PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR
20
TAHUN 2003
TENTANG PERIZINAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang :
a. bahwa sumber daya alam dan sumber daya buatan berupa flora dan fauna, kondisi alam, hasil karya manusia serta peninggalan sejarah dan budaya dapat dijadikan objek dan daya tarik wisata, yang
merupakan
modal
pengembangan
dan
peningkatan
kepariwisataan di Kabupaten Malang ; b. bahwa
kepariwisataan
tersebut
diselenggarakan
melalui
pemeliharaan kelestarian nilai-nilai budaya bangsa dan upaya mendorong peningkatan mutu lingkungan hidup yang merupakan daya
tarik
wisata,
untuk
itu
pengusahaan
di
bidang
kepariwisataan perlu pengaturan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat Kabupaten Malang ; c. bahwa pengusahaan kepariwisataan yang banyak dibangun di berbagai
wilayah
perlu
mendapat
pengamanan
dengan
mewujudkan keserasian dan keseimbangan ; d. bahwa sehubungan dengan maksud huruf a, b dan c konsideran menimbang ini, maka perlu diatur dalam Peraturan Daerah tentang Perizinan Usaha Pariwisata. Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor
41) ; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ; J:\kumpulan perda\PERDA TAHUN 2003\PERDA No. 20 tentang Perizinan Usaha Pariwisata.doc
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1427) ; 4. Undang–undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) ; 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor
68,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 3699) ; 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia
Nomor 3839) ; 7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848) ; 8. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun
2000
Nomor
246,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) ; 9. Peraturan
Pemerintah
Nomor
27
Tahun
1983
tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 10. Peraturan
Nomor 6) ; Pemerintah
Nomor
67
Tahun
1996
tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3658) ; 11. Peraturan
Pemerintah
Kewenangan
Nomor
25
Tahun
2000
tentang
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor
54,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 3952) ; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139) ;
13. Keputusan
Presiden
Kebijaksanaan
Nomor
15
Tahun
1983
tentang
Pengembangan Kepariwisataan ;
14. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 7 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2002 Nomor 4/E). Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MALANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN
DAERAH
KABUPATEN
MALANG
TENTANG
PERIZINAN USAHA PARIWISATA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Malang ; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Malang ; 3. Bupati adalah Bupati Malang ; 4. Dinas adalah aparat pelaksana Daerah yang salah satu tugas pokok dan fungsinya dibidang Pariwisata ; 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang salah satu tugas pokok dan fungsinya dibidang Pariwisata ; 6. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat yang salah satu tugas pokok dan fungsinya dibidang Pariwisata; 7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya ;
8. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan Pemerintah dunia usaha dan masyarakat yang ditujukan untuk menata kebutuhan perjalanan dan persinggahan wisatawan; 9. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang kepariwisataan; 10. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata; 11. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata; 12. Usaha
Sarana
Pariwisata.
adalah
kegiatan
usaha
yang
meliputi pembangunan, pengelolaan, penyediaan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan dalam rnenyelenggarakan pariwisata: a. Usaha
penyediaan
akomodasi adalah
merupakan
usaha
penyediaan kamar dan fasilitas yang lain serta pelayanan yang diperlukan, termasuk didalamnya Hotel dengan tanda bintang, hotel dengan tanda bunga melati, pondok wisata, penginapan remaja, bumi perkemahan dan karavan ; b. Usaha penyediaan makan dan minum adalah merupakan usaha pengelolaan,
penyediaan
dan
pelayanan
makanan
dan
minuman, termasuk didalamnya restoran, rumah makan, jasa boga dan kedai makan ; c. Usaha penyediaan angkutan wisata adalah usaha khusus atau sebagian dari usaha dalam rangka penyediaan angkutan pada umumnya ; d. Usaha penyediaan sarana wisata tirta, adalah usaha yang lingkup kegiatannya menyediakan jasa-jasa lain yang berkaitan dengan kegiatan wisata tirta ; e. Usaha kawasan pariwisata, adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan prasarana dan sarana untuk pengembangan pariwisata. 13. Usaha jasa pariwisata adalah kegiatan usaha yang meliputi penyediaan jasa
perencanaan, jasa
pelayanan
dan jasa
penyelenggaraan pariwisata yang terdiri dari : a. Usaha perjalanan adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang, atau sekelornpok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama untuk berwisata, terdiri dari :
1) Jasa biro perjalanan wisata adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha perjalanan wisata dalam negeri dan atau keluar negeri; 2) Jasa Agen Perjalanan Wisata, adalah badan usaha yang menyelenggarakan
usaha
perjalanan
yang
bertindak
sebagai perantara di dalam menjual dan atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan. b. Jasa Pramuwisata adalah kegiatan usaha bersifat komersial yang mengatur, mengkoordinir dan menyediakan tenaga pramuwisata untuk memberikan pelayanan bagi seseorang atau kelompok orang yang melakukan perjalanan wisata ; c. Jasa konvensi perjalanan insentif dan pameran, adalah usaha dengan kegiatan pokok memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan
sekelompok
orang
(negarawan,
usahawan,
cendekiawan dan sebagainya) untuk membahas masalahmasalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama ; d. Jasa
Impresariat,
adalah
kegiatan
pengurusan
penyelenggaraan hiburan, baik yang berupa mendatangkan, mengirimkan, maupun mengembalikannya serta menentukan tempat, waktu dan jenis hiburan ; e. Mandala Wisata adalah tempat yang disediakan untuk kegiatan penerangan wisata serta peragaan kesenian dan kebudayaan khas daerah dimana ketentuan lokasi tempat pembangunan Mandala Wisata ditetapkan oleh Bupati dengan memperhatikan pola pembangunan Pemerintah Daerah ; 14. Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata adalah kegiatan meliputi pembangunan, pengelolaan obyek dan daya tarik wisata beserta sarana / prasarana yang diperlukan untuk mengelola obyek dan daya tarik wisata yang bersangkutan dengan : a. Usaha Obyek Wisata adalah setiap pengusahaan obyek wisata yang dikelola secara komersial ; b. Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya dimaksudkan untuk memberikan kesegaran rohani dan jasmani. 15. Pondok
Wisata
adalah
suatu
usaha
perorangan
yang
mempergunakan sebagian rumah tinggal untuk penginapan bagi setiap orang dengan perhitungan pembayaran harian ; 16. Usaha Jasa Pangan adalah setiap usaha jasa pelayanan makan dan minuman yang dikelola secara komersial ;
17. Rumah Makan adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan hidangan dan minuman untuk umum di tempat usahanya ; 18. Perkemahan adalah
suatu
bentuk
usaha
wisata
dengan
menggunakan tenda yang dipasang di alam terbuka atau kereta gandengan bawaan sendiri sebagai tempat menginap ; 19. Penginapan
Remaja
adalah
suatu
usaha
komersial
yang
menyediakan pelayanan penginapan sebagai usaha pokok dan pelayanan lain bagi remaja ; 20. Hotel adalah salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian
atau
seluruh
bangunan
untuk
menyediakan
jasa
pelayanan penginapan, makan dan minurn serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan ; 21. 0byek Wisata adalah tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan dikembangkan sebagai tempat yang dikunjungi wisatawan ; 22. Sumber Daya Wisata adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya buatan dan sumber daya alam yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai obyek wisata ; 23. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyiapan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi urnum di tempat usahanya, tidak termasuk restoran yang berada di hotel, jasa boga dan rumah makan ; 24. Perjalanan Insentif merupakan suatu kegiatan perjalanan yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan untuk para karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan penghargaan atas prestasi mereka dalam kaitan penyelenggaraan konvensi yang membahas kegiatan perusahaan yang bersangkutan ; 25. Pameran informasi
merupakan dan
suatu
promosi
kegiatan
yang
ada
untuk
penyebarluasan
hubungannya
dengan
penyelenggaraan konvensi yang ada kaitannya dengan pariwisata ; 26. Hiburan adalah segala bentuk penyajian / pertunjukan dalam bidang seni dan olah raga yang semata-mata bertujuan untuk memberikan
rasa
senang
mendapatkan imbalan jasa ;
kepada
pengunjung
dengan
27. lzin Usaha adalah izin yang diberikan oleh Bupati kepada Badan Usaha atau Perorangan untuk menjalankan (mengoperasikan) usaha di bidang Kepariwisataan ; 28. Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya dimaksudkan untuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani terdiri dari : a. Taman Rekreasi adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai jenis fasilitas untuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani yang mengandung unsur hiburan, pendidikan dan kebudayaan sebagai usaha pokok di suatu kawasan tertentu dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum serta akomodasi ; b. Taman Satwa adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk memelihara berbagai jenis satwa dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum ; c. Pentas Pertunjukan Satwa adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk mempertunjukkan permainan atau ketangkasan satwa ; d. Dunia Fantasi, adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan kawasan fasilitas untuk mempertunjukan karya (seni) fantastis ; e. Bioskop adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk memutar film sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum ; f. Theater atau Panggung Terbuka adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk pertunjukan seni budaya di tempat terbuka (tanpa atap) dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum ; g. Theater atau Panggung Tertutup adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk pertunjukan (pentas) seni budaya dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum dalam gedung tertutup ; h. Balai Pertemuan Umum adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk menyelenggarakan perternuan, rapat, pesta atau pertunjukan sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum ; i. Showbiz adalah suatu usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyelenggarakan pertunjukan hiburan. j. Pasar Seni adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk pertunjukan seni budaya di tempat terbuka (tanpa atap) dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum ;
k. Usaha Fasilitas Wisata Tirta dan Rekreasi Air adalah suatu usaha yang menyediakan peralatan atau perlengkapan untuk berekreasi air yang dikelola secara komersial ; l.
