PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009 – 2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKALAN, Menimbang :
a.
bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bangkalan dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);
b.
bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, Daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha.
c.
bahwa telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bangkalan Nomor 15 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bangkalan;
d.
bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Rencana
2
Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur, maka strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan; e.
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c dan d, perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013).
2. Undang-Undang
Nomor
4
Tahun
1992
tentang
Perumahan
&
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469). 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699). 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888). 5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377). 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421). 7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). 8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2005 tentang Pengelolaaan Sampah (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2008 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4851); 9. Undang-Undang
Nomor
(Lembaran Negara
23
Republik
Tahun
2007
Indonesia
tentang
Tahun
Perkeretaapian
2007 Nomor
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).
65,
3
10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723). 11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725). 12. Undang–Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739). 13. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746). 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844). 15. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849). 16. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Batu Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959). 17. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. 18. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Kegiatan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996, Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660). 19. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1997 Nomor
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696).
59,
4
20. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934). 21.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385).
22.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2005 Nomor
32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489). 23.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengelolaan air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490).
24.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624).
25.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655).
26.
Peraturan Urusan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Pemerintahan
antara
Pemerintah
Daerah
Provinsi
dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737). 27.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2008 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814). 28.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833).
5
29.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.
30.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2009 Nomor 88,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5019). 31.
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
32.
Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional;
33.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah.
34.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/2007 tentang Pengelolaan Sistem Irigasi.
35.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya.
36.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor .11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya.
37.
Keputusan Menteri Dalam Negeri No.147 Tahun 2004 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
38.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai.
39.
Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2020.
40.
Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bangkalan Tahun 2008 Nomor 3/D). Dengan Persetujuan Bersama
6
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKALAN dan BUPATI BANGKALAN MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009 -2029.
BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bangkalan; 2. Kepala Daerah adalah Bupati Bangkalan; 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bangkalan; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan kehidupannya; 6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang; 7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional; 8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya;
7
9. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; 10. Penyelenggaraan penataan ruang, adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang; 11. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan ruang; 12. Pembinaan penataan ruang, adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat; 13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; 14. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang; 16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang; 17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/ atau aspek fungsional; 18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah; 19. Sistem internal perkotaan struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan; 20. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Kabupaten Bangkalan
yang mengatur struktur dan pola tata ruang
wilayah Kabupaten; 21. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya;
8
22. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan; 23. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumberdaya manusia dan sumber daya buatan; 24. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap; 25. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah; 26. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan; 27. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain; 28. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; 29. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukan kedalamnya; 30. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup; 31. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air; 32. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan
9
sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut; 33. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai; 34. Kawasan sekitar waduk dan situ adalah kawasan di sekeliling waduk dan situ
yang
mempunyai
manfaat
penting
untuk
mempertahankan
kelestarian fungsinya. 35. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air; 36. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan; 37. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena kondisi alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem
tertentu
yang
perlu
dilindungi
dan
perkembangannya
berlangsung secara alami; 38. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan dan perlindungan terhadap habitatnya; 39. Kawasan hutan konservasi adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi; 40. Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam;
10
41. Kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berdasarkan kondisi geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan yang mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi; 42. Kawasan rawan banjir adalah daratan yang berbentuk flat, cekungan yang sering atau berpotensi menerima aliran air permukaan yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan masalah yang merugikan manusia; 43. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan; 44. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi; 45. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis; 46. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, baik diruang darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya; 47. Kawasan Pengembangan Utama Komoditi (KAPUK) adalah kawasan ekonomi yang didominasi oleh satu komoditas dalam satu wilayah kabupaten; 48. Kawasan pengembangan ekonomi terintegrasi adalah kawasan potensial dengan berbagai komoditas komoditi yang saling terkait antar wilayah kabupaten/kota dan dapat diolah menjadi suatu komoditas baru khususnya komoditas olahan yang saling terkait;
11
49. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri yang terdiri dari Kawasan Industri dan Zona Industri; 50. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola secara terpadu oleh suatu lembaga atau institusi tertentu; 51. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi; 52. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki keterkaitan
fungsional
yang
dihubunkan
dengan
sistem
jaringan
prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa; 53. Kawasan megapolitan, adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan bentuk sebuah sistem; 54. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya termasuk kawasan yang diprioritaskan; 55. Kawasan khusus militer adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kegiatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari kawasan latihan militer, kawasan TNI Angkatan Darat, kawasan Pangkalan TNI AU, kawasan pangkalan TNI Laut; 56. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah pusat permukiman yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan mendorong pengolahan,
internasional
daerah simpul
sekitarnya
dan serta
transportasi
daerah/kabupaten dan nasional;
mempunyai sebagai yang
potensi
pusat melayani
jasa,
untuk pusat
beberapa
12
57. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten; 58. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan; 59. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan kutub pertumbuhan yang berada diluar Pusat Kegiatan Lokal; 60. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah kawasan yang merupakan hinterland dari Pusat Pelayanan Kawasan; 61. Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam kurun waktu perencanaan; 62. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya di prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan / atau lingkungan; 63. Kawasan potensial adalah kawasan yang memiliki peran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya serta dapat mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang; 64. Kawasan pengendalian ketat adalah kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan
dibatasi pemanfaatannya untuk
mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang berkelanjutan; 65. Sub Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SSWP adalah suatu wilayah dengan satu dan atau semua kecamatan/kotaperkotaan didalamnya mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan darat, dan atau yang terkait oleh sistem jaringan sungai atau perairan sebagai prasarana perhubungan air; 66. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik; 67. Energi terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru.
13
68. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya;. 69. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang; 70. Daya
dukung
mendukung
lingkungan kehidupan
adalah
kemampuan
organisme
secara
ekosistem sehat
untuk
sekaligus
mempertahankan produktifitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbaruhi diri; 71. Ramah lingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan perdagangan yang dalam proses produksi atau keluarannya mengutamakan metoda atau teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya bagi makhluk hidup; 72. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang jalur atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam; 73. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; 74. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang; 75. Orang adalah orang persorangan dan/atau korporasi; 76. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum; 77. Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.
14
Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bangkalan
ini mencakup visi, misi, tujuan, sasaran,
kebijakan & strategi, struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara menurut peraturan perundang-undangan. BAB II ASAS , VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI Bagian Pertama Asas Pasal 3 RTRW Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun berdasarkan asas : a. keterpaduan; b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; c. keberlanjutan; d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; e. keterbukaan; f.
kebersamaan dan kemitraan;
g. perlindungan kepentingan umum; h. kepastian hukum dan keadilan; dan i.
akuntabilitas. Bagian Kedua Visi dan Misi Penataan Ruang Pasal 4
15
(1) Visi Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan adalah Terwujudnya Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Sebagai Pintu Gerbang Madura menuju Kota Industri, Pariwisata dan Jasa. (2) Dalam upaya mencapai visi di atas maka misi penataan ruang antara lain yaitu; a. mewujudkan
keseimbangan
struktur
ruang
guna
mendorong
pertumbuhan wilayah; b. mewujudkan pola ruang yang selaras dan berkelanjutan; c. mewujudkan terciptanya kepastian hukum dalam kegiatan usaha sesuai rencana tata ruang serta mendorong peluang investasi produktif; d. mewujudkan penyediaan sarana dan prasarana wilayah secara berkeadilan dan proporsional untuk peningkatan sumber daya manusia yang lebih produktif, mandiri, dan berdaya saing tinggi; e. mengintegrasikan program pembangunan yang didukung seluruh pemangku kepentingan Bagian Ketiga Tujuan Pasal 5 Penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten Bangkalan bertujuan untuk : a. mewujudkan penataan ruang wilayah yang sesuai dengan tatanan kehidupan
masyarakat
Kabupaten
Bangkalan
yang
religius
dan
berbudaya terutama pada peranan Kabupaten Bangkalan sebagai pintu gerbang menuju
Pulau
Madura
khususnya
pasca
pembangunan
Jembatan Suramadu; b. optimalisasi potensi sumber daya hayati dan non hayati, pembangunan dan pengembangan wilayah yang merata di seluruh Kabupaten Bangkalan; c. penetapan struktur dan pola ruang yang selaras berazaskan pada pembangunan yang berkelanjutan (Suistainable Development) dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Kabupaten;
16
d. Bangkalan secara merata dan berbasis pada potensi sumber daya alam dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, ekologis dan konservasi sumber daya ala Bagian Keempat Sasaran Pasal 6 Sasaran penataan ruang Kabupaten Bangkalan, adalah untuk : a. merumuskan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang kabupaten; b. merumuskan rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah kabupaten; c. merumuskan rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya; d. menetapkan kawasan strategis kabupaten; e. merumuskan arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima Tahunan; f.
merumuskan ketentuan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah
kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif serta ketentuan sanksi. Bagian Kelima Kebijakan dan Strategi Paragraf 1 Umum Pasal 7 (1) Untuk mewujudkan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan kebijakan dan strategi perencanaan ruang wilayah; dan (2) Kebijakan dan strategi perencanaan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: struktur ruang wilayah, pola ruang wilayah dan penetapan kawasan strategis dan pesisir/pulau-pulau kecil.
17
Paragraf 2 Kebijakan dan Strategi Penetapan Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Pasal 8 Kebijakan dan strategi penetapan struktur ruang wilayah daerah memuat : a. kebijakan dan strategi sistem permukiman; b. kebijakan dan strategi rencana prasarana wilayah. Pasal 9 Kebijakan dan Strategi sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf (a), memuat : a. mengendalikan perkembangan kawasan metropolitan pada wilayah Kabupaten Bangkalan yang berada dalam lingkup wilayah Surabaya Metropolitan Area yaitu ada wilayah Kecamatan Labang, Tragah, Kamal , Socah, Bangkalan dan Kecamatan Burneh yang merupakan kawasan utama pengembangan perkotaan, dengan strategi; penentuan hirarki perkotaan yang dibagi dalam hirarki PKN, PKL, PPK, PPL; b. mengarahkan struktur permukiman secara berhirarki dan mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan agar tidak cenderung memusat kearah kawasan metropolitan di Kabupaten Bangkalan, dengan strategi; menata kawasan perkotaan sesuai dengan fungsi dan peran masing – masing yakni sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan dan distribusi hasil pertanian,
perdagangan, jasa, pemerintahan,
pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya c. menata pusat permukiman perkotaan SSWP direncanakan berperan sebagai pusat-pusat pertumbuhan, dengan strategi; pembentukan desa sebagai pusat pertumbuhan melalui konsep Agropolitan; d. distribusi pemanfaatan ruang terbangun kawasan permukiman secara merata untuk mencegah kawasan permukiman padat, dengan strategi; mendorong pertumbuhan wilayah dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah permukiman serta melengkapi pusat permukiman dengan pelayanan jasa pemerintahan , pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
18
e. membentuk ruang terbuka hijau dengan strategi; kawasan permukiman perkotaan wajib menyediakan 30% wilayahnya sebagai Ruang Terbuka Hijau atau yang terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Publik sebesar 20% dan Ruang Terbuka Hijau Privat sebesar 10%. Pasal 10 Kebijakan dan strategi pengembangan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf (b) memuat : a. pengembangan penataan sistem transportasi, dengan strategi sebagai berikut : 1. pengembangan
prasarana
transportasi
darat
yang
meliputi
pengembangan akses suramadu, hirarki jalan, terminal penumpang, angkutan kereta api, dan angkutan penyeberangan; 2. pengembangan
prasarana
transportasi
pengembangan
pelabuhan
internasional,
laut
yang
meliputi
pelabuhan
regional,
pelabuhan khusus dan pelabuhan lokal; b. pengembangan telematika, dengan strategi sebagai berikut : 1. pengembangan jaringan telekomunikasi ke wilayah yang memiliki potensi tumbuhnya kegiatan ekonomi baru; 2. pengembangan fasilitas telekomunikasi perdesaan sebagai tanggung jawab pemerintah dalam memberikan pelayanan telekomunikasi kepada seluruh lapisan masyarakat; 3. pengembangan teknologi modern untuk meningkatkan luas daerah pelayanan khususnya wilayah yang secara geografis memiliki lokasi yang sulit. c. pengembangan sumber daya air, dengan strategi sebagai berikut : 1. Pembangunan dan meningkatan volume air waduk dan embung untuk menyediakan air baku, dengan tujuan penyehatan lingkungan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih tinggi; 2. Pemanfaatan sumber air baku alternatif; 3. Pembangunan prasarana pengendali banjir; 4. Pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi;
19
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya melestarikan kawasan konservasi untuk menjaga ketersediaan air tanah yang berpengaruh terhadap volume prasarana penampungan air. d. pengembangan sumber daya energi, dengan strategi sebagai berikut: 1. Pembangunan pembangkit listrik baru untuk memenuhi kebutuhan energi bagi industri dan perumahan baru yang akan dikembangkan pada kawasan – kawasan pertumbuhan baru; 2. Meningkatkan upaya eksplorasi sebagai kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh cadangan migas; 3. Peningkatan pengelolaan lingkungan akibat penambangan termasuk pencegahan, penanggulangan pencemaran atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup; e. pengembangan prasarana lingkungan, dengan strategi sebagai berikut : 1. Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terpadu antar kecamatan yang dikelola bersama, secara umum pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat lingkungan maka diperlukan tempat yang jauh dari pemukiman; 2. Meningkatkan teknologi pengomposan sampah organik teknologi daur ulang sampah non organik, teknologi pembakar pembakaran sampah dengan incenerator serta teknologi sanitary landfil ; 3. Pengelolaan lingkungan buatan ditekankan pada pengendalian pencemaran baik di daerah perkotaan maupun perdesaan terutama yang berkaitan dengan perlindungan mutu air tanah, laut dan udara serta pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) secara terpadu.
