Kajian Proporsi Pembuatan Bakso Berbahan Utama Jamur Kancing ( Agaricus bitorquis ) The Study Proportion in The Making of button mushrooms meatballs (Agaricus bitorquis) Oleh: Wirangga Indra Kusuma Aviantara(1), Dr. Ir. Wignyanto, MS(2), Widelia Ika Putri, STP, M.Sc.(2) (1)
Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya Staff Pengajar Juruan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya Jl.Veteran-Malang 65145 Penulis Korespondensi: email
[email protected]
(2)
ABSTRAK
Jamur merupakan sumber makanan yang setara dengan daging, dan ikan yang bergizi tinggi. Jamur merupakan bahan pangan alternatif yang disukai (preferency) oleh semua lapisan masyarakat. Indonesia termasuk salah satu negara yang dikenal sebagai penghasil jamur terkemuka di dunia. Salah satu jamur yang telah dibudidayakan dan telah popular atau memasyarakat sebagai makanan dan sayuran serta banyak diperdagangkan di pasar adalah jamur kancing. Jamur kancing adalah (Agaricus bisporus), jamur kompos atau champignon adalah jamur pangan yang berbentuk hampir bulat seperti kancing dan berwarna putih bersih, krem, atau coklat muda. Jamur kancing merupakan jamur yang paling banyak dibudidayakan di dunia. Jamur kancing segar bebas lemak, bebas sodium,
serta kaya vitamin dan mineral, seperti vitamin B dan potasium. Jamur kancing juga rendah kalori, 5 buah jamur ukuran sedang sama dengan 20 kalori. Disamping kekayaan kandungan nutrisinya, jamur kancing memiliki umur simpan yang relatif pendek. Hal tersebut yang menyebabkan harga jual jamur kancing menjadi rendah jika tidak segera habis dijual. Oleh sebab itu perlu dipikirkan alternatif usaha untuk dapat mempergunakannya sebagai bahan campuran makanan. Salah satu produk makanan yang mungkin dapat diolah dengan mencampurkan jamur kancing sebagai bahan yaitu bakso. Perlu diperhitungkan proporsi jamur kancing dan tepung tapioka untuk menghasilkan bakso dengan rasa yang disukai konsumen. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diketahui proporsi jamur kancing dan tepung tapioka dalam pembuatan bakso yang dapat diterima oleh konsumen. Selain berdasarkan selera konsumen juga tetap perlu dipertimbangkan kandungan kimia bakso jamur kancing serta menjadi dasar pengembangan usaha bakso ini dikemudian hari. Kata kunci: jamur kancing, bakso, proporsi 1
ABSTRAK
Mushrooms are a food source which is equivalent to meat, and fish are high in nutrients. Mushrooms are the preferred alternative foodstuffs (preferency) by all levels of society. Indonesia is one country that is known as the world's leading mushroom producer. One mushroom that has been cultivated and have been popular or wellknown as food and vegetables and widely traded in the market is button mushrooms. Button mushrooms are (Agaricus bisporus), mushroom compost or champignon mushrooms are almost round-shaped foods such as buttons and clean white, beige, or brown. Button mushrooms are the most widely cultivated mushrooms in the world. Fresh button mushrooms fat free, sodium free, and rich in vitamins and minerals, such as vitamin B and potassium. Button mushrooms are also low in calories, 5 medium mushrooms are 20 calories. Besides the wealth of nutritional content, button mushrooms have a relatively short shelf life. That is what the selling price of button mushrooms to be low if not immediately sold out. Therefore it is important to consider alternative attempt to use it as a food ingredient. One food product that may be processed by mixing button mushrooms as the meatball ingredients. It should be taken into account the proportion of button mushrooms and tapioca flour to make meatballs with a taste preferred by consumers. Based on this it is necessary to know the proportion of button mushrooms and tapioca flour in making meatballs that can be accepted by consumers. In addition based on the tastes of consumers also continue to consider the chemical content of button mushrooms meatballs and a meatball's basic business development in the future.
Keywords: button mushrooms, meatballs, Proportion PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan usaha dagang di Indonesia semakin pesat, membuat produsen bersaing dengan ketat dalam hal menciptakan kepuasan konsumen. Dengan semakin banyaknya usaha dagang yang sejenis, membuat perusahaan harus bergerak agresif agar dapat memenangkan pangsa pasar dan meningkatkan pertumbuhan pelanggan, untuk mencapai tujuan perusahaan yang pada dasarnya adalah mencari laba semaksimal mungkin. Banyaknya makanan kuliner yang beredar,
sehingga membuat para produsen menciptakan hal baru dalam menciptakan rasa makanan, kualitas makanan yang terbaru. Salah satunya adalah bakso jamur, yaitu jamur yang diolah menjadi bakso. Saat ini bakso bukan hanya sekedar makanan pelengkap bahkan telah menjadi pengganti nasi sebagai bahan pokok makanan. Pilihan gaya hidup merupakan salah satu faktor penunjangnya selera peningkatan terhadap bakso (Anonimous, 2008). Perkembangan agribisnis jamur saat ini dibuktikan pula oleh semakin banyaknya sentra produksi jamur di Indonesia, khususnya dipulau Jawa. Saat
2
ini paling sedikit terdapat tujuh sentra produksi jamur di pulau Jawa dengan jumlah pelaku yang cukup banyak (Utami,2011). Masing-masing daerah sentra produksi mengusahakan jenis jamur yang berbeda-beda. Daerah kabupaten Bandung merupakan sentra produksi jamur tiram, daerah Ciputri kabupaten Cianjur merupakan sentra produksi shiitake, daerah Karawang dan Subang merupakan sentra produksi jamur merang, daerah dataran tinggi dieng Jawa Tengah merupakan sentra produksi jamur kancing (champignon), daerah Wonosobo merupakan sentra produksi jamur kuping, daerah Cangkringan Yogyakarta merupakan sentra produksi jamur kuping, daerah Pasuruan Jawa Timur merupakan sentra produksi jamur merang, daerah Mojokerto Jawa Timur yang saat ini sedang dikembangkan menjadi sentra produksi jamur kuping (Utami, 2000). Bakso merupakan salah satu produk daging yang sudah tidak asing lagi dan banyak digemari masyarakat. Sebagian konsumen menyukai produk bakso terutama karena teksturnya yang kenyal, jika dikunyah terasa lembut dan rasanya enak (Anonimous, 2003). Meskipun belum ada ketentuan ataupun standart, kriteria tersebut dapat dijadikan sebagai parameter kualitas. Bakso salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola ping-pong sebelum dimasak dalam air mendidih (Purnomo dan Rahardiyan, 2008). Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan, maupun udang. Saat ini bakso bukan hanya sekedar makanan pelengkap, sudah menjadi pilihan gaya hidup. Sehingga membuat makanan kuliner di Indonesia menjadi beraneka ragam. Banyaknya tercipta beraneka ragam makanan olahan bakso, baik daging sapi, ayam, ikan,
maupun udang. Hal ini dapat menciptakan rasa makanan dan kualitas makanan terbaru. Salah satunya adalah bakso jamur, jamur merupakan bahan pangan alternatif pengganti daging yang bergizi tinggi. Dalam olahan bakso jamur sendiri, yang dipakai sebagai bahan baku bakso jamur adalah jamur kancing(Agaricus bisporus). Perumusan Masalah Dari uraian tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: Berapakah proporsi jamur kancing dan tepung tapioka yang disukai konsumen, dilihat dari kadar air, abu, protein, dan lemak dari bakso jamur kancing yang ditinjau dari kualitas sensoris Tujuan Penelitian Tujuan penelitian, meliputi: Mengetahui formula bakso jamur kancing yang disukai konsumen/panelis dengan kadar air, abu, protein, dan lemak yang ditinjau dari Kualitas sensoris (rasa, aroma, warna, tekstur). Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah mengetahui alternatif lain bahan yang dapat digunakan sebagai pengganti daging dalam pembuatan bakso dan juga mengetahui formula bakso dengan penambahan jamur kancing (champignon) disukai konsumen ditinjau dari segi organoleptik Dan kandungan kimia dari bakso jamur yang paling disukai konsumen.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada juni 2012 sampai dengan selesai di Laboratorium Agrokimia Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas
2
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Pengumpulan data berupa kuisioner akan disebar kepada panelis di kota Malang. Pengujian kandungan kimia akan dilakukan di Laboratorium Pengujuian Mutu Dan Keamanan Pangan, Universitas Brawijaya Malang. Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso jamur kancing yaitu: jamur kancing, tepung tapioka, telur ayam, bawang putih, bawang merah, garam, merica atau lada putih, dan gula. Bahan yang digunakan dalam analisa kandungan karbohidrat, yaitu: HCL, Etanol, Aquades, NaOH dan kertas saring. Bahan yang digunakan dalam analisa kandungan protein, yaitu: Na2SO4 - HgO: 20 – 1, H2SO4, NaOH, MM, HCL, H3BO3, Aquades. Bahan yang digunakan dalam analisa kadar air, yaitu: silika gel dan sampel bahan. Alat Peralatan yang digunakan dalam pembuatan bakso jamur kancing yaitu: saringan, timbangan, waskom, sarung tangan plastik, alat tumbuk bumbu, panci, kompor, timbangan digital, kain saring, penggiling daging. Alat-alat yang digunakan dalam analisa kandungan karbohidrat, meliputi: pendingin balik, timbangan, hot plate, erlenmeyer, corong, gelas kimi, pipet ukur, dan karet hisap. Alat-alat yang digunakan dalam analisa kandungan protein, meliputi: destruksi, labu kjeldahl, perangkat destilasi, erlenmeyer, buret, pipet ukur, gelas ukur, labu takar, statif, klem, karet hisap. Alat-alat yang digunakan dalam analisa kadar air, meliputi: botol timbang, oven, desikator, mortal martil, dan alas penimbangan.
2.
Jenis jamur yang digunakan adalah jamur kancing. 3. Proporsi jamur kancing yg digunakan adalah 80%, 75%, dan 70%. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dilakukan berdasarkan alur kerja pelaksanaan penelitian. Identifikasi Masalah dan Penetapan Tujuan Masalah yang hendak diselesaikan melalui penelitian ini, yaitu mengenai penetapan proporsi jamur kancing, dalam pembuatan bakso yang dapat diterima oleh konsumen. Selain menilai kualitas bakso secara subyektif, bakso kancing juga dinilai secara obyektif dengan diuji kandungan kimianya, meliputi: kandungan karbohidrat, protein, dan kadar air untuk mengetahui nutrisi yang ada dalam bakso jamur tersebut. Bakso dengan proporsi terbaik menurut selera konsumen dan dengan kandungan kimia paling mendekati ideal. Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan, membaca, dan mempelajari buku, jurnal hasil penelitian, laporan penelitian, data-data sekunder acuan dari Badan Standarisasi Nasional berupa Standar Nasional Indonesia (SNI), dan artikel di internet mengenai hal-hal yang mendukung penelitian. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui variasi persentase tepung tapioka serta formulasi bakso yang tepat untuk menghasilkan bakso jamur dengan tekstur terbaik. Pada penelitian pendahuluan dibuat 3 macam formulasi.
Batasan masalah Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi : 1. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium.
