0058: Hamzah Fansuri dkk.
EN-120
PEMBUATAN MEMBRAN RAPAT LSCF SEBAGAI MEMBRAN KATALIS PADA REAKSI OKSIDASI PARSIAL GAS METANA Hamzah Fansuri1∗ ,Adilah Aliyatulmuna1 , Didik Prasetyoko1 , Nurul Widiastuti1 , dan Bambang Prijamboedhi2 1
Jurusan Kimia FMIPA ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya60111 Telepon (031) 5943353 2 Jurusan Kimia FMIPA ITB Jalan Ganesha 10, Bandung ∗
e-Mail:
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Membran rapat perovskit LSCF (La1−x Srx Co0,8 Fe0,2 O3−δ dan La0,7 Sr0,3 Co1−x Fex O3−δ ) (0,0≤x≤0,4) telah dibuat dengan diameter 55 mm.Membran dibuat dengan penekanan sebesar 7 ton dan bantuan aditif amilum sebagai binder, diikuti oleh proses sintering. Kerapatan terbaik diperoleh pada membran yang disinter pada suhu 1250 ◦ C. Variasi x tidak banyak berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik, khususnya kerapatan membran. Akan tetapi, berdasarkanpengukuran aktivitas oksidasi reduksi dengan menggunakan teknik TGA-DSC, variasi sifat oksidatif LSCF ditentukan oleh keadann oksidasi Co yang dapat dikontrol dengan variasi jumlah substituen Sr2+ dan Fe3+ . Kata Kunci: format penulisan, makalah,Iptek, SeminarNasional.
I.
PENDAHULUAN
Metana (CH4 ) merupakan salah satu sumber energi yang berlimpah yang tersedia di alam maupun sebagai produk dari proses-proses petrokimia. Fasa dari metana adalah gas yang tidak dapat dicairkan seperti bahan bakar gas lainnya (LPG maupun CNG) dan emisi gas metana dapat memicu pemanasan global.[1] Gas metana dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi syngas melalui reaksi oksidasi parsial mengikuti P ERS . (1). 1 CH4 + O2 → CO + 2H2 2
(1)
Syngas dapat digunakan sebagai sumber hidrogen apabila telah dipisahkan dari CO dan dapat pula digunakan secara langsung sebagai bahan baku pembentukan metanol melalui reaksi Fischer-Tropsch.[2] Reaksi oksidasi parsial pada P ERS . (1) menunjukkan bahwa perlunya kontrol oksigen yang ketat agar diperoleh reaksi oksidasi parsial metana. Jika terdapat oksigen yang berlebihan maka produk yang dihasilkan bukanlah syngas melainkan CO2 dan uap air karena reaksi ini secara termodinamika jauh lebih disenangi daripada reaksi oksidasi parsial. Selain itu, produk-produk reaksi
oksidasi parsial juga dapat bereaksi lebih dengan oksigen yang ada menjadi CO2 dan air. Kontrol oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan material yang dapat menghantarkan ion oksigen sebagai sumber oksigen bagi reaksi oksidasi parsial gas metana. Membran penghantar ion oksigen berbasis La1−x Srx Co1−y Fey O3−δ (LSCF) merupakan salah satu membran yang dapat dibuat dari bahan LSCF yang telah diketahui bersifat sebagai penghantar ion oksigen.[3–5] Membran LSCF yang dapat digunakan sebagai membran bagi oksidasi parsial gas metana haruslah rapat. Pori dan retakan akan menyebabkan adanya oksigen dalam fasa gas yang menyebabkan tidak terkontrolnya oksigen yang tersedia dalam reaksi oskidasi parsial metana. Makalah ini menguraikan metode pembuatan membran LSCF dan hasil pengujian aktivitas reduksioksidasi gas metana dengan metode TGA/DSC menggunakan serbuk LSCF.
II.