Paragraf 3 Kebijakan dan Strategi Penetapan Pola Ruang Wilayah Kabupaten Pasal 11
20
Kebijakan dan strategi penetapan pola ruang wilayah kabupaten memuat : a. kebijakan dan strategi penetapan kawasan lindung; b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya. Pasal 12 Kebijakan dan strategi penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf (a), memuat : (1) Penetapan kawasan lindung setempat : a. kawasan sempadan mata air Kebijakan : melindungi kawasan mata air dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu kelestarian fungsi mata air, dengan strategi; 1. pencegahan kegiatan budidaya disekitar mata air yang dapat merusak kualitas mata air ; 2. penetapan minimum berjari-jari 200 meter dari sumber mata air tersebut; b. kawasan sempadan sekitar waduk/embung : kebijakan : melindungi waduk dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi waduk, dengan strategi ; 1. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya disekitar waduk yang dapat mengganggu fungsi waduk; 2. Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar waduk; 3. Pengamanan daerah aliran sungai. c. kawasan sempadan sungai : Kebijakan
:
melindungi
dari
kegiatan
manusia
yang
dapat
mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik air sungai serta mengamankan aliran sungai, dengan strategi; 1. Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya disepanjang sungai yang dapat menggangu atau merusak kualitas air kondisi fisik dan dasar sungai serta alirannya; 2. Pengendalian kegiatan telah ada disekitar sungai; 3. Pengamanan daerah aliran sungai. d. kawasan sempadan pantai :
21
Kebijakan : melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi pantai, dengan strategi; 1. pencegahan kegiatan budidaya di sepanjang pantai yang dapat mengganggu kelestarian fungsi pantai; 2. pencegahan adanya kawasan terbangun di sepanjang garis pantai; 3. pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi maka dilarang ada peralihan fungsi dan harus mempertahankan serta mengembangkan fungsi lindung yang ada misalnya dengan pembentukan hutan mangrove; 4. Pengembalian fungsi lindung pantai yang telah mengalami kerusakan. e. kawasan sempadan hutan bakau. Kebijakan : melindungi kawasan tempat tumbuhnya hutan mangrove diwilayah pesisir/laut yang berfungsi untuk melindungi habitat, ekosistem dan aneka biota laut serta melindungi pantai dari sendimentasi, abrasi dan proses akresi (penambahan pantai) untuk mencegah terjadinya pencemaran pantai, dengan strategi; 1. kegiatan budidaya yang dikembangkan harus disesuaikan dengan karakterisitik setempat dan tetap mendukung fungsi lindungnya; 2. untuk tetap menjaga fungsi lindungnya maka perlu ada rekayasa teknis dalam pengembangan kawasan pantai berhutan bakau; 3. pengembangan kawasan berhutan bakau harus disertai dengan pengendalian pemanfaatan ruang. (2) Penetapan kawasan pelestarian alam dan cagar budaya. Kebijakan : pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran, dengan strategi; 1. mengembangkan pengembangan
zona-zona ilmu
pemanfaatan
pengetahuan,
pariwisata,
ruang rekreasi
untuk dan
pendidikan; 2. pengelolaan taman wisata alam yang memadukan kepentingan pelestarian dan pariwisata/rekreasi alam; 3. melindungi kawasan cagar budaya;
22
4. membuat peraturan pembangunan tidak boleh melebihi tinggi dari bangunan yang bernilai tinggi/situs purbakala. (3) Penetapan kawasan rawan bencana Kebijakan : Perlindungan pada kawasan rawan bencana alam untuk mengeleminasi dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa alam, dengan strategi; 1. penetapan wilayah rawan banjir; 2. penyediaan sistem peringatan dini (early warning system); 3. pelatihan kepada masyarakat di sekitar kawasan rawan bencana. (4) Penetapan perlindungan bawahan Kawasan Hutan Lindung Kebijakan : sebagai keseimbangan hidrologis serta penyerapan air di Kabupaten Bangkalan, dengan strategi : 1. Mengembalikan fungsi lindung bagi kawasan yang telah rusak. 2. Percepatan
Rehabilitasi hutan/reboisasi hutan
lindung dengan
tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung. kawasan Karst 1 kebijakan : sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi di Kabupaten Bangkalan, dengan strategi; 1. penetapan kawasan yang memiliki perbukitan karst mutlak tidak bisa dilakukan eksploitasi dan diperlakukan sebagai kawasan konservasi; 2. percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya masih tetap berfungsi; 3. peningkatan pengawasan kegiatan masyarakat yang berada di kawasan tersebut. Pasal 13 Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf (b), memuat : (1) Penetapan pengembangan kawasan budidaya a. Kawasan hutan produksi biasa
23
Kebijakan : memanfaatkan hasil hutan yang eksploitasinya dilakukan baik dengan cara tebang pilih dan maupun tebang habis, dengan strategi; 1. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan hutan serta peladangan ilegal; 2. pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi konservasi untuk kegiatan pertanian (perkebunan dan tanaman pangan) sesuai dengan fungsinya. b. Kawasan hutan rakyat Kebijakan :
memanfaatkan potensi hutan pada kawasan yang
pemanfaatannya dapat dialihkan untuk kegiatan lain, dengan strategi; 1. Pengembangan pola Hutan Tanaman Industri (HTI); 2. Reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan HPH; 3. Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lain (2) Kawasan pertanian a. Pertanian lahan basah/sawah Kebijakan : mempertahankan kawasan pertanian khususnya sawah beriirigasi
teknis
dan
ditingkatkan
intensifikasinya,
dengan
strategi; 1. Pengembangan sawah irigasi teknis atau pencetakan sawah baru dilakukan dengan memprioritaskan perubahan dari sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi sejalan dengan perluasan jaringan irigasi dan pengembangan waduk/embung; 2. Perubahan kawasan pertanian menjadi non pertanian harus diikuti oleh pengembangan kawasan pertanian baru dengan tetap memperhatikan luas kawasan yang dipertahankan sebagai kawasan pertanian; 3. Pemanfaatan kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi
dan
produktifitas
tanaman
pangan
dengan
mengembangkan kawasan cooperative farming dan hortikultura dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices. b. Kawasan perkebunan dan kawasan pertanian pangan lahan kering
24
Kebijakan : mengembangkan areal produksi perkebunan terutama untuk komoditas utama dengan memanfaatkan dengan potensi lahan, serta mengembangkan kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering, dengan strategi; 1. peremajaan dan perluasan areal tanaman perkebunan; 2. pengembangan wilayah-wilayah tanaman perkebunan sesuai dengan potensi lahannya secara optimal; 3. pengendalian perluasan tanaman perkebunan untuk memelihara kelestarian lingkungan; 4. pengembangan kawasan-kawasan potensial untuk pertanian pangan lahan kering; 5. bila tidak cukup air lahan basah dapat dimanfaatkan untuk lahan kering. c. Kawasan peternakan Kebijakan : mengembangkan produksi usaha ternak terutama untuk komoditas utama dengan mengembangkan ternak unggas dan hewan yang menjadi sektor basis masyarakat Bangkalan, dengan strategi; 1. pengembangan ternak unggulan (ternak besar-ternak kecil) sesuai dengan potensi yang ada; 2. pengembangan kawasan peternakan dengan bermitra antara swasta dan masyarakat. (3) Kawasan pertambangan Kebijakan : mengembangkan kawasan yang mempunyai potensi bahan galian
strategis/vital
untuk
kegiatan-kegiatan
penelitian
umum,
eksploitasi yang termasuk dalam wilayah kuasa pertambangan, dengan strategi; 1. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan pertambangan agar tidak mengganggu fungsi lindung; 2. pengendalian fungsi lindung pada kawasan bekas pertambangan. (4) Kawasan peruntukan industri Kebijakan : Pengelolaan kawasan industri yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya, dengan strategi; pengembangan kawasan perindustrian di wilayah perkotaan dan
25
perdesaaan dalam bentuk peruntukan industri besar,
menengah dan
sentra industri kecil. (5) Kawasan pariwisata Kebijakan : mengembangkan kawasan prioritas yang memiliki objek wisata terutama untuk wisatawan
lokal dan mancanegara yang
pengembangannya diharapkan akan berdampak positif bagi kawasankawasan lainnya, dengan strategi; 1. revitalisasi kawasan wisata; 2. pengembangan prasarana dan sarana kawasan wisata; 3. pembangunan kawasan–kawasan wisata baru untuk menunjang keberadaan Suramadu. (6) Kawasan permukiman a. permukiman kota Kebijakan : mengembangkan kawasan permukiman kota sebagai tempat pemusatan penduduk yang ditunjang oleh penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang memadai sesuai dengan hierarki dan fungsinya, dengan strategi; penataan ruang kota Kabupaten Bangkalan yang terdiri perkotaan Bangkalan, perkotaan Labang dan perkotaan Tragah (Kawasan Kaki Jembatan Suramadu), perkotaan Socah, perkotaan Burneh dan areal pengembangan perkotaan di Kecamatan Arosbaya, Klampis dan Sepulu. b. permukiman perdesaan Kebijakan :
mengembangkan kawasan permukiman yang terkait
dengan kegiatan budidaya pertanian yang tersebar sesuai dengan potensi pertanian, dengan strategi; 1. pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan; 2. penataan lingkungan permukiman desa, penyediaan fasilitas dan utilitas desa. Paragraf 4 Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten Pasal 14
26
Kebijakan dan strategi penetapan kawasan strategis wilayah Kabupaten Bangkalan meliputi : a. kebijakan dan strategi dari kawasan strategis militer; b. kebijakan dan strategi dari kawasan strategis kawasan ekonomi; c. kebijakan dan strategi dari kawasan sudut kepentingan sosial dan budaya; d. Kebijakan dan strategi dari kawasan pengendalian ketat/high control zone; e. Kebijakan dan strategi dari kawasan pesisir dan pulau – pulau kecil. Pasal 15 Kebijakan dan strategi dari kawasan strategis militer sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (a), memuat : kebijakan : pengamanan dan melindungi tempat serta ruang disekitar kawasan militer arsenal Batuporon di Kecamatan Kamal dan Laboratorium senjata militer di Kecamatan Labang; dengan strategi : a. penataan kawasan khusus militer berdasarkan karakteristik kawasan diarahkan agar lokasinya jauh dari kegiatan umum perkotaan dan masyarakat umum; b. penetapan jarak bebas aman kawasan khusus militer dengan guna lahan lainnya, terutama permukiman. Pasal 16 Kebijakan dan strategi dari Kawasan strategis sudut Kepentingan Ketahanan Ekonomi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (b), memuat : kebijakan : peningkatan dan pemantapan kawasan agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah dan mendorong peran wilayah dalam perkembangan wilayah Propinsi dan Nasional; dengan strategi : a. pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS); b. pengembangan Rencana Pelabuhan Petikemas Internasional di Tanjung Bulupandan;
27
c. pengembangan kawasan akses koridor jalan poros Suramadu; d. pengembangan Kawasan Jalan sirip Surabaya-Madura; Pasal 17 Kebijakan dan strategi dari Kawasan strategis sudut Kepentingan sosial dan budaya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (c), memuat : kebijakan : melakukan pengamanan terhadap kawasan atau melindungi tempat serta ruang disekitar bangunan bersejarah, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi; dengan strategi : a. melestarikan kawasan sekitar serta memberikan gambaran berupa relief atau sejarah yang menerangkan obyek/situs tersebut; b. pembinaan masyarakat sekitar untuk ikut berperan menjaga peninggalan sejarah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat yang merata dan adil; c. meningkatkan nilai tambah kawasan melalui pengembangan sebagai obyek wisata sejarah, menjaga dan melestarikan kearifan lokal
(local
indigenous); d. mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan masyarakat; dan e. melestarikan situs warisan budaya bangsa. Pasal 18 Kebijakan dan strategi dari Kawasan Pengendalian Ketat/high Control Zone (HCZ) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (d), memuat
:
kebijakan : Pengendalian terhadap kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang berkelanjutan; dengan strategi : pengendalian terhadap kawasan – kawasan yang
dianggap
mempunyai
kecenderungan
perkembangan
kegiatan
budidaya yang sangat tinggi, pengendalian tersebut digunakan untuk menghindari terjadinya konflik dengan kawasan pengendalian ketat.
28
Paragraf 5 Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Pasal 19 (1) Kebijakan dan strategi penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, adalah meliputi ; Pengembangan kota-kota pesisir di Kabupaten Bangkalan. (2) Kebijakan dan strategi penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : a. Meningkatkan akses menuju kota-kota pesisir yang menjadi orientasi utama di wilayah Kabupaten Bangkalan; b. Mengembangkan
pelayanan
penunjang
kegiatan
perdagangan
internasional, berskala kecil hingga besar; c. Meningkatkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan social – ekonomi masyarakat; d. Meningkatkan
kegiatan
ekonomi
dengan
sebesar-besarnya
memanfaatkan sumber daya lokal (sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan); e. Mempertahankan dan menjaga kelestariannya dengan membatasi pembukaan areal tambak baru yang mengakibatkan terganggunya ekosistem di kawasan pesisir dan pulau – pulau kecil.
BAB III STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum
29
Pasal 20 Struktur pemanfaataan ruang wilayah diwujudkan berdasarkan arahan pengembangan: a. sistem permukiman; b. sistem prasarana wilayah.
Bagian Kedua Sistem Permukiman Pasal 21 Sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, meliputi: a. Sistem pusat kegiatan; b. pengembangan perkotaan Metropolitan; c. Pengembangan kawasan Agropolitan. Pasal 22 (1) Hirarki sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, meliputi : a. Pusat Kegiatan Nasional ( PKN ) yang meliputi : Ibukota Bangkalan, dan kawasan perkotaan Kaki Jembatan Suramadu yang meliputi Kecamatan Labang; b. Pusat Kegiatan Lokal ( PKL ) : meliputi perkotaan di Kecamatan Klampis, Tanjung bumi, Blega dan Kecamatan Tanah Merah yang merupakan pusat dari SSWP; c.