3
Tabel 6. Formulasi Bakso Jamur pada Penelitian Pendahuluan
Gambar 2. Prosedur penelitian Formulasi pertama menggunakan tepung tapioka sebanyak 10% dari berat jamur kancing, jamur merang, jamur tiram digiling dan tanpa penambahan telur. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan Wibowo ( 2006) bahwa agar bakso lezat, tekstur bagus, dan bermutu tinggi, jumlah tepung yang digunakan sebaiknya sekitar 10% dari berat daging. Formulasi kedua dan ketiga dibuat berdasarkan perkiraan peneliti dengan melihat hasil pada formulasi pertama. Formulasi kedua menggunakan tepung tapioka sebanyak 50% dari berat jamur kancing, jamur merang, jamur tiram digiling dan tetap tanpa penambahan telur. Sedangkan formulasi ketiga menggunakan tepung tapioka sebanyak 50% dari berat jamur kancing, jamur merang, jamur tiram digiling dengan penambahan telur. Menurut Sarwono (1986), telur yang digunakan dalam pembuatan bakso ini adalah telur ayam dan bagian telur yang digunakan adalah putih telur yang berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan lain dalam adonan, pemberi rasa lezat, dan memberi tekstur adonan yang rata dan kalis. Telur memiliki daya emulsi sehingga menjaga kestabilan adonan. Pada penelitian pendahuluan bagian telur yang digunakan masih campuran antara kuning dan putih telur. Namun selanjutnya untuk penelitian utama, bagian telur yang digunkan hanya putihnya saja. Rincian formulasi pada penelitian pendahuluan ditunjukkan dalam Tabel 6.
Keterangan: √ = bahan formulasi
ditambahkan
dalam
Melalui penelitian pendahuluan didapatkan informasi, sebagai berikut: a. Hasil penggilingan jamur kancing, jamur merang, jamur tiram yang belum diperas masih mengadung kadar air cukup tinggi. Hal tersebut yang menyebabkan rentang persentase penambahan tepung yang cukup besar. b. Dalam kondisi jamur kancing, jamur merang, jamur tiram yang sudah digiling, tanpa diperas, adonan baru dapat dibentuk bulatan pada penambahan tepung tapioka dengan persentase 50%. c. Adonan dengan penambahan telur ayam memiliki tekstur yang lebih bagus. Pelaksanaan Penelitian Cara pembuatan bakso jamur melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Penggilingan Jamur kancing segar yang telah dicuci kemudian digiling agar halus. Untuk mendapatkan hasil gilingan yang lebih halus, jamur kancing, dapat digiling sebanyak dua kali. Hasil penggilingan yang bagus akan mempengaruhi tekstur bakso yang dihasilkan (Daniati, Tristeza, 2005) 2. Pemerasan Jamur kancing yang telah digiling kemudian diperas untuk meminimalisir kadar air. Pemerasan juga dapat dilakukan sebelum jamur
4
3.
4.
5.
6.
7.
kancing, digiling untuk kedua kalinya. Sehingga didapatkan hasil gilingan yang lebih kering. Proses pemerasan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam hasil gilingan sehingga penggunaan tepung tapioka juga dapat dikurangi dan rasa jamur lebih kuat (Daniati, Tristeza, 2005) Penimbangan bahan Masing-masing bahan ditimbang sesuai takaran yang telah ditetapkan. Proses penimbangan yang akurat akan mempengaruhi bakso yang dihasilkan. Dengan penimbangan yang baik diharap akan memberi pengaruh nyata pada bakso yang dihasilkan (Daniati, Tristeza, 2005) Pencampuran Bahan-bahan, meliputi: jamur kancing segar, tepung tapioka, putih telur, dan bumbu-bumbu yang telah disiapkan dicampur menjadi adonan sampai homogen(Daniati, Tristeza, 2005) Pembentukan Adonan yang telah siap kemudian dibentuk menjadi bulatan-bulatan berdiameter 2-3 cm. Bakso dibentuk dengan tangan yang telah menggunakan sarung tangan plastic untuk menjaga kebersihannya (Daniati, Tristeza, 2005) Perebusan Bulatan-bulatan bakso yang telah siap kemudian dimasukkan ke dalam air yang telah mendidih. Bulatan bakso direbus sampai muncul ke permukaan. Jika bulatan bakso sudah menyembul ke permukaan air rebusan dalam panci itu artinya bakso jamur sudah matang (Daniati, Tristeza, 2005) Pendinginan Bakso jamur yang sudah masak kemudian diangkat dari air rebusan dan didinginkan dengan cara memasukkannya ke dalam wadah yang sudah diisi air dingin. Setelah didiamkan kurang lebih 3 menit, bakso dapat ditiriskan (Daniati, Tristeza, 2005)
