PEMBUATAN EDIBLE TRAY BERBAHAN DASAR TEPUNG-TEPUNGAN LOKAL
DIMAS SURYA UTAMA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Edible Tray Berbahan Dasar Tepung-Tepungan Lokal adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2014
Dimas Surya Utama NIM F34080121
ABSTRAK DIMAS SURYA UTAMA. Pembuatan Edible Tray Berbahan Dasar TepungTepungan Lokal. Dibimbing oleh ONO SUPARNO dan TITI CANDRA SUNARTI. Edible tray merupakan suatu wadah (container) untuk makanan seperti saus atau sambal yang dapat dikonsumsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) melihat pengaruh konsentrasi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak terhadap karakteristik kimia serta fisik wafer dan, (2) menentukan jenis wafer yang paling disukai oleh konsumen. Edible tray diproduksi dari bahan tepung-tepungan dengan metode wafer dengan heat press cooking, yaitu dimasak pada dua pelat baja yang dipanaskan. Edible tray yang dihasilkan dari bahan baku mocaf dan tepung jagung dengan metode wafer memiliki karakteristik seperti biskuit yang kaya akan serat. Semakin banyak komposisi mocaf pada edible tray, maka nilai ketebalan, kekerasan, dan kerenyahan akan semakin tinggi. Edible tray yang berbahan dasar minyak kelapa relatif memiliki nilai ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible tray yang berbahan dasar minyak kelapa sawit dan margarin. Edible tray yang dihasilkan dari pencampuran mocaf 75 % dan tepung jagung 25 % serta penggunaan minyak kelapa sawit merupakan edible tray yang disukai oleh konsumen, serta memiliki ketahanan bentuk yang baik hingga pengamatan 1 jam, sehingga dapat diaplikasikan sebagai wadah saus tomat, saus sambal, atau cone ice cream. Kata kunci: edible tray, mocaf, tepung jagung, heat press cooking
ABSTRACT DIMAS SURYA UTAMA. Edible Tray Production with Local Starches Material. Supervised by ONO SUPARNO and TITI CANDRA SUNARTI. Edible tray is a storage for sauces which able to be eaten after it used. The objectives of this research are: (1) to observe the effect of corn flour addition and variation of oil or fat to the chemical and physical characteristics of wafer and, (2) to determine the most preferred wafer by consumers. The wafers are cooked using two heated steel plates. Edible tray produced from mocaf flour and corn flour by using wafer cooking method has characteristic similar with rich fiber biscuits. The more composition of mocaf flour in edible tray, the higher value of thickness, hardness, and crispness. The coconut oil based edible tay relatively has higher thickness than palm oil based or margarine based. Edible tray produced by mixing 75 % of flour mocaf and 25 % of corn flour as well as addition of palm oil is the most preferable edible tray by consumers, and has a good form resistance up to 1 hour observation, so it can be applied as a container of tomato sauce, chili sauce, or cone ice cream. Keywords: edible tray, mocaf flour, corn flour, heat press cooking
PEMBUATAN EDIBLE TRAY BERBAHAN DASAR TEPUNG-TEPUNGAN LOKAL
DIMAS SURYA UTAMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pembuatan Edible Tray Berbahan Dasar Tepung-Tepungan Lokal Nama : Dimas Surya Utama NIM : F34080121
Disetujui oleh
Prof Dr Ono Suparno, STP, MT Pembimbing I
Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah edible tray, dengan judul Pembuatan Edible Tray Berbahan Dasar Tepung-Tepungan Lokal. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan tertinggi kepada: 1. Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T dan Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si, selaku Pembimbing Akademik atas perhatian, kebaikan, arahan, masukan, serta bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 2. Ibu Dr. Indah Yuliasih S.TP., M.Si selaku dosen penguji atas arahan dan masukannya untuk skripsi ini. 3. Ayahanda (alm) H. Sugeng Hidayat S.T., Ibunda Hj. Neneng Hapsah, Kakanda Arafat Helmy Syaifuddin S.Sosi, dan Adinda Ayu Megawati Triwahyuni, Amd. atas cinta dan kasih sayangnya selama ini. 4. Sahabat-sahabat di TIN angkatan 45 atas kebersamaannya. 5. Sahabat DINDA (Dimas, Ida, dan Niza) atas keceriaan, canda, tawa, dan kebahagiaan selama ini. 6. Keluarga Besar Senior Resident 45 (Jenal, Heru, Cartam, Andi, Chan, Ita, Rianita, Tiska, Nisa, Ria) atas kekeluargaannya. 7. Keluarga besar Forum Indonesia Muda (Om Elmir, Bunda Tatty, Ka Ivan, Ka Maleb, Ka Riesni, Nursyifa, Putri, Ibam, Afdhil, Yudhi, Ilma, dan lainnya) atas inspirasi dan semangat to reach the better life untuk saya. 8. Keluarga besar Shuttlecock (Arin, Alfa, Fiya, dan Ichi) semoga kita bisa membumi layaknya prinsip yang kita pegang. 9. Seluruh sahabat dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Dimas Surya Utama
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Mocaf
3
Tepung Jagung
3
Wafer
4
Minyak Kelapa Sawit`
5
Minyak Kelapa
5
Margarin
6
METODE
7
Bahan dan Alat
7
Metode Penelitian
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Karakterisasi Bahan Baku
11
Proses Produksi
13
Produksi edible tray
13
Karakteristik kimia edible tray
13
Karakteristik fisik edible tray
20
Penerimaan Konsumen
23
Potensi Aplikasi
25
SIMPULAN DAN SARAN
25
Simpulan
25
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Klasifikasi biskuit Kombinasi faktor T dengan faktor M Komposisi adonan edible tray Hasil analisis proksimat bahan baku edible tray Sifat fisiko kimia minyak dan lemak bahan baku edible tray basis kering Hasil analisis proksimat edible tray basis kering Hasil analisis kadar Cl pada edible tray Hasil analisis fisik edible tray Nilai rata-rata atribut organoleptik
4 8 8 11 12 14 16 20 25
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir proses pembuatan wafer edible tray 2 Alat cone baker merek Getra untuk membuat edible tray
9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Prosedur analisis proksimat Prosedur analisis fisik Foto edible tray Hasil analisis statistik uji proksimat edible tray Hasil analisis statistik pengujian fisik edible tray Hasil analisis korelasi Hasil analisis statistik uji organoleptik edible tray
29 31 32 33 39 42 43
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini industri restoran cepat saji di Indonesia makin berkembang, seperti McDonald, Kentucky Fried Chicken, California Fried Chicken, Hoka Hoka Bento, dan lain sebagainya. Perkembangan ini dapat terlihat dari global brand value yang dimiliki oleh Kentucky Fried Chicken pada tahun 2012 senilai US$ 8,852,000,000 tumbuh menjadi US$ 9,953,000,000 pada tahun 2013 (Brown, 2013). Hal ini didukung dengan berkembangnya kelas menengah di Indonesia. Berdasarkan data Bank Dunia, pada tahun 2003 jumlah kelas menengah di Indonesia hanya sebesar 37.7 %. Namun, pada tahun 2010 jumlah itu meningkat 56.6 % mencapai 134 juta jiwa. Kelas menengah bercirikan memiliki kisaran penghasilan sebesar US$ 2-20 per kapita per hari (Ali, 2013) Perkembangan restoran cepat saji akan berimplikasi pada meningkatnya penggunaan peralatan makan dan jumlah produk samping atau limbah dari aktivitas bisnis, baik limbah organik maupun limbah anorganik. Salah satu jenis limbah anorganik yang patut menjadi perhatian adalah wadah saus atau sambal yang digunakan pelanggan yang makan di restoran cepat saji menggunakan wadah plastik atau styrofoam. Penggunaan wadah anorganik ini akan berkontribusi terhadap jumlah limbah plastik dan styrofoam. Data dari Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia menunjukkan bahwa jumlah sampah plastik yang terbuang mencapai 26,500 ton per hari (Anonim1, 2012). Berdasarkan pendekatan pengelolaan lingkungan reduce, reuse, dan recycle, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah plastik dan styrofoam adalah dengan membuat wadah saus yang ramah lingkungan bahkan yang dapat dimakan langsung atau edible tray. Edible tray merupakan wadah yang dibuat dengan metode pembuatan wafer yang berasal dari bahan yang dapat dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi serta memenuhi persyaratan sebagai container atau wadah. Wafer dibuat dengan teknik memasak bahan diantara dua pelat baja yang dipanaskan sehingga memiliki kadar air yang rendah, bentuk yang tipis, dan renyah. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar edible tray adalah bahan yang mengandung tepung-tepungan. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang sangat besar akan bahan yang mengandung pati-patian seperti jagung, ubi kayu , kentang, ubi jalar, padi, dan lain sebagainya. Berdasarkan data dari BPS (2013) produksi ubi kayu di Indonesia sebesar 24,044,025 ton pada tahun 2011, sementara itu produksi jagung di Indonesia sebesar 17,643,250 ton pada tahun 2011. Pengembangan produk turunan dari ubi kayu yang telah diproduksi secara komersial dan memiliki karakteristik yang hampir menyerupai tepung terigu adalah mocaf (Modified Cassava Flour). Mocaf merupakan tepung yang diperoleh dari ubi kayu yang difermentasi dengan mikroorganisme sehingga mengubah karakteristik kimia dan fisik tepung yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zulaidah (2011), mocaf memiliki nilai swelling power dan kelarutan yang lebih tinggi, sebesar 18.52 (g/g) dan 2.69 % dibandingkan tepung terigu komersial sebesar 10.17 (g/g) dan 2.09 % sementara tepung ubi kayu tanpa
2 perlakuan modifikasi sebesar 6.92 (g/g) dan 0.76 %. Tepung jagung memiliki nilai swelling power sebesar 10.48 (g/g) dan kelarutan sebesar 6.76 % (Ekafitri, 2009). Hubungan antara swelling power dan kelarutan berupa kemudahan molekul air untuk berinteraksi dengan molekul dalam granula pati dan menggantikan interaksi hidrogen antarmolekul, sehingga granula akan lebih mudah menyerap air dan memiliki pengembangan yang tinggi. Nilai itu mendukung penggunaan mocaf dan tepung jagung sebagai bahan utama untuk pembuatan edible tray. Kerenyahan produk juga dipengaruhi oleh kandungan amilosa pada tepung. Kandungan amilosa pada tepung jagung sebesar 28 % (Tam et al., 2004) akan mempengaruhi kekerasan adonan karena amilosa terlarut akan berikatan satu sama lain dengan matriks pengikat. Selain itu, amilosa juga akan mengalami retrogradasi yang dapat meningkatkan kekerasan produk (Etikawati, 2007). Kondisi itulah yang menguatkan tepung jagung ditambahkan pada bahan pembuatan edible tray supaya produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang kokoh dan baik. Bahan tambahan lain dalam pembuatan edible tray adalah minyak atau lemak. Minyak atau lemak yang biasa digunakan sebagai tambahan dalam proses pembuatan wafer adalah margarin, minyak kelapa sawit, atau minyak kelapa. Minyak dan lemak memiliki fungsi sebagai shortening dan plasticizer pada edible tray sehingga memiliki tekstur yang baik dan dapat dibentuk setelah pemasakan (Ketaren, 2008).
Perumusan Masalah Bagaimanakah pengaruh konsentrasi penambahan tepung jagung dan penggunaan jenis minyak terhadap karakteristik kimia serta fisik edible tray? Perlakuan edible tray manakah yang paling disukai oleh panelis?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuat edible tray dengan bahan dasar tepung-tepungan lokal menggunakan metode wafer. Tujuan khusus penelitian ini untuk melihat pengaruh konsentrasi penambahan tepung jagung (0 %, 25 %, 50 %) terhadap mocaf dan penggunaan jenis minyak atau lemak (minyak kelapa sawit, minyak kelapa, margarin) terhadap karakteristik kimia serta fisik edible tray dan menentukan jenis edible tray yang lebih disukai oleh panelis.
Manfaat Penelitian Penggunaan edible tray dapat menurunkan limbah yang dihasilkan oleh industri restoran siap saji, dengan meningkatkan pemanfaatan dan nilai tambah tepung-tepung lokal sebagai bahan baku.
3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada pembuatan edible tray dengan bahan baku utama mocaf dan tepung jagung. Bahan pemlastis yang digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan margarin. Metode pembuatan edible tray yang digunakan adalah metode wafer.