Barber Shop adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan jasa pelayanan memotong, dan atau menata serta merias rambut ;
m. Salon Kecantikan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan tempat dan fasilitas untuk memotong, menata rambut, merias muka serta merawat kulit dengan bahan kosmetik ; n. Usaha Karaoke adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk bernyanyi dengan diiringi musik rekaman sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum; o. Pemandian Alam adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk mandi dengan memanfaatkan air panas dan atau air terjun sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum ; p. Kolam Memancing adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk memancing ikan sebagai usaha pokok dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum ; q. Gelanggang Renang adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk berenang, taman dan arena bermain anak-anak sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum ; r. Gelanggang Bowling adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk olah raga bowling sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum ; s. Gelanggang Olah Raga Tertutup adalah suatu usaha yang menyediakan
tempat dan fasilitas untuk kegiatan
berbagai
(aneka) olah raga sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum di tempat tertutup ; t. Gelanggang Olah Raga Terbuka adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk kegiatan berbagai (aneka) olah raga sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum di tempat terbuka ;
u. Gelanggang Seluncur Es (Ice Skatting) adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk berolah raga seluncur es atau sejenisnya sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum ; v. Gelanggang Permainan dan Ketangkasan, adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk permainan ketangkasan dan atau mesin permainan sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum ; w. Usaha Sarana dan Fasilitas Olah Raga adalah suatu usaha yang menyediakan peralatan atau perlengkapan untuk berolah raga atau ketangkasan baik di darat, air dan udara yang dikelola secara komersial ; x. Bola Sodok (Billyard) adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk bermain bola sodok (billyard) sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum ; y. Padang Golf adalah suatu bangunan yang menyediakan tempat dan fasilitas olah raga golf disuatu kawasan tertentu sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum serta akomodasi ; z. Kolam Renang adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk berenang sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum ; aa. Lapangan Tenis adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk olah raga tenis sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum ; bb. Lapangan Bulu Tangkis adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk olah raga bulu tangkis sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum ; cc. Gedung Tenis Meja adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk olah raga tenis meja sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makan dan minum : dd. Pusat Kebugaran Jasmani atau Fitness Centre adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai fasilitas untuk melakukan kegiatan latihan kesegaran jasmani atau terapi sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan makan dan minum ;
ee. Lapangan Squash adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk olah raga squash sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi dengan penyediaan makan dan minum. BAB II USAHA PARIWISATA Pasal 2 Perorangan atau Badan dilarang melakukan Usaha Pariwisata di Wilayah Daerah tanpa izin dari Bupati. Pasal 3 Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 digolongkan ke dalam : a. Usaha Sarana Pariwisata ; b. Usaha Jasa Pariwisata ; dan c. Pengusahaan Objek dan Daya Tarik Wisata.
Pasal 4 Usaha Sarana Pariwisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf a terdiri dari : a. Usaha Penginapan Remaja ; b. Usaha Pondok Wisata ; c. Usaha Hotel dengan Tanda Bunga Melati ; d. Usaha Hotel dengan Tanda Bintang ; e. Usaha Rumah Makan ; f. Usaha Restoran. Pasal 5 Usaha Jasa Pariwisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf b terdiri dari : a. Usaha Jasa Perjalanan Wisata ; b. Usaha Jasa Impresariat ; c. Usaha Jasa Konsultasi Pariwisata ; d. Usaha Jasa Pramuwisata; e. Usaha Jasa Konvensi, Perjalanan Insentif dan Pameran.
Pasal 6 (1) Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf c adalah : a. Setiap
pengusahaan
obyek
wisata
yang
dikelola
secara
komersial; b. Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya dimaksudkan untuk memberikan kesegaran rohani dan jasmani. (2) Pengusahaan Obyek Wisata yang dikelola secara komersial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi : a. Usaha Wisata Tirta ; b. Usaha Kawasan Pariwisata ; c. Usaha Obyek Wisata ; d. Usaha Perkemahan. (3) Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi : a. Taman Rekreasi ; b. Taman Satwa ; c. Dunia Fantasi ; d. Pentas Pertunjukan Satwa ; e. Theater / Panggung Terbuka ; f. Theater Panggung Tertutup ; g. Showbiz. h. Pasar Seni ; i. Kolam Pancing ; j. Balai Pertemuan Umum ; k. Bioskop ; l. Salon Kecantikan ; m. Barber Shop ; n. Usaha Karaoke ; o. Gelanggang Bowling ; p. Usaha fasilitas Wisata Tirta Gelanggang Renang ; q. Usaha Sarana dan Fasilitas Olah Raga; r. Kolam Renang ; s. Lapangan Tenis ; t. Lapangan Bulu Tangkis ; u. Gedung Tenis Meja ; v. Gelanggang Olah Raga Tertutup ; w. Gelanggang Olah Raga Terbuka ;
x. Gelanggang Seluncur Es (Ice Skating) ; y. Pusat Kesegaran Jasmani (Pusat Kebugaran Jasmani) ; z. Lapangan Squash ; aa. Pemandian Alam : bb. Gelanggang Permainan dan Ketangkasan ; cc. Bola Sodok (Billyard) ; dd. Padang Golf ;
BAB III PERIZINAN USAHA SARANA PARIWISATA Bagian Pertama Usaha Penginapan Remaja
Pasal 7
(1) Usaha Penginapan Remaja pada pokoknya adalah setiap usaha yang menyediakan fasilitas penginapan bagi remaja, pelajar dan mahasiswa; (2) Perorangan atau Badan dapat mendirikan Usaha Penginapan Remaja; (3) Modal usaha Penginapan Remaja dimiliki oleh Warga Negara Indonesia; (4) Pengusahaan Penginapan Remaja harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati .
Pasal 8
(1) Untuk menjalankan atau mengoperasikan Penginapan Remaja pengusaha yang bersangkutan harus memiliki izin usaha; (2) Setiap kegiatan penambahan kamar suatu Penginapan Remaja, harus mengajukan permohonan perubahan izin usaha; (3) Izin Usaha dan perubahannya diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk; (4) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku selama usahanya masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 9 (1) Untuk mendapatkan lzin Usaha harus mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati dengan melampirkan : a. Foto copy KTP; b. Foto copy lzin Mendirikan Bangunan (IMB); c. Foto copy SITU/HO; d. Foto copy Keterangan/ Status Tanah; e. Denah/ Gambar Tata Ruang. (2) Untuk mendapatkan surat Tanda Daftar Ulang harus mengajukan permohonan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, dengan melampirkan: a. Foto copy KTP; b. Foto copy lzin Usaha; c. Foto copy SIUP. (3) Dalam surat lzin Usaha dan Perubahannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan syarat-syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang lzin. (4) Tata Cara dan Persyaratan Pengusahaan Penginapan Remaja ditetapkan dengan Keputusan Bupati sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Usaha Pondok Wisata Pasal 10 (1) Usaha Pondok Wisata pada pokoknya adalah setiap usaha penyediaan pondok untuk pelayanan penginapan ; (2) Perorangan atau Badan dapat mendirikan Usaha Pondok Wisata; (3) Modal usaha Pondok Wisata dimiliki oleh Warga Negara Indonesia; (4) Pengusahaan Pondok Wisata harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; (5) Pengusahaan Pondok Wisata yang berada di kawasan konservasi harus mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 11 (1) Untuk
mengusahakan
Pondok
Wisata
bersangkutan harus memiliki lzin Usaha;
pengusaha
yang
(2) Setiap kegiatan penambahan kamar suatu Pondok Wisata harus mengajukan permohonan perubahan lzin Usaha; (3) Izin Usaha dan perubahannya diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk; (4) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama usahanya masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 12 (1) Setiap permohonan untuk mendapatkan lzin mengajukan kepada Bupati dengan melampirkan:
Usaha
harus
a. Foto copy KTP; b. Foto copy lzin Mendirikan Bangunan (IMB): c. Keterangan Data Status Tanah: d. Denah / Gambar Tata Ruang: e. Foto copy SITU/HO. (2) Untuk mendapatkan surat Tanda Daftar Ulang harus mengajukan permohonan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, dengan melampirkan : a. Foto Copy KTP; b. Foto Copy lzin Usaha; c. Foto Copy SIUP. Pasal 13 (1) Tata cara untuk mendapatkan lzin Usaha serta bentuk Surat lzin ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati ; (2) Dalam Surat lzin Usaha ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang izin. Bagian Ketiga Usaha Hotel dengan Tanda Bintang Pasal 14 (1) Tingkat pelayanan hotel ditentukan dalam bentuk penggolongan hotel yang terdiri dari 5 (lima) kelas yang dinyatakan dalam Piagam Golongan kelas hotel bertanda bintang sebagai berikut : a. Piagam dengan tanda bintang I (satu) merupakan hotel dengan tingkat pelayanan paling rendah ;
b. Piagam dengan tanda bintang 5 (lima) merupakan hotel dengan tingkat pelayanan paling tinggi. (2) Persyaratan teknis dan penetapan penggolongan hotel dan tata cara untuk memperoleh Piagam Golongan Hotel dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Pengusahaan Hotel Tanda Bintang meliputi penyediaan jasa dan pelayanan penginapan berikut makan dan minum sebagai usaha pokok serta jasa-jasa lainnya sebagai usaha penunjang yang tidak terpisah dari usaha pokoknya.
Pasal 16
(1) Pembangunan hotel didasarkan atas lzin Sementara Usaha hotel yang berlaku selama 3 (tiga) tahun; (2) lzin Sementara Usaha Hotel sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup izin pemasangan lift, izin pemasangan boiler, izin pemasangan generator, izin pemasangan peralatan mekanik dan elektronik lainnya yang merupakan kelengkapan bangunan hotel; (3) Izin Sementara Usaha Hotel dipergunakan sebagai dasar untuk memperoleh: a. Izin peruntukan tanah, izin pembebasan hak atas tanah, Izin lokasi dan izin-izin lain yang bersangkutan dengannya; b. Hak-hak atas tanah atau bukti penguasaan lahan tempat Usaha c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); d. Izin Tempat Usaha (SITU) / Undang-undang Gangguan (HO); e. Denah/GambarTataRuang; f. Akte pendirian Badan Usaha.
Pasal 17
(1) Pengusahaan Hotel didasarkan atas Izin Tetap Usaha Hotel yang berlaku selama hotel yang bersangkutan masih berjalan dengan ketentuan harus didaftar ulang setiap 3 (tiga) tahun sekali kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk;
(2) Izin Tetap Usaha Hotel mencakup izin penggunaan lift, izin penggunaan boiler, izin penyehatan makanan, izin penyimpangan jam kerja. izin siaran video di dalam bangunan, izin penggunaan antena parabola, izin penyelenggaraan izin penyelenggaraan restoran, izin penyelenggaraan mandi uap, izin penyelenggaraan laundry dan cleaning, izin penyelenggaraan sarana olah raga dan rekreasi, izin penggunaan racun api, izin promosi kegiatan usaha sendiri, izin keramaian, izin pertunjukan artis asing di dalam hotel, izin penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang dan izin penyelenggaraan parkir dihalaman sendiri; (3) Pengusaha Hotel wajib memenuhi ketentuan penggolongan kelas hotel sebagai bagian dan Izin Tetap Usaha Hotel sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); (4) Untuk
mendapatkan
izin
usaha
tetap
harus
mengajukan
permohonan tertulis kepada Bupati dengan melampirkan : a. Foto copy KTP; b. Foto copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ; c. Foto copy Izin Tempat Usaha (SITU)/Izin Gangguan (HO); d. Foto copy Akte Pendirian Perusahaan; e. Foto copy gambar denah Lay Out; f. Sertifikat Analisis Dampak Lingkungan. Pasal 18 (1) lzin Sementara Usaha Hotel dan Izin Tetap Usaha Hotel diberikan oleh Bupati; (2) Terhadap permintaan dan pemberian Izin Sementara Usaha Hotel sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenakan pungutan biaya. Pasal 19 Untuk perluasan atau renovasi tidak diperlukan izin, kecuali izin teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2). Pasal 20 Tata cara dan persyaratan untuk memperoleh, pemberian maupun bentuk Izin Sementara Usaha Hotel dan Izin Tetap Usaha Hotel ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian Keempat Usaha Hotel dengan Tanda Bunga Melati Pasal 21 (1) Usaha Hotel dengan tanda Bunga Melati yang dituangkan dalam bentuk Piagam ; (2) Persyaratan teknis dan penetapan penggolongan hotel serta tata cara untuk memperoleh Piagam akan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 22 Pengusahaan
Hotel
Tanda
Melati
adalah
pengusahaan
yang
menyediakan jasa pelayanan penginapan sebagai usaha pokoknya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 23 (1) Untuk menjalankan atau mengoperasikan Hotel dengan Tanda Bunga Melati, Pengusaha yang bersangkutan harus memiliki izin usaha; (2) Setiap kegiatan penambahan kamar Hotel dengan tanda Bunga Melati harus mengajukan permohonan perubahan izin usaha; (3) Izin Usaha dan perubahannya diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk; (4) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama usahanya masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 24 Untuk mendapatkan Izin Usaha Hotel dengan Tanda Bunga Melati harus mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati dengan melampirkan: a. Foto copy KTP; b. Foto copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB); c. Foto copy Izin Tempat Usaha (SITU)/Izin Gangguan (HO);
d. Foto copy Akte Pendirian Perusahaan; e. Foto copy Surat Keterangan penguasaan lahan tempat usaha (sertifikat tanah, perjanjian sewa menyewa / kontrak); f. Foto copy gambar denah Lay Out. Pasal 25 (1) Tata cara untuk mendapatkan izin usaha dan perubahannya serta bentuk Surat Izin Usaha ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati; (2) Dalam surat Izin Usaha ditetapkan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh Pemegang izin Usaha. Bagian Kelima Usaha Rumah Makan Pasal 26 (1) Pengusahaan Rumah Makan meliputi penyediaan jasa pelayanan makan
dan
minum
kepada
tamu
Rumah
Makan
dengan
persyaratan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Jasa Pelayanan Rumah Makan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila menyediakan hiburan atau kesenian pertunjukan oleh artis asing harus mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) Tingkat pelayanan Rumah Makan ditentukan dalam bentuk penggolongan Rumah Makan yang terdiri dari 3 (tiga) golongan kelas yang dinyatakan dalam piagam; (4) Penggolongan kelas Rumah Makan ditetapkan sebagai berikut : a. Golongan kelas tertinggi, dinyatakan dengan tanda Baki Tama ; b. Golongan kelas menengah, dinyatakan dengan tanda Baki Madya ; c. Golongan kelas terendah, dinyatakan dengan tanda Baki Wasana. (5) Persyaratan teknis dan penetapan penggolongan serta bentuk piagam akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati; (6) Bupati
dan
pejabat
yang
ditunjuk
dapat
menaikkan
dan
menurunkan golongan kelas Rumah Makan atas dasar hasil penelitian yang dilakukan secara berkala;
(7) Piagam golongan kelas Rumah Makan berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang kembali masa berlakunya; (8) Tata cara perpanjangan kembali perolehan piagam yang telah habis masa berlakunya akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 27
(1) Perorangan atau Badan yang seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dapat mendirikan Usaha Rumah Makan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Badan yang mendirikan Usaha Rumah Makan dengan modal patungan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing bentuk usahanya harus Perseroan Terbatas (PT).