Pusat Pelayanan Kawasan ( PPK ) : meliputi kutub pertumbuhan desa/kelurahan yang berada di PPK ini terletak pada kawasan perkotaan pada masing-masing kecamatan (diluar perkotaan diatas)
30
di Kabupaten Bangkalan yang terletak di sepanjang jalan utama (arteri/kolektor dan lokal primer), keberadaan guna lahan kawasan perdagangan dan jasa serta fasilitas umum dengan skala pelayanan kecamatan; d. Pusat Pelayanan Lokal ( PPL ) meliputi desa-desa yang menjadi area hinterland PPK serta desa-desa yang berada diluar pengaruh secara langsung perkembangan wilayah kota di Ibukota Kecamatan. (2) Pengembangan Perkotaan Metropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yaitu : a. Perkotaan Metropolitan Bangkalan merupakan bagian dari wilayah perkotaan Gerbangkertosusila;
b. pengembangan Kota Metropolitan Bangkalan terdiri atas kota inti, yaitu Kota Bangkalan dan Perkotaan sekitar Kawasan Kaki Jembatan Suramadu dan satelit utama adalah Perkotaan Socah, dan Perkotaan Klampis; c. perkembangan Metropolitan ini didukung oleh sistem angkutan massal perkotaan, bus metro dan prasarana pendukung lainnya. (3) Kawasan Agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, meliputi : Kecamatan Socah – Burneh – Bangkalan ( SOBURBANG ), dengan penetapan Kecamatan Socah sebagai pusat kota tani dikawasan agropolitan. Bagian Ketiga Sistem Prasarana Wilayah Pasal 23 Sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, meliputi : a. sistem prasarana transportasi meliputi:
31
1. hirarki jalan; a. sistem jaringan jalan arteri primer; b. sistem jaringan kolektor primer; c. sistem jaringan lokal primer. 2. prasarana transportasi darat a. terminal penumpang tipe A; b. jaringan kereta api; c. angkutan penyeberangan. 3. prasarana transportasi laut a. pelabuhan petikemas internasional; b. pelabuhan regional; c. pelabuhan khusus; d. pelabuhan lokal. b. sistem prasarana telematika; c. sistem prasarana sumber daya air; d. sistem prasarana energi; e. sistem pengelolaan prasarana lingkungan.
Paragraf 1 Rencana Pengembangan Prasarana Transportasi Jalan Pasal 24 (1) Rencana
pengembangan
sistem
prasarana
transportasi
jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a angka 1, terdiri dari sistem jaringan jalan arteri primer yang dinyatakan dalam status dan fungsi jalan, sistem jaringan kolektor primer, sistem jaringan lokal primer. (2) Rencana pengembangan jalan arteri primer sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan pengembangan ruas jalan yang melalui Surabaya – Jembatan Suramadu – Labang – Tragah – Burneh –Tanah Merah – Galis – Blega –
32
Sampang dan terhubung langsung dari Kota Bangkalan pengembangan jaringan jalan Interchange Burneh – Arosbaya – Pelabuhan Peti Kemas Bulupandan ( Kecamatan Klampis ). (3) Rencana Pengembangan Jalan Kolektor Primer sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi ruas : a. jalan lintas selatan Kabupaten Bangkalan yaitu jaringan yang menghubungkan antara Kecamatan Kamal - Kecamatan Labang Kecamatan Kwanyar - Kecamatan Modung - Kabupaten Sampang; b. jalan lintas utara Kabupaten Bangkalan yaitu jaringan jalan yang menghubungkan antara Kota Bangkalan - Kecamatan Arosbaya Kecamatan Klampis - Kecamatan Sepulu - Kecamatan Tanjungbumi - Kabupaten Sampang; c. jaringan jalan Modung – Blega – Konang – Kokop – Tanjung Bumi yang menghubungkan wilayah pesisir selatan Kabupaten Bangkalan dengan wilayah pesisir utara; d. pengembangan jaringan jalan Bangkalan – Burneh atau Bangkalan – Socah – Morkepek – Burneh sebagai jalan kolektor primer. Hal ini sesuai dengan peran kawasan Perkotaan Bangkalan yang akan dijadikan sebagai wilayah dengan fungsi primer perdagangan dan jasa serta pemerintahan. (4) Rencana Pengembangan Jalan Lokal Primer sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi ruas : a. jaringan jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Labang
-
Desa Parseh; b. jaringan jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Tanah Merah – Geger – Sepulu; c. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Socah- Desa Jaddih (Kecamatan Socah); d. jaringan jalan yang menghubungkan Kwanyar Barat – Dasa Sumur Koneng (Kecamatan Kwanyar); e. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Tanah Merah Laok – Desa Tanah Merah Dajjah (Kecamatan Tanah Merah); f.
jaringan jalan yang menghubungkan Desa Karanganyar – Desa Pandanan (Kecamatan Kwanyar);
33
g. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pandanan – Desa Duwekbuter – Desa Alas Kokon (Kecamatan Kwanyar); h. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Galis – Desa Banyubunih ( Kecamatan Galis); i.
jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pakan Dajjah – Desa Lantek Barat – Desa Lantek timur (Kecamatan Galis );
j.
jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pakan Kranggan Timur – Galis – Paterongan (Kecamatan Galis);
k. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pandan Lajeng – Karang Duwek – Arosbaya (Kecamatan Arosbaya ); l.
jaringan jalan yang menghubungkan Arosbaya – Geger – Kokop;
m. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Katol Barat – Durin Barat – Konang; n. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Sorpah – Petong – Jangkar – Tanahmerah Dajah; o. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Landak – Batangan – Binoh; p. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Binoh – Panggalangan – Tunjung; q. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Dabung – Lerpak – Lantek Timur; r.
jaringan jalan yang menghubungkan Desa Tlokoh – Genteng – Konang;
s. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Galis – Pekandan – Brangkasdajah – Modung; t.
jaringan jalan
yang menghubungkan Desa Tragah – Tambin –
Bajeman – Katetang – Kwanyar Barat; u. jaringan Jalan Desa Masaran – Jl Halim Perdanakusuma. v. Jaringan jalan frontage pada sepanjang koridor Akses Suramadu dari Labang – Burneh.
34
Pasal 25 Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), adalah : (1) Untuk mengefektifkan dan menghubungkan antara fungsi kegiatan utama di tiap wilayah di Kabupaten Bangkalan, direncanakan sistem fungsi jaringan jalan utama yang terdiri dari jaringan jalan primer yaitu Jalan Poros Suramadu serta beberapa jalan yang menghubungkan antar kecamatan di Kabupaten Bangkalan; (2) Jalan Poros Suramadu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) yang melintas di wilayah perencanaan. Jalan tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi struktur kegiatan dan tata ruang di wilayah perencanaan, karena jaringan tersebut akan menarik kegiatan kota/regional menyebar disepanjang jaringan utama. Sehingga akan mempengaruhi pola struktur tata ruang secara keseluruhan. Jalan Poros Suramadu ini melintas dari Kecamatan Labang – Kecamatan Tragah – Kecamatan Burneh – Kecamatan Geger – Kecamatan Arosbaya – Kecamatan Klampis; (3) Merupakan jalan yang menghubungkan pusat kegiatan di tiap PKL dengan pusat kegiatan didalamnya. a. jalan Arteri Primer; b. merupakan jalan dengan persyaratan sebagai berikut : 1. Tidak boleh terganggu oleh lalu lintas dan kegiatan lokal; 2. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; 3. Tidak terputus walaupun memasuki kota; 4. Memiliki kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas jalan lainya. (4) Pengembangan rute angkutan umum dari Kota Surabaya ke Kota Bangkalan melalui Jembatan Suramadu.
Paragraf 2 Rencana Pengembangan Prasarana Terminal Penumpang & Penyeberangan Pasal 26
35
Rencana
pengembangan
prasarana
terminal
penumpang
dan
penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, meliputi : (1) Pembangunan Terminal tipe A di sekitar akses Suramadu. (2) Pengembangan prasarana transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 huruf b, angka 2, dengan beroperasinya Jembatan
Suramadu
dengan
tidak
mematikan
fungsi
Dermaga
penyeberangan yang ada. Penyeberangan Kamal – Ujung akan tetap beroperasi
dengan
kapasitas
dan
mengoptimalkan
layanan
penyeberangan. (3) Pengembangan angkutan penyeberangan untuk prasarana wisata bahari. Rencana Pengembangan Prasarana Transportasi Perkeretaapiaan Pasal 27 Rencana
pengembangan
prasarana
transportasi
perkeretaapian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a angka 2, meliputi : a. melayani angkutan kereta regional maupun nasional; b. melayani sistem angkutan masal GKS berbasis kereta api; c. melayani simpul terminal utama : terminal penumpang laut; d. melayani angkutan barang bagi wilayah industri dan simpul terminal angkutan barang terutama pelabuhan; e. revitalisasi rel kereta api Kamal – Sampang - Pamekasan-Sumenep; f.
Pengembangan jalur kereta api P.Madura – Surabaya. Paragraf 3 Rencana Pengembangan Prasarana Transportasi Laut Pasal 28
Sistem Pengembangan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, angka 3, meliputi :
36
a. pembangunan pelabuhan peti kemas Tanjung Bulupandan di Kecamatan Klampis sebagai pelabuhan peti kemas internasional; b. pengembangan pelabuhan Telaga Biru di Kecamatan Tanjung Bumi menjadi pelabuhan regional; c. pembangunan pelabuhan khusus di Kecamatan Socah sebagai area pelayanan kawasan industri Socah; d. pengembangan pelabuhan di Kecamatan Sepulu dengan pengembangan sebagai pelabuhan lokal.
Paragraf 4 Rencana Pengembangan Prasarana Telematika Pasal 29 Sistem pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c, adalah : (1) Prasarana telematika yang dikembangkan, meliputi : a. sistem kabel; b. sistem seluler; dan c. sistem satelit. (2) Rencana pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan terus ditingkatkan perkembangannya hingga mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau sarana prasarana telematika
mendorong
kualitas
perencanaan
dan
pelaksanaan
pembangunan; (3) Rencana penyediaan infrastruktur telematika, berupa tower BTS (Base Transceiver Station) secara bersama-sama; (4) Untuk meningkatkan pelayanan di wilayah terpencil, pemerintah memberi dukungan dalam pengembangan kemudahan jaringan telematika;
37
(5) Pengelolaan ada di bawah otorita tersendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Paragraf 5 Rencana Pengembangan Prasarana Sumber Daya Air Pasal 30 (1) Sistem prasarana pengairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d meliputi jaringan air bersih (PDAM) dan irigasi; (2) Rencana pengembangan pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan wilayah sungai; (3) Prasarana
pengairan
direncanakan
sesuai
dengan
kebutuhan
peningkatan sawah irigasi teknis dan non teknis baik untuk irigasi air permukaan maupun air tanah; (4) Rencana pengembangan pengairan berdasarkan wilayah sungai; (5) Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan irigasi dilakukan dengan peningkatan jaringan sampai ke wilayah yang belum terjangkau, sedangkan irigasi dengan peningkatan saluran dari sistem setengah teknis dan sederhana ditingkatkan menjadi irigasi teknis. (6) Upaya penanganan untuk meningkatkan layanan fasilitas air bersih di Kabupaten Bangkalan seperti : a. perlindungan terhadap sumber-sumber mata air dan daerah resapan air; b. perluasan daerah tanggapan air; dan c. peningkatan pelayanan dan pengelolaan air bersih oleh PDAM dengan peningkatan sistem jaringan air bersih hingga ke wilayah perdesaan; d. pemenuhan kebutuhan air bersih untuk industri dan permukiman pasca Suramadu dengan peningkatan sistem utilitas Suramadu. (7) Upaya pengembangan pelayanan pengairan dilakukan dengan cara membangun waduk dan embung yang meliputi : a. waduk Blega di Kecamatan Galis; b. embung Pangalangan 1 di Kecamatan Burneh;
38
c. embung Tambak Pocok di Kecamatan Tanjung Bumi; d. embung Sangkiyah di Kecamatan Tanjung Bumi; e. embung Dupok di Kecamatan Tanjung Bumi; f.
embung Paselaju di Kecamatan Tanjung Bumi;
g. embung Pangolangan 2 di Kecamatan Burneh; h. embung Maneron di Kecamatan Sepulu; i.
embung Pakis 3 di Kecamatan Kokop;
j.
embung Mano’an di Kecamatan Kokop;
k. embung Kombangan 1 di Kecamatan Arosbaya; l.
embung Kombangan 2 di Kecamatan Arosbaya;
m. embung Kombangan 3 di Kecamatan Arosbaya; n. embung Kampak di Kecamatan Arosbaya. (8) Pemenuhan kebutuhan air bersih untuk industri dan permukiman dengan memanfaatkan utilitas Jembatan Suramadu. Paragraf 6 Rencana Pengembangan Prasarana Sumber Energi Pasal 31 (1) Pengembangan sumber daya energi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 huruf d dimaksudkan untuk menunjang penyediaan jaringan energi listrik dan pemenuhan energi lainnya. (2) Sumber daya energi adalah sebagian dari sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau energi baik secara langsung maupun dengan proses konservasi atau transportasi. (3) Pengembangan Sarana untuk pengembangan listrik meliputi : a. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Desa Gili Timur Kecamatan Kamal; b. Pengembangan Jaringan Saluran Udara Tenaga Ekstra Tinggi 500 KV dan saluran kabel tegangan tinggi 150 KV diperlukan untuk menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh supply dari Pulau Jawa-Bali, yaitu : 1) Kecamatan Burneh;
39
2) Kecamatan Geger; 3) Kecamatan Arosbaya; 4) Kecamatan Klampis; 5) Kecamatan Sepulu; 6) Kecamatan Tanjung Bumi; 7) Kecamatan Kokop; 8) Kecamatan Konang; 9) Kecamatan Kwanyar; (4) Pengembangan pelayanan energi listrik, meliputi : a. peningkatan
daya
energi
listrik
pada
daerah-daerah
pusat
pertumbuhan dan daerah pengembangan berupa pembangunan dan penambahan gardu-gardu listrik; b. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerahdaerah yang belum terlayani, utamanya bagi sekitar 35 % KK yang belum memperoleh pelayanan energi listrik yang bersumber dari PLN; serta c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi pemerataan pelayanan diseluruh wilayah Kabupaten Bangkalan, sehingga dapat diasumsikan bahwa setiap KK akan memperoleh layanan jaringan listrik, sehingga tidak ada masyarakat yang belum terlayani. (5) Rencana pengelolaan sumber daya energi adalah untuk memenuhi kebutuhan listrik dan energi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Antara lain meliputi : a. Membatasi kegiatan pengembangan di sekitar lokasi SUTT dan SUTET; b. Menetapkan areal konservasi di sekitar lokasi SUTT dan SUTET yaitu sekitar 20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat; serta
c. Menetapkan sempadan SUTT 66 kv tanah datar dan sempadan SUTT 150 kv tanah datar.
