JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Pembuatan Biodiesel dari Dedak Padi tanpa Katalis dengan Metode Air dan Etanol Subkritis Rizky Amalia, Riza Afifuddin, Siti Zullaikah, dan Rachimoellah. JurusanTeknik Kimia, Fakultas Teknologi industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] ,
[email protected] Abstrak-PadaPenelitian ini bertujuan untuk mempelajari kondisi air dan etanol subkritis, perbandingan massa dedak padi dengan kosentrasi etanol, waktu reaksi terhadap yield, dan pengaruh gas bertekanan CO2 yang dibandingkan dengan gas bertekanan netral yaitu N2. Pada penelitian ini biodiesel berhasil didapatkan dari dedak padi tanpa menggunakan katalis dengan metode air dan etanol subkritis baik dengan penambahan gas CO2sebagai cosolvent maupun dengan penambahan N2 yang bersifat netral. Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan biodiesel (kemurnian dan yield) dari dedak padi dalam air dan etanol subkritis seperti waktu reaksi, konsentrasi etanol, dan penambahan CO2dan N2 telah dipelajari secara sistematis. Campuran dedak padi dengan berat 5 gramkonsentrasi etanolsebagai variabel dimasukkan kedalam reaktor hydrothermal yang dilengkapi dengan pemanas dan pressure gauge kemudian diberi tekanan dengan gas CO2 dan N2 sebagai pembanding dengan tekanan tetap yaitu 40 bar.Setelah suhu pemanas mencapai suhu 200oC maka tube reaktor dimasukkan ke dalam pemanas.Waktu reaksi mulai dihitung pada saat kondisi suhu dan tekanan berada pada kondisi subkritis dan dihentikan setelah waktu reaksi yang diinginkan (1, 3, 5 dan 10 jam). Produk dikeluarkan dari reaktor dan dipisahkan dari campuran dengan cara diaduk menggunakan pelarut n-hexane untuk mendapatkan minyak dari produk reaktor. Kemudian n-hexane dipisahkan dengan cara distilasi untuk memisahkan crude biodiesel dengan nhexane.Crude biodiesel yang didapatkan kemudian dianalisa kandungan FFA dan kemurnian biodieselnya. Pada proses pembuatan biodiesel dari dedak padi dengan metode subkritis ini didapatkan % crued biodiesel recovery terbaik yaitu 96.96%, FFA akhir menunjukan bahwa semakin bertambahnya waktu maka hasilnya lebih sedikit, kemurnian biodiesel 63,98%, serta yield biodiesel terbaik 62,04%. Kondisi operasi terbaik didapatkan saat konsentrasi etanol 75%, waktu reaksi 5 jam, dan dengan gas penekan CO2 yang lebih baik daripada gas penekan N2. Kata kunci: biodiesel; dedak padi; air subkritis; etanol subkritis; tanpa katalis
I. PENDAHULUAN
P
ada tahun 2025 direncakan akan ada optimalisasi pengolahan energi nasional yaitu menurunkan pemakaian minyak bumi menjadi 20% serta meningkatkan penggunaan biomassa, nuklir, air, angin menjadi 5%[1]. Untuk memenuhi permintaan bahan bakar minyak bumi khususnya
solar dan mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil, penelitian diarahkan untuk mencari energi terbarukan, bersih, dan ramah lingkungan dari biomassa.Biodiesel yang merupakan salah satu prodak biomassa bisa menjadi solusi konkret untuk mengatasi masalah di atas karena termasuk sumber energi terbarukan.Sumber energi terbarukan lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan sumber energi fosil.Selain ketersediaan di alam terbatas, sumber energi fosil juga menghasilkan emisi yang membebani lingkungan. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai artikel meninjau kemajuan yang dicapai dalam perkembangan produksi teknologi biodisel menggunakan berbagai macam bahan baku, termasuk minyak dan lemak nabati [2], [3] Dedak padi patut dipertimbangakn menjadi bahan mentah untuk proses produksi biodiesel yang potensial. Dedak padi adalah biomasa yang ketersediaanya cukup melimpah. Dedak padi merupakan sumber alami minyak, polisakarida, protein, serat, vitamin, dan antioxidant [4] Saat ini, yang paling umum sebagai proses produksi biodiesel adalah transesterifikasi dengan katalis alkali, di mana asam lemak metil ester (FAME) diperoleh dengan mereaksikan trigliserida dengan metanol, dengan adanya basa kuat digunakan sebagai katalis. Reaksi itu menghasilkan gliserol sebagai produk sampingan.Trigliserida berasal dari berbagai minyak, termasuk kedelai, bunga matahari, jagung, dan minyak lainnya (Santos dkk, 2010). Tetapi proses dengan