METODOLOGI
Membran rapat LSCF dibuat dari serbuk oksida LSCF yang telah dihasilkan dan dilaporkan pada penelitian sebelumnya.Bahan baku serbuk LSCF tersebut dianalisis dengan difraksi sinar-X (XRD) untuk
Prosiding InSINas 2012
0058: Hamzah Fansuri dkk. TABEL 1: TGA/DSC
Program suhu, waktu dan atmosfir dalam analisis
No 1
Event Suhu: 27-900 o C Detik ke: 0-4200 Durasi: 4200 detik
2
Suhu: 900130 o C Detik ke: 4200-5400 Durasi: 1200 detik Suhu: 130-1045 o C Detik ke: 5400-11000 Durasi: 1200 detik Suhu: isothermal pada 1045 o C Detik ke: 11000-24000
3
4
EN-121
Keterangan Atmosfir: udara, penghilangan komponen volatile dan oksidasi LSCF Atmosfir: udara Pendinginan pra reduksi Reduksi LSCF dengan 5% H2 Reduksi total dan tak dapat balik LSCF dengan 5% H2
menentukan fasa-fasa penyusunnya sebelum dibuat menjadi membran rapat. Ada dua jenis membran yang dibuat yaitu yang berdiameter 12 mm dan 50 mm. Membran LSCF berdiameter 12 mm dibuat dari serbuk LSCF tanpa aditif apapun dan dicetak dengan cetakan berbahan baja tahan karat dengan tekanan 4 ton selama 15 menit. Sementara itu, membran berdiameter 50 mm dibuat dengan terlebih dahulu mencampurkan serbuk LSCF dengan 10% berat amilum (kanji). Campuran tersebut selanjutnya dicetak menjadi koin berdiameter 50 mm dengan tekanan 7 ton selama 15 menit mengunakan cetakan berbahan baja tahan karat. Selanjutnya, hasil pencetakan tersebut disinter secar perlahan-lahan dalam dua tahap, yaitu dari suhu kamar hingga 1000 oC dan ditahan pada suhu tersebut selama 2 jam menggunakan muffle furnace. Selanjutnya, setelah pendinginan ke suhu kamar, membran LSCF setengah matang tersebut disinter menggunakan high temperature furnace pada suhu 1250 ◦ C selama 2 jam. Membran yang sudah jadi kemudian diamati morfologi permukaannya menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy). Agar permukaan membran dapat terlihat dengan baik maka pengamatan dengan SEM dilakukan terhadap sampel membran tanpa dilapisi dengan lapisan tipis konduktor seperti yang biasa dilakukan dalam penyiapan sampel untuk analisis SEM pada umumnya. Pengujian aktivitas membran dilakukan secara tidak langsung terhadap bahan bakunya, yaitu serbuk oksida perovskit. Pengujian dilakukan dengan teknik TGA/DSC dan digunakan gas oksigen sebagai oksidator serta 5% hidrogen sebagai reduktor. Pengujian dengan TGA/DSC dilakukan dengan program sebagaimana ditunjukkan dalam TABEL 1. 1
G AMBAR 1: Program suhu pada eksperimen TGA/DSC
Program analisis sebagaimana tercantum pada TABEL 1 secara ringkas dapat digambarkan seperti pada G AMBAR 1.
Tahap pertama dalam analisis TGA/DSC adalah tahapan untuk menghilangkan bahan-bahan volatil yang mungkin terjerap pada serbuk LSCF. Tahap ini dilakukan dengan cara menaikkan suhu dari suhu kamar hingga 900 ◦ C kemudian ditahan pada suhu tersebut selama satu jam dalam atmosfir udara untuk menyiapkan serbuk LSCF dengan keadaan oksidasi tertinggi. Tahap ini selanjutnya diikuti dengan pendinginan ke suhu 130 ◦ C untuk menyiapkan serbuk LSCF ke tahap berikutnya. Tahap ketiga adalah tahapan reduksi LSCF oleh 5% hidrogen. Pada tahapan ini, serbuk LSCF tereduksi oleh hidrogen. Suhu mulai terjadinya reduksi merupakan suhu di mana LSCF mulai tereduksi. Proses reduksi dilanjutkan hingga LSCF berada pada tingkat reduksi terendah.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Oksida LSCF yang digunakan dalam pembuatan membran LSCF ini merupakan oksida perovskit sebagaimana ditunjukkan oleh difraktogram sinar-X pada G AMBAR 2. Pencocokan difraktogram tersebut dengan data ICSD (Inorganic Structure Database) menunjukkan kesesuaian struktur dengan fasa oksida perovskit dengan masing-masing komposisi. Berdasarkan hasil analisis dengan XRD didapatkan bahwa variasi substituen Fe tidak berpengaruh terhadap struktur oksida perovskit yang ditunjukkan oleh identiknya pola difraksi LSCF 7364, 7373, 7382 dan 7391. Hal ini dapat terjadi karena jari-jari ion Fe3+ sama dengan jari-jari ion Co3+ yang digantikannya yaitu 60 pm. Demikian pula dengan bilangan oksidasinya, yaitu +3. Karena itu, penggantian sebagian atau seluruh Prosiding InSINas 2012
EN-122
0058: Hamzah Fansuri dkk.
