PEMBINAAN KELOMPOK PETANI-TERNAK DALAM USAHATERNAK SAPI POTONG (The Extension on Beef Cattle Farmer’s Groups In Beef Cattle Farming) Is bandi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRAK Petani-ternak di pedesaan dalam menyelenggarakan usaha ternak sebagai usaha sampingan masih menggunakan cara tradisional. Upaya perbaikannya dilakukan dengan pembinaan secara berkelompok untuk menerapkan zooteknik sapta usaha. Kelompok binaan ada yang menerima bantuan berupa sapi, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan bagi sapi yang sakit dan ada kelompok tanpa bantuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang berkaitan dengan pola pembinaan, dinamika kelompok, penerapan zooteknik dan kesehatan ternak. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pengaruh pembinaan terhadap dinamika kelompok, zooteknik dan kesehatan ternak terlihat tidak nyata (p > 0,05), dinamika berpengaruh tidak nyata (p > 0,05) terhadap penerapan zooteknik, tetapi berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap kesehatan ternak. Penerapan zooteknik berpengaruh tidak nyata (p > 0,05) terhadap kesehatan ternak. Kata kunci: pembinaan, dinamika kelompok, zooteknik, kesehatan ternak, sapi potong ABSTRACT Farmers of beef catlle in the rural areas do their beef cattle farming still traditionally. The extension was carried out to make beef cattle farmers able to apply a proper zootechnical farming. It was accomplished by dividing into two kinds of farmer groups. The first, are called supported farmers groups which are not only receive information, but also cattle and free health services including the medicine. The second groups are called unsupported farmer groups which receive only information about good zootechnical. The result of the research indicated that the influence of extension on group dynamics, application of zootechnique and health of cattle were not significantly different (p > 0,05). The influence of group dynamics on application of zootechnique were not significantly different (p > 0,05), but were significant (p < 0,05) on health of cattle. The influence of zootechnique application on health cattle were not significantly different (p > 0,05). Keywords : extension, group dynamics, zootechnique, health of cattle, beef cattle
PENDAHULUAN Usaha ternak sapi potong di pedesaan masih mengandalkan teknik beternak secara tradisional, yaitu penyelenggaraan usaha ternak yang hanya didasari oleh kemampuan dan pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan tetangga dan atau orang tuanya. Usaha dilakukan dengan bibit lokal, kandang di dalam dan atau menempel di luar rumah, pengelolaan limbah kandang dan pengendalian
106
penyakit belum baik serta pengawinan ternak masih secara alami. Pemerintah telah mengupayakan kegiatan pembangunan peternakan untuk meningkatkan populasi dan produksi, memenuhi tenaga kerja dan pupuk kandang, mengembangkan daya dukung wilayah dan memperbaiki sumber daya alam dan lingkungan hidup. Tujuan itu dicapai dengan beberapa upaya pembinaan secara berkelompok, agar dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat petani
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29(2) June 2004
dengan penumbuhan dan pengembangan dinamika kelompok (Wong dan Galeski dalam Mardikanto, 1993). Pembinaan yang dilakukan bertujuan agar petani-ternak dapat menerapkan zooteknik sapta usaha (ZSU), yaitu 1) penggunaan bibit unggul, 2) perkandangan sehat, 3) penyediaan dan pemberian pakan cukup nutrisi, 4) pengendalian terhadap penyakit, 5) pengelolaan reproduksi,6) pengelolaan pasca panen dan 7) pemasaran hasil yang baik (Balai Informasi Pertanian, 1986). Penelitian dilakukan untuk mengkaji adanya pengaruh dinamika kelompok, penerapan zooteknik dan kondisi kesehatan sapi secara langsung atau bersama-sama akibat pembinaan secara berkelompok. Manfaat kajian ini diharapkan dapat diperoleh pedoman pembinaan petani-ternak secara berkelompok yang baik untuk menumbuhkan dinamika kelompok dalam menerapkan zooteknik beternak sapi potong yang dikaitkan dengan kondisi kesehatan sapi. Usaha Ternak dan Pembangunan Pembangunan memiliki banyak aspek, yaitu dari aspek ekonomi, politik maupun