Proses pembuatan bakso jamur secara lebih rinci dapat dilihat seperti pada
Rancangan Percobaan Metode penelitian menggunakan rancangan percobaan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial yang terdiri dari 2 faktor, faktor pertama adalah tepung yang ditambahkan terdiri atas 3 level yaitu 20% (gr) b/b, 25% (gr) , 30% (gr) dengan symbol (A), faktor kedua adalah penambahan jamur (T) terdiri dari 3 level sebagai berikut : T1 = 80% T2 = 75% T3 = 70% Dari kedua faktor tersebut akan diperoleh perlakuan kombinaasi sebanyak 3 perlakuan. Variabel yang diamati secara kimiawi meliputi karbohidrat, protein, kadar air. Kualitas sensoris yang diuji meliputi (tekstur, warna, aroma dan rasa) dengan menggunakan panelis umum. Maka rancangan percobaannya menjadi 1. A1T1 = tepung 20 % (b/b), penambahan jamur 80% (b/b) 2. A1T2 = tepung 25 % (b/b), penambahan jamur 75% (b/b) 3. A1T3 = tepung 30% (b/b), penambahan jamur 70% (b/b) Metode Pengumpulan Data Penilaian yang dilakukan dalam penelitian ini, meliputi: penilaian subyektif
5
dan penilain obyektif. Penilaian subyektif merupakan penilain terhadap suatu produk dengan menggunakan panca indra baik indra penglihatan, penciuman, perasa, peraba dan pendengar (kartika,1998). Penilaian subyektif digunakan untuk mendapatkan data berupa yang dihasilkan, meliputi: warna, aroma, tekstur, dan rasa. Data didapatkan dari kuisioner yang telah diisi oleh panelis. Sedangkan penilaian obyektif yaitu penilaian yang didapatkan dari hasil uji laboratorium terhadap sampel bakso jamur kancing dengan perlakuan terbaik menurut selera konsumen. Analisis Data Kuisioner Analisis data untuk uji kualitas secara kimiawi menggunakan metode ANOVA dengan uji lanjut BNT untuk mengetahui perbedaan pengaruh pada tiap perlakukan. Uji kualitas secara ogranoleptik menggunakan metode uji kesukaan (hedonic scale) dengan menggunakan 30 panelis umum. Penilaian organoleptik merupakan cara penilaian terhadap mutu atau sifat suatu komoditi dengan menggunakan panelis sebagai instrumen atau alat. Dalam penelitian ini dilakukan uji skor (scoring) yang berfungsi untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik. Pada uji scoring diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuannya adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu terhadap suatu karakteristik (Sarwono, 1986). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis umum yang kemudian memberi skor penilaian dengan kriteria sebagai berikut : Skor 1 = sangat tidak menyukai Skor 2 = tidak menyukai Skor 3 = netral Skor 4 = suka Skor 5 = suka sekali Analisis Kandungan Kimia Bakso jamur juga diuji kandungan kimianya, yang meliputi: kandungan air dengan menggunakan metode oven, protein menggunakan cara kjeldahl, dan
karbohidrat menggunakan metode carbohydrate by difference. Pengujian kandungan kimia dari bakso ini dilakukan di Laboratorium Laboratorium Pengujian Mutu Dan Keamanan Pangan, Universitas Brawijaya Malang. Kesimpulan dan Saran Penarikan kesimpulan dan penyampaian saran menjadi aktivitas penutup dari keseluruhan rangkaian prosedur penelitian. Kesimpulan akan menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan di awal. Pada saran akan disampaikan hal-hal yang menjadi hambatan pada penelitian ini yang menyebabkan hasil penelitian kurang maksimal. Sehingga jika