Pasal 28
(1) Untuk menjalankan atau mengoperasikan Usaha Rumah Makan, Pengusaha yang bersangkutan harus memiliki lzin Usaha; (2) Setiap
kegiatan
perubahan,
perluasan,
penambahan
harus
mengajukan perubahan izin usaha; (3) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama usahanya masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 29
(1) Untuk mendapatkan izin usaha Rumah Makan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dengan melampirkan: a. Foto copy KTP ; b. Foto copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ; c. Foto copy Surat Izin Tempat Usaha (SITU)/Ijin Gangguan (HO); d. Foto copy Surat Keterangan penguasaan lahan tempat usaha (sertifikat tanah, perjanjian sewa menyewa / kontrak) e. Foto copy gambar denah Lay Out.
(2) Untuk usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang luasnya kurang dari 50 m2 (meter persegi) lampiran persyaratannya akan diatur melalui Keputusan Bupati. Pasal 30 (1) Tata cara untuk mendapatkan izin usaha dan perubahannya serta bentuk Surat lzin Usaha ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati; (2) Dalam Surat lzin Usaha ditetapkan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh Pemegang lzin Usaha. Bagian Keenam Usaha Restoran Pasal 31 (1) Tingkat pelayanan restoran ditentukan penggolongan restoran yang terdiri dari 3 (tiga) golongan kelas yang dinyatakan dalam piagam ; (2) Penggolongan kelas restoran ditetapkan sebagai berikut : a. Golongan kelas tertinggi dinyatakan dengan piagam bertanda sendok garpu berwarna emas; b. Golongan kelas menengah dinyatakan dengan piagam bertanda sendok garpu berwarna perak; c. Golongan kelas terendah dinyatakan dengan piagam bertanda sendok garpu berwarna perunggu. (3) Persyaratan penggolongan kelas restoran dan tata cara memperoleh piagam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 32 Pengusahaan Restoran meliputi penyediaan jasa pelayanan makan dan minum kepada tamu restoran sebagai usaha pokok serta jasa hiburan di dalam bangunan restoran sebagai usaha penunjang yang tidak terpisah dan usaha pokoknya. Pasal 33 (1) Pendirian bangunan Restoran yang berdiri sendiri didasarkan atas lzin Sementara Usaha Restoran yang berlaku selama 3 (tiga) tahun;
(2) lzin Sementara Usaha Restoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mencakup izin pemasangan lift, pemasangan boiler, pemasangan generator dan pemasangan peralatan mekanik dan elektronik lain yang merupakan kelengkapan bangunan Restoran ; (3) Izin Sementara Usaha Restoran dipergunakan sebagai dasar untuk memperoleh : a. Izin peruntukan tanah, izin lokasi, izin pembebasan hak atas tanah dan izin-izin lain yang bersangkutan dengannya : b. Hak-hak atas tanah atau bukti penguasaan lahan tempat Usaha ; c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ; d. Izin Undang-undang Gangguan (HO). Pasal 34 {1) Pengusahaan Restoran didasarkan atas lzin Tetap Usaha Restoran yang berlaku selama Usaha Restoran bersangkutan masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftar ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk ; (2) lzin Tetap Usaha Restoran mencakup izin penggunaan lift, izin penggunaan generator, izin penggunaan boiler, izin penyehatan makan, izin penyimpangan jam kerja, izin penyimpanan dan penjualan minuman keras, izin siaran video di dalam bangunan usaha sendiri, izin penggunaan antena parabola, izin penggunaan racun api, izin promosi kegiatan usaha sendiri, izin keramaian, izin pertunjukan terbatas, izin penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang, izin penyelenggaraan parkir di halaman sendiri : (3) Restoran wajib memenuhi ketentuan penggolongan kelas yang merupakan bagian dan Izin Tetap Usaha Restoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 35 (1) Izin Sementara Usaha Restoran dan Izin Tetap Usaha Restoran diberikan oleh Bupati; (2) Terhadap permintaan dan pemberian Izin Sementara Usaha Restoran tidak dikenakan pungutan. Pasal 36 Untuk perluasan atau renovasi Restoran tidak diperlukan izin, terkecuali izin teknis sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (2).
Pasal 37 Tata cara untuk memperoleh. pemberian maupun bentuk Izin Sementara Usaha Restoran dan Izin Tetap Usaha Restoran ditetapkan Bupati. BAB IV USAHA JASA PARIWISATA Bagian Pertama Usaha Jasa Perjalanan Wisata Pasal 38 Pengusahaan Jasa Perjalanan Wisata meliputi pembuatan penyelenggaraan
paket
wisata,
menyelenggarakan
dan
pelayanan
angkutan, pemesanan akomodasi, restoran dan sarana wisata lain, menyelenggarakan menyelenggarakan
pengurusan pemanduan
dokumen
dan
melayani
perjalanan, penyelenggaraan
konvensi. Pasal 39 (1) Usaha Jasa Perjalanan Wisata digolongkan ke dalam jenis usaha sebagai berikut : a. Biro Perjalanan Umum, dengan lingkup kegiatan usaha yang meliputi : 1. Membuat, menjual dan menyelenggarakan paket wisata ; 2. Mengurus dan melayani
kebutuhan jasa angkutan bagi
perorangan dan atau kelompok orang yang diurusnya ; 3. Melayani pemesanan akomodasi, restoran dan sarana wisata lain ; 4. Mengurus dokumen perjalanan ; 5. Menyelenggarakan pemanduan perjalanan wisata ; 6. Melayani penyelenggaraan konvensi. b. Agen Perjalanan, dengan lingkup kegiatan usaha meliputi : 1. Menjadi perantara di dalam pemesanan tiket angkutan udara, laut dan darat ; 2. Mengurus dokumen perjalanan ; 3. Menjadi perantara di
dalam pemesanan akomodasi,
restoran dan sarana wisata lain ;
4. Menjualkan paket-paket Perjalanan Umum.
wisata yang
dibuat
oleh
Biro
(2) Biro Perjalanan Luar Negeri yang menyelenggarakan kegiatan di Indonesia wajib menunjuk Biro Perjalanan Umum Dalam Negeri sebagai perwakilannya. Pasal 40 (1) Badan dapat mendirikan Usaha Jasa Perjalanan Wisata yang maksud dan tujuannya semata-mata bergerak di dalam kegiatan mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang atau sekelompok orang yang akan melakukan perjalanan dengan tujuan utama untuk berwisata ; (2) Badan yang mendirikan Usaha Biro Perjalanan Umum dan Agen Perjalanan bentuk usahanya dapat berupa Perseroan Terbatas, Koperasi, Firma atau Perseroan Komanditer; (3) Biro Perjalanan Umum merupakan bidang usaha yang terbuka juga bagi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; (4) Biro Perjalanan Luar Negeri yang menyelenggarakan kegiatan di Indonesia wajib menunjuk Biro Perjalanan Umum Dalam Negeri sebagai perwakilannya.
Pasal 41 (1) Dalam memberikan pelayanan jasa usaha pariwisata pimpinan usaha perjalanan wajib: a. Memberikan perlindungan kepada para pemakai jasa usaha perjalanan; b. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menyangkut tenaga kerja dan kegiatan usaha ; c. Memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini ; d. Menjalankan usahanya sesuai dengan norma dan tata cara pengusahaan usaha perjalanan; e. Bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada pihak ketiga. (2) Dalam penyelenggaraan perlindungan terhadap pemakai jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, usaha jasa perjalanan wisata dalam penyelenggaraan paket perjalanan wisata wajib mempertanggungjawabkan dalam Asuransi perjalanan.