G AMBAR 3: Permukaan pelet membran rapat LSCF 6482 G AMBAR 4: Kekerasan LSCF sebagai fungsi suhu sintering.
Co3+ oleh Fe3+ tidak menyebabkan perubahan struktur. Berbeda dengan penggantian Co3+ oleh Fe3+ , penggantian ion La3+ oleh Sr2+ menyebabkan perubahan pada LSCF yang ditandai oleh perubahan pada pola difraksi LSCF 10082, 9182, 8282, 7382 dan 6482. Selain karena bilangan oksidasinya yang berbeda, ukuran ion La3+ (103 pm) lebih kecil daripada ukuran ion Sr2+ (113 pm). LSCF 10082 yang sama sekali tidak mengandung Sr2+ dan LSCF 9182 dengan kandungan Sr2+ sangat rendah, masih menunjukkan puncak difraksi pad sudut di sekitar 41◦ yang menghilang seiring dengan bertambahnya substituen Sr3+ . Walau demikian, secara umum semua LSCF memiliki space group R-3c dengan bentuk kristal hexagonal. Data-data difraksi LSCF di atas menunjukkan bahwa serbuk oksida LSCF yang akan digunakan seluruhnya adalah oksida perovskit. Serbuk LSCF tersebut selanjutnya dibentuk menjadi pelet berukuran 12 dan 50 mm dan disinter untuk menjadikannya pelet membran rapat. Analisis difraksi sinar-X yang dilakukan terhadap pelet rapat setelah disinter menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur pada LSCF. Pelet membran rapat berdiameter 12 mm yang disinter pada suhu 1250 ◦ C selama 2 jam telah menunjukkan kerapatan yang cukup baik namun masih menyisakan sedikit pori sebagaimana ditunjukkan oleh G AM BAR 3 . Tingkat kerapatan pelet membran LSCF semakin tinggi ketika jumlah substituen Sr2+ semakin tinggi pula. Hal ini menunjukkan bahwa Sr2+ memberi andil terhadap proses sintering yang kemungkinan disebabkan oleh sifat ion Sr2+ sebagai bahan fluks yang dapat menurunkan suhu leleh sebagaimana sfat umum ion-ion logam alkali dan alkali tanah lainnya. Tingkat kekerasan pelet membran rapat yang diukur menggunakan micro hardness tester juga sudah cukup
baik dan mendekati kekerasan ideal kristal oksida perovskit. Kekerasan pelet membran rapat perovskit sangat ditentukan oleh suhu sinteringyaitu semakin tinggi suhunya, semakin dekat kekerasannya dengan kekerasan kristal LSCF sebagaimana ditunjukkan oleh G AMBAR 4. Pada gambar tersebut kondisi pembuatan pelet membran rapat LSCF ditunjukkan dengan angka xyz, di mana x menunjukkan tekanan yang diberikan saat mencetak membran, y adalah suhu sintering (dalam ratusan) dan angka terakhir menunjukkan lamanya proses sintering dalam jam. Sehingga LSCF 4098 berarti LSCF tersebut dibuat dengan tekanan 4 ton, suhu sintering 900 ◦ C dan lama sintering 8 jam. Data-data ini menunjukkan bahwa pelet membran rapat sudah dapat dihasilkan dengan tekanan pencetakan sebesar 4 ton untuk membran berdiameter 12 mm atau sebesar 8.85 kg·mm−2 . Selain faktor suhu, kekerasan pelet membran rapat ternyata juga dipengaruhi oleh tingkat substitusi oleh Sr2+ sebagaimana ditunjukkan oleh G AMBAR 5. Hal ini sejalan dengan data hasil analisis dengan menggunakan SEM yang menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah substituen Sr2+ maka semakin rapat pelet membran yang dihasilkan sehingga semakin tinggi pula kekerasannya. Berdasarkan data-data yang diperoleh pada pelet membran rapat berdiameter 12 mm, maka dibuatlah pellet membran rapat dengan diameter 50 mm. Pellet membran rapat yang lebh besar ini selanjutnya akan digunakan sebagai katalis membran yang dapat menghasilkan syngas dan hidrokarbon cair dari gas metana dalam jumlah yang memadai, baik untuk analisis maupun untuk produksi skala laboratorium. Agar diperoleh kerapatan yang sama maka tekanan yang diperlukan adalah sebesar 69 ton. Namun peralatan yang Prosiding InSINas 2012
0058: Hamzah Fansuri dkk.
EN-123
G AMBAR 2: Difraktogram sinar-X dari serbuk LSCF bahan baku pembuat pelet membran rapat.
G AMBAR 5: Tingkat substitusi Sr2+ vs kekerasan pelet membran rapat LSCF
G AMBAR 6: Pelet membran rapat LSCF 7373
ada hanya mampu memberikan tekanan sebesar 7 ton, atau sepersepuluh dari tekanan yang diberikan pada pembuatan pellet berdiameter 12 mm. Oleh karena itu, maka pellet berdiameter 50 mm disinter pada suhu yang lebih tinggi yaitu 1250 ◦ C. Pellet membran rapat yang dihasilkan ditunjukkan oleh G AMBAR 6. Kerapatan pellet LSCF berdiameter 50 mm masih sangat rendah dibandingkan dengan pellet berdiameter 12 mm, sekalipun telah disinter pada suhu 1250desi selama 2 jam. Walau demikian, sifat-sifat dan perubahan yang terjadi akibat dari komposisi maupun kondisi sintering masih sama dengan yang ditunjukkan oleh pellet membran rapat LSCF berdiameter 12 mm. Karena itu, agar diperoleh membran yang memiliki kerapatan tinggi perlu dilakukan sintering dengan waktu yang lebih lama untuk memberi waktu yang cukup agar
partikel-partikel penyusunnya tersinter dengan baik. Pengujian sifat hantaran ion oksigen dilakukan dengan cara tidak langsung, yaitu berdasarkan hantaran listrik terhadap pellet membran rapat berdiameter 12 mm dan metode reduksi menggunakan TGA/DSC terhadap serbuk LSCF. Hantaran listrik pada LSCF berasal dari dua sumber yaitu elektron dan ion oksigen. Hal ini terjadi karena LSCF adalah bahan penghantar listrik sekaligus ion oksigen sehingga ia dilekompokan sebagai bahan MIEC (Mixed Ionic and Electronic Conductor). G AMBAR 7 menunjukkan hantaran listrik (konduktivitas) LSCF sebagai fungsi suhu dan juga komposisi penyusunnya. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa hantaran listriknya menurun ketika suhu dinaikkan. Sementara itu, pengaruh komposisi tidak terlihat polanya dan bahkan LSCF 9182 terlihat sangat Prosiding InSINas 2012
0058: Hamzah Fansuri dkk.
EN-124
TABEL 2: Suhu dan perubahan massa LSCF
LSCF 73100 7391 7382 7364 9182 8282 7382
G AMBAR 7: Hantaran listrik pellet membran rapat LSCF berdiameter 12 mm
berbeda dengan yang lainnya. Ketika suhu meningkat, hantaran ion oksigen akan meningkat sementara hantaran elektron akan berkurang. Jika suhu dapat dinaikkan lebih tinggi lagi maka pada suatu suhu tertentu hantaran ion oksigen akan mendominasi sifat hantaran listrik. Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap mengenai sifat hantaran ion oksigen pada pellet membran rapat LSCF maka dilakukan pengujian reduksi LSCF sebagai fungsi suhu. Reduksi pada LSCF terjadi melalui penggunaan ion-ion oksigen pada kisi LSCF untuk mengoksidasi bahan reduktan, yang dalam hal ini digunakan gas hidrogen. Gas hidrogen yang dilewatkan kepada serbuk LSCF akan dioksidasi oleh oksigen kisi LSCF pada kondisi di mana ion oksigen tersebut dapat lepas dari kiri. Pelepasan tersebut membutuhkan energi dan dalam penelitian ini energi yang diberikan adalah energi panas. Semakin panas suhu yang diberikan, semakin besar pula energi yang diserap oleh LSCF untuk selanjutnya digunakan untuk melepaskan ion oksigen dari kisi. Pelepasan ion oksigen dapat dideteksi melalui perubahan massa LSCF. Karena itu, dalam analisis TGA/DSC yang dilakukan, pengurangan massa yang terdeteksi pada serbuk LSCF yang telah dibersihkan dari bahan-bahan volatil seperti air yang teradsorpsi karena kelembaban lingkungan, secara langsung menunjukkan lepasnya ion oksigen dari kisi. G AMBAR 8 menunjukkan contoh termogram dari analisis sifat oksidasi serbuk LSCF 7391. Pada gambar tersebut, terlihat adanya dua event penurunan massa yang terjadi pada dua suhu yang berbeda. Hal ini me-
Suhu I 375 ◦ C 293 ◦ C 375 ◦ C 375 ◦ C 375 ◦ C 375 ◦ C 375 ◦ C
Suhu II 508 ◦ C 563 ◦ C 620 ◦ C 579 ◦ C 579 ◦ C -
% ∆m1 4.10% 4.01% 2.59% 3.33% 3.54% -
% ∆mtotal 12.02 % 10.24% 9.36% 7.76% 8.6% 8.99% 9.36%
nunjukkan adanya dua jenis ion oksigen yang berbeda, yang terlepas dari kisi dengan energi yang berbeda pula. TABEL 2 menunjukkan ringkasan terhadap kedua event yang teramati pada semua LSCF yang diuji. Perubahan massa pertama terjadi pada suhu 375 ◦ C kecuali untuk LSCF 7391. Dalam hal ini, tidak cukup data untuk dapat menyimpulkan perbedaan LSCF 7391 dibandingkan dengan LSCF lainnya. Perubahan massa pertama tersebut mengikuti perubahan jumlah substituent Fe3+ dan Sr2+ . Kenaikan jumlah substituent Fe3+ menurunkan perubahan massa. Sebaliknya, kenaikan jumlah substituent Sr2+ justru meningkatkan perubahan massa. Hal yang sama juga teramati pada perubahan massa yang kedua. Faktor substituent ion Fe3+ juga membawa dampak terhadap suhu mulai terjadinya perubahan massa yang kedua. Semakin besar kandungan Fe3+ , semakin tinggi suhu yang diperlukan untuk memulai terjadinya perubahan massa yang kedua. Perubahan massa diperkirakan terjadi melalui reaksi seperti pada P ERS . (2). H2
+ La1−x Srx Co1−y Fey O3 → La1−x Srx Co1−y Fey O3−δ + δH2 O
(2)
Untuk setiap satu ion oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi hydrogen menjadi air (H2 O), terjadi reduksi pada ion logam transisi Co dan/atau Fe. Co dapat berada dalam keadaan Co4+ atau Co3+ yang ditentukan oleh substituent Sr2+ . Semakin besar jumlah substituent Sr2+ , semakin besar pula jumlah ion Co4+ . Di lain pihak, Fe berada dalam bentuk Fe3+ dan penambahan jumlah substituent Sr2+ tidak dapat mengubah Fe3+ menjadi Fe4+ . Ion dengan bilangan oksdasi lebih tinggi akan lebih mudah untuk direduksi, misalnya Co4+ lebih mudah direduksi menjadi Co3+ daripada Fe3+ menjadi Fe2+ . Dengan adanya data TGA/DSC yang menunjukkan bahwa penambahan jumlah substituent Fe3+ menyebabkan naiknya suhu awal namun menurunkan perubahan massa kedua dan kenaikan jumlah substituent Sr2+ menaikkan perubahan massa, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan yang terjadi (reduksi LSCF) ditentukan oleh keadaan/bilangan Prosiding InSINas 2012
0058: Hamzah Fansuri dkk.
EN-125
G AMBAR 8: Termogram TGA/DSC LSCF 7391.
oksidasi yang dimiliki oleh ion Co4+ . Kemampuan LSCF dalam mengalami reduksi dengan cara mengoksidasi hydrogen pada percobaan menggunakan TGA/DSC ini menunjukkan kemampuan LSCF dalam mengoksidasi gas metana. Semakin mudah tereduksi, semakin mudah pula LSCF mengoksidasi gas metana dan demikian pula sebaliknya. Tingkat kemudahan mengoksidasi LSCF ditunjukkan oleh rendahnya suhu yang diperlukan untuk mereduksi (mengurangi massa) LSCF sebagaimana ditunjukkan oleh data TGA/DSC.
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: 1. Membran rapat LSCF berdiameter 50 mm dapat dibentuk dari serbuk LSCF dengan pencetakan bertekanan 7 ton selama 15 menit, diikuti oleh sintering pada suhu 1250 ◦ C. 2. Sifat-sifat fisik dari membran rapat LSCF ( La1−x Srx Co1−y Fey O3−δ , 0, 0 ≤ x ≤ 0, 4) tidak dipengaruhi secara signifikan oleh variasi x, yaitu jumlah substituen Sr2+ dan Fe3+ . 3. Aktivitas reduksi membran LSCF dikontrol oleh keadaan oksidasi dari ion Co. Keadaan oksidasi tersebut ditentukan oleh jumlah substituen Sr2+ dan Fe3+ . Aktivitas reduksi LSCF ini yang akan memberikan pengaruh utama terhadap kemampuan membran LSCF dalam mengoksidasi gas metana secara parsial menjadi produk-produk bernilai tambah lebih tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat dilaksanakan atas bantuan mahasiswa S2 dan S1 yaitu Sokhifatul Ilmiah, Heny Sulistyawati, M. dan Lisief Haryanto serta Rahmat Fauzinudin dan Evy Wulandari. Penulis juga berterimakasih atas dana penelitian yang disediakan oleh Insentif Riset Dasar dengan kontrak No. 1.30/SEK/IRS/PPK/I/2012 tgl 16 Januari 2012.
DAFTAR PUSTAKA [1] Minardi, S., (2009), Pengelolaanlahanpertaniandanemisi gas rumahkaca., Jurusan Ilmu Tanah/Agroteknologi, FakultasPertanian, UniversitasSebelasMaret. [2] Luo, H., Wei, Y., Jiang, H., Yuan, W., Lv, Y., Caro, J. dan Wang, H., (2010), Performance of a ceramic membrane reactor with high oxygen flux Ta-containing perovskite for partial oxidation of methane to syngas, Journal of Membrane Science, Vol. 350, No. 1-2, pp. 154-160. [3] Park, J.H., Kim, J.P., Kwon, H.T.dan Kim, J., 2008., Oxygen permeability, electrical property and stability of La0,8 Sr0,2 Co0,2 Fe0,8 O3−δ membrane. Desalination,Vol. 233, pp. 73E1. ´ [4] Swierczek, K.., (2008), Thermoanalysis, nonstoichiometry and thermal expansion of La0,4 Sr0,6 Co0,2 Fe0,8 O3−δ , La0,2 Sr0,8 Co0,2 Fe0,8 O3−δ , La0,9 Sr0,1 Co0,2 Fe0,6 Ni1/3 O3−δ and La0,6 Sr0,4 Co0,2 Fe0,8 Ni1/3 O3−δ . Solid State Ionics, Vol. 179, pp. 126E30. [5] Siebert, E., Roux, C., Boreave, A., Gaillard, F. danVernoux, P., (2011), Oxido-reduction properties
Prosiding InSINas 2012
EN-126
0058: Hamzah Fansuri dkk.
of La0,7 Sr0,3 Co0,8 Fe0,2 O3−δ perovskite oxide catalyst,Solid State Ionics, Vol. 183, pp. 40E7.
Prosiding InSINas 2012