katalis alkali membutuhkan bahan baku yang mengandung sedikit asam lemak bebas (tidak lebih dari 1%) (M. Berrios 2007). Jika kadar bahan baku FFA tingi, akan menghasilkan sabun yang dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester setelah reaksi yang dilakukan serta menghasilkan emulsi saat mencuci dengan air dan terjadi kerugian yang signifikan dan kualitas produk FAME yang rendah [7]. Selain itu, proses ini memakan waktu dan pemisahan produk dan katalis yang rumit, sehingga konsumsi energi dan biaya produksi yang tinggi [8]. Enzim dapat digunakan sebagai katalis alternatif, namun kelemahan utama dari teknologi ini adalah mahalnya enzim.[9] Saka dan Kusdiana mengusulkan transesterifikasi non-katalitik minyak nabati dengan menggunakan alkohol superkritis sebagai alternatif untuk produksi biodiesel[10]. Hasil percobaan menunjukkan bahwa proses tidak terpengaruh terhadap asam lemak bebas dan kadar air. Hasil konversinya pun tinggi (>95%) dalam waktu beberapa menit[11]. Namun, reaksi memerlukan suhu tinggi(300-350 °C) dan tekanan tinggi(20-35 Mpa), sehingga tidak layak produksi skala industri.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Dalam sebuah penelitian pada pembuatan biodiesel secara dua tahap telah diperkenalkan, yaitu dengan memberikan perlakuan awal yaitu lebih dahulu dengan air subkritis dan diikuti dengan penambahan katalis asam [12].Air subkritis didefinisikan sebagai air panas pada suhu berkisar antara 100 dan 374 oC pada tekanan tinggi untuk mempertahankan air dalam keadaan cair.Konstanta dielektrik, yang dapat diubah oleh suhu adalah faktor yang paling penting ketika menggunakan air sebagai pelarut ekstraksi.Konstantaini menurun dari 80 pada suhu kamar sampai 27 pada suhu 250oC [13].Selain itu, SCW juga dapat bertindak sebagai katalis yang efektif untuk hidrolisis atau reaksi biodegradasi dan meningkatkan lipid netral diekstrak dari lumpur aktif [14], [15].Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan awal air subkritis terhadap biomassa menunjukkan kenaikan dua kali lipat dalam jumlah lipid netral yang diekstrak. Namun proses ini memerlukan waktu lama dan biaya yang mahal karena menggunakan dua tahap proses. Pada penelitian pembuatan biodiesel selanjutnya, pembuatan biodiesel satu tahap (in situ) dari Yarrowia lipolytica Po1g dengan menggunakan metode air dan metanol subkritis tanpa katalis telah berhasil dikembangkan dan menghasilkan konversi biodiesel yang cukup tinggi (90%). Metode ini juga bisa digunakan pada pembuatan biodesel dengan bahan baku minyak yang mempunyai kadar air dan FFA yang tinggi [16] Penelitian pada umumnya solvent yang digunakan adalah alkohol (metanol) karena yield yang dihasilkan besar. Sebenarnya etanolpun juga bisa digunakan sebagai reaktan dan menjadi solvent karena dapat diproduksi secara industri dari sumber yang dapat diperbarui di beberapa negara saat ini [10].Dalam produksi biodiesel menggunakan teknologi air subkritis dan metanol subkritis terjadi eksraksi, hidrolisis dan reaksi secara langsung.Saat terjadi reaksi juga terjadi hidrolisis karbohidrat menjadi gula reduksi.Gula reduksi sangat potensial digunakan menjadi bioetanol.Bioetanol dapat diproduksi menggunakan konsep biorefenery. Dengan konsep biorefenery teknologi air subkritis akan digunakan dalam sintesis biodiesel dan gula reduksi dengan memanfaatkan dedak padi sebagai bahan baku. Biorefenery merupakan suatu konsep peralatannya terintegrasi dimana proses konversi biomassa dan semua peralatannya terintegrasi untuk menghasilkan bahan bakar, tenaga, dan bahan kimia dari biomassa [17]. Sedangkan bioetanol bisa digunakan menjadi solvent dengan biaya lebih murah, pada produksi bidiesel dengan air dan etanol subkritis, dari pada biaya purifikasi gula reduksi menjadi gas oline.Konsep biorefenery diharapkan nantinya bisa diterapkan dalam pembuatan biodiesel dari dedak padi. Untuk mengurangi biaya operasi yang tinggi, diharapkan CO2 superkritis dapat ditambahkan agar suasana menjadi asam untuk meningkatkan kelarutan alkohol dan minyak nabati pada reaksi suhu yang rendah [5].CO2 juga dapat menurunkan titik kritis alkohol yang memungkinkan reaksi superkritis untuk dilakukan di bawah suhu yang lebih rendah menjadi 250⁰C-280⁰C dan pada tekanan 15 – 20 Mpa. Penambahan gas tekanan serta mol ratio alkohol dan minyak merupakan parameter kunci untuk menurunkan waktu reaksi serta kemurnian yield yang didapatkan dalam proses etanol superkritis. Hasil hipotesa penambahan CO2 selain