40
Paragraf 7 Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan Pasal 32 1. Rencana pengembangan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e, Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan prasarana yang digunakan lintas wilayah administratif. 2. Prasarana yang digunakan lintas wilayah administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) terpadu yang dikelola bersama untuk kepentingan antar wilayah di Kecamatan Tanah Merah; b. Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) Regional di Desa Buluh, Kecamatan Socah; c. tempat pengelolaan limbah industri B3 dan non B3. 3. Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan lintas wilayah administratif, adalah : a. kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah terutama di wilayah perkotaan; b. pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan persyaratan teknis; c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah teknis; serta; d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan; 4. Upaya penanganan permasalahan sanitasi/limbah khusus rumah tangga, meliputi : a. pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada pemenuhan fasilitas septic tank pada masing-masing KK; dan b. pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga dapat dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap KK serta fasilitas sanitasi umum.
41
5. Penyediaan prasarana pengelolaan limbah bagi industri dan perumahan baru yang akan didirikan dengan ketentuan; setiap industri harus memiliki Induk Pembuangan Akhir Limbah (IPAL) baik terpadu maupun sendiri.
BAB IV RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 33 Pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran kawasan lindung dan kawasan budidaya. Bagian Kedua Pelestarian Kawasan Lindung Paragraf 1 Pola Ruang Untuk Kawasan Lindung Pasal 34 (1) Pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, meliputi : a. kawasan perlindungan setempat; b. kawasan pelestarian alam & cagar budaya; c. kawasan rawan bencana alam; d. Kawasan perlindungan bawahan. (2) Sebaran kawasan lindung sebagaimana dimaksud ayat (1) sebagaimana tercantum pada lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 35 Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a, meliputi :
42
a. kawasan sempadan mata air; b. kawasan sempadan sekitar waduk/danau; c. kawasan sempadan sungai; d. kawasan sempadan pantai; e. kawasan sempadan hutan bakau/mangrove.
Pasal 36 Kawasan pelestarian alam & cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b, meliputi: a. kawasan pelestarian, meliputi Wanawisata Gunung Geger, Kecamatan Geger dengan luas 30,2 Ha; b. Cagar budaya untuk lingkungan bangunan non-gedung meliputi : 1. makam Aer Mata Ratu Ebuh seluas ± 560 m 2 di Kecamatan Arosbaya; 2. makam Syaichona Kholil ± 300 m2 di Kecamatan Bangkalan; 3. makam Agung, seluas ± 350 m2 di Kecamatan Arosbaya; c. Cagar budaya untuk lingkungan bangunan gedung adalah pelestarian bangunan Klenteng Eng An Bio seluas ±435 m2 di Kecamatan Bangkalan, Menara Mercusuar ±200 m2 di Kecamatan Socah dan Benteng Kolonial + 10.000 m2. Pasal 37 Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c, meliputi : (1) Kawasan rawan longsor dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Kecamatan Blega; b. Kecamatan Konang.
43
(2) Kawasan rawan Banjir dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Kecamatan Blega; b. Kecamatan Arosbaya. Pasal 38 Kawasan perlindungan bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf d, meliputi ; hutan lindung seluas 634,8 ha, yaitu di ; Kecamatan Blega seluas 87,9 ha dan Kecamatan Sepulu seluas 546,9 ha.
Paragraf 2 Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 39 (1) Rencana
pengelolaan
kawasan
lindung
meliputi
semua
upaya
perlindungan, pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi yang berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya; (2) Rencana pengelolaan kawasan lindung dimaksud meliputi : perlindungan setempat, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam. Pasal 40 Rencana pengelolaan kawasan yang memberi perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), adalah :
44
a. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sekitar mata air, adalah : 1. Penetapan perlindungan pada sekitar mata air ini adalah minimum berjari-jari 200 meter dari sumber mata air tersebut jika di luar kawasan permukiman dan 100 meter jika di dalam kawasan permukiman. Terutama sungai Pocong di Kecamatan Tragah yang merupakan sumber mata air terbesar kabupaten Bangkalan. Di sekitar kawasan sumber air tersebut dapat ditanami dengan jenis tanaman yang dapat mengikat air, sehingga kawasan di sekitar sumber air juga dapat digunakan sebagai daerah resapan; 2. Untuk mata air yang terletak pada kawasan lindung, maka perlindungan sekitarnya tidak dilakukan secara khusus, sebab pada kawasan lindung tersebut sudah sekaligus berfungsi sebagai perlindungan terhadap lingkungan dan air. b. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sekitar waduk/danau, adalah : 1. Perlindungan sekitar waduk/danau blega untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air; 2. Pengelolaan Waduk Blega selain untuk irigasi, pengendali air, perikanan, sumber energi listrik juga untuk pariwisata. Untuk itu diperlukan pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di atasnya; 3. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutup tanah atau ground cover untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap air; serta 4. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi waduk. c. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sempadan sungai, adalah : 1. Perlindungan pada sungai besar di luar kawasan permukiman ditetapkan minimum 100 meter kiri-kanan sungai. Termasuk sungai besar di Kabupaten Bangkalan ini antara lain adalah : Sungai Budduh, Sungai Jambu, Sungai Pocong, dan Sungai Penyantren;
45
2. Perlindungan terhadap anak sungai - anak sungai diluar permukiman ditetapkan minimum 50 meter. Termasuk pada wilayah ini adalah seluruh anak Sungai Budduh, anak Sungai Jambu dan Anak Sungai Pocong; 3. Pada sungai besar dan anak sungai yang melewati kawasan permukiman ditetapkan minimum 15 meter. Kawasan ini terdapat di Kecamatan Bangkalan, Arosbaya, Konang, Blega, dan Tanjung Bumi. d. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sempadan pantai, adalah : 1. perlindungan kawasan sempadan pantai 100 meter dari pasang tertinggi dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas pantai; 2. pada sempadan pantai dan sebagian kawasan pantai yang merupakan pesisir terdapat ekosistem bakau, terumbu karang, padang lamun, dan estuaria harus dilindungi dari kerusakan; 3. pada kawasan sepanjang pantai yang termasuk sebagai kawasan lindung memiliki fungsi sebagai kawasan budidaya seperti : permukiman perkotaan dan perdesaan, pariwisata, pelabuhan, pertahanan dan keamanan, serta kawasan lainnya. Pengembangan kawasan ini harus dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang kawasan pesisir; 4. melakukan sistem peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya bencana; 5. memantapkan kawasan
lindung
di daratan
untuk menunjang
kelestarian kawasan lindung pantai; 6. bangunan di pantai diarahkan di luar sempadan pantai, kecuali bangunan yang harus ada di sempadan pantai seperti dermaga, tower penjaga keselamatan pengunjung pantai; e. Pengelolaan
Kawasan
Perlindungan
Setempat
Sempadan
Hutan
Bakau/mangrove, adalah: 1. pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau dilakukan melalui penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai; 2. pengembangan kegiatan budidaya di kawasan pantai berhutan bakau; 3. Kegiatan budidaya yang dikembangkan harus disesuaikan dengan karakteristik setempat dan tetap mendukung fungsi lindungnya;
46
4. Untuk tetap menjaga fungsi lindungnya maka perlu adanya rekayasa teknis dalam pengembangan kawasan pantai berhutan bakau; 5. Pengembangan kawasan pantai berhutan bakau harus disertai dengan pengendalian pemanfaatan ruang; 6. Koefisien dasar kegiatan budidaya terhadap luas hutan bakau maksimum 30 %. Pasal 41 Rencana pengelolaan kawasan pelestarian alam dan kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), adalah : a. pengelolaan kawasan taman wisata alam, adalah : 1. Mengupayakan pengembalian fungsi lindung pada wilayah yang telah dibuka, dengan reboisasi sesuai jenis tumbuhan dengan tegakan yang dapat memberikan fungsi lindung; 2. Pengelolaan kawasan penyangga dengan tanaman produktif dengan tegakan yang dapat memberikan fungsi lindung; b. Pengelolaan kawasan cagar budaya adalah : 1. Meningkatkan pelestarian pada bangunan peninggalan sejarah dan budaya; 2. Pada kawasan sekitar bangunan cagar budaya harus dikonservasi untuk kelestarian dan keserasian benda cagar budaya, berupa pembatasan pembangunan, pembatasan ketinggian, dan menjadikan tetap terlihat dari berbagai sudut pandang; 4. Menetapkan pembatasan bangunan yang terdapat disekitar kawasan cagar budaya; 5. Sebagai obyek daya tarik wisata sejarah. Pasal 42 Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), adalah : a. Pengelolaan kawasan rawan bencana longsor, adalah :
47
1. Pencegahan yaitu segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk meniadakan sebagian atau seluruh akibat bencana; 2. Mitigasi, yaitu upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau memperkecil ancaman bencana; b. Pengelolaan kawasan rawan bencana banjir, adalah : 1. Pelestarian dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara lintas wilayah; 2. Pembuatan tanggul pada kawasan Daerah Aliran Sungai dengan prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir; 3. Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air. Pasal 43 Rencana pengelolaan kawasan lindung bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 Ayat (2), adalah; a. Pengelolaan kawasan hutan lindung, adalah : 1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional, baik ditinjau dari fungsi dan luasan hutan maupun sebaran lokasi; 2. Percepatan
rehabilitasi
hutan/reboisasi
hutan
lindung
dengan
tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung b. Pengelolaan kawasan Kars 1, adalah : 1. Kawasan yang memiliki perbukitan karst 1 mutlak tidak bisa dilakukan eksploitasi dan diperlakukan sebagai kawasan konservasi; 2. Percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya masih tetap berfungsi; 3. Peningkatan patroli. Bagian Ketiga Pengembangan Kawasan Budidaya Paragraf 1 Pola Ruang Kawasan Budidaya Pasal 44
48
(1) Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 meliputi: a. Kawasan Hutan; b. Kawasan Pertanian; c. Kawasan Pertambangan; d. Kawasan Peruntukan Industri; e. Kawasan Pariwisata; f.
Kawasan Permukiman;
g. Kawasan Perdagangan dan Jasa; h. Kawasan Ruang Terbuka Hijau; i.
Kawasan Pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Sebaran
kawasan
budidaya
sebagaimana
dimaksud
ayat
(1)
sebagaimana tercantum pada lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 45 Kawasan
hutan
produksi
dan
hutan
rakyat
seluas
12.341,63
ha,
sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 44 ayat (1) huruf a, meliputi : a. Hutan Produksi : Kecamatan Geger luas 2180.4 ha dan Kecamatan Blega luas 1655,61 ha; b. Hutan Rakyat : Kecamatan Arosbaya 147,00 ha, Kecamatan Kokop 2.242 ha, Kecamatan Tanah Merah 1.231,91 ha, Kecamatan Kwanyar 846,31 ha, Kecamatan Konang 762 ha, Kecamatan Klampis 125,37 ha, Kecamatan Sepulu 1,573 ha, Kecamatan Burneh 200 ha, Kecamatan Tragah 732,69 ha, Kecamatan Tanjung Bumi 535,50 ha, Kecamatan Labang 296,96 ha, Kecamatan Modung 1.209 ha, Kecamatan Galis 1.744,65 ha, Kecamatan Socah 349,00 ha. Pasal 46 (1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b meliputi pertanian lahan basah, lahan kering, Tahunan dan perkebunan, peternakan dan perikanan;
49
(2) Kawasan pertanian lahan basah atau sawah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai kawasan lahan abadi pertanian pangan, direncanakan 12161,76 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyebar hampir semua kecamatan di Kabupaten Bangkalan; (3) Kawasan perkebunan seluas 3846.07 ha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak disemua Kecamatan; (4) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : peternakan ternak besar, peternakan ternak kecil, peternakan unggas sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) terletak
hampir disemua
Kecamatan; (5) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1), meliputi : perikanan tangkap, perikanan budidaya air payau, perikanan budidaya air tawar, dan perikanan budidaya laut, yang terletak di Kecamatan Kamal, Labang, Kwanyar, Socah, Bangkalan, Arosbaya, Tanjung Bumi, Sepulu, dan Klampis. Pasal 47 (1) Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf c, meliputi pertambangan bahan galian golongan galian strategis, golongan bahan galian vital dan golongan bahan galian yang tidak termasuk kedua golongan di atas; (2) Pertambangan galian golongan galian strategis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terletak di Kecamatan Kamal, Labang, Tragah, Kwanyar, Galis, Konang, Modung, dan Blega. Pasal 48 (1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf d, terdiri atas : kawasan industrial estate, sentra industri kecil, zona industri; (2) Pengembangan Kawasan sentra industri kecil & menengah di wilayah Kaki Jembatan Suramadu yang terintegrasi dengan kawasan pemukiman
50
untuk industri dan kawasan perdagangan dan jasa serta pelayanan umum yang melayaninya di Kecamatan Labang; (3) Pengembangan industrial estate & zona industri di Kawasan Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Bulupandan di Kecamatan Klampis. Kawasan industri memiliki luas lahan sebesar 1600 ha; (4) Pengembangan industrial estate di Kecamatan Socah dengan luas wilayah 800 Ha; (5) Pengembangan Zona Industri di Kecamatan Tragah dengan luas lahan 640 Ha dan menjadi kawasan peruntukan industri dengan desain zona industri; (6) Home industry yang menyebar, pada beberapa sentra yaitu : industri rumah tangga batik Madura dan industri hasil laut berupa terasi di Kecamatan Tanjung Bumi; industri gerabah / anyaman bambu di Kecamatan Konang; Industri pembuatan kasur di kecamatan Tanah Merah ; industri pembuatan emping melinjo di Kecamatan Burneh ; industri pengeringan dan minuman saribuah di Kecamatan Labang; industri pembuatan krupuk udang dan petis di Kecamatan Socah serta beberapa industri lainnya.