sosial budaya (Gunar Myrdal dalam Mardikanto, 1993). Pembangunan menuju kepada sesuatu yang positip, yaitu keadaan mendatang menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan memperoleh dukungan serta partisipasi dari seluruh masyarakat akan berhasil baik (Hadad dalam Mardikanto, 1993). Pembangunan merupakan proses perubahan sosial-budaya dan tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya, bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka (Bintoro, 1995). Pembangunan tergantung dari ' inner-will' dan proses emansipasi diri. Partisipasi kreatif dalam proses pembangunan menjadi mungkin, karena terjadinya proses pendewasaan. Usaha ternak sapi potong di pedesaan masih bersifat tradisional dengan pemilikan ternak dalam jumlah yang sangat terbatas, walaupun demikian usaha sapi potong ini mempunyai prospek pengembangan yang baik. Permasalahan pokok yang menjadi hambatan bagi pengembangan
peternakan sapi potong adalah tingkat produktivitasnya rendah, sering terjadi wabah penyakit, kurangnya penyediaan hijauan pakan dan perhatian petani-ternak terhadap kemajuan teknologi baru belum baik (Direktorat Jenderal Peternakan, 1985). Untuk mengatasinya telah dilakukan pembinaan terhadap petani-ternak agar dapat mengubah cara tradisional menjadi cara zooteknik yang baik (Direktorat Jenderal Peternakan, 1985). Penerapan zooteknik yang baik diharapkan dapat mencapai tujuan pembangunan peternakan, yaitu adanya peningkatan populasi dan produksi ternak, pemenuhan tenaga kerja ternak, pupuk kandang dan pembinaan sumber daya lingkungan hidup. Ternak sapi memberikan manfaat bagi petani-ternak berupa sapi atau anaknya, daging, limbah kandang, tenaga kerja ternak dan status sosial (Mosher,1978). Daging merupakan bahan pangan sumber protein hewani, lemak dan mineral yang sangat baik. Kualitas daging sapi dipengaruhi oleh cara pengelolaan dan asal bibit, karena dengan pengelolaan yang baik akan menghasilkan sapi yang sehat dan daging sapi yang baik. Limbah kandang yang terdiri dari tinja, air kencing dan berbagai sisa pakan dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik (Mosher, 1978). Usaha ternak sapi dapat memberikan hasil pupuk kandang sebanyak 2 – 33 kg per ekor per hari (Gupta dalam Buku Informasi Peternakan, 1983; Taiganides dalam Suess, 1985; Santoso et al., 1990). Bau busuk yang menyengat di lingkungan kandang kemungkinan adalah NH4OH dan H2S yang dihasilkan dari fermentasi yang terjadi pada kotoran kandang. Gas NH3, CO2 dan H2S diketemukan dalam feedlot waste (Suess,1985) Berbagai parasit, jamur dan mikroorganisme terdapat pada ternak sapi, baik yang berada di dalam maupun di luar tubuh menempel pada kulit sapi (Subronto 1985; Livesey, 1994). Mikroorganisme patogen yang berasal dari ternak dapat menularkan penyakit pada ternak lain dan manusia (zooanthroponosis) atau dari manusia ke ternak (anthropo- zoonosis) atau secara timbal-balik dari ternak ke manusia dan dari manusia ke ternak atau zoonosis (Acha dan Szyfres, 1987). Cacing sebagai endoparasit terdapat pada usus sapi (Darmono et al.,1982; Tarmudji dan
The Role Extension Actuvuty on Beef Cattle Farmer’s Groups in Beef Cattle Farming (Isbandi)
107
Ginting, 1983; Jefrey dan Leach, 1983; Amsyari, 1996). Cacing dan telurnya kemungkinan keluar bersama tinja menginfeksi lingkungan. Penyakit kulit yang sering menyerang ternak sapi adalah infeksi tungau (S. scabies) yang mengakibatkan gatal dan dermatitis (Levine, 1990 dan Darmono, 1995). Beberapa jamur yang menyerang kulit dapat menular pada ternak dan manusia (Livesey, 1994). Mycotox icosis menyebabkan sakit pada ternak dan manusia (Pohland dan Wood, 1987; Smith dan Henderson, 1991) dan racun jamur dapat menyebabkan gejala haemorrhagi (Ueno, 1987). Kadas (ringworm, Tinea) merupakan infeksi jamur pada kulit, rambut dan kuku ternak (Akoso, 1996) Salmonella sebagai bakteri yang bersifat patogen menyerang ternak sapi (Guilloteau et al., 1996; Akoso, 1986; Forshell dan Ekesbo, 1996; Purnomo, 1988 dan 1991; Guellouz dan Aissa, 1995). Racun dari Cl.botulinum dapat mempengaruhi kondisi peternakan (Livesey, 1994) dan dapat menyebabkan terjadinya defisiensi pospor (Smith dan Sugiyama, 1988).