2
menurunkan suhu operasi juga dapat menjadikan suasana operasi menjadi asam.Percobaan yang sebelumnya suhu optimum 200oC dan tekanan 40 bar.Akan tetapi pada suhu dan tekanan tersebut air dan etanol masih subkritis sedangkan CO2 sudah superkritis.Untuk membuktikan bahwa CO2 berekasi dengan membentuk asam maka perlu menggunakan gas N2 sebagai pembanding. Selain itu energi yang sangat besar untuk menyediakan panas ke reaktor dan efek pendinginan setelah selesai reaksi mengarah pada klaim bahwa fluida superkritis merupakan proses yang sangat membutuhkan energi yang besar [18]. Sehingga, pencarian metode paling tepat yang lebih efisien dan ramah lingkungan masih menjadi isu hangat untuk diteliti. II. URAIAN PENELITIAN A. Tahap Telaah Ekstraksi Soxlet Biodiesel didefinisikan sebagai metil/etil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel.Dibandingkan dengan bahan bakar fosil, bahan bakar biodiesel mempunyai kelebihan diantaranya bersifat biodegradable, non-toxic, mempunyai angka emisi CO dan 2
gas sulfur yang rendah dan sangat ramah terhadap lingkungan. [19]. Sedangkan minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak (oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak mentah yang diproses lanjut guna menghilangkan kadar fosfor (degumming) dan asam-FFA (dengan netralisasi dan steam refining) disebut dengan refined fatty oil atau straight vegetable oil (SVO). Pada penelitian ini, dedak padi diekstraksi secara soxhlet terlebih dahulu untuk mengetahui karakteristik minyak dedak padi dengan menganalisa kandungan minyak dan FFA pada dedak padi yang digunakan sebagai bahan dalam penelitian ini. Dedak padi seberat 10,26 gram dibungkus dalam kertas saring dan memasukkan kedalam kondensor reflux. Kemudian menyiapkan ±180 ml larutan n-hexane dan memasukkan kedalam labu leher dua yang dilengkapi dengan kondensor reflux berisi bungkusan dedak padi dan termometer. Kemudian memanaskan larutan nhexane tadi sampai suhu sekitar 70oC dan larutan n-hexane akan mengekstrak minyak dedak padi. Waktu ekstraksi selama 4-5 jam. Kemudian larutan didalam labu leher dua didistilasi untuk memisahkan larutan n-hexane dan minyak dedak padi. Minyak dedak padinya kemudian ditimbang dan dianalisa kandungan FFA-nya. Tabel 1 Karakter Dedak Padi IR 64 dari Lamongan Berat Sampel % Minyak %FFA Dedak(gram) 1 10,0028 14,75 37,52 2 10,0024 15,03 37,77 Average 10,0026 14,89 37,645 Dari tabel 1 menunjukkan bahwa % minyak fraksi massa adalah 14,89%. Jika menggunakan berat kering minyak ±5 gram didapatkan kadar minyak 0,749gram dan FFA awal dalam fraksi massa yaitu 37,645%
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B. Tahap Produksi Biodiesel Pada penelitian pembuatan biodiesel tanpa katalis dengan air dan etanol subkritis ini dimulai dengan menimbang dedak padi seberat 5gr. Kemudian mengatur suhu pemanas 200oC. Kemudian menyiapkan konsentrasi etanol dalam air (87,5; 75; 50; 25; dan 12,5)%. Dedak padi, air, dan etanol dimasukkan ke dalam reaktor yang berbentuk tubing berbahan SS-316 yang berasal dari swagelok dengan OD = 0,75 inch; ID = 0,58 inch dan mampu menahan tekanan sampai 172,23 bar dengan suhu 1000oF [20] Setelah dipastikan sudah tidak ada kebocoran, reaktor mulai dipanaskan dan dijaga suhu pada 200oC dan tekanan 40 bar. Ketika suhu dalam reaktor naik, tekanan yang semula 0 bar juga akan ikut naik secara signifikan. Pada waktu suhu reaktor sudah konstant di kisaran suhu 200oC dan tekanan 40 bar, perhitungan waktu reaksi mulai dihitung hingga waktu yang ditentukan. Setelah itu, reaktor didinginkan dengan air es hingga suhu 5-15⁰C, dan tekanan akan turun seiring dengan turunnya suhu. Biasanya tekanan yang tersisa kurang dari 5 bar. Kemudian secara perlahan bonnet neddle valve dibuka hingga tekanan ambien. Setelah mencapai tekanan ambient, reaktor dibuka dan produk dalam reaktor dikeluarkan. Konsep peralatan hidrotermal seperti pada gambar 1.