TINJAUAN PUSTAKA Mocaf (Modified Cassava Flour) Modified cassava flour (mocaf) merupakan produk turunan dari tepung kasava yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu yang dapat dimakan (edible cassava) secara fermentasi (Subagio, 2008). Fermentasi ubi kayu dilakukan sehingga menghasilkan mocaf bebas gluten yang baik untuk produk roti dan biskuit (Demiate et al., 1999). Subagio et al. (2008) melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada ubi kayu akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Granula pati adalah butiran-butiran kecil yang memiliki sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi. Proses pembebasan granula pati ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat. Senyawa asam ini akan bercampur dalam tepung, sehingga ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma sampai 70 % dari cita rasa ubi kayu yang cenderung tidak disukai konsumen (Subagio et al., 2008). Mocaf memiliki karakteristik yang khas, sangat berbeda dengan tepung terigu, tepung beras, tepung ubi kayu, tepung tapioka ataupun tepung yang lainnya sehingga dalam aplikasinya, diperlukan sedikit perubahan dalam formula atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk dengan mutu optimal.
Tepung Jagung Menurut SNI 01-3727-1995 (BSN, 1995), tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling jagung (Zea mays L.) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperma, lembaga dan tip cap. Endosperma merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di
4 dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila pemisahan tip cap tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada tepung. Proses penepungan jagung dapat dilakukan melalui dua cara yaitu proses penggilingan basah dan proses penggilingan kering. Produk yang dihasilkan pada penggilingan basah adalah pati. Produk yang dihasilkan dari penggilingan kering adalah grits, meal, dan flour (Inglett, 1970).
Wafer Biskuit adalah istilah yang menunjukkan kepada sekelompok makanan ringan (snack food) berkadar air rendah dengan tekstur renyah, terbuat dari campuran tepung, shortening (lemak), gula, dan air (Savitri, 2000). Manley (1983) membuat klasifikasi biskuit berdasarkan pada perbandingan air dan lemak, perbandingan antara jumlah bagian lemak terhadap tepung serta jumlah bagian gula terhadap tepung. Perbandingan antara air dan lemak digunakan untuk mengklasifikasi jenis adonan. Perbandingan antara jumlah bagian lemak dan gula terhadap jumlah bagian tepung digunakan untuk mengklasifikasikan produk akhir (Tabel 1). Wafer adalah sejenis biskuit yang tipis, dengan ketebalan antara 1 hingga 4 mm, yang mempunyai struktur lembut dan renyah. Wafer tidak seperti jenis biskuit lainnya baik dalam bentuk maupun pengolahannya. Wafer dibuat dengan proses pemanggangan yang sangat cepat, campuran bahan-bahannya tidak disebut dough (adonan) melainkan batter yang merupakan campuran likuid yang terdiri atas tepung, air, bahan pengembang dan sejumlah kecil bahan lain (Almond et al., 1991). Wafer dipanggang diantara dua lempengan datar yang terbuat dari besi atau baja dan lempeng chromium. Kedua lempeng tersebut disambungkan pada satu sisi dan dikancingkan sehingga dapat tertutup dengan baik.
Jenis Biskuit Crackers Semi sweet Short sweet Cookies/ Rich short sweet Snaps and chrunches Wafer
Sumber: Manley (1983)
Tabel 1. Klasifikasi Biskuit Deskripsi Kandungan gula sedikit, kandungan lemak bervariasi, tergantung tekstur yang diinginkan Kandungan gula sedang, kandungan lemak rendah, tekstur keras, dan manis Kandungan gula maupun lemak tinggi, jenis produknya cukup beragam Kandungan lemak maupun gula lebih tinggi dari short sweet Kandungan gula sangat tinggi, tekstur sangat keras Kandungan gula dan lemak sangat rendah, diberikan aerasi untuk memberikan karakter ringan dan crispy.
5 Minyak Kelapa sawit Minyak dan lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak dan lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Minyak atau lemak sebanyak 1 g dapat menghasilkan 9 kal, karbohidrat sebanyak 1 g menghasilkan 4.2 kal, dan protein sebanyak 1 g menghasilkan 4.2 kal (Winarno, 2002). Minyak kelapa sawit adalah bahan pangan non-esensial dan berfungsi sebagai bahan pangan komplemen. Fungsi minyak kelapa sawit sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga untuk meningkatkan nilai gizi produk (Sumaryanto et al., 1996). Berdasarkan SNI 01-3741-2002 (BSN, 2002), minyak kelapa sawit merupakan bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida yang berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proes pemurnian. Minyak ini termasuk ke dalam minyak nabati yang mengandung asam lemak tidak jenuh sekitar 80 % terutama asam oleat dan linoleat. Minyak sawit (palm oil) berbeda dengan minyak inti sawit (palm kernel oil). Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit bagian mesocarp, sedangkan minyak inti sawit diperoleh dari biji buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit diperoleh melalui proses ekstraksi secara rendering atau pengepresan dan proses pemurnian yang terdiri atas pengendapan dan pemisahan gum, netralisasi, pemucatan, dan deodorisasi. Secara umum minyak kelapa sawit memiliki karakteristik warna kuning pucat sampai oranye tua, memiliki aroma yang sedap, dan stabil atau resisten terhadp ketengikan (Winarno, 2002). Melalui proses rafinasi, pemucatan, dan deodorisasi atau disingkat RBD (refined, bleached, and deodorized), minyak kelapa sawit dapat diubah menjadi produk yang bernilai lebih tinggi. Proses rafinasi atau fraksinasi menghasilkan minyak yang tidak berwarna, jernih, dan bersih dari kotoran yang dikenal sebagai RBD-oil. Menurut Olson (1990), minyak kelapa sawit yang tidak mengalami proses penjernihan dan bleaching memiliki warna merah karena mengandung karoten (α- dan β-karoten) dalam jumlah yang banyak. Warna minyak kelapa sawit ditentukan oleh adanya pigmen yang larut dalam minyak serta pigmen yang tersisa setelah mengalami proses pemucatan. Warna oranye pada minyak kelapa sawit disebabkan oleh pigmen karoten yang larut dalam minyak kelapa sawit. Senyawa β-ionone menentukan bau yang khas pada minyak kelapa sawit (Ketaren, 2008).Mutu minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi mutu minyak kelapa sawit, antara lain titik cair, kandungan gliserida padat, refining loss, kejernihan (Ketaren, 2008), dan kandungan logam berat seperti timbal (Pb) dan arsen (As) (Pantzaris, 1999).
Minyak Kelapa Minyak kelapa merupkan minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi daging buah kelapa. Minyak kelapa memiliki mutu yang paling tinggi dari minyak
6 lainnya berdasarkan pada tingginya kadar asam lemak jenuh dan asam laurat (antimikroba). Kadar asam laurat dalam minyak kelapa adalah 48 %, asam kaprilat kadarnya 8 % dan asam kaprat kadarnya 7 % (Fife, 2003). Kadar asam lemak tak jenuh dalam minyak kelapa adalah 92 %, sedangkan minyak sawit 86 %. Titik cair minyak kelapa berkisar antara 24 sampai 27 oC dengan titik beku sekitar 5 oC lebih rendah dari titik cairnya (Swern, 1979). Teknologi yang sudah ada untuk menghasilkan minyak kelapa diantaranya adalah teknologi perubahan bentuk emulsi, teknologi pemanasan langsung, teknologi fermentasi, teknologi enzimatis dan teknologi pengepresan semi basah (intermediate moisture content/ IMC technology). Berdasarkan kriteria yang disepakati dalam Codex Alimentarius Commission (1995) minyak dan lemak Virgin atau murni adalah minyak dan lemak makan yang didapat tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak dengan hanya perlakuan mekanis dan pemakaian panas rendah serta tidak menggunakan bahan kimia, kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan minyak. Minyak ini dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air, pengendapan, penyaringan dan sentrifugasi saja. Minyak kelapa murni dapat diperoleh dengan penggunaan panas yang diminimalkan atau sama sekali dihilangkan, caranya dengan menggunakan enzim atau mikroorganisme penghasil enzim tertentu untuk memecah emulsi santan yang berikatan dengan lemak dan karbohidrat sehingga minyak dapat terpisah dengan baik.
Margarin Berdasarkan SNI 01-3541-2002 (BSN, 2002), margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi berupa air yang terdispersi dalam minyak atau lemak (w/o), baik semi padat maupun cair, yang dibuat dari lemak makan dan atau minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk hidrogenasi, interesterifikasi, dan telah melalui proses pemurnian, sebagai bahan utama serta mengandung air dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Standar SNI 01-3541-2002 (BSN, 2002) mengklasifikasikan margarin menjadi tiga jenis yaitu margarin siap makan, margarin industri, dan margarin krim atau spread. Terdapat beberapa perbedaan syarat mutu di antara ketiga jenis margarin tersebut. Margarin siap makan dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan vitamin D dengan kadar lemak minimal 80 %, sedangkan pada margarin industri dan margarin krim tidak dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan vitamin D. Perbedaan antara margarin industri dan margarin krim terletak pada jumlah lemak minimum yang terdapat pada produk. Margarin industri minimal mengandung 80 % lemak, sedangkan margarin krim mengandung lemak berkisar 62-78 %. Menurut Ketaren (2008), pembuatan margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan penampakan, bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Ciri-ciri margarin yang paling menonjol adalah bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan, serta segera dapat mencair di dalam mulut. Margarin mempunyai titik beku yang tinggi (di atas suhu kamar) dan titik cair sekitar suhu badan. Pada suhu kamar (25 oC) margarin mempunyai sifat plastis sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengoles makanan (Ketaren, 2008). Minyak nabati yang
7 umum digunakan dalam pembuatan margarin adalah minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak wijen, minyak jagung, dan minyak gandum. Karakteristik fisik margarin sebagian besar dikendalikan oleh kandungan padatan lemak, misalnya karakteristik titik cair dan spreadability. Jumlah padatan yang diperlukan bergantung pada efek yang diharapkan pada adonan dan prosedur persiapan adonan (Fennema, 1996). Menurut Manley (1983), beberapa fungsi dari lemak dalam aplikasi bakery antara lain sebagai pelicin dan pelembut, menciptakan sistem aerasi pada adonan dan lapisan yang tidak mudah ditembus, serta memberikan sifat emulsifier dan flavor.
METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mocaf dan tepung jagung dengan ukuran partikel lolos 100 mesh, minyak kelapa sawit merek „Bimoli‟, minyak kelapa merek „Barco‟, margarin merek „Blue Band‟, gula, garam, putih telur, dan sejumlah bahan kimia untuk analisis. Alat yang digunakan adalah cone baker merek Getra, mixer, Texture Analyzer, oven, desikator, soxhlet apparatus, thickness gauge dan sejumlah alat untuk analisis.
Metode Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah karakterisasi bahan baku, proses produksi, dan penerimaan konsumen. a. Karakterisasi bahan baku Bahan baku (mocaf dan tepung jagung) dikarakterisasi komponen proksimatnya meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat, dan kadar karbohidrat (by difference). Prosedur analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1. Komposisi kimia bahan baku minyak kelapa sawit, minyak kelapa, dan margarin merujuk kepada komponen yang tertera pada kemasan. b. Proses produksi edible tray Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu penambahan tepung jagung (T) dan jenis minyak atau lemak yang digunakan (M). Faktor T memiliki tiga taraf, yaitu 0 %, 25 %, dan 50 %. Faktor M memiliki tiga taraf, yaitu minyak kelapa sawit, minyak kelapa, dan lemak nabati atau margarin.
8 Model matematika untuk RAL dengan dua faktor adalah: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Dengan: T : faktor konsentrasi tepung jagung M : faktor jenis minyak k : ulangan; 1, 2, dan 3. Yijk : respon pada faktor T taraf ke-i, faktor M taraf ke-j, dan ulangan ke-k µ : rataan umum αi : pengaruh faktor T taraf ke-i βj : pengaruh faktor M taraf ke-j (αβ)ij : pengaruh interaksi antara faktor T taraf ke-i dan faktor M taraf ke-j εijk : galat atau komponen acak Faktor T dikombinasikan dengan faktor M sehingga diperoleh sembilan perlakuan seperti pada Tabel 2. Komposisi bahan untuk membuat edible tray adalah tepung, minyak atau lemak, gula halus, garam, dan putih telur (Tabel 3).