Pasal 49 (1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf e; terdiri atas: kawasan wisata alam pegunungan dan kawasan wisata alam pantai, kawasan budaya dan kawasan wisata minat khusus; (2) Kawasan pariwisata alam pegunungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terletak di wanawisata Gunung Geger, Kecamatan Geger; (3) kawasan pariwisata alam pantai meliputi :
a. Pantai Rongkang, Kecamatan Kwanyar; b. Pantai Siring Kemuning, Tanjung Bumi; c. Pantai Marina, Kecamatan Labang & Kamal.
51
(4) Kawasan pariwisata budaya meliputi :
a. Pesarean Syaichona Kholil, Kecamatan Bangkalan; b. Makam Aer Mata, Kecamatan Arosbaya. (5) Kawasan pariwisata minat khusus, meliputi : a. Taman Rekreasi Kota, Kecamatan Bangkalan; b. Taman Wisata Permainan Alam, Kecamatan Labang; c. Taman Satwa, Kecamatan Labang. Pasal 50 (1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf f, meliputi permukiman perdesaan ; (2) Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. permukiman pusat perdesaan; b. permukiman desa; dan c. permukiman pada pusat perdusunan. (3) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. permukiman perkotaan sedang; dan b. permukiman perkotaan kecil. Pasal 51 Kawasan Perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf g, meliputi : 1) Kawasan perdagangan dan jasa di Kaki Jembatan Suramadu; 2) Kawasan perdagangan dan jasa dikawasan Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Bulu Pandan, Kecamatan Klampis;
3) Kawasan perdagangan dan jasa di setiap Ibu Kota Kecamatan; 4) Pada kawasan perdagangan terpadu wajib menyediakan prasarana lingkungan, utilitas umum, area pedagang informal, dan fasilitas sosial dengan proporsi 40% dari keseluruhan luas lahannya yang selanjutnya diarahkan terintergrasi pada lokasi perdagangan dan jasa.
52
Pasal 52 Kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf h, meliputi ruang terbuka hijau di perkotaan dan secara keseluruhan seperti yang terdiri dari
persawahan, tegalan, perkebunan, hutan rakyat, dan
sebagian emplacement militer. Pasal 53 Kawasan Pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf i, meliputi kawasan pesisir selatan, kawasan pesisir utara, dan pulau kecil Karang Jamuang di perairan Laut Jawa. Paragraf 2 Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya Pasal 54 (1) Rencana pengelolaan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud Pasal 44 ayat (1), meliputi segala usaha untuk meningkatkan pendayagunaan lahan yang dilakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem; (2) Rencana pengelolaan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : kawasan hutan, kawasan pertanian, kawasan pertambangan,
kawasan
industri,
kawasan
pariwisata,
kawasan
permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan ruang terbuka hijau, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Pasal 55 Rencana pengelolaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah : a. pengolahan hasil hutan sehingga memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dan memberikan kesempatan kerja yang lebih banyak;
53
b. peningkatan partisipasi masyarakat sekitar hutan melalui pengembangan hutan kerakyatan; c. pengembangan dan diversifikasi penamanam jenis hutan sehingga memungkinkan untuk diambil hasil non kayu, seperti buah dan getah; d. peningkatan fungsi ekologis melalui pengembangan sistem tebang pilih, tebang gilir dan rotasi tanaman yang mendukung keseimbangan alam; dan e. meningkatkan perwujudan hutan kota. Pasal 56 Rencana pengelolaan kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah : a. sawah beririgasi teknis harus dipertahankan luasannya; b. sawah beririgasi sederhana dan setengah teknis secara bertahap dilakukan peningkatan menjadi sawah beririgasi teknis; c. kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produktifitas tanaman pangan dengan mengembangkan d. kawasan cooperative farming dan hortikultura dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices; e. kawasan pertanian lahan kering secara spesifik dikembangkan dengan memberikan tanaman Tahunan yang produktif, dan kawasan ini merupakan
kawasan
yang
boleh
dialihfungsikan
untuk
kawasan
terbangun dengan berbagai fungsi, sejauh sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang; f.
perkebunan yang juga memiliki fungsi perlindungan kawasan seperti di Kecamatan Geger, Blega dan Konang sebagian merupakan kawasan yang telah dialihfungsikan menjadi tanaman semusim. Lokasi ini harus dikembalikan
menjadi
perkembunan
kembali
dengan
melibatkan
masyarakat; g. peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan melalui peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan masing-masing;
54
Pasal 57 Rencana pengelolaan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah : a. peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan melalui peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan masing-masing; dan b. penetapan
komoditi tanaman
kesesuaian
lahan,
Tahunan
konservasi
tanah
selain dan
mempertimbangkan air,
juga
perlu
mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan keindahan/estetika. Pasal 58 Rencana pengelolaan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah : a. meningkatkan
kegiatan
peternakan
secara
alami
dengan
mengembangkan padang penggembalaan, dan pada beberapa bagian dapat menyatu dengan kawasan perkebunan atau kehutanan; b. kawasan peternakan dalam skala besar dikembangkan pada lokasi tersendiri, diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi pakan ternak; c. mengembangkan sistem inti - plasma dalam pengembangan peternakan; d. mengolah hasil ternak sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi; e. pengembangan ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu komoditas ternak yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif; dan f.
ternak unggas dan ternak lain yang memiliki potensi penularan penyakit pada manusia harus dipisahkan dari kawasan permukiman.
55
Pasal 59 Rencana pengelolaan kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), adalah : a. mempertahankan,
merehabilitasi
dan
merevitalisasi
tanaman
bakau/mangrove; b. pengembangan kawasan perikanan tangkap dan perikanan budidaya; c. menjaga kelestarian sumber daya air terhadap pencemaran limbah industri maupun limbah lainnya serta mempertahankan habitat alami ikan.
Pasal 60 Rencana pengelolaan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) , adalah : a. pengembangan mempertimbangkan
kawasan
pertambangan
potensi
bahan
galian,
dilakukan kondisi
dengan
geologi
dan
geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan; b. pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi/reklamasi sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan, dengan melakukan penimbunan tanah subur dan/atau bahan-bahan lainnya, sehingga menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup; c. setiap
kegiatan
usaha
pertambangan
harus
menyimpan
dan
mengamankan tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan; d. meminimalisasi penggunaan bahan bakar kayu untuk pembakaran kapur dan batubata – genting, sebab dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan; e. pada kawasan yang teridentifikasi bahan tambang golongan B atau A (migas) dan bernilai ekonomi tinggi, sementara pada bagian atas kawasan penambangan adalah kawasan lindung atau kawasan budidaya sawah yang tidak boleh alih fungsi, atau kawasan permukiman, maka
56
eksplorasi
dan/atau
eksploitasi
tambang
harus
disertai
AMDAL,
kelayakan secara lingkungan, sosial, fisik dan ekonomi terhadap pengaruhnya dalam jangka panjang dan skala yang luas; f.
menghindari dan meminimalisir kemungkinan timbulnya dampak negatif dari kegiatan sebelum, saat dan setelah kegiatan penambangan, sekaligus disertai pengendalian yang ketat; dan
g. pemanfaatan lahan bekas tambang yang merupakan lahan marginal untuk pengembangan komoditas lahan dan memiliki nilai ekonomi seperti tanaman jarak pagar. Pasal 61 Rencana pengelolaan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah : a. kawasan peruntukan industri prioritas yang akan dikembangkan di Kabupaten Bangkalan adalah di kawasan Kaki Jembatan Suramadu – Zona industri EJIIZ; b. kawasan peruntukan industri yang dikembangkan di Desa Dakiring Kecamatan Socah akan didukung oleh pelabuhan dan permukiman dalam skala besar. Pasal 62 Rencana pengelolaan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah : a. pengembangan wisata di Kabupaten Bangkalan dilakukan dengan membentuk wisata unggulan daerah; b. revitalisasi kawasan wisata; c. mengembangkan promosi wisata; d. obyek
wisata
alam
dikembangkan
dengan
tetap
menjaga
dan
melestarikan alam; e. tidak melakukan pengerusakan; f.
melestarikan perairan pantai, dengan memperkaya tanaman mangrove;
g. menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah;
57
h. meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk menambah koleksi budaya. Pasal 63 Rencana pengelolaan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), adalah : a. secara umum kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan harus dapat menjadikan sebagai tempat hunian yang aman, nyaman dan produktif, serta didukung oleh sarana dan prasarana permukiman; b. setiap kawasan permukiman dilengkapi dengan sarana dan prasarana permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing; c. permukiman perdesaan sebagai hunian berbasis agraris, dikembangkan dengan memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan kurang produktif sebagai basis kegiatan usaha; d. permukiman perdesaan yang berlokasi di pegunungan dikembangkan dengan berbasis perkebunan dan hortikultura, disertai pengolahan hasil. Permukiman perdesaan yang berlokasi di dataran rendah, basis pengembangannya adalah pertanian tanaman pangan dan perikanan darat, serta pengolahan hasil pertanian. Selanjutnya perdesan di kawasan pesisir dikembangkan pada basis ekonomi perikanan dan pengolahan hasil ikan; e. permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang layak dan dilayani oleh sarana dan oprasarana permukiman yang memadai; f.
perkotaan
besar
dan
menengah
penyediaan
permukiman
selain
disediakan oleh pengembang dan masyarakat, juga diarahkan pada penyediaan kasiba/lisiba mandiri, perbaikan kualitas permukiman dan pengembangan perrumahan secara vertikal; g. membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan dan penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster permukiman disediakan ruang terbuka hijau; h. pengembangan
permukiman
perkotaan
kecil
pembentukan pusat pelayanan kecamatan; serta
dilakukan
melalui
58
i.
pengembangan permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah lingkungan hidup dan bersesuaian dengan rencana tata ruang. Pasal 64
Rencana pengelolaan kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah : pengembangan kawasan agropolitan yang telah ditetapkan pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Socah, Bangkalan dan Burneh
tersebut
sehingga
dapat
membantu
pertumbuhan
kawasan
sekitarnya. Pasal 65 Rencana pengelolaan kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah: a. memfasilitasi kegiatan transaksi perdagangan dan jasa antar masyarakat yang membutuhkan (sisi permintaan) dan masyarakat yang menjual jasa (sisi penawaran); b. penyerapan tenaga kerja di perkotaan dan memberikan kontribusi yang dominan terhadap PDRB. Pasal 66 Rencana pengelolaan kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah: a. pengawasan dan pengendalian terhadap kawasan yang ditetapkan sebagai RTH;
b. pemanfaatan terhadap ruang tebuka hijau yang dapat menjaga kelestarian dan menjaga agar tidak terjadi alih fungsi lahan;
59
c. Pemerintah memberi prioritas pertama terhadap penggantian lahan yang terkena RTH kepada masyarakat yang akan mengalihkan tanahnya. Pasal 67 Rencana pengelolaan kawasan pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), adalah: a. rencana pengelolaan kawasan pesisir merupakan kawasan yang ditetapkan dalam skala kabupaten meliputi : perlindungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, pemanfaatan untuk kepentingan ekonomi (misalnya untuk pariwisata, industri dan lain-lain), kepentingan wisata dan ritual, kepentingan perhubungan dan kepentingan militer; b. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk perlindungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil ; c. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk kepentingan ekonomi; d. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk kepentingan wisata dan ritual; e. rencana pengelolaan kawasan pesisir untuk kepentingan perhubungan dan kepentingan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : kawasan ini akan dikelola secara khusus oleh otorita kepelabuhan dan menyatu dengan kawasan perkotaan dalam skala luas.
BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN Bagian Kesatu Umum Pasal 68 Penetapan kawasan strategis Kabupaten Bangkalan meliputi : (1) Beberapa kawasan yang merupakan kawasan strategis di Daerah adalah sebagai berikut : a. Kawasan strategis militer; b. Kawasan strategis ekonomi;
60
c. Kawasan strategis sosio-kultural; d. Kawasan pengendalian ketat
(2) Beberapa kawasan yang merupakan kawasan strategis di Kabupaten Bangkalan adalah sebagai berikut : a. kawasan untuk kepentingan hankam adalah Gudang amunisi di Kecamatan Kamal, Laboratorium Angkatan Laut di Kecamatan Labang; b. kawasan
untuk
kepentingan
pertumbuhan
ekonomi
adalah
pengembangan kawasan strategis ekonomi meliputi; 1. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu 2. Kawasan pelabuhan peti kemas Tanjung Bulupandan 3. Koridor Akses Suramadu 4. Kawasan jalan sirip akses Suramadu 5. Kawasan Andalan; KAPUK & KAPEKSI c. kawasan untuk kepentingan sosial budaya adalah kawasan sekitar 1. Benteng Kolonial berada di Kecamatan Bangkalan; 2. Pesarean Aer Mata di Kecamatan Arosbaya; 3. Pesarean Syaichona Kholil di Kecamatan Bangkalan d. Kawasan Pengendalian Ketat (HCZ) adalah kawasan meliputi; 1. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS); 2. Koridor akses Suramadu Labang – Burneh; 3. Wilayah aliran sungai; 4. Transportasi terkait area/lingkup
kepentingan pelabuhan &
kawasan disekitar jalan arteri/tol; 5. Jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET); 6. Kawasan pertanian Irigasi Teknis. Bagian Kedua Rencana Pengelolaan Kawasan Strategis Pasal 69
61
(1) Rencana pengelolaan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 Ayat (1) huruf a, merupakan kawasan strategis yang ditetapkan dalam skala kabupaten meliputi : kawasan strategis dari sudut militer, kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, kawasan strategis dari sudut kepentingan sosio-kultural; (2) Rencana pengelolaan kawasan strategis dari sudut militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a) kawasan Gudang Amunisi Batuporon di Kecamatan Kamal dilakukan dengan membatasi perkembangan disekitarnya untuk kegiatan yang menarik pergerakan dalam skala besar; b) kawasan laboratorium Angkatan Laut
di Kecamatan Labang
dilakukan dengan membatasi pengembangan sesuai dengan aturan keselamatan ; (3) Rencana
pengelolaan
kawasan
strategis
dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : kawasan strategis dari sudut kepentingan ketahanan ekonomi akan dikembangkan di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu, Pelabuhan peti kemas di Kecamatan Klampis, jalan akses Suramadu, dan jalan poros Suramadu, serta kawasan andalan yang meliputi KAPUK dan KAPEKSI; dengan sifat berupa kawasan pengendalian ketat; (4) Rencana pengelolaan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah melestarikan makam, situs dan kawasan sekitarnya; (5) Rencana pengelolaan kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah: a. Penataan Kawasan Kaki Suramadu sesuai rencana detail kawasan; b. Pemanfaatan lahan di sepanjang jalan arteri primer Akses Suramadu diperlukan batas dan pengendalian lahan, kondisi ini diperlukan untuk mengantisipasi
adanya
peruntukan
bangunan
yang
akan
menimbulkan bangkitan massa baru; c. Penetapan sempadan sungai tersebut diupayakan untuk memberikan ruang terhadap tata hijau di stren kali terutama pada wilayah perkotaan bangkalan;
62
d. Dalam pemilihan jalur SUTET diupayakan tidak melintas pada daerah pemukiman, hutan lindung maupun cagar alam; e. pada
wilayah
rawan
bencana
perlu
diupayakan
dengan
mensosialisasikan pada masyarakat akibat timbulnya bencana alam longsor/banjir yang disebabkan kerusakan; f.