T A B U N G G A S
P
valve
safetyv
Produkselanjutnyadisimpanuntukdilakukananalisa. Analisa Asam Lemak Bebas/ FFA Analisa FFA dengan metode titrasi sesuai dengan AOCS official method Ca 5a-40 yang telah dimodifikasi seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rukunudin dkk, [21]. Prosedur yang analisa yang dilakukan adalah sebagai berikut: Menimbang sampel biodiesel sebanyak ±0,01 gram kedalam erlenmeyer 25 ml. Menambahkan 0,107 ml etanol 96%. Menambahkan 2 tetes indikator PP. Selanjutnya larutan dipanaskan dipanaskan hingga suhunya 50°C. Menitrasi dengan larutan NaOH 0,0044N hingga berubah warna menjadi merah jambu. Mencatat volume NaOH 0,0044 N yang digunakan selama titrasi, kemudian dimasukkan kedalam rumus berikut:
a.
%𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 =
b.
safetyv
P
R E A K T O R
T
pemana Gambar 1. Skema Reaktor Hidrotermal Produk yang telah dikeluarkan dari reaktor tersebut yang berupa solid fase dan liquid fase dipisahkan dengan n-hexan dengan cara diaduk dengan kecepatan antara 100 – 300 rpm selama 10 menit dan kemudian didiamkan selama 10 menit, dan fase hexane (atas) diambil dengan menggunakan pipet tetes secara perlahan. Demikian pula dengan padatannya dibilas dengan n-hexane dengan cara diaduk pada kecepatan 100-300 rpm selama 10 menit dan disaring dengan kertas saring. Proses ini dilakukan sebanyak 5 kali. Setelah itu, fase n-hexan serta minyak yang terlarut didistilasi. Produk bawah yaitu minyak yang tersisa di masukkan kedalam oven pada suhu 80⁰C selama 24 jam untuk memastikan sisa n-hexannya hilang. N-Hexane memiliki titik didih 69oC. Setelah minyak ditimbang serta hasilnya konstan, mulai menghitung % crued biodiesel recovery fraksi massa. % crued biodiesel recovery = (minyak yang didapat)/(kadar minyak di dedak padi) x 100%
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑚𝑚𝑚𝑚)𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 28,2 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 (𝑔𝑔𝑔𝑔)
Analisa kemurnian biodiesel(FAEE) menggunakan gas cromatografi. Kemurnian biodiesel(FAEE) dalam crude biodiesel dianalisa dengan HP 5890 Gas Chromatography dengan menggunakan detektor FID, gas Nitrogen sebagai gas pembawa dengan kecepatan 28 ml/menit dan menggunakan kolom OV-17. Suhu pada kolom diawali pada suhu 125oC dan dipanaskan sampai suhu akhir 275 o C dengan kecepatan 15oC/menit selama 10 menit. Analisa dilakukan dengan melakukan standard validasi terlebih dahulu untuk mendapatkan kurva kalibaribasi kemurnian biodiesel. Pertama-tama menimbang standard FAEE dengan berbagai konsentrasi kemudian menimbang Benzyl Alcohol sebagai pembanding. Kemudian dianalisa dengan GC dan mengolah data hasil GC untuk menentukan validasi FAEE. Kemudian dibuat kedalam grafik untuk mendapatkan persamaan dan koefisien korelasinya. Hasil standard validasi dapat dilihat pada gambar 2.
KURVA KALIBRASI KEMURNIAN BIODIESEL
1,00 0,80
RATIO AREA
valve
3
y = 0,739x R² = 0,998
0,60 0,40 0,20
Series1
-
0,50 1,00 1,50 RATIO BERAT Gambar 2.Kurva Kalibarasi Kemurnian Biodiesel Biodiesel yield(%)= (berat produk(g)xkemurnian biodiesel(%)/(berat minyak dedak padi) x100%
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
120
Pengaruh Waktu Reaksi, Konsentrasi Etanol, dan Gas Penekan CO2Terhadap Crude Biodiesel Recovery
Dari gambar3. dan 4. menunjukkan bahwa semakin bertambahnya waktu, menunjukkan bahwa crude biodiesel akan bertambah hingga waktu 5 jam yaitu 96,96%. Menurut Lei dkk melaporkan bahwa dengan metode konvensional yaitu menggunakan ekstraksi soklet dibutuhkan waktu 7 jam untuk mendapatkan minyak dedak padi secara keseluruhan [24]. Saaat konsentrasi 87,5% dan 75% setelah lima jam mengalami kenaikan akan tetapi tidak signifikan sehingga dapat dikatakan konstan dikarenakan reaktan berlebih maka reaksi bergeser kekanan [25]. Pada penelitian ini didapatkan konsentrasi terbaik untuk % crude biodiesel recovery yaitu konsentrasi 75% dikarenakan hasilnya tidak jauh beda dengan 87,5% secara umum. Dari gambar 4.1 dan 4.2 mengindikasikan bahwa gas penekan CO2 memberikan pengaruh positif terhadap crude biodiesel dari pada gas penekan N2 di hampir semua konsentrasi dan waktu dikarenakan N2 disini sebagai enert yang tidak ikut reaksi esterifik6si. [25]. B. Pengaruh waktu reaksi, konsentrasi etanol, dan gas penekan terhadap%FFA akhir Crude biodiesel yang didapatkan dilakukan analisa FFA Akhir dengan metode titrasi terhadap NaOH dan indikator PP 2 tetes. Hasil titrasi didapatkan seperti gambar 5. dan 6. 25
80
75% etanol
20
87,5% etanol
60
50% etanol
15
75% etanol
40
25% etanol
20
12,5% etanol
0
50% etano
10
25% etano
5
12,5% etano
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu Reaksi (Jam)
Gambar 3.Pengaruh waktu reaksi, konsentrasi etanol, dan gas penekan CO2terhadap crude biodiesel recovery
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu Reaksi (Jam) Gambar 5.Pengaruh waktu reaksi, konsetrasi etanol, dan gas penekanCO2terhadap % FFA.
Pengaruh Waktu Reaksi. Konsentrasi Etanol, dan Gas Penekan N2Terhadap Crude Biodiesel Recovery
Pengaruh Waktu Reaksi. Konsentrasi Etanol, dan Gas Penekan N2 Terhadap FFA Akhir.
30
120
25 87,5% ethanol
100 80
75% ethanol
60
50% ethanol 25% ethanol
40
12,5% ethanol
20
% FFA
Crude Biodiesel recovery(%)
Pengaruh Waktu Reaksi. Konsentrasi Etanol, dan Gas Penekan CO2 Terhadap FFA Akhir.
87,5% etanol
100
% FFA
Crude Biodiesel recovery(%)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Dedak padi merupakan biomassa dengan kandungan minyak sebesar 10-25% massa[22], [23]. Kandungan dan komposisi dedak padi sangat bervariasi tergantung dari berbagai faktor seperti iklim, keadaan tanah, curah hujan, serta spesies padi yang ditanam [4].Pada penelitian ini digunakan dedak padi yang berasal dari daerah Lamongan. Dedak padi ini dianalisa terlebih dahulu kandungan minyak serta kandungan airnya. Dengan cara ekstraksi soxhlet didapatkan kadar minyak dedak padi sebesar 14,89% massa dengan kadar FFA diperoleh sebesar 37,64% massa. Saat dedak padi yang digunakan 5 gram maka didapatkan kadar minyak 0,734gram. Dalam mengoperasikan alat hydrothermal kondisi operasi reaktor pada saat proses ekstraksi dan reaksi terjadi pada air dan ethanol dalam keadaan subkritis yang berfase liquid pada suhu 200oC dan 40 bar. 3.1 A. Pengaruh waktu reaksi, konsentrasi etanol, dan gas penekan terhadapCrude biodieselrecovery Hasil reaktor yang sudah dipisahkan antara solid dan liquidnya dianalisa crude biodiesel recovernya dan didapatkan seperti gambar 3. dan 4.