Pasal 42 (1) Di dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya pimpinan usaha perjalanan wajib: a. Memenuhi ketentuan perjanjian kerja, keselamatan kerja dan jaminan sosial karyawannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Melaksanakan upaya peningkatan mutu karyawan secara terus menerus. (2) Di dalam memelihara hubungan kerja sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku, pimpinan usaha perjalanan wajib memenuhi peraturan dibidang ketenagakerjaan termasuk ketentuan penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang, penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat. (3) Ketentuan bagi penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang dan penyimpangan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), akan ditetapkan oleh Bupati. Pasal 43 (1) Biro perjalanan umum wajib melakukan kegiatan promosi dan pemasaran paket wisata dengan mengutamakan paket wisata ke dan di dalam negeri; (2) Dalam penyelenggaraan paket wisata, pemimpin perjalanan wisata dan pramuwisata yang ditugasi memimpin/ membimbing wisatawan harus memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku. Pasal 44 (1) Penyelenggaraan Usaha Perjalanan didasarkan atas lzin Tetap Usaha Jasa Perjalanan Wisata yang berlaku selama usaha perjalanan yang bersangkutan masih berjalan; (2) lzin Tetap Usaha Jasa Perjalanan Wisata diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk; (3) Tata cara dan persyaratan bentuk lzin Tetap Usaha Jasa Perjalanan Wisata ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Kedua Usaha Jasa Impresariat Pasal 45 (1) Pengusahaan Jasa Impresariat meliputi kegiatan : a. Mengurus keberangkatan dan mengembalikan seniman atau olahragawan Indonesia yang melakukan pertunjukan di dalam maupun di luar negeri ;
b. Mengurus kedatangan dan mengembalikan seniman atau olahragawan asing yang melakukan pertunjukan di Indonesia. (2) Selain kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), usaha jasa Impresariat dapat menyelenggarakan pertunjukan dalam bidang seni maupun olahraga di Indonesia. Pasal 46 Usaha Jasa Impresariat harus berbentuk Perseroan Terbatas yang maksud dan tujuannya termasuk di dalamnya bergerak dalam bidang impresariat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Keputusan Bupati. Pasal 47 (1) Usaha Jasa Impresariat dilaksanakan berdasarkan izin yang ditetapkan oleh Bupati: (2) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama usahanya masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 48 (1) lzin Usaha Jasa Impresariat diberikan atas dasar permohonan tertulis kepada Bupati; (2) Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, Bupati harus menetapkan izin usaha atau penolakan; (3) Penolakan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), disampaikan kepada pemohon secara tertulis dengan alasanalasan keberatan untuk diberikannya izin. Pasal 49 Tata cara dan persyaratan Izin Usaha Jasa impresariat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 50 (1) Kegiatan hiburan yang akan dipertunjukan melalui usaha jasa impresariat harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dan komisi penilai kegiatan hiburan (komisi penilai) yang dipimpin oleh Bupati;
(2) Komisi Penilai dalam memberikan persetujuan harus berdasarkan pertimbangan norma-norma kesusilaan, hukum, politik, agama serta ketertiban urnum. Pasal 51 Kegiatan seni dan olah raga yang diselenggarakan dalam rangka hubungan antar Pemerintah dikecualikan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 52 (1) Komisi Penilai diketuai oleh Bupati dengan susunan anggotanya akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati; (2) Tugas dan wewenang serta pengangkatan anggota komisi Penelitian dan Penilai ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Ketiga Usaha Jasa Konsultasi Pariwisata Pasal 53 (1) Kegiatan Usaha Jasa Konsultasi Pariwisata meliputi : a. Studi kelayakan ; b. Perencanaan ; c. Pengawasan ; d. Manajemen ; e. Penelitian. (2) Rincian kegiatan Usaha Jasa Konsultasi Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 54 Badan yang mendirikan Usaha Jasa Konsultasi Pariwisata bentuk usahanya dapat berupa Perseroan Terbatas atau Koperasi yang maksud dan tujuan usahanya tertuang dalam akte pendirian. Pasal 55 (1) Usaha Jasa Konsultasi Pariwisata diselenggarakan berdasarkan izin usaha yang diberikan oleh Bupati;
(2) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama usahanya masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 56 (1) Izin usaha diberikan atas dasar permohonan tertulis kepada Bupati: (2) Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
permohonan
secara
lengkap,
Bupati
harus
menetapkan izin usaha atau penolakan; (3) Penolakan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada pemohon secara tertulis dengan alasan penolakan untuk diberikannya izin. Pasal 57 Tata cara dan persyaratan Izin Usaha Jasa Konsultasi Pariwisata diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 58 Penyelenggaraan Jasa Konsultasi pariwisata yang telah memperoleh izin usaha dapat mengalihkan usahanya kepada pihak lain dan wajib dilaporkan secara tertulis kepada Bupati. Pasal 59 Setiap Usaha Jasa Konsultasi Pariwisata yang akan dibangun didalam usaha kawasan Pariwisata harus memiliki izin usaha sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Bagian Keempat Usaha Jasa Pramuwisata Pasal 60 (1) Usaha Jasa Pramuwisata meliputi kegiatan pelayanan jasa a. Melayani wisatawan mengunjungi obyek-obyek wisata didalam kota dan atau diluar kota dalam propinsi (Tour Guide Service) ;
b. Melayani
wisatawan
dalam
keperluan
bisnis
dan
tugas
Pemerintahan serta menjemput dan mengantar wisatawan (Tour Guide Service) dari : 1. Tempat kedatangan ke tempat tujuan atau sebaliknya dalam satu propinsi antara lain : a. Bandara ke pelabuhan ke tempat tujuan atau sebaliknya; b. Bandara ke terminal angkutan darat atau sebaliknya ; c. Bandara ke tempat penginapan atau sebaliknya ; d. Pelabuhan ke terminal angkutan darat atau sebaliknya ; e. Terminal angkutan darat atau sebaliknya. 2. Satu kota ke kota lain dalam satu propinsi melayani wisatawan ke tempat-tempat peristiwa pariwisata yang meliputi konvensi, pertemuan, pameran, olah raga, dan pertunjukan seni budaya (Reference Guide Service). (2) Pramuwisata dalam melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat bertindak sebagai pengemudi. Pasal 61 Badan yang mendirikan Usaha Jasa Pramuwisata bentuk usahanya dapat berupa Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi yang maksud dan tujuannya hanya berusaha di bidang usaha jasa pramuwisata. Pasal 62 (1) Untuk menyelenggarakan Usaha Jasa Pramuwisata diperlukan izin dari Bupati; (2) Izin Usaha diberikan selama perusahaan yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatannya di bidang Usaha Jasa Pramuwisata. dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 63 (1) Permohonan untuk memperoleh Izin Usaha diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan disertai : a. Salinan Akte Notaris pendirian
perusahaan
atau
pengesahan auggaran dasar koperasi ; b. Daftar Riwayat Hidup Dikersi, atau Pengurus Koperasi; c. Foto copy Surat Izin Tempat usaha (SITU) / HO; d. Foto copy bukti penguasaan lahan tempat usaha.
salinan
(2) Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
permohonan
secara
lengkap,
Bupati
harus
menetapkan izin usaha atau penolakan; (3) Tembusan pemberian atau penolakan izin disampaikan kepada Gubernur. Pasal 64 Surat lzin Usaha Jasa Pramuwisata harus dipasang dikantor perusahaan dan diletakan ditempat yang mudah dilihat urnum. Pasal 65 Tata cara permohonan dan bentuk Surat lzin Usaha Jasa Pramuwisata diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Bagian Kelima Usaha Jasa Konvensi, Perjalanan Insentif dan Pameran Pasal 66 Badan yang mendirikan Usaha Jasa Konvensi, Perjalanan Insentif dan Pameran bentuk usahanya dapat berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi yang maksud dan tujuan usahanya tetuang dalam akte pendirian. Pasal 67 Usaha
Jasa
Konvensi,
penyelenggaraan
Perjalanan
luar negeri
Insentif dan
yang dilakukan di
Pameran
oleh
Indonesia wajib
menunjuk perusahaan Jasa Konvensi, Perjalanan Insentif dan Pameran dalam negeri sebagai perwakilan atau mitra usaha. Pasal 68 (1) Usaha
Jasa
Konvensi,
Perjalanan
insentif
dan
Pameran
diselenggarakan berdasarkan lzin Usaha yang diberikan oleh Bupati; (2) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama usahanya masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(3) Kegiatan seni dan olah raga yang diselenggarakan dalam rangka hubungan antar Pemerintah dikecualikan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 69 (1) lzin Usaha diberikan atas dasar permohonan tertulis kepada Bupati: (2) Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, Bupati harus menetapkan izin usaha atau penolakan; (3) Penolakan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada pemohon secara tertulis dengan alasan penolakan untuk diberikannya izin. Pasal 70 Tata cara dan persyaratan izin usaha jasa Konvensi, Perjalanan Insentif dan Pameran diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 71 Penyelenggaraan Jasa Konvensi, Perjalanan Insentif dan Pameran yang telah memperoleh izin usaha dapat mengalihkan usahanya kepada pihak lain dan wajib dilaporkan secara tertulis pada Bupati. BAB V PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA Bagian Pertama Pengusahaan Obyek Wisata yang Dikelola secara Komersial Paragraf Pertama Usaha Wisata Tirta Pasal 72 Pengusahaan Wisata Tirta meliputi pembangunan dan pengusahaan sarana dan prasarana serta penyediaan jasa-jasa lain untuk melakukan kegiatan Wisata Tirta di dalam batas wilayah usahanya. Pasal 73 Usaha Wisata Tirta meliputi salah satu atau rangkaiannya sebagai berikut : a. Usaha Marina, meliputi kegiatan usaha menyelenggarakan rekreasi dan olah raga air termasuk penyediaan sarana dan prasarananya serta jasa-jasa lain yang dikelola secara komersial ;
b. Usaha
Hotel
Terapung
meliputi
usaha
akomodasi
dengan
menggunakan sebuah kapal yang dalam keadaan utuh tidak lagi berfungsi sebagai alat angkut dan ditempatkan secara menetap untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makan dan minum serta jasa lain bagi umum yang dikelola secara komersial ; c. Usaha Restoran Terapung meliputi usaha jasa pangan dengan menggunakan sebuah kapal yang dalam keadaan utuh tidak lagi berfungsi sebagai alat angkut dan ditempatkan secara menetap, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum ditempat usahanya yang dikelola secara komersial ; d. Usaha Wisata Selam meliputi usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sarana untuk rekreasi dan olah raga menyelam bagi umum yang dikelola secara komersial ; e. Usaha lain yang berhubungan dengan rekreasi di perairan laut, pantai, sungai dan danau atau waduk. Pasal 74 Badan dapat mendirikan Usaha Wisata Tirta yang maksud dan tujuannya semata-mata berusaha di dalam bidang kegiatan Wisata Tirta sesuai dengan ketentuan persyaratan yang ditetapkan. Pasal 75 (1) Pembangunan sarana dan prasarana wisata tirta didasarkan atas izin sementara usaha wisata tirta yang berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun; (2) Izin Sementara Usaha Wisata Tirta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kelengkapan sarana wisata tirta ; (3) Izin sementara Usaha Wisata tirta dipergunakan sebagai dasar untuk memperoleh: a. Izin Peruntukan Tanah; b. Izin Lokasi; c. Izin Pembebasan Hak atas tanah; d. lzin-izin lainnya yang bersangkutan dengannya; e. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); f. Izin Tempat Usaha (SITU) / Undang-undang gangguan (HO).