Tidak adanya alih fungsi lahan kawasan irigasi.
BAB VI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 70 (1) Pemanfaatan
ruang
dilakukan
melalui
pelaksanaan
program
pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya; (2) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana
tata
ruang
dilaksanakan
dengan
mengembangkan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan penagunaan sumber daya alam lain; (3) Dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang Pemerintah Kabupaten Bangkalan menyediakan pencadangan lahan dimasing-masing wilayah untuk pemanfaatan fasilitas umum dan ruang terbuka hijau.
Bagian Kedua Pemanfaatan Ruang Wilayah Paragraf 1 Perumusan Kebijakan Strategis Operasionalisasi Pasal 71 (1) Koordinasi penataan
ruang
dilaksanakan oleh
Penataan Ruang Daerah Kabupaten Bangkalan;
Badan Koordinasi
63
(2) Struktur organisasi tugas dan kewenangan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah ditetapkan oleh Keputusan Bupati Bangkalan. Pasal 72 (1) Penataan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan dilaksanakan secara sinergis dengan Peraturan Daerah lain yang ada di Kabupaten Bangkalan; (2) Penataan ruang dilaksanakan secara menerus dan sinergis antara perencanaan
tata
ruang, pemanfaatan
ruang,
dan
pengendalian
pemanfaatan ruang. Paragraf 2 Prioritas dan Tahapan Pembangunan Pasal 73 (1) Prioritas
pelaksanaan
kemampuan
pembangunan
pembiayaan
dan
disusun
kegiatan
yang
berdasarkan
atas
mempunyai
efek
mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah; (2) Pelaksanaan pembangunan berdasarkan tata ruang dilaksanakan selama 20 Tahun, dibagi menjadi 4 tahap; (3) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dalam kurun waktu 5 Tahun setiap tahapnya. (4) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten meliputi : a. penetapan struktur ruang wilayah; 1. pemanfaatan ruang untuk sistem kawasan permukiman; 2. pemanfaatan ruang untuk pengembangan prasarana wilayah. b. penetapan pola ruang wilayah; dan 1. pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan lindung; 2. pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan budidaya; dan c. penetapan kawasan strategis. 1. Kawasan militer; 2. Pertumbuhan ekonomi; 3. Sosial dan budaya;
64
4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi dan/atau; 5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. d. penetapan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; pengembangan kota-kota pesisir di Kabupaten Bangkalan. Paragraf 3 Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan Struktur Ruang Wilayah Pasal 74 Pemanfaatan ruang untuk penetapan struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (4) huruf a, meliputi : a. pemanfaatan ruang untuk sistem kawasan permukiman; b. pemanfaatan ruang untuk pengembangan prasarana wilayah. Pasal 75 Pemanfaatan ruang untuk sistem kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada pasal 73 ayat (4) huruf b, meliputi : a. membentuk pusat kegiatan yang terintegrasi dan berhirarki di Bangkalan ; dan b. pengembangan hirarki permukiman secara berjenjang dan bertahap sesuai pengembangan permukiman secara terpadu.
Pasal 76 Pemanfaatan
ruang
untuk
penetapan
fungsi
kawasan
permukiman
sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (4) huruf c, meliputi : 1. Pengembangan produk unggulan perdesaan;
65
2. Penetapan kawasan lahan abadi pertanian pangan; dan 3. Pengembangan sistem agropolitan pada kawasan potensial; 4. Pengembangan interaksi kawasan perkotaan sebagai kota satelit Metropolitan Surabaya; 5. Memberikan
pelayanan
sosial
ekonomi
sesuai
potensi
kawasan
perkotaan dan peran yang harus diemban dalam skala yang lebih luas; dan 6. Pengembangan kawasan perkotaan ibukota kecamatan. Pasal 77 Pemanfaatan ruang untuk wilayah untuk pengembangan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (4) huruf d, meliputi : a. pengembangan transportasi jalan raya : 1. Pengembangan
jalan
dalam
mendukung
pertumbuhan
dan
pemerataan wilayah; dan 2. Pengembangan infrastruktur pendukung pertumbuhan wilayah berupa terminal. b. pengembangan transportasi kereta api adalah dengan revitalisasi jaringan rel KA mati; c. pengembangan
sistem
transportasi
massal
dan
infrastruktur
pendukungnya. pengembangan transportasi laut : 1. Pengembangan akses eksternal kawasan dalam lingkup yang lebih luas; 2. Pengembangan akses internal kawasan yang menghubungkan simpul-simpul kegiatan; 3. Optimalisasi pelayanan pelabuhan dari segi ketersediaan sarana pendukung; 4. Optimalisasi pelayanan pelabuhan dari segi ketersediaan prasarana pendukung; 5. Optimalisasi pelayanan pelabuhan dari segi sosial ekonomi; dan 6. Penyiapan kelembagaan operasional pengelola kawasan pelabuhan dan Kawasan Tanjung Bulu Pandan secara keseluruhan.
66
d. pengembangan prasarana telematika : 1. Peningkatan jangkauan pelayanan dan kemudahan mendapatkannya; dan 2. Peningkatan jumlah dan mutu telematika tiap wilayah. e. pengembangan prasarana Sumber daya air : 1. Peningkatan sistem jaringan pengairan; dan 2. Optimalisasi fungsi dan pelayanan prasarana pengairan. f.
pengembangan prasarana energi / listrik : 1. Optimalisasi tingkat pelayanan; 2. Perluasan jangkauan listrik sampai ke pelosok desa; dan 3. Peningkatan kapasitas dan pelayanan melalui sistem koneksi;
g. pengembangan prasarana lingkungan : 1. Mereduksi sumber timbunan sampah sejak awal; 2. Optimalisasi tingkat penanganan sampah perkotaan; 3. Optimalisasi tingkat penanganan sampah perdesaan; 4. Penetapan kawasan Ruang Terbuka Hijau; dan 5. Menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih. Paragraf 4 Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan Pola Ruang Wilayah Pasal 78 Pemanfaatan ruang untuk penetapan pola ruang wilayah sebagaimana meliputi : a. pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan lindung; b. pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan budidaya; dan Pasal 79 Pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, meliputi : a. penetapan fungsi lindung pada kawasan perlindungan setempat;
67
b. penetapan fungsi lindung pada kawasan pelestarian alam & cagar budaya; c. penetapan fungsi lindung pada kawasan rawan bencana.
Pasal 80 Pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf b, meliputi : a. Pengembangan kawasan hutan; b. Pengembangan kawasan pertanian; c. Pengembangan kawasan pertambangan; d. Pengembangan kawasan Peruntukan industri; e. Pengembangan kawasan pariwisata; f.
Pengembangan kawasan permukiman;
g. Pengembangan kawasan perdagangan & jasa; h. Pengembangan ruang terbuka hijau; i.
Pengembangan kawasan pesisir & pulau – pulau kecil. Pasal 81
Pemanfaatan ruang untuk pengelolaan kawasan lindung dan budidaya meliputi : a. Mengoptimalkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya; b. Pemantapan kawasan lindung sesuai fungsi perlindungan masingmasing; c. Arahan penanganan kawasan budidaya; dan d. Pengaturan kelembagaan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya.
Paragraf 5 Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan Kawasan Strategis
68
Pasal 82 Pemanfaatan ruang untuk penetapan kawasan strategis sebagaimana meliputi : a. mengendalikan
perkembangan
ruang
sekitar
kawasan
strategis
kabupaten; b. mempertahankan fungsi dan peran kawasan Militer; c. mengembangkan kegiatan pendukung kawasan Tanjung Bulupandan bagi pelabuhan nasional / internasional, dan perindustrian serta pengembangan kawasan andalan; d. memantapkan fungsi lindung pada kawasan Sosial Budaya; dan e. memantapkan kawasan perlindungan ekosistem dan lingkungan hidup.
BAB VII ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 83 Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah di Daerah sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang, meliputi : a. Arahan peraturan zonasi sistem kabupaten; b. Arahan perizinan; c.
Arahan insentif dan disinsentif; serta
d. Ketentuan sanksi.
Bagian Kedua Arahan Peraturan Zonasi Sistem Kabupaten Pasal 84 (1) Arahan peraturan zonasi sistem kabupaten sebagaimana dimaksud pada Pasal 83 huruf a, digunakan sebagai pedoman dalam menyusun peraturan zonasi. (2) Arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat :
69
a. arahan peraturan zonasi struktur ruang, meliputi : 1. sistem permukiman; 2. sistem prasarana wilayah; b. arahan peraturan zonasi pola ruang, meliputi : 1. kawasan lindung; dan 2. kawasan budidaya. Paragraf 1 Arahan Peraturan Zonasi Struktur Ruang Pasal 85 Arahan peraturan zonasi struktur ruang untuk sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah di Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (2) huruf a, disusun dengan memperhatikan : a. Pemanfaatan ruang di sekitar jaringan infrastruktur wilayah nasional dan Daerah, serta untuk mendukung berfungsinya sistem permukiman; b. Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan terhadap fungsi sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah; c. Pembatasan intensitas pemanfaaan ruang agar tidak mengganggu fungsi sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah. Pasal 86 (1) Arahan zonasi untuk sistem permukiman di Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (2) huruf a, terdiri dari arahan zonasi untuk PKN, PKW, PPK, dan PPL. (2) Arahan zonasi untuk PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala nasional dan regional/antar provinsi; dan b. pengembangan
fungsi
kawasan
perkotaan
sebagai
pusat
permukiman dengan intensitas pemanfaatan ruang tingkat menengah hingga tinggi, melalui pengembangan ruang ke arah vertikal guna efisiensi lahan.
70
(3) Arahan zonasi untuk PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi antar Kabupaten; dan b. Pengembangan
fungsi
kawasan
perkotaan
sebagai
pusat
permukiman dengan intensitas pemanfaatan ruang tingkat menengah, melalui pengendalian pengembangan ruang ke arah horisontal. (4) Arahan zonasi untuk PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala Kabupaten yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan. Pasal 87 (1) Arahan zonasi untuk sistem prasarana wilayah di Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (2) huruf b, terdiri dari arahan zonasi untuk : a. jaringan jalan Kabupaten; b. pelabuhan umum; c. jaringan energi; d. telekomunikasi.
(2) Arahan zonasi untuk jaringan jalan disusun dengan memperhatikan : a. pemanfaatan ruang di sepanjang jalan dengan tingkat intensitas menengah hingga
tinggi yang
kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi; b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan; c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan. (3) Arahan zonasi untuk pelabuhan umum disusun dengan memperhatikan :
71
a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan; b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut; c. pembatasan pemanfaatan ruang di lingkungan kerja dan kepentingan pelabuhan, yang telah mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. (4) Arahan zonasi untuk sistem jaringan energi di Kabupaten disusun dengan memperhatikan :
a. pemanfaatan
ruang
di
sekitar
pembangkit
listrik
yang
memperhitungkan jarak aman dari kegiatan lain;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Arahan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi di Kabupaten Bangkalan disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk penempatan stasiun bumi dan menara pemancar telekomunikasi yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya. Paragraf 2 Arahan Zonasi Kawasan Lindung Pasal 88 Arahan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan komponen kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (a).
Pasal 89 Arahan
zonasi
memperhatikan:
untuk
kawasan
resapan
air
ditetapkan
dengan
72
a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan; b. penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; c. penerapan prinsip kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan (zero delta Q policy) terhadap setiap kegiatan budidaya terbangun yang diajukan izinnya; dan d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi daya serap tanah terhadap air. Pasal 90 Arahan zonasi untuk kawasan sempadan pantai ditetapkan dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk RTH; b. pengembangan struktur alami dan buatan untuk mencegah abrasi; c. izin bangunan hanya untuk yang menunjang kegiatan rekreasi pantai; d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis dan estetika kawasan dan mengubah dan/atau merusak bentang alam, kelestarian fungsi pantai dan akses terhadap kawasan sempadan pantai. Pasal 91 Arahan zonasi untuk kawasan sekitar mata air ditetapkan dengan memperhatikan : a.
pemanfaatan ruang untuk RTH;
b.
ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan hasil tegakan;
c.
ketentuan pelarangan kegiatan yang mengubah dan/atau merusak bentang alam, kondisi fisik kawasan dan daerah tangkapan air, serta kelestarian lingkungan hidup.