4
87.5% ethanol. 75% ethanol
20 15
50% ethanol
10
25% ethanol
5 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu Reaksi (Jam) Gambar 4.Pengaruh waktu reaksi konsetrasi etanol, dan gas penekan N2 terhadap % crude biodiesel
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
Waktu Reaksi (Jam) Gambar 6.Pengaruh waktu reaksi, konsetrasi etanol, dan gas penekan terhadap N2% FFAakhir. Dari gambar 5. dan 6.menunjukkan bahwa kandungan FFA menurun seiring bertambahnya waktu reaksi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Pengaruh Waktu Reaksi. Konsentrasi Etanol, dan Gas Penekan CO2 Terhadap Kemurnian Biodiesel
70 60
87,5% etanol
50
75% etanol
40
50% etanol
30 20
25% etanol
10
12,50%
-
Dari gambar 7 dan 8, didapatkan bahwa semakin bertambahnya waktu maka kemurnian biodiesel yang didapatkan juga semakin besar peningkatan yang signifikan saat waktu reaksi dari 1 jam menjadi 3 jam dan waktu maksimal adalah 5 jam. Yeshitila, dkk melaporkan bahwa semakin lamanya waktu reaksi maka akan semakin besarkadar FAME/kemurnian biodiesel yang di dapatkan.Ini dikarenakan waktu yang semakin lama dalam proses ekstraksi dan juga reaksi esterifikasi [12]. Adapun konsentrasi 87,5% dan 75% terus bertambah dikarenakan kandungan etanol yang berlebih memungkinkan untuk reaksi bergeser kearah produk; sedangkan etanol 50%; 25%; dan 12,5% setelah penambahan waktu hingga 10 jam mengalami penurunan. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa semakin lama waktu reaksi, FAEE/kemurnian biodiesel terhadap minyak dedak padi semakin besar. Sebagaimana dijelaskan oleh Yeshitila, dkk bahwa dengan semakin lamanya waktu reaksi maka akan semakin besarFAME/kemurnian biodiesel yang di dapatkan [12]. Setelah didaptakan kadar minyak dedak padi, hasil penelitian cruied biodiesel, %FFA akhir, dan analisa Gas Cormatography melakuakn perhitungan Yield Biodiesel. Perhitungan Yiedl biodiesel seperti pada gambar 9. dan 10.
70 60 50
87,5 % etanol
40
75 % etanol
30
50 % etanol
20
25 % etanol
10
12,5 % etanol
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu Reaksi(Jam)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu Reaksi (Jam)
Pengaruh Waktu Reaksi. Konsentrasi Etanol, dan Gas Penekan N2 Terhadap Kemurnian Biodiesel
Gambar 9.Pengaruh waktu reaksi, konsentrasi etanol, dan gas penekan CO2 terhadap kemurnian biodiesel. 60
60 50
87,5% etanol
40
75% etanol
30
50% etanol
20
25% etanol
10
12,50%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu Reaksi(Jam) Gambar 8.Pengaruh waktu reaksi, konsentrasi etanol, dan gas penekan N2terhadap kemurnian biodiesel.
% Yield
Kemurnian biodiesel (%)
Gambar 7.Pengaruh waktu reaksi, konsentrasi etanol, dan gas penekan CO2terhadap kemurnian biodiesel. 70
Pengaruh Waktu Reaksi. Konsentrasi Etanol, dan Gas Penekan CO2 Terhadap Yield Biodiesel
% Yield
Kemurnian biodiesel(%)
sesuai dengan penelitian Ju, dkk 2013. Sedangkan untuk konsentrasI 75 % gas penekan CO2terjadi sedikit peningkatan kandungan FFA dari 3 jam ke 5 jam, akan tetapi karena peningkatan ini tidak terlalu signifikan maka dapat dianggap konstan. Hal ini disebabkan karena pada proses in-situ dalam air dan metanol subkritis mengubah FFA yang terlarut dalam metanol menjadi biodiesel [27]. Menurut hasil penelitian Yeshitilia, dkk., yang menggunakan microalga menjadi biodiesel dalam kondisi subkritis menyatakan bahwa semakin lama waktu reaksi maka %FFA semakin menurun walaupun dalam kondisi tanpa diaduk, hal ini disebabkan gliserida akan terhidrolisa [12]. Dapat juga dilihat pada gambar bahwa dengan penambahan CO2 dapat mengurangi kandungan FFA-nya dan penurunan kandungan FFA lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi operasi penambahan gas penekan N2. Hal ini disebabkan oleh CO2 yang bersifat oksida asam sehingga dapat berfungsi sebagai co-solvent saat reaksi Esterifikasi yang mengubah asam lemak bebas (FFA) menjadi biodiesel. C. Pengaruh waktu reaksi, konsentrasi etanol, dan gas penekan terhadapKemurnian biodiesel dan yield biodiesel. Crued biodiesel diuji kandungan kemurnian biodieselnya dengan analisa Gas Cromatograpy. Didapatkan sesuai dengan gambar 7 dan 8
5
50 40
Pengaruh Waktu Reaksi. Konsentrasi Etanol, dan Gas Penekan N2 Terhadap Yield Biodiesel 87,5 % etanol 75 % etanol
30
50 % etanol
20
25 % etanol
10
12,5 % etanol
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu Reaksi (Jam) Gambar 10.Pengaruh waktu reaksi, konsentrasi etanol, dan gas penekan N2 terhadap kemurnian biodiesel.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Presentasi yield kemurnian biodiesel yang diperoleh memiliki tren yang sama dengan perolehan kemurnian biodiesel, namun kemurnian tertinggi didapatkan dalam waktu 5 jam diperoleh 58,74%. Dalam proses in situ, waktu pembuatan produksi biodiesel dibutuhkan lebih lama karena selama reaksi terjadi ekstraksi dan reaksi transesterifikasi secara bersamaan. Waktu yang lama dibutuhkan untuk mendapatkan yield Biodiesel yang tinggi selama proses in situ tanpa menggunakan katalis. Hal ini dilakukan untuk merusak dinding sel dan mengambil minyak yang terkandung di dalam dedak padi untuk selanjutnya bereaksi dengan etanol [12]. Konsentrasi terbaik adalah 75% didapatkan yield 62,05% menurut encinar peningkatan jumlah alkohol melebihi ratio optimal tidak akan meningkatkan yield bidiesel [29]. Penggunaan gas terbaik adalah CO2 didapatkan 62,04% dibandingkan N2 hanya 58,07%. Hal ini sesuai dengan penelitian Treintein dkk 2011 bahwa co-solvent berpengaruh positif terhadap pembentukan yield [30]. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Crude biodiesel recovery terbaik didapatkan 96,96% pada waktu 5 jam konsentrasi 75% gas penekan CO2. FFA akhir menunjukan bahwa seiring berjalannya waktu menjadi kecil; konsentrasi terbaik 87,5%; dan gas penekan terbaik CO2. Kemurnian biodiesel didapatkan terbaik 63,98% pada waktu 5 jam; konsentrasi terbaik 75% dan gas penekan CO2. yield biodiesel terbaik didapatkan 62,04% pada waktu 5 jam konsentrasi 75%; dan gas penekan CO2 UCAPAN TERIMA KASIH Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Alloh SWT yang telah memberikan kesempatan kepada kami. 2. Kedua orang tua kami dan keluarga yang telah banyak memberikan dukungan moral, spiritual, dan material tentunya. 3. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS. 4. Prof.Dr.Ir.H.M.Rachimoellah,Dipl.EST selaku Kepala Laboratorium Biomassa dan Konversi Energi Kimia serta dosen pembimbing. 5. Ibu Siti Zullaikah ST,MT,Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak pengetahuan dan bantuan dalam penyusunan laporan skripsi ini. 6. Setiyo Gunawan, ST. Phd selaku Kasie Tugas Akhir Teknik Kimia FTI-ITS. 7. Bapak/Ibu dosen penguji. 8. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS. 9. Rekan - rekan seperjuangan dari laboratorium Biomassa dan Konversi Energi, dan teman-teman yang telah banyak membantu. 10. Semua pihak lain yang terlibat dalam penyusunan laporan Jurnal ini hingga selesai. DAFTAR PUSTAKA [1]
G. O. Young, “Synthetic structure of industrial plastics (Book style with paper title and editor),” in Plastics, 2nd ed. Vol. 3, J. Peters, Ed. New York: McGraw-Hill (1964) 15–64.