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 2. Kombinasi faktor T dengan faktor M Konsentrasi Konsentrasi mocaf ( %) tepung Kode Jenis minyak / lemak jagung ( %) T1M1 100 0 Minyak kelapa T2M1 75 25 Minyak kelapa T3M1 50 50 Minyak kelapa T1M2 100 0 Minyak kelapa sawit T2M2 75 25 Minyak kelapa sawit T3M2 50 50 Minyak kelapa sawit T1M3 100 0 Margarin T2M3 75 25 Margarin T3M3 50 50 Margarin
Komposisi bahan edible tray dalam basis 100 g mocaf dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi edible tray Komposisi Jumlah Tepung 100 g Margarin / minyak kelapa 100 g sawit /minyak kelapa Gula halus 30 g Garam 4g Putih telur 150 g
9 Pembuatan edible tray diawali dengan mencampurkan gula halus dan garam ke dalam putih telur, kemudian diaduk dengan mixer. Kemudian ke dalam campuran dimasukkan margarin yang sebelumnya telah dicairkan atau minyak kelapa sawit atau minyak kelapa dan diaduk kembali. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam campuran tepung yang telah ditimbang sebelumnya dan diaduk kembali dengan menggunakan mixer selama dua menit. Secara lengkap, proses produksi edible tray dapat dilihat pada Gambar 1. Margarin Putih telur, garam, dan gula halus
Campuran tepung
Pencairan dengan steaming
Pengadukan dengan mixer Minyak kelapa / minyak kelapa sawit / margarin cair
Pengadukan dengan mixer
Adonan cair
Pengadukan dengan mixer
Adonan edible tray
Pencetakan ( 170 0C; 1 menit)
Edible tray
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan edible tray Edible tray dibuat dengan menggunakan alat cetak cone baker merek Getra seperti terlihat pada Gambar 2. Alat cetak cone baker dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 170 oC selama 12 menit. Adonan sebanyak 15 g dituangkan ke bagian tengah permukaan alat kemudian ditutup sehingga adonan menjadi rata. Edible tray dipanggang selama satu menit.
10
Gambar 2. Alat cone baker merek Getra untuk membuat edible tray Karakterisasi produk edible tray dibedakan atas analisis komponen proksimat dan analisis fisik. Analisis proksimat meliputi uji kadar air, abu, kadar lemak, protein, serat, dan karbohidrat (by difference). Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 1. Analisis fisik meliputi densitas kamba, ketebalan, dan tekstur. Analisis tekstur edible tray yang dilakukan meliputi uji kekerasan dan uji kerenyahan menggunakan alat Texture Analyzer TA-XT2 di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Cimanggu. Prosedur analisis tekstur dapat dilihat pada Lampiran 2. Data hasil analisis kimia dan fisik edible tray kemudian dianalisis dengan uji statistik menggunakan uji sidik ragam (univariate analysis) untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan terhadap parameter masing-masing atribut pada taraf kepercayaan 95 % (α=0.05). Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan software SPSS 14 untuk melihat pengaruh perlakuan dan interaksi yang diberikan terhadap respon. Uji lanjut LSD (least significant difference) digunakan untuk menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan. c. Uji penerimaan konsumen Untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap produk edible tray, maka dilakukan uji organoleptik. Uji organoleptik dilakukan dengan metode hedonik (kesukaan) dengan menguji produk kepada 30 orang panelis semi terlatih. Atribut yang diamati oleh panelis meliputi aroma, warna, rasa, tekstur, dan kerenyahan. Tingkat kesukaan ditentukan dengan skala hedonik yaitu : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka. Data hasil uji organoleptik edible tray kemudian dianalisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui pengaruh dari tiap perlakuan terhadap atribut organoleptik pada taraf kepercayaan 95 % (α=0.05). Uji lanjut Dunn digunakan untuk menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Bahan Baku Bahan baku edible tray berupa mocaf dan tepung jagung dikarakterisasi dengan analisis proksimat sehingga diketahui kandungan kadar air, abu, protein, serat kasar, lemak, dan karbohidrat by difference. Hasil analisis proksimat bahan baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis proksimat bahan baku edible tray basis kering Komponen
Kadar air Kadar abu Protein Serat kasar Lemak Karbohidrat (by difference)
Standar edible cassava flour ( %)a maks. 13 maks. 3 maks. 2 -
Mocaf ( %)
6.63 ± 0.01 0.53 ± 0.01 1.23 ± 0.01 2.96 ± 0.02 4.40 ± 0.21 84.25
SNI tepung jagung ( %)b maks. 10 maks. 1.5 maks. 1.5 -
Tepung jagung ( %) 9.14 ± 0.02 0.48 ± 0.0 7.07 ± 0.01 2.33 ± 0.01 5.60 ± 0.18 75.38
a
Codex standard for edible cassava flour 176-1989 (Rev. 1-1995). b SNI syarat mutu tepung jagung 01-37271995
Komponen proksimat pada mocaf dan tepung jagung yang menjadi titik kritis sebagai bahan baku edible tray adalah kadar air, protein, serat, dan karbohidrat (by difference). Kadar air yang rendah pada mocaf dan tepung jagung menjaga kualitas kedua tepung tersebut dari mikroorganisme yang dapat menurunkan kualitasnya. Kadar protein pada kedua tepung tersebut akan memengaruhi nilai kandungan protein produk akhir edible tray setelah proses pemanggangan. Pada Tabel 4 terlihat bahwa kadar serat pada mocaf dan tepung jagung melebihi standar CODEX Standard for edible cassava flour (CAC, 1995) dan SNI syarat mutu tepung jagung (BSN, 1995). Kadar serat pada kedua tepung tersebut merupakan dietary fibre yang bermanfaat bagi sistem pencernaan manusia, selain itu kadar serat berfungsi untuk membuat struktur edible tray menjadi kokoh karena terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Mocaf memiliki kadar serat sebesar 2.96 %, mengingat dalam pengolahan ubi kayu menjadi mocaf menggunakan ubi kayu utuh yang telah dibersihkan kulit serta bagian pangkal dan ujungnya sehingga serat yang terkandung dalam ubi kayu juga terkonversi menjadi serat pada mocaf. Tepung jagung memiliki kadar serat sebesar 2.33 %, hal ini disebabkan oleh dalam proses pembuatan tepung jagung, biji jagung dipisahkan menjadi bagian kulit, endosperma, lembaga, dan tip cap. Bagian yang digunakan sebagai bahan baku tepung jagung adalah endosperma yang memiliki kadar karbohidrat tinggi dan rendah serat. Kadar karbohidrat berperan penting dalam kerenyahan produk edible tray karena rasio komponen amilosa dan amilopektin pada mocaf dan tepung jagung. Rasio amilosa dan amilopektin pada mocaf adalah 17:83, sedangkan pada tepung jagung 26:74 (Kusnandar, 2010). Rasio amilosa dan amilopektin dalam granula
12 pati sering dijadikan parameter untuk diaplikasikan dalam proses pengolahan pangan agar memberikan sifat fungsional yang diinginkan. Bahan baku utama edible tray berupa minyak dan lemak yang digunakan adalah minyak dan lemak komersial yang sudah memiliki nilai kandungan gizi yang telah terstandar dan melewati serangkaian pengujian yang ketat. Nilai kandungan gizi dari minyak dan lemak yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sifat fisiko kimia minyak dan lemak bahan baku edible tray Komponen Lemak total Lemak jenuh Lemak tidak jenuh tunggal Lemak tidak jenuh ganda Kolesterol Protein Karbohidrat total Natrium (mg) Titik beku (0 C) Titik cair (0 C) Titik didih (0 C)
Minyak kelapa sawit (g/ 100g) 100a 45a 45a 10a 0a 0a 0a 0a 25 – 50e 175e
Minyak kelapa (g/ 100g) 100b 92.86b 0b 0b 0b 0b 5d 24 – 27d 118.1d
Margarin (g/ 100g) 80c 920c 25f 41f -
a
data diperoleh dari nilai kandungan gizi minyak kelapa sawit yang diproduksi oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk (Anonim2, 2013). b data diperoleh dari nilai kandungan gizi minyak kelapa yang diproduksi oleh PT. Barco (Anonim3, 2013). c data diperoleh dari nilai kandungan gizi margarin yang diproduksi oleh PT. Unilever Indonesia (Anonim4, 2013). d sumber : Swern (1979). e sumber: Winarno (1999). f sumber: Weiss (1983).
Komponen mayor asam lemak pada minyak kelapa sawit adalah asam laurat sebesar 46-52 % dan asam oleat sebesar 13-19 %. Komponen mayor asam lemak pada minyak kelapa adalah asam laurat sebesar 44-52 % dan asam miristat sebesar 13-19 %. Asam lemak yang terdapat pada minyak kelapa didominasi oleh asam lemak jenuh sehingga lebih tahan terhadap proses oksidasi akibat pemanasan. Sementara itu, komponen mayor asam lemak pada margarin adalah asam palmitat dan asam oleat, prosentase asam lemak pada margarin tergantung pada komposisi fraksi olein dan stearin bahan penyusun margarin (Ketaren 2008). Margarin mengandung beta karoten sebagai zat pewarna yang ditambahkan pada proses pembuatan margarin. Zat pewarna ini berasal dari minyak sawit merah atau beta karoten sintetik (Astawan, 2004). Kandungan beta karoten pada margarin akan menghambat proses pencoklatan atau reaksi maillard pada proses pemanggangan edible tray sehingga produk yang dihasilkan akan lebih cerah. Margarin memiliki titik beku 50 C sehingga akan berbentuk padat pada suhu ruang, oleh karena itu saat akan menggunakan margarin sebagai bahan baku perlu dicairkan terlebih dahulu dengan proses steaming atau pemanasan yang tidak kontak secara langsung pada margarin. Minyak kelapa sawit memiliki titik didih tertinggi, yaitu 1750 C (Winarno, 1999), sementara minyak kelapa memiliki titik didih sebesar 118.10 C (Weiss, 1983), sedangkan margarin memiliki titik didih hampir menyerupai minyak kelapa sawit karena komponen penyusunnya memiliki kesamaan. Titik didih ini akan berpengaruh pada tinggi suhu yang dibutuhkan untuk proses pemanggangan edible tray.
13 Proses Produksi 1. Produksi edible tray Pembuatan edible tray diawali dengan mencampurkan gula halus dan garam ke dalam putih telur, kemudian diaduk dengan mixer. Penggunaan gula halus bertujuan untuk memudahkan gula untuk larut dalam adonan karena luas permukaan butiran gula halus lebih kecil dibandingkan luas permukaan gula pasir. Pencampuran ini bertujuan untuk meratakan gula dan garam dalam adonan yang dibuat sehingga rasanya akan merata dan juga untuk membuat foam atau udara yang terperangkap dalam matriks albumin putih telur yang akan melembutkan tekstur edible tray (Fennema, 1996). Kemudian ke dalam campuran dimasukkan minyak kelapa sawit atau minyak kelapa atau margarin yang sebelumnya telah dicairkan dan diaduk kembali. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam campuran tepung yang telah ditimbang sebelumnya dan diaduk kembali dengan menggunakan mixer selama dua menit. Pengadukan dengan mixer dilakukan supaya semua bahan tercampur rata dan menghasilkan tekstur yang baik. Edible tray dibuat dari adonan yang dipanggang di antara dua plat baja. Ukuran dari plat baja yang digunakan akan menentukan ukuran edible tray yang diinginkan. Waktu pemanggangan adalah 1 menit berdasarkan trial and error. Pemanggangan selama 1 menit menghasilkan kematangan yang optimum dan warna yang baik (tidak terlalu gosong dan tidak terlalu cerah). Setelah edible tray matang, dapat dibentuk sesuai kebutuhan selama masih dalam kondisi panas. Kemampuan ini disebabkan karena komposisi minyak atau lemak yang terkandung dalam formula adonan cukup banyak sehingga menjadi elastis dan mudah dibentuk ketika panas, mengingat minyak atau lemak dapat memberikan sifat elastis pada produk akhir makanan. Setelah dibentuk sesuai dengan kebutuhan, edible tray didinginkan untuk menurunkan suhu dan mengeraskannya. Gambar edible tray yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 3. 2. Karakteristik kimia edible tray Kandungan gizi produk pangan sangat penting untuk diketahui sehingga dapat diketahui kelayakannya menjadi produk yang dapat dikonsumsi. Demikian halnya dengan edible tray, walaupun fungsinya sebagai wadah saus, edible tray juga harus memenuhi persyaratan untuk layak dikonsumsi. Analisis yang dilakukan berupa analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan karbohidrat by difference. Kandungan gizi pada edible tray dibandingkan dengan SNI 01-2973-1992 tentang mutu biskuit sehingga didapatkan gambaran nilai gizi edible tray dengan produk pangan standar seperti biskuit. Hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 6. .
14
Tabel 6. Hasil analisis proksimat edible tray basis kering Kadar air ( %)
Kadar abu ( %)
Protein ( %)
Serat Kasar ( %)
Kadar lemak ( %)
karbohidrat by difference ( %)
Nilai kalori (kal/per 100 g)3
T1M11
1.61 ± 0.01
2.81 ± 0.08
8.86 ± 0.09
13.65 ± 1.29
40.02 ± 0.16
33.06
527,82
T1M2 1
1.66 ± 0.01
2.86 ± 0.09
9.37 ± 0.01
14.61 ± 0.82
40.84 ± 0.25
30.66
527,70
T1M3 1
1.71 ± 0.01
2.78 ± 0.03
9.88 ± 0.00
15.89 ± 0.84
41.28 ± 2.37
28.47
524,90
T2M1 1
1.64 ± 0.01
2.85 ± 0.02
8.87 ± 0.00
13.74 ± 0.49
41.33 ± 2.75
31.57
533,76
T2M2 1
1.69 ± 0.00
2.93 ± 0.01
9.32 ± 0.01
14.18 ± 1.52
41.18 ± 1.00
30.69
530,68
T2M3 1
1.76 ± 0.01
2.89 ± 0.01
9.75 ± 0.02
15.46 ± 1.93
39.34 ± 0.08
30.81
516,26
T3M1 1
1.62 ± 0.00
2.86 ± 0.01
8.73 ± 0.01
12.89 ± 1.24
33.96 ± 2.33
39.93
500,33
T3M2 1
1.69 ± 0.01
2.78 ± 0.01
9.23 ± 0.01
13.85 ± 2.24
34.18 ± 0.11
38.26
497,60
T3M3 1 SNI Biskuit2
1.76 ± 0.01
2.86 ± 0.01
9.75 ± 0.02
14.65 ± 2.98
31.70 ± 0.15
39.28
481,45
maks. 5
maks. 1.6
min. 9
maks. 0.5
min. 9.5
min. 70
Min 400
Perlakuan
1
T1= mocaf 100 %; T2= mocaf 75 % dan tepung jagung 25 %; T3= mocaf 50 % dan tepung jagung 50 %; M1= minyak kelapa; M2= minyak kelapa sawit; M3= margarin. Sumber: SNI Mutu dan cara uji biskuit 01-2973-1992 3 Dihitung berdasarkan perhitungan nilai kalori makanan 2
15 a. Kadar air Kadar air berpengaruh langsung terhadap tekstur (kerenyahan), citarasa, dan keawetan suatu produk pangan. Kandungan air juga menentukan penerimaan dan kesegaran produk pangan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan produk tidak renyah (crispy) dan juga berpotensi meningkatkan aktivitas mikroba sehingga daya tahannya berkurang. Menurut Fardiaz (1989), batas minimum kadar air suatu produk agar tidak ditumbuhi mikroba adalah 14 sampai 15 %. Menurut SNI 01-2973-1992 (BSN, 1992), nilai maksimum untuk kadar air biskuit adalah 5 %. Berdasarkan standar mutu tersebut, seluruh perlakuan memenuhi standar kadar air yang ditentukan. Kadar air yang rendah, selain memengaruhi tekstur juga akan mempengaruhi daya tahan edible tray pada proses penyimpanan. Uji statistik dengan analisis keragaman (Lampiran 4) pada taraf α = 0.05 menunjukkan bahwa nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.000 < 5 %, artinya penambahan tepung jagung berpengaruh signifikan terhadap respon kadar air. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar air. Nilai signifikansi interaksi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar air. Uji lanjut LSD (Lampiran 4) menunjukkan pada konsentrasi penambahan tepung jagung memiliki perbedaan yang signifikan pada masing-masing taraf. Uji lanjut LSD pada jenis minyak atau lemak menunjukkan perbedaan yang signifikan untuk minyak kelapa dengan minyak kelapa sawit dan minyak kelapa dengan margarin terhadap respon kadar air. Respon kadar air dari margarin dengan minyak kelapa sawit tidak berbeda signifikan. Edible tray berbahan dasar 100 % mocaf (dengan kode T1) memiliki kadar air yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan edible tray lainnya. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kadar air yang terkandung dalam mocaf, yaitu sebesar 6.63 %. Edible tray berbahan dasar margarin (dengan kode T3) memiliki kadar air yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan edible tray lainnya karena margarin merupakan emulsi air yang terdispersi dalam minyak atau lemak, artinya kadar air dalam margarin berpengaruh pada tingginya kadar air pada produk edible tray. b. Kadar abu Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai komponen yang tidak mudah menguap, tetap tertinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik (Soebito, 1988). Uji statistik (Lampiran 4) pada taraf α = 0.05 untuk kadar abu menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.442
16 > 5 %, artinya penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar abu. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar abu. Nilai signifikansi interaksi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar abu. Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak menunjukkan perbedaan yang signifikan untuk minyak kelapa dengan minyak kelapa sawit dan minyak kelapa sawit dengan margarin terhadap respon kadar abu. Respon kadar abu dari margarin dengan minyak kelapa tidak berbeda signifikan. Berdasarkan SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu biskuit, kadar abu maksimum adalah 1.6 %. Produk edible tray memiliki kadar abu yang lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 6. kadar abu tertinggi diperoleh dari edible tray T2M2 sebesar 2.93 % dan kadar abu terkecil pada edible tray T3M1 sebesar 2.78 %. Edible tray memiliki kadar abu yang tinggi karena bahan baku utama berupa mocaf memiliki kadar abu sebesar 0.53 % dan tepung jagung memiliki kadar abu sebesar 0.48 %. Tingginya kadar abu salah satunya juga disebabkan oleh pemakaian bahan tambahan adonan edible tray berupa garam dapur. Penambahan garam dapur bertujuan untuk memeroleh produk edible tray yang memiliki rasa gurih, berbeda dengan standar SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu biskuit yang secara umum memiliki rasa manis. Hasil analisis kadar Cl pada Tabel 7. menunjukkan besaran kandungan per sampel edible tray yang berasal dari penggunaan garam dapur. Tabel 7. Hasil analisis kadar Cl pada edible tray Sampel % Cl T1M1
2.25 ± 0.04
T1M2
2.32 ± 0.05
T1M3
2.37 ± 0.06
T2M1
2.30 ± 0.05
T2M2
2.36 ± 0.04
T2M3
2.27 ± 0.03
T3M1 T3M2 T3M3
2.29 ± 0.01 2.38 ± 0.05 2.34 ± 0.05
c. Kadar protein Protein merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung asam amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida (Kusnandar, 2010). Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berperan sebagai komponen penyusun dan pembangun. Protein di dalam tubuh akan
17 dipecah menjadi komponen sederhana asam-asam amino sehingga lebih mudah diserap tubuh. Hasil analisis kadar protein dapat dilihat pada Tabel 6. Kadar protein yang diperoleh dari edible tray terbesar pada T1M3 senilai 9.88 % dan terendah pada T3M1 senilai 8.73 %. Nilai ini berasal dari bahan baku edible tray seperti putih telur, terigu dan tepung jagung. Edible tray dengan kode T1 menggunakan 100 % mocaf, edible tray dengan kode T2 menggunakan 75 % mocaf dan 25 % tepung jagung, dan edible tray dengan kode T3 menggunakan 50 % mocaf dan 50 % tepung jagung. Berdasarkan perbandingan tersebut dan kadar protein bahan baku, maka edible tray jika makin banyak ditambahkan tepung jagung akan makin tinggi kandungan proteinnya. Kandungan protein pada tepung jagung yang digunakan tergolong pada kandungan sedang, yaitu sebesar 7.07 %. Kondisi ini memberikan pengaruh terhadap nilai kadar protein. Apabila mengacu pada SNI 01-2973-1992 tentang standar mutu biskuit untuk kadar protein minimal sebesar 9 %. Pengujian statistik (Lampiran 4) pada taraf α = 0.05 untuk kadar protein menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.000 < 5 %, artinya penambahan tepung jagung berpengaruh signifikan terhadap respon kadar protein. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar protein. Nilai signifikansi interaksi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar protein. Uji lanjut LSD untuk penambahan konsentrasi tepung jagung dan jenis minyak atau lemak untuk respon kadar protein berbeda signifikan pada semua taraf. d. Kadar serat kasar Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Serat dibedakan menjadi dua jenis yaitu serat kasar yang disusun oleh selulosa, lignin, dan sebagian kecil hemiselulosa serta serat pangan (dietary fiber) terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan substansi pektat (Lopulalan, 2008). Berdasarkan Tabel 6, kadar serat edible tray yang diperoleh pada penelitian ini berada pada kisaran 12.89 % hingga 15.89 %. Nilai serat ini cukup besar untuk golongan produk pangan. Bila dibandingkan dengan kadar serat kasar biskuit (SNI 01-2973-1992) maksimum sebesar 0.5 % maka nilai kadar serat kasar edible tray sangat jauh berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa kadar serat edible tray relatif tidak memenuhi nilai standar produk pangan biskuit. Kadar serat yang tinggi tidak sepenuhnya menunjukkan kadar serat meningkat dari kadar awal produk, namun lebih disebabkan oleh pergeseran massa dari kandungan proksimat lain. Disamping itu, kadar serat yang tinggi pada produk pangan merupakan hal yang baik sebab serat pangan terutama oligosakarida sangat bermanfaat untuk kesehatan karena dapat berfungsi sebagai serat fungsional.
18 Pengujian statistik (Lampiran 4) pada taraf α = 0.05 untuk kadar serat kasar menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.004 < 5 %, artinya penambahan tepung jagung berpengaruh signifikan terhadap respon kadar serat. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau lemak 0.227 > 5 %, artinya jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar serat. Nilai signifikansi interaksi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.984 > 5 %, artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar serat. Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung terhadap respon kadar serat menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi tepung jagung sebanyak 0 % dengan 25 % tidak berbeda signifikan, sementara itu, penambahan konsentrasi tepung jagung sebanyak 25 % dengan 50 % dan 0 % dengan 50 % berbeda signifikan. Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak pada seluruh taraf tidak berbeda signifikan karena minyak atau lemak yang digunakan tidak memiliki kandungan serat. Edible tray dengan kode T1 menggunakan 100 % mocaf, edible tray dengan kode T2 menggunakan 75 % mocaf dan 25 % tepung jagung, dan edible tray dengan kode T3 menggunakan 50 % mocaf dan 50 % tepung jagung. Berdasarkan hasil analisis, semakin banyak ditambahkan tepung jagung pada edible tray maka kadar seratnya semakin rendah. Hal ini disebabkan karena mocaf dibuat dari ubi kayu yang difermentasi sehingga memiliki serat yang lebih tinggi, bahan baku mocaf yang digunakan memiliki kadar serat kasar sebesar 2.96 %. e. Kadar lemak Lemak memberikan cita rasa dan memberikan tekstur yang lembut pada edible tray. Matz (1987) menyatakan bahwa lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan tekstur, dan aroma. Tabel 6 menunjukkan nilai kadar lemak edible tray. Kadar lemak yang terbesar dari edible tray T1M2 sebesar 41.3 % dan yang terendah dari edible tray T3M3 sebesar 31.7 %. Pengujian statistik (Lampiran 4) pada taraf α = 0.05 menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.093 > 5 %, artinya penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar lemak. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar lemak. Nilai signifikansi interaksi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.119 > 5 %, artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar lemak. Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung pada respon kadar lemak menunjukkan perbedaan signifikan pada konsentrasi tepung jagung sebesar 25 % dengan 50 %. Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak terhadap respon kadar lemak menunjukkan bahwa pada jenis minyak kelapa dengan minyak kelapa sawit tidak berbeda signifikan, sementara itu pada minyak kelapa dengan margarin dan minyak kelapa sawit dengan margarin menunjukkan perbedaan signifikan.
19 Berdasarkan perbandingan bahan baku tepung dan kadar lemak bahan baku, maka edible tray jika semakin banyak ditambahkan tepung jagung akan semakin tinggi kandungan lemaknya, namun hal ini berbeda dengan hasil analisis kadar lemak. Kedua tepung untuk bahan baku edible tray memiliki kemampuan absorbsi minyak, mocaf sebesar 46.62 % (Hanif, 2009) sedangkan untuk tepung jagung sebesar 1.33 % (Riyani, 2007). Kemampuan absorbsi minyak merupakan kemampuan granula pati untuk mengikat minyak dalam jumlah tertentu. Kemampuan absorbsi minyak inilah yang membuat edible tray berbahan mocaf memiliki kadar lemak yang lebih tinggi karena kemampuan absorbsi minyak yang tinggi. Edible tray berbahan 50 % mocaf dan 50 % tepung jagung memiliki kadar lemak yang rendah karena kemampuan absorbsi minyak yang rendah pada tepung jagung. Berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar lemak produk biskuit minimal 9,5 %, dengan demikian produk edible tray memenuhi syarat mutu SNI bahkan jauh di atas nilai minimum sehingga dapat dikatakan produk edible tray cocok menjadi sumber makanan yang mengandung lemak tinggi. Kondisi ini disebabkan oleh penggunaan bahan baku berupa minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan margarin yang cukup tinggi. f. Karbohidrat by difference Karbohidrat merupakan sumber energi yang baik. Kandungan karbohidrat diperoleh dari total padatan edible tray dikurangi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar serat. Tabel 6 memerlihatkan kadar karbohidrat pada edible tray, kadar karbohidrat tertinggi yaitu pada edible tray T1M3 sebesar 39.93 % dan terendah pada edible tray T3M1 sebesar 28.47 %. Pengujian statistik (Lampiran 4) pada taraf α = 0.05 menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.038 > 5 %, artinya penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar karbohidrat. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar karbohidrat. Nilai signifikansi interaksi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.240 > 5 %, artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan terhadap respon kadar karbohidrat. Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung menunjukkan perbedaan signifikan terhadap respon kadar karbohidrat pada konsentrasi sebesar 0 % dengan 25 % dan 0 % dengan 50 %, sementara pada konsentrasi penambahan tepung jagung sebesar 25 % dengan 50 % tidak berbeda signifikan. Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak menunjukkan perbedaan signifikan terhadap respon kadar karbohidrat pada jenis minyak kelapa dengan margarin dan minyak kelapa sawit dengan margarin, sementara pada jenis minyak kelapa dengan minyak kelapa sawit tidak berbeda signifikan. Menurut SNI 01-2973-1992, kadar karbohidrat pada produk biskuit minimal 70 %. Bila dibandingkan dengan kadar karbohidrat pada edible tray maka diperoleh perbedaan angka yang cukup jauh yakni sekitar 28.47
20 sampai 39.93 %. Namun bila dibandingkan kadar lemak dan kadar seratnya, maka produk edible tray unggul sebagai produk kaya lemak dan sumber serat alami. g. Nilai kalori Almastier (2002) menyatakan bahwa manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik. Energi dapat diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada dalam bahan makanan. Berdasarkan hasil perhitungan, kalori edible tray tertinggi adalah pada edible tray T2M1 sebesar 533.76 kal/ 100 g dan terrendah pada edible tray T3M3 sebesar 481.45 kal/ 100 g. Hasil ini bila dibandingkan dengan nilai kalori yang ditetapkan oleh SNI syarat mutu biskuit (BSN, 1992) sebesar 400 kal/ 100 g, kalori yang dimiliki edible tray telah memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. 3. Karakteristik fisik edible tray Analisis fisik terhadap produk edible tray untuk mengetahui bagaimana karakter fisik edible tray meliputi densitas kamba, ketebalan, dan tekstur. Karakter fisik edible tray diperlukan untuk aplikasi edible tray sebagai wadah saus. Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume bahan itu sendiri, yang memiliki satuan g/ml. Semakin tinggi densitas kamba menunjukkan produk semakin ringkas atau padat. Densitas adalah sifat fisik penting yang mengkarakterisasi tekstur dan kualitas dari makanan kering.
Perlakuan
Tabel 8. Hasil analisis fisik edible tray Densitas Kamba Kekerasan dan Ketebalan (mm) (g/ml) Kerenyahan (N)
T1M11
0.579 ± 0.024
2.00 ± 0.04
5.73 ± 1.39
1
0.577 ± 0.001
1.61 ± 0.18
6.82 ± 0.91
1
0.576 ± 0.001
1.74 ± 0.34
6.88 ± 2.75
1
T2M1
0.577 ± 0.001
1.74 ± 0.37
5.62 ± 0.98
T2M21
0.577 ± 0.001
1.23 ± 0.36
4.27 ± 0.76
1
0.579 ± 0.004
0.85 ± 0.12
4.83 ± 0.86
1
T3M1
0.575 ± 0.002
0.79 ± 0.10
3.83 ± 0.56
T3M21
0.576 ± 0.001
0.91 ± 0.11
3.57 ± 0.49
1
0.566 ± 0.024
0.82 ± 0.10
3.82 ± 0.77
T1M2 T1M3
T2M3
T3M3 1
T1= mocaf 100 %; T2= mocaf 75 % dan tepung jagung 25 %; T3= mocaf 50 % dan tepung jagung 50 %; M1= minyak kelapa; M2= minyak kelapa sawit; M3= margarin.
Tekstur merupakan sifat fisik bahan pangan yang berhubungan dengan perubahan bentuk, pemecahan, dan aliran karena gaya yang diberikan. Uji tekstur pada produk edible tray dibedakan atas atribut kerenyahan dan
21 kekerasan. Uji ini bertujuan untuk membandingkan tekstur tiap sampel secara obyektif. Nilai kerenyahan dan kekerasan dinyatakan dalam satuan Newton (N). Tabel 8 memerlihatkan hasil analisis fisik edible tray. Texture Analyzer adalah alat yang menggunakan probe untuk menganalisis tekstur bahan pangan dengan memberikan gaya tekan pada sampel pangan melalui probe. Probe yang digunakan pada pengukuran ini yaitu menggunakan probe berbentuk bola. Gaya akan dibaca sebagai tekstur produk, semakin besar gaya yang dibutuhkan menunjukkan produk lebih sulit hancur atau pecah. a. Densitas kamba Densitas kamba menunjukkan porositas bahan pangan, yaitu jumlah rongga yang terdapat diantara partikel-partikel bahan, atau menunjukkan perbandingan antara berat bahan terhadap volumenya. Parameter ini penting terutama dikaitkan dengan pengemasan dan penyimpanan. Tabel 8 menunjukkan bahwa densitas kamba tertinggi diperoleh dari edible tray T1M1 dan T2M3 sebesar 0.579 g/ml, sedangkan densitas kamba terendah diperoleh dari edible tray T3M3 sebesar 0.566 g/ml. Hasil pengujian statistik (Lampiran 5) pada taraf α = 0.05 untuk densitas kamba menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.665 > 5 %, artinya penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan terhadap respon densitas kamba. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau lemak 0.405 > 5 %, artinya jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan terhadap respon densitas kamba. Nilai signifikansi interaksi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.769 > 5 %, artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan terhadap respon densitas kamba. Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak tidak menunjukkan hasil yang berbeda signifikan pada semua taraf. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 8, edible tray berbahan dasar mocaf (dengan kode T1) memiliki densitas kamba yang relatif lebih tinggi dibandingkan edible tray lainnya. Hal ini dikarenakan mocaf memiliki nilai swelling power dan solubility yang tinggi, yaitu sebesar 18.52 (g/g) dan 2.69 % (Zulaidah, 2011) sementara tepung jagung memiliki nilai swelling power sebesar 10.48 (g/g) dan solubility sebesar 6.76 % (Ekafitri, 2009). Swelling power merupakan kenaikan volume dan bobot maksimum tepung selama mengalami pengembangan di dalam air atau selama proses pemasakan. Kenaikan volume pada edible tray selama proses pemasakan berpengaruh pada densitas kamba. b. Ketebalan Ketebalan diukur dengan menggunakan thicknometer gauge untuk mengetahui ketebalan edible tray yang dihasilkan. Nilai ketebalan menjadi salah satu parameter penting untuk pengemasan dan penyimpanan produk. Berdasarkan Tabel 8, edible tray dengan nilai ketebalan tertinggi adalah
22 edible tray T1M1 sebesar 2.00 mm, sementara edible tray dengan nilai ketebalan terrendah adalah edible tray T3M1 sebesar 0.79 mm. Pengujian statistik (Lampiran 5) pada taraf α=0.05 menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.000 < 5 %, artinya penambahan tepung jagung berpengaruh signifikan terhadap respon ketebalan. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon ketebalan. Nilai signifikansi interaksi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon ketebalan. Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung terhadap respon ketebalan menunjukkan perbedaan signifikan pada konsentrasi 0 % dengan 25 % dan konsentrasi 0 % dengan 50 %, sementara pada konsentrasi 25 % dengan 50 % tidak berbeda signifikan. Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak terhadap respon ketebalan menunjukkan perbedaan signifikan untuk ketiga taraf. Edible tray yang berbahan dasar mocaf 100 % relatif memiliki nilai ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible tray yang diberikan tambahan tepung jagung sebanyak 25 % dan 50 %. Edible tray yang berbahan dasar minyak kelapa relatif memiliki nilai ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible tray yang berbahan dasar minyak kelapa sawit dan margarin. Berdasarkan hasil analisis korelasi antara densitas kamba dengan ketebalan pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa densitas kamba dan ketebalan memiliki koefisien korelasi sebesar 0.197, yang berarti jika densitas kamba bertambah maka ketebalan akan bertambah. Namun nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0.323 lebih dari 0.05, artinya hubungan antara densitas kamba dan ketebalan tidak signifikan. c. Kekerasan dan Kerenyahan Besarnya gaya yang dibutuhkan untuk membuat produk mengalami kerusakan menunjukkan nilai kekerasan suatu produk (Soekarto, 1985). Salah satu ciri utama produk biskuit seperti wafer atau edible tray adalah teksturnya yang renyah. Kerenyahan edible tray sangat menentukan penerimaan konsumen. Kerenyahan dipengaruhi oleh sejumlah kadar air terikat oleh matriks karbohidrat yang mempengaruhi pergerakan relatif dari daerah kristalin dan amorf. Struktur amorf atau partially amorf dalam bahan pangan terbentuk karena proses, termasuk proses pemanggangan (Adawiyah, 2002). Kerenyahan menggambarkan gaya yang mampu ditahan oleh permukaan edible tray sehingga akan patah atau retak. Semakin kecil nilai gaya yang diperlukan untuk menghancurkan edible tray maka sifatnya makin renyah atau makin mudah hancur. Nilai kekerasan dan kerenyahan edible tray terbesar diperoleh dari edible tray T1M3 sebesar 6.88 N, sementara nilai kekerasan dan kerenyahan terkecil diperoleh dari edible tray T3M2 sebesar 3.57 N seperti terlihat pada Tabel 8. Hasil uji statistik (Lampiran 5) pada taraf α = 0.05 menunjukkan nilai signifikansi pengaruh penambahan tepung jagung 0.756 > 5 %, artinya
23 penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan terhadap respon kekerasan dan kerenyahan. Nilai signifikansi pengaruh jenis minyak atau lemak 0.000 < 5 %, artinya jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan terhadap respon kekerasan dan kerenyahan. Nilai signifikansi interaksi penambahan tepung jagung dan jenis minyak atau lemak 0.360 > 5 %, artinya interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan terhadap respon kekerasan dan kerenyahan. Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung terhadap respon kekerasan dan kerenyahan menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan untuk ketiga taraf. Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak terhadap respon ketebalan dan kekerasan menunjukkan perbedaan signifikan untuk ketiga taraf. Edible tray yang berbahan dasar mocaf 100 % memiliki nilai kekerasan dan kerenyahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible tray yang diberikan tambahan tepung jagung sebanyak 25 % dan 50 %. Sementara itu, jenis minyak atau lemak yang digunakan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai kekerasan atau kerenyahan. Mocaf memiliki daya absorbsi air sebesar 47.21 % dan daya absorbsi minyak sebesar 46.62, kedua sifat fungsional ini membuat mocaf mengikat bahan adonan edible tray dengan baik sehingga menghasilkan kekerasan dan kerenyahan yang tinggi. Hasil analisis korelasi antara kadar air dengan kerenyahan atau kekerasan pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa kadar air dan kekerasan atau kerenyahan memiliki koefisien korelasi sebesar -0.183, yang berarti jika kadar air bertambah maka kekerasan atau kerenyahan akan berkurang. Namun nilai-p stat uji (2 arah) sebesar 0.361 lebih dari 0.05, artinya hubungan antara kadar air dan kekerasan tidak signifikan.
Penerimaan Konsumen Edible tray tidak hanya diuji secara kimia dan fisik saja, namun juga diuji organoleptik untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap edible tray. Menurut Soekarto (1985), penilaian organoleptik (daya terima) banyak digunakan untuk menilai mutu komoditas pertanian dan makanan. Penilaian cara ini dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Dalam hal bau lebih banyak sangkut pautnya dengan alat panca indera penghirup (Winarno, 2002). Aroma dapat dikaitkan dengan keberadaan senyawa yang dapat menimbulkan kesan makanan tertentu dengan hanya dicium saja. Senyawa tersebut disebut sebagai senyawa penyumbang bau-rasa. Peranan warna dalam makanan sangat penting, karena konsumen pertama kali tertarik pada suatu makanan bila melihat warna yang merangsang selera. Warna merupakan faktor yang mempengaruhi rupa makanan. Makanan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik, belum tentu dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang (Winarno, 2002). Rasa merupakan persepsi dari sel pengecap meliputi rasa asin, manis, asam, dan pahit yang diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut (Meilgaard et al., 1999).