memungkinkan akan ada penelitian lanjutan untuk menyempurnakannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa ragam untuk uji organoleptik Warna Hasil analisa ragam terhadap tingkat kesukaan panelis berkaitan dengan warna (lampiran 2) menunjukan bahwa konsentrasi tepung tapioka dan komposisi jamur pada masing-masing perlakuan memberikan pengaruh berbeda, interaksi keduanya memberikan pengaruh berbeda nyata (α= 0,05). Uji BNT perlu dilakukan karena kedua perlakuan yang diberikan serta interaksi antara kedua nya perlakuan memberikan pengaruh beda nyata. Rerata nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso jamur kancing dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Rerata nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso jamur kancing Kode Tepu Jamur Rerata Nota Samp ng kanci nilai si el tapio ng kesuka ka an warna 242 20% 80% 3,83 a 327 25% 75% 3,37 a 558 30% 70% 3,30 b Keterangan: nilai rerata kesukaan pada warna terdapat beda nyata
6
Hasil anlisa menunjukkan nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso jamur kancing berkisar antara 2 sampai dengan 5, yaitu nilai tidak menyukai sampai dengan amat sangat suka sekali. Rerata nilai kesukaan warna pada bakso jamur kancing terdapat pada komposisi jamur kancing 80%. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi komposisi jamur warna dari bakso jamur tersebut semakin disukai oleh konsumen. Dilihat dari nilai rerata bahwa jamur dengan komposisi 80% menunjukkan beda nyata terhadap dua perlakuan komposisi jamur yang memiliki rasa yang khas. Dilihat dari notasi pada tabel 10 diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna Bakso jamur 242 sama dengan Bakso jamur 327, namun Bakso jamur 558 berbeda dengan kedua bakso jamur yang lain. Dimana warna Bakso jamur 242 dan 327 lebih disukai karena komposisi jamur nya lebih banyak dan tepung tapioka nya lebih sedikit. Sedangkan Bakso jamur 558 memiliki warna yang lebih tidak disukai, karena Bakso jamur 558 mempunyai komposisi tepung yang banyak dan komposisi jamur yang sedikit dari pada Bakso jamur 242 dan 327. Aroma Hasil analisa ragam terhadap tingkat kesukaan panelis dengan aroma (lampiran 2) menunjukkan bahwa konsentrasi tepung tapioka dan jamur kancing pada masingmasing perlakuan memberikan pengaruh yang nyata, interaksi keduanya juga tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,05). Uji BNT tidak perlu dilakukan karena kedua perlakuan yang diberikan serta interaksi antara kedua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata. Rerata nilai kesukaan terhadap aroma bakso jamur kancing pada tabel 11. Tabel 11. Rerata nilai kesukaan panelis terhadap aroma bakso jamur kancing Kode Tepun Jamur Rerata Nota Samp g kancin nilai si el tapiok g kesukaa a n warna
242 20% 80% 3,70 a 327 25% 75% 3,47 b 558 30% 70% 3,30 b Keterangan: nilai rerata kesukaan pada aroma terdapat beda nyata Hasil analisa menunjukkan nilai kesukaan panelis terhadap aroma bakso berkisar 3 sampai dengan 5, yaitu nilai netral sampai amat sangat suka sekali. Rerata nilai kesukaan aroma pada bakso jamur kancing terdapat pada komposisi jamur kancing 80%. Ini menunjukan bahwa semakin tinggi komposisi jamur aroma dari bakso jamur tersebut semakin disukai oleh konsumen. Dilihat dari nilai rerata bahwa jamur dengan komposisi 80% menunjukan beda nyata terhadap dua perlakuan komposisi jamur yang lain nya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bakso 327 sama dengan bakso 558 kurang disukai karena komposisi jamur nya sedikit dan tepung tapioka nya lebih banyak, Sedangkan Bakso jamur 242 memiliki aroma yang lebih disukai dengan kedua Bakso yang lain, aroma bakso jamur 242 lebih disukai dari pada aroma bakso jamur 327 dan 558.
Rasa Hasil analisa ragam terhadap tingkat kesukaan panelis berkaitan dengan rasa (lampiran 2) menunjukkkan bahwa konsentrasi tepung tapioka dan komposisi jamur pada masing-masing perlakuan memberikan pengaruh berbeda, interaksi keduanya memberikan pengaruh berbeda nyata (α= 0,05). Uji BNT perlu dilakukan karena kedua perlakuan yang diberikan serta interaksi antara kedua nya perlakuan memberikan pengaruh beda nyata. Ratarata nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso jamur kancing dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12. Rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso jamur kancing Kode Tepun Jamur RataNota
7
Samp el
g tapiok a
kancin g
rata si nilai kesukaa n warna 242 20% 80% 3,80 a 327 25% 75% 3,63 a 558 30% 70% 2,67 b Keterangan: nilai rata-rata kesukaan pada tekstur terdapat beda nyata Hasil analisa menunjukkan nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso jamur kancing berkisar antara 1 sampai dengan 5, yaitu nilai sangat tidak menyukai sampai dengan amat sangat suka sekali. Rerata nilai kesukaan rasa pada bakso jamur kancing terdapat pada komposisi jamur kancing 80%. Ini menunjukan bahwa semakin tinggi komposisi jamur rasa dari bakso jamur tersebut semakin disukai oleh konsumen. Dilihat dari nilai rerata bahwa jamur dengan komposisi 80% menunjukan beda nyata terhadap dua perlakuan komposisi jamur yang lain nya. Dilihat dari notasi pada tabel 12 diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap Rasa bakso jamur 242 dan dengan bakso jamur 327 karena rasa bakso jamur 242 dan 327 memiliki komposisi jamur yang lebih banyak dan tepung tapioka lebih sedikit, namun Bakso jamur 558 tidak disukai karena komposisi jamur lebih sedikit dan komposisi tepung lebih banyak. Bakso jamur 242 dan 327 lebih disukai dari pada Bakso jamur 558. Tekstur Hasil analisa ragam terhadap tingkat kesukaan panelis berkaitan dengan tekstur (lampiran 2) menunjukkan bahwa konsentrasi tepung tapioka dan jamur kancing masing-masing perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata, interaksi keduanya juga tidak memberikan pengaruh nyata (α= 0,05). Uji BNT tidak perlu dilakukan karena kedua perlakuan yang diberikan serta interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Rerata nilai kesukaan terhadap tekstur bakso jamur kancing pada tabel 13. Tabel 13. Rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap tekstur bakso jamur kancing
Kode Samp el
Tepun g tapiok a
Jamur kancin g
RataNota rata si nilai kesukaa n warna 242 20% 80% 3,50 a 327 25% 75% 3,70 a 558 30% 70% 3,17 b Keterangan: nilai rata-rata kesukaan pada teksturterdapat beda nyata Hasil anlisa menunjukkan nilai kesukaan panelis terhadap tekstur bakso jamur kancing berkisar antara 2 sampai dengan 5, yaitu nilai tidak menyukai sampai dengan suka sekali. Dari 30 panelis yang diambil (3 perlakuan dari 30 panelis) sebesaar 40% menyatakan netral, 30% menyatakan suka, 20% menyatakan suka sekali, dan 10% menyatakan tidak menyukai Hal tersebut menunjukkan bakso jamur kancing cukup diterima dari segi tekstur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur Bakso jamur 242 dan bakso jamur 327 sama, karena bakso jamur 242 dan bakso jamur 327 memiliki komposisi jamur lebih banyak dan tepung tapioka lebih sedikit. Namun bakso 558 tidak disukai dengan kedua bakso jamur yang lain, karena bakso jamur 558 memiliki tekstur lebih keras dengan komposisi jamur lebih sedikit dan tepung tapioka lebih banyak. Bakso 242 dan 327 lebih disukai dari pada Bakso jamur 558. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Proporsi jamur kancing dalam pembuatan bakso jamur kancing dengan ketiga perlakuan, didapatkan perlakuan yang paling disukai konsumen/panelis yang ditinjau dari kualitas sensoris (rasa, aroma, warna dan tekstur). Dari ketiga perlakuan tersebut, perlakuan pada komposisi bakso jamur kancing 80% yang paling disukai konsumen/panelis yang dilihat dari kualitas sensoris.
8
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan proporsi yang dapat meningkatkan kesukaan konsumen terutama berkaitan dengan warna, rasa, aroma, dan tekstur.
Departemen Perindustrian Indonesia. 1995. SNI No. 01-3819 Tentang: Syarat Mutu Bakso Ikan. Daniati, Trieteza. 2005. Pembuatan Bakso Ikan cucut dengan Bahan Tambahan Jenis Tepung yang Berbeda. Universitas Negri Semarang. Semarang. Djarijah, Nunung M. dan Abbas Siregar Djarijah. 2001. Budidaya Jamur Tiram: Pembibitan Pemeliharaan dan Pengendalian Hama-Penyakit. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Gray, C., P. Simanjuntak, L. K. Sabur, P. F. L Maspaitella, dan C. C. G Varley. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. PT. Gramedia. Jakarta Horngren, T. Charles dan George Foster. 1992. Akuntansi Biaya dengan Pendekatan Manajerial. Erlangga. Jakarta Kartika, B. dkk. 1988. Pedoman Uji Indrawi Bahan Pangan. UGM. Yogyakarta Lia.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2008. Peluang usaha bakso. http:// peluangusaha-oke.com. diakses 14 juli 2012. Departemen Bidang Pendayagunan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2007. Baso. http://www.ristek.go.id. Diakses 25 Oktober 2010 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1996. Tentang Pengolahan Pangan Tepung Tapioka. http://www.Iptek.net.id. Diakses 8 Nopember 2010. Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI No. 01-3818 Tentang: Syarat Mutu Bakso Daging.
2006. Macam-macam Tepung. http://abanaicha.blogsome.com. Diakses 25 Oktober 2010
Ngudiwaluyo, S. dan Suharjito. 2003. Pengaruh Penggunaan Sodium Tripoly Phosfat terhadap Daya Simpan Bakso Sapi dalam Berbagai Suhu Penyimpanan. http://terranet.or.id. Diakses 25 Oktober 2010 Puromo, H. dan Rahardiyan, D. 2008. Bakso (Traditional Indonesian Meatball) Properties with Postmortem Condition and Frozen Storage. International Food Research Journal 15(2): 101108(2008) Sarwono. 1986. Penelitian Organoleptik. Rhineka Cipta. Yogyakarta Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Mikroekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
9
Suprapti, M. L. 2005. Pembuatan dan Pemanfaatan Tepung Tapioka. Kanisius. Yogyakarta Wibowo, S. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya. Jakarta
Widyaningsih, T. D. dan E. S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya Rismunandar, 2003, Lada Budi Daya dan Tata Niaga, cet.13, Edisi revisi, 1-2, 16 19, Penebar Swadaya, Jakarta Kuo, M (2004, january). Agaricus Bisporus: The Button Mushroom, diambil dari Situs mushroom expert.com Shadily, Hasan. 1980. Ensiklopedia Indonesia. Ichtiar Baru-Van Hoeve. jakarta Suprapti, Sadono. 2000. Pengantar Teori Mikroekonomi. PT raja Grafindo Persada. Jakarta. Manullang, Monang. Dan Tanoto, Elingsari. 1995. Pengolahan bakso ikan tuna. Universitas Pertanian Bogor. Bogor Utami, Jamur. 2011. Pengolahan budidaya jamur. Kediri. Jawa Timur
10
11