[2] [3] [4] [5] [6]
[7] [8]
[9] [10]
[11]
[12] [13]
[14] [15] [16]
[17]
[18]
[19]
[20] [21] [22] [23]
[24]
[25] [26] [27]
[28] [29]
[30]
6
W.-K. Chen, Linear Networks and Systems (Book style). Belmont, CA: Wadsworth (1993) 123–135. H. Poor, An Introduction to Signal Detection and Estimation. New York: Springer-Verlag (1985) Ch. 4. B. Smith, “An approach to graphs of linear forms (Unpublished work style),” belum dipublikasikan. E. H. Miller, “A note on reflector arrays (Periodical style—Accepted for publication),” IEEE Trans. Antennas Propagat., akan dipublikasikan. J. Wang, “Fundamentals of erbium-doped fiber amplifiers arrays (Periodical style—Submitted for publication),” IEEE J. Quantum Electron., didaftarkan untuk dipublikasikan. C. J. Kaufman, Rocky Mountain Research Lab., Boulder, CO, komunikasi pribadi, (1995, May). Y. Yorozu, M. Hirano, K. Oka, and Y. Tagawa, “Studi elektron spektroskopi pada media optik-pembesar dan antarmuka substrat plastik (gaya jurnal terjemahan),” IEEE Transl. J. Magn.Jpn.,Vol. 2 (1987) 740–741 [Dig. 9th Annu. Conf. Magnetics Japan (1982) 301]. M. Young, The Techincal Writers Handbook.Mill Valley, CA: University Science (1989). J. U. Duncombe, “Infrared navigation—Part I: An assessment of feasibility (Periodical style),” IEEE Trans. Electron Devices, Vol. ED11 (1959, Jan.) 34–39. S. Chen, B. Mulgrew, and P. M. Grant, “A clustering technique for digital communications channel equalization using radial basis function networks,” IEEE Trans. Neural Networks, Vol. 4 (1993, Jul.) 570–578. R. W. Lucky, “Automatic equalization for digital communication,” Bell Syst. Tech. J., Vol. 44, No. 4 (1965, Apr.) 547–588. S. P. Bingulac, “On the compatibility of adaptive controllers (Published Conference Proceedings style),” in Proc. 4th Annu. Allerton Conf. Circuits and Systems Theory, New York (1994) 8–16. G. R. Faulhaber, “Design of service systems with priority reservation,” in Conf. Rec. 1995 IEEE Int. Conf. Communications, 3–8. W. D. Doyle, “Magnetization reversal in films with biaxial anisotropy,” in 1987 Proc. INTERMAG Conf., 2.2-1–2.2-6. G. W. Juette and L. E. Zeffanella, “Radio noise currents n short sections on bundle conductors (Presented Conference Paper style),” presented at the IEEE Summer power Meeting, Dallas, TX, Jun. 22–27 (1990) Paper 90 SM 690-0 PWRS. J. G. Kreifeldt, “An analysis of surface-detected EMG as an amplitudemodulated noise,” presented at the 1989 Int. Conf. Medicine and Biological Engineering, Chicago, IL. J. Williams, “Narrow-band analyzer (Thesis or Dissertation style),” Ph.D. dissertation, Dept. Elect. Eng., HarvardUniv., Cambridge, MA (1993). N. Kawasaki, “Parametric study of thermal and chemical nonequilibrium nozzle flow,” M.S. thesis, Dept. Electron. Eng., OsakaUniv., Osaka, Japan (1993). J. P. Wilkinson, “Nonlinear resonant circuit devices (Patent style),” U.S. Patent 3 624 12, July 16, (1990). IEEE Criteria for Class IE Electric Systems (Standards style), IEEE Standard 308 (1969). Letter Symbols for Quantities, ANSI Standard Y10.5 (1968). R. E. Haskell and C. T. Case, “Transient signal propagation in lossless isotropic plasmas (Report style),” USAF Cambridge Res. Lab., Cambridge, MA Rep. ARCRL-66-234 (II) (1994), Vol. 2. E. E. Reber, R. L. Michell, and C. J. Carter, “Oxygen absorption in the Earth’s atmosphere,” Aerospace Corp., Los Angeles, CA, Tech. Rep. TR-0200 (420-46)-3 (Nov. 1988). (Handbook style) Transmission Systems for Communications, 3rd ed., Western Electric Co., Winston-Salem, NC (1985) 44–60. Motorola Semiconductor Data Manual, Motorola Semiconductor Products Inc., Phoenix, AZ(1989). (Basic Book/Monograph Online Sources) J. K. Author. (year, month, day). Title (edition) [Type of medium]. Volume (issue). Available: http://www.(URL) J. Jones. (1991, May 10). Networks (2nd ed.) [Online]. Available: http://www.atm.com (Journal Online Sources style) K. Author. (year, month). Title. Journal [Type of medium]. Volume(issue), paging if given. Available: http://www.(URL) R. J. Vidmar. (1992, August). On the use of atmospheric plasmas as electromagnetic reflectors. IEEE Trans. Plasma Sci. [Online]. 21(3). pp. 876–880. Available: http://www.halcyon.com/pub/journals/21ps03vidmar