PEMBUATAN KECAP BERKADAR BESI TINGGI DARI TEMPE DAN 'SAREN' HASIL SAMPING PEMOTONGAN SAPI Hardoko1, Nuri Arum Anugrahati2, Mery Tambaria Damanik2, Ratna Handayani2, Broto S. Kardono3, Hino Wijonarko4 ABSTRACT Research of making soy sauce with adding saren flour (blood flour) in various concentration on pre or post-fermentation were carried out. The purposed of the research was made soy sauce that more nutrious in iron and protein, especially. The result showed that adding of saren trend to increase in protein hydrolysis. Adding of 30% (w/w) saren on pre-fermentation produces better nutrition soy sauce in protein, amno acid essentials (AAE), and iron content. The product contains protein 5.64%, nine types of amino acids essential, iron 7.565 mg/100g, and better in hedonic sensories. Key words : saren, soy sauce, AAE, iron
PENDAHULUAN Kekurangan gizi besi (anemia) merupakan masalah gizi yang masih umum dijumpai baik di negara maju maupun berkembang. WHO (World Health Organization) pada tahun 2000 menyebutkan bahwa setidaknya 52 dari 100 wanita hamil dinyatakan anemia. Di Indonesia pada 1995-2001 jumlah prevalensi anemia wanita usia subur sekitar 39.5%, wanita hamil 50.9%, menyusui 45.1 % dan remaja putri >15%. (Anonim1, 2004). Anemia tersebut dapat menurunkan produktivitas dan kecerdasan, serta berpengaruh besar terhadap ketahanan tubuh terhadap penyakit. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah anemia tersebut, mulai dari penyuluhan gizi, fortifikasi pangan, hingga intervensi langsung berupa pembagian
1
Dosen Fak. Perikanan Unibraw dan Jurusan Teknologi Pangan UPH Dosen Jurusan Teknologi Pangan UPH 3 Staf Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia 4 Alumni Jurusan Teknologi Pangan UPH 2
Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
53
tablet tambah darah. Namun permasalah anemia masih belum teratasi sepenuhnya. Hal yang terpenting dalam anemia adalah konsumsi gizi masyarakat per hari yang perlu untuk diperbaiki, serta eksploitasi sumber-sumber pangan hayati yang mempunyai ketersediaan zat besi yang tinggi. Salah satu sumber pangan hayati yang mengandung zat besi tinggi dan belum banyak dimanfaatkan di Indonesia adalah 'saren' yang merupakan darah hewan beku yang telah dikukus dan biasanya berasal dari hasil samping pemotongan hewan. Zat besi yang terdpat dalam saren atau darah disebut besi haem. Menurut Dai (1983) besi haem memiliki keuntungan lebih baik daripada besi non-haem, dimana penyerapan zat besinya dapat secara langsung tanpa perubahan dan tidak banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor absorpsi lain. Artinya adalah bahwa penyerapan besi haem jauh lebih efisien dan lebih tinggi daripada besi non-haem. Permasalahannya adalah darah / saren tersebut hendaknya ditambahahkan pada produk pangan apa yang sekiranya tidak mengganggu mutu produk. Meija (1994) menyatakan bahwa bentuk bahan pangan yang ideal sebagai pembawa (vehicle) zat besi adalah yang sering dikonsumsi, sebaiknya murah, memiliki sifat fisiko-kimia dan organoleptik yang cukup diterima, dan mempunyai ketersediaan yang baik. Yeung (2005) menambahkan, pilihan penggunaan bentuk senyawa untuk fortifikasi pada akhirnya bergantung pada ketersediaan suplai dari senyawa besi (food-grade) dan kesesuaian pada proses pengolahannya. Produk pangan yang dipandang memenuhi kriteria sebagai pembawa besi antara lain adalah kecap kedelai, sedangkan sumber zat besinya adalah ,saren. Penambahan 'saren, pada kecap dapat dikatagorikan sebagai fortifikasi. Adapun fortifikasi adalah penambahan untuk menambahkan zat gizi yang secara normal atau alami kurang terdapat pada bahan pangan tersebut, sehingga jumlah zat gizi yang ditambahkan selalu lebih tinggi daripada yang ada sebelum pengolahan. Dalam hal ini perlu diketahui kapan dan berapa
54
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
jumlah 'saren' yang harus ditambahkan agar menghasilkan produk kecap yang bermutu baik. METODOLOGI Bahan Bahan yang diperlukan adalah tempe kedelai, "saren" (darah sapi yang telah membeku {clotted)) dan dikukus, garam, dan bumbu (Tabel 3.1). Bahan-bahan ini diperoleh dari pasar basah di Tangerang, keculai saren. Khusus untuk saren diperoleh dari pejagalan di Tangerang dalam bentuk darah beku dan kemudian dikukus sehingga menjadi saren. Untuk analisis diperlukan formaldehid 35% dan NaOH 0.25 N, H2S04 pekat, selenium, asam borat jenuh 4%, HCI, dietil eter, CuS04, Na2S04, indikator metil merah, larutan presipitat protein, larutan pewarna batofenantrolin, standar Fe (dengan konsentrasi 0, 0.25, 0.5, 1.0, 2.0, 4.0 ^g/ml Fe sebagai FeCI3 dalam HCI 0.1 N). Alat yang diperlukan untuk membuat kecap adalah ember plastik, kompor, panci dan pengaduk, botol, penyaring, timbangan, dan botol wadah kecap. Untuk analisis, diperlukan tanur, neraca analitik, pemanas dan pengaduk magnetis, penjepit cawan, soxhlet, labu didih, viskometer, buret, pH meter, oven, cawan porselin, desikator, peralatan destilasi Kjeldahl, labu digestor, tabung destruksi protein, pipet volumetrik, Amino Acid Analyzer, AAS , penangas, dan botol gelas. Metode Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang dilaksanakan dengan membuat perlakuan waktu penambahan tepung "saren" (dilakukan sebelum fermentasi dan setelah fermentasi kecap) dan variasi proporsi antara tempe dengan tepung "saren" 100 : 0 (kontrol), 90:10 (10% b/b saren), 80:20 (20% saren), 70:30 (30% saren), 60: 40 (40% saren).
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
55
Secara garis besar prosedur percobaan pembuatan kecap kedelai berkadar besi tinggi dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3. Darah sapi beku Dikukus Didinginkan Diiris tipis-tipis Dikeringkan dalam oven 4u-50°C sampai kering Digiling Tepung saren Gambar 1. Diagram pembuatan tepung darah Tempe kedelai
I
Dipotong-potong persegi sekitar 1x1 cm Diperam sehari semalam pada suhu ruang Dioven dalam oven 40-pO°C sampai kering Tempe kedelai kering Gambar 2. Diagram pembuatan tempe kedelai kering TabelBahan 1. Bumbu yang digunakan untuk pembuatan kecap manis Bahan g/l filtrat g/1 filtrat Gula merah 650 Daun salam 2.0 Gula pasir 650 Pekak 2.5 Lengkuas 15 Adas Pulau Sari 2.5 Keluvak 100 Kemiri 4.0 Sereh 15 Bawang putih 10 Daun jeruk 1.5 Sodium benzoat 0.6 56
Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
TempeKedelai Kering
(A1) -*"•" Penambahan "saren" dengan proporsi B1 =100:0 (kontrol);
"""*
(A2)
Ditambah larutan g^ram
18% (250g/l larutan garam)
B2 = 90:10; B3 = 80:70; B4 = 70:30; B5 = 60:40
1
1
Difermentasi pada suhu
ruang Ditambah Larutan Garam 18 % 250g/liter larutan garam
1
selama 1 bulan
1 Ditambah "saren" dengan
proporsi Difermentasi pada suhu ruang 90:10; Selama 1 bulan 60:40
1 1 1
B1 =100:0 (kontrol); B2 = B3= 80:70; B4 = 70:30; B5 =
Diblender;
Diblender;
Disaring
•
Ampas
Ampas <1
Disaring
Filtrat +air(1:1v/v) + Bumbu
Filfrat +air(1:1v/v) + Bumbu
1 1 1
1 1 1
Dimasak
Dimasak
Disaring
i 1 I
^.
Ampas
Ampas^-- . —
Kecap
Disaring
Kecap
Gambar 3. Prosedur percobaan pembuatan kecap Parameter yang diukur selama fermentasi meliputi tingkat hidrolisis protein (titrasi formol) (SNI 01-3719-1995), pH (pH meter) Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
57
yang dilakukan satu kali setiap minggu.. Adapun parameter yang diamati pada produk kecap (kecap manis) meliputi kekentalan (Viscometer), kadar Fe (AOAC, 1990), proksimat (Apriyantono, 1988), pH, Aw, organoleptic (scoring test and hedonic test), asam amino (Amino Acid Analyzer). HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Hidrolisis Protein Menurut Sudarmadji et al. (1997) bilangan formol lebih tepat menunjukkan tingkat hidrolisis suatu protein. Adapun perkembangan tingkat hidrolisis protein dalam proses fermentasi kecap dari tempe kedelai dan saren tersaji dalam Gambar 4.
8.50
o
E o L C
m c
I
r>
7.00 5.50 4.00 2.50 19
25
33
43
54
68
Lama fermentasi (Hari) 00S/100T
•10S/90T
•30S/70T
•40S/60T
•20S/80T
Keterangan : S = saren; T = tempe Gambar 4. Perkembangan tingkat hidrolisis protein selama fermentasi kecap dari tempe kedelai dan saren. Gambar 4. memperlihatkan adanya peningkatan tingkat hidrolisis protein selama fermentasi dan adanya kecenderungan 58
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
peningkatan hidrolisis dengan semakin tingginya jumlah saren yang ditambahkan. Peningkatan hidrolisis protein selama fermentasi barangkali terkait dengan pernyataan Roling dan Prasetyo (1995) bahwa faktor yang terpenting dalam fermentasi kecap adalah lama fermentasi, konsentrasi garam, dan pH awal baceman (moromi). Kecenderungan peningkatan hidrolisis protein seiring dengan semakin tinggi jumlah / rasio saren yang ditambahkan, dapat mengindikasikan bahwa protein dari saren lebih mudah terhidrolis atau komponen yang ada didalam saren dapat meningkatkan aktivitas mikroba dalam menghidrolisis protein. Hasil tingkat hidrolisis protein dan juga unsur yang lain dalam fermentasi kecap selanjutnya diduga akan menghasilkan cita rasa kecap yang spesifik. Namun demikian masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan tingkat hidrolisis protein kecap dengan cita rasa yang dihasilkan. Kandungan Zat Besi (Fe) Kecap Manis Hasil pengamatan kandungan zat besi dalam kecap manis yang dibuat dari tempe kedelai dan saren dengan perlakuan pemberian saren diawal dan diakhir fermentasi, disajikan pada Gambar 5. Dari Gambar 5. secara umum terlihat bahwa kecap yang ditambah saren pada awal fermentasi mengandung zat besi lebih tinggi daripada yang ditambahkan saren pada akhir fermentasi. Hal ini diduga terkait dengan terlarutnya zat besi yang terdapaf dalam saren selama fermentasi sehingga pada saat penyaringan moromi zat besi yang lolos lebih banyak. Pada kecap yang ditambah saren pada akhir fermentasi berdampak pada kadar besi yang lebih rendah sebagai akibat sedikitnya kesempatan zat besi dalam saren untuk larut kedalam moromi, sehingga pada waktu penyaringan, akan lebih banyak darah yang tertahan dan hanya sebagaian yang lolos dalam penyaringan. Dampaknya adalah lebih sedikit zat besi yang larut dan lolos saringan, sehingga kadar zat besi kecap lebih rendah Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
59
0
10
20
30
40
Penambahan Saren (%b/b) • ,+ Awal Ferm
• , + Akhir Ferm
Keterangan : huruf yang berbeda pada angka menunjukkan beda nyata 0.05.
Gambar 5. Variasi kandungan zat besi dalam kecap manis yang dibuat dari berbagai rasio tempe kedelai dan saren. Fenomena terlarutnya zat besi dari dalam saren ke moromi terkait dengan sifat kelarutan zat besi secara umum. Meija (1994) menyatakan bahwa kelarutan zat besi dipengaruhi oleh pH media, dimana pada pH asam bentuk-bentuk tertentu dari zat besi seperti fero fumarat, fero suksinat, feri pirofosfat, dan feri ortofosfat lebih mudah larut. Dari pengamatan pH selama fermentasi menunjukkan kondisi asam, sehingga diduga faktor ini turut berperan dalam pelarutan zat besi dari dalam saren. Dari Gambar 5. juga diperoleh bahwa penambahan saren sampai 30% (rasio 30S/70T) dapat meningkatkan kadar zat besi kecap, tetapi kadar penembahan saren sampai dengan 40% (rasio 40S/70T) justru menurunkan kadar zat besi kecap. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penambahan saren yang optimal untuk meningkatkan zat besi adalah saren 30% yang ditambahkan pada awal fermentasi. Perlakuan ini dapat meningkatkan kadar zat besi kecap hampir enam kali lipat kecap tanpa penambahan saren (kontrol). Penyebab penurunan zat besi kecap yang dalam 60
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
fermentasinya ditambah 40% saren belum diamati, namun diduga adanya proses oksidasi yang menyebabkan kerusakan zat besi. Komposisi Gizi Kecap Komposisi gizi kecap manis hasil percobaan penambahan penambahan saren yang didasarkan pada analisis proksimat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi gizi kecap manis Waktu Penambahan Saren Awal Fermentasi
Akhir Fermentasi
Konsentrasi Saren Yang Ditambahkan
Air
Abu
0 10 20 30 40
55.74abc 57.10c 57.01 be 56.10abc 56.28abc
5.00a 5.26a 5.06a 5.03a 4.84a
Kadar (% Protein Lemak
Karbohidrat
4.32a 4.62a 5.60a 5.64a 5.67a
32.17a 27.28bc 25.97c 29.96abcd 30.94ab
2.77a 5.73a 6.37a 3.87a 2.77a
0 10 20 30 40
55.74abc 5.00a 4.32a 2.77a 32.17a 55.72abc 4.94a 30.65ab 5.20a 3.50a 55.54ab 5.28a 4.69a 6.57a 27.92abc 5.08a 55.44a 4.67a 2.43a 32.38d 56.67abc 4.96a 28.01 abc 5.96a 4.40a Keterangan : huruf pada angka dalam satu kolom menunjukkan beda nyata 0.05
Dari Tabel 2 teriihat bahwa perlakuan penambahan saren pada awal dan akhir fermentasi moromi tidak mempengaruhi kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu kecap manis (p>0.05), tetapi mempengaruhi kadar air dan karbohidratnya (p<0.05). Keadaan ini menunjukkan secara umum bahwa penambahan saren dalam bentuk rasio (saren / tempe kedelai) tidak mempengaruhi komposisi gizi kecap manis. Ini diduga terkait dengan komposisi gizi saren dan tempe kedelai mirip. Dari komposisi gizi kecap manis tersebut yang merupakan bagian dalam kriteia SNI (Standar Nasional Indonesia) adalah protein. Menurut SNI nomor 01-3543 -1999 kadar protein pada kecap manis minimal 2.5% sehingga kecap manis yang dibuat dari Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
61
tempe kedelai dan saren dengan kadar protein berkisar 4.32-5.96% melebihi kriteria SNI yang ditetapkan. Meskipun kadar protein kecap manis dari tempe kedelai dan saren secara uji statistik berbeda nyata, namun bila dilihat secara lebih teliti terlihat adanya kecenderungan peningkatan kadar protein seiring dengan meningkatnya kadar saren yang ditambahkan. Dengan demikian penambahan saren dapat meningkatkan kadar protein kecap manis meskipun peningkatanya tidak nyata secara uji statistik. Asam Amino Mlitu gizi suatu protein salah satunya dapat dinilai dengan kelengkapan dan kadar asam amino essensialnya. Adapun komposisi asam-asam amino dalam kecap manis tertera dalam Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa asam amino esensial yang terdapat pada kecap tempe kedelai-saren cukup lengkap dan terdiri dari 9 asam amino, sedangkan pada kecap yang tidak ditambah saren (kecap control) tidak mengandung asam amino metionin. Tidak ditemukannya asam amino metionin pada kecap kontrol terkait dengan bahan bakunya yang berupa tempe kedelai, yang mana menurut Winarno (1988) menyatakan bahwa pada kacangkacangan (leguminosa) biasanya kurang mengandung asam amino metionin. Oleh karena itu, asam amino metionin merupakan asam amino pembatas pada kacang-kacangan. Secara umum kadar asam amino essensial pada kecap manis tempe kedelai-saren meski bervariasi terdapat kecenderungan berkadar lebih tinggi pada kecap yang ditambah saren lebih banyak. Dalam hal ini, terlihat juga kecenderungan adanya kadar asam amino essensial yang lebih tinggi pada kecap yang ditambahkan saren pada awal fermentasi. Keadaan ini diduga juga terkait dengan kelaruian asam amino selama fermentasi lebih tinggi daripada yang
62
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
ditambahkan diakhir fermentasi yang hanya mempunyai waktu sedikit untuk pelarutannya. Tabel
3.
Komposisi asam amino esensial yang terdapat dalam kecap manis tempe kedelai-saren Jenis Rasio S/T can saat penambahan S 40S/60T 20S/80T 20S/80T 40S/60T 00S/100T Asam Amino Akhir (Kontrol) Akhir Awal Awal ASP 0.257 0.29 0.228 0.309 0.199 0.058 0.098 THR* 0.092 0.053 0.073 0.089 SER 0.080 0.037 0.049 0.056 0.563 0.488 0.474 0.584 GLU 0.452 0.114 0.114 GLY 0.079 0.093 0.091 ALA 0.122 0.151 0.107 0.165 0.09 0.024 CYS 0.023 0.071 0.033 0.029 0.120 0.131 0.100 0.145 VAL* 0.079 0.037 0.026 MET* 0 0.014 0.020 0.092 0.102 0.060 0.056 0.061 ILE* 0.196 0.160 0.097 0.173 0.124 LEU* TYR 0.034 0.048 0.014 0.026 0.005 0.117 0.127 0.113 PHE* 0.070 0.076 0.163 0.131 0.161 LYS* 0.098 0.118 0.112 0.099 0.090 0.104 NH3 0.093 0.050 0.051 0.023 0.058 0.034 HIS* 0.062 0.076 0.022 0.034 0.036 ARG* 0.087 0.087 0.111 0.057 0.070 PRO Keterangan : * Asam amino essensial
Selain itu, secara kuantitatif terlihat adanya asam amino yang paling dominan (berkadar paling tinggi) yang terdapat dalam kecap tempe kedelai-saren, yaitu asam amino
giutamat. Dominasi asam
amino glutamate tersebut juga dilaporkan oleh Bramanti (2003) pada kecap
ikan yang
menggunakan
moromi sebagai starter
dalam
fermentasinya. Inokuchi (1986) dikutip Fardiaz (1986) menyatakan bahwa asam amino giutamat merupakan bahan peningkat cita rasa {flavor enhancer)
atau penyedap rasa.
Barangkali hal itulah yang
mengakibatkan citarasa kecap lebih spesifik dan enak (lebih sedap),
Jumal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
63
sehingga kecap dapat ditambahkan dalam suatu makanan untuk meningkatkan cita rasanya. Organoleptik Kecap Mulanya agak dikawatirkan bahwa bau / aroma dan rasa darah (bahan saren) yang amis akan menjadi masalah dan mempengaruhi organoleptik kecap manis. Hasil uji organoleptik kecap manis tempe kedelai-saren dibandingkan dengan kecap kontrol secara storing dan hedonik disajikan masing-masing pada Gambar 6, 7, 8, dan 9.
Gambar 6. Hasil uji organoleptik sccoring rasa vs control
m.+ Awal Ferm • , + Akhir Ferm
Gambar 7. Hasil uji organoleptik scoring bau kecap manis vs kontrol 64
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
10
20
30
40
Penambahan Saren (V.b/b) ,+ Awal Ferm
D.+ Akhir Ferm
Gambar 8. Hasil uji organoleptik skoring penampakan vs kontrol
10
20
30
40
Penambahan Saren (%b/b) I,+ Awal Ferm • , + Akhir Ferm
Gambar 9. Hasil uji organoleptik hedonik kecap manis
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
65
Gambar 6, 7, 8, dan 9 menunjukkan bahwa penambahan saren dengan konsentrasi (rasio) 10-40% pada awal dan akhir fermentasi moromi tidak mempengaruhi skor organoleptik rasa, bau, dan hedonik kecap manis dibandingkan dengan kontrol (p>0.05), tetapi berpengaruh pada penampakan kecap manis (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa nilai organoleptik rasa bau, dan hedonik kecap tempe kedelai-saren tidak berbeda atau sama dengan kecap yang tanpa penambahan saren. Ini juga mengindikasikan bahwa bau amis yang terdapat pada darah atau saren tereliminasi selama fermentasi. Namun secara penampakan (wama) kecap yang ditambah saren lebih gelap daripada kecap kontrol. Kondisi ini mengindikasikan bahwa saren juga berfungsi sebagai pewarna alami pada kecap. Warna ini diduga terkait dengan oksidasi warna hemoglobin darah. Nilai skor rasa rata-rata kecap manis dari tempe kedelaisaren dibandingkan dengan kontrol adalah 4.7 yang berarti sedikit lebih baik dari kecap kontrol, sedang nilai rata-rata baunya 5.3 (sama dengan control), dan nilai hedoniknya 3.7 (agak lebih disukai daripada kecap kontrol). Adapun perbedaan penampakan / warna kecap tempe kedelai-saren terletak pada konsentrasi / jumlah saren yang ditambahkan dan waktu penambahannya. Kecap yang ditambah saren pada awal fermentasi moromi berwama lebih gelap daripadan kecap yang ditambah saren pada akhir fermentasi moromi. Semakin banyak jumlah saren yang ditambahkan semakin gelap warna kecap yang dihasilkan. Nilai skore organoleptik kecap yang ditambah saren pada awal fermentasi rata-rata 6.7 (agak lebih gelap dari kecap kontrol), sedangkan yang ditambah saren pada akhir fermentasi rata-rata 6.0 (sedikit lebih gelap dari kecap kontrol). KESIMPULAN Penambahan saren cenderung meningkatkan hidrolisis protein selama fermentasi
66
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
Penambahan saren lebih baik diberikan pada awal fermentasi moromi. Penambahan saren sampai 30% (proporsi saren 30 / tempe 70) dapat menlngkatkan kadar zat besi kecap manis sampai 6 kali kecap manis tanpa saren. Kadar zat besi optimal yang dicapai adalah 7.565 mg/100g. Penambahan saren dengan konsentrasi yang meningkat cenderung meningkatkan kadar protein kecap manis meskipun kurang nyata, tetapi secara nyata meningkatkan nilai mutu protein dengan kandungan asam amino essensial yang lebih lengkap. Penambahan saren tidak menimbulkan rasa dan aroma 'amis saren' tetapi justru meningkatkan warna gelap pada kecap manis dan lebih disukai panelis daripada kecap tanpa saren DAFTAR PUSTAKA Anonim1. 2004. Suplementasi Iron Zinc Antisipasi Anemia Remaja Putri. Jumat, 14 Mei, 2004 oleh: gklinis. http://www.qizi.net/cgi bin/berita/fullnews.cqi? newsidl084514108,64236. Diakses 26 Februari 2005 Anonim2. 2004. Dietary Supplement Fact Sheet: Iron. Office of Dietary SupplementsNational Institutes of Health, Bethesda, Maryland USA. http://ods.od.nih.gov/factsheets/iron.asp. Diakses 24 Februari 2005 A.O.A.C. 1990. Official Methods of Analysis of The Association of Official Agricultural Chemists. Assoc, of Official Agric. Chemists, Washington. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedamawati, S. Budiyanto. 1988. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
67
\
Bramanti, S.A. 2004. Pembuatan Kecap Ikan Manis Dari Salah Satu Hasil Samping Proses Pengalengan Ikan Tuna (Fish Exstract) Dengan Fermentasi Moromi. Skripsi Fakultas Perikanan Unibraw. (Tidak dipublikasi). Dai, Y.T. 1983. Iron fortification of Chinese soy sauce. The United Nations University Press Food and Nutrition Bulletin Volume 5, Number 1, February 1983http://www.unu.edu/unupress/ food/8F051e/8F051 E08.htm. Diakses 27 Februari 2005 Dewan Standarisasi Nasional. 1999. Kecap Kedelai, SNI 01-3543 1999. Badan Standarisasi Nasionial, Jakarta, Indonesia. Fardiaz, S. 1986. Mikrobiologi Pangan . PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Mejia, L.A. 1994. Fortification of foods: Historical development and current practices. The United Nations University Press Food and Nutrition Bulletin Volume 15 (1993/1994), Number 4, December 1994 http://www.unu.edu/unupress/food/ 8F154e/8F154E00.htm. Diakses 21 Maret2005 Roling, W. F. M., dan A. B. Prasetyo. 1995. Research on the Microbiology of Traditional Indonesian Kecap Production. http://www.bio.vu.nl/ qeomicrob/kecap.html. Diakses 26 Februari 2005 Sudarmadji, S. Haryono, dan B. Suhardi. 1998. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Dan Pertanian. Edisi Keempat. Liberty. Steinkraus, K. H..1985. Indigenous fermented-food technologies for small-scale industries. The United Nations University Press 68
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
Food and Nutrition Bulletin Volume 7, Number 2, June 1985. http://www.unu.edu/unupress/food/8F072e/ 8F072E04.htm. Diakses 25 Februari 2005 USDA. 2004. National Nutrient Database for Standard Reference, Release 17 Blood sausage NDB No: 07005. http://ods.od.nih.gov/ factsheets/iron.asp. Diakses 25 Februari 2005 Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia, Jakarta. Yeung, D. L. 2005. Iron and micronutrients: Complementary food fortification. Food and Nutrition Bulletin - Volume 19, Number 2. United Nations University Press, Tokyo, Japan. http://www.unu.edu/unupress/foodA/192e/ch11 .htm. Diakses, 28 Februari 2005.
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan Vol. 4, No. 1, April 2006
69