24 Meilgaard et al. (1999) mengungkapkan bahwa tekstur merupakan sesuatu yang bersifat kompleks dan didefinisikan sebagai manifestasi sensori dari struktur luar dan dalam dari suatu produk. Tiap produk pangan memiliki definisi tersendiri untuk tekstur. Karakteristik produk pangan yang dikehendaki dari produk ekstrusi khususnya snack adalah tekstur yang renyah, derajat pengembangan yang tinggi, mengembang dengan densitas yang rendah (ringan), dan tekstur rapat (Baik et al., 2004). Pengujian organoleptik edible tray dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Uji yang dilakukan adalah uji hedonik dimana panelis diminta untuk mengutarakan pendapat pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya yang dinyatakan dalam skala angka. Atribut penilaian dibedakan meliputi aroma, warna, rasa, tekstur, dan kerenyahan. Hasil uji organoleptik dianalisis dengan analisis statistik uji Kruskal Wallis untuk membandingkan pengaruh perbedaan perlakuan terhadap atribut organoleptik (Fauzy, 2008). Berdasarkan analisis statistik untuk organoleptik edible tray pada Lampiran 7, didapat bahwa dari hasil uji Kruskal Wallis terdapat perbedaan antara perlakuan pada atribut organoleptik warna (Nilai-p 0.000 < alpha 5 %), sedangkan pada atribut organoleptik yang lain tidak terdapat perbedaan antara perlakuan. Warna edible tray yang disukai oleh konsumen adalah warna yang dihasilkan dari kombinasi mocaf 75 %, tepung jagung 25 %, dan minyak kelapa sawit. Warna edible tray sebagaimana yang tersaji pada Lampiran 3, terlihat bahwa edible tray berbahan minyak kelapa memiliki warna kecokelatan, edible tray berbahan minyak kelapa sawit memiliki warna agak kecokelatan, dan edible tray berbahan margarin memiliki warna sedikit agak kecokelatan. Hal ini dikarenakan margarin mengandung beta karoten sebagai zat pewarna yang ditambahkan pada proses pembuatan margarin. Zat pewarna ini berasal dari minyak sawit merah atau beta karoten sintetik (Astawan, 2004). Kandungan beta karoten pada margarin akan menghambat proses pencoklatan atau reaksi maillard pada proses pemanggangan edible tray sehingga produk yang dihasilkan akan lebih cerah. Nilai rata-rata atribut organoleptik seperti yang tersaji pada Tabel 9 merupakan hasil rata-rata penilaian panelis terhadap edible tray sehingga dapat diketahui gambaran penilaian panelis terhadap lima atribut organoleptik edible tray. Aroma pada edible tray merupakan hasil interaksi antara jenis tepung dan jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku. Secara umum, aroma yang disukai adalah edible tray yang berbahan baku mocaf 100 %, hal ini dikarenakan mocaf memiliki aroma yang khas setelah pemasakan dan cita rasa ubi kayu telah hilang pada produk edible tray. Jenis minyak bahan baku pada atribut aroma yang disukai adalah edible tray dengan minyak kelapa. Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yaitu asam laurat sebesar 44-52 % (Ketaren, 2008) yang membuat minyak kelapa lebih stabil terhadap oksidasi pada saat proses pemanggangan edible tray dan menghasilkan aroma yang disukai oleh panelis.
25 Tabel 9. Nilai rata-rata atribut organoleptik Perlakuan
Aroma
Warna
T1M1 T2M1 T3M1 T1M2 T2M2 T3M2 T1M3 T2M3 T3M3
4.57 4.20 4.50 4.20 4.33 3.53 4.50 4.40 3.90
4.80 3.50 4.57 4.73 5.83 5.10 4.37 3.83 3.40
Rasa Tekstur 4.63 4.83 4.70 3.90 4.67 4.13 4.67 4.33 4.33
5.10 5.07 4.83 4.87 5.27 4.77 4.93 4.70 4.47
Kerenyahan 5.33 5.20 5.13 4.90 5.33 5.27 5.40 5.00 5.00
Ratarata 4.89 4.56 4.75 4.52 5.09 4.56 4.77 4.45 4.22
Simpangan 0.32 0.71 0.25 0.45 0.59 0.72 0.41 0.44 0.60
Rasa pada edible tray dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan terutama jenis tepung dan minyak. Edible tray T2M2 terbuat dari kombinasi mocaf 75 %, tepung jagung 25 %, dan minyak kelapa sawit. Kombinasi ini memberikan kesan rasa yang disukai oleh panelis dengan nilai tertinggi sebesar 4.67. Hasil rata-rata pada atribut organoleptik tekstur, edible tray T2M2 mendapatkan skor tertinggi sebesar 5.27. Parameter yang mempengaruhi konsumen dalam menilai tekstur adalah kekerasan dan kadar air. Edible tray T2M2 memiliki nilai kekerasan sebesar 4.27 N dan kadar air sebesar 1.69 %. Hal ini membuat edible tray ini memiliki kesan tekstur yang disukai oleh konsumen. Hasil perhitungan pada atribut organoleptik kerenyahan, edible tray T2M2 mendapatkan skor tertinggi sebesar 5.33. Kerenyahan pada edible tray dipengaruhi oleh kadar air. Berdasarkan analisis korelasi antara kadar air dengan kerenyahan pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa kadar air dan kerenyahan memiliki koefisien korelasi sebesar -0.183, yang berarti jika kadar air bertambah maka kekerasan atau kerenyahan akan berkurang. Edible tray memiliki kadar air yang lebih kecil dari 2.00 % sehingga memiliki kerenyahan yang baik. Potensi Aplikasi Uji aplikasi dilakukan dengan menuangkan saus sambal dan saus tomat pada edible tray kemudian disimpan pada suhu ruang. Hasil uji aplikasi edible tray menunjukkan bahwa edible tray tidak mengalami deformasi bentuk setelah satu jam dituangkan saus dan disimpan pada suhu ruang. Ketahanan bentuk yang dimiliki oleh edible tray disebabkan karena tingginya kadar lemak yang bersumber dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit, atau margarin yang berfungsi untuk membuat struktur edible tray menjadi hidrofobik yang sulit menyerap air sehingga struktur edible tray tetap kokoh dan membuat kerenyahan tetap terjaga. Edible tray dapat dimanfaatkan sebagai wadah saus yang kaya serat dan tinggi lemak. Bahan dasar edible tray adalah mocaf yang rendah gluten, sehingga
26 edible tray cocok bagi konsumen yang diet gluten maupun bagi penderita autis. Edible tray juga cocok untuk wadah salad ataupun sebagai cone ice cream.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Edible tray yang dihasilkan dari bahan baku mocaf dan tepung jagung dengan metode wafer memiliki karakteristik kimia dan fisik seperti biskuit yang kaya akan serat dan sesuai dengan standar mutu biskuit. Penambahan tepung jagung berpengaruh terhadap ketebalan edible tray dan tidak berpengaruh terhadap densitas kamba, kekerasan, dan kerenyahan. Jenis minyak atau lemak yang digunakan berpengaruh terhadap ketebalan, densitas kamba, kekerasan, dan kerenyahan. Edible tray yang berbahan dasar mocaf 100 % relatif memiliki nilai ketebalan, kerenyahan, dan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible tray yang diberikan tambahan tepung jagung sebanyak 25 % dan 50 %. Edible tray yang berbahan dasar minyak kelapa memiliki nilai ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible tray yang menggunakan minyak kelapa sawit dan margarin. Edible tray yang dihasilkan dari pencampuran mocaf 75 % dan tepung jagung 25 % serta penggunaan minyak kelapa sawit disukai oleh konsumen, serta memiliki ketahanan bentuk yang baik hingga pengamatan satu jam, sehingga dapat diaplikasikan sebagai wadah saus, sambal, atau ice cream.
Saran Pengembangan edible tray tak hanya dapat memanfaatkan mocaf dan jagung saja. Perlu dilakukan kajian terhadap pemanfaatan tepung lokal lainnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar edible tray. Selain itu variasi perlakuan juga akan berpengaruh pada seberapa mudah edible tray dibentuk setelah matang. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan kajian terhadap pendugaan umur simpan edible tray pada beberapa kondisi penyimpanan dan jenis kemasan. Dengan demikian diperoleh gambaran daya tahan edible tray dalam kaitannya untuk komersialisasi dan distribusi.
DAFTAR PUSTAKA Adawiyah DR. 2002. Efek transisi gelas terhadap tekstur bahan pangan :makalah falsafah sains [internet]. [diunduh 17 Sept 2013]. Tersedia pada: http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/03112/dede_adawiyah.htm. Ali R. 2013. Survey Nielsen dan Kelas Menengah Indonesia [Internet]. [diunduh pada 27 Sept 2013]. Tersedia pada: http://hatta-rajasa.info/read/2039/surveinielsen-dan-kelas-menengah-indonesia.
27 Almond N, Gordon MH, Reardon P, dan Wade P. 1991. Biscuits, Cookies and Crackers. Vol 3 Composite Product. England (EN): Elsevier Science Publisher Ltd. [Anonim1]. 2012. Pembuatan Kemasan Ramah Lingkungan dari Polylactic Acid Berbasis Ubi Kayu (Manihot esculenta) [Internet]. [diunduh pada 27 Sept 2013]. Tersedia pada: http://djarumbeasiswaplus.org/artikel/content/30/ Pembuatan-Kemasan-Ramah-Lingkungan-dari-Polylactic-Acid-Berbasis-UbiKayu- %28Manihot-esculenta %29/ [___2]. 2013a. Nilai Gizi Minyak Goreng. Jakarta (ID): PT Indofood Sukses Makmur. [___3]. 2013b. Nilai Gizi Minyak Kelapa. Jakarta (ID): PT Barco. [___4]. 2013c. Nilai Gizi Margarin. Jakarta (ID): PT Unilever Indonesia. AOAC. 1997. Official Methods of Analysis. Washington DC (US): Association of Official Analytical Chemist Inc. Astawan M. 2004. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Baik BK, Powers J, dan Nguyen LT. 2004. Extrusion of Regular and Waxy Barley Flours for Production of Expanded Cereal. Cereal Chemistry J. 81 (1): 94-99 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data statistik tanaman pangan [Internet]. [diunduh pada 27 Sept 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tnmn _pgn.php. Brown M. 2013. Brand Value of The 10 Most Valuable Fast Food Brands Worldwide in 2013 [Internet]. [diunduh pada 27 Sept 2013]. Tersedia pada http://www.statista.com/statistics/273057/value-of-the-most-valuable-fastfood-brands-worldwide/. [BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI No. 01-2937-1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. ___. 1995. SNI No 01-3727-1995. Tepung Jagung. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. ___. 2002a. SNI No 01-3541-2002. Margarin. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. ___. 2002b. SNI No 01-3741-2002. Minyak Goreng. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. [CAC]. Codex Alimentarus Commission. 1995. CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1995). Edible Cassava Flour.Washington (US): Codex Alimentarus Commission. Demiate IM, Dupuy N, Huvenne JP, Cereda MP, dan Wosiacki G. 1999. Relationship Between Baking Behaviour of Modified Cassava Starches and Starch Chemical Structure Determined by FTIR Spectroscopy. Carbohydr Polym J. 42: 149-158. Ekafitri R. 2009. Karakterisasi Tepung Lima Varietas Jagung Kuning Hibrida dan Potensinya Untuk Dibuat Mie Jagung [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Etikawati EC. 2007. Pengaruh Perlakuan Passing, Konsentrasi Na2CO3, dan Kadar Air Terhadap Mutu Fisik Mi Basah Jagung yang Dibuat Menggunakan Ekstruder Ulir Pemasak [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
28 Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid: Buku dan Monograf. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Fauzy A. 2008. Statistik Industri. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Fennema, OR. 1996. Food Chemistry 3rd Edition. New York (US): Marceldekker Inc. Fife. 2003. The Healing Miracles of Coconut Oil, 3rd edition. Connecticut (US): Piccadilly Books Ltd. Hanif M. 2009. Produksi dan Karakterisasi Tepung Kasava Termodifikasi [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Inglet GE. 1970. Corn: Culter, Processing, Products. Connecticut (US): The Avi Publishing Company Inc. Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta (ID). Dian Rakyat. Lopulalan, C. G. C..2008. Kajian Formulasi dan Isothermis Sorpsi Air Biskuit Jagung [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Manley DJR.1983. Technology of Biscuit, Crackers, and Cookies. London (EN): Ellis Horwood Limited Publisher. Martianto D, Marliyati SA, dan Komari. 2007. Vitamin A Fortification of Cooking Oil At Distribution Site Guideline. Koalisi Fortifikasi Indonesia for Japan Fund for Poverty reduction Project. Jakarta (ID): Direktorat Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan RI. Matz SA, dan Matz TD. 1987. Cookies and Crackers Technology. Connecticut (US): The AVI Publishing Company Inc. Meilgaard M, Civilla GV, dan Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd ed. Washington DC (US): CRC Press. Nielsen SS. 2003 Food Analysis. 3rd ed. New York (US): Plenum Publishers. Olson JA. 1990. Vitamin A. New York (US): Marcel Dekker. Pantzaris TP. 1999. Palm Oil in Frying. Washington DC (US): CRC Press. Riyani. 2007. Teknologi Produksi dan Karakterisasi Tepung Jagung Varietas Unggul Nasional [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Savitri IKE. 2000. Penetuan kadaluarsa wafer menggunakan model arrhenius dan model Labuza [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soebito S. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta (ID): Bharata Karya Aksara Subagio A, Siti W, Witono Y, dan Fahmi F. 2008. Prosedur Operasi Standar (POS) Produksi Mocal Berbasis Klaster. Bogor (ID): Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor. Sumaryanto dan M Pantetana. 1994. Sistem Agribisnis dan Peranan Minyak Goreng dalam Perekonomian Nasional. Dalam Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia (hlm 37 – 89). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press Swern. 1979. Bailey Industrial Oil and Fat Products, Vol 1. New York (US): John Willey and sons.