yang mempengaruhi dinamika kelompok (Cartwright dan Zander, 1968; Mardikanto, 1993), yaitu tujuan, struktur, fungsi tugas, pemeliharaan dan pengembangan, kesatuan, suasana, tekanan dan efektivitas kelompok. Kelompok subak di Bali yang dinamis bertujuan untuk dapat melunasi kredit pada waktunya dan ternyata presentase pelunasan terhadap kredit Bimas lebih tinggi dari pada petani yang bukan anggota kelompok (Suyatna, 1982). Kelompok banjar Pegok di Bali membuat struktur terbagi dalam empat tempek (satu tempek terdiri dari 60 - 70 kepala keluarga) dan ada sistem keanggotaan kerame asli dan kerame nyade. Kelompok digunakan sebagai pendekatan untuk mengubah perilaku disebabkan perilaku merupakan kunci keberhasilan pembangunan pertanian (Soedijanto, 1981), sehingga pembangunan dapat dilaksanakan secara efektif. Namun terdapat kelompok petani ternak yang kegiatannya sebatas sebagai pertemuan saja (Nuskhi dan Setiana, 1990) dan belum melaksanakan program yang diharapkan (Imelda dan Hidayati, 1998).
Kelompok Sosial dan Dinamika Kelompok Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama oleh karena ada hubungan timbal-balik, saling mempengaruhi, saling menolong, secara sadar setiap anggota merasa sebagai bagian dari kelompok dan terdapat suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota (Soekanto, 1978) Adanya hubungan timbal-balik yang terjadi diantara anggota kelompok dapat menimbulkan interaksi, sehingga menumbuhkan dinamika kelompok (Gerungan, 1996). Dinamika kelompok adalah kekuatan di dalam kelompok yang menentukan perilaku kelompok dan anggota untuk mencapai tujuan kelompok. Dinamika kelompok merupakan analisis dari berbagai reaksi kelompok sosial berdasarkan prinsip, bahwa tingkah laku kelompok itu adalah hasil interaksi yang dinamis antar individu dalam situasi sosial (Kartono, 1983; Goldberg dan Larson, 1975; Tim Widyaiswara, 1989; Gerungan, 1996). Kajian tentang dinamika kelompok dapat dilakukan dengan menganalisis berbagai faktor
Kerangka Konseptual Usaha ternak sapi potong dapat memberikan hasil tenaga kerja ternak, sapi dan atau anak sapi dan kotoran kandang. Usaha sapi ini dapat dikembangkan, tetapi ada permasalahan, yaitu tingkat produktivitasnya rendah, kurangnya penyediaan pakan hijauan, sering terjadi wabah penyakit dan perhatian terhadap kemajuan teknologi kurang. Selain itu kandang sapi masih berada di dalam atau menempel di luar rumah, pengendalian penyakit dan penge-lolaan kotoran kandang belum baik serta perkawinan masih secara alami. Parasit, jamur dan mikroba patogen dapat menyerang ternak sapi potong dan dapat menulari ternak lain, petani-ternak dan lingkungan, sehingga menyebabkan petaniternak, ternak dan lingkungan tidak sehat. Pembinaan dengan pembentukan kelompok telah dilakukan, agar petani-ternak dapat menerapkan zooteknik sapta usaha, sehingga kondisi kesehatan sapi menjadi baik pula dan menghasilkan produk yang sehat. Hipotesis penelitian ini adalah :
108
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29(2) June 2004
1. 2. 3.
Terdapat pengaruh pola pembinaan terhadap dinamika kelompok Terdapat pengaruh pola pembinaan terhadap dinamika kelompok dan penerapan zooteknik. Terdapat pengaruh pola pembinaan, dinamika kelompok dan penerapan zooteknik terhadap kondisi kesehatan sapi
MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di Kabupaten Jepara dengan pertimbangan memiliki kelompok petaniternak sapi potong cukup banyak dan memiliki daerah dataran rendah, sedang dan tinggi sebagai cerminan Jawa Tengah. Sampel, Besar dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian Kelompok petani-ternak sebagai unit penelitian dipilih secara acak di daerah rendah, sedang dan tinggi sebanyak 30 kelompok (15 kelompok penerima bantuan dan 15 kelompok tanpa bantuan). Sampel dipilih secara acak 2 (dua) orang petani-ternak anggota kelompok untuk setiap kelompok terpilih. Data diperoleh dengan cara mengadakan observasi, wawancara dan dokumentasi (Vredenbregt,1978; Nasoetion, 1988) yang berkaitan dengan dinamika kelompok, penerapan zooteknik dan kondisi kesehatan ternak. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan laboratoris terhadap kerokan
kulit sapi dan tinja sapi untuk mengetahui adanya parasit dan kuman patogen. Untuk mengetahui tