Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum (Made Widiadnyana Wardiha)
PEMETAAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN AIR MINUM DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN SYSTEM INTERRELATIONSHIP MODEL MAPPING OF WATER SUPPY ISSUES IN EAST NUSA TENGGARA USING SYSTEM INTERRELATIONSHIP MODEL Made Widiadnyana Wardiha1) dan Pradwi Sukma Ayu Putri2) Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar Werdhapura Village Center, Jalan Danau Tamblingan, Sanur, Denpasar Email: 1)
[email protected]; 2)
[email protected] diterima 21 Februari 2013, diterima setelah perbaikan 3 April 2013 disetujui untuk diterbitkan 4 April 2013 Abstrak: Penyediaan air bersih di Indonesia masih bermasalah di berbagai provinsi termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT). Permasalahan penyediaan air di NTT disebabkan oleh ketersediaan sumber air, curah hujan rendah, kondisi tanah, sosial budaya, serta masih belum baiknya manajemen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Permasalahan ini perlu dipetakan untuk dapat diambil langkah perbaikan terintegrasi. Data permasalahan penyediaan air di Provinsi NTT diperoleh dari diskusi dengan pemangku kebijakan di Provinsi NTT yaitu PDAM, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTT dan Kabupaten, Bappeda Provinsi dan Kabupaten, konsultan bidang penyediaan air; serta hasil penelitian tahun 2010 mengenai peningkatan kualitas lingkungan permukiman tradisional di NTT. Data diolah secara deskriptif dan dipetakan dengan system interrelationship model (SIM), kemudian komponen-komponen permasalahan yang dipetakan tersebut dianalisis keterkaitan antar komponennya. Hasil analisis menunjukkan komponen-komponen yang berpengaruh terhadap permasalahan penyediaan air yaitu curah hujan, tanah, vegetasi, sumber air, lokasi permukiman, embung, kualitas air, sarana dan prasarana penunjang, dan masyarakat. Pilihan untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan dengan intervensi terhadap komponen-komponen sistem. Intervensi diawali dari komponen vegetasi, sarana dan prasarana penunjang, dan masyarakat, sehingga menyebabkan perubahan misalnya peningkatan penyerapan air hujan serta mengurangi laju erosi tanah, kemudahan masyarakat menjangkau sumber air, perubahan kualitas sumber air, dan perubahan kebiasaan masyarakat atau penyesuaian adat. Kata kunci: nusa tenggara timur, penyediaan air, pemetaan, dan system interrelationship model.
Abstract: Water supply in Indonesia still become a problem in many provinces including East Nusa Tenggara Province (NTT). Water supply problems rise because of lack of water sources, low rainfall height, soil conditions, socio-cultural, and inefficient management of Regional Water Company (PDAM. Those problems need to be mapped to get an integrated solution. Those data collected by discussion with NTT’s stakeholders which are PDAM, Public Works Department of NTT Province and Districts, regional planning agency of province and districts, water supply consultant; and year 2010 research about NTT’s traditional settlements quality improvement. Those data processed descriptively and mapped using system interrelationship model (SIM), and analyzed those mapped components to saw the linkage between components. Analysis showed that the components which effected to water supply problems are rainfall intensity, soil, vegetation, water resources, settlements, embung, water quality, supported infrastructures, and community. The option to solve those problems is done by intervention to the components of the system. Intervention started from vegetation component, infrastructures, and community component, so it caused a change such as improvement of rainwater percolation and decreasing of land erosion, ease of reaching the water source, and improvement of water resources quality, and people’s habit change. Keywords: east nusa tenggara, water supply, mapping, and system interrelationship model.
105
Lingkungan Tropis, vol. 6, no. 2, September 2012: 105-119
PENDAHULUAN Penyediaan air bersih ataupun air minum di Indonesia saat ini masih menjadi masalah. Di perkotaan misalnya, penyediaan air minum melalui perpipaan mengalami penurunan dalam tahun 2000 – 2006 dari 36,2% menjadi hanya 30,8% (Sutjahjo, 2011) sementara salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak (Algamar, 2012). Khusus untuk di Indonesia, target sampai dengan Tahun 2015 yaitu meningkatkan pelayanan air minum perpipaan di Indonesia hingga mencapai 80% untuk perkotaan, 40% untuk pedesaan, dan 62% untuk perkotaan dan pedesaan (Masduqi, 2007). Namun kenyataanya sampai dengan Tahun 2010, capaian Indonesia untuk air minum layak baru mencapai 49,19%. Faktor teknis dan non teknis menjadi penyebab rendahnya capaian air minum layak di Indonesia. Faktor teknis misalnya debit sumber air, jarak sumber air ke permukiman, kondisi perpipaan, dan sebagainya, sedangkan faktor non teknis misalnya kebiasaan atau adat masyarakat, keberterimaan masyarakat serta kontribusi masyarakat dalam peningkatan kualitas penyediaan air di lokasinya. Kondisi yang disebutkan di atas terjadi tidak hanya di perkotaan tapi juga pedesaan dan dialami di berbagai provinsi di Indonesia salah satunya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Penyediaan air di NTT dilakukan melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sumur gali, sungai, pompa, dan lain-lain tapi belum menjangkau seluruh penduduk disebabkan oleh berbagai masalah mulai dari ketersediaan sumber air yang kurang memadai, jumlah curah hujan yang rendah, kondisi tanah, sampai pada sosial budaya masyarakatnya. Persebaran penduduk di banyak pulau juga menjadi masalah tersendiri dalam penyediaan air bagi seluruh masyarakat karena perbedaan kondisi di masing-masing pulau tersebut. Dalam hal curah hujan, Provinsi NTT yang merupakan wilayah beriklim kering, ketersediaan airnya akan tergantung dari musim hujan, padahal musim hujan di Provinsi NTT berlangsung lebih pendek yaitu berkisar 3-4 bulan atau Bulan Desember – Maret (Nainiti, 2004). Masalah-masalah yang disebutkan sebelumnya perlu dicarikan solusi. Namun, penyelesaian atau solusi dari permasalahan