29 Tam LM, Corke H, Tan WT, Li J, and Collado LS. 2004. Production of bihontype noodle from maize starch differing in amylose content. Cereal Chem J. 81(4):475-480. Weiss. 1983. Food Oils and Their Uses 2nd Edition. Connecticut (US): AVI Publishing Co. Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Zulaidah A. 2011. Modifikasi Ubi Kayu Secara Biologi Menggunakan Starter BIMO-CF Menjadi Tepung Termodifikasi Pengganti Gandum [Thesis]. Semarang (ID): Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang.
30 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat a. Kadar air (AOAC 1997) Sebanyak 5 g bahan ditimbang kedalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, lalu dikeringkan di dalam oven 100-105oC selama 3 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot konstan. Kadar air pelet dihitung dengan menggunakan persamaan: (
)
b. Kadar abu (AOAC 1997) Sebanyak 5 g bahan ditimbang ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan terlebih dahulu dan diketahui bobotnya, setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan pada suhu sekitar 600 oC sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai bobotnya konstan, didinginkan dalam desikator dan kemudian dilakukan penimbangan. Kadar abu pelet dihitung dengan persamaan: (
)
c. Kadar protein (AOAC 1997) Sebanyak 0.1 g bahan ditimbang dan ditambahkan katalis (CuSO4 dan Na2SO4) dengan perbandingan 1:1.2 dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu didekstruksi sampai bening hijau. Bahan selanjutnya didinginkan, setelah itu bahan didestilasi dan dilakukan penambahan NaOH 50 % sebanyak 15 ml. Hasil destilasi ditampung dengan H2SO4 0.02 N dan dititrasi dengan asam borat. (
) (
(
))
d. Kadar lemak (AOAC 1997) Sebanyak 5 g bahan bebas air diekstraksi dengan pelarut heksan dalam alat soxlet selama 6 jam. Sampel hasil ekstraksi diuapkan dengan cara dianginanginkan kemudian dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105oC dan didinginkan dalam desikator sampai bobotnya konstan. (
)
( )
( ) ( )
e. Kadar serat kasar (AOAC 1997) Bahan sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 0.325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis
31 di dalam otoklaf bersuhu 105oC selama 15 menit. Bahan yang telah dihidrolisis kemudian didinginkan dan ditambahkan 50 ml NaOH 1.25 N. Hidrolisis bahan dilakukan kembali di dalam otoklaf bersuhu 105oC selama 15 menit. Bahan disaring menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya terlebih dahulu. Setelah itu kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas + 25 ml aceton/alkohol. Kertas saring dan bahan kemudian diangkat dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 2 jam. ( ) ( ) ( ) f. Kadar karbohidrat by difference (Apriyantono et al.,1997) Kadar karbohidrat total dihitung dengan rumus sebagai berikut: (
)
(
)
g. Kadar Cl (Nielsen 2003) Abu hasil pengabuan kadar abu dicuci dengan air destilata sebanyak 3 kali. Air hasil bilasan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Tambahkan 1 ml larutan K2CrO4 5 % lalu dititrasi dengan AgNo3 0.1 M. Titrasi dilakukan hingga terbentuk warna orange yang pertama. (
)
(
) ( )
32 Lampiran 2. Prosedur analisis fisik a. Prosedur analisis tekstur Kerenyahan dan kekerasan diukur dengan menggunakan texture analyxer TA – XT2 yang dinyatakan dalam satuan gf (gram force). Alat texture analyxer TA – XT2 terhubung dengan sistem komputerisasi sehingga dapat disesuaikan kebutuhan alat dengan jenis produk yang diuji. Probe yang digunakan adalah probe bola (spherical). Jarak probe dapat dikalibrasi sedemikian sesuai dengan tinggi sampel. Sampel yang akan diukur kerenyahan dan kekerasannya diletakkan di bawah probe, lalu tekan Quick Run Test. Setelah pengukuran selesai, nilai kerenyahan dan kekerasan sampel dapat dilihat pada layar komputer. Nilai kekerasan ditentukan dari gaya maksimum (maximum force) pada tekanan probe dan dinyatakan dalam Newton (N). Nilai kerenyahan ditampilkan oleh data mean peak force (N). b. Prosedur pengukuran densitas kamba Densitas kamba diukur dengan menggunakan biji wijen kering sebagai pengganti air. Biji wijen kering dimasukkan ke dalam suatu wadah hingga mampat kemudian diukur volume dan bobot biji wijen dalam wadah tersebut. Data ini digunakan untuk mencari densitas kamba biji wijen. Kemudian, bahan yang telah diketahui bobotnya dimasukkan ke dalam wadah yang berisi biji wijen dan diratakan permukaannya. Biji wijen yang tidak tertampung dalam wadah diukur bobotnya. Densitas kamba dapat diketahui dengan persamaan berikut ini. (
)
( ) ( )
(
)
33 Lampiran 3. Foto edible tray
T1M1
T1M2
T1M3
T2M1
T2M2
T2M3
T3M1
T3M2
T3M3
34 Lampiran 4. Hasil analisis statistik uji proksimat edible tray Variabel Bebas: Kadar Air Sumber Keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi
Model Terkoreksi .145a 8 .018 381.877 .000 Intersep 152.951 1 152.951 3224044.094 .000 Pengaruh T .129 2 .064 1359.392 .000b Pengaruh M .014 2 .007 143.198 .000c Interaksi T dan M .002 4 .001 12.459 .000d Galat .002 45 4.744E-5 Total 153.098 54 Total terkoreksi .147 53 a Koefisien determinasi = .985 (Koefisien determinasi terkoreksi= .983) b Penambahan tepung jagung berpengaruh signifikan c Jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan d Interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan
Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung Konsentrasi Konsentrasi Beda nilai tengah tepung tepung (I - J) jagung (I) jagung (J)
Interval kepercayaan (95 %) Signifikansi
*
0
25 -.05694 .000 * 50 -.11967 .000 * 25 0 .05694 .000 50 -.06272* .000 * 50 0 .11967 .000 25 .06272* .000 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 %
Batas atas
Batas bawah
-.06157 -.12429 .05232 -.06735 .11504 .05810
-.05232 -.11504 .06157 -.05810 .12429 .06735
Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak Jenis Minyak atau Lemak (I)
Jenis Minyak atau Lemak (J)
Beda nilai tengah (I - J)
Signifikansi
Kelapa Sawit -.03500* .000 Kelapa * Margarin -.03211 .000 * Kelapa .03500 .000 Kelapa Sawit Margarin .00289 .215 * Kelapa .03211 .000 Margarin Kelapa Sawit -.00289 .215 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 %
Interval kepercayaan (95 %) Batas atas
Batas bawah
-.03962 -.03674 .03038 -.00174 .02749 -.00751
-.03038 -.02749 .03962 .00751 .03674 .00174
35 Variabel Bebas: Kadar Abu Sumber Keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi
Model Terkoreksi .118a 8 .015 7.654 .000 Intersep 437.703 1 437.703 226251.848 .000 Pengaruh T .003 2 .002 .831 .442b Pengaruh M .053 2 .026 13.664 .000c Interaksi T dan M .062 4 .016 8.060 .000d Galat .087 45 .002 Total 437.909 54 Total terkoreksi .206 53 a Koefisien determinasi = .576 (Koefisien determinasi terkoreksi= .501) b Penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan c Jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan d Interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan
Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung Konsentrasi Konsentrasi Beda nilai Tepung Jagung Tepung tengah (I - J) (I) Jagung (J) 0
25 50 25 0 50 50 0 25 Berdasarkan nilai tengah
Interval kepercayaan (95 %) Signifikansi
-.01617 .00039 .01617 .01656 -.00039 -.01656
.276 .979 .276 .265 .979 .265
Batas atas
Batas bawah
-.04570 -.02914 -.01336 -.01297 -.02992 -.04608
.01336 .02992 .04570 .04608 .02914 .01297
Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak Jenis Minyak atau Lemak (I)
Jenis Minyak Beda nilai Signifikansi atau Lemak (J) tengah (I - J) *
Kelapa Sawit -.07300 .000 Margarin -.01628 .273 * Kelapa .07300 .000 Kelapa Sawit * Margarin .05672 .000 Kelapa .01628 .273 Margarin * Kelapa Sawit -.05672 .000 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 % Kelapa
Interval kepercayaan (95 %) Batas atas
Batas bawah
-.10253 -.04581 .04347 .02719 -.01325 -.08625
-.04347 .01325 .10253 .08625 .04581 -.02719
36 Variabel Bebas: Kadar Protein Sumber Keragaman Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi
Model Terkoreksi 8.681a 8 1.085 959.590 .000 Intersep 4677.326 1 4677.326 4135986.555 .000 Pengaruh T 8.494 2 4.247 3755.629 .000b Pengaruh M .151 2 .075 66.705 .000c Interaksi T dan M .036 4 .009 8.012 .000d Galat .051 45 .001 Total 4686.058 54 Total terkoreksi 8.732 53 a Koefisien determinasi = .994 (Koefisien determinasi terkoreksi= .993) b Penambahan tepung jagung berpengaruh signifikan c Jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan d Interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan
Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung Konsentrasi Konsentrasi Beda nilai Tepung Jagung Tepung Signifikansi tengah (I - J) (I) Jagung (J) *
0
25 -.48800 .000 * 50 -.97150 .000 * 25 0 .48800 .000 50 -.48350* .000 * 50 0 .97150 .000 25 .48350* .000 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 %
Interval kepercayaan (95 %) Batas atas
Batas bawah
-.51058 -.99408 .46542 -.50608 .94892 .46092
-.46542 -.94892 .51058 -.46092 .99408 .50608
Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak Jenis Minyak atau Lemak (I)
Jenis Minyak atau Lemak (J)
Beda nilai tengah (I - J) *
Signifikansi
Kelapa Sawit .05094 .000 Margarin .12856* .000 * Kelapa -.05094 .000 Kelapa Sawit Margarin .07761* .000 * Kelapa -.12856 .000 Margarin * Kelapa Sawit -.07761 .000 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 % Kelapa
Interval kepercayaan (95 %) Batas atas
Batas bawah
.02837 .10598 -.07352 .05503 -.15113 -.10019
.07352 .15113 -.02837 .10019 -.10598 -.05503
37 Variabel Bebas: Kadar Lemak Sumber Keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi
Model Terkoreksi 696.207a 8 87.026 26.367 .000 Intersep 78817.832 1 78817.832 23880.229 .000 Pengaruh T 16.568 2 8.284 2.510 .093b Pengaruh M 653.900 2 326.950 99.059 .000c Interaksi T dan M 25.739 4 6.435 1.950 .119d Galat 148.525 45 3.301 Total 79662.563 54 Total terkoreksi 844.731 53 a Koefisien determinasi = .824 (Koefisien determinasi terkoreksi= .793) b Penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan c Jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan d Interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan
Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung Konsentrasi Konsentrasi Tepung Tepung Jagung (I) Jagung (J)
Beda nilai tengah (I - J)
Interval kepercayaan (95 %) Signifikansi
0
25 -.29567 .628 50 .99894 .106 25 0 .29567 .628 50 1.29461* .038 50 0 -.99894 .106 25 -1.29461* .038 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 %
Batas atas
Batas bawah
-1.51537 -.22076 -.92403 .07491 -2.21865 -2.51431
.92403 2.21865 1.51537 2.51431 .22076 -.07491
Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak Jenis Minyak atau Lemak (I)
Jenis Minyak atau Lemak (J)
Beda nilai tengah (I - J)
Signifikansi
Kelapa Sawit .09772 .873 Margarin 7.43022* .000 Kelapa -.09772 .873 Kelapa Sawit Margarin 7.33250* .000 * Kelapa -7.43022 .000 Margarin * Kelapa Sawit -7.33250 .000 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 % Kelapa
Interval kepercayaan (95 %) Batas atas
Batas bawah
-1.12198 6.21052 -1.31742 6.11280 -8.64992 -8.55220
1.31742 8.64992 1.12198 8.55220 -6.21052 -6.11280