73
Pasal 92 Arahan zonasi untuk kawasan sempadan sungai ditetapkan dengan memperhatikan : a. membatasi
dan
melarang
mengadakan
alih fungsi
lindung yang
menyebabkan kerusakan kualitas air sungai; b. membatasi dan melarang menggunakan lahan secara langsung untuk bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian alam atau pengelolaan sungai; c. sungai yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan dengan
perkotaan
dilakukan
re-orientasi
pembangunan
dengan
menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan; d. sungai yang memiliki arus deras dijadikan salah satu bagian dari wisata alam-petualangan seperti arung jeram, outbound dan kepramukaan; e. sungai yang arusnya lemah dan bukan sungai yang menyebabkan tibulkan banjir dapat digunakan untuk pariwisata; f.
sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk pariwisata melalui penataan kawasan tepian sungai. Pasal 93
Arahan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota, ditetapkan dengan memperhatikan: a. izin pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai konservasi lingkungan, peningkatan keindahan kota, rekreasi, dan sebagai penyeimbang guna lahan industri dan permukiman; b. ketentuan pelarangan kegiatan yang mengubah dan/atau merusak bentang alam, keseimbangan ekosistem dan kelestarian
lingkungan
hidup; c. ketentuan pendirian bangunan yang menunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan
74
d. ketentuan pelarangan pendirian bangunan yang bersifat
permanen,
selain yang dimaksud dalam huruf c. Pasal 94 Arahan zonasi untuk kawasan pantai berhutan bakau ditetapkan dengan memperhatikan : a. izin pemanfaatan ruang untuk pendidikan, penelitian, dan wisata alam; b. ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan kayu bakau; c.
ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah dan mengurangi luas dan/atau mencemari ekosistem bakau; dan
d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengganggu fungsi bakau dan/atau tempat perkembangbiakan biota laut, di samping sebagai pelindung pantai dari pengikisan air laut dan pelindung usaha dan budidaya di sekitarnya. Pasal 95 Arahan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan ditetapkan dengan memperhatikan : a. izin pemanfaatan ruang untuk pendidikan, penelitian, dan pariwisata; b. ketentuan pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan; c. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat merusak kekayaan budaya; d. ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah bentukan geologi tertentu
yang
mempunyai
manfaat
untuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan; e. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian lingkungan di sekitar peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen nasional, serta wilayah dengan bentukan geologi tertentu; dan f.
ketentuan
pelarangan
kegiatan
yang
pelestarian budaya masyarakat setempat. Pasal 96
dapat
mengganggu
upaya
75
(1) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor ditetapkan dengan memperhatikan : a. pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan tipologi dan tingkat kerawanan atau risiko bencana; b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk pemantauan ancaman bencana. (2) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat kerawanan tinggi (kemiringan >40%) ditetapkan dengan ketentuan : a. dilarang adanya kegiatan permukiman terutama pada kemiringan >40%, tikungan sungai, serta alur sungai kering di daerah pegunungan; dan b. menghindari penggalian dan pemotongan lereng. (3) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat kerawanan sedang (kemiringan 20-40%) ditetapkan dengan ketentuan : a. tidak layak dibangun industri/pabrik; b. diizinkan pengembangan hunian terbatas, transportasi lokal dan wisata alam dengan ketentuan tidak mengganggu kestabilan lereng dan
lingkungan,
diterapkan
sistem
drainase
yang
tepat,
meminimalkan pembebanan pada lereng, memperkecil kemiringan lereng, pembangunan jalan mengikuti kontur lereng, mengosongkan lereng dari kegiatan manusia; c. memperbolehkan kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, hutan kota dan hutan produksi dengan penanaman vegetasi yang tepat, sistem terasering dan drainase yang tepat, transportasi untuk kendaraan roda empat ringan hingga sedang, kegiatan peternakan dengan sistem kandang, menghindari pemotongan dan penggalian lereng, serta mengosongkan lereng dari kegiatan manusia; dan d. kegiatan pertambangan diperbolehkan untuk bahan galian golongan c, dengan memperhatikan kestabilan lereng dan didukung upaya reklamasi lereng; e. Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat kerawanan rendah (kemiringan <20%) ditetapkan dengan ketentuan;
76
Tidak layak untuk industri, namun dapat digunakan untuk kegiatan budidaya lainnya dengan mengikuti persyaratan pencegahan longsor. Pasal 97 Arahan
zonasi
untuk
kawasan
rawan
banjir
ditetapkan
dengan
memperhatikan : a. penetapan batas dataran banjir; b. pemanfaatan dataran banjir bagi RTH dan pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan c. ketentuan pelarangan kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting. Paragraf 3 Arahan Zonasi Kawasan Budidaya Pasal 98 Arahan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 84 ayat (1) huruf b ditetapkan berdasarkan komponen kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 88 (2) huruf b. Pasal 99 Arahan zonasi kawasan hutan produksi dan hutan rakyat ditetapkan dengan memperhatikan : a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumberdaya kehutanan; b. pendirian
bangunan
dibatasi
hanya
untuk
menunjang
kegiatan
pemanfaatan hasil hutan; c. ketentuan jarak penebangan pohon yang diperbolehkan adalah: >500 meter dari tepi waduk, >200 meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa, >100 meter dari tepi kiri kanan sungai, 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai, >2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang, >130 kail selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai; d. ketentuan konversi hutan produksi dengan skor <124, di luar hutan suaka alam dan hutan konversi, dan secara ruang dicadangkan untuk
77
pengembangan transportasi, permukiman, pertanian, perkebunan dan industri; e. ketentuan luas kawasan hutan dalam setiap DAS atau pulau minimal 30% dari luas daratan; dan f.
ketentuan luas hutan <30% perlu menambah luas hutan, dan luas hutan >30% tidak boleh secara bebas mengurangi luas kawasan hutan di Kabupaten. Pasal 100
Arahan zonasi kawasan pertanian lahan basah/sawah ditetapkan dengan memperhatikan : a. pola tanam monokultur, tumpangsari dan campuran tumpang gilir; b. tindakan konservasi berkaitan dengan vegetatif dan mekanis (pembuatan pematang, teras dan saluran drainase); c. ketentuan pelarangan konversi lahan sawah beririgasi teknis yang telah ditetapkan sebagai lahan sawah berkelanjutan; d. ketentuan pengendalian secara ketat konversi lahan sawah beririgasi non teknis, untuk keperluan infrastruktur strategis; dan e. ketentuan pelarangan tumbuhnya kegiatan perkotaan di sepanjang jalur transportasi yang menggunakan lahan sawah yang dikonversi.
Pasal 101 Arahan zonasi kawasan perkebunan ditetapkan dengan memperhatikan : a. ketentuan kemiringan lahan 0-6% untuk pola monokultur, tumpang sari, interkultur atau campuran. Tindakan konservasi vegetatif tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengelolaan tanah minimum; b. ketentuan kemiringan lahan 8-15% untuk pola tanam monokultur, tumpang sari, interkultur atau campuran, tindakan konservasi vegetatif (tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengolahan tanah
78
minimal), tindakan konservatif mekanis (saluran drainase, rokrak teras bangku, diperkuat tanaman penguat atau rumput); c. ketentuan kemiringan lahan 25-40% untuk pola tanam monokultur, interkultur mencakup
atau
campuran,
melalui
tindakan
konservasi
vegetatif
tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengolahan
tanah minimal, serta tindakan konservasi mekanik mencakup saluran drainase, rokrak teras individu; d. ketentuan luas minimum dan maksimum penggunaan lahan untuk perkebunan dan pemberian hak atas areal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 102 Arahan zonasi kawasan pertambangan ditetapkan dengan memperhatikan : a. pengaturan pendirian bangunan tidak mengganggu fungsi pelayaran; b. keseimbangan biaya dan manfaat serta keseimbangan risiko dan manfaat; c. pengaturan bangunan di sekitar instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan
yang
berpotensi
menimbulkan
bahaya
dengan
memperhatikan kepentingan daerah; d. ketentuan pelarangan kegiatan penambangan di dalam kawasan lindung; e. ketentuan
pelarangan
kegiatan
penambangan
yang
menimbulkan
kerusakan lingkungan; f.
penetapan lokasi pertambangan yang tidak berada pada kawasan perkotaan;
g. penetapan lokasi pertambangan yang berada pada kawasan perdesaan dengan mematuhi ketentuan mengenai radius minimum terhadap permukiman dan kelengkapan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. penetapan lokasi pertambangan tidak terlalu dekat dengan permukiman dan memenuhi ketentuan batasan radius minimum terhadap permukiman,
79
dan tidak terletak di daerah tadah untuk menjaga kelestarian sumber air; i.
dan penetapan lokasi penggalian tidak dilakukan pada lereng curam >40% yang kemantapan lerengnya kurang stabil untuk menghindari bahaya erosi dan longsor. Pasal 103
Arahan
zonasi
kawasan
peruntukan
industri
ditetapkan
dengan
memperhatikan : a. Sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumberdaya alam dan SDM di sekitarnya; b. Pengembangan jenis industri yang ramah lingkungan dan memenuhi kriteria ambang limbah (memenuhi persyaratan AMDAL yang berlaku); c. Mensyaratkan pengelolaan limbah terpadu sesuai standar keselamatan internasional bagi industri yang lokasinya berdekatan; d. Berjarak minimal 2 km dari permukiman dan 15-20 km dari pusat kota; e. Berjarak minimal 5 km dari sungai tipe C dan D; f.
Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kavling industri (maksimal 70%), jalan dan saluran (8-12%), RTH (minimal 10%), dan fasilitas penunjang 6-12%;
g. Luas lahan yang dikelola kawasan industri harus mengalokasikan lahan untuk kavling industri, kavling perumahan, jalan dan sarana penunjang dan RTH; h. Mengarahkan pengembangan industri kecil menengah berbasis rumah tangga dengan penggunaan lahan minimal; i.
Pembatasan
pembangunan perumahan
baru
di sekitar kawasan
peruntukan industri; j.
Mengarahkan lokasi pembangunan perumahan baru di dalam kawasan industri;
k. Mengizinkan hanya industri yang hemat dalam penggunaan air dan lahan, serta non-polutif; l.
Melarang
pengembangan
kawasan resapan air;
industri
yang
menyebabkan
kerusakan
80
m. Memperbolehkan
pengembangan
industri
non-polutif
dengan
penggunaan air dan lahan cukup besar, sepanjang tidak berada di dalam dan/atau sekitar kawasan lindung, kawasan lahan pertanian basah, dan lahan lain yang dapat mengganggu fungsi lingkungan hidup; n. Mengizinkan
pengembangan
industri
yang
tidak
mengakibatkan
kerusakan atau alih fungsi kawasan lindung dan lahan pertanian basah; o. Melarang pengembangan industri dengan penggunaan air tinggi dan mengganggu pasokan air untuk lahan sawah basah; dan p. Mengarahkan pengembangan industri kreatif dengan penggunaan lahan dan air minimal. Pasal 104 Arahan
zonasi kawasan
perdagangan
dan jasa ditetapkan dengan
memperhatikan : a. pertumbuhan dan penyebaran sarana prasarana perdagangan yang mengganggu fungsi kawasan lindung, terutama resapan air; b. lokasi pasar-pasar penunjang yang berfungsi menampung produk pertanian dan didirikan berdekatan sumber pasokan, serta mengganggu fungsi kawasan lindung; c. ketentuan penyelenggaraan kegiatan perdagangan perkulakan yang berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri primer, sekunder, dan kolektor primer; d. ketentuan penyelenggaraan perdagangan hypermarket
dan pusat
perbelanjaan yang berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor, dan tidak berada pada kawasan pelayanan lingkungan permukiman; e. ketentuan pelarangan penyelenggaraan perdagangan supermarket dan departement store pada lokasi sistem jaringan jalan lingkungan dan berlokasi di kawasan pelayanan lingkungan permukiman; f.
ketentuan penyediaan areal parkir yang memadai dan fasilitas sarana umum lainnya di pusat perbelanjaan serta toko modern;
g. ketentuan jarak pendirian pasar modern atau toko modern terhadap pasar tradisional dengan radius 1 km.
81
Pasal 105 Arahan zonasi kawasan pariwisata ditetapkan dengan memperhatikan: a. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat; b. penentuan lokasi wisata alam dan wisata minat khusus yang tidak mengganggu fungsi kawasan lindung; c. pengendalian pertumbuhan sarana dan prasarana penunjang wisata yang mengganggu fungsi kawasan lindung, terutama resapan air; d. perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau dan peninggalan sejarah yang menjadi simbol Daerah; e. ketentuan pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam untuk kegiatan wisata dilaksanakan sesuai asas konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem serta luas lahan untuk pembangunan sarana dan prasarana maksimum 10% dari luas zona pemanfaatan; f.
ketentuan pelarangan mengubah dan/atau merusak bentuk arsitektur setempat, bentang alam dan pandangan visual;
g. persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup sesuai ketentuan perundang-undangan; h. ketentuan penyelenggaraan usaha pariwisata di taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam paling lama 30 Tahun sesuai jenis kegiatan dan usaha; dan i.
pelestarian lingkungan hidup dan cagar budaya yang dijadikan kawasan pariwisata sesuai prinsip-prinsip pemugaran. Pasal 106
Arahan zonasi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan ditetapkan dengan memperhatikan : a. ketentuan penggunaan lahan perumahan baru seluas 40-60% dari luas lahan yang ada dan disesuaikan dengan karakteristik serta daya dukung lingkungan untuk kawasan perkotaan dan sekitarnya;
82
b. ketentuan tingkat kepadatan bangunan pada kawasan permukiman horizontal paling banyak 50 bangunan per hektar, dengan dilengkapi utilitas yang memadai; c. ketentuan pemanfaatan ruang di kawasan permukiman perdesaan yang sehat dan aman dari bencana alam, serta kelestarian lingkungan hidup; d. penyediaan sarana pendidikan dan kesehatan sesuai kriteria yang ditentukan; e. penyediaan kebutuhan sarana ruang terbuka, taman dan lapangan olahraga; f.
penyediaan kebutuhan sarana perdagangan dan niaga; dan
g. peremajaan kawasan permukiman kumuh di perkotaan. Pasal 107 Arahan zonasi Ruang Terbuka Hijau pada kawasan budidaya ditetapkan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 92. Pasal 108 Arahan zonasi kawasan pesisir dan laut ditetapkan dengan memperhatikan : a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani/nelayan dengan kepadatan rendah; b. pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan sabuk hijau; c. pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak melebihi potensi lestari; dan d. kawasan
budidaya
tambak
udang/ikan
dengan
atau
tanpa
unit
pengolahannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 109 Arahan zonasi kawasan perikanan ditetapkan dengan memperhatikan : a. pemanfaatan ruang untuk pembudidaya ikan air tawar dan jaring apung; b. pemanfaatan ruang untuk kawasan penangkapan ikan di perairan umum; c. pemanfaatan kelestariannya;
sumberdaya
perikanan
dengan
memperhatikan
83
d. kawasan budidaya ikan di kolam air tenang, kolam air deras, kolam jaring apung, sawah dan tambak sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 110 Arahan zonasi kawasan pertahanan dan keamanan ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Arahan Perizinan Pasal 111 (1) Arahan perizinan dilaksanakan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten; (2) Perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang;
(3) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut; a. untuk izin pemanfataan ruang di Kabupaten ditetapkan oleh Bupati Bangkalan; b. perijinan yang dikeluarkan harus selaras dengan perijinan diatasnya. (4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan memperhatikan struktur dan pola ruang; (5) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah mendapatkan izin harus memenuhi peraturan zonasi yang berlaku dilokasi kegiatan pemanfaatan ruang. Bagian Keempat
84
Arahan Insentif dan Disinsentif Pasal 112 (1) Arahan
insentif
dan
disinsentif
dilaksanakan
untuk
mendorong
kesesuaian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; (2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah Kabupaten kepada dunia usaha dan masyarakat yang melaksanakan
pembangunan
sesuai
dengan
RTRW
yang
telah
ditetapkan; (3) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan oleh Pemerintah Kabupaten kepada kepada dunia usaha dan masyarakat yang melaksanakan pembangunan tidak sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan. Pasal 113 Insentif kepada dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 112 ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk: a. keringanan retribusi dan pajak daerah; b. kompensasi; c. imbalan; d. sewa ruang; e. urun pendanaan; f.
penyediaan infrastruktur;
g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau h. penghargaan.