Pasal 76 (1) Pengusahaan Wisata Tirta didasarkan atas lzin Tetap Usaha Wisata Tirta yang berlaku sepanjang usaha yang bersangkutan masih berjalan dengan ketentuan harus didaftar ulang setiap 3 (tiga) tahun sekali kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk; (2) lzin Tetap Usaha Wisata Tirta mencakup izin penggunaan lift, izin penggunaan generator, izin penggunaan boiler, izin penyehatan makanan, izin penyimpanan jam kerja, izin siaran video di dalam bangunan, izin penggunaan antena parabola, izin penggunaan kolam renang, izin penyelenggaraan diskotique, izin penyelenggaraan mandi uap, izin penyelenggaraan laundry dan cleaning, izin penyelenggaraan sarana olah raga dan rekreasi, izin penggunaan racun api, izin promosi kegiatan usaha sendiri, izin keramaian, izin pertunjukan artis asing pedatang dilokasi, izin penyelenggaraan parkir di halaman sendiri. Pasal 77 (1) Izin Sementara Usaha Wisata Tirta dan Izin Tetap Usaha Wisata Tirta diberikan oleh Bupati; (2) Terhadap permintaan dan pemberian Izin Sementara Usaha Wisata Tirta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenakan pungutan. Pasal 78 Untuk perluasan atau renovasi tidak diperlukan izin terkecuali izin teknis sebagaimana dimaksud pada Pasal 76 ayat (2). Pasal 79 Tata cara untuk memperoleh pemberian maupun bentuk Izin Sementara Usaha Wisata Tirta dan Izin Tetap Usaha Wisata Tirta ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Paragraf Kedua Usaha Kawasan Pariwisata Pasal 80 Usaha Kawasan Pariwisata meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. mengusahakan lahan dengan luas sekurang-kurangnya 100 Ha (hektar) untuk keperluan pembangunan Usaha Pariwisata dan menata serta membagi lebih lanjut dalam satuan-satuan simpul (lingkungan tertentu) yang dituangkan dalam gambar rencana (site plan) ;
b. membangun atau menyewakan satuan-satuan simpul (lingkungan tertentu) untuk membangun Usaha Pariwisata meliputi Hotel atau jenis penginapan lain, Rumah Makan, tempat Rekreasi dan Hiburan Umum serta usaha pariwisata lain sesuai gambar rencana (site plan); c. melaksanakan pembangunan jalan, penyediaan air bersih dan listrik sesuai gambar rencana (site plan) ; d. menentukan syarat-syarat di dalam kawasan pariwisata berkenaan dengan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan hidup, tata bangunan, kesehatan umum, pencegahan kebakaran dan lain-lain sepanjang persyaratan tersebut tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku ; e. melaksanakan dan atau mengawasi pembangunan usaha pariwisata agar sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan didalam kawasan pariwisata serta peraturan perundangan yang berlaku di bidang usaha masing-masing ; f. membangun bangunan yang dipandang keperluan administrasi usaha kawasan pariwisata.
perlu
untuk
Pasal 81 Dalam setiap usaha kawasan Pariwisata sekurang-kurangnya harus tersedia : a. Hotel atau jenis penginapan lainnya ; b. Rumah Makan ; c. Tempat Rekreasi dan Hiburan Umum. Pasal 82 (1) Badan atau Koperasi dapat mendirikan Usaha Pariwisata sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Kawasan
(2) Usaha Kawasan Pariwisata dapat bekerjasama, baik dengan perusahaan Nasional maupun Asing. Pasal 83 (1) Untuk mengusahakan usaha kawasan Pariwisata, pengusaha yang bersangkutan harus memiliki izin usaha dari Bupati; (2) Untuk memperoleh izin usaha harus mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati dengan dilampiri : a. Akte pendirian Badan Usaha / Koperasi; b. Gambar Rencana ( Site Plan ); c. Uraian tentang prospek pemasaran;
d. Izin Lokasi; e. Izin Undang-undang gangguan / HO. f. Sertifikat Analisis Dampak Lingkungan (3) Izin berlaku selama usahanya masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Paragraf Ketiga Usaha Obyek Wisata Pasal 84 (1) Pengusahaan obyek wisata meliputi pembangunan, pengelolaan, penyediaan sarana dan prasarana serta penyediaan jasa-jasa lain dengan mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya wisata dalam batas wilayah obyek wisata yang diusahakan ; (2) Syarat-syarat untuk mengembangkan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
sumber
daya
wisata
Pasal 85 (1) Obyek Wisata digolongkan : a. Obyek Wisata Nasional ; b. Obyek Wisata Daerah. (2) Ketentuan persyaratan penggolongan obyek wisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 86 (1) Badan dapat mendirikan Usaha Obyek Wisata; (2) Modal usaha obyek wisata bersumber dan dalarn negeri atau patungan. Pasal 87 (1) Pembangunan sarana dan prasarana obyek wisata didasarkan atas Izin Sementara Usaha Obyek Wisata yang berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun; (2) Izin Sementara Usaha Obyek Wisata telah mencakup izin pemasangan lift, pemasangan boiler, pemasangan generator dan pemasangan peralatan mekanik dan elektronik lain yang merupakan kelengkapan sarana Obyek Wisata;
(3) Izin Sementara Obyek wisata dipergunakan sebagai dasar untuk memperoleh : a. Pembebasan hak atas tanah dan izin-izin lainnya yang bersangkutan dengannya ; b. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); c. Izin Undang-undang Gangguan / HO; d. Sertifikat Analisis Dampak Lingkungan. Pasal 88 (1) Pengusahaan Obyek Wisata didasarkan atas lzin Tetap Usaha Obyek Wisata yang berlaku selama usaha tersebut masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.; (2) lzin tetap Obyek Wisata mencakup izin penggunaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 87 ayat (2), izin penyimpanan jam kerja, izin siaran video dibatas wilayah usaha obyek wisata, izin penggunaan antena parabola, izin penggunaan kolam renang, izin penggunaan racun api, izin promosi kegiatan usaha sendiri, izin keramaian, izin penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang, izin penggunaan parkir di halaman sendiri. Pasal 89 (1) Izin Sementara Usaha Obyek wisata dan lzin tetap Usaha Obyek Wisata diberikan oleh Bupati; (2) Terhadap permintaan dan pemberian lzin Sementara Usaha Obyek Wisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenakan pungutan biaya. Pasal 90 Untuk perluasan atau renovasi Obyek Wisata tidak diperlukan izin, terkecuali izin teknis sebagaimana dimaksud pada Pasal 88 ayat (2). Pasal 91 Dalam hal usaha Obyek Wisata tidak memerlukan pendirian fisik bangunan, maka izin usaha dapat diberikan secara langsung serupa Izin Tetap usaha Obyek Wisata.
Pasal 92 Tata cara untuk memperoleh, pemberian maupun bentuk Izin Sementara Usaha Obyek Wisata dan lzin Tetap Usaha Obyek Wisata ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Paragraf Keempat Usaha Perkemahan Pasal 93 (1) Pengusahaan perkemahan pada pokoknya menyediakan fasilitas perkemahan dengan luas areal sekurang-kurangnya 2,5 hektar ; (2) Usaha perkemahan digolongkan dalam 4 (empat) kelas yang ditetapkan sebagai berikut : a. Kelas Ideal ; b. Kelas Lengkap ; c. Kelas Sedang ; d. Kelas Sederhana. (3) Persyaratan teknis penetapan kriteria penggolongan perkemahan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati ; (4) Berdasarkan hasil peninjauan oleh pejabat yang ditunjuk Bupati dapat menaikan atau menurunkan golongan kelas perkemahan sesuai dengan persyaratan yang berlaku ; (5) Perubahan golongan kelas seperti yang dimaksud dalam ayat (4), dapat didasarkan atas permohonan pemilik yang diajukan kepada Bupati atau atas dasar hasil penelitian yang dilakukan secara berkala oleh Pejabat yang ditunjuk ; (6) Usaha perkemahan yang ada berada di kawasan konservasi harus mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 94 Bupati menyatakan dengan piagam atas ketentuan golongan dimaksud pada Pasal 93 ayat (2), setelah diadakan penilaian terhadap perkemahan yang bersangkutan. Pasal 95 (1) Piagam golongan kelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak tanggal dikeluarkan dan dapat ditinjau kembali setelah habis masa berlakunya ;
(2) Piagam yang habis masa berlakunya segera dilakukan perbaruan menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bupati ; (3) Tata cara untuk mendapatkan golongan kelas perkemahan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 96 Piagam golongan kelas perkemahan diletakan di tempat yang mudah dilihat dan dibaca khususnya oleh tamu. Pasal 97 (1) Badan dapat mendirikan
Usaha Perkemahan yang bentuk
usahanya Perseroan; (2) Pengusahaan Perkemahan pada pokoknya menyediakan fasilitas perkemahan dengan luas areal sekurang-kurangnya 2,5 Ha (hektar). Pasal 98 (1) Untuk mengusahakan perkemahan, pengusaha yang bersangkutan wajib memiliki Izin Usaha; (2) Izin Usaha diberikan oleh Bupati; (3) Izin Usaha Perkemahan berlaku selama usaha tersebut masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftarkan ulang kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 99 Setiap permohonan untuk mendapatkan izin Usaha harus diajukan kepada Bupati dengan melampirkan : a. Foto copy Identitas Diri / KTP; b. Foto copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB); c. Foto copy SITU /HO; d. Foto copy surat Keterangan Status Tanah / Lahan. Pasal 100 (1) Tata cara untuk mendapatkan izin usaha dan perubahannya akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati ;
(2) Dalam surat lzin Usaha ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang izin. Bagian Kedua Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum Pasal 101 (1) Perorangan atau Badan yang
seluruh
modalnya dimiliki oleh
Warga Negara Indonesia dapat mendirikan Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Badan yang mendirikan Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum dengan modal patungan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing bentuk usahanya harus Perseroan Terbatas (PT). Pasal 102 (1) Untuk menyelenggarakan Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum, baik bersifat tetap maupun tidak tetap atau Insidentil, pengusaha yang bersangkutan harus memiliki Izin Usaha; (2) lzin Tetap Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum berlaku selama usahanya masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun sekali harus didaftar ulang kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk; (3) lzin tidak tetap atau insindentil usaha rekreasi dan hiburan Umum diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 103 (1) Untuk memperoleh lzin Tetap Usaha harus mengajukan surat permohonan kepada Bupati dengan dilampiri : a. Foto copy Identitas diri / KTP : b. Foto copy lzin Mendirikan bangunan (IMB) : c. Foto copy lzin Undang-undang Gangguan / HO d. Foto copy Surat Keterangan Status Tanah / Lahan : e. Denah / Gambar Tata Ruang ; f. Akte Pendirian Badan Usaha (apabila yang mengajukan permohonan badan usaha).
(2) Untuk jenis-jenis usaha tertentu yang luasnya kurang dari 100 m2 (meter persegi) lampiran persyaratannya akan diatur melalui Keputusan Bupati. Pasal 104 (1) Tata cara untuk mendapatkan izin usaha akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Di dalam surat izin usaha ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Pemegang Izin. BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 105 Perizinan Usaha Pariwisata sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini dikenakan biaya retribusi sebesar Rp. 0,- (nol rupiah). BAB VII LARANGAN DAN KEWAJIBAN Pasal 106 (1) lzin Usaha yang telah diberikan tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Bupati dan harus mengajukan permohonan perubahan izin Usaha; (2) Izin Sementara Usaha Pariwisata dapat dicabut jika : a. Tidak memiliki HO dan IMB sampai batas yang telah ditetapkan; b. Melakukan perubahan maupun penyimpangan pembangunan yang telah ditetapkan dalam izin sementara; c. Tidak melakukan syarat-syarat Pariwisata yang bersangkutan.
izin
Sementara
Usaha
(3) Izin Tetap Usaha Pariwisata dapat dicabut jika : a. Tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur Peraturan Daerah ini dan ketentuan pelaksanaannya;
dalam
b. Tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Surat Izin ; c. Tidak memberikan Laporan Kegiatan Usahanya (LKU). (4) Disamping sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), terhadap pemegang izin Usaha dapat dikenakan sanksi-sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (5) Tata cara pencabutan Izin Usaha akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 107 (1) Dalam rnenjalankan usahanya setiap Pemegang Izin Usaha Pariwisata wajib untuk : a. memenuhi ketentuan-ketentuan didalam Peraturan Daerah ini;
sebagaimana
dimaksud
b. mengadakan pembukuan perusahaan sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku ; c. mentaati ketentuan perizinan usaha kepariwisataan, dan Peraturan perundang-undangan perpajakan ; d. mentaati perjanjian kerja serta menjamin kesehatan dan kesejahteraan karyawan ;
keselamatan,
e. meningkatkan mutu penyelenggaraan usaha ; f. memelihara kebersihan dan keindahan lokasi serta kelestarian lingkungan usaha ; g. menjamin keselamatan dan kenyamanan pengunjung serta mencegah timbulnya bahaya kebakaran ; h. mencegah penggunaan tempat usaha untuk kegiatan peredaran obat-obatan serta barang terlarang ; i. mencegah setiap orang untuk melakukan perjudian dan perbuatan yang melanggar kesusilaan ; j. memberikan kesempatan melaksanakan ibadah ;
kepada
karyawan
untuk
k. melaksanakan kegiatan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) atau kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup. (2) Setiap Pemegang Izin Usaha Pariwisata dalam melakukan penyelenggaraan Usaha Pariwisata dilarang memakai tenaga kerja dibawah umur dan tenaga kerja asing tanpa izin sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 108 Penggunaan tenaga kerja Warga Negara Asing harus mendapatkan izin kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 109 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha Pariwisata dilakukan oleh Bupati secara teratur dan berkesinambungan sesuai dengan kewenangannya ;
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan usaha ; b. pembinaan teknis penyelenggaraan usaha ; c. pembinaan peningkatan kemampuan tenaga kerja ; d. pembinaan teknis pemasaran/promosi ; e. pemberian penghargaan bagi usaha dan tenaga kerja pariwisata yang berprestasi. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap dipenuhinya ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan lain yang berkaitan dengan kegiatan kepariwisataan BAB IX SANKSI ADMINISTRASI Pasal 110 (1) Paksaan Pemerintah Daerah terhadap pelanggaran kewajiban Izin Usaha Pariwisata atau kegiatan usaha pariwisata yang tidak memiliki izin, dapat berupa penutupan usaha untuk sementara atau penghentian kegiatan ; (2) Pencabutan Izin Usaha Pariwisata terhadap pelanggaran kewajiban Izin Usaha Pariwisata yang merugikan orang lain atau lingkungan. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 111 Setiap pemegang Izin Usaha Pariwisata yang melanggar ketentuan Pasal 107, dipidana menurut ketentuan Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan. BAB XI PENYIDIKAN Pasal 112 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku ;
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Pasal ini adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pariwisata agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang pariwisata; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang pariwisata; d. memeriksa
buku-buku,
catatan-catatan,
dan
dokumen-
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang pariwisata; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pariwisata; g. menyuruh
berhenti
dan/atau
melarang
seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang pariwisata; i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
j.
menghentikan penyidikan ;
k. melakukan
tindakan
lain
yang
perlu
untuk
kelancaran
penyidikan tindak pidana di bidang pariwisata menurut hukum yang bertanggung jawab. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 113 Seluruh perizinan yang telah diberikan sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu perizinan. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 114 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Malang. Ditetapkan di Malang pada tanggal BUPATI MALANG
SUJUD PRIBADI
2003
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR
20
TAHUN 2003
TENTANG PERIZINAN USAHA PARIWISATA
I. PENJELASAN UMUM
Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan sumber daya buatan. Sumber daya alam dan buatan yang dapat dijadikan objek dan daya tarik wisata berupa keadaan alam, flora dan fauna, hasil karya manusia serta peninggalan sejarah dan budaya yang merupakan modal bagi pengembangan dan peningkatan kepariwisataan di Kabupaten Malang. Modal tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan Daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan
kesempatan
berusaha
dan
lapangan
kerja,
mendorong
pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Malang serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa. Untuk
mencapai
keberhasilan
penyelenggaraan
kepariwisataan
dimaksud,
diperlukan langkah-langkah yang serasi antar semua pihak yang terkait, baik Pemerintah maupun masyarakat, sehingga terwujud keterpaduan lintas sektoral. Dalam
usaha
mengembangkan
dan
meningkatkan
penyelenggaraan
kepariwisataan, dilakukan pembangunan objek dan daya tarik wisata, baik dalam bentuk mengusahakan objek dan daya tarik wisata yang sudah ada maupun membuat objek-objek baru sebagai objek dan daya tarik wisata. Penyelenggaraan kepariwisataan tersebut dilaksanakan dengan tetap memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta objek dan daya tarik wisata itu sendiri, nilai-nilai budaya bangsa yang menuju ke arah kemajuan adab. Mempertinggi derajat kemanusiaan, kesusilaan dan ketertiban umum guna memperkukuh jati diri bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. Oleh karena itu, pembangunan objek dan daya tarik wisata tersebut tetap harus dilakukan dengan memperhatikan :
Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya ; a. Nilai-nilai agama, adat-istiadat serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat ; b. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup ; c. Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri. Karena sifatnya yang luas dan menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan, penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah, badan usaha dan masyarakat. Peran serta masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya didalam penyelenggaraan kepariwisataan ini memegang peranan penting demi terwujudnya pemerataan pendapatan dan pemerataan kesempatan berusaha. Dalam kaitannya dengan peran serta masyarakat tersebut, perlu diberikan arahan agar pelaksanaan berbagai usaha pariwisata yang dilakukan dapat saling mengisi, saling berkaitan dan saling menunjang satu dengan yang lainnya. Untuk mencapai maksud tersebut, Pemerintah melakukan pembinaan terhadap kegiatan kepariwisataan, yaitu dalam bentuk pengaturan, pemberian bimbingan dan pengawasan. Kegiatan-kegiatan
kepariwisataan
yang
menyangkut
aspek
pembangunan,
pengusahaan dan kebijakan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah serta perkembangan yang begitu pesat di bidang kepariwisataan perlu diikuti dengan pengaturan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat Kabupaten Malang. Begitu juga pengelolaan usaha pariwisata yang banyak dibangun di berbagai wilayah perlu mendapat pengamanan agar tidak terjadi ketimpangan terhadap masyarakat di sekitarnya, tetapi dapat mewujudkan adanya keserasian dan keseimbangan. Mengingat bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, Pemerintah Pusat hanya memiliki kewenangan dibidang kepariwisataan
yang
meliputi : 1.
Penetapan pedoman pembangunan dan pengembangan kepariwisataan
; 2.
Penetapan pedoman kerjasama Internasional di bidang kepariwisataan ;
3.
Penetapan standar dan norma sarana kepariwisataan.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini. Dengan adanya pengertian tentang istilah tersebut dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami serta melaksanakan pasal-pasal yang bersangkutan, sehingga masyarakat dan aparatur pemerintah dalam menjalankan hak dan kewajibannya dapat berjalan dengan lancar dan akhirnya dapat dicapai tertib administrasi. Pengertian ini diperlukan karena istilah-istilah tersebut mengandung pengertian yang baku dan teknis. Pasal 1 angka 1 sampai dengan angka 14 Cukup jelas Pasal 1 angka 15 Termasuknya dalam pengertian Pondok Wisata adalah villa, home stay, bungalow, dan sejenisnya yang dikomersilkan kecuali: 1. Hotel,
penginapan
2. Asrama
Haji,
remaja (youth hostel) dan perkemahan;
asrama
dan rumah pemondokan mahasiswa, pelajar dan
pegawai; 3. Tempat penginapan yang dikelola oleh instansi pemerintah maupaun swasta yang khusus digunakan sebagai tempat peristirahatan karyawannya. Pasal 1 angka 16 Cukup jelas Pasal 1 angka 17 Termasuk Rumah Makan adalah jasa pelayanan makanan dan minuman dengan mempergunakan media kursi ataupun lesehan/tanpa kursi misalnya warung, warung lesehan, warung makanan siap saji (fast food), bakery, istana es krim, café, kantin dan cafetaria. Pasal 1 angka 18 Cukup jelas Pasal 1 angka 19 Remaja adalah usia sampai dengan 21 tahun
Pasal 1 angka 20 Termasuk dengan Hotel adalah Hotel dengan Tanda Bintang dan Hotel dengan Tanda Bunga Melati, sedangkan yang tidak termasuk pengertian hotel adalah Pondok Wisata, Penginapan Remaja, Perkemahan, Wisma, Villa, Guest House, Cottage serta bangunan Instansi Pemerintah maupun Swasta yang digunakan sebagai tempat tinggal oleh karyawannya, Asrama Haji, Asrama dan Rumah Pemondokan Mahasiswa serta Pelajar. Pasal 1 angka 21 sampai dengan angka 28 Cukup jelas Pasal 2 s/d Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Penggolongan kelas rumah makan ditentukan setelah usaha mendapatkan Surat Tanda ljin Usaha Pariwisata (STIUP) atas permohonan Pengelola/pengusaha Pasal 27 s/d Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Penggolongan kelas restoran ditentukan setelah usaha mendapatkan Surat Tanda ljin Usaha Pariwisata (STIUP) atas permohonan Pengelola/pengusaha Pasal 32 s/d Pasal 74 Cukup jelas Pasal 75 ayat (1) Cukup jelas Pasal 75 ayat (2) Kelengkapan sarana wisata tirta mencakup antara lain izin pemasangan lift, pemasangan boiler, pemasangan generator dan pemasangan peralatan mekanik, elektronik lainnya serta sarana pengamanan, dan lain-lain ; Pasal 75 ayat (3) Cukup jelas
Pasal 76 s/d Pasal 92 Cukup jelas Pasal 93 - Usaha Perkemahan diadakan penggolongan kelas dimaksudkan untuk : 1. Memudahkan pembinaan agar bagi mereka yang persyaratan teknisnya sebagai kelas terendah bisa mencapai yang lebih tinggi; 2. Menimbulkan perkemahan.
gairah
dan
semangat
untuk
mengembangkan
usaha
- Penggolongan Usaha perkemahan ditentukan setelah usaha tersebut mendapatkan Surat Tanda lzin Usaha Pariwisata (STIUP) atas permohonan pengelola/pengusaha Pasal 93 s/d Pasal 110 Cukup jelas Pasal 111 Dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Pasal 35, Pasal 36 Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 39 berbunyi sebagai berikut : Pasal 35 (1) Barangsiapa melakukan perbuatan melawan hak, dengan sengaja merusak, mengurangi; mengurangi nilai, memisahkan, atau membuat tidak dapat berfungsi atau tidak dapat berfungsinya secara sempurna suatu objek dan daya tarik wisata, atau bangunan obyek dan daya tarik wisata, atau bagian dari bangunan objek dan daya tarik wisata, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi ancaman pidana yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup, benda cagar budaya, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, perikanan, dan Undang-undang yang lainnya. Pasal 36 Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 37 Barangsiapa karena kelalaiannya merusak atau mengakibatkan terganggunya keseimbangan atau mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran kegiatan yang menjadi objek dan daya tarik wisata dalam wisata budaya dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 38 Barangsiapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan Pasal 12 dan Pasal 35 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda setinggitingginya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pasal 39 (1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 adalah kejahatan. (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 adalah pelanggaran. Pasal 112 s/d Pasal 114 Cukup jelas