, Bung Karno Dan Kehidupan Berfikir Dalam Islam,PT. Wijaya, Jakarta, Cet.I 1964 hlm 7 16 .Dibawah Bendera Revolusi,Op.Cit, hlm 342.
60
Pemikiran yang beliau paparkan merupakan sebuah gambaran realitas berfikir yang berdasarkan fenomena kehidupan manusia. Sebuah argumen yang muncul secara empirik, logika rasionalitas yang mengharapkan bukti materi adanya Tuhan . 2. Pemikiran Islam dari tinjauan Sosiologis. Selama masyarakat Islam masih bertaklid buta terhadap mujtahidmujtahid maka umat Islam akan mengalami degradasi pemikiran. Sebab mereka selalu membanggakan terhadap bangsa Islam lain yang sudah maju tanpa mengikuti jejak yang dilakukannya. Sedangkan masyarakat bukanlah barang mati yang tidak berubah akan tetapi sebaliknya, masyarakat selalu berubah terus berkembang sesuai dengan bertambahnya usia zaman. Masyarakat adalah bukan barang mati tetapi, mengalir, berubah senantiasa maju, berevolusi dan dinamis. Sedangkan masyarakat mempunyai barometer tentang Islam yang sangat sempit, siapa orang yang dahinya hitam karena sujud, jubahnya panjang dan berjenggot serta membawa tasbih kemana-mana dialah yang dinamakan Islam. Akan tetapi satu sisi mengkafirkan pengetahuan, kemodernan, kecerdasan dan rasionalitas. Inilah yang membuat Islam terpuruk bukan sebab ajarannya tetapi pola pikir dan perilaku umat Islam itu sendiri. Soekarno mengambarkan kondisi sosiologis di Indonesia dengan mengatakan: Ada orang mengatakan soekano itu nasionalis ada orang mengatakan soekarno bukan lagi nasionalis,tetapi islam, ada lagi yang mengatakan dia bukan nasionalis, bukan islam,tapi
61
marxisi,dan ada lagi yang mengatakan dia bukan nasionalis bukan islam islam bukan marxisi tetapi seorang yang berpaham sendiri. Golongan yang tersebut belakangan ini berkata: mau di sebut nasionalis, dia tidak setuju apa yang biasanya di sebut nasionalisme, mau di sebut dia islam, dia mengeluarkan fahamfaham yang tidak sesuai dengan fahamnya banyak orang islam, mau di sebut marxis, dia... sembahyang, mau di sebut bukan marxsis, dia “gila” kepada marsisme itu!..... apakah soekarno itu?? Nasionaliskah? Islam kah? Marxikah?, pembaca-pembaca, soekarno adalah......campuran dari semua isme-isme itu!.17 Dalam esensi Islam yang dibutuhkan adalah ruh Islam yang berkobar-kobar, api Islam yang menyala-nyala bukan hanya amal ibadah saja yang dinomorsatukan. Umat Islam pada umumnya hidup dalam kekolotan dan kebekuan. Inilah yang menyebabkan kita mengalami degradasi serta decline dalam sejarah dunia. Hal ini terbukti dalam sejarah dunia Islam, kebudayaan, kesenian, kesusasteraan dan ilmu pengetahuan. Kekalahan ini juga meliputi dalam bidang politik, ekonomi dari imperialisme dan kolonialisme. Semua itu disebabkan padamnya api Islam dan pada umumnya umat Islam hanya mengambil dan mewarisi abunya Islam. Tetapi tidak mempusakai api citanya ajaran Islam. 3. Pemikiran Islam dari Tinjauan Historis. Bila kita melihat historis Islam, maka tampaklah disitu akibatnya taqlid itu sebagai satu garis menuju degradasai sampai sekarang. Apa sebab, sampai sebegitu jauh? Hal ini disebabkan munculnya aturan taqlid yang tiada ruang untuk berfikir secara mendalam tanpa melihat dan belajar dari historisnya. Yang pada akhirnya dunia Islam dienyahkan dari 17
Bernhard Dahm, Soekarno dan perjuangan Kemerdekaa, LP3ES, 1987. Jakarta. Hlm. 243
62
Spanyol, banyak bangsa-bangsa Islam dikanan kiri Life line of Modern Imperialisme yang melintang dari lautan tengah sampai ke samudra Hindia dan selat Malaka telah menjadi rakyat terjajah. Melalui
sejarah
orang
akan
mengetahui”kekuatan-kekuatan
masyarakat” yang menyebabkan kemajuan atau kelemahan yang mendatangkan kemunduran. Kurangnya kesadaran sejarah dan kurangnya perhatian mereka terhadap ilmu sejarah, telah menyebabkan umat Islam tidak mampu mencari jalan keluar dari kemunduran yang telah lama mereka derita, Soekarno mengatakan: Umumnya kita punya kiai-kiai dan ulama-ulama tak ada sedikitpun”Feling”kepada sejarah, ya boleh saya katakan kebanyakan tak mengetahui sedikitpun dari sejarah itu. Mereka punya minat hanya menuju kepada”agama khususi”saja, dan dari agama khususi ini, terutama bagian fikih. Sejarah, apalagi bagian lebih dalam, yakni yang mempelajari kekuatan-kekuatan masyarakat” atau yang menyebabkan kemajuan atau kemundurannya suatu bangsa. Padahal, di sini, di sinilah padang penyelidikan yang maha-maha penting. Apa sebabnya mundur? Apa sebabnya bangsa ini di zaman ini begitu? Inilah pertannyaan-pertannyaan yang maha penting yang harus berputarterus di dalam kita punya ingatan, kalau kita mempelajari naik turunnya sejarah itu.18 4. Pemikiran Islam dari Tinjauan Filosofis Pandangan Ir. Soekarno lebih tertuju pada kejumudan dan kekolotan umat Islam sekarang. Dalam pemikiran beliau mengharapkan kepada kaum muda Islam berharap supaya mempunyai pemikiran yang lebih progresif. Tindakan-tindakan ulil amri dan mujtahid sebelumnya dipakai sebagai bahan pertimbangan dan dialektika pada zamannya. Kemudian realitas hukum pada zaman sekarang haruslah disesuaikan dengan kondisi 18
Ibid, DBR jilid I, Hlm, 332
63
zaman dan hasil ijtihad sebelumnya dipakai sebagai perbandingan pemikiran. Yang pada akhirnya kita sekarang bisa berijtihad melakukan tindakan yang sesuai dengan realitas zamannya. Soekarno mengatakan: Merdekalah Islam Indonesia dari tradisi pikiran Asy‟arisme itu sama sekali, kasihlah lapangan merdeka kepada rasionalisme yang lama telah terbuang itu. Marilah kita teruskan ajakan pahlawan-pahlawan “rethinking of Islam” di negeri asing itu tengah padang perjuangan islam di negeri kita. Dengan kembalinya rasionalisme sebagai pemimpin pengertian Islam, maka barulah ada harmoni yang sejati antara otak dan hati, antara akal dan kepercayaan, dengan kembalinya rasionalisme itu berubahlah sama sekali kita punya outlook, kita punya ideology, menjadi satu outlook yang merdeka, satu ideology yang merdeka. Islam lantas benar-benar menjadi satu tempat pernaungan, satu jalan keluar, dan bukan satu penjara. Dengan Islam yang demikian itu, pasti seperti matahari terbit sesudah malam yang gelap, akan datanglah perbaikan, perhubungan kembali, antara kaum intelektuak dan Islam. Sebab Islam yang demikian itu bukanlah islam yang muda pada kulitnya saja, tetapi islam yang muda sejatinya, muda lahirnya dan muda batinnya, muda wujudnya dan muda jiwannya.19 5. Pemikiran Islam dari Tinjauan Pedagogis Bangunan masyarakat Islam yang modern haruslah dimulai dari pendidikan Islam itu sendiri, yang menghasilkan out put pendidikan yang bisa mengkorelasikan modernitas dengan mengambil apinya Islam. Maka dari itu lembaga pendidikan Islam diperlukan perbaikan sistem pendidikan dan pelajaran disekolah-sekolah Islam. Adanya usaha modernisasi dalam suatu pendidikan pada sekolah-sekolah Islam ini adalah tuntutan zaman yang harus dipenuhi apabila kita ingin agar supaya sekolah-sekolah Islam dapat berhasil menunaikan tugas idiil yang terpikul diatas bahunya.
19
Ibid, DBR Jilid I, Hlm 402
64
Modernisasi
dalam sistem pendidikan berarti kita memandang
terhadap setiap pikiran, tindakan maupun sikap hidup yang konvensional dan tradisional yang ternyata tidak sesuai dengan kehendak dan tuntutan zaman. Pada prinsipnya
Islam tidak menolak setiap kebudayaan atau
sivilisasi dari luar Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan semangat ajaran Islam. Bagi Soekarno, pendidikan merupakan arena untuk mengasah akal dan
mengembangkan
intelektualitas.
Dia
menyebutkan
sebagai
“Renaissance-Paedagogie, yaitu bagaimana mendidik untuk bangkit kembali, itulah yang harus dikerjakan oleh kaum muda.20 Di sini Soekarno secara tegas mengoerentasikan semuannya pada peran akal dalam setiap langkah kehidupan umat manusia. Baginya, dengan hanya tersebut kemajuan di bidang ilmu dan teknologi dapat di raih.
6. Pemikiran Islam dari Tinjauan Politis Sistem propaganda yang dilakukan oleh da‟i hanya terfokuskan pada orang-orang “yang baik”. Hal ini adalah salah satu kelemahan da‟i kita dalam menjalankan kewajibannya. Hal ini berbeda dengan kaum nasrani yang begitu giat dan kontinu untuk memberikan siraman rohani pada narapidana yang pada masa penjajahan adalah rata-rata orang yang terpelajar. Beban psikologis yang dihadapi oleh para napi yang setiap saat menginginkan sebuah siraman rohani yang memberikan semangat dan pencerahan hidup dikemudian hari. 20
Ibid, hlm. 344
65
Dalam
pandangan
beliau
sebuah
negara
yang
mayoritas
penduduknya beragama Islam tidaklah negara tersebut harus menjadi negara Islam. Akan tetapi sebuah negara yang didalamnya mengamalkan atau menjalankan api dan cita Islam itu sendiri. Dalam pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 Ir. Soekarno berkata: “Islam tidak meminta satu formele verklaring bahwa negaranya adalah negara Islam, ia adalah minta satu negara yang betul-betul menyala satu api ke-Islam-an didalam dadanya umat. Api Islam yang menyala betul-betul diseluruh tubuhnya umat, inilah yang menjadikan negara menjadi negara Islam dan bukan satu keterangan di atas secarik kertas, bahwa negara adalah berpedoman pada agama. Lebih lanjut beliau berkata : baik kita terima negara dipisah dari agama, tetapi kita akan kobarkan seluruh rakyat dengan apinya Islam, sehingga semua putusan-putusan badan perwakilan itu bersemangat dan berjiwa Islam.21 Dari sinilah bisa dikatakan Islam hidup sebagai ajaran yang rahmatan lil‟alamin dan Islam hidup dalam esensinya. Dari pandangan ini Ir. Soekarno berpendapat: saya lebih senang kepada rakyat yang berani menerima tantangan modern demokrasi daripada rakyat yang selalu merintih-rintih “janganlah Islamnya dipisahkan dari negara”. Rakyat yang berani menerima tantangan itulah yang nanti merealisasikan cita-cita Islam dengan perjuangan sendiri, keringatnya sendiri. Rakyat yang demikian itulah yang betul-betul bisa menjelmakan idealnya Islam dengan ia punya levenstrijd dengan gerak dan bantingnya ia punya jiwa dan tenaga. Dengan demikian negara sebenarnya menjadi satu negara yang “bersatu dengan Islam”dengan sebenarnya menjadi Islam sejati.22 21
. Soekarno, Pidato lahirnya Pancasila. hlm 4. .Bung Karno Dan Kehidupan Berfikir Dalam Islam, Op-cit, hlm 73
22
66
Dalam idiologi politiknya ataupun cita-cita kenegaraannya
Ir.
Soekarno tidak menghendaki berdirinya negara Islam, akan tetapi suatu negara kesatuan nasional yang berdasarkan Pancasila. Meskipun demikian bukanlah berarti beliau tidak cinta atau berjuang untuk keluhuran Islam. Sebagai seorang muslim sejati yang cinta dan percaya akan kebenaran dengan agamanya Ir. Soekarno dengan caranya yang tersendiri berjuang untuk keagungan dan keluhuran agama Islam. 7. Pemikiran Islam dari Tinjauan Religi Islam sebagai agama yang sempurna dimana semua aturan yang menyangkut hidup manusia ada didalamnya. Tinggal bagaimana manusia itu sendiri mengaktualisasikan diri, merealisasikan, dari pedoman AlQur‟an dan Hadits Nabi. Islam adalah agama untuk sekalian manusia didalamnya menghendaki kita berhubungan langsung dengan Tuhan dan manusia. Agar manusia bersujud pada Tuhan, mempersatukan diri dengan Tuhan. Bolehlah kita bertetangga dengan Islam sebagai agama yang melatih dan mendidik sebagai insan masyarakat yang baldatun toyyibatun wa robbu ghofur. Sebuah petunjuk yang jelas bahwa agama Islam adalah agama yang tidak saja mempersatukan Tuhan dengan manusia tetapi agama juga yang mempersatukan manusia dengan manusia. Ir. Soekarno memberikan sebuah pemikiran tentang pondasi sebuah negara yang bercitakan/berapikan Islam untuk masyarakat yang bermoral demi tercapainya tujuan bersama. Kedudukan agama didalam masyarakat adalah salah satu unsur mutlak didalam segenap usaha kita dilapangan
67
nation building. Nation building yang mengenai segala hal, mengenai bidang politik, ekonomi, masyarakat, dan bidang-bidang hubungan international. Dan saudara mengerti bahwa didalam nation building ini salah satu unsur yang mutlak adalah agama dalam arti yang seluas-luasnya menduduki tempat yang amat penting.23 C. PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM SOEKARNO 1. Menumbuhkan Rasa Keimanan Kepada Peserta Didik . Sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Badri Yatim, Soekarno menyatakan bahwa : …..oleh karena itu ayat-ayat Al-Qur‟an yang diwahyukan di Makkah banyak berkaitan dengan hal-hal yang mengandung ajaran-ajaran pembentukan rohani, tauhid, keimanan, keikhlasan, keluhuran moral, ketaatan beribadat, cinta sesama manusia, cinta kepada si miskin, berani karena benar, takut pada azdab neraka, mengharapkan ridha Illahi dan lain sebagainya, sebagai fundamen rohani perjuangan masyarakat Islam kelak, Kader-kader dan pengikut yang terbina kemudian menjadi orang-orang yang tahan uji ahklak dan imanya mulia. Merekalah yang merupakan material pokok baginya untuk menyusun nanti dan perjuangan kelak.” 24 Dari pernyataan diatas ditemukan potongan kalimat sebagai inti dari pernyataan, yaitu “Kader-kader dan pengikut yang terbina kemudian menjadi orang-orang yang tahan uji, ahklak dan imanya mulia. Merekalah yang merupakan material pokok baginya untuk menyusun nanti dan perjuangan kelak”
23 24
. Ibid. Soekarno Dan Kehidupan Berfikir Dalam IslamI, hlm 78. Badri Yatim, Soekarno Islam dan Nasionalisme, Op.Cit., hlm 110
68
Pengertian kader-kader dalam proses pendidikan Islam adalah merupakan
upaya
penyiapan
penanaman
nilai-nilai
Islam
yang
trasnformatif dari generasi ke generasi, sehingga melalui proses pendidikan ini Soekarno mengharapkan terjadinya perubahan sikap dalam memandang semesta realitas masyarakat muslim secara labih luas. Untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang baik dalam rangka perubahan menuju ke arah kemajuan, maka suatu upaya yang harus dilakukan adalah menanamkan pada generasi-generasi umat Islam sikap pemantapan iman dan ahklak sebagai dasar dalam setiap upaya-upaya transformasinya (pendidikannya) nilai-nilai Islamnya. Menurut Soekarno pendidikan Islam dalam arti yang luas bukan hanya bentuk formal dengan spesialisasi tertentu saja akan tetapi lebih bersifat mendasar dengan pendekatan filosofis platform yang menjiwai seluruh dimensi kehidupan. Hal ini didukung juga oleh pernyataan Soekarno: Setelah hijrah nabi di Madinah Nabi menyusun dan membina suatu masyarakat dengan tuntunan Ilahi. Di Madinah itu pula turunya kebanyakan ayat-ayat yang berkenaan dengan kemasyarakatan, yang mengisi dari sepertiga dari kitab suci Al-Qur‟an seperti ayatayat zakat, hukum-hukum kemasyarakatan, perang, sikapterhadap manusia dengan manusia yang lain. Dari kedua periode inilah terbentuklah suatu masyarakat Islam. Kalau zaman Makkah di anggap sebagai masa persiapan, maka zaman Madianah sebagai masa palaksana. Dan nabi meninggalkan dua kitab sebagai petunjuk yang tidak lapuk kerena hujan dan tidak lekang karena panas, sehingga sampai sekarang masih ditemui sebagaimana aslinya: Al-Qur‟an dan Sunnah.25 . 25
Ibid, Hlm. 111
69
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengertian pendidikan Islam harus melalui upaya transformasi nilai yang akhirnya mengajak kesadaran individu untuk menjadi Insan Kamil yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi pada lingkungan masyarakatnya. Selanjutnya Soekarno pun menyatakan untuk kembali pada pemaknaan ulang sejarah Islam secara historis agar bisa ditemukan titik temu tentang universalitas Islam yang terus mengalir dalam setiap dimensi kehidupan, tentu termasuk didalamnya transformasi nilai-nilai Islam dengan media atau sarana pendidikan. Soekarno berkeyakinan bahwa untuk mentransformasikan nilai-nilai luhur ajaran Islam yang subtansial, bukan semakin memperdebatkan permasalahan permasalaha formalistik , Saling ”bedak-membedaki”, akan tetapi dengan cara melalui senjata rasionalitas, karena rasionalitas akan membawa Islam yang berdimensi sosial kemasyarakatan, karena secara empiris rusaknya Islam itu bukan karena Islamnya akan tetapi moral dan budi pekerti orangnya, Soekarno menyatakan: “Rusaknya sosialisme Islam bukanlah disebabkan oleh Islam itu sendiri. Rusaknya Islam itu ialah oleh karena rusaknya budi pekerti orang-orang yang menjalankanya. Sesudah Amir Muawiyah mengutamakan asas dynasti keduniaan untuk aturan khalifah, sesudah khalifah-khalifah itu menjadi raja, maka padamlah tabiat Islam yang sebenarnya. Amir Muawiyahlah yang harus memikul tanggung jawab atas rusaknya tabiat Islam yang nyata bersifat sosialistis dengan sebenarnya.”26
2. Pendidikan Islam Yang Dinamis Mengikuti Perkembangan Zaman Pendidikan adalah merupakan kebutuhan dalam setiap perubahan dan perkembangan zaman. Untuk menyesuaikan antara perkembangan zaman ke arah kemajuan dengan pendidikan secara komprehensif, maka pendidikan diharapakan mempunyai cara edukasi dialektis-tarnsformatif 26
Ibid,DBR I. Hlm. 10
70
dalam kontek sosial budaya yang senantiasa menunjukan perubahan secara kontinum. Dalam kontek ini pendidikan perlu dapatkan sebagai sebuah open sistem, dan bukanya close sistem,yang menutup dirinya akan tetapi seharusnya membuka ruang dialog kultural dengan kehendak atau kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan pendidikan Islam bahwa ternyata ajaran Islam yang bersifat universal dalam perkembanganya lebih lanjut telah mengalami kemunduran karena umat Islam mengalami budaya taqlidisme buta pada imam-imam madzhab, seperti Imam Syafi‟I, Hambali, Hanafi dan Imam Maliki atau Imam-imam lain. Padahal perkembangan zaman pada saat ini memerlukan upaya-upaya pembaharuan yang terbuka terhadap pola-pola perkembangan kemajuan masyarakat secara kontinyu (terus menerus). Sementara Soekarno berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu harus bersifat universal dan elastis (karet). Dengan demikian, elastisitas hukum Islam dan perubahan zaman menuntut agar paham taqlid harus ditolak. Hukum Islam yang telah ditetapkan oleh Imam-Imam sangat mungkin sesuai dengan dan perubahan zaman pada masanya, tetapi hukum-hukum itu dituntut juga untuk berubah dengan perubahan zaman. Tanpa perubahan itu masyarakat akan menjadi statis dan kaku, dengan akibat tertinggal oleh perkembangan zaman.27
27
hlm. 26
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Di Mata soekarno, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2009,
71
Untuk mengatasi hal tersebut diatas maka diperlukan untuk mengedepankan dimensi rasionalitas dalam pemecahanya. Artinya pertentangan yang terjadi pada aspek fiqh itu masih membuka ruang dialog, akan tetapi dalam ruang theologi, ternyata sejarah membuktikan sulit untuk dicari jalan keluarnya. Maka pertama-tama yang harus dilakukan ataupun dikembangkan adalah dalam kerangka kognitif dalam pendidikan umat Islam, karena proses transformasi nilai –nilai ajaran fikih atau theologi itu tidak lepas dari internalisasi
yang intern dengan
pendidikan. Tertutupnya pintu ijtihad melahirkan sikap taqlid dikalangan umat Islam.28 Padahal
ijtihat adalah sebuah cara untuk selalu mengikuti
perkembangan yang terjadi secara terus menerus. Dr. Nurcholish madjid, dalam tulisanya “Jalan Baru Islam” menyatakan bahwa pengalaman traumatis kaum muslimin dengan berbagai kontraversi dan polemik yang menghabiskan energi dan berbahaya secara politis dengan berbagai ajaran detail agama Islam khususnya yang menyangkut hukum fiqh, selama sembilan ratus tahun pintu ijtihad dinyatakan tertutup.29 Dan kalau ijtihad tidak
akan berhasil, maka taqlid ini terus
berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka akan semakin menurunkan peran akal sebagai salah satu hal yang sangat penting didalam pengembangan pendidikan Islam. Soekarno menyatakan, bahwa: “Hampir seribu tahun akal itu dikungkung. Sedjak zamanya kaum mu‟tazilah, sedjak zamanya pahlawan-pahlawan akal, seperti Al28 29
Ibid., hlm. 27 Nur Kholis Majid., Op.Cit.,hlm 108
72
Kindi,al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Baja, Ibn Thufail, Ibn Rusd dan lainlain, maka akal tidak diperkenankan lagi. Akal jang dipropagandakan oleh kaum mu‟tazilah itu, jang mendjadi senjatanya kaum maha-intelek seperti “Ichwanu-us-Safa” di Basra dengan mereka punya risalah-risalah “Rasaill-ichwa-us-Safa wa chulanul-Wafa”,-akal itu dikutuk seakan-akan dari sjaitan datangja. Terutama sekali setelah Abu Hasan al-As‟ayri mengembangkan haluan sifatijah, dan mendjadi pelopor dari kehidupan rohaniah, maka akal mendjadi terkutuklah dari ingatan ummat Islam. As‟arisme inilah jang menjadi nada-dasar semua kehidupan rohani Islam sampai sekarang atau paling tidak sampai bangkitnya maha guru Djamaluddin al-Afghani, jang memulai dengan pendobrakanja pintu penutupan akal itu. Ash‟ariisme inilah pokok pangkalnya taqlidisme di dalam Islam.” 30 Soekarno juga menambahkan bahwa kaum intelektuil
ternyata
lebih berminat untuk mengkaji Islam yang bersifat rasional-ilmiah, artinya bahwa didalam menafsirkan teks Al-Qur‟an dan Al-Hadist harus berkesuaian dengan fungsi-fungsi akal yang tidak terjebak oleh fikiranfikiran “kolot” oleh generasi tua yang tanpa disertai proses perkembangan ke arah kemajuan zaman. Soekarno melanjutkan: ...Toh saya merasa wajib berterima kasih atas faedah-faedah dan penerangan-penerangan yang telah saya dapatkan dari tulisantulisan mereka yang rasional, modern, broadminded, dan logis itu. Bagian fiqih terutama sekali, persatuan Islam sangat tinggi sekali duduknya dalam simpati saya. Kalau umpamannya saya mesti menyebutkan
cacat”Persatuan
Islam”,
maka
saya
akan
katakan:”Persatuan Islam”itu neiging (cendrung) kepada sektarisme. Alangkah baiknya kalau Persatuan Islam bisa mengenyahkan neiging yang kurang baik ini, kalau memang benar ada neiging itu. Islam adalah satu agama yang luas yang menuju pada persatuan manusia.31 3. Budaya Kritis-Analitis Terhadap Dunia Pendidikan Islam Umat Islam mengalami kemunduran akibat
berpedoman pada
hadist-hadist lemah, sebagaimana pernyataan Soekarno bahwa: 30 31
DBR I.,Op.Cit., hlm 395 Ibid, hlm. 346
73
“Pada ini hari semua buku dari anggitan saudara jang ada pada saja, sudah habis saja badja. Saja ingin sekali membadja lain-lain buah pena saudara. Dan ingin pula membadja “buchari” dan “Muslim” jang sudah tersalin dalam bahasa Indonesia atau Inggris? saja perlu kepada Buchari dan Muslim itu, karena disitulah dihimpunkan hadist-hadist yang dinamakan Sahih. Padahal saja membadja keterangan dari salah seorang pengenal Islam Bangsa Inggris, bahwa di Buchari-pun masih terselip hadist-hadist yang lemah. Dia-pun menerangkan, bahwa kemunduran Islam, kekunoan Islam, kemesuman Islam, ketachayulan orang Islam, banjaklah karena hadist-hadist lemah itu,- jang sering lebih “laku” dari ajat-ajat AlQur‟an. Saja kira anggapan ini adalah benar. Berapa besarkah kebendjanaan jang telah datang pada ummat Islam dari misalnya hadist jang mengatakan,bahwa “dunia” bagi orang Serani, achirat bagi orang “Muslim” atau hadist, bahwa satu djam bertafakur adalah lebih baik daripada beribadat satu tahun, atau “hadist”, bahwa orangorang mukmin harus lembek dan menurut seperti unta jang telah ditusuk hidungja!” 32 hal ini ditambah lagi munculnya Aristokrasi dalam masyarakat Islam, Soekarno menyatakan: “Kemudian daripada itu, djika saudara-saudara ada sedia, saja minta sebuah risalah jang membidjarakan soal “sajid”. Ini buat saja bandingkan dengan alasan-alasan saja sendiri tentang hal ini. Walaupun Islam Zaman sekarang menghadapi soal yang beribu-ribu kali lebih besar dan lebih sulit daripada soal “sajid” itu, maka toch menurut kejakinan saja, salah satu kedjelaan Islam zaman sekarang ini, ialah pengeramatan manusia jangan menghampiri kemusyrikan itu. Alasan-alasan kaum”sajid”, misalnya mereka punya brosjur “bukti kebenaran”, saja sudah badja, tetapi tak bisa mejakinkan saja. tersesatlah orang jang mengira bahwa Islam mengenal “Aristokrasi Islam” . Tiada satu agama jang menghendaki kesama-rataan lebih daripada Islam. Pengeramatan manusia itu,adalah satu sebab jang mematahkan djiwanya sesuatu agama dan ummat, oleh karena pengeramatan manusia itu melanggar tauhid.Kalau Tauhid rapuh, datanglah kebendjanaan.!”33
32 33
Ibid, hlm 326 Ibid, hlm 325
74
Ditambah lagi umat Islam kurang memahami kesadaran sejarah, sebagaimana yang telah diungkap oleh Dr. Badri Yatim bahwa setelah umat Islam mengalami kemunduran akibat faktor-faktor di atas, umat Islam tidak segera sadar akan kemunduran tersebut, sehingga mereka tidak segera berusaha mencari jalan keluar,kalaupun mereka mengetahui bahwa mereka berada dalam keterbelakangan, mereka tidak dapat mengetahui faktor apa saja yang telah menyebabkan munculnya hal tersebut. Hal itu disebabkan para ulama‟ tidak banyak memiliki perhatian kepada sejarah. Mereka hanya memperhatikan ilmu-ilmu yang berkaitan langsung dengan agama dalam pengertian sempit, atau dalam istilah Soekarno :”agama Khususi”, seperti Fiqh, hadist,tafsir, tajwid dan sebagainya.sejarah terabaikan, paling mujur mereka mengetahui “tarich Islam”, tetapi diambil dari buku-buku tarich Islam klasik, yang dianggap sudah ketinggalan dari ilmu moder, dan oleh karena itu tidak “tahan” uji dari pengetahuan modern.Padahal sejarah ini sangat penting, karena dengan
sejarah
seseorang
akan
mengetahui
”kekuatan-kekuatan
masyarakat” yang menyebabkan kemajuan atau kelemahan yang mendatangkan kemunduran. Kurangnya kesadaran sejarah dan kurangnya perhatian mereka terhadap ilmu sejarah telah menyebabkan umat Islam tidak mampu mencari jalan keluar dari kemunduran yang telah lama mereka derita.Dalam hal ini Soekarno berkata :
75
“Umumnya kita punya kjai-kjai dan kita punya ulama‟-ulama‟ tak ada sedikitpun”feeling” kepada sejarah, ya boleh saya katakan kebanyakan tak mengetahui sedikitpun dari sejarah itu.Mereka punya minat hanya tertuju kepada”agama khususi” saja, dan dari agana khususi ini, terutama sekali bagian Fiqh.Sejarah, apalagi bagian lebih dalam, jakni yang mempelajari “kekuatan-kekuatan masyarakat” yang menyebabkan kemajuanya atau kemunduranya 199 suatu bangsa.Padahal, disini, disinilah ladang penyelidikan yang maha penting. Apa sebab mundur?apa sebab bangsa ini di zaman ini begitu? Inilah pertanjaan-pertanjaan yang maha penting yang harus berputar terus menerus di dalam kita punya ingatan, kalau kita mempelajari naik turunya sejarah itu.”34 Dari pernyataan menjadi jelas bahwa Soekarno
mempunyai
pemikiran pendidikan yang mengarah pada perubahan dalam diri sendiri (individu) umat Islam serta ummat Islam
secara luas untuk berani
menelaah kebenaran dalam kerangka sosiologis maupin historis untuk menuju suatu proses “kedewasaan” berfikir sebagaimana nantinya tujuan pendidikan akan diarahkan ke sana. Sehingga dengan demikian menurut Soekarno
pendidikan Islam harus berani dan mutlak mengikuti
pengembangan pendidikan/ pengajaran dalam dunia pendidikan, yaitu aspek kognitif, aspek psikomotorik, dan aspek afektif yang hal ini searah dengan pendapatnya Benyamin. S. Bloom dalam teori pengembangan dunia pendidikan bagi peserta didik. Dan Soekarno
lebib tertarik utuk mengembangkan akal sebagai
suatu hal penting dalam proses pendidikan Islam. Adapun peryataan Soekarno dalam hal ini adalah sebagai berikut : “Maka apakah motor hakiki jang mengerakan aliran pengoreksian ini? Motor hakiki dari semua “rethingking of Islam” ini ialah
34
Yatim, Soekarno ,Islam Dan Nasionalisme, hlm 119
76
kembalinja penghargaan kepada akal. Kasihan nasibnja akal – manusia itu dizaman jang telah lampau! oleh Allah Ta‟ala ia diberikan kepada manusia untuk mendjadi senjata jang paling dasjat di dalam perjoaang hidup,-punja nafas.Ia dilemparkan dari singgasananya kedjrakawartian rohani, diseret dari maghligainya kedjrakawartian fikir, diikat, diberangus, dibungkam, ditutup ia punja nafas, didjejalkan dengan paksa ke dalam kungkungan jang sempit dan gelap-gulita. Diatas singgasana didudukanlah Dewa “Keperdjajaan-sahadja”, Dewa Rein Geloof, zonder apitan jang lain, melainkan apitanya “bila kaifa” dan “terima”. Terima sahadja…..zonder kadjian fikiran lagi, itulah hukum-hukum baru jang musti diperhatikan.akal, fikiran, reason, dienjahkan dari dunia keagamaan, diganti “perdjaja sahadja”, “geelof sahadja”,”terima sahadja”, zonder kadjian apa-apa lagi.Rasionalisme diganti “perdjaja sahadja”. Akal diganti dengan otoritet,acktivitiet rohaniah diganti dengan penerimaan rohaniah”35 Sebagai salah satu contoh yang dapat kita ambil sebagai “ibrah”,tentang bagaimana Soekarno mempunyai proses untuk mengajak pada budaya kritisisme intelektual-yang rasional pada para peserta didik (mahasiswa), yaitu pada cara pengukuhan pemberian gelar Doktor Honoris Causa pada bidang lapangan ilmu Tauhid di Universitas Muhammadiyah Jakarta, beliau mengkritik pada faham asy‟arisme yang membatasi bahwa sifat tuhan itu ada dua puluh, itu tidak mungkin, karena Soekarno berkesimpulan bahwa hal itu membatasi existensi Allah.Berikut tentang pernyataan Soekarno yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. “Nah, tadi dikatakan oleh promotor saya ,saya pernah berkata, bahwa saya tidak setuju kepada anggapa atau ajaran Tuhan bersifat hanya 20.ya. coba masuk pesantren-pesantren desa.saudara bukan saja membaca kitab sifat 20.tetapi saudara haflkan ini, so sifat daripada Tuhan. Dan saya berulang-ulang berkata Tuhan tidak hanya bersifat 20. Tadi dikatakan oleh Prof.Baroroh Baried, sifat daripada Tuhan itu tak terbilang,tak terhitung, without limit, limitness. Kalau Tuhan sifanya 20,lha Tuhan itu khan terbatas. saudara-saudara, wong 35
DBR I. Op Cit., hlm 394
77
hanya 20,Dus terbatas. Padahal Tuhan tidak terbatas.Tuhan pernah kukatakan dimana,beberapa pekan yang lalu,dengan bahasa Inggris saya berkata wthout beginning and witout end, tidak akan ada akhirnya, without end.Sifatnya tidak terbilang,segala sifat yang baik, saudara-saudara,adalah dari Tuhan.Tuhan sifatnya adalah tidak terbatas”36 “…..atau beranikah kaum yang djumud, didalam bathinja menetapkan bahwa misalnja soal tabir soal jang sudah, soal pendidikan pada gadis besar soal jang sudah, soal jang sudah, soal “perempuan” pada umumnja soal jang sudah, soal agama dan negara soal jang sudah, soal kebangsaan soal jang sudah, soal coeducatif soal jang sudah , soal rationalisme soal jang sudah? Ach, sekali lagi, djaganlah kita berkepala batu. Marilah kita mau suka, ridha kepada penelahaan kembali itu. Hasilja,- itu bagaimana nanti.Tetapi keridhaan kepada penelahaan kembali dan herorinntaring itulah sjarat tiap-tiap kemadjuan.”37 4. Modernisasi Pendidikan Islam Tanpa Kehilangan Identitas asalnya. Sebelum memasuki pernyataan Soekarno tentang modernisasi, maka lebih jelasnya penulis mencoba mengagris bawahi modernisasi yang sedang menjadi kajian hangat para ilmuwan pada saat ini. Namun intinya adalah bahwa modernisasi itu sangat berbeda dengan Westernisasi yang "“Barat-Centris"”itu. Soekarno
berpendapat
bahwa
pendidikan
Islam
dalam
perkembanganya, selain memperhatikan tuntutan dinamis dari proses perkembangan zaman, maka harus tetap memakai atau tidak melupakan kekuatan dari Islam itu sendiri. Sehingga nuansa pendidikan Islam mempunyai karakteristik yang berbeda dari karakteristik pendidikan tanpa
36
Bambang Noorseno, Religi Dan Religuisitas Bung Karno, Op.Cit., hlm 128
37
DBR, Op Cit, hlm 371
78
transendensi absolut terhadap Allah SWT, karena Barat tidak memiliki kerangaka filosofis seperti Islam. Soekarno Jamaluddin
menyatakan
Al-Afghani
dengan
dalam
melihat
perjuangan
memperjuangkan
Syaich
perubahan
atau
pembaharuan Islam,bahwa: Sampai pada wafatnya dalam tahun 1896, Seyid Jamaluddin AlAfghani, Harimau Pan-Islamisme jang gagah berani itu, bekerdja dengan tiada berhentinya, menanam benih ke-Islaman dimana-mana, menanam rasa-perlawanan terhadap pada ketamakan Barat, menanam kejakinan, bahwa untuk perlawanan itu kaum Islam harus “mengambil”tekniknya kemadjuan Barat, dan mempelajari rahasiarahasianja kekuasaan Barat. 38 Dengan demikian pendidikan harus dapat menciptakan kesadaran (conciunes) pribadi untuk kemudian melakukan tugas-tugas khalifah di bumi dengan tauhid/ keimanan yang kuat. Di sinilah akan terbentuk masyarakat muslim yang sebetulnya. Dalam hal ini Dr. Badri Yatim dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi”menyatakan bahwa: “Alangkah baiknya, ia (muslim) ingat bahwa di dalam urusan dunia, di dalam urusan statesmanship, boleh berqiyas, boleh membuang cara-cara dulu, boleh mengambil cara-cara baru, boleh beradio, boleh berkapal udara, boleh berlistrik, boleh bermodern, boleh ber hyper-hyper modern, asal tidak nyata dihukum haram atau makruh oleh Allah atau Rasul”39 Jadi umat Islam harus menyesuaikan ajaranya dengan keadaan riil kebutuhan
masyarakat
mengenai
kemajuan
zaman
yang
disebut
modernisasi dengan tidak meninggalkan aslinya. Sebuah usaha meniru 38 39
Ibid, hlm 8 Badri Yatim, Soekarno ,Islam, Dan Nasionalisme, Op.Cit, hlm 126
79
Barat sebagai awal dari usaha memajukan masyarakat Islam itu, pertama yang mendapat perhatian adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan”renaisance”. pedagogy, mendidik supaya bangun kembali, itulah yang harus kerjakan kaum muda,” Ujar Soekarno. Memajukan kaum muda pasti tidak terlepas dari upaya-upaya (culture) , untuk mewujudkanya. Menurut M. Arkaoun bahwa usaha modernisasi sebagai suatu bentuk tindakan kultural yang amat penting juga dapat berlangsung dalam perangkat tradisi yang dinamis (dialogis). Sehingga perombakan atau penyesuaian terhadap tradisi-tradisi yang ada adalah sangat diperlukan.40 Tidak selamanya tradisi ituberbanding terbalik dengan arah kemajuan zaman, karena pada dasarnya tradisi itu adalah berpeluan besar dalam mengembangkan kemajuan dan perkembangan. 5. Pendidikan Islam Tanpa Dikotomi Salah satu diskursus dalam pendidikan Islam atau pengetahuan dalam ajaran Islam adalah masalah pengelompokan (dikotomi) antara ilmu agama dan ilmu umum .Ilmu agama adalah yang berkaitan langsung dengan ajaran-ajaran agama ,seperti Ilmu Al-Qur‟an, Al-Hadist, Fiqh, Tajdwid,dan lain-lain, sedangkan ilmu umum adalah yang tidak berkaitan langsung
dengan ajaran-ajaran agama, atau biasanya disebut ilmu
keduniaan yang memang secara historis Barat lebih maju dari kawasan dunia lainya.Dalam pernyataan Soekarno menyimpulkan : 40
Suadi Putro, 1998, Mohammed Arkaun Tentang Islam Dan Modernitas,Paramadaina Mulya,Jakarta, hlm 45
80
“.tapi alangkah baiknja kalau toch western science disitu ditambah banjakja.Demi Alllah “Islam Science” bukan hanya pengetahuan AlQur‟an dan Al-Hadist sahadja; “Islam Science” adalah pengetahuan Al-Qur‟an dan Al-Hadist plus pengetahuan umum! orang tidak akan memahami betul Al-Qur‟an dan Al-Hadist, kalau tak 41 berpengetahuan umum” Bahkan Soekarno lebih tegas lagi dalam rangka
pengembangan
pendidikan Islam yang tanpa dikotomis dengan penyataanaya ” Bukan sahadja “kembali” kepada Qur‟an dan Al-Hadist, tetapi kembali kepada Qur‟an dan Al-Hadist
dengan mengendarai kendaraanja pengetahuan
umum” Soekarno sampai pada kesimpulannya bahwa dunia Islam akan kembali bersinar, sebagaimana yang pernah di alaminya pada enam abad selama zaman pertengahan, jika umat Islam kembali memiliki ghirah untuk
mempelajari
gejala-gejala
alam,
bersedia
menimba
Ilmu
pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang berbagai hal. Walaupun sepintas lalu hal itu tidak ada kaitannya dengan ilmu agama, tetapi sesungguhnya, apa yang di pelajari tentang ilmu-ilmu itu tetap bermakna dan tetap relevansi dengan kepentingan agama (Islam). Soekarno mengatakan: Saya sendiri, sebagai seorang terpelaja, barulah mendapat lebih banyak penghargaan kepada Islam, sesudah saya mendapat membaca buku-buku Islam yang modern dan scientifik. Apa sebab umumnya kaum terpelajar Indonesia tak senang Islam? Sebagian
41
Dibawah Bendera Revolusi, Op.cit.,hlm 336
81
besar, ialah oleh karena Islam tak mau membarengi zaman, dan karena salahnya orang-orang yang mempropagandakn Islam.42 6. Guru Sebagai Pemimpin Pengembangan Akal dan Jiwa Peserta Didik. Kepemimpinan guru bukanlah sebuah bentuk penguasaan pribadi atas pribadi lain dalam sebuah pendidikan, tetapi mereka harus mempratekkan pendidikan ko-intensional, dimana peran-peran antara guru dan murid berada dalam kesetraan, atau kalau menurut Soekarno justru Guru harus mendidik dahulu dirinya sendiri sebelum mendidik siswa, sehingga nantinya terjadilah saling mendidik antara keduanya. Hipotesa Freire, sebagaimana yang ditulis Deni Collis bahwa pendidikan dan anak yang menempatkan keduanya pada posisi yang egaliter tidaklah terletak pada asumsi bahawa guru atau pendidik selalu berdiri pada perendahan martabat manusia sebagai objek didik, sehingga guru menempatkan dirinya sebagai manusia yang berpengetahuan atau denga sikap otoritanisme mengnggap dirinya yang paling tahu akan segala hal. Dalam pandanganya Freire bahwa tidak ada pengkultusan atas pribadi apalagi pemakaian otoritas, melainkan sebagai fasilitator. 43 Soekarno dalam pandanganya tentang pendidikan lebih tegas menyatakan bahwa yang pertama kali melakuan kerja pendidikan adalah guru itu sendiri (pendidik), karena ini melatih proses pendidikan yang bersifat egaliter sebagai latihan tanggung jawab yang bernuansa lebih tinggi, bahwa guru adalah sebagai pelopor yang pertama dalam setiap perubahan. Soekarno Menyatakan: “Pemimpin guru alangkah hebatnya pekerjaan menjadi pemempin didalam sekolah menjadi guru didalam arti yang special, yakni menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak.!” Terutama sekali di 42
Ibid, hlm. 337 Dennis Collins, Paulo Freire, Kehidupan Karya Dan Pemikiranya, Pustaka Pelajar, Cet.I, 1999, hlm 56 43
82
zaman kebagunan! Hari kemudian manusia adalah di tangan guru itu, menjadi manusia. Kebangunan atau bukan manusia-manusia kebangunan....tiap-tiap perguruan, di negeri mana sajadan pada apa saja, mempunyai guru yang segalanya seperti mendapat ilham ilahi buat menjadi guru, dan mempunyai guru yang sebenar-benarnya.44 Seorang guru harus mampu memandang jauh kedepan, perubahan apa yang bakal terjadi di hari esok, seorang duru akan merencanakan apa yang terbaik untuk diberikan kepada anak didiknaya. Bagaimana ia sebagai motivator, memotivasi anak didikanya agar penuh semangat dan siap menghadapi serta menyongsong perubahan hari esok. Tentunya ia sekaligus
sebagai
pelaksana
dari
rencana
tersebut
dan
akan
memepertanggung jawabakannya. 7. Memasyarakatkan
Budaya
Membaca
Buku
Sebagai
upaya
Peningkatan Pendidikan Islam. Soekarno layak di sebut pemikir karena bung karno juga menulis . di awal ia menulis untuk majalah Oetoesan Hindia dengan nama samaran . tulisannya banyak memunculkan perdebatan di kalangan aktivis gerakan dan para penulis lainnya. Waktu itu, Dr. Douwes Dekker, berbicara “Tuan-tuan, saya tidak menghendaki digelari oleh seorang veteran, sampai saya masuk keliang kubur saya ingin menjadi pejuang untuk Republik Indonesia. Saya telah berjumpa dengan pemuda Soekarno. Umur saya semakain lanjut dan bilamana datang saya saat mati, saya sampaikan pada tua-tuan bahwa adalah kehendak saya supaya Soekarno menjadi penganti saya...anak muda ini akan menjadi „juru selamat dari rakyat indonesia di masa yang datang.45
44
Op Cit, DBR I, hlm. 612 Nurani Soyomukti, Soekarno, Visi Kebudayaan dan Revolusi Indonesia, AR-RUZZ MEDIA, Yogjakarta, 2010, hlm,122 45
83
Kemudian masa-masa penjara dan pengasingan adalah tahun-tahun pendidikan. Ia terus membaca dan membaca. Tetapi, ia paling mengiginkan buku-buku sosialisme, revolusi dan buku-buku agama Islam, buku yang akan memberi pandangan tentang kehidupan. Dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi” dalam “surat-surat dari endeh” tertanggal surat bulan Juli 1935
Soekarno mempunyai keinginan yang kuat untuk
mengembangkan dunia atau minat membaca umat Islam, apalagi yang berkenaan dengan masalah-masalah hukum dan perkembangan masyarakat /sosial. Dalam keadaan bagaimanapun membaca itu diperlukan, bahkan sampai dala penjara sekalipun. Hal ini sesuai dengan pernyataanya: “Saja masih terus studi Islam, tetapi saja kekurangan perpustakaan, semua buku-buku sudah saja “termakan” pada saja. Maklum, pekerdjaan saja sehari-hari, sesudah djabut-djabut rumput dikebun, dan disampingja “mengobrol” dengan anak binik buat mengembirakan mereka, ialah membadja sahadja. berganti-ganti membadja buku-buku ilmu pengetahuan sosial dengan buku-buku jang mengenai Islam, jang belakang ini dari tanganja orang Islam sendiri di Indonesia atau diluar Indonesia dan dari tanganja kaum ilmu pengetahuan jang bukan Islam”.46 Sejak belia, bung karno lari kedunia pemikiran dan dunia sejarah orang-orang besar melaluin cerita yang diperoleh dari ceramah pak cokro dan dari membaca buku, inilah yang menyebabkan dirinya percaya diri dan
meniru
orang-orang
besar.
Kelak,
pada
1966,
menjelang
keruntuhannya dari kekuasaan kepresidenan, bung karno mengakui tentang kondisi masa kecilnya bahwa:
46
DBR, Op.Cit, hlm 328-329
84
“....tatkala masih muda, masih amat muda sekali, bahwa saya miskin dan oleh karena saya miskin, maka demikianlah saya ucapkan: “saya tinggalkan This material word. Dunia jasmani sekarang ini tidak memberi hiburan dan kepuasan kepada saya, oleh karena saya miskin.” .....saya meningalkan dunia yang material ini, saya masuk di dalam World of the mind. Dunianya alam cipta, dunia khayal, dunia pikiran. Dan telah sering saya katakan, bahwa didalam World of the mind itu, disitu saya berjumpa dengan orang-orang besar dari segala bangsa dan segala negara. Di dalam World of the mind saya berjumpa dengan nabi-nabi besar, di dalam World of the mind itu saya berjumpa dengan ahli falsafah, ahli falsafah besar. Di dalam World of the mind saya berjumpa dengan pemimpin-pemimpin besar bangsa yang besar, dan di dalam World of the mind itu saya berjumpa dengan pejuang-pejuang kemerdekaan yang berkaliber besar.47 Dengan demikian bahwa sangatlah penting sekali membaca buku untuk membuka cakrawala dunia, untuk menguasai dunia harus di mulai dengan hal yang kecil, tetapi berefek besar yaitu dengan membaca buku bisa merubah dunia. D. PENGERTIAN DAN LANDASAN NATION AND CHARACTER BUILDING MENURUT IR. SOEKARNO 1. Nation and Character Building Pada tanggal 1 Juni 1945 Soekarno menyampaiakan pidato yang di kenal dengan hari pancasila, yang menerangkan perbedaan negara Indonesia dengan negara yang lain, yang terletek hanya lah dalam perjuangannya dan bagaimana mendirikan negara yang di bangun berdasarkan Nation and character building. Soekarno mengatakan: Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia
47
Op Cit, Soekarno, Visi Kebudayaan dan Revolusi Indonesia, hlm 130
85
Saya minta, saudara Ki Bagoes Hadi koesoemo dan saudara-saudara Islam lain: maafkan saya memakai perkataan “Kebangsaan”ini!saya pun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudara-saudara, janganlah saudara salah paham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia adalah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu national staat, seperti saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh seberapa hari yang lalu. Satu national staat Indonesia bukan berarti staat yang sempit. Sebagai Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, datuk-datuk tuan, nenek moyang tuanpun bangsa Indonesia. Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia. Satu national staat! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski saya di dalam rapat besar di Taman Reden Saleh sedikit-sedikit sudah menerangkannya, marilah saya terangkan lebih jelas dengan mengambil tempo sedikit: apakah yang dinamakan bangsa? Apakah syaratnya bangsa? Menurur Ernest Renan syarat bangsa ialah”le desir d‟entre ensemble”, yaitu Kehendak akan bersatu”. Kalau kita lihat difinisi orang lain, yaitu Otto bauer, di dalam bukunya “Die Nationalitatenfrage”disitu ditanyakan:“Was ist eine Nation?”dan jawabanya ialah: “Eine Nation ist eine Schiksalgemeinschaft erwachsence Charactergemeinschaft”. Inilah menurut Otto Bauer satu Natie. (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib). Orang yang tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan “Gemeinschaft”-nya dan perasaan orangnya, “I ame et le desir”. Mereka hanya mengigat bumi yang di diami manusia itu. Apakah tempat itu? Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah SWT. Membuat peta dunia, kita dapat menunjukan di mana “Kesatuan-kesatuan” di situ.48
Soekarno di dalam bukunya Dibawah Bendera Revolusi mengatakan Nation and Character Building sebagai wujud revolusi: Saudara-saudara! Kita sekarang ini, sebagai sudah sering saja katakan dalam pidato-pidato, berada dalam tingkatan kedua daripada Revolusi kita, jaitu “Nation building”. Tingkatan membina natie, 48
Pramoedya Anan Toer, Kronik Revolusi Indonesia, Jilid I, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta, tanpa tahun, hlm 314,317
86
tingkatan membina bangsa. Perdjoangan membebaskan Irian Barat merupakan satu fundamentil daripada Nation bulding kita, bahkan djuga satu dasar fundamentil Character building Indonesia. Sedjak dulu mula kita menjubur-njuburkan karakter-tulen kepada bangsa Indonesia, djauh daripada opportunisme, djauh daripada djiwa pendjiplak, djauh daripada Sklavengeist, atau djiwa budak-belian jang tidak mengenal kehormatan. kalau belakangan ini ada seorang moralis-politikus berkata”A nation with character is worth to ive for, is worth to sacrifice for”, “satu bangsa jang berkarakter pantas kita sadjikan hidup dan korbanan kepadanja”, maka kita telah mentjammentjam keagungan-djiwa jang demikian itu kepada Rakjat Indonesia djauh sebelum “Sturm Uber Asien” menderu-deru diangkasa Timur! Itulah sebabnja kita membantu perdjoangan lainlain bangsa jang menentang koloniaalisme, dengan tidak memperdulikan bangsa itu apa warna kulitnja atau apa tjorak agamnja.49 Bagaiamana pun konsep kebangsan ini dinamis adanya. Dalam kedinamisannya, antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa dengan bangsa lain saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan budaya dan kemudian bermetamorgosa dalam campuran budaya dan sintesannya, maka derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian terkristalisasi dalam kebangsaan.
Soekarno
mampu membuktikan fahamnya untuk menyatukan
seluruh element bangsa Indonesia. Tentu lement-elemnet masyarakat tersebut berasal dari latar belakang sosial, ekonomi, agama yang berbedabeda Mengenai pemikiran Soekarno
tentang politik nasional ataupun
mengenai pendidikan. Walaupun pendidikan selalu berganti kebijakan, pada intinya tujuan pendidikan di masa kepemimpinan Presiden Soekarno mengarah pada penanaman jiwa Nation and Character Building. Hal ini 49
Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revulusi, Jakarta, 1964, hlm. 300 dan hlm 498
87
dapat dilihat pada salah satu isi penentapan Presiden RI nomor 19 tahun 1965 berbunyi : “Pendidikan Nasional ialah Pendidikan Bangsa (Nation and Character Building) yang membina suatu bangsa yang mampu atas tanggung jawab sendiri menyelesaikan revolusinya, tahap demi tahap, dengan pengertian bahwa agama adalah unsur mutlak dalam rangka Nation and Character Building sesuai dengan ketetapan MPRS tahun 1960.”50 Kemudian
di
tegaskan
juga
melalui
resolusi
MPRS
No.III/Res/MPRS/1966 di tetapkan dalam pasal-pasalnya mengenai pembinaan kesatuan bangsa, dimana pendidikan harus mengintensifkan pendidikan agama sebagai unsur mutlak National dan Character Building di semua sekolah dan lembaga pendidikan dengan memberikan kesempatan yang seimbang.51
Pengertian tentang rasa dan wawasan kebangsaan tersebut diatas sebenarnya merupakan pandangan generik yang menjelaskan bahwa rasa dan wawasan lahir dengan sendirinya di tenga ruang dan waktu seseorang dilahirkan. Tidak salah bila pandangan generik itu mengemukakan pentingya menumbuhkan semangat pejuangan, rasa kebanggaan atas bumi dan tanah air dimana seseorang dilahirkan dan sebagainya.
50
Syaifudin, Tan Malaka (Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2012, hlm. 33 51 Tim Penulis Sejarah Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI. PT. Balai Pustaka (Persero), Jakarta, 2009, hlm 556
88
a). Kondisi Pindidikan Masyarakat Masyarakat merupakan sebuah anasir nation and character building mempunyai tingkat keragaman dalam kehidupan sosial manusia sudah sangat umum diketahui. Sebagian masyarakat terorganisir secara sederhana dan kecil, sementara sebagian lain besar dan sangat kompleks. Sebagian masyarakat menopang kehidupannya dengan berburu dan meramu, atau bertani, sementara yang lain menggantungkan diri kepada industri modern. Soekarno membagi sejarah pergerakan nasional Indonesia dengan mengamati perkembangan di Indonesia menjadi lima periode : Zaman perintis (1908-1927), Zaman penegas (1927-1938), Zaman Pencoba (19381942), Zaman Pendobrak (1942-1945), dan Zaman pelaksana (1945Sekarang).52 a. Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda Penjajah Belanda dalam perjalanan sejarahnya menunjukkan bagaimana ia menerapkan kebijakan pendidikan yang diskriminatif dan menghalangi pertumbuhan pendidikan lokal masyarakat yang sudah ada. Pada 1882, Belanda membentuk pristerraden yang mendapat tugas mengawasi pengajaran agama di pesantrenpesantren. Pada 1925, Belanda mengeluarkan peraturan bahwa orang yang akan memberi pengajaran harus minta izin dulu. Terbit pada tahun 1925, goeroe-ordonntie. Yang menetapkan bahwa para kiai 52
Op Cit, Badri Yatim, hlm 20
89
yang akan memberi pelajaran, cukup memberitahukan kepada pihak Belanda. Peraturan-peraturan itu semua merupakan rintangan perkembangan pendidikan yang diselenggarakan oleh para pengikut agama Islam.53 Komisaris Jenderal pada masa tersebut cukup menaruh perhatian di bidang pendidikan. Terbukti setelah beberap waktu berselang dari proses serah terima daerah jajahan dari pihak Inggris ke pihak Belanda, ia menunjuk CGC Reinwardt sebagai Direktur Pengajaran. Pada tahun terakhir di masa pemerintahannya, dikeluarkan peraturan persekolahan yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai pengawasan dan penyelenggaraan pengajaran. Sayangnya, ide-ide Daendels
pada
masa
sebelumnya
yang
ingin
memperluas
kesempatan memperoleh pendidikan bagi penduduk jajahan tidak dilanjutkan pada masa ini. Hal tersebut sangat jelas karena dalam ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan pada masa ini sangatlah sedikit yang membahas masalah pengajaran untuk penduduk jajahan. Salah satunya adalah peraturan umum tentang pendidikan sekolah yang berisi bahwa pendidikan hanya untuk orang Belanda saja. Secara tegas, tujuan pendidikan selama periode kolonial Belanda memang tidak pernah dinyatakan, tetapi dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan antara lain 53
Rifa‟i, Muhammad. Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik Hingga Modern. Jogjakarta:2011, Ar-Ruzz Media, hlm. 56
90
adalah untuk memenuhi keperluan tenaga buruh kasar kaum modal Belanda, di samping ada sebagian yang dilatih dan dididik untuk menjadi tenaga-tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian, dan lain-lain yang dianggap sebagai pekerja-pekerja kelas dua atau kelas tiga. Menurut Ki Hajar Dewantara dalam salah satu pidatonya mengatakan bahwa Politik Etis penjajah sepertinya akan lunak dengan kemajuan pendidikan pribumi, tetapi tetap saja pola kebijakan
pendidikan
kolonial
tersebut
menunjukkan
sifat
intelektualis, alitis, individualis dan materialis. b. Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Pendudukan Jepang Meski zaman pendudukan Jepang di bumi Nusantara sangatlah singkat, tetapi pengaruhnya bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia sangatlah besar. Tujuan pendidikan pada masa itu telah disisipi misi Nipponisasi dan juga upaya-upaya pemberdayaan bangsa Indonesia untuk membantu kepentingan perang Jepang. Misi tersebut dilakukan dengan mendekati tokoh-tokoh kiai yang menjadi panutan umat Islam agar dapat dijadikan sandaran politik mereka. Pertemuan antara 32 ulama gerakan Gunseikan pada 7 Desember 1942 berisi tukar pendapat mengenai ke-Islam-an dan komitmen Jepang untuk melindungi adat dan agama Islam, tidak mencampuri lembaga keagamaan bahkan diperkenankan secara resmi untuk meneruskan pekerjaannya, serta memberi kedudukan yang baik pada
91
mereka yang telah mendapatkan pendidikan agama tanpa membedabedakannya dengan golongan lain54. Bangsa Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia. Ketika kondisi dunia saat terjadi perang, Jepang tak tinggal diam dan menampilkan
diri
ikut
dalam
peperangan
tersebut.
Jepang
mendapatkan prestasinya ketika menghadapi Rusia. Jepang bercitacita besar, yaitu menjadi pemimpin Asia Timur Raya dan berhasil menakhlukkan Belanda yang telah lama menjajah Indonesia. Sekolah-sekolah yang ada di zaman Belanda diganti dengan sistem Jepang. Selama Jepang menjajah Indonesia, hampir sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan latihan perang atau bekerja. Jika ada kegiatan-kegiatan sekolah, hal tersebut tidak jauh dengan konteks Jepang sedang berperang. C. Pendidikan Pada Masa Awal Kemerdekaan Indonesia Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, perubahan-perubahan tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan saja, tetapi juga dalam bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan
yang
bersifat
mendasar,
yaitu
perubahan
yang
menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita suatu bangsa yang merdeka dan negara yang merdeka. 54
Assegaf, Abd. Rachman. Politik Pendidikan Nasional: Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi. Yogyakarta: Kurnia Kalam. 2005,hlm. 23
92
Untuk mengadakan penyesuaian dengan cita-cita bangsa Indonesia yang medeka itulah, bidang pendidikan mengalami perubahan, terutama dalam landasan utamanya, tujuan pendidikan, sistem persekolahan, dan kesempatan belajar yang diberikan kepada rakyat Indonesia . Pada masa peralihan antara tahun 1945-1950, bangsa Indonesia mengalami kesusahan di berbagai bidang, mulai dari sosial, ekonomi, budaya, politik, dan pendidikan. Namun, tekad bangsa Indonesia sudah bulat dengan adanya Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 untuk menata kehidupan bersama, berbangsa, mencapai kemakmuran dan kesejahteraan, lepas dari penindasan. Salah satu sasaran dan caranya adalah dengan memajukan dunia pendidikan untuk mencerdaskan rakyat Indonesia. Pada masa awal-awal kemerdekaan Indonesia, situasi politik belum stabil hingga menyebabkan terjadinya perubahan pada kelembagaan pendidikan Indonesia. Pada awal kemerdekaan pemerintah Republik Indonesia (RI) telah membentuk kementerian yang mengurus dunia pendidikan disebut sebagai “Kementerian Pengajaran.” Ketika terjadi agresi Belanda, Kementerian Pengajaran ditempatkan di Surakarta, pemindahan tersebut terjadi pada Januari 1946. Pada waktu itu juga nama kementerian diubah menjadi
93
“Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan” atau yang disingkat menjadi Kementerian PP dan K.55 Lebih dari itu, ketika Belanda menyerang pada Desember 1948,
banyak
kantor
kementerian
dipindahkan,
termasuk
Kementerian PP dan K. Waktu itu organisasi kementerian berjalan sebagaimana mestinya dan terkenal dengan sebutan “Kementerian Gerilya.” Ketika sudah pulih, maka pada Juni 1949, Kementerian PP dan K dipindah lagi dari Surakarta ke Yogyakarrta dan dibentuk tiga jawatan baru: Jawatan Inspeksi Pengajaran, Jawatan Pendidikan Masyarakat,
dan
Jawatan
Kebudayaan.
Pada
awal
masa
kemerdekaan itulah, dan juga tahun-tahun menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, seorang tokoh pergerakan nasional dan pejuang pendidikan yang besar sekali perannya adalah Ki Hadjar Dewantara. Sekarang tanggal kelahirannya, 2 Mei diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional sebagai bentuk penghormatan dari pemerintah dan masyarakat Indonesia kepada beliau yang telah begitu besar jasanya dalam meletakkan dasar pendidikan nasional. Sumbangannya bagi Indonesia, terutama dalam dunia pendidikan adalah hadirnya Perguruan Taman Siswa dengan substansi ideologis kebangsaan, keindonesiaan dan kerakyatan. Gagasan dan pemikiran Ki Hadjar tentang pendidikan dan
55
Sjamsudin. Sejarah Pendidikan di Indonesia. Jakarta: 1993, Depdikbud, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Hlm. 9
94
kebudayaan sampai sekarang masih selalu dikaji dan dianggap relevan diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional. Salah satunya adalah prinsip Tut Wuri Handayani yang menjadi semboyan resmi dari implementasi sistem pendidikan nasional.56 Pendidikan yang digagas oleh Ki Hadjar adalah pendidikan yang nir-paksaan. Ia menyatakan bahwa istilah opvoeding atau pedagogiek sebenarnya tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa kita secara tepat. Istilah yang hampir mendekati adalah momong, among dan ngemong. Di Taman Siswa kemudian dikenal dengan sistem Among sebagai dasar pendidikannya.57 Caranya tidak dengan memaksa, seorang guru baru diharuskan mengintervensi kehidupan si anak ketika memang si anak tersebut salah. Dalam sistem Among inilah familiar metode Ing Ngarsa Sung Tuladha (bila berada di depan harus dapat memberi contoh), Ing Madya Mangun Karsa (bila di tengah-tengah harus dapat memberi gagasan yang mendorong kemajuan), dan Tut Wuri Handayani (ketika di belakang harus dapat memberikan dukungan atau dorongan). Baru setelah Indonesia merdeka sebagai negara bangsa, dimulai penyiapan tahapan kedua revolusi sosialisme Indonesia
56
Tim Kreasi LKM UNJ, Restorasi Pendidikan Indonesia, Menuju Masyarakat terdidik Berbasis Budaya, Yogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2011, hlm 78 57 Subkhan, Edi. Ki Hajar Dewantara Peletak Dasar Pendidikan Indonesia, Taman Siswa, , Taman Siswa, Yogyakarta, 2010. Hlm. 21
95
dengan cara memerdekaan masing-masing indivindu dari bangsa Indonesia dari kemiskinan dan, kebodohan. Itu sebabnya bisa dipahami Soekarno di samping gandrung akan persatuan dan kesatuan, Soekarno juga tergila-gila dan selalu memprioritaskan program nation and character building.58 b). Transformasi Sosial Budaya Menuju Nation and Charakter Building Indonesia Melihat realitas sosial budaya bangsa Indonesia Ir. Soekarno berfikiran pada format bangsa yang ideal menurut beliau, Dari konsep Nation and Charakter Building yang dimaksud pada prinsipnya membentuk tatanan masyarakat yang berkebudayaan berlandaskan budi hati nurani dan
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan tujuan
membentuk masyarakat yang adil, makmur berkesejahteraan, yang didalamnya masyarakat saling gotong-royong bekerja untuk mencapai tujuan nasional tersebut. Menurut Soekarno, sejarah memiliki makna penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk memahami identitas diri dan jiwa bangsa soekarno menyebutnya dengan istilah nation and character buliding hal ini ia pertegas dalam pidato jas merah sesungguhnya toh bahwa membangun suatu bangsa, membangun ekonomi, membangun
58
Op Cit, Wang Xiang Yun, hlm. 18
96
pertahanan, membangun pendidikan adalah pertaman-tama adalah membangun jiwa bangsa.59 Ide Nation and Character Building Indonesia yang diharapkan mampu menjadi landasan nasional dalam membangun bangsa ini. Adapun dalam mewujudkan ide tersebut Ir. Soekarno telah memformulasikan ajarannya pada konsep Panca Azimat Revolusi yang berisikan pada Nasakom, Pancasila, Manipol/USDEK, Trisakti, Berdikari. Secara implisit ajaran tersebut berisikan pada :
pertama,rasa
persatuan
dan
kesatuan
didalam
masyarakat
Indonesia, agama, suku, ras, dan kebudayaan
Kedua, kepribadian bangsa diejawentahkan dalam dasar negara,
ketiga, kebijakan pemerintah tentang pembangunan manusia seutuhnya, keempat, ekonomi sebagai bentuk kekuatan yang paling mendasar dari bangunan bangsa, perilaku politik
negara dan
karakter bangsa sebagai identitas,
kelima, kerjasama diantara negara-negara yang seide, senasib dan berkeinginan untuk membangun bangsa yang tidak tergantung terhadap bangsa kapitalis. Dari semua konsep tersebut Ir. Soekarno mendasarkan ide Nation
and Character Building Indonesia yang harus dilakukan antara pemimpinan bangsa bekerjasama dengan seluruh rakyat Indonesia.
59
Hendri Mahendra, Catatan Jas Merah, Majalah INOVASI UIN Malang, Edisi XXVIII, November 2011
97
2. Latar belakang munculnya Nation and Character Building a. NASAKOM Awal abad XXI merupakan tonggak sejarah mengkristalnya aliranaliran dalam politik nasional sebelum kemerdekaan. Aliran-aliran ini merasuk dalam sikap, perilaku dan tujuan masing-masing golongan untuk mewujudkan cita-citanya. Di dalam realitas ini Ir. Soekarno ada tiga aliran yang sangat dominan yaitu: Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Ketiga-tiganya saling menunjukkan esistensi dan platform gerakan, disamping membentuk karakter masyarakat pengikutnya. Soekarno dalam menulis sebuah artikel panjang di Indonesia Muda dengan judul “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme” pokok-pokok pemikiran yang di tuangkan dalam tulisan itu adalah bahwa gerakan Marxis dan nasionalis di Indonesia berasal dari satu dasar yang sama, yaitu hasrat kebangsaan untuk melawan kapitalisme dan imperialisme Barat. Dalam artikel tersebut ia berpendapat bahwa ketiga aliran tersebut dapat bersatu dalam perjuangan melawan musuh utama.60 Ir. Soekarno melihat tiga aliran tersebut mempunyai potensi konflik tinggi apabila tidak bersatu, sedangkan persatuan tonggak utama dalam mencapai kemerdekaan. Dalam hal ini Ir. Soekarno menegaskan persatuan ketiga aliran tersebut, hal ini terungkap dalam Nasakom. Ir. Soekarno berpendapat:
60
Op Cit, DBR, hlm 2
98
“Mempelajari, mencari hubungan antara ketiga sifat itu membuktikan bahwa tiga haluan ini dalam suatu negeri jajahan tak guna berseteruan satu sama lain, membuktikan pula bahwa ketiga golongan ini bisa bekerja bersama-sama menjadi satu gelombang maha besar, dan maha kuat satu ombak taufan yang tak dapat ditahan terjangnya, itulah kewajiban yang kita semua harus memikulnya.”.61 Dilihat dari tujuan penulisan artikel itu, maka ide persatuan itu mungkin lebih tepat di maksukkan dalam katagori asas perjuangan . namun tulisan itu merupakan cikal bakal dari ide nasionalisme yang akan dirumuskan Soekarno. Walaupun Sekarno tidak mengiginkan seorang nasionalis berubah menjadi Islam dan Marxsis, atau seorang Marxsis berbalik
menjadi
nasionalis
atau
Islamis-karena
persatuan
yang
dimaksudkannya adalah kerukunan, persatuan antara ketiga golongan. Di mana ketiga aliran tersebut bersepakat dalam hal kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan, sama-sama bersifat sosialistis dan sama-sama anti imperialis dan kapitalis. Hal-hal tersebutlah yang memungkinkan ketiga aliran tersebut, menurut Soekarno dapat bersatu di samping adanya persamaan nasib, sama-sama terjajah, tidak merdeka, tertindas dan lain sebagainya.62 Walaupun menjalankan kewajiban tersebut berat akan tetapi hal ini sangat mulia, kita tidak bisa menentukan, tetapi kita harus berusaha, berikhtiar,berdaya upaya menjalankan kewajiban ikut mempersatukan gelombang ketiganya. Sebab persatuanlah yang akan membawa kearah terkabulnya impian kita. Kalau kita melihat aliran tersebut apakah mampu, 61 62
. Ibid, hlm 2. Op,Cit, Badri Yatim, hlm, 88
99
apakah bisa dan apakah mungkin ketiganya bersatu dalam satu gerakan untuk mencapai cita-cita yang sama? Jawabannya adalah selagi manusia itu mempunyai niat dan berusaha maka Tuhan akan memberi jalan, oleh sebab itu kita lihat kemungkinan dari ketiganya itu bisa bersatu. Adapun kemungkinan tersebut: Pertama, adanya keinginan hidup menjadi satu. Bahwa mereka dengan kaum nasional merasa satu golongan, satu bangsa. Bahwa segala pihak dari pergerakan baik nasionalis maupun Islam maupun marxis beratus-ratus tahun ada ”Persatuan hal ihwal”, senasib tak merdeka dio dalam bangsa Indonesia. Kedua, merasa satu golongan. Dari persatuan tersebut diatas maka inilah yang menimbulkan rasa segolongan itu. Betul rasa segolongan ini masih membuka perselisihan satu sama lain,
tetapi jalan menuju
persahabatan dan persatuan bisa kita capai. Ketiga, bekerjasama untuk mencapai tujuan nasional. Dengan semangat persatuan, rasa satu golongan diantara ketiga aliran itu bahu membahu, bergotong royong dengan maksud yang sama untuk menegakkan keadilan demi tercapainya masyarakat merdeka, makmur dan berkesejahteraan. Soekarno sebagai pemikir yang sangat di pengaruhi oleh tradisi Jawa, tidak saja menunjuk pemikirannya dalam tulisan “Nasionalisme, Islam, Marxisme” ataupun pada pemikiran pancasilanya, namun juga pada citra pewayangan, baik mengenai situasi-kondisi politik maupun sebagai perannya sendiri. Dalam pidato-pidatonya Soekarmno menggambarkan
100
perjuagan nasional sebagai perjuangan kaum sini dan sana, antara pendawa dan kurawa atau dalam realita antra yang dijajah (Pandawa) dan yang menjajah (Kurawa). Soekarno sendiri mengambarkan dirinya sebagai bima atau gatotkaca, yang mendoprak atau diluar sistem baik feodal maupun kolonial, yakni sang jago. Citra wayang, khususnya para pahlawan dalam kisah-kisah mahabarata, khususnya lagi tokoh-tokoh seperti bima dan gatotkaca, diambil oleh Soekarno unuk menarik perhatian rakyat kepadanya, menyadarkan perjuangan antara rakyat mengenai keadaan mereka antara rakyat yang dijajah anatara pendawa yang harus merebut tahta dari kurawa. Di mana Soekarno menyadarkan rakyat dengan bahasa wayang dan berkesan dan mengesankan diri sebagai ratu adil. Karena sudah lama rakyat menunggu datangnnya Ratu Adil, yang bisa menyelesaikan semua persoalan sosial, ekonomi, dan masyarakat.63 Mao Tse Tung dari cina adalah seorang Revolusioner yang prinsipprinsip dasarnya tidak bisa di tawar-tawar, juga Mahatma Gandhi dari India bersikap demikian, sedangkan Soekarno sebagai seorang pemimpin menyesuaikan diri dengan keadaan. Misalnya dalam pidato klasiknya mengenai Pancasila ia mengatakan bahwa kalau kaum muslimin menghendaki Negara Islam maka mereka harus meyakinkan bagian terbesar rakyat Indonesia pada Islam, demikian juga kaum kristen
63
Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, LP3ES, Jakarta, 1987 hlm 3
101
menghendaki negara Kristen maka mereka harus meyakinkan sebagian sebagian besar masyrakat Indonesia untuk menjadi Kristen. 64
b. PANCASILA Sejarah bangsa Indonesia yang menjalani pasang surut dalam perjalanannya
yang sampai
sekarang dalam
badai
keterpurukan,
secepatnya harus berbenah diri, berevolusi untuk kembali kepandangan hidup bangsa Indonesia. Pada intinya pandangan hidup/landasan dasar kehidupan bangsa Indonesia berakar dari jati diri bangsa sendiri, yang tidak mengadopsi dan tidak menjalankan landasan dasar bangsa lain. Way of life bangsa Indonesia itu sudah termaktub didalam dasar negara kita yaitu Pancasila, dalam esensinya merupakan intisari dari pola kehidupan bangsa Indonesia yang sengaja digali dan diformulasikan untuk mencapai tujuan masyarakat Indonesia. Tata tantrem, kerta raharja, gemah ripah, lojinawi (artinya negaranya adalah teratur, tentram, orang bekerja aman, orangnya ramah-ramah, berjiwa kekeluargaan dan tanahnya subur).65 Sosialisme Indonesia yang merupakan perwujudan dari kepribadian Indonesia itu bercorak gotong royong yang dalam pandangan Soekarno adalah: ...Perbantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu binantu bersama, amal semua, buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagian semua. “Holopis kuntul baris” buat kepentingan bersama.
64
Ibid, hlm 4 Op Cit, Badri Yatim, 100
65
102
Dalam gotong royong ini tidak seorang manusia pun dianggap lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain. Semua peserta gotong royong mempunyai kedudukan Sama tinggi, sama rendah, sama hak dan kewajiban dalam suasana persaudaraan di dalam lingkungan kekelurgaan. Pentingnya gotong royong ini dapat di lihat dari konsep Soekarno, di mana ia melihatnya sebagai Eka-Sila yang di peras dari Pancasila.66 Fenomena sekarang telah membuktikan tentang arti pentingnya sejarah, sejarah masa lalu yang didalamnya banyak mengandung hikmah dan pelajaran yang berharga telah kita tinggalkan. Ir. Soekarno mengutip kata bijak pemikir Inggris, Thomas Carlyle: “Orang belajar sejarah agar bijak sebelumnya. Sampailah jalannya pemikiran, apa yang harus dilakukan oleh generasi sekarang, bukan saja tidak menghindari sejarah, tidak pula sekedar meninggalkan sejarah, tetapi berdialog dengan sejarah.”67 Belajar sejarah, mendalami dan menarik pengalaman dari pelajarannya lebih bijak sebagai bangsa karena tidak membebek begitu saja melainkan belajar sejarah secara mendalam dan secara kritis. Para pelajar dan tokoh masyarakat yang sadar dan serta mengetahui nasib masyarakat mulai berfikir untuk melepaskan diri dari nestapa ini, kemiskinan, kebodohan dan ketertindasan masyarakat inilah yang untuk pertama
kalinya
menumbuhkan
benih-benih
nasionalisme
dalam
pengertian modern. Namun bentuk nasionalisme Indonesia pada mulanya masih merupakan nasionalisme kultural, dan masih keterbatasan perhatian 66 67
Op Cit, DBR, hlm. 383 . Harian Kompas , I Juni 2013, hlm 1 kolom 1.
103
dan pada usaha peningkatan kesejahteraan rakyat serta belum mengangkat masalah politik. Yang di maksud dengan nasionalisme kultural di sini adalah adanya kenyataan bahwa perhatian pada latar belakang kultur yang beraneka warna di Indonesia, sehingga bentuk persatuan yang mengikat mereka adalah budaya dan daerah.68 Maka muncullah nasionalisme Jawa, nasionalisme sumatra dan lainlain, dan inilah menjadi cikal bakal gerakan nasional yang kemudian muncul organisasi kepemudaan Indonesia, Jong Java, Jong Sumatranend Bond, Jong Minahasa, Jong Ambon, dalam tujuan sebagai berikut: “peningkatan kesejahteraan rakyat” mereka menyadari bahwa rakyat tertindas oleh pemerintah kolonial, dengan demikian, bentuk nasionalisme pertama kali di Indonesia tidak sepenuhnya dalam pengertian politik, tetapi masih dalam bentuk kemasyarakatan , namun kesadaran itu sudah merupakan benih nasionalisme dalam pengertian yang sebenarnya. Pada tahun 1927 Ir. Soekarno menemukan ajaran yang dinamakan Marhaenisme. Dimana Marhaenisme adalah azas pergerakan dan perjuangan guna mengangkat kaum marhaen. Kata marhaen oleh Ir. Soekarno diambil dari nama seorang petani di Bandung. Ceritanya adalah “Pada suatu hari saya berjalan disebelah selatan kota Bandung. Kalau saudara mau tahu desanya, nama desanya Cigereleng. Di Cigereleng saya berjalan-jalan di sawah. Pada waktu itu saya memimpin partai, saya jalanjalan disana, saya melihat seorang laki-laki menggarap sebidang tanah.
68
Op Cit, Badri Yati, hlm 18, 19
104
Saya tanya: Bung ini tanah siapa? Gaduh abdi. Pacul ini siapa punya? Gaduh abdi. Artinya gaduh abdi itu, saya punya. Gubuk ini siapa punya? Gaduh abdi. Engkau kalau sudah tanam padi ini, hasil padi ini untuk siapa? Gaduh abdi. Wah engkau kaya? Tidak, miskin. Maklum cuma begini dan meskipun tanah punya saya sendiri, hasilnya pun saya punya sendiri tetapi saya miskin, paling miskin, coba lihat gubuk ini sudah reyot. Orang ini bukan proletar. Miskin tetapi bukan proletar, sebab punya alat produksi milik dia sendiri. Sebaliknya sebagai tadi saya katakan meskipun mobilnya mengkilap kalau alat produksi tidak dimilikinya dan dia cuma menjual tenaganya saja, ia adalah proletar. Orang ini adalah bukan proletar tetapi miskin, seperti 95% daripada rakyat Indonesia adalah miskin. Saya tanya kepadanya : nama bung siapa? Marhaen, jawab dia. Timbul ilham, kalau begitu semua rakyat Indonesia yang miskin ini saya namakan “Marhaen”. Ya yang proletar, ya yang bukan proletar, yang buruh, ya yang tani, ya yang nelayan, ya yang tukang gerobak, ya yang pegawai, pendeknya yang kecil-kecil ini semua adalah “marhaen”.69 Inilah latar belakang azas Marhaenisme. Sedangkan arti dan tujuan marhaen dan marhaenisme. Uraian tentang Lahirnya Pancasila diatas dikuatkan oleh Surat Muhammad Hatta kepada Guntur Sukaroputro pada tanggal 16 Juni 1978 yang isinya adalah : “Dalam rapat bulan Mei 1945, Dr. Radjiman ketua Panitia Penyelidik Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia, membuka sidang dan mengatakan kepada peserta sidang, tentang Dasar Negara yang akan kita bangun? Kebanyakan peserta sidang 69
. Op-cit, Pancasila Sebagai Dasar Negara, hlm 20-21.
105
tidak mau menjawab dan kemudian tanggal I juni 1945 Bung Karno menjawab pertanyaan tersebut dengan pidato kurang lebih 1 jam yang berjudul Pancasila. Sesudah itu sidang mengangkat suatu panitia kecil untuk merumuskan kembali Pancasila dengan panitia sembilan yang terdiri dari Ir. Soekarno, Muh. Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Cokrosuyono, Abdul Kahar Mudzakir, Haji Agus Salim, Ahmad Subarjo, Wahid Hasyim, Mr. Muh. Yamin. Yang kemudian melahirkan piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Kemudian Pancasila dan UUD 1945 yang sudah menjadi satu dokumen negara diterima oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan sedikit perubahan yang dicoret kelak 7 perkataan dibelakang Ketuhanan, yaitu: Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi penduduknya. Kemudian pada tanggal 29 Agustus 1945 Komite Nasional dalam rapatnya yang pertama sudah mensyahkan UUD yang diterima oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.” 70 Sejarah lahirnya pancasila merupakan bagian dari perjalanan bangsa untuk menemukan identitas diri bangsa Indonesia dimana untuk mencapai kemerdekaan harus mampu merangkul segenap elemen masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, bahasa dan agama. Sebagai dasar negara, Pancasila bersifat sebagai acauan gerak yang didalamnya berisikan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dalam sifat tersebut menjadikan dasar setiap nafas gerak pada jalannya pemerintahan dan ciri kepribadian bangsa atau lebih tepatnya Pancasila bersifat sebagai “Philosofishe groundslag” itulah pedoman filsafat, pikiran yang sedalamdalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan diatasnya Indonesia merdeka yang kekal dan abadi. 71 Kalau boleh digambarkan background Pancasila adalah hasil formulasi dari gerakan revolusioner yang pernah ada di dunia ini. Mulai dari revolusi Perancis,
70
. Op-cit, surat Muhammad Hatta Kepada Guntur S. dalam Buku Uraian Pancasila , hal 101 –102. 71 . Ir. Soekarno, Lahirnya Pancasila, PT Yayasan Idayu, Jakarta 1979,Cet III, hlm 3
106
Rusia, Amerika, India dan sebagainya, akan tetapi isi yang terkandung didalam Pancasila lebih luas lagi, dan intinya adalah gotong royong yang merupakan kepribadian asli Indonesia. Dalam kursus Pancasila Ir. Soekarno menjelaskan: “Nah saudarasaudara mengerti sekarang background daripada faham-faham ini (faham revolusioner yang ada di dunia) dengan background inilah saudara-saudara dicarikan kemudian formulering sebagai weltanschaung agar kita dapat meletakkan negara yang akan kita Proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu diatasnya, yaitu Pancasila. Pancasila kecuali satu weltanschaung adalah alat pemersatu, dan siapa tidak mengerti perlunya persatuan, siapa tidak mengerti bahwa kita hanyalah dapat merdeka dan berdiri tegak merdeka jikalau kita bersatu, siapa yang tidak mengerti itu tidak akan mengerti Pancasila.72 Sebagai bangsa yang plural dan majemuk sangat dibutuhkan satu perekat agar semua kepentingan yang ada di dalamnya bisa diwadahi. Oleh sebab itu ada dua unsur yang dibutuhkan yang pertama: harus satu dasar yang dapat mempersatukan. Kedua: satu dasar yang memberi arah bagi perikehidupan negara kita. Katakanlah dasar statis diatas mana kita bisa hidup bersatu dan dasar dinamis ke arah mana kita harus berjalan, juga sebagai negara. 73 Sebuah Dasar Negara disamping harus bisa menjadi alat pemersatu yang memang di dalamnya merupakan ciri dari kepribadian bangsa, yang 72 73
. Op-cit, Pancasila Sebagai Dasar Negara, hlm 24. . Ibid, hlm 27.
107
mana kepribadian itu telah meliputi: hakekat, sifat, tabiat dan cita-cita bangsa. Meliputi keadaan, kenyataan, watak perangai dan idam-idam kita sebagai suatu bangsa. Dan kepribadian itu mencerminkan pandangan hidup, sikap hidup dan cita-cita hidup kita.74 Pendeknya segala yang meliputi hidup kejiwaan dan kelahiran, kerohanian dan keduniaan, terlihatlah pada kepribadian kita. Oleh sebab itu kepribadian bangsa Indonesia itu adalah sumber utama dalam menetapkan dasar negara Indonesia. Untuk lebih jelasnya mari kita uraikan Pancasila sesuai dengan silasila yang ada di dalamnya. Ketuhanan Yang Maha Esa Sila pertama dari Pancasila ini merupakan karakter bangsa kita, corak jiwa kita sejak nenek moyang kita, mulai dari zaman kesatu sampai zaman sekarang. Bahwa bangsa Indonesia selalu hidup dalam pemujaan daripada sesuatu hal yang kepada hal itu ia menaruh segenap harapannya dan kepercayaannya. Menurut Ir. Soekarno, Tuhan itu tetap ada hanya pengertian Tuhanlah yang berobah-robah. Dzat yang ini tidak berobah-robah, bukan Tuhannya yang berobah-robah ialah begrip manusia itu sendiri.
74
. Pidato Karkono Partokusumo, Kepribadian Bangsa Indonesia dalam Buku Benteng Pancasila, PT Yayasan Pancasila, Yogya, 1958 , hlm 2.
108
Begrip manusia itu yang berobah-robah tergantung kepada fase hidupnya. Cara hidupnya.75 Dilihat dari sejarahnya nenek moyang bangsa Indonesia pada fase pertama (Ir. Soekarno menyebutnya) yang hidup di hutan dan di guagua. Mereka mencari penghidupannya dengan memburu dan mencari ikan. Hal ini berpengaruh pada alam pikiran manusia yang mana hidup mereka tergantung dari sesuatu yang kuat dan membantu mereka. Manusia hidup berburu dan hidup digua-gua atau disebut fase pertama. Manusia dengan harapan dan kepercayaannya menyembah batu. 76 Evolusi terus berjalan, sampai pada fase kedua yaitu manusia yang tadinya hidup dari perburuan dan mencari ikan mulai mengerti bahwa ternak bisa dipelihara bisa dikembangbiakkan. Didalam fase kedua ini pandangan mereka tentang Tuhan pindah bentuknya, terutama sekali berupa binatang, kemudian dilanjutkan menyembah pada sungai-sungai, Matahari, bulan dan lain-lain.77 Didalam fase ini masyarakat mengeramatkan binatang, dimana binatang menurut mereka yang mampu memberi hidup dan memberi penerangan pada tanaman. Kemudian fase ketiga , manusia hidup dari pertanian. Manusia percaya bahawa ada suatu zat yang menguasai pertanian. Disinilah
75
Solichin Salam, Bung Karno dan Kehidupan Berpikir Dalam Islam, PT Wijaya, 1964, hlm 37 76 . Op-Cit, Pancasila Sebagai Dasar Negara, hlm 38 77 . Ibid, hlm 37.
109
timbul kepercayaan adanya Dewi Laksmi, Dewi Sri. Kepercayaan bahwa
Dewi-Dewi
inilah
yang
memberkati
pertanian,
yang
menimbulkan mereka percaya bahwa Tuhannya adalah Dewi-Dewi tersebut. Fase keempat, manusia berfikir dengan akalnya mampu menciptakan apa yang mereka kerjakan. Pada awalnya Tuhan yang menurut kepercayaan dulu berupa batu pindah berupa sapi, kemudian di dalam fase ini menjadi gaib. Tuhan dimasukkan di dalam alam gaib. Tuhan tidak kelihatan, tidak bisa diraba, oleh karenanya akallah menjadi penentu daripada hidup manusia. Evolusi manusia terus bergulir, kepandaian terus meningkat sampai manusia mencapai klimaksnya yaitu mampu menciptakan industri. Semua yang manusia sembah sebelumnya mereka mampu membuatnya/walau dalam skala kecil.78 Kebudayaan manusia telah sampai puncaknya, akan tetapi apakah pikiran manusia tentang Tuhan terus berkembang? Hal ini bisa kita lihat dari berbagai kepercayaan umat manusia sekarang. Bahkan sampai-sampai ada yang berakata bahwa Tuhan itu tidak ada yang ada adalah materi/ benda atau hal lain yang nyata ini. Bagaimana Masyarakat Indonesia ? Bangsa Indonesia adalah bangsa yang percaya akan adanya Tuhan, realitasnya adalah garis besar bangsa ini percaya kepada Tuhan. Tuhan yang dikenal di dalam 78
. Ibid, hlm 42-43.
110
agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia ini. Oleh karena itu kepercayaan kita terhadap Tuhan merupakan sesuatu yang tidak bisa dipungkiri, yang selanjutnya didalam Dasar Negara menjadi leidstar kita yang utama. Bukan saja meja statis tetapi juga leidstar yang dinamis menuntut kepada kita supaya elemen Ketuhanan ini dimasukkan di dalam Pancasila dengan nyata dan tegas, didalam aplikasinya untuk mencapai cita-cita yaitu masyarakat adil, makmur, bahagia dan sejahtera.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Ir. Soekarno dalam sila kedua ini biasa menyebut dengan
perkataan perikemanusiaan, mengingat maksud kedua istilah itu sama artinya persamaan rasa antara manusia satu dengan manusia lainnya atau lazimnya disebut humanisme.79 Humanisme merupakan sebuah rasa yang mampu mendudukkan masyarakat dunia yang tiada exploitation de el-homme par el homme. Berdasarkan perikemanusiaan akan membentuk tatanan masyarakat dunia yang tiada penindasan atau lazimnya disebut internationalisme. Didalam ajaran Islam rasa perikemanusiaan merupakan inti ajarannya dimana ia tidak merusak semangat kerajinan dan kegiatan seseorang dan tidak menjadi penghambat cita-cita seseorang mencari kemajuan tetapi dicegah dan dipantangkan seseorang menindas dan merusak orang lain. Dicegah dan
79
. Ibid, hlm 67.
111
dipantangkan seseorang menjadi kaya dengan merugikan hasil orang lain. Nabi Muhammad SAW dalam arti kata sebenarnya tidak pernah beliau melakukan sesuatu “perjuangan kelas”, dan pula tidak pernah beliau menyuruh orang melakukan “diktator van het proletariat”. Segala sesuatu yang beliau lakukan untuk memajukan masyarakat, pelajaran yang hak dan petunjuk jalan yang benar. Beliau melakukan hubungan dengan
sekalian manusia, dengan tidak membedakan
kepandaian, derajat atau tempat tinggal. Yang pertama-tama sekali di kerjakan oleh beliau adalah memperbaiki dan mempertinggi akhlaq tiap-tiap orang, dan dengan demikian maka beliau memberikan masyarakat dari segala kekurangan dan segala celaan dan keburukan.80 Persatuan Indonesia Di dalam sila ketiga ini lebih konkritnya adalah berbicara masalah kebangsaan. Menurut Ernest Renan bahwa bangsa itu adalah pertama-tama rakyat itu dulunya harus bersama-sama menjalani satu riwayat, kedua rakyat itu harus mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Bukannya jenis (ras) bukannya bahasa, bukannnya agama, bukannya persamaan bentuk bukan pula batas–batas negeri yang menjadi “bangsa” itu. Kemudian menurut Otto Bouer bangsa adalah suatu persatuan perangai yang terjadi dari persatuan hal ihwal yang telah dijalani oleh rakyat itu. Nasionalisme itu adalah suatu 80
. H. OS. Cokroaminoto, Islam dan Sosialisme, Cet II. Lembaga Penggali Dan Penghimpun Sejarah Revolusi Indonesia, Jakarta, 1966, Hlm 88
112
ittikad, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu satu golongan satu bangsa. 81 Kebangsaan yang dimaksud disini adanya perasaan, keinginan atau kehendak hidup menjadi satu dilandasi oleh persamaan hal ihwal, persatuan nasib dan nasib yang tidak merasa merdeka. Persamaan ini bersatu untuk menentukan nasib bersama. Adapun istilah bangsa menurut Ir. Soekarno adalah segerombolan manusia yang besar, keras ia punya keinginan bersatu, le desere d‟erre essemble keras ia punya karakter gemeinschaft, perasaan watak, tetapi ia hidup di atas satu wilayah yang nyata satu unit, kalau sekedar bagian dari pada unit bukan bangsa.82 Implementasi makna kebangsaan di dalam perjalanan sejarahnya harus kita kategorikan dalam pengertian mendasar
tentang
rasa
kebangsaan,
faham
kebangsaan,
semangat kebangsaan dan wawasan kebangsaan agar tidak ada kerancuan dalam membedakannya. Pertama, rasa kebangsaan yaitu kesadaran untuk bersatu sebagai suatu bangsa yang lahir secara alamiyah karena sejarah, karena
aspirasi
kepentingan
rasa
perjuangan senasib
masa dan
lalu,
kebersamaaan
sepenanggungan
dalam
menghadapi masa lalu dan masa kini serta kesamaan pandangan,
81
. Ir. Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi Jilid I, hlm 3. . Op-cit, Pancasila sebagai dasar Negara, hlm 58
25
113
harapan dan tujuan dalam merumuskan cita-cita bangsa. Lazimnya rasa kebangsaan ini adalah sebagai perekat yang mempersatukan dan memberikan dasar kepada jati diri kita sebagai bangsa. Kedua, faham kebangsaan yaitu aktualisasi dari rasa kebangsaan yang berupa gagasan-gagasan, pikiran yang rasional, dimana suatu bangsa secara bersama-sama memiliki cita-cita kehidupan berbangsa dan tujuan nasional yang jelas. Ketiga, Semangat kebangsaan yaitu kerelaan berkorban demi kepentingan bangsa, negara dan tanah airnya. Keempat, wawasan kebangsaan yaitu cara pandang yang dilingkupi oleh rasa kebangsaan, faham kebangsaan dan semangat kebangsaan dalam upaya untuk mencapai cita-cita nasionalnya dan mengembangkan eksistensi kehidupannya atas dasar nilai-nilai luhur bangsanya.83 Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan Pada pokoknya sila keempat ini berbicara tentang kedaulatan rakyat atau juga disebut demokrasi. Adapun demokrasi yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia
sudah
ditetapkan di dalam UUD 1945 pasal I ayat 2 yaitu “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis 83
. Siswono Yudohusodo, Semangat Baru Nasionalisme Indonesia , PT Yayasan Pembangunan Bangsa, Jakarta, 1996, hal 12-13.
114
Permusyawaratan Rakyat”.84 Kemudian esensi yang terkandung didalam
demokrasi atau kedaulatan rakyat bagi
bangsa
Indonesia adalah alat dan satu kepercayaan dalam mencapai bentuk masyarakat yang dicita-citakan. Sedangkan implementasi di dalam setiap pengambilan keputusan berdiri diatas dasar kekeluargaan, diatas dasar musyawarah untuk mufakat, diatas dasar demokrasi dan diatas dasar kedaulatan rakyat.85 Maka demokrasi bangsa Indonesia
adalah demokrasi
Indonesia, demokrasi yang membawa corak kepribadian bangsa Indonesia berbeda dengan demokrasi yang dilaksanakan oleh bangsa-bangsa lain. Karena demokrasi yang kita pakai juga cerminan dari kepribadian bangsa Indonesia yaitu setiap sesuatu didasarkan atas musyawarah, didasarkan atas azas
gotong-
royong dan kekeluargaan. Yang membedakan azas demokrasi Indonesia dengan demokrasi bangsa lain, selain tersebut diatas adalah kedaulatan rakyat yang berlandasakan pada Ketuhanan Yang Maha Esa serta dasar kemanusiaan. Sehingga hasil yang dicapai berjalan di atas kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, kesucian dan keindahan. Pada akhirnya cita-cita masyarakat akan terwujud seperti pada sila kelima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.86 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 84
UUD 1945 hlm 2 . Op-cit, Pancasila Sebagai dasar Negara, hlm 90. 86 . Op-cit, Uraian Pancasila, Hlm 45. 85
115
Keadilan sosial adalah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghisapan, tidak ada penindasan dan tidak ada penghinaan atau disebut exploitation de el homme par l‟ homme. Semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup pangan, gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.87 Tujuan
masyarakat
yang
berkeadilan
sosial
yang
dimaksud bisa terwujud apabila seluruh elemen masyarakat mau dan sadar melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konskuen. Secara jelas bahwa tujuan UUD 1945 adalah keadilan sosial seperti pada sila kelima Pancasila ini. Didalam aplikasinya keadilan sosial tidak mudah untuk mencapainya terutama keadilan sosial dalam bidang ekonomi. Dengan tujuan kemakmuran yang merata. Memang kita ketahui kecukupan dibidang ekonomi mampu membuat kestabilan dalam relung– relung kehidupan, namun demikian kecukupan ekonomi harus dilandasi oleh Ketuhanan. Kita harus bersyukur bahwa founding fathers kita telah meletakkan keseimbangan antara kebutuhan materi dan rohani. Yang kedua-duanya sangat menentukan bagi masing-masing jiwa bangsa Indonesia. Soekarno mengatakan dalam pidato 17 agustus 1954 di Jakarta: Berikanlah jiwa ragamu dengan mutlak! Jangan setengahsetengah, yang setengah-setengah tidak akan mendapat 87
. Op-Cit, Pancasila Sebagai Dasar Negara, hlm 109.
116
padi segengam, yang mutlak akan mendapat dunia. Vivekananda pernah berkata, bahwa sustu bangsa yang tengelam hanyalah dapat di angkat oleh orang-orang yang jiwanya terbuat dari dzat petir dan dzat guntur. Terjunlah kedalam lautan bakti itu dengan jiwa yang terbuat dari dzat petir dan dzat guntur, semoga Tuhan selalu beserta kita!.88 c. MANIPOL/USDEK Untuk
mencapai
masyarakat
yang
adil
dan
makmur
berkesejahteraan di dalam aplikasi pemerintahan Ir. Soekarno berpendapat harus dijalankannya Manipol Usdek yaitu; Manifesto Politik, UUD 1945, Ekonomi dan Demokrasi Terpimpin, Ekonomi terpimpin dan kepribadian indonesia.89 Soekarno mengatakan dalam pidatonya proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1960 di Jakarta: Saudara-saudara! Manifesto Politik adalah pemancaran daripada Panca Sila! USDEK adalah pemancran daripada Panca Sila. Manifesto P Politik, USDEK, dan Panca sila adalah terjalin satu sama lain, Manifesto politik, USDEK, dan Panca Sila tidak dapat di pisahkan satu sama lain. Jika saja harus mengambil qiyas agama, sekedar qiyas, maka saya katakan: Panca Sila adalah semacam Qur‟annya, dan manifesto Politik dan USDEK adalah semacam Hadis shahihnya. Qur‟an di jelaskan dengan Hadis, Panca sila di jelaskan dengan Manifesto Politik dan intisarinya yang bernama USDEK. 90 Setiap tahun, Manifesto Politik diberi pedoman pelaksanaan yang dimuat dalam podato secara berturut-turut, sebagai berikut: Pidato 17 agustus 1960 berjudul”Jalannya Revolusi Kita”(Jarek 1960) : pidato 17 agustus 1961, “Revolusi, Sosialisme, dan 88
Op Cit, DBR jilid II, Hlm. 217 Op Cit, Mahendra, Majalah Inovasi Uin Malang 90 Op Cit, DBR Jilid II, hlm. 403 89
117
Pimpinan”(Resopim
1961):
pidato
17
agustus
1962,”tahun
Kemenangan”(Takem 1962):lau pidato 17 agustus 1963 yang berjudul “Genta Suara Revolusi Indonesia”(Gesturi 1963).91 Dalam Manifesto Politik itu memuat dua hal yang sangat dibutuhkan untuk melancarkan jalannya revolusi Indonesia. Pertama, persoalan-persoalan pokok daripada revolusi Indonesia, kedua program umum revolusi Indonesia (usaha-usaha pokok). 1) Persoalan-persoalan pokok revolusi Indonesia. Dalam perjalanan sejarahnya Manifesto Politik masuk dalam
GBHN
sebagai
pedoman
dalam
perjuangan
menyelesaikan revolusi Indonesia. Atas dasar pengertian tentang –persoalan
persoalan
pokok
revolusi
Indonesia
dan
berlandaskan program revolusi, yan mana rakyat Indonesia akan lebih mudah dipersatuan dalam pikiran dan tindakannya. Adapun persoalan pokok revolusi Indonesia adalah: a) Tentang dasar tujuan dan kewajiban revolusi Indonesia Didalamnya revolusi
Indonesia
menegaskan: adalah
“dasar
kongruen
dan
tujuan
dengan
sosial
consciense of man itu! Keadilan sosial, kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa dan sebagainya, semuanya itu pengejawentahan daripada sosial consciense of man itu.
91
Fathul Mu‟in, Pendidikan Karakter, Kontruktif Teoretik dan Praktik, Urgensi Pendidikan Progresif dan Revitalisasi Peran Guru dan Orangtua. (Jogjakarta, AR-RUZZ Media, 2011) hlm. 101
118
Keadilan sosial dan kemerdekaan adalah tuntutan budi nurani yang universal. Karena itu janganlah ada di antara kita yang mau mengamendir atau memodulir dasar dan tujuan revolusi kita ini.”92 Kemudian didalam aplikasinya untuk merealisasikan dasar dan tujuan revolusi Indonesia tersebut diperlukan dua landasan yakni: -
Landasan idiil yaitu Pancasila
- Landsan strukturil, yaitu pemerintahan yang stabil, kedua-duanya landasan tersebut sudah terdapat dalam UUD 1945.93 Dengan
demikian
kewajiban-kewajiban
revolusi
Indonesia bukanlah untuk mendirikan negara federal, bukan kekuasaan diktator atau republik kapitalis. Tetapi kewajiban kita adalah membentuk satu republik kesatuan yang demokratis dimana kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Yang mana MPR harus menjunjung tinggi hak-hak azasi dan hak-hak warga negara dan membentuk masyarakat adil dan makmur cinta damai bersahabat dengan semua negara di dunia guna membentuk satu dunia baru.
92
. Ringkasan Ketetapan MPRS - RI, No. I & II /MPRS/1960, MPRS dan Departemen Penerangan, hlm 41 93 . Maj. Muhammad Said, Pedoman Untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat Jilid I, PT Permata Surabaya, 1961, hlm 136
119
b) Kekuatan-kekuatan sosial daripada revolusi Indonesia, untuk menerangkan maksud revolusi kita harus dapat membangkitkan kekuatan-kekuatan revolusioner dalam masyarakat Indonesia. Didalam Manifesto Politik dikatakan “modal pokok bagi tiap-tiap revolusi nasional, menentang imperialismekolonialisme ialah konsentrasi kekuatan nasional, dana bukan perpecahan kekuatan nasional.”94 Didalam prakteknya kekuatan-kekuatan nasional yang dimaksud ialah : -
UUD 1945 dan jiwa revolusi 1945.
-
Hasil dari segala pikiran rakyat dan keringat rakyat sejak 1945 sampai sekarang.
-
Angkatan perang
-
Administrasi pemerintahan yang semakin membaik.
-
Wilayah kekuasaan republik Indonesia yang kompak unitaritas dan luas dan letak geografis yang strategis.
-
Kepercayaan kepada kemampuan dan keuletan bangsa sendiri.
-
Kekayaan alam, kekayaan yang diatas dan didalam bumi.95
94 95
. Op-cit, Ringkasan TAP MPRS-RI, hal 32. . Op-cit, Pedoman Untuk Amanat Penderitaan Rakyat, hlm 139.
120
Pendidikan Nasional ialah pendidikan yang baik meteril maupun sprituil membiba manusia dan bangsa sosialis Indonesia yang berjiwa pancasila-Manipol/Undek sanggup menyelesaikan ketiga kerangka tujuan revolusi Indonesia.96 Suatu masalah yang sangat penting yang perlu diketengahkan disini ialah Fungsi pendidikan Nasional sebagai alat revolusi. Revolusi Indonesia yang mempunyai tiga kerangka seperti yang tercantum di dalam MANIPOL dan bergerak dalam abad ke –XX memerlukan pembinaan: 1. Manusia Indonesia baru yang berjiwa PancasilaManipol/USDEK dan sanggup berjuang untuk mencapai cita-cita tersebut. 2. Manpower
yang
cukup
untuk
melaksakan
pembangunan 3. Kepribadian kebudayaan yang unggul. 4. Ilmu dan teknologi yang tinggi. 5. Pergerakan massa aksinya seluruh kekuatan rakyat dalam pembangunan dan revolusi. Kekuatan Yang mendukung revolusi Indonesia adalah kekuatan seluruh rakyat Indonesia, kekuatan yang menentang imperialisme–kolonialisme. Dalam aplikasinya 96
H.A.R. Tilaar, 50 tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995, Suatu Analisis Kebijakan, (Jakarta: Gramedia Grasindo, 1995) hlm. 725
121
kaum buruh dan tani merupakan soko guru bangsa tanpa melupakan peranan penting dari golongan-golongan lain demi tercapainya masyarakat adil dan makmur di Indonesia. d. TRISAKTI Pikiran-pikiran Ir. Soekarno tentang trisakti yang lahir tahun 1964 pada pokoknya adalah berdaulat dan bebas dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Dari pikiran-pikiran Ir. Soekarno harus kita angkat sebagai pikiran terbuka dan menjangkau, menembus dimensi ruang dan waktu. Pertama, berdaulat dan bebas dalam politik memang syarat dengan makna sekaligus tantangan. Pikiran inilah yang sebenarnya memberikan ruh dan tuntunan bagi politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Politik luar negeri Indonesia ini merupakan dasar yang tepat dimana karakteristik hubungan international yang amat dipenuhi kampanye dan upaya sistematis untuk membumikan nilainilai demokrasi, hak-hak azasi manusia, pasar bebas, lingkungan hidup dan supremasi hukum yang sering dikenal dengan nilai-nilai universal telah memaksa susutnya peran negara secara nasional. Bukti bahwa kedaulatan sebuah negara nasional menjadi tidak kebal dan dapat disisihkan, inilah pergulatan yang kita alami sekarang .97
97
Anggota IKAPI, Kumpulan Pernyataan Bung Karno Tentang Gerakan 30 September, Media Pressindo, Yogyakarta, Cet.II, 2006, hlm 44
122
Kedua, semangat berdikari dalam ekonomi. Dalam prakteknya berdikari
adalah
menjadi
mandiri,
melepaskan
diri
dari
ketergantungan dan keharusan memiliki fondamental ekonomi yang kokoh. Kalau tidak kita akan menjadi bulan-bulanan dalam percaturan ekonomi global yang kian mewarnai oleh kecenderungan dan realitas kapitalisme
global
baru
dan
masyarakat
terbuka.
Ketiga,
berkepribadian dalam kebudayaan. Dalam dimensi kebudayaan ini terkandung di dalam nilai dan perilaku, etika, moral dan budi pekerti, gagasan, pengetahuan dan teknologi serta jati diri bangsa.98 e. BERDIKARI Gagasan
berdikari
(berdiri
diatas
kaki
sendiri)
adalah
kemandirian suatu bangsa didalam mengelola segala roda kehidupan bangsanya tanpa ada ketergantungan yang mutlak pada bangsa lain. Di dalam konsep berdikari ini berjuang membangun rakyat Indonesia khususnya, hendak menikmati kemerdekaan dengan mempertinggi nafkah dan taraf hidup demik tercapainya masyarakat adil, makmur dan berkesejahteraan. Apa yang harus dilakukan bangsa untuk bisa berdikari? Pertama, adanya keyakinan bahwa kita bisa survive, mandiri tanpa adanya ketergantungan bangsa lain dalam hal ekonomi. Kedua, patriotisme ekonomi; kemauan yang tinggi membangun ekonomi 98
. Susilo Bambang Yudoyono, Menjadi Bangsa yang Berdaulat dan Mandiri, 100 tahun Bung Karno, hlm 12.
123
nasional di atas kaki kita sendiri. Patriotisme ekonomi akan membentuk kekuatan bangsa. Didalam kepercayaannya terhadap patriotisme ekonomi Ir. Soekarno berkata: “Ekonomi Indonesia akan bersifat Indonesia, sistem politik kami akan bersifat Indonesia. Masyarakat kami akan bersifat Indonesia dan semuanya akan didasarkan kokoh kuat atas warisan kulturil dan spirituil bangsa kami. Warisan itu dapat dipupuk dengan bantuan dari seberang lautan, akan tetapi buah dan bunganya akan memiliki sifat-sifat kami sendiri. Maka jangan harap bahwa setiap bentuk bantuan yang tuan berikan akan menghasilkan warisan dari diri tuan-tuan sendiri. Memang hidup di dunia harus saling bantu membantu tetapi kita atau bangsa Indonesia tidak mau dan tidak akan mengemis bantuan dari siapapun. Kita bangsa yang besar, bukan bangsa tempe, kita tidak akan mengemis tidak akan meminta-minta, apabila bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini atau ikatan itu! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka daripada makan bestik tetapi menjadi budak. Ketiga, memperkuat kegotongroyongan nasional revolusioner untuk melawan neo imperialis dan neo kolonialis, karena sifat gotongroyong akan menghapuskan neo kolonialisme yang mana sifat neo kolonialisme dan ekonomi kolonial adalah ketergantungan dalam banyak hal termasuk pangan dan yang diutamakan oleh ekonomi kolonial dalam bahan-bahan eksport umumnya bahan mentah.”99
99
Tim Indoktrinasi Tk.II Malang, Bahan Indoktrinasi, Malang, 1965, hlm 424.
124
Semangat berdikari suatu bangsa haruslah didukung oleh bangsa-bangsa lain. Sebab aplikasinya sangat berat dan bahaya karena melawan negara-negara kapitalis yang kuat dan licik. Dari fenomena ini Ir. Soekarno melihat pada negara-negara yang baru berkembang selalu dirundung
masalah ekonomi yang disebabkan adanya neo
imperialisme, neo kolonialisme yang memabawa ekonomi kolonial pada bangsa tersebut, kenyataan bahwa bangsa berkembang itu merdeka, berdaulat akan tetapi dari segi ekonomi dijajah. Dalam pidato Nawaksara di depan sidang umum IV MPRS pada tanggal 22 Juni 1966. Soekarno menatakan: Khusus mengenai prinsip berdikari ingin saya tekankan apa yang telah saya nyatakan dalam pidato proklamasi 17 agustus 1965, yaitu pidato TAKARI, bahwa berdikari tidak berarti mengurangi, melainkan memperluas kerjasama Internasional, terutama di antara semua negara yang baru merdeka, yang ditolak oleh berdikari adalah ketergantungan pada imprerialisme, bukan kersama yang sama-derajat dan saling menguntungkan.100 Demi untuk mendapatkan kemerdekaan nasional yang hakiki supaya mendapat keadilan sosial, perdamaian dan kemakmuran untuk rakyat merdeka Ir. Soekarno mengusulkan dibentuknya organisasi yang disebut New Emerging Forces, yaitu pemupukan kesetiakawanan antara sosialis, negara kecil, dan negara yang baru berkembang bersatu didalam satu organisasi yang rapi melalui satu konsepsi yang lebih luas dengan meliputi seluruh kekuatan progresif revolusioner, konsesi ini direncanakanpada bulan Oktober 1965 yang akan 100
Op Cit, Kumpulan Pernyataan Bung Karno, hlm. 48
125
dilakukan konferensi oleh negara-negara yang baru bangkit. Tujuan dari
konferensi
ini
sebenarnya
adalah
perjuangan
melawan
imperialisme dalam segala bentuknya, corak serta manifestasinya dan keamanan dari bangsa-bangsa yang sedang berkembang.101 Bangsa yang besar ialah bangsa yang dapat menghargai sejarah,, agar tidak mengulangi kesalahan yang serupa. Bangsa Indonesia bisa belajar banyak dari kegagalan dan kesuksesan presiden Soekarno selama memimpin bangsa Indonesia. Soekarno adalah bagian sejarah yang membuat Indonesia seperti sekarang dengan segala kekurang dan kelebihanya. Begitu juga soeharto, habibie, gus dur, megawati, SBY, dan juga kita semua tetap memberi warna buat sejarah Indonesia.
101
. Op Cit, Tim Indoktrinasi, hlm 196.
BAB V ANALISIS PEMIKIRAN IR. SOEKARNO TENTANG PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI KONSEP DASAR NATION AND CHARACTER BUILDING Dalam bab ini penulis akan mencoba mengulas siapakah Soekarno dengan analisis pemikiran Islam Soekarno. Hal ini untuk
memberikan
pemahaman yang utuh tentang konsep pemikiran Islam Soekarno sebagai konsep dasar nation and character building yang diawali dengan filsafat ketuhanan yang dilanjutkan dengan pemikiran Islam Soekarno dari sudut pandang Sosiologis, historis, filosofis, pedagogis, politis, maupun religi. Pembahasan berikutnya akan mencoba menemukan dan sekaligus menggali serta memaparkan pernyataan–pernyataan Soekarno tentang pendidikan Islam yang tentunya diambil dari statemen ( pernyataan) secara proposional dari pemahaman Soekarno tentang Islam yang dilatar belakangi oleh situasi dan kondisi sebagaimana yang telah dipaparkan pada uraian babbab sebelumnya. Sebagai sebuah analisa pemikiran, maka nantinya akan ditemukan pengulangan-pengulangan pernyataan yang telah disampaikan sebelumnya dan kemudian akan diukur atau berpijak dari kajian-kajian dari hakikat pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam dengan penambahan-penambahan tertentu hasil dari komparasi pemikiran teori pendidikan Islam dan pendapat Soekarno tentang pendidikan Islam yang akan ditemukan nantinya pada aspek yang akan ditemukan pemikiran pendidikan Islamnya. A. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Islam Pemikiran Soekarno mengenai Islam tergambar dengan jelas pada saat ia menulis di berbagai media massa dan berpidato mengenai perkembangan Islam dalam banyak masalah. Namun demikian para sejarawan dalam dan
126
127
luar negeri menetapkan sebagai seorang tokoh nasionalis sekuler, yang sering berhadapan dengan seorang nasionalis Islam. Dengan demikian, pemikiran Soekarno yang berkaitan dengan Islam tidak begitu mendapatkan perhatian. Bila dilihat pengetahuan tentang ajaran Islam, maka Soekarno adalah seorang muslim yang luas pengetahuan agamanya. Tetapi jika di tinjau dari latar belakang keluarga dan pendidikannya, ia memang lebih dekat kepada kelompok nasionalis sekuler. Di sinilah letak keunikannya. Ia tidak dapat disamakan dengan tokoh-tokoh nasionalis sekuler lainnya, tetapi juga berbeda dengan tokoh-tokoh nasionalis Islam. Dalam memandang Islam Soekarno mempunyai pola pikir yang jauh ke dunia filsafat di sinilah Soekarno mengunakan logika rasionalitas dalam filsafat Ketuhananya. Dalam esensi Islam yang dibutuhkan adalah ruh Islam yang berkobarkobar, api Islam yang menyala-nyala bukan hanya amal ibadah saja yang dinomorsatukan. Umat Islam pada umumnya hidup dalam kekolotan dan kebekuan. Inilah yang menyebabkan kita mengalami degradasi dalam sejarah dunia. Hal ini terbukti dalam sejarah dunia Islam, kebudayaan, kesenian, kesusasteraan dan ilmu pengetahuan. Kekalahan ini juga meliputi dalam bidang politik, ekonomi dari imperialisme dan kolonialisme. Pandangan ini melalui pemikiran Islam Soekarno yang di tinjau secara sosiologis. Pemikiran Islam Soekarno juga tidak terlepas banyaknya umat Islam yang lupa akan sejarah karena menurut Soekarno melalui sejarah orang akan mengetahui”kekuatan-kekuatan masyarakat” yang menyebabkan kemajuan atau kelemahan yang mendatangkan kemunduran. Kurangnya kesadaran
128
sejarah dan kurangnya perhatian mereka terhadap ilmu sejarah, telah menyebabkan umat Islam tidak mampu mencari jalan keluar dari kemunduran yang telah lama mereka derita. Di lanjutkan dengan pemikiran Islam Soekarno yang di tinjau dari sisi pedagogis Modernisasi
dalam sistem pendidikan berarti kita
memandang terhadap setiap pikiran, tindakan maupun sikap hidup yang konvensional dan tradisional yang ternyata tidak sesuai dengan kehendak dan tuntutan zaman. Pada prinsipnya
Islam tidak menolak setiap
kebudayaan atau sivilisasi dari luar Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan semangat ajaran Islam. Bagi Soekarno, pendidikan merupakan arena untuk mengasah akal dan
mengembangkan
intelektualitas.
Dia
menyebutkan
sebagai
“Renaissance-Paedagogie, yaitu bagaimana mendidik untuk bangkit kembali, itulah yang harus dikerjakan oleh kaum muda.1 Di sini Soekarno secara tegas mengoerentasikan semuannya pada peran akal dalam setiap langkah kehidupan umat manusia. Baginya, dengan hanya tersebut kemajuan di bidang ilmu dan teknologi dapat di raih oleh umat Islam. Ir. Soekarno memberikan sebuah pemikiran tentang pondasi sebuah negara yang bercitakan/berapikan Islam untuk masyarakat yang bermoral demi tercapainya tujuan bersama. Kedudukan agama didalam masyarakat adalah salah satu unsur mutlak didalam segenap usaha kita dilapangan nation building. Nation building yang mengenai segala hal, mengenai
1
Op Cit, DBR I, hlm. 344
129
bidang politik, ekonomi, masyarakat, dan bidang-bidang hubungan international. Dan saudara mengerti bahwa didalam nation building ini salah satu unsur yang mutlak adalah agama dalam arti yang seluas-luasnya menduduki tempat yang amat penting. Soekarno melihat Islam dari sisi religi, Karena Islam adalah agama yang sempurna di mana semua aturan yang menyangkut hidup manusia ada
di
dalamnya.
Tinggal
bagaimana
manusia
itu
sendiri
mengaktualisasikan diri, merealisasikan, dari pedoman Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Islam adalah agama untuk sekalian manusia didalamnya menghendaki kita berhubungan langsung dengan Tuhan dan manusia. Pemikiran Ir. Soekarno di atas sesuai dengan dasar pendidikan agama Islam, yang dimaksud dengan dasar Pendidikan Agama Islam disini adalah sesuatu yang menjadi sumber kekuatan dan ketekunan dilaksanakannya pendidikan agama2. Jadi, dengan demikian, dasar dan tujuan Pendidikan Agama Islam merupakan masalah yang fundamental dalam pelaksanaan pendidikan agama, karena dasar dan tujuan karena dasar dan tujuan pendidikan agama akan menentukan isi corak pendidikan agama. Menurut Dr. Zakiah Darajat dkk, dasar pendidikan Islam terdiri dari Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW. yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al-maslahah, al-mursalah, ihtisan, qiyas dan sebagainya .3 Kita ketahui bahwa dasar dari ajaran agama Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw. Maka jelaslah bahwa dasar dari Pendidikan Islam 2 3
Abu Ahmadi,1985, Kurikulum Pendidikan Islam, Bina Ilmu, Surabaya, hlm, 63 Zakiah Darajat, 1982, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, hlm 19
130
adalah juga Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Secara lebih lanjut landasan ideal dalam Pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 1) Al-Qur’an 2) Sunnah 3) Kaul Sahabat 4) Nilai dan dan adat istiadat kebiasaan 5) Hasil dari pemikiran para ahli-ahli Pendidian Islam 6) Ra’yu (pengembangan akal) Adapun sebagai landasan operasioanal demi untuk melakukan inovasi (pengembangan) ke arah yang lebih sempurna dan sesuai dengan ajaran Islam dan perkembangan tuntutan perubahan umat Islam, maka perlu adanya landasan operasional yang bersifat penjabaran dari landasan Ideal seperi yang tercantum diatas.Landasan operasional tersebut antara lain adalah faktor ; 1) Historis 2) Sosial 3) ekonomi 4) Dan kemajuan imu pengetahuan dan tekhnologi.4 Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam mempunyai status yang sangat kuat. Adapun dasar pelaksanaan tersebut dapat di tinjau dari beberapa segi, yaitu : 1. Dasar Yuridis yang meliputi, pancasila, UUD 1945, GBHN 4
hlm 45
Drs. Hery Noer Aly, MA, 1999, Ilmu Pendidikan Islam, P.T Logos Wacana Ilmu, Jakarta,
131
2. Dasar Religius a. Prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan dengan segala yang ada di dalam jagat raya ini, termasuk unsur-unsur materiil, spiritual, benda dan manusia. b. Mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik secara perorangan maupun kelompok. c. Mengandung nilai-nilai spiritual dan akhlak. d. mengatur kehidupan manusia di dunia untuk mempersiapkan kehidupan di akherat. e. Mengandung ajakan kepada manusia untuk mengembangkan dirinya ke arah kehidupan yang lebih dan sempurna. f. Menuntun tingkah laku manusia dengan segala aspek yang ada pada dirinya. g. Memberikan petunjuk tentang hak dan kewajiban manusia dalam kehidupandi dunia dan akherat. h. Memberi petunjuk kepada manusia dan jagat raya atau alam semesta ini merupakan satu kesatuan.5 Sehubungan dengan cita-cita umat Islam Indonesia, sejak zaman pergerakan, pancasila menurut Soekarno merupakan dasar negara yang memungkinkan umat Islam mengisinya dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian, negara Republik Indonesia menjadi negara Islamis meskipun tidak secara formal merupakan negara Islam.
5
Siti Kusrini, 1991, Metodelogi Belajar Mengajar, IKIP Malang,Malang, hlm 8
132
B. Pemikiran Ir. Soekarno tentang Pendidikan Islam Dalam sejumlah tulisannya, Soekarno banyak menyebut dan mengidentifikasi berbagai problem yang dihadapi umat Islam. Terutama yang berkaitan dengan persoalan kebudayaan, intelektualitas yang renda. Soekarno mengungkapkan kegelisahannya perihal nasib pendidikan Islam yang bersifat normatif sehingga cukup jauh dengan realitas objektif. Meski Soekarno sendiri mengakui bahwa kesadaran normatif memang mempunyai signifikan yang besar untuk memelihara basis teologi umat. Namun, Soekarno, dalam menghadapi realitas empiris, kesadaran normatif saja belum cukup. Tampak disini kalau Soekarno ingin menjadikan pendidikan Islam mempunyai kontribusi bahkan mampu mengendalikan realitas sosial. Sebab, Soekarno menyadarai bahwa dalam masyarakat modern umat dihadapkan pada realitas-realitas problematika hanya dengan kesadaran normatif saja, misalnya, berkaitan dengan soal modernisasi dan kemajuan zaman. Pendidikan Islam mempunyai kepentingan dan tanggung jawab mengendalikan realitas sosial karena menurut Soekarno ia dapat dipakai sebagai sarana transformasi bagi masyarakat muslim. Bagi Soekarno, pendidikan Islam, sebagaimana pendidikan pada umumnya, merupakan arena untuk mengasah akal, mempertajam akal, dan mengembangkan intelektulitas. Sehingga tidak berlebihan jika Soekarno menyebut bahwa
133
motor hakiki dari semua Rethinking of Islam adalah kembalinya penghargaan atas akal.6 Sarana pendidikan Islam menurut Abdul Munir Mulkhan adalah lapangan keilmuan yang berkaitan dengan kualitas akliah dan pemikiran logis serta kebudayaan secara lebih luas. Atas dasar itu, persoalan mendasar pendidikan Islam adalah berbagai hal yang berkaitan dengan ilmu dan kebudayaan tersebut.7 Di dalam pendidikan Islam, salah satu tujuan utamanya adalah meningkatkan keimannan dan ketaqwaan seseorang, arena pembentukan mental spritual, dan sebagainya. Menurut Soekarno
pendidikan Islam dalam arti yang luas bukan
hanya bentuk formal dengan spesialisasi tertentu saja akan tetapi lebih bersifat mendasar dengan pendekatan filosofis platform yang menjiwai seluruh dimensi kehidupan. Untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang baik dalam rangka perubahan menuju ke arah kemajuan, maka suatu upaya yang harus dilakukan adalah menanamkan pada pesrta didik rasa keimanan
dan
ahklak
sebagai
dasar
dalam
setiap
upaya-upaya
transformasinya (pendidikannya) nilai-nilai Islamnya. Pendidikan adalah merupakan kebutuhan dalam setiap perubahan dan perkembangan zaman. Untuk menyesuaikan antara perkembangan zaman ke arah kemajuan dengan pendidikan secara komprehensif, maka pendidikan diharapakan mempunyai cara edukasi dialektis-tarnsformatif dalam kontek sosial budaya yang senantiasa menunjukan perubahan secara 6
Op Cit. DBR I, hlm 375 Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim,( Yogyakart: SIPPRESS, 1993), hlm. 213 7
134
kontinum. Dalam kontek ini pendidikan perlu dapatkan sebagai sebuah open sistem, dan bukanya close sistem,yang menutup dirinya akan tetapi seharusnya membuka ruang dialog kultural dengan kehendak atau kebutuhan masyarakat. Soekarno menolak adanya model-model pembelajaran yang dokmatis dikarenakan pola itu cendrung menempatkan pesrta didik sekedar sebagai objek bukan subjek hidup yang patut dihargai hak-haknya, pendapatnya, dan sebagainya. Soekarno sangat mengharapkan terjadinya interaksi timbal balik yang kreatif, kritis, mengedepankan dialog, serta menjauhkan peserta didik dari kultur otoriter yang akan membuat pesrta didik menjadi takut dan tertekan. Tuntunan adanya demokrasi pendidikan dewasa ini merupakan metode baru yang diyakini lebih tepat dan relevan dengan tingkat kemajuan masyarakat.8 Oleh karena itu, pola-pola yang cendrung otoriter, keras, monologis, dan sejenisnya, dianggap sudah kadaluarsa dan bertentangan dengan semangat zaman. Salah satu diskursus
dalam pendidikan Islam atau pengetahuan
dalam ajaran Islam adalah masalah pengelompokan (dikotomi) antara ilmu agama dan ilmu umum .Ilmu agama adalah yang berkaitan langsung dengan ajaran-ajaran agama, seperti Ilmu Al-Qur’an, Al-Hadist, Fiqh, Tajdwid, dan lain-lain, sedangkan ilmu umum adalah yang tidak berkaitan langsung
8
dengan ajaran-ajaran agama, atau biasanya disebut ilmu
Op Cit, Pendidikan di Mata Soekarno, hlm. 186
135
keduniaan yang memang secara historis Barat lebih maju dari kawasan dunia lainya. Dalam pernyataan Soekarno menyimpulkan : “.tapi alangkah baiknja kalau toch western science disitu ditambah banjakja.Demi Alllah “Islam Science” bukan hanya pengetahuan AlQur’an dan Al-Hadist sahadja; “Islam Science” adalah pengetahuan Al-Qur’an dan Al-Hadist plus pengetahuan umum! orang tidak akan memahami betul Al-Qur’an dan Al-Hadist, kalau tak berpengetahuan umum”9 Pendek kata, menurut Soekarno, di dalam Islam sendiri, wahyu dan akal tidak harus terdikotomi. Karena keduanya dapat digunakan dan saling melengkapi. Bagaimana pun, pengetahuan agama akan menjadi aplikatif dan dapat diimplementasikan bagi kepentingan masyarakat jika ilmu agama itu dapat diterjemahkan melalui bantuan atau melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial modern. Dewasa ini, apa yang dipikirkan Soekarno sudah menjadi kelaziman dan telah diakui kebenarannya oleh sebagian besar umat Islam, dihampir semua perguruan tinggi agama Islam, telah tertanam sebuah pandangan bahwa tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum (sekuler). Karena, kedua ilmu tersebut pada hakikatnya mempunyai orientasi yang sama dan antara satu dengan lainnya dapat saling mengisi dan melengkapi. Pemisahan keilmuan umum dan keilmuan agama hanya akan menjadikan paradigma keilmuan menjadi kaku sehingga keduanya memeng harus dipadukan. Berkaitan dengan hubungan antara keilmuan agama dan keilmuan umum di atas, menurut Azyumardi Azra, ada tiga tipologi, yaitu 9
Dibawah Bendera Revolusi, Op.cit.,hlm 336
136
restorasionis, rekontruksionis, dan reintegrasi.10 Namun, yang paling memungkinkan dalam keilmuan Islam di Perguruan tinggi Islam, contohnya Universitas Islam Negeri (UIN) adalah rekontruksionis dan reintegrasi. Rekontruksionis telah berdialektika selama satu abad dan diahiri dengan Islamisasi ilmu pengetahuan. Dalam sejarahnya, keilmuan umum dan agama masing-masing telah berdiri sendiri dan memiliki sumber epistimologi yang kuat. Oleh karena itu, dalam pandangan Amin Abdullah, integrasi keilmuan memiliki kelemahan, yaitu sifat dari integrasi hanya berupa usaha peleburan dan pelumatan antara studi Islam dan umum yang kadang tidak saling akur karena keduanya ingin saling mengalahkan. Dengan demikian, menurut Amin Abdullah, diperlukan usaha interkoneksitas yang lebih arif dan bijiksana, interkoneksitas menurutnya adalah: Usaha memahami kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia, sehingga setiap bangunan keilmuan apapun, baik keilmuan agama (Islam, Kristen, Budha, dan lian-lain), keilmuan sosial, humaniora maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri...maka dibutuhkan kerjasama saling tegur sapa, slaing membutuhkan, saling koreksi dan saling keterhubungan antara disiplin keilmuan.11 Pendekatan integratif-interkonektif merupakan pendekatan yang tidak akan saling melumat dan melebur antara kedua keilmuan. Ini merupakan pendekatan yang berusaha saling menghargai, sadar akan
10
Azyumardi Azra, “Reintergrasi Ilmu-ilmu dalam Islam”, dalam zainal Abidin Bagir (Ed), Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi, ( Bandung: Mizan, 2005), hlm. 206-211 11 Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan IntegratifInterkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) hlm. Vii-viii.
137
keterbatasan, dan memecahkan persoalan manusia. Atau pendekan integratif interkonektif merupakan usaha untuk menjadikan sebuah keterhubungan dalam sebuah jaring laba-laba (Spyderweb) antara keilmuan agama dan keilmuan umum yang tergabung dalam ilmu alam, ilmu sosial, dan humaniora.12 Soekarno juga membicrakan guru sebagai pemimpin pengembang akal dan jiwa peserta didik, Soekarno menyatkan: “Pemimpin guru alangkah hebatnya pekerjaan menjadi pemempin didalam sekolah menjadi guru didalam arti yang special, yakni menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak.!” Terutama sekali di zaman kebagunan! Hari kemudian manusia adalah di tangan guru itu, menjadi manusia. Kebangunan atau bukan manusia-manusia kebangunan....tiap-tiap perguruan, di negeri mana sajadan pada apa saja, mempunyai guru yang segalanya seperti mendapat ilham ilahi buat menjadi guru, dan mempunyai guru yang sebenar-benarnya.13 Maka, jelaslah apa yang diucapka Soekarno sejalan dengan UU Sisdinas Nomor 20 tahun 2003 mengacu pada Bab II pasal 2 dan 3 yang di inginkan pendidikan nasional adalah: Mengembangkan kemapuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab14.
12
Amin Abdullah, “DesainPengembangan Akademik IAIN menuju UIN Sunan kalijaga: Dari Pendekatan dikotomis-Atomistik ke-Arah Integratif-Interdisiplinary, dalam Zaenal Abidin Bagir (Ed), Integrasi Ilmu dan Agama: Interprestasi dan Aksi, (Bandung; Mizan, 2005), hlm. 242 13 Op Cit, DBR I, hlm. 612 14 UU SISDIKNAS, cet. II, (Bandung: Citra Umbara, 2013), hlm. 23
138
Dalam kontek inilah, guru diharuskan memiliki jiwa juang, memiliki semangat untuk berkorban, dan menjadi pioneer bagi kemajuan masyarakat. Dalam kaitannya dengan profesionalisme guru,Soekarno menegaskan bahwa guru seyogianya harus mempunyai “roh kerakyatan, roh kemerdekaan, dan roh kelaki-lakian”. Tiga roh inilah menurut Soekarno, harus menjadi jiwa pengorbanan dalam dada seorang guru, harus
menjadi
api
keramatnya,
menjadi
wahyu
hidup:Wahyu
Tjakraningrat15. Tugas seorang guru dengan demikian tidaklah ringan. Seorang guru harus mampu memandang jauh kedepan, perubahan apa yang bakal terjadi di hari esok. Kemudian antara pendidik dan pesarta didik harus suka membaca buku untuk bekal berdialektika dalam kelas, dan untuk membuka cakrawala dunia. Dengan demikian, seorang guru akan merencanakan apa yang terbaik untuk diberikan kepada anak didiknya. Bagaimana ia sebagai motivator, memotivasi anak didiknya agar penuh semangat dan siap mengahdapi serta menyongsong perubahan hari esok dan akan mempertanggung jawabkannya. C. Landasan Nation and Character Building Masa sekarang kini yang berada ditengah-tengah ancaman disintegrasi bangsa dengan longgarnya ikatan-ikatan kita sebagai satu bangsa, meruncingnya perbedaan faham dimana simbol-simbol keagamaan saling berhadapan dan para generasi saling bertengkar, tak ujarnya dengan munculnya tragedi tawuran antar pelajar, sangatlah tragis sekali dunia
15
DBR I, hlm. 616
139
pendidikan yang seharusnya menjadi barometer ahklak kemudian menjadi preman tawuran. Disinilah sebenarnya kita sadari perlunya mempunyai jiwa yang membangun, jiwa yang selalu merasa memiliki bangsa ini demi terwujudnya kehidupan yang damai, aman dan sejahtera.
Dengan problem di atas itulah kenapa kemudian Soekarno mengagas nation and character building, Soekarno mampu membuktikan fahamnya untuk menyatukan seluruh element bangsa Indonesia. Tentu lementelemnet masyarakat tersebut berasal dari latar belakang sosial, ekonomi, agama yang berbeda-beda Mengenai pemikiran Soekarno tentang politik nasional ataupun mengenai pendidikan. Walaupun pendidikan selalu berganti kebijakan, pada intinya tujuan pendidikan di masa kepemimpinan Presiden Soekarno mengarah pada penanaman jiwa Nation and Character Building. Hal ini dapat dilihat pada salah satu isi penentapan Presiden RI nomor 19 tahun 1965 berbunyi : “Pendidikan Nasional ialah Pendidikan Bangsa (Nation and Character Building) yang membina suatu bangsa yang mampu atas tanggung jawab sendiri menyelesaikan revolusinya, tahap demi tahap, dengan pengertian bahwa agama adalah unsur mutlak dalam rangka Nation and Character Building sesuai dengan ketetapan MPRS tahun 1960.”16 Menurut Akhmad Sudrajat, agar lebih memahami makna pendidikan karakter, terlebih dahulu harus mengerti makna dari karakter itu terlebih dahulu. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, 16
Syaifudin, Tan Malaka (Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2012, hlm. 33
140
sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Sementara yang disebut dengan berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.17 Menurut Soekarno, sejarah memiliki makna penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk memahami identitas diri dan jiwa bangsa soekarno menyebutnya dengan istilah nation and character buliding hal ini ia pertegas dalam pidato jas merah sesungguhnya toh bahwa membangun suatu bangsa, membangun ekonomi, membangun pertahanan, membangun pendidikan adalah pertaman-tama adalah membangun jiwa bangsa. Bahwasannya apa yang telah di kata Soekarno diatas, searah dengan tujuan dan fungsi pendidikan karakter. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: 1. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; 2. Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; 3. Mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter di Indonesia selain mengambil dari nilai-nilai universal agama
pada
dasarnya merupakan pengembangan dari nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa, budaya, dan nilai- nilai dalam tujuan pendidikan nasional. 17
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasi Dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 8
141
Kemudian adapun yang melatarbelakangi munculnya nation and chracter building. Pertama, Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis), Soekarno dalam menulis sebuah artikel panjang di Indonesia Muda dengan judul “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme” pokok-pokok pemikiran yang di tuangkan dalam tulisan itu adalah bahwa gerakan Marxis dan nasionalis di Indonesia berasal dari satu dasar yang sama, yaitu hasrat kebangsaan untuk melawan kapitalisme dan imperialisme Barat. Dalam artikel tersebut ia berpendapat bahwa ketiga aliran tersebut dapat bersatu dalam perjuangan melawan musuh utama. Kedua, Pancasila, Pada intinya pandangan hidup/landasan dasar kehidupan bangsa Indonesia berakar dari jati diri bangsa sendiri, yang tidak mengadopsi dan tidak menjalankan landasan dasar bangsa lain. Way of life bangsa Indonesia itu sudah termaktub didalam dasar negara kita yaitu Pancasila, dalam esensinya merupakan intisari dari pola kehidupan bangsa Indonesia yang sengaja digali dan diformulasikan untuk mencapai tujuan masyarakat Indonesia. Tata tantrem, kerta raharja, gemah ripah, lojinawi (artinya negaranya adalah teratur, tentram, orang bekerja aman, orangnya ramahramah, berjiwa kekeluargaan dan tanahnya subur).18 Gagasan Soekarno searah dengan pilar-pilar dalam pendidikan karakter bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-pinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pendidikan karakter bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih
18
Op Cit, Badri Yatim, 100
142
baik maka sewajarnya nilai ini diambil sebagai nilai pilar pendidikan karakter. Ketiga, manipol/USDEK, inti dari manipol adalah merupakan haluan negara republik Indonesia yang harus dijunjung tinggi, dipupuk dan dijalankan oleh semua bangsa Indonesia. Manipol/USDEK adalah satu kesatuan dengan pancasila. Dua acuan besar ini diadaikan layaknya kitab suci, pedoman hidupnya bangsa Indonesia. Keempat, Trisakti, pokoknya adalah berdaulat dan bebas dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, bahwasannya Trisakti sesuai dengan tujuan pendidikan karakter, bahwa nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Maka demikian penting nilai budaya ini menjadi sumber bagi pendidikan karakter. Kelima, Berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) ) adalah kemandirian suatu bangsa didalam mengelola segala roda kehidupan bangsanya tanpa ada ketergantungan yang mutlak pada bangsa lain. Berdikari harus dimiliki generasi bangsa Indonesia karena kita adalah negra yang kaya raya akan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, oleh sebab itu berdikari harus menjadi krakteristik kita semua. Demi terwujudnya Insan yang di cita-citakan bangsa, maka mari bersama-sama kita capai dengan mewujudkan Undang-undang Sisdiknas. Bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan yang bermartabat dalam rangka
143
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan
menjadi
warga
negara
yang
demokratis
dan
bertanggungjawab. D. Relevansi Pemikiran Soekarno dengan Pendidikan Islam Kontemporer 1. Konsep Pendidikan Islam Soekarno Dalam konsep pendidikan Islam telah diketahui dengan jelas bahwa pendidikan Islam selalu mengembangkan seluruh potensi/ fithrah manusia menuju kearah perkembangan yang positif demi mencapai ridha Allah
SWT.
Hal
ini
juga
diyakini
Soekarno
bahwa
untuk
mentransformasikan ajaran-ajaran, nilai-nilai agama Islam harus melewati sarana pendidikan, yang berupa penyiapan kader umat Islam yang dinamis mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan identitasnya. Dalam mengupayakan proses trasformasi sosial untuk menuju pada nilai-nilai Islam yang baik, maka pendidikan Islam harus menghindari sikap-sikap anti kemajuan , seperti taqlid buta, stagnasi (jumud), karena sikap itu akan justru membawa kemunduran yang serius bagi proses perkembangan pendidikan Islam dimasa depan. Untuk menuju cita-cita ideal ajaran-ajaran Islam dalam proses pendidikan Islam harus dikembalikan pada sumber pokok ajaranya, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist, tentu dengan mengedepankan tafsir dengan semangat rasionalitas, sebagai tonggak untuk mencapai semangat
144
transformasi nilai-nilai pendidikan, khususnya semangat pendidikan Islam yang progresif searah dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan, menurut Soekarno menjadi prioritas utama dan merupakan faktor untuk penentu perkembangan umat. Dalam uraian sebelumnya tampak jelas bahwa gagasan yang dikemukakan Soekarno cukup relevan dengan persoalan pendidikan Islam kontemporer, misalnya pendidikan Islam yang dinamis mengikuti perkembangan zaman, pendidikan Islam dan integrasi ilmu dan profesionalisme guru. 2. Kontribusi Pemikiran Soekarno terhadap Pendidikan Islam Selanjutnya, perlu diketahui bahwa kharismatik Soekarno dalam pemikirannya dan dalam bertindak sangat di akui dunia Internasional, khususnya Islam. Kontribusi pemikiran Soekarno terhadap perkembangan dunia pendidikan Islam di Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Mulai dari pemikiran beliau yang mengatakan bahwa dalam pendidikan Islam tidak ada dikotomi ilmu agama dan umum, profesionalisme guru, pemikiran Islam ditinjau dari pedagogis dan pendidikan Islam progresif, dimana itu semua masih relevan dalam dunia pendidikan sekarang ini. Pendidikan Islam merupakan sub sistem Pendidikan Nasional Indonesia. Perjalanan Pendidikan Islam tidak terlepas dari pasang surutnya sistem Pendidikan Nasional itu sendiri, sebagaimana tidak terlepasnya umat Islam ketika kita membicarakan nasib bangsa ini, dan bahkan Pendidikan Islam mempunyai sejarah panjang di Indonesia yang telah ikut mewarnai kehidupan bangsa ini baik masa sebelum penjajahan bahkan
145
setelah Indonesia merdeka. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang nota bane mayoritas masyarakatnya memeluk Agama Islam, seharusnya Pendidikan Islam mendasari pendidikan-pendidikan lainnya, serta menjadi primadona bagi peserta didik, orang tua, maupun masyarakat. Demikian
juga
halnya
dalam
upaya
peningkatan
mutu
pendidikan seharusnya Pendidikan Islam dijadikan tolok ukur dalam membentuk watak dan pribadi peserta didik, serta membangun moral bangsa (Nation Character Building), dalam proses pendidikan seperti ini perlu melibatkan sejumlah orang yang tak kalah pentingnya dalam ikut membangun Pendidikan Islam. Upaya mengikutsertakan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dukungan, tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan, inilah yang dimaksud penulis dengan istilah memberdayakan masyarakat. Sehingga keberhasilan pendidikan bukan saja menjadi tugas dan tanggung jawab institusi pendidikan saja tetapi yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat dapat memberikan respon positif terhadap perkembangan pendidikan yang ada saat ini, karena out-put pendidikan pada akhirnya akan bermuara pada satu titik yaitu masyarakat. 3. Rekomendasi untuk Pendidikan Sekarang Pendidikan karakter menjadi isu yang sangat hangat sejak direncnakan oleh pemerinthan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam peringatan hari pendidikan nasional, pada 2 mei
2010.
146
Mengigat, kerusakan moral kini bukan hanya terjadi dikalangan birokasi pemerintahan dan aparat penegak hukum, melainkan juga sudah meracuni masyarakat. Pelanggaran moral menyebar di berbagai lapisan masyarakat termasuk dalam instusi pendidikan, hingga kasus sostek UN massal. Salah penyebab terjadinya adalah kemunduran moral bangsa tersebut adalah lemahnya pendidikan karakter. Dalam pemikiran Soekarno ini bagaimana Agama menjadi landasan terpenting dalam membangun karakter bangsa. Oleh sebab itu penulis merekomendasikan semoga masyarakat, lembaga pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi dapat menyelipkan pemikiran-pemikiran Soekarno tentang Pendidikan Islam Sebagai konsep dasar nation and character building secara utuh di dalam kurikulum maupun dalam silabus pengajaran, dimana fungsinya untuk membangkitkan karakter peserta didik menuju insan yang mempunyai moral kebangsaan yang tinggi dan merasa memiliki bangsa Indonesia, maka apa yang menjadi permaslahan bangsa ini akan terselesaikan.
BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Dari beberapa pembahasan yang telah dipaparkan, yaitu dengan dimulai dari pembahasan tentang pendidikan Islam, meliputi dasar dan tujuan pendidikan Islam serta beberapa konsep pendidikan, kemudian selanjutnya ditemukan pemikiran Soekarno tentang Islam, tentang pendidikan Islam menurut Soekarno, dan konsep yang melatar belakangi munculnya nation and character building, maka penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Mengenai pemikiran Islam Soekarno, Pemikiran beliau mempaparkan sebuah gambaran realitas berfikir yang berdasarkan fenomena kehidupan manusia. Sebuah argumen yang muncul secara empirik, logika rasionalitas yang mengharapkan bukti materi adanya Tuhan, kemudian Islam yang di tinjau dari sosiologis, tinjauan politis, historis, filosofis, pedagogis, religi, semua saling berkesinambungan dalam memaknai Islam. Dan Soekarno sebagai seorang muslim sejati yang cinta dan percaya akan kebenaran dengan agamanya Soekarno dengan caranya yang tersendiri berjuang untuk keagungan dan keluhuran agama Islam. 2. Dalam konsep pendidikan Islam telah diketahui dengan jelas bahwa pendidikan Islam selalu mengembangkan seluruh potensi/ fithrah manusia menuju kearah perkembangan yang positif demi mencapai ridha Allah SWT. Hal ini juga diyakini Soekarno bahwa untuk mentransformasikan
147
148
ajaran-ajaran, nilai-nilai agama Islam harus melewati sarana pendidikan, yang berupa penyiapan kader umat Islam yang dinamis mengikuti perkembangan
zaman
tanpa
meninggalkan
identitasnya.
Dalam
mengupayakan proses trasformasi sosial untuk menuju pada nilai-nilai Islam yang baik, maka pendidikan Islam harus menghindari sikap-sikap anti kemajuan , seperti taqlid buta, stagnasi (jumud), karena sikap itu akan justru membawa kemunduran yang serius bagi proses perkembangan pendidikan Islam dimasa depan. Untuk menuju cita-cita ideal ajaran-ajaran Islam dalam proses pendidikan Islam harus dikembalikan pada sumber pokok
ajaranya,
yaitu
Al-Qur’an
dan
Al-Hadist,
tentu
dengan
mengedepankan tafsir denga semangat rasionalitas, sebagai tonggak untuk mencapai semangat transformasi nilai-nilai pendidikan, khususnya semangat pendidikan Islam yang progresif searah dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan, menurut Soekarno menjadi prioritas utama dan merupakan faktor untuk penentu perkembangan umat. Dalam uraian sebelumnya tampak jelas bahwa gagasan yang dikemukakan Soekarno cukup relevan dengan persoalan pendidikan Islam kontemporer, misalnya pendidikan Islam yang dinamis mengikuti perkembangan zaman, pendidikan Islam dan integrasi ilmu dan profesionalisme guru. 3. Adapun konsep yang melatar belakangi munculnya nation and character building, Soekarno Melihat realitas sosial budaya bangsa Indonesia Ir. Soekarno berfikiran pada format bangsa yang ideal menurut beliau, Dari konsep Nation and Charakter Building yang dimaksud pada prinsipnya
149
membentuk tatanan masyarakat yang berkebudayaan berlandaskan budi hati nurani dan
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan tujuan
membentuk masyarakat yang adil, makmur berkesejahteraan, yang didalamnya masyarakat saling gotong-royong bekerja untuk mencapai tujuan nasional tersebut. yaitu: Nasakom (Nasionalisme, Islam dan Marxis), yang lebih tepat sebagai konsepsi dasar persatuan dan kesatuan antara golongan yang ada di Indonesia. Pancasila yang lahir tahun 1945, merupakan sebuah pengejawentahan dari kepribadian bangsa Indonesia selain itu juga sebagai dasar negara, falsafah dan tujuan serta alat pemersatu dari beraneka ragam jenis ras, bahasa, suku dan agama/kepercayaan yang ada di Indonesia . Manipol USDEK, aplikasi pada pemerintahan Ir. Soekarno dalam menjalankan kebijakan didalam menjalankan amanat penderitaan dengan menerapkan pola pembangunan nasional semesta berencana untuk mencapai tujuan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Trisakti
(berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang
ekonomi, berkepribadian kebudayaan), aplikasi dari kebijakan Manipol pada perilaku masyarakat dan bangsa negara dalam menentukan sikap serta makna kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) adalah satu sikap yang harus diambil oleh bangsa yang mau tercapai tujuannya dengan tidak
150
menggantungkan hidupnya pada negara lain dan bentuk dari perlawanan terhadap penindasan yang dilakukan oleh pihak kapitalis dan imperialis dalam upaya mengeksploitasi negara-negara berkembang. Sehingga masyarakat senantiasa hidup suasana damai tanpa adanya ketertindasan yang akhirnya terciptalah perdamaian dunia. B. Saran-Saran Setelah melalui pembahasan demi pembahasan, penulis rasa demi perkembangan ilmu pengetahuan sudah selayaknya
memberikan saran
sebagai berikut: 1. Bahwa penelitian ini belum bersifat final atau jauh dari kesempurnaan, masih diharapkan munculnya penelitian-penelitian baru yang lebih komprehensif dengan didukung temuan-temuan baru yang bisa menambah khazanah ilmu pengetahuan. Maka dari itulah tak ada kata akhir dalam berjuang mencari kebenaran. 2. Didalam hidup berbangsa dan bernegara hendaklah mengutamakan persatuan dan kesatuan, hilangkan rasa kesombongan, egoisme kelompok dan golongan yang akan mengakibatkan runtuhnya sendi kehidupan masyarakat Indonesia, pada akhirnya menjadi negara yang terpuruk dan hina. 3. Mengharapkan kesadaran kepada seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali untuk senantiasa membangunan bangsa yang sesuai dengan citacita para pahlawan kita
151
4. Jalankan amanat Revolusi yang telah diajarkan Soekarno untuk mengatasi krisis multi dimensi yang sedang menimpa bangsa ini. Dimana ajaran Soekarno nyata-nyata masih relevan untuk masa sekarang sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat demi terwujudnya peradaban bangsa yang lebih unggul.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama sempurna yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Rahmatal Lil’alamiin merupakan sifat Islam, selain juga sifat kesempurnaan Islam dalam setiap dimensi kehidupan. Dalam perkembanganya lebih lanjut Islam mengalami perubahan karena perbedaan situasi dan kondisi. Tentu yang dimaksud mengalami perubahan disini terjadi pada aspek-aspek ajaran-ajaran agama Islam yang tidak absolut atau ajaran Islam yang berkaitan dengan dimensi-dimensi sosial kemasyarakatan. Hal ini meliputi ajaran Islam tentang ekonomi, politik , sosial dan budaya. Orang Islam yang pertama kali bersama Nabi Muhamad SAW dan berjuang bersama beliau demi menyebarkan Islam, mereka itu disebut Sahabat, dan Tabi’in adalah periode atau masa berikutnya1. Dalam perkembangan lebih lanjut Islam mengalami perubahan karena perbedaan situasi dan kondisi. Tentu yang dimaksud mengalami perubahan disini terjadi pada aspek ajaran agama Islam yang tidak absolut atau ajaran Islam yang berkaitan dengan dimensi-dimensi sosial kemasyarakatan, seperti ekonomi, sosial, politik dan budaya. Artinya ajaran agama Islam yang pokok tentang ke-Esaan Allah SWT , kekuasaanya, kewajiban tunduk pada-NYA adalah tetap, tidak mengalami perubahan, karena hal itu adalah merupakan pencerahan bagi manusia untuk
1
Fathur Rahman, 1974, Ikhtisar Musthalahah Hadist, Bandung, P.T. Al-Ma‟arif, hlm. 280
1
2
selalu berkembang kearah kesempurnaan. Marshal Hodgson menulis, sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Nurcholis Madjid. Namun demikian, barangkali modal potensial Islam yang paling besar adalah kesadaran historisnya yang jelas, yang sejak dari semula mempunyai tempat begitu besar dalam dialognya. Sebab kesediaan mengikuti dengan sungguh-sungguh bahwa tradisi agama terbentuk dalam waktu, dan selalu mempunyai dimensi historisnya, membuat agama itu mampu menampung ilham baru apapun ke dalam realitas dari warisan dan dari titik tolak mulanya yang kreatif, yang dapat terjadi atau pengalaman keagamaan baru. 2 Dari pernyataan diatas cukup jelas bahwa “kesadaran historis” yang meliputi perkembangan sosial, ekonomi serta budaya sangat berpengaruh terhadap umat Islam. Mereka tidak bisa menganggap era satu terhadap yang lain itu sakral dan tidak bisa diubah, karena menurut Ibnu Taimiyah tidak seorangpun yang tidak berbuat kesalahan (ma’shum), bahkan Nabi Muhamad sendiri, kecuali dalam tugas beliau menyampaikan “Pesan Suci” atau “Tabligh Arrisalah” juga tidak terlepas dari kesalahan yang manusiawi.3 Disinilah letak kesadaran historis yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi ,dan memang begitulah realitasnya. Kita bisa melihat bagaimana besar pengaruh situasi dan kondisi itu dalam fleksibilitas Islam. Disinilah ijtihad sangat diperlukan untuk mencapai tujuan ajaran Islam yang universal seiring dengan perkembangan zaman.
2
Nurcholish Madjid,1998, dalam Mark.W.Woodward (Ed), Jalan Baru Islam, Bandung, Mizan, hlm. 107. 3 Ibid, hlm. 106
3
Ijtihat itu berpahala dua apabila benar dan satu pahala bila salah.4 Ini semua mengandung maksud bahwa Islam sangat toleran terhadap perubahan dan perkembangan, bahkan hal inipun terjadi pada periode Nabi Muhamad SAW. Sejarah Islam telah banyak menunjukan tentang pengaruh tokoh Islam .Artinya dalam setiap masa atau kurun waktu selalu ada pemikiran pemikiran Islam yang mempengaruhi pola pemikiran umat untuk melakukan perubahan. Para tokoh-tokoh ini sudah ada sejak masa Nabi SAW, seperti Sayyidina Ali Bin Abi Thalib, Umar Bin Khattab, Abu Bakar Assidiq, Zaid Bin Tsabit, Ibnu Abbas, dan lain-lain.Dan lebih nampak jelas bahwa ada pengaruh
dalam
perkembangan
Islam
lebih
lanjut
ketika
masa
Khulafaurrasyidin sampai masa-masa berikutnya, sebagaimana ditemukan dalam sejarah panjang perkembangan Islam. Seperti tokoh-tokoh perubahan Islam lainya Soekarno memiliki pemikiran-pemikiran tersendiri tentang Islam, khususnya di Indonesia. Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Bin Abdul Wahab, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim As‟ary, dan lain-lain adalah tokoh-tokoh perubahan Islam pada zamanya dengan situasi dan kondisi yang khas dari situasi dan kondisi lainya. Ini mengandung maksud keadaan situasi dan kondisi para tokoh pemikir Islam tersebut sangat berpengaruh pada corak pemikiran tentang Islam. Kesemuanya upaya pembaharuan (pemikiran) itu dilakukan bukan untuk
4
Nurcholish Madjid, 1997, Kaki Langit Peradaban Islam,Jakarta, Paramadina. hlm.125
4
“kegenitan” pembaharuan itu sendiri, melainkan untuk menjadi satu bagian dari kerja besar mewujudkan kemaslahatan (kepentingan rakyat)5. Jadi
pembaharuan adalah sebuah kemestian dalam mengikuti
perkembangan situasi dan kondisi zaman yang selalu berubah seiring dengan berbagai
kemajuan
yang
terjadi
pada
masyarakat
muslim,
tentu
pemikiranyapun akan mengikuti perubahan tersebut dengan berbagai element-element pengaruhnya. Lebih lanjut kita mengetahui Soekarno adalah aktivis muslim yang gigih berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia dari belenggu imperalisme yang membuat bangsa Indonesia semakin lemah/hancur. Karena bangsa Indonesia mayoritas Islam,6 tentunya Soekarno memiliki pemikiran dan pemahaman Islam yang tinggi. Ini terbukti diterimanya
Soekarno
sebagai
wakil
bangsa
Indonesia
dalam
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah Islam, tentunya Seokarno memiliki pemikiran serta pemahaman Islam yang tinggi. Ini terbukti diterimanya Soekarno sebagai wakil bangsa Indonesia dalam memplokamirkan kemerdekaan Indonesia, dan sekaligus mendapat gelar”waliyul Amri Dlaruri Bis-Sawkah” pada tahun 1954 sebagai bukti kepercayaan umat Islam terhadap beliau.7 Isu-isu stretegis pendidikan karakter menyangkut keterkaitan dengan kebutuhan untuk membentuk karakter anak didik dan generasi sesuai dengan upaya untuk menjawab kontradiksi-kontradiksi dan masalah-masalah 5
Tim Redaksi Tanwirul Anwar Ma‟had „Ali P.P Salafiyyah Syafi‟iyyah Sukorejo Situbondo,2001, Fiqh Rakyat (pertarungan Fiqh dengan kekuasaan), Yogyakarta, LKIS., hlm VI 6 Mark.W.Wood (Ed), Op.Cit.hlm 15 7 Maslahul falah, Islam ala Soekarno; Jejak Langkah Pemikiran Islam Liberal Indonesia,(Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2003), hlm. 43
5
kemanusian yang mendominasi suatu masyarakat. Untuk masyarakat Indonesia, pembangunan karakter juga harus ditekankan pada upaya untuk mengatasi masalah yang belakangan ini sering berkembang. Beberapa masalah yang dihadapi oleh bangsa ini antara lain sebagai berikut: I.
Kemiskinan dan keterbelakangan, suatu kondisi yang menyebabkan negara kita tertinggal jauh dengan negara lain: yang membuat generasi kita menggangur, kurang pendidikan, dan situasi itu juga yang menyebabkan rusaknya moral dan krisis eksitensi diri. Kuranganya pendidikan dan kemiskinan berakibat pada tingkat tidak munculnya generasi muda yang tidak produktif dan kreatif.
II.
Konflik dan kekerasan atas nama klaim kebenaran palsu dan sempit yang menyebakan sentimen antar kelompok meningkat. Dalam situasi ini, masyarakat kita merespons dan menangapi perbedaan pendapat dan perbedaan kayakinan dengan cara yang salah. Konflik bernuansa (penafsiran) agama, suku, ras dan perbedaan pendapat semakin meluas. Ini merupakan masalah penting yang harus dihadapi jika kita ingin menegaskan eksistensi bangsa yang bercirikan penghormtan akan keberagaman (multikulturalitas dan pluralitas). Budaya kekerasan juga masih sering terjadi di lingkungan pendidikan. Guru masih sering melakukan kekerasan fisik, juga banyak kekerasan psikologis dan emosional, antara pelajar juga terjadi tawuran antar pelajar yang lain.
6
Kekerasan di masyarakat menular pada kekerasan dalam dunia pendidikan. III.
Dominasi budya membodohi akibat pengaruh tanyangan media (terutama budaya tonton melalui TV) yang pengaruhnya dalam masyarakat luar biasa. Budaya nonton ini membuat orang mudah terpengaruh pada “gebyar” kesemarakan yang dicitrakan media yang membuat penonton (khalayak masyarakat) hanya bisa pasif dalam kebudayaan, kebiasaan yang membentuk karakter pasif, bisu, dan mematikan naluri kreatifitas sertab kemandirian berfikir.
IV.
Adanya korupsi yang meluas dan masih menggrogoti bangsa ini, yang hingga saat ini sulit diberantas. Korupsi jelas merupakan gejala paling nyata dari gagalnya pembangunan karakter bangsa, merupakan produk dari hubungan sosial yang kontradiktif. Korupsi membuat bangsa tidak maju, menyebabkan rakyat tetap miskin, dan sekaligus menunjukan karakter parasit adalah cermin bangsa yang karakternya rusak, yang kalau dibiarkan akan membuat bangsa hancur, bisa hancur secara cepat atau berlahan-lahan.
V.
Kerusakan lingkungan alam akibat gejala alam maupun akibat ulah kerusakan alam adlah fenomena yang membutuhkan perhatian dalam kaitannya pembangunan karakter manusia, kerusakan alam disebabkan karater yang salah, yang tak menghormati lingkungan, dan mungkin juga dibiaskan oleh karakter manusioa yang terbenbentuk.
7
VI.
Ketertimpangan dan penindasan yang bernuansa gender atau terpinggirnya kaum perempuan. Bangsa yang maju selalu menuntut kaum perempuannya yang produktif, kreatif, dan berperan maju setara dengan laki-laki. Masalah yang ada di Indonesia adalah tatanan budaya patriakal yang menempatkan kaum perempuan pada posisi yang melemahkan. Bahkan, dalam pendidikan pun perempuanideologis masih terdiskriminasi. Tokoh Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama
tentu mengalami pergolakan pemikiran sosial, politik dan pendidikan sebelum atau sesudah kemerdekaan. Dan terbukti secara empiris bahwa Soekarno mampu membuktikan fahamnya untuk menyatukan seluruh element bangsa Indonesia. Tentu elment-elemnet masyarakat tersebut berasal dari latar belakang sosial, ekonomi, agama yang berbeda-beda
Mengenai
pemikiran
Soekarno tentang politik nasional ataupun mengenai pendidikan. Walaupun pendidikan selalu berganti kebijakan, pada intinya tujuan pendidikan di masa kepemimpinan Presiden Soekarno mengarah pada penanaman jiwa Nation and Character Building. Hal ini dapat dilihat pada salah satu isi penentapan Presiden RI nomor 19 tahun 1965 berbunyi : “Pendidikan Nasional ialah Pendidikan Bangsa (Nation and Character Building) yang membina suatu bangsa yang mampu atas tanggung jawab sendiri menyelesaikan revolusinya, tahap demi tahap, dengan pengertian bahwa agama adalah unsur mutlak dalam rangka Nation and Character Building sesuai dengan ketetapan MPRS tahun 1960.”8
8
Syaifudin, Tan Malaka (Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2012, hlm. 33
8
Sehingga pada tahun ini Undang-Undangn pendidikan nasional yang berlaku tidak jauh dari Undang-Undang yang sudah ada dulu, dan kebijakan sebagaimana yang terungkap dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 yang berbunyi : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujukan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara ”.9 Pendidikan tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan (transfer ofknowledge) kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu, yakni mentransfer nilai (transfer of value). Selain itu, pendidikan juga merupakan kerja budaya yang menuntut peserta didik untuk selalu mengembangkan potensi dan daya kreativitas yang dimilikinya agar tetap survive dalam hidupnya. Karena itu, daya kritis dan partisipatif harus selalu muncul dalam jiwa peserta didik. Anehnya, pendidikan yang telah lama berjalan tidak menunjukkan hal yang diinginkan. Disis lain pendidikan kurang mengajarkan bagaimana dan seperti apa asal mula ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam kelas sehingga pendidikan terlihat hanya dijadikan alat indoktrinasi berbagai kepentingan. Begitu urgennya masalah pendidikan, sehingga begitu banyak para pakar ataupun tokoh yang senantiasa berupaya untuk melahirkan pemikiranpemikiran tentang pendidikan. Baik yang sifatnya pengetahuan yang benarbenar baru yang sebelumya belum ada ataupun pemikiran-pemikiran yang
9
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2003) Hlm. 3
9
sifatnya pengembangan atau diadakan inovasi dari pemikiran yang ada. Agar pendidikan bisa menjadikan peradaban kehidupan manusia menjadi lebih baik. Maju dan tidaknya suatu negara tidak lepas dari peran masyarakatnya yang berkualitas. Untuk membentuk kualitas masyarakat tidak bisa lepas dari pendidikan dan berkualitasnya pendidikan tidak lepas dari para pemikir pendidikan baik dari islam dan barat. Karena dari para pemikir inilah konsep pendidikan terduksi dan berkembang sesuai dengan kadaan zaman bahkan pendidikan menjadi disiplin ilmu tersendiri. Dalam surat Al-Mujadallah ayat 11, tentang bagaimana manusia harus berkembang, dan mempunyai wawasan tinggui maka akan di angkat derajatnya oleh Allah SWT. Ayat tersebut:
) ( اجملدله. Artinya: Hai orang-orang yang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari paparan diatas begitu urgenya pendidikan, untuk itu peneliti ingin mengkaji dan pendidikan khususnya para objek pendidikan. Untuk itulah
10
peneliti mengangakat judul penelitian “Pemikiran Ir. Soekarno Berbasis Teks tentang Pendidikan Islam sebagai Konsep Dasar Nation and Character Building. Soekarno dengan pemikiranya tersebut di atas, beliau telah banyak memberikan kontribusi terhadap berbagai persoalan umat dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, termasuk tentang pemikirannya tentang Islam dalam membentuk karakter rakyat Indonesia menjadi progresif dalam membangun peradaban Bangsa. B. Rumusan Masalah Refleksi dari latar belakang masalah tersebut menunjukkan tentang wacana pemikiran Ir. Soekarno tentang Pendidikan Islam sebagai kosep dasar Nation and Character Building mempunyai rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Konsep Pemikiran Ir. Soekarno tentang Pendidikan Islam ? 2. Apa yang melatar Belakangi Munculnya Pendidikan Nation and Character Building ? C. Tujuan Penulisan 1.
Untuk mengetahui Bagaimana konsep Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam .
2.
Untuk mengetahui Bagaimana pemikiran Soekarno tentang Pendidikan Islam sebagai Konsep Dasar Nation And Character Building.
11
D. Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian dari skripsi ini adalah : 1. Memberikan pemahaman kepada pembaca terlebih kepada penulis sendiri bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membina manusia secara pribadi dan berkelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah SWT dan kholifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Manusia yang dibina adalah fitrahnya yang meliputi unsur-unsur material (jasmani) dan imaterial (akal dan jiwa) dan mempunyai karakter kebangsaan yang tinggi sesuai yang di maksud Soekarno. 2. Dapat memberikan kontribusi, manfaat serta menambah wawasan keilmuan kepada pembaca tentang Pendidikan Islam sebagai Konsep dasar Nation and Character Building sebagai benteng dalam mengarungi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. 3. Penelitian ini diharapkan akan memperkaya khasanah keilmuan dalam lembaga pendidikan Islam. Lebih khusus lagi, penelitian ini diharapkan menambah perkembangan umat. Islam, yang di yakini agama paling sempurna, menempatkan pendidikan sebagai aspek sangat penting dalam membangun bangsa dengan jiwa dan raga yang mempunyai karakter.
12
E. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan ini dimaksudkan agar dalam proses penulisan dan penelitian tidak keluar dari konteks yang diinginkan dari penulis dan juga agar pembahasan lebih fokus sesuai dengan keinginannya, sehingga menghasilkan karya tulis yang sesuai dengan standar penulisan yang baku dan benar. `Dalam penelitian ini, peneliti membatasi kajiannya dengan mengaji tentang pemikiran Ir. Soekarno pendidikan Islam sebagai konsep dasar nation and character building yang disesuaikan dengan rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan ini. Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini menyangkup beberapa pembahasan antara lainnya: 1. Untuk mengetahui Bagaimana Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Islam. 2. Untuk mengetahui Bagaimana Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam . 3.
Untuk mengetahui Bagaimana pemikiran Soekarno tentang Pendidikan Islam sebagai Konsep Dasar Nation And Character Building. Dari tiga batasan maslah yang penulis angkat diatas tidak akan
dilepaskan dari persepektif Ir. Soekarno. F. Definisi operasional :
1. Pemikiran Pemikiran merupakan proses membina ilmu dan kefahaman yang melibatkan aktivitas mental dalam otak manusia.
13
2. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha sadar yang teratur dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diberi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan citacita pendidikan. 3. Nation Suatu komunitas manusia yang memiliki nama, mitos sejarah bersama, budaya yang umum, perekonomian bersama, hak dan kewajiban bersama, dan menguasai suatu tanah air. 4. Character building Adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaaan, akhlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukan peranggai dan tinkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai pancasila. G. Penelitian Terdahulu Peneliti menyadari bahwa penelitian pemikiran Ir. Soekarno tentang pendidikan Islam sebagai konsep dasar nation and character building bukan kajian yang pertama. Hal ini disebabkan Soekarno adalah tokoh besar yang ada di Indonesia yang terkenal dengan kepemimpinanya sebagai sang proklamator ulung revolusioner sejati dan sekaligus pemikir cukup terkenal dan telah menghasilkan banyak karya-karya. Sebelumya penelitian mengetahui pemikiran Soekarno telah dikaji oleh Wahyu Hidayat, yang menganalisis tentang " Pemikiran Ir. Soekarno Sebuah
14
Kerangka Dasar Pendidikan Kerakyatan Menuju Cita-cita Bangsa Indonesia” yang di dalamnya membahas tentang definisi dasar pendidikan, kebudayaan, ekonomi sosial Indonesia, sosial dan politik. Peneliti juga menemukan penelitian sebelumnya yang ditulis oleh Syamsul Kurniawan yang mengkaji “Modernisasi Pendidikan Islam dalam Pemikiran Soekarno” dari penelitian ini sudut pandangnya pendidikan Islam harus selalu mengikuti perkembangan zaman dan pendidikan Islam di tuntut harus selalu progresif. Sejauh hasil penelitian yang diketahui oleh penulis, masih belum ada yang mencoba melakukan penelitian tentang pendidikan Islam sebagai konsep dasar nation and character building. Maka penelitian ini
bisa diartikan
melanjutkan penelitian sebelumnya yang sifatnya masih belum sempurna dan mencoba melakukan penelitian yang sekiranya belum dilakukan oleh para pakar dalam dunia pendidikan dalam mengkaji pemikiran soekarno tentang pendidikan Islam sebagai konsep dasar nation and character building. H. Sistematika Penulisan Bab I
: Pendahuluan, Bab ini meliputi : Alasan pemilihan judul, penegasan
istilah,
permasalahan,
tujuan
dan
manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab II
: Membahas tentang pengertian Pendidikan Islam, Pada bab ini meliputi: Dasar Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Islam, pendidikan karakter, konsep pendidikan karakter secara umum.
15
Bab III
: mengkaji tentang metode penelitian, pendekatan dan jenis penelitian, objek dan ruang lingkup penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, teknik analisis data, sistematika pembahasan.
Bab IV
: Membahas Pemikiran tentang Islam dan Pendidikan Islam menurut Ir. Soekarno yang meliputi : Islam ditinjau dari filsafat ketuhanan, sosiologis, historis, filosofi, pedagogis, politis,dan disertai pandangan Soekarno tentang Pendidikan Islam, landasan Nation and Character Building menurut Soekarno meliputi : kondisi pendidikan Masyarakat, sosial budaya. Juga membahas idealitas dan realitas bangsa Indonesia meliputi Nasakom, pancasila, manipol, tri sakti, berdikari.
Bab V
: Analis
Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam
Sebagai Konsep Dasar Nation and Character Bulding. Bab VI
: Yang berisi mengenai kesimpulan, saran-saran, dan kata penutup.
Bagian akhir (reference matter) meliputi: daftar pustaka, daftar riwayat hidup penulis, dan lampiran-lampiran.
DAFTARA RUJUKAN
Abdul Munir Mulkhan, 1993, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakart: SIPPRESS. Abu Ahmadi,1985, Kurikulum Pendidikan Islam, Surabaya: Bina Ilmu. Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: P.T AlMa’arif. Ahmad Tafsir, 1992, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, P.T Remaja Rosda Karya. Akhmad Muhaimin Azzet, 2011, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Al-Zastrouw, 1999, Gus Dur Siapa Sih Engkau (tafsir teoritik atas tindakan dan pernyataan Gus Dur), Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama. Amin Abdullah, 2005, “DesainPengembangan Akademik IAIN menuju UIN Sunan kalijaga: Dari Pendekatan dikotomis-Atomistik ke-Arah IntegratifInterdisiplinary, dalam Zaenal Abidin Bagir (Ed), Integrasi Ilmu dan Agama: Interprestasi dan Aksi, Bandung; Mizan. _____________, 2006, Islamic Studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif-Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Aminuddin Nur, 1967, Pengantar Studi Sejarah Pergerakan Nasional, Jakarta: Pembimbing Massa. Amir Daim Indra Kusuma,1987, Pengantar Ilmu Pendidikan,Malang: FP -IKIP Malang. Anggota IKAPI, 2006, Kumpulan Pernyataan Bung Karno Tentang Gerakan 30 September, Jogjakarta: Media Pressindo. Antony D. smith, 1972, Theories of nationalism, New York, Harper and Row. Assegaf, Abd. Rachman. 2005, Politik Pendidikan Nasional: Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi. Yogyakarta: Kurnia Kalam. Azyumardi Azra, 2006, “Reintergrasi Ilmu-ilmu dalam Islam”, dalam zainal Abidin Bagir (Ed), Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi, Bandung: Mizan. Bambang Norsena, 2000, Religi dan Religiusitas Bung Karno, Bali Jagadhita Pres, Denpasar Bali, 2000.
Bernhard Dahm, 1987, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, Jakarta: LP3ES. Cindy Adam, 1965, Bung Karno: Penyambung lidah Rakyat, alih bahasa Mayor Abdul Bar Salim, Jakarta: PT, Gunung Agung. Dennis Collins, 1999, Paulo Freire, Kehidupan Karya Dan Pemikiranya, Jakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Agama, 2005, AL-Qur’an dan Terjemahan. Bandung: Jumunatul Ali Art. Djumberanjah Indar, 1994, Filsafat Pendidikan Islam, Surabaya: Usaha Nasional. Editor Cahyo Gumilang dkk, 2013, Pancasila Dasar Negara “Kursus Pancasila Oleh Presiden Soekarno, Yogjakarta: Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada. Fathiyah Hasan, 1986, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren Dan Masyarakat. Fathul Mu’in, 2011, Pendidikan Karakter, Kontruktif Teoretik dan Praktik, Urgensi Pendidikan Progresif dan Revitalisasi Peran Guru dan Orangtua. Jogjakarta- ARRUZ MEDIA. Fathur Rahman, 1974, Ikhtisar Musthalahah Hadist, Bandung: P.T. Al-Ma’arif. Frank. G. Goble, 1991, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow ,Yogyakarta: Penerbit Kanisius, H. Endang Syaifuddin Anshari,1990,Ilmu, Filsafat Dan Agama, Surabaya: P.T.Bina Ilmu. H.A.R. Tilaar, 1995, 50 tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995, Suatu Analisis Kebijakan, Jakarta: Gramedia Grasindo. H.M Arifin, 1997, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Hadari Nawawi dan Hj.Mimi Martini, 1994, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada Univercity Press. Hasan Langgulung, 1999, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung:Rosda Karya. Hendri Mahendra, November 2011, Soekarno, Catatan Jas Merah, Majalah INOVASI UIN Malang, Edisi XXVIII, Hery Noer Aly, MA, 1999,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: P.T Logos Wacana Ilmu. HOS. Cokroaminoto, 1966, Islam dan Sosialisme, Jakarta: lembaga Penggali Dan Penghimpun Sejarah Revolusi Indonesia.
Kisdarto Atmosoeprapto, 2003, “Kecermerlangan, Keteguhan, Pandangan Hidup, Sikap Mental dan Kepedulian Seorang Pemimpin Besar”(Kata-kata Mutiara, Pandangan Hidup dan Kepribadian Bung Karno, A-Z), Malang: Buntara Media Lexi J. Moleong, 2000, Methodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya. M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan aplikasi, Jakarta:Ghalia Indonesia. M. Natsir, 1973, Capita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang. Maj. Muhammad Said, 1961, Pedoman Untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat Jilid I, Surabaya: PT Permata. Maslahul falah, 2003, Islam ala Soekarno; Jejak Langkah Pemikiran Islam Liberal Indonesia, Yogjakarta: Kreasi Wacana. Nurani Soyomukti, 2010, Soekarno, Visi Kebudayaan dan Revolusi Indonesia, Yogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. Nurcholish Madjid, 1997, Kaki Langit Peradaban Islam,Jakarta: Paramadina. Nurcholish Madjid,1998, dalam Mark.W.Woodward (Ed), Jalan Baru Islam, Bandung, Mizan. Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, Jogjakarta: Laksana. Pidato Karkono Partokusumo, 1958, Kepribadian Bangsa Indonesia dalam Buku Benteng Pancasila, Jogjakarta: PT Yayasan Pancasila. Pramoedya Anan Toer, 1960, Kronik Revolusi Indonesia, Jilid I, Jakarta, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia),. Rifa’i, Muhammad. 2011, Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik Hingga Modern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Ringkasan Ketetapan MPRS Departemen Penerangan
- RI,
No. I & II /MPRS/1960, MPRS dan
Sanapiah Fsaisal,1990, Penelitian Kualitatif (dasar-dasar aplikasi), Malang: YA3. Siswono Yudohusodo, 1996, Semangat Baru Nasionalisme Indonesia , Jakarta: PT Yayasan Pembangunan Bangsa. Siti Kusrini, 1991, Metodelogi Belajar Mengajar, Malang, IKIP Malang. Sjamsudin. 1993, Sejarah Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Depdikbud, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
Solichin Salam, 1964, Bung Karno dan Kehidupan Berpikir Dalam Islam, jakarta: PT Wijaya. Suadi Putro, 1998, Mohammed Arkaun Tentang Islam Dan Modernitas, Jakarta: Paramadaina Mulya. Subkhan, Edi. 2010, Ki Hajar Dewantara Peletak Dasar Pendidikan Indonesia, Taman Siswa, , Taman Siswa, Yogyakarta. Soekarno, 1964, Dibawah Bendera Revolusi Jilid I dan II, Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revulusi. Sulistiawati, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Jokjakarta: Diva Press. Susilo Bambang Yudoyono, Menjadi Bangsa yang Berdaulat dan Mandiri, 100 tahun Bung Karno, Syaifudin, 2011, Tan Malaka (Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Syamsul Hadi, 1978, Tragedi Bung Karno Perjalanan terakhir Seorang Proklamator, Jakarta: PT Pustaka Simponi. Syamsul Kurniawan, 2009, Modernisasi Pendidikan Islam dalam pemikiran Soekarno,’’Pendidikan di Mata Soekarno’’ Yogjakarta: Ar-Ruzz Media. Tim Dosen IKIP Malang, 1988, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional. Tim Kreasi LKM UNJ, 2011, Restorasi Pendidikan Indonesia, Menuju Masyarakat terdidik Berbasis Budaya, Yogjakarta, Ar-Ruzz Media. Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010, Sejarah Nasional Indonesia (Zaman Jepang dan Zaman Republik), Jakarta: Balai Pustaka. Tim Penulis Sejarah Indonesia, 2009, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI. Jakarta: PT. Balai Pustaka (Persero). Tim Penyusun, 2011, Panduan Pelaksanaan Pendidikan karakter, Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Tim Redaksi Tanwirul Anwar Ma’had ‘Ali P.P Salafiyyah Syafi’iyyah Sukorejo Situbondo 2001, Fiqh Rakyat (pertarungan Fiqh dengan kekuasaan), Yogyakarta: LKIS. UU SISDIKNAS, 2009, Jakarta: Sinar Grafika. Wang Xiang Jun, 2011, Seokarno Uncensored, Benarkah Soeharto lebih baik dari Soekarno?, Jokjakarta: Pustaka Radja. Winarno Surakhmad, 1990, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito.
Yatim, Badri. 1999, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, Jakarta: Logos Wacana. Zakiah Darajat, 1982, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksa. Zubaedi, 2011, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasi Dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta: Kencana. Zuhairini Dan Abdul Ghafir,1993, Methodologi Pendidikan Agama,Ramadhani, Solo.