Pasal 114 Disinsentif kepada dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 112 ayat (3) dapat diberikan dalam bentuk : a. pembatasan penyediaan infrastruktur; b. pengenaan kompensasi;
85
c. penalti; dan/atau d. sanksi administratif. Pasal 115 Ketentuan
tentang
pemberian
insentif
dan
pengenaan
disinsentif
sebagaimana dimaksud pada pasal 113 dan pasal 114 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kelima Ketentuan Sanksi Pasal 116 Ketentuan sanksi dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW dalam bentuk : a. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi di wilayah kabupaten; b. pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW; c. pemanfaatan
ruang
tidak
sesuai
dengan
izin
yang
diterbitkan
berdasarkan RTRW; d. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW; e. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau f.
pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar. Pasal 117
(1) Pelanggaran
terhadap
Peraturan
Daerah
ini
dikenakan
sanksi
administratif dan/atau sanksi pidana; (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada orang perseorangan dan/atau korporasi yang melakukan pelanggaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
86
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f.
pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i.
denda administratif. Pasal 118
Tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pasal 117 ayat (3) diatur oleh lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII HAK, KEWAJIBAN, PERAN SERTA MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN Pasal 119 Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak : a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; b. mengetahui secara terbuka RTRW Kabupaten Bangkalan, dan Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan; c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang; d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
87
Pasal 120 (1) Untuk mengetahui rencana tata ruang, selain dari Lembaran Daerah masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kabupaten; (2) Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilakukan
melalui
penempelan/pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum dan juga pada media massa, serta melalui pembangunan sistem informasi tata ruang. Pasal 121 (1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf c, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau kaidah yang berlaku; (2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam yang terkandung didalamnya, menikmati manfaat ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat berupa manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan; (3) dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat. Pasal 122 (1) Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan RTRW Kabupaten Bangkalan diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan;
88
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 123 Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan, masyarakat wajib berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Pasal 124 (1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat d dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekkan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktorfaktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang. Pasal 125 Dalam pemanfaatan ruang di daerah, peran serta masyarakat dapat berbentuk: a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;
89
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang mencakup lebih dari satu wilayah kabupaten/kota di daerah; c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTRW dan rencana tata ruang kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah; d. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW kabupaten yang telah ditetapkan; e. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang dan/atau kegiatan menjaga, memelihara, serta meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pasal 126 (1) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 123 dikoordinasikan oleh Pemerintah Kabupaten.
Pasal 127 Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat berbentuk : a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah Kabupaten/kota di daerah, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan dimaksud; b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang. Pasal 128
90
Peran
serta
masyarakat
dalam
pengendalian
pemanfaatan
ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Bupati dan pejabat yang ditunjuk. Pasal 129 (1) Dalam rangka koordinasi penyelenggaraan penataan ruang di Daerah dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang ditetapkan oleh Gubernur; (2) Tugas dan fungsi BKPRD. a. merumuskan kebijaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah; b. mwujudkan
keterpaduan,
keterkaitan
dan
keseimbangan
perkembangan antar wilayah dan daerah serta keserasian antar sektor; c. memanfaatkan segenap sumber daya yang tersedia secara optimal untuk mencapai hasil pembangunan secara maksimal; d. mengarahkan
dan
mengantisipasi
pemanfaatan
ruang
untuk
pelaksanaan pembangunan yang bersifat dinamis; serta e. mengendalikan fungsi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa. (3) BKPRD setidaknya bersidang 3 (tiga) bulan sekali membahas tentang hal-hal prinsip dan pembentukan alternatif kebijaksanaan serta cara pemecahan masalah untuk diputuskan oleh Bupati; (4) Susunan keanggotaan BKPRD meliputi ketua, ketua harian, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris dan anggota; (5) Dalam rangka mendayagunakan cara kerja BKPRD maka dibentuk Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. bertugas menyiapkan perumusan kebijaksanaan Bupati Bangkalan dan penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan serta strategi pengembangannya;
91
b. menginvestasikan dan meringkas permasalahan yang timbul dalam penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan serta merumuskan alternatif pemecahannya; c. menyiapkan dan melaksanakan kegiatan kemasyarakatan, peraturan perundang-undangan penataan ruang serta kebijaksanaan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan kepada seluruh instansi dan masyarakat secara terkoordinasi; serta d. melaporkan kegiatan kepada BKPRD Kabupaten Bangkalan dan mengusulkan pemecahan masalah untuk dibahas dalam sidang pleno BKPRD. (6) Dalam rangka mengendalikan kegiatan Perencanaan Tata Ruang yang dilakukan, maka dibentuk Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan Ruang. BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 130 (1) RTRW Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilengkapi dengan lampiran berupa buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan Tahun 2009 - 2029 dan album peta dengan skala (1 : 25.000); (2) Buku RTRW Kabupaten Bangkalan dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini. Pasal 131 (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan akan digunakan sebagai pedoman pembangunan dan menjadi rujukan bagi penyusunan RPJP dan RPJMD;
92
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten digunakan sebagai pedoman bagi: a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah; b. mewujudkan
keterpaduan,
keterkaitan,
dan
keseimbangan
perkembangan wilayah Kabupaten Bangkalan serta keserasian antar sektor; c. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan/atau masyarakat; d. penataan ruang wilayah Kabupaten Bangkalan yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perijinan lokasi pembangunan. Pasal 132 (1) RTRW Kabupaten Bangkalan memiliki jangka waktu 20 (dua puluh) Tahun semenjak ditetapkan dalam Peraturan Daerah; (2) Terhadap RTRW Kabupaten Bangkalan dapat dilakukan peninjauan kembali 5 (lima) Tahun sekali.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 133 (1) Pada saat peraturan daerah ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan peraturan daerah ini; (2) Pada saat peraturan daerah ini berlaku, maka semua rencana terkait pemanfaatan ruang dan sektoral yang berkaitan dengan penataan ruang di Kabupaten Bangkalan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan RTRW Kabupaten Bangkalan.
93
BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 134 Pada Saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor 15 Tahun 1999 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 135 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 136 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bangkalan. Ditetapkan di Bangkalan pada tanggal 7 Agustus 2009 BUPATI BANGKALAN
R. FUAD AMIN Diundangkan di Bangkalan
94
pada tanggal 20 November 2009 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANGKALAN
SUDARMAWAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009 NOMOR 4/E
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009 - 2029 I.
UMUM Sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Bangkalan dan Rencana jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bangkalan. RTRW Kabupaten disusun dengan memperhatikan dinamika pembangunan yang berkembang antara lain, tantang globalisasi, otonomi dan aspirasi masyarakat. Upaya pembangunan daerah juga harus ditingkatkan melalui perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh pikiran dan sumber daya yang ada dapat diarahkan secara berhasil guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang serta tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
95
Penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya, dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rayat, memperkuat struktur ekonomi yang memberikan efek pengganda yang maksimal terhadap pengembangan industri, permukiman dan pariwisata dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup serta keanekaragaman hayati guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Penyusunan RTRW Kabupaten ini didasarkan pada upaya untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah kabupaten yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta perwujudan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah, yang diterjemahkan dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang kabupaten. Struktur ruang kabupaten mencakup sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah sedangkan pola ruang mencakup kawasan lindung dan kawasan. Selain rencana struktur ruang dan pola ruang RTRW Kabuapten ini juga menetapkan kriteria penetapan struktur ruang, pola ruang, kawasan andalan dan kawasan strategis nasional, arahan pemanfaatan ruang yang merupakan indikasi program utama jangka panjang menengah 5 (lima) tahunan, serta arah pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan intensif dan disintensif dan arahan sanksi. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini. Dengan adanya pengertian istilah tersebut dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan Peraturan Daerah ini. Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Cukup jelas.
96
Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Pasal 11 a. Kawasan lindung adalah suatu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya
97
buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. Penetapan kawasan lindung di Bangkalan pada dasarnya merupakan penetapan fungsi kawasan agar wilayah yang seharusnya dilindungi dan memiliki fungsi perlindungan dapat dipertahankan, untuk mempertahankan ekosistem sebagai kawasan perlindungan sekitarnya. Berdasarkan UU No.5 Th.1990 tentang konservasi Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya, KEPPRES No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No. 11 Tahun 1991 Tentang Penetapan Kawasan Lindung klasifikasi kawasan lindung di Kabupaten Bangkalan Dalam pengembangan kawasan budidaya diperlukan pendekakatan multi dimensional sehingga hasil yang diharapkan dapat maksimal. b. Kawasan budidaya ini dikembangkan dalam rangka kaitannya dengan pemanfaatan lahan dengan menggali pada tata ruang yang optimal. Dii Kabupaten Bangkalan sebagian besar terdiri dari kawasan pedesaan, maka sistem yang digunakan untuk pengembangan kawasan budidaya lebih berorientasi pada wilayah pedesaan, kawasan pedesaan sebagian besar merupakan kawasan budidaya tanaman pangan yaitu kawasan pertanian, kegiatan penunjang dan permukiman. Rencana
pengembangan
kawasan
budidaya
secara
rinci
meliputi
kawasan
permukiman, pertanian (persawahan, tanaman pangan lahan basah, tanaman pangan lahan kering), kawasan perikanan (pertambakan, perikanan sungai, kolam dan perikanan tangkap), kawasan pertambangan, kawasan industri (industri besar dan industri kecil), kawasan pariwisata, kawasan permukiman perdesaan, kawasan permukiman perkotaan serta kawasan lainnya. Pengembangan kawasan budidaya tersebut harus dihindarkan terhadap terjadinya konflik yaitu dengan cara penentuan zona-zona kawasan peruntukan penggunaan tanah bagi pertanian, peternakan, perikanan, pertambangan, industri dan pariwisata.
Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas
98
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20
99
Cukup jelas
Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas
100
Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38
101
Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas
Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49
102
Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas
Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59
103
Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas
Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 Cukup jelas
104
Pasal 71 Cukup jelas Pasal 72 Cukup jelas Pasal 73 Cukup jelas Pasal 74 Cukup jelas Pasal 75 Cukup jelas Pasal 76 Cukup jelas Pasal 77 Cukup jelas Pasal 78 Cukup jelas Pasal 79 Cukup jelas Pasal 80 Cukup jelas Pasal 81 Cukup jelas Pasal 82
105
Cukup jelas Pasal 83 Cukup jelas Pasal 84 Cukup jelas Pasal 85 Cukup jelas Pasal 86 Cukup jelas Pasal 87 Cukup jelas Pasal 88 Cukup jelas Pasal 89 Cukup jelas Pasal 90 Cukup jelas Pasal 91 Cukup jelas Pasal 92 Cukup jelas Pasal 93 Cukup jelas
106
Pasal 94 Cukup jelas
Pasal 95 Cukup jelas Pasal 96 Cukup jelas Pasal 97 Cukup jelas Pasal 98 Cukup jelas Pasal 99 Cukup jelas Pasal 100 Cukup jelas Pasal 101 Cukup jelas Pasal 102 Cukup jelas Pasal 103 Cukup jelas Pasal 104 Cukup jelas
107
Pasal 105 Cukup jelas Pasal 106 Cukup jelas Pasal 107 Cukup jelas
Pasal 108 Cukup jelas Pasal 109 Cukup jelas Pasal 110 Cukup jelas Pasal 111 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 112 Cukup jelas Pasal 113 Cukup jelas Pasal 114
108
Cukup jelas Pasal 115 Cukup jelas Pasal 116 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 117 Cukup jelas Pasal 118 Cukup jelas Pasal 119 Cukup jelas Pasal 120 Cukup jelas Pasal 121 Cukup jelas Pasal 122 Cukup jelas Pasal 123 Cukup jelas Pasal 124 Cukup jelas Pasal 125 Cukup jelas
109
Pasal 126 Cukup jelas Pasal 127 Cukup jelas Pasal 128 Cukup jelas Pasal 129 Cukup jelas Pasal 130 Cukup jelas Pasal 131 Cukup jelas Pasal 132 Cukup jelas
Pasal 133 Cukup jelas Pasal 134 Cukup jelas Pasal 135 Cukup jelas Pasal 136 Cukup jelas
110