tersebut terkadang tidak terintegrasi yang mungkin disebabkan belum adanya alur yang jelas mengenai ujung dan pangkal dari permasalahan tersebut. Oleh karena itu, permasalahan-permasalahan ini perlu dipetakan untuk dapat diambil langkah-langkah perbaikan yang sesuai dengan permasalahan dan sesuai alurnya. Tujuan dari kajian ini adalah untuk memetakan permasalahan penyediaan air minum di Provinsi NTT. Dalam hal solusi untuk mengatasi permasalahan penyediaan air di NTT sudah banyak hal yang dilakukan baik berupa penelitian maupun tindakan langsung oleh pemerintah. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk mengatasi masalah ini diantaranya: 1) penyusunan strategi penyediaan air bersih bagi masyarakat di Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, NTT dengan sistem perpipaan gravitasi, penggunaan saringan rumah tangga untuk mengolah air dari sumur gali, serta penampungan air hujan (Laka, 2009); 2) penelitian yang merekomendasikan metode untuk mengatasi penurunan kualitas embung di Kabupaten Kupang dan Belu dengan melakukan konservasi flora, konservasi tanah, dan konservasi sumber air dengan penanaman pohon terutama spesies lokal (Widiyono, 2008); 3) perhitungan kebutuhan investasi untuk pembangunan pipa transmisi termasuk jaringan distribusi dan sistem pompa hidram untuk pemenuhan kebutuhan air bersih di Kabupaten Ende (Rahardjo, 2008); 4) penelitian tentang sumber air bersih bawah tanah di Pulau Flores yang dapat dimanfaatkan, dimana penelitian ini merekomendasikan 2 lokasi potensial sebagai penyediaan air bersih perkotaan melalui pemboran setempat (Edyanto, 2008). Selain itu pemerintah juga sudah melakukan banyak usaha mulai dari pembangunan jaringan perpipaan, bronkaptering, embung, sampai pada usaha untuk membujuk masyarakat yang tinggal di tempat tinggi untuk berpindah tempat ke lokasi yang dekat dengan sumber air. Berbagai usaha baik penelitian maupun tindakan langsung tersebut sangat baik karena dilakukan secara terfokus terhadap masalah yang dihadapi, mendalam, dan langsung kepada lokasi yang bermasalah. Namun di masyarakat masalah yang terjadi terkadang dibarengi dengan masalah lainnya yang terkait terutama masalah non teknis. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan sudut pandang yang
106
Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum (Made Widiadnyana Wardiha)
berbeda yaitu untuk melihat permasalahan sebagai suatu sistem dan dapat dilihat secara paralel dan menyeluruh. Tulisan ini mengkaji mengenai permasalahan khusus dalam bidang penyediaan air bersih di Provinsi NTT.
Pembahasan tidak dilakukan untuk mencari solusi untuk mengatasi masing-masing permasalahan namun untuk mengabungkan permasalahan-permasalahan yang ada menjadi satu sistem yang saling terkait.
METODE Data permasalahan penyediaan air minum di Provinsi NTT diperoleh dari hasil diskusi dengan pemangku kebijakan di Provinsi NTT yaitu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTT dan Kabupaten, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi dan Kabupaten, serta konsultan bidang penyediaan air. Selain itu data juga diperoleh dari hasil penelitian tahun 2010 pada kegiatan penelitian oleh Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar (Balai PTPT Denpasar) mengenai peningkatan kualitas lingkungan permukiman tradisional di Provinsi NTT. Diskusi dengan pemangku kebijakan dilakukan di dua lokasi yaitu di Kota Kupang mewakili kondisi di Pulau Timor dan di Kabupaten Ende mewakili kondisi di Pulau Flores. Data penelitian tahun 2010 yaitu data mengenai kondisi penyediaan air di beberapa permukiman tradisional di NTT yaitu Kampung Prai Natang di Kabupaten Sumba Timur, Kampung Sodana di Kabupaten Sumba Barat, serta Kampung Bena dan Kampung Wogo di Kabupaten Ngada. Diskusi di Kota Kupang dan di Kabupaten Ende membahas kondisi di wilayah masing-masing mengenai sumber air, teknologi yang digunakan, dan permasalahan penyediaan air. Sedangkan penelitian tahun 2010 memunculkan data mengenai fasilitas penyediaan air di lingkungan permukiman
tradisional serta sosial budaya masyarakat di permukiman tradisional yang berpengaruh terhadap penyediaan air. Semua data tersebut dikumpulkan dalam bentuk data kuantitatif dan kualitatif yang diolah secara deskriptif dan dipetakan dengan system interrelationship model (SIM). System interrelation model adalah penjabaran dari interaksi dunia-nyata yang terdiri dari komponen-komponen yang terikat secara interdependen dalam suatu ikatan yang kuat. Suatu komponen didefinisikan sebagai satu object of interest atau satu objek di dalam domain suatu pengetahuan yang memiliki keterkaitan dengan isu yang dibahas. Suatu komponen memiliki karakteristik sebagai informasi yang terkait dengan komponenkomponen yang ditemukan dalam observasi atau perhitungan. Dua komponen diakitkan dengan garis yang menunjukkan proses, pengaruh, atau konsekuensi sebagai hasil dari interaksi timbal balik (Sudjono, 2011). Dalam metode ini terlebih dahulu disusun komponen-komponen penyusun suatu sistem dengan spesifikasi masing-masing dan kemudian dianalisis keterkaitan masing-masing komponen dan selanjutnya disusun dalam suatu diagram dimana komponen-komponen tersebut dihubungkan berdasarkan hubungan sebab akibat, kronologi, proses, ataupun deskripsi dan ditampilkan dalam bentuk daigram.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Wilayah di Provinsi NTT Provinsi NTT (gambar 1) mempunyai kondisi alam yang cukup berat, khususnya dalam hal potensi sumber daya airnya. Provinsi ini dikenal sebagai daerah yang kering dimana curah hujannya termasuk yang terkecil dibandingkan dengan seluruh daerah di Indonesia (Rahardjo, 2008). Rata-rata volume curah hujan tahunan di NTT hanya sebesar 1000 mm (Widiyono, 2008)
dengan musim hujan berlangsung selama 3-5 bulan sedangkan musim kering berlangsung selama 7-9 bulan (Susilawati, 2006). Berdasarakan data curah hujan yang diambil di beberapa stasiun di NTT kurun waktu 10 tahun terakhir (tahun 2002 – 2011) yaitu di Kupang (Stasiun Naibonat dan Lasiana), Rote Ndao (Stasiun Lekunik), dan Sabu (Stasiun Tardamu) memperlihatkan rata-rata curah hujan sebagai
107
Lingkungan Tropis, vol. 6, no. 2, September 2012: 105-119
berikut: 1) Kupang-Naibonat curah hujan sebesar 2690,1 mm/tahun dan hari hujan 79,3 hari atau sekitar 2,8 bulan; 2) Kupang-Lasiana dengan curah hujan 1649,3 mm/tahun dan hari hujan 112,6 hari atau sekitar 4 bulan; 3)Rote NdaoLekunik dengan curah hujan 1449,9 mm/tahun dan hari hujan 99,7 hari atau sekitar 3,5 bulan; dan 4) Sabu-Tardamu dengan curah hujan 1195,9 mm/tahun dan hari hujan 93,5 hari atau sekitar 3,3 bulan. Walaupun singkat, terkadang curah hujan terjadi dalam hujan deras atau hujan badai yang hanya beberapa kali sampai dapat menimbulkan banjir bandang dan erosi tak
terkendali (Susilawati, 2006), seperti contoh di Pulau Timor sering terjadi curah hujan dengan intensitas 200 mm – 300 mm selama 24 jam (Widiyono, 2006). Kondisi ini memperlihatkan bahwa walaupun air hujan masih dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat, namun hari hujan yang singkat dengan debit yang besar dalam sekali hujan menyebabkan masyarakat harus memiliki penampungan yang besar jika ingin menggunakan air hujan untuk memenuhi sebagian kebutuhan air dalam setahun.