38 Variabel Bebas: Kadar Serat Sumber Keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi
Model Terkoreksi 42.094a 8 5.262 2.002 .068 Intersep 11077.781 1 11077.781 4215.227 .000 Pengaruh T 33.038 2 16.519 6.286 .004b Pengaruh M 8.059 2 4.029 1.533 .227c Interaksi T dan M .997 4 .249 .095 .984d Galat 118.262 45 2.628 Total 11238.136 54 Total terkoreksi 160.356 53 a Koefisien determinasi = .263 (Koefisien determinasi terkoreksi= .131) b Penambahan tepung jagung berpengaruh signifikan c Jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan d Interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan
Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung Konsentrasi Konsentrasi Tepung Jagung Tepung Jagung (I) (J)
Beda nilai tengah (I - J)
Interval kepercayaan (95 %) Signifikansi
0
25 -.79006 .151 * 50 -1.90667 .001 25 0 .79006 .151 50 -1.11661* .045 * 50 0 1.90667 .001 25 1.11661* .045 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 %
Batas atas
Batas bawah
-1.87843 -2.99504 -.29831 -2.20498 .81830 .02824
.29831 -.81830 1.87843 -.02824 2.99504 2.20498
Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak Jenis Minyak atau Lemak (I)
Jenis Minyak atau Lemak (J)
Beda nilai tengah (I - J)
Signifikansi
Kelapa Sawit .25283 .642 Margarin .91611 .097 Kelapa -.25283 .642 Kelapa Sawit Margarin .66328 .226 Kelapa -.91611 .097 Margarin Kelapa Sawit -.66328 .226 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 % Kelapa
Interval kepercayaan (95 %) Batas atas
Batas bawah
-.83554 -.17226 -1.34120 -.42509 -2.00448 -1.75165
1.34120 2.00448 .83554 1.75165 .17226 .42509
39 Variabel Bebas: Kadar Karbohidrat Sumber Keragaman Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi
Model Terkoreksi 897.739a 8 112.217 19.222 .000 Intersep 61094.210 1 61094.210 10464.794 .000 Pengaruh T 40.986 2 20.493 3.510 .038b Pengaruh M 823.388 2 411.694 70.519 .000c Interaksi T dan M 33.365 4 8.341 1.429 .240d Galat 262.713 45 5.838 Total 62254.662 54 Total terkoreksi 1160.452 53 a Koefisien determinasi = .774 (Koefisien determinasi terkoreksi= .733) b Penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan c Jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan d Interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan
Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung Konsentrasi Konsentrasi Tepung Jagung Tepung Jagung (I) (J)
Beda nilai tengah (I - J)
Interval kepercayaan (95 %) Signifikansi
*
0
25 1.64689 .047 * 50 1.99872 .017 * 25 0 -1.64689 .047 50 .35183 .664 * 50 0 -1.99872 .017 25 -.35183 .664 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 %
Batas atas
Batas bawah
.02472 .37656 -3.26905 -1.27033 -3.62089 -1.97400
3.26905 3.62089 -.02472 1.97400 -.37656 1.27033
Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak Jenis Minyak atau Lemak (I)
Jenis Minyak atau Lemak (J)
Beda nilai tengah (I - J)
Signifikansi
Kelapa Sawit -.29356 .717 Margarin -8.42633* .000 Kelapa .29356 .717 Kelapa Sawit Margarin -8.13278* .000 * Kelapa 8.42633 .000 Margarin * Kelapa Sawit 8.13278 .000 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 % Kelapa
Interval kepercayaan (95 %) Batas atas
Batas bawah
-1.91572 -10.04850 -1.32861 -9.75494 6.80417 6.51061
1.32861 -6.80417 1.91572 -6.51061 10.04850 9.75494
40 Lampiran 5. Hasil analisis statistik pengujian fisik edible tray Variabel Bebas: Ketebalan Sumber Keragaman Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi
Model Terkoreksi 11.021a 8 1.378 22.329 .000 Intersep 90.948 1 90.948 1474.128 .000 Pengaruh T 1.331 2 .665 10.783 .000b Pengaruh M 8.080 2 4.040 65.484 .000c Interaksi T dan M 1.610 4 .403 6.525 .000d Galat 2.776 45 .062 Total 104.746 54 Total terkoreksi 13.797 53 a Koefisien determinasi = .799 (Koefisien determinasi terkoreksi= .763) b Penambahan tepung jagung berpengaruh signifikan c Jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan d Interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan
Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung Konsentrasi Konsentrasi Tepung Jagung Tepung Jagung (I) (J)
Beda nilai tengah (I - J)
Interval kepercayaan (95 %) Signifikansi
*
0
25 .25722 .003 * 50 .37611 .000 * 25 0 -.25722 .003 50 .11889 .158 * 50 0 -.37611 .000 25 -.11889 .158 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 %
Batas atas
Batas bawah
.09046 .20935 -.42398 -.04787 -.54287 -.28565
.42398 .54287 -.09046 .28565 -.20935 .04787
Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak Jenis Minyak atau Lemak (I)
Jenis Minyak atau Lemak (J)
Beda nilai tengah (I - J)
Signifikansi
Kelapa Sawit .50833* .000 Kelapa * Margarin .94667 .000 * Kelapa -.50833 .000 Kelapa Sawit Margarin .43833* .000 * Kelapa -.94667 .000 Margarin * Kelapa Sawit -.43833 .000 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 %
Interval kepercayaan (95 %) Batas atas
Batas bawah
.34157 .77991 -.67509 .27157 -1.11343 -.60509
.67509 1.11343 -.34157 .60509 -.77991 -.27157
41 Variabel Bebas: Kekerasan dan Kerenyahan Sumber Keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi
Model Terkoreksi 94.597a 8 11.825 4.988 .000 Intersep 1418.938 1 1418.938 598.496 .000 Pengaruh T 1.332 2 .666 .281 .756b Pengaruh M 82.667 2 41.333 17.434 .000c Interaksi T dan M 10.598 4 2.649 1.118 .360d Galat 106.688 45 2.371 Total 1620.223 54 Total terkoreksi 201.284 53 a Koefisien determinasi = .470 (Koefisien determinasi terkoreksi= .376) b Penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan c Jenis minyak atau lemak berpengaruh signifikan d nteraksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan
Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung Konsentrasi Konsentrasi Tepung Jagung Tepung Jagung (I) (J) 0
25 50 25 0 50 50 0 25 Berdasarkan nilai tengah
Interval kepercayaan (95 %)
Beda nilai tengah (I - J)
Signifikansi
.29806 -.06161 -.29806 -.35967 .06161 .35967
.564 .905 .564 .487 .905 .487
Batas atas
Batas bawah
-.73568 -1.09535 -1.33180 -1.39341 -.97213 -.67407
1.33180 .97213 .73568 .67407 1.09535 1.39341
Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak Jenis Minyak atau Lemak (I)
Jenis Minyak atau Lemak (J)
Beda nilai tengah (I - J) *
Signifikansi
Kelapa Sawit 1.78267 .001 Margarin 3.01394* .000 * Kelapa -1.78267 .001 Kelapa Sawit * Margarin 1.23128 .021 Kelapa -3.01394* .000 Margarin * Kelapa Sawit -1.23128 .021 Berdasarkan nilai tengah * Nilai tengah berbeda signifikan pada level kepercayaan 95 % Kelapa
Interval kepercayaan (95 %) Batas atas
Batas bawah
.74893 1.98020 -2.81641 .19754 -4.04768 -2.26502
2.81641 4.04768 -.74893 2.26502 -1.98020 -.19754
42 Variabel Bebas: Densitas Kamba Sumber Keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi
Model Terkoreksi .001a 8 9.021E-5 .561 .804 Intersep 17.901 1 17.901 111229.407 .000 Pengaruh T .000 2 6.624E-5 .412 .665b Pengaruh M .000 2 .000 .922 .405c Interaksi T dan M .000 4 7.307E-5 .454 .769d Galat .007 45 .000 Total 17.909 54 Total terkoreksi .008 53 a Koefisien determinasi = .091 (Koefisien determinasi terkoreksi= .071) b Penambahan tepung jagung tidak berpengaruh signifikan c Jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan d Interaksi antara penambahan tepung jagung dengan jenis minyak atau lemak tidak berpengaruh signifikan
Uji lanjut LSD untuk konsentrasi penambahan tepung jagung Konsentrasi Konsentrasi Tepung Jagung Tepung Jagung (I) (J) 0
25 50 25 0 50 50 0 25 Berdasarkan nilai tengah
Interval kepercayaan (95 %)
Beda nilai tengah (I - J)
Signifikansi
.00039 .00350 -.00039 .00311 -.00350 -.00311
.927 .412 .927 .466 .412 .466
Batas atas
Batas bawah
-.00813 -.00502 -.00891 -.00541 -.01202 -.01163
.00891 .01202 .00813 .01163 .00502 .00541
Uji lanjut LSD untuk jenis minyak atau lemak Jenis Minyak atau Lemak (I)
Jenis Minyak atau Lemak (J)
Kelapa Sawit Margarin Kelapa Kelapa Sawit Margarin Kelapa Margarin Kelapa Sawit Berdasarkan nilai tengah Kelapa
Beda nilai tengah (I - J)
Signifikansi
.00017 .00506 -.00017 .00489 -.00506 -.00489
.969 .238 .969 .254 .238 .254
Interval kepercayaan (95 %) Batas atas
Batas bawah
-.00835 -.00346 -.00868 -.00363 -.01357 -.01341
.00868 .01357 .00835 .01341 .00346 .00363
43 Lampiran 6. Hasil analisis korelasi Analisis korelasi Ketebalan Ketebalan
Densitas kamba
a b
Koefisien korelasi sebesar 0.197, jika ketebalan bertambah maka densitas kamba akan bertambah Hubungan antara ketebalan dan densitas kamba tidak signifikan
Kadar air
Kekerasan dan kerenyahan a b
Korelasi Pearson Nilai-p stat uji (2 arah) N Korelasi Pearson Nilai-p stat uji (2 arah) N
Densitas kamba 1 .197 .323 27 27 a .197 1 b .323 27 27
Analisis korelasi Kadar air Kekerasan kerenyahan Korelasi Pearson 1 -.183 Nilai-p stat uji (2 arah) .361 N 27 27 a Korelasi Pearson -.183 1 b Nilai-p stat uji (2 arah) .361 N 27 27
Koefisien korelasi sebesar -0.183, jika kadar air bertambah maka kekerasan akan berkurang hubungan antara kadar air dan kekerasan tidak signifikan
44 Lampiran 7. Hasil analisis statistik uji organoleptik edible tray
Khi-kuadrat Db Nilai-p stat uji *
Uji Kruskal Wallis A W R 11.727 61.711 9.033 8 8 8 * .164 .000 .340
T 5.745 8 .676
terdapat perbedaan perlakuan
Uji Lanjut Dunn Warna Pengelompokan Dunn a ab ab abc abcd bcd bcd cd d
Perlakuan T3M3 T2M1 T2M3 T1M3 T3M1 T1M1 T1M2 T3M2 T2M2
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Peringkat rataan 84.9 87.75 104.65 132.82 141.93 148.10 148.87 168.03 202.45
K 3.936 8 .863
45
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1989 dari pasangan (Alm.) Sugeng Hudayat, S.T. dan Neneng Hapsah. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh studi di SMP Islam Asy-Syafi‟iyyah Bekasi pada tahun 2002-2005, SMA Negeri 5 Bekasi pada tahun 2005-2008, dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008. Penulis pernah menjadi Ketua Regional I Forum Agroindustri Indonesia (Foragrin) pada tahun 20092010. Penulis juga pernah menjadi pendamping mahasiswa baru atau Senior Resident Asrama TPB IPB pada tahun 2010-2012. Penulis pernah terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan Intensive Student Technopreneurship Program (ISTEP) pada bulan Juni hingga Juli 2013 sebagai Koordinator Acara yang diselenggarakan oleh RAMP-IPB. Kini penulis aktif dalam sebuah forum kepemudaan nonprofit berskala nasional, Forum Indonesia Muda. Pada tahun 2010, penulis pernah menulis karya tulis dalam Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) dengan judul “Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Kelapa Sawit sebagai Bahan Penolong Penghancur Semen” dan didanai oleh Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan RI. Pada tahun 2011, penulis mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni IPB dan mendapatkan dana hibah wirausaha untuk mengembangkan usaha. Pada tahun 2013, penulis meraih penghargaan “Top 9 Marketing Speaker” dalam Marketing.co.id’s Speaker Talent in Category Marketing Speech Contest. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada bulan Juli - Agustus 2011 pada Unit Pengendalian Mutu, CV. Amal Mulia Sejahtera, Bogor, Jawa Barat. Judul yang dikerjakan dalam praktik lapang tersebut adalah “Mempelajari Proses Produksi dan Quality Control pada Produksi Sari Kurma Al-Jazira di CV. Amal Mulia Sejahtera”.