Gambar 1. Peta Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sumber: Provincial Department of Nusa Tenggara Timur (NTT) Indonesia, 2008.
Dalam hal kondisi geologi, kondisi tanah di NTT kering, berbatu, dan sebagian bertanah kapur (Rahardjo, 2008). Berdasarkan penelitian Susilawati (2006), keadaan geologi di NTT dibedakan sesuai dengan pulau-pulau besar di wilayahnya diataranya: 1) Flores, memiliki lapisan batuan yang terdiri dari batuan vulkanik, dan bukit-bukitnya terdiri dari lapisan batuan sedimen seperti cadas (sandstone) dan limestone di bagian lembah terdiri dari endapan sungai; 2) Sumba, di bagian barat laut terdiri dari limestone; di timur laut batuan cadas (sandstone), clay stone, dan lapisan koral limestone; di bagian barat daya terdiri dari lapisan campuran batuan vulkanik, lava, dan breksi; 3) Timor, dominan dengan lapisan batuan koral limestone (karang) yang sangat porous. Selain itu juga terdapat batuan metamorf dan basalt. Faktor-faktor geologis tersebut ikut mempengaruhi kemampuan peresapan air yang rendah dan cenderung tanahnya mudah tererosi
(Widiyono, 2008). Kemampuan peresapan air juga dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan yang ada di wilayah NTT yaitu savana dan pertanian lahan kering. Dalam penelitian Balai PTPT Denpasar tahun 2010 diperoleh informasi mengenai kebiasaan masyarakat di NTT yang banyak memilih bertempat tinggal di ketinggian seperti di atas bukit. Hal ini didasari oleh budaya dari leluhur masyarakat di NTT yang memilih tinggal berkelompok di ketinggian untuk menghindari serangan dari suku lain. Kondisi ini berlanjut hingga kini terutama di daerah pedesaan atau permukiman tradisional. Walaupun saat ini masyarakat sudah bertempat tinggal di dataran rendah, namun jumlah masyarakat yang tinggal di perbukitan masih cukup banyak. Daerah ketinggian yang didiami masyarakat menyebabkan lokasi sumber air banyak yang letaknya di bawah permukiman penduduk dan akhirnya menyulitkan akses terhadap air bersih
108
Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum (Made Widiadnyana Wardiha)
(Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar, 2010). Sumber-Sumber Air di Provinsi NTT Masyarakat di Provinsi NTT memenuhi kebutuhan air dari sumber air perpipaan (14,6%), sumur pompa (2,3%), sumur gali (22,8%), sumber air (48,5%), sungai (10,7%), dan sumber lainnya (0,1%) (Widiyono, 2008). Air hujan juga menjadi salah satu sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat NTT. Selain itu, seperti juga di tempat lain di setiap provinsi di Indonesia, air kemasan juga menjadi pilihan masyarakat. Namun jika di tempat lain air kemasan dikonsumsi oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, maka di NTT air kemasan dikonsumsi pula oleh masyarakat miskin (Kausel, 2008). Dalam hal ketersediaan sumber air terutama air tanah, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah jumlah curah hujan, tingkat kekasaran tekstur tanah, pergerakan air secara vertikal, produksi limpasan, perkolasi dan rembesan air ke dalam tanah (Nainiti, 2004). Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian dan kebutuhan air adalah faktor sosial-ekonomi seperti populasi penduduk, besarnya kota, iklim, tingkat hidup, pendidikan, tingkat ekonomi, dan lain-lain, dan faktor teknis seperti keadaan sistem sendiri antara lain kualitas, kuantitas, tekanan, pencatatan harga pemakaian meter air, dan lain-lain.
Metode Penyediaan Air di Provinsi NTT Metode penyediaan air di Provinsi NTT dilakukan dengan perpipaan baik yang pengaturannya dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat ataupun dilakukan dengan inisiatif masyarakat sendiri, mengambil dari sumur, menggunakan pompa pengangkat air seperti pompa hidram ataupun pompa merk lain, serta ada pula yang mengambil air dengan alat jirigen air pada sumber air yang lokasinya jauh ataupun di bawah permukiman penduduk. Air hujan ditampung salah satunya dengan embung. Embung adalah sebuah penampungan air (reservoir) dengan kapasitas tampung lebih kurang 30.000 m3 (Widiyono, 2008). Air yang tertampung utamanya untuk penyediaan air bersih, pertanian, dan ternak skala terbatas. Sebuah embung diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada satu hingga dua dusun dengan 50-100 KK (100-250 jiwa). Kebutuhan embung untuk menampung air bagi kebutuhan masyarakat di NTT diperkirakan sekitar 4000 buah. Dari tahun 1982 – 2006, telah dibangun 334 embung di seluruh NTT, kemudian pada tahun 2010 dibangun sebanyak 20 embung, serta 2011 direncanakan pembangunan embung sekitar 76 buah (Suara Pembaruan, 2012). Informasi mengenai embung ditampilkan pula secara diagramatis pada gambar 2.
Kebutuhan total: 4000 buah Yang sudah ada: 334 (tahun 2006), 20 (2010), 76 (2011) Lokasi: di seluruh NTT, 70% di Pulau Timor Barat
Lokasi pembangunan embung: outlet daerah tangkapan air, di dataran yang lebih tinggi dari permukiman
EMBUNG
1 embung dapat memenuhi kebutuhan 1-2 dusun dengan 50-100 KK (100250 jiwa)
Pemanfaatan air dari embung: konsumsi rumah tangga, pertanian, ternak skala terbatas
Gambar 2. Informasi dan fakta mengenai embung di Provinsi NTT Permasalahan Penyediaan Air di Provinsi NTT Permasalahan dalam hal penyediaan air di Provinsi NTT pada kajian ini dikaji berdasarkan tiga sumber yaitu hasil diskusi
dengan pemangku kebijakan, hasil diskusi dengan masyarakat di permukiman tradisional, serta dari literatur. Permasalahan-permasalahan tersebut ditampilkan dalam matriks pada tabel 1.
109
Lingkungan Tropis, vol. 6, no. 2, September 2012: 105-119
tabel 1. Permasalahan-permasalahan penyediaan air di Provinsi NTT. Sumber informasi Diskusi dengan pemangku kebijakan
Diskusi dengan masyarakat di permukiman tradisional
Kajian literatur
Permasalahan penyediaan air di Provinsi NTT - Masyarakat di pulau-pulau kecil masih mengkonsumsi air payau atau air sumur yang kualitasnya payau, serta di musim kemarau mengkonsumsi air dari batang pisang; - Penggunaan PAH di pulau-pulau kecil terkendala sulitnya memperoleh material; - Transportasi untuk mengangkut air dari pulau besar ke pulau kecil belum optimal. - Lokasi sumber air berada di bawah permukiman penduduk; - Lokasi kampung di ketinggian menyebabkan akses informasi terhambat; - Kondisi jalan yang menuju permukiman tradisional belum memadai; - Fasilitas MCK tidak terpakai karena masyarakat belum memiliki pasokan air; - Pipa distribusi air sering mengalami kerusakan akibat longsoran tanah; - Program pembangunan terkadang dilaksanakan tanpa diskusi dengan masyarakat terlebih dahulu. - Rata-rata volume curah hujan tahunan hanya sebesar 1000 mm yang menyebabkan krisis air pada musim kemarau yaitu pada bulan April – Oktober; - Penyediaan air dengan embung memiliki beberapa masalah yaitu rendahnya tutupan vegetasi pada daerah tangkapan, laju erosi yang tinggi, dan pembebasan lahan yang diperlukan dalam pembangunan embung masih sulit dilakukan; - sumber air bersih terletak jauh di bawah permukiman
Pada tabel 1, permasalahan berdasarkan hasil diskusi dengan pemangku kebijakan dilakukan di Kupang dan Ende. Peserta diskusi menyebutan bahwa masyarakat di NTT terutama yang tinggal di pulau-pulau kecil seperti Pulau Alor, Pulau Ende, Pulau Pura, dan pulau kecil lainnya masih mengkonsumsi air payau atau air sumur yang kualitasnya payau serta tercemar bakteri E-coli. Selain dari air sumur, beberapa masyarakat seperti di Pulau Pura di musim kemarau mengkonsumsi air yang diambil dari batang pisang. Sedangkan dalam hal kesulitan material untuk pembangunan penampungan air hujan (PAH) di pulau-pulau kecil disebabkan karena selama ini material diperoleh dari pulau lain dan diangkut menggunakan kapal sehingga harga material juga meningkat. Selain itu PAH juga terkendala curah hujan yang rendah. Selain material, air bersih untuk kebutuhan masyarakat di pulau-pulau kecil juga diangkut dari pulau besar menggunakan transportasi kapal laut, dimana air akan terhenti pasokannya jika kapal mengalami kerusakan seperti yang terjadi di Pulau Ende. Permasalahan penyediaan air yang selanjutnya diperoleh dari hasil diskusi dengan masyarakat di permukiman tradisional di Sumba yaitu di Kampung Prai Natang dan Kampung Sodana, serta di Kabupaten Ngada yaitu di Kampung Bena dan Kampung Wogo. Dari hasil diskusi diperoleh informasi bahwa lokasi sumber air berada di bawah permukiman, dimana
permukiman tradisional masyarakat di NTT kebanyakan berada di bukit atau pegunungan. Hal ini menyebabkan masyarakat sulit untuk memperoleh air. Selain itu, lokasi kampung di ketinggian dan jauh dari kota kecamatan atau kantor administrasi pemerintah menyebabkan kegiatan diskusi atau penyuluhan dari pemerintah jarang dilakukan di kampung tradisional, sehingga informasi yang disampaikan ataupun kegiatan yang dilakukan terlambat atau tidak sampai ke kampung tradisional. Kondisi jalan yang menuju permukiman tradisional juga belum memadai untuk bisa dilalui oleh kendaraan, hal ini akan menghambat proses penyediaan air apabila memerlukan pembangunan perpipaan, konstruksi bangunan air, dan sebagainya. Permasalahan penyediaan air tidak hanya terkait dengan kebutuhan air saja, tapi juga terkait dengan kebutuhan MCK. Hal ini karena terkadang bantuan untuk pembangunan fasilitas MCK (Mandi, Cuci, Kakus) lebih dulu terlaksana dibandingkan penyediaan air, sehingga MCK tidak akan terpakai karena masyarakat belum memiliki pasokan air yang cukup. Jikalau air tersedia, masyarakat lebih memilih menggunakannya untuk minum, memasak, dan keperluan rumah tangga lainnya dibandingkan menggunakannya untuk MCK. Permasalahan selanjutnya adalah pipa yang digunakan untuk menyalurkan air dari sumber ke permukiman terkadang rusak karena longsor. Hal ini disebabkan karena jalur perpipaan berada di
110
Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum (Made Widiadnyana Wardiha)
lokasi yang curam baik itu di bawah permukiman maupun di atas permukiman. Selain itu, program pembangunan terkadang dilakukan tanpa melalui musyawarah dengan masyarakat setempat terlebih dahulu sehingga rasa kepemilikan masyarakat terhadap hasil program tersebut tidak ada dan akibatnya manfaatnya tidak dirasakan. Selain dari diskusi, permasalahan penyediaan air di NTT juga sudah banyak diteliti, misalnya dalam hal rendahnya tingkat curah hujan. Rata-rata volume curah hujan tahunan di NTT hanya sebesar 1000 mm (Widiyono, 2008). Rendahnya curah hujan ini menyebabkan krisis air pada musim kemarau yaitu pada bulan April – Oktober. Namun dalam kondisi ini, beberapa tempat masih memiliki cadangan air yang cukup tinggi seperti di Pulau Rote yaitu sekitar 600 juta m3 dan terendah sekitar 3 juta m3. Cadangan air ini merupakan hasil prediksi dengan menggunakan Model hidrologi Vander Beken dan Byloos yang dilakukan pada daerah aliran sungai (DAS) di Pulau Rote (Nainiti, 2004). Salam satu metode penyediaan air di NTT adalah dengan menggunakan waduk atau embung. Dalam hal embung, ada beberapa permasalahan diantaranya: 1) rendahnya tutupan vegetasi pada daerah tangkapan. Tutupan vegetasi pada embung seperti di wilayah Timor Barat adalah savana dan pertanian lahan kering. Hal ini seharusnya bisa diantisipasi dengan penanaman tanaman lokal seperti kusambi, nitas, asam, kelor, johar, mahoni untuk mengikat air hujan ke dalam tanah; 2) laju erosi yang tinggi sehingga mempercepat pendangkalan embung dimana contohnya pada embung oemasi di Kupang yang mengalami penurunan kapasitas antara sebesar 5,8% per tahun pada tahun 19922000 dan 3,2% per tahun pada tahun 2000-2005 (Widiyono, 2008); 3) pembebasan lahan yang diperlukan dalam pembangunan embung masih sulit dilakukan (Berita Daerah, 2012). Selain masalah-masalah tersebut, masalah lainnya yang disebutkan dalam salah satu literatur adalah mengenai letak permukiman yang jauh dari sumber air. Di beberapa desa seperti di Kabupaten Ende, sumber air bersih terletak jauh di bawah permukiman dengan elevasi 50 m sampai dengan 100 meter, berjarak jauh dari permukiman sekitar 3 km bahkan sampai 20 km, serta dengan debit yang bervariasi dari kecil sampai besar (Rahardjo, 2008). Selain literatur-literatur tersebut, terdapat satu literatur dari ProAir yang melakukan program pemberdayaan masyarakat dalam hal
penyediaan air dan sanitasi di nusa Tenggara Timur yaitu di Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Timor Tengah Selatan, Alor, dan Ende. Laporan kegiatan ini menyebutkan bahwa sistem penyediaan air dan sanitasi di Indonesia masih banyak yang tidak berfungsi dengan baik disebabkan karena kualitas konstruksi yang buruk, manajemen buruk, dan kurangnya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan konstruksi. Akibat dari kondisi tersebut adalah masyarakat mendapat akses terhadap air bersih yang tidak layak, waktu untuk anak-anak bersekolah dan wanita-wanita untuk bekerja berkurang karena dihabiskan untuk kegiatan mengambil air, serta higienitas rendah dan beresiko tinggi terhadap kemungkinan penyakit bawaan air (Kanaf, 2011). Hal yang dipaparkan dalam laporan ini memiliki kesamaan dengan pendapat yang diutarakan pada saat dilakukan diskusi dengan masyarakat di NTT terutama mengenai kualitas konstruksi dan kurangnya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan konstruksi. Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air di Provinsi NTT dengan System Interrelationship Model Berbagai permasalahan yang terjadi dalam hal penyediaan air di NTT tidak hanya perlu dicarikan solusi yang tepat sesuai permasalahannya, tapi juga perlu dilihat keterkaitannya dengan masalah yang lain sehingga solusi yang ditawarkan merupakan solusi yang terintegrasi, dengan harapan tidak hanya satu masalah saja yang terselesaikan, tapi juga menyelesaikan masalah yang lain secara bersama-sama. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dipetakan permasalahan-permasalahan yang disebutkan pada sub bab sebelumnya dan saling dikaitkan dengan menggunakan metode system interrelationship model. Dalam menggunakan metode ini, yang diperlukan adalah data dan aliran interaksi (flow of interactions) dari data tersebut (Sudjono, 2011). Data disusun menjadi komponen-komponen dengan spesifikasi tertentu serta dijabarkan aliran interaksinya dengan komponen-komponen yang lain. tabel 1 menunjukkan spesifikasi dari komponenkomponen yang akan disusun dalam satu sistem mengenai permasalahan penyediaan air di NTT. Komponen-komponen permasalahan yang disebutkan pada tabel 1 merupakan komponen permasalahan penyediaan air di Provinsi NTT. Dari komponen-komponen yang
111
Lingkungan Tropis, vol. 6, no. 2, September 2012: 105-119
disajikan pada tabel 1 tersebut kemudian dihubungkan dengan mencari relasi atau hubungan antar komponen. Relasi antar komponen yang terjadi dapat berupa sebab akibat, kronologi, proses, ataupun deskripsi (Sudjono, 2012). Dalam tulisan ini, tipe relasi yang terjadi adalah sebab akibat dimana perubahan yang terjadi pada suatu komponen adalah akibat dari perubahan data / property komponen yang berkaitan. Komponen yang memberi pengaruh dilihat dari spesifikasi masing-masing komponen pada tabel 1. Komponen yang memiliki spesifikasi yang sama atau terkait dengan spesifikasi pada komponen yang lain maka dipandang memiliki relasi. Sebagai contoh, relasi
antara jenis dan kondisi tanah dengan kualitas air. Spesifikasi dari jenis dan kondisi tanah salah satunya adalah tutupan vegetasi pada daerah tangkapan air, sedangkan spesifikasi pada kualitas air salah satunya adalah kondisi tanah. Dalam hal ini terjadi kaitan bahwa tutupan dan vegetasi pada daerah tangkapan air akan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan air hujan menjadi air tanah dan tingkat filtrasi air hujan menjadi air tanah sehingga akan mempengaruhi kualitas air. Oleh karena itu jenis dan kondisi tanah mempengaruhi kualitas air. Secara lebih lengkap, relasi antar komponen dapat dilihat pada tabel 3.
tabel 2. Spesifikasi dari komponen-komponen permasalahan penyediaan air di Provinsi NTT. KOMPONEN Curah hujan
Tanah Vegetasi Sumber air Lokasi permukiman Embung
Kualitas air
Sarana dan prasarana penunjang
Masyarakat
SPESIFIKASI Jenis tutupan lahan Evaporasi Lama penyinaran matahari Jenis tanah dan batuan Tutupan vegetasi pada daerah tangkapan air Elevasi sumber air Jarak sumber air dari permukiman Kebiasaan masyarakat dalam menetap Ketersediaan sumber daya alam Tutupan vegetasi Laju erosi Pembebasan lahan Proses dalam pemanfaatan air (penampungan, distribusi, konsumsi) Kondisi tanah Pembuangan limbah ke badan air (kebiasaan masyarakat) Kandungan kimia dan bakteriologis air Sarana transportasi Ketersediaan dan kualitas prasarana jalan Kualitas kontruksi bangunan air Ketersediaan material Pendekatan dan keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan Pembebasan lahan Kepercayaan/kebiasaan/adat Pendidikan
Setelah tersusun matriks relasi antar komponen seperti pada tabel 3, maka relasi tersebut digambarkan dalam suatu diagram system interrelationship model (gambar 3). Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa permasalahan penyediaan air saling terkait, selain itu permasalahan tersebut juga terdiri dari masalah-masalah turunan yang dijabarkan sebagai spesifikasi, sehingga dalam upaya mengatasi masalah penyediaan air di Provinsi Nusa Tenggara Timur harus dilakukan secara terintegrasi terhadap semua komponen yang
terkait. Sebagai contoh, perubahan terhadap kualitas air (proses penampungan, distribusi, dan konsumsi; pembuangan limbah ke badan air) dipengaruhi oleh curah hujan, keterjangkauan sumber air, jenis dan kondisi tanah, sarana dan prasarana penunjang, serta kebiasaan/adat masyarakat NTT. Namun aspek-aspek yang mempengaruhi tersebut juga dipengaruhi oleh aspek yang lain, seperti aspek kebiasaan/adat masyarakat dipengaruhi juga oleh proses pendekatan masyarakat yang dilakukan. Oleh karena itu, program peningkatan pelayanan
112
Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum (Made Widiadnyana Wardiha)
penyediaan air di NTT harus secara paralel dilakukan terhadap aspek-aspek tersebut. Usaha untuk mempengaruhi aspekaspek/komponen-komponen yang berpengaruh disebut intervensi. Intervensi adalah usaha mengubah data atau property suatu komponen dengan tujuan mengubah kesetimbangan interaksi antara komponen yang diintervensi dengan komponen lain yang berhubungan langsung (Sudjono, 2012). Perubahan kesetimbangan ini akan mengubah sistem yang
sudah ada sehingga membentuk kesetimbangan yang baru sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal memperbaiki permasalahan penyediaan air di Provinsi NTT, intervensi yang dilakukan bertujuan untuk membuat solusi terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. Intervensi dilakukan terhadap beberapa entering component atau entering point, yaitu komponen yang dapat diubah datanya sehingga selanjutnya dapat menyebabkan perubahan pada komponen yang lain.
113
Lingkungan Tropis, vol. 6, no. 2, September 2012: 105-119
tabel 3. Relasi sebab akibat antar komponen dalam permasalahan penyediaan air di Provinsi NTT. Aspek
Curah hujan
Tanah
Curah hujan
Tanah
Vegetasi
Sumber air
Lokasi permukiman
Tingkat curah hujan mempengaruhi jenis dan jumlah vegetasi yang tumbuh
Vegetasi
Sumber air
Lokasi sumber air mempengaruhi lokasi permukiman, walau di permukiman di NTT tidak selalu dipengaruhi sumber air
Embung
Lokasi permukiman mempengaruhi keterjangkauan sumber air Keberadaan embung berpengaruh pada distribusi air dari sumber ke penduduk
Tingkat curah hujan mempengaruhi volume air yang ditampung di embung
Tingkat curah hujan mempengaruhi proses dalam pemanfaatan air
Jenis dan kondisi tanah mempengaruhi penyerapan air ke dalam tanah
Sarana dan prasarana penunjang
Jenis dan kondisi tanah berpengaruh pada kualitas bangunan / sarana penunjang
Tutupan vegetasi mempengaruhi jumlah air yang masuk ke embung Keterjangkauan sumber air mempengaruhi metode distribusi air Lokasi permukiman menentukan penempatan embung
Kualitas air mempengaru hi jenis / metode penyediaan air
Kualitas air
Sarana dan
Kualitas air
Laju erosi tanah mempengaruhi kecepatan pendangkalan embung
Jenis dan kondisi tanah mempengaruhi jenis vegetasi yang dapat tumbuh
Jenis vegetasi yang ada mempengaruhi jumlah penduduk yang menetap
Lokasi permuki man
Embung
Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang
114
Masyara kat
Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum (Made Widiadnyana Wardiha) prasara na penunja ng
Masyara kat
mempengaruhi keterjangkauan sumber air
Kebiasaan masyarakat menetap di tempat tinggi berpengaruh pada keterjangkauan terhadap sumber air
Proses pembebasan lahan di masyarakat berpengaruh pada proses pembangunan embung
115
Peraturan adat/kebiasaan masyarakat mempengaruhi kualitas air dari segi kebiasaan membuang limbah
Proses pendekatan masyarakat dalam pembebasan lahan berpengaruh pada percepatan pembanguna n sarana prasarana
Lingkungan Tropis, vol. 6, no. 2, September 2012: 105-119 Vegetasi
Curah hujan
Lokasi permukiman Embung
Masyarakat Tanah Sarana dan prasarana penunjang
Sumber Air
Kualitas air
Masyarakat
Gambar 3. System Interrelationship Model (SIM) mengenai permasalahan penyediaan air di Provinsi Nusa Tenggara Timur Berdasarkan tabel 2 dan gambar 3, beberapa entering component yang dapat dilakukan intervensi sehingga dapat memberikan pengaruh pada komponen lainnya antara lain pendekatan masyarakat, kebiasaan/adat masyarakat, dan sarana dan prasarana penunjang.
Komponen-komponen lain tidak dapat dilakukan intervensi karena merupakan komponen alami, namun akan tetap berubah apabila komponen yang terintervensi berubah. Intervensi yang dapat dilakukan terhadap komponen-komponen tersebut ditampilkan pada tabel 4.
tabel 4. Contoh intervensi yang dapat dilakukan terhadap komponen-komponen dalam permasalahan penyediaan air di NTT. Komponen Vegetasi Sarana dan prasarana penunjang
Masyarakat
Intervensi - Melakukan penambahan jumlah vegetasi terutama vegetasi lokal sebagai area tangkapan air dan untuk menahan tanah - Peningkatan jaringan distribusi air bersih - Pembangunan bangunan penangkap air seperti bronkaptering atau embung (waduk) - Penerapan teknologi pengangkat air untuk distribusi air dari sumber yang berada di bawah permukiman - Pembangunan penampungan air hujan atau teknologi lain untuk menampung air hujan - Melakukan pendekatan dengan melibatkan masyarakat melalui proses diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) - Melakukan pendekatan pertama kali kepada tetua adat / yang dituakan di masyarakat - Pendekatan kepada masyarakat untuk mulai bermukim di lokasi yang dekat dengan sumber air - Penyuluhan mengenai sanitasi (jamban, dan sebagainya) dan pentingnya membuang limbah secara tepat (bukan di sumber air) karena akan mempengaruhi kualitas air - Penyesuaian aturan adat setempat terhadap perilaku sehat masyarakat dan lokasi permukiman - Pengembangan aturan adat tentang air bersih, penggunaan air, perilaku terhadap sumber air dan air tanah*
Keterangan: * : sumber (Sudjono, 2012)
Dalam hal pendekatan masyarakat, terdapat tiga metode pendekatan dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat yang dapat
diterapkan yaitu: 1) pendekatan yang terarah, yaitu pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak kepada seluruh orang yang
116
Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum (Made Widiadnyana Wardiha)
bermukim di lokasi tersebut; 2) pendekatan kelompok, artinya bersama-sama seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah, memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi; 3) pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan penyelenggaran kelompok masyarakat perlu didampingin oleh pendamping sebagai fasilitator, komunikator, dan dinamisator kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian masyarakat (Munaf, 2008).
Intervensi yang dapat dilakukan terhadap komponen-komponen seperti pada tabel 4 merupakan analisis penulis berdasarkan permasalahan-permasalahan mengenai penyediaan air seperti yang disampaikan pada bab sebelumnya. Intervensi ini apabila dilakukan akan dapat menyebabkan perubahan pada komponen yang lain seperti ditampilkan pada tabel 5.
tabel 5. Perubahan karena intervensi yang dilakukan terhadap beberapa komponen dalam permasalahan penyediaan air di Provinsi NTT. Komponen terintervensi Vegetasi
Sarana dan prasarana penunjang Masyarakat
Perubahan akibat intervensi - Penambahan jumlah vegetasi akan meningkatkan jumlah air hujan yang tertangkap menjadi air tanah sehingga menambah cadangan air tanah yang dapat ditampung di embung - Penambahan vegetasi akan menahan tanah sehingga laju erosi tanah pada saat musim hujan dapat berkurang yang juga berpengaruh pada jumlah endapan tanah yang masuk ke embung akibat erosi - Pembangunan sarana dan prasarana seperti jalan memudahkan masyarakat menjangkau sumber air dan memudahkan proses distribusi air - Pembangunan bangunan air seperti bronkaptering, embung, penampungan air hujan mendekatkan masyarakat kepada sumber airnya - Perubahan kebiasaan masyarakat membuang limbah akan memperbaiki kualitas sumber air - Perubahan kebiasaan masyarakat mengenai lokasi permukiman akan mengubah jarak permukiman ke sumber air sehingga sumber air akan lebih terjangkau dan mempengaruhi sarana dan prasarana yang diperlukan untuk distribusi - Pendekatan terhadap masyarakat akan memudahkan pembangunan sarana dan prasarana seperti dalam hal pembebasan lahan dan sebagainya - Percepatan pembangunan sarana dan prasarana penunjang seperti jalan akan memperbaiki keterjangkauan sumber air oleh masyarakat - Keterjangkauan sumber air akan mempengaruhi metode penyediaan / distribusi air yang termasuk komponen ”kualitas air” - Pendekatan terhadap masyarakat dapat mengubah perilaku / kebiasaan masyarakat dan dapat pula melakukan penyesuaian adat
Dengan adanya intervensi tersebut akan menyebabkan perubahan terhadap kesetimbangan dalam system interrelationship model (SIM) sehingga dimungkinkan perubahan dan solusi untuk mengatasi permasalahan penyediaan air di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain itu pemetaan terhadap permasalahan ini memungkinkan pemangku kebijakan untuk
melakukan langkah strategis secara paralel terhadap komponen-komponen yang dipetakan tersebut. Intervensi yang dilakukan juga dapat dijadikan sebagai pertimbangan mengenai langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah penyediaan air bagi masyarakat di Provinsi NTT.
KESIMPULAN Permasalahan penyediaan air di Provinsi Nusa Tenggara Timur disebabkan oleh banyak faktor, namun secara umum komponenkomponen yang berpengaruh terhadap permasalahan dipetakan dengan system
interrelationship model yaitu diantaranya curah hujan, tanah, vegetasi, sumber air, lokasi permukiman, embung, kualitas air, sarana dan prasarana penunjang, dan masyarakat. Komponen-komponen tersebut memiliki
117
Lingkungan Tropis, vol. 6, no. 2, September 2012: 105-119
hubungan sebab akibat sehingga pilihan untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan intervensi terhadap komponen-komponen yang berpengaruh diantaranya komponen vegetasi, sarana dan prasarana penunjang, dan masyarakat. Intervensi yang dilakukan diawali dari komponen vegetasi, komponen sarana dan prasarana penunjang, dan komponen masyarakat. Intervensi ini akan menyebabkan perubahan misalnya peningkatan penyerapan air hujan serta mengurangi laju erosi tanah akibat penambahan vegetasi, kemudahan masyarakat menjangkau sumber air akibat
peningkatan sarana dan prasarana penunjang, serta perubahan kebiasaan masyarakat atau penyesuaian adat, dan perubahan kualitas sumber air akibat perubahan kebiasaan membuang limbah. Intervensi yang dilakukan selain menyebabkan terjadinya perubahan pada komponen yang diintervensi juga pada komponen lainnya untuk membentuk suatu kesetimbangan sistem yang baru, dimana diharapkan perubahan tersebut menuju pada penyelesaian permasalahan penyediaan air di Provinsi NTT.
Saran Hasil dalam tulisan ini lebih bersifat kajian sehingga hasil kajian ini perlu dilakukan penelitian tersendiri terhadap pengaruh
komponen-komponen tersebut serta pengaruh intervensi yang dilakukan terhadap perubahan nyata di masyarakat.
Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Balai PTPT Denpasar-Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman-Kementerian Pekerjaan Umum, dalam hal penggunaan data hasil penelitian tahun 2010 dan 2011 yang
digunakan pada penyusunan kajian ini serta kepada Bapak Priana Sudjono selaku narasumber dalam penjelasan mengenai System Interrelationship Model.
DAFTAR PUSTAKA Algamar, Setia Budhy, dkk. Sanitasi, Bukan Hanya Sekedar Urusan Belakang, Jakarta: Majalah Kiprah Volume 50/Tahun XII, Kementerian Pekerjaan Umum, 2012. Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar. Peningkatan Kualitas Lingkungan PermukimanTradisional Melalui Penerapan Teknologi Tepat Guna. Denpasar: Laporan Akhir Kegiatan Penelitian, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum, 2010. Berita Daerah. NTT Berpotensi Untuk Dibangun Waduk Penampung Air, 2012. (http://www.beritadaerah.com, diakses tanggal 6 Juni 2012). Edyanto, CB Herman. “Penelitian Sumber Air Bersih Bawah Tanah di Pulau Flores.” Jurnal Teknik Lingkungan (2008): 167-172. Kanaf, Petrus, Andreas Umbu Moto, dan Petrus Fallo. Community Based Water Supply, A Handbook Describing The ProAir Implementation of The Indonesian Policy, Community Based Nainiti, Nikodemus P.P.E, Sahid Susanto, dan Putu Sudira. “Prediksi Sumberdaya Air Di Pulau Kecil: Studi Kasus Di Pulau Rote Nusa
Drinking Water and Environmental Sanitation, Jakarta: Deutsche Gesellsohaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ), 2011. Kausel, Agustinus. “Analisis Korelasi Biaya Air Bersih dan Pendapatan Penduduk di Daerah Sulit Air Bersih di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.”, Jurnal Litbangda NTT IV (2008): 243-262. Laka, Fransiskus dan Wahyono Hadi. “Strategi Pengelolaan Air Bersih Perdesaan di Kecamatan Magepanda Kabupaten Sikka Provinsi NTT.” Abstrak Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX, Surabaya, 2009. Masduqi, Ali, dkk. “Capaian Pelayanan Air Bersih Perdesaan Sesuai Millenium Development Goals – Studi Kasus di Wilayah DAS Brantas.” Jurnal Purifikasi 8 (2007): 115-120. Munaf, Dicky R., dkk. “Peran Teknologi Tepat Guna untuk Masyarakat Daerah Perbatasan, Kasus Propinsi Kepulauan Riau”, Jurnal Sosioteknologi 13 (2008): 329-333.
118
Tenggara Timur.”, Jurnal Manusia Lingkungan XI (2004): 55-63.
dan
Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum (Made Widiadnyana Wardiha) Provincial Department of Nusa Tenggara Timur (NTT) Indonesia, 2008. Nusa Tenggara Timur. (http://www.goseentt.com/Photos/NTT%20ma p%202.jpg, diakses tanggal 22 Maret 2013). Rahardjo, P. Nugro. “Masalah Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Tiga Desa di Kabupaten Ende.” Jurnal Air Indonesia 4 (2008): 22-27. Suara Pembaruan. Enam Kabupaten Krisis Air Bersih di NTT. 2012. (http://www.suarapembaruan.com, diakses tanggal 7 Februari 2012). Susilawati. “Konservasi Tanah dan Air di Daerah Semi Kering Propinsi Nusa Tenggara Timur.” Jurnal Teknik Sipil Universitas Soegijapranata 3 (2006): 33-43. Sudjono, Priana. “Introducing System Interrelation Model to Transform Risk Management System for Safety of Water Resources into Object Oriented Programming.” Proceeding of
International Seminat on Climate Change, Enviromental Insight for Climate Change Mitigation, Solo, 2011. Sudjono, Priana. “Pengembangan Sanitasi dan Air Bersih di Perumahan Tradisional.” Presentasi pada Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional IV: Menemukenali Kearifan Lokal Perumahan Tradisional di Kawasan Bahari, Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Makasar, (2012). Widiyono, Wahyu.. “Kajian Erosi dan Pendangkalan Embung di Pulau Timor-NTT.” Jurnal LIMNOTEK XIII (2006): 21-28. Widiyono, Wahyu.. “Konservasi Flora, Tanah, dan Sumberdaya Air Embung-Embung di Timor Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur- Studi Kasus ‘Embung’ Oemasi-Kupang dan ‘Embung’ Leosama-Belu.” Jurnal Teknik Lingkungan 9 (2008): 197-204
119
Lingkungan Tropis, vol. 6, no. 2, September 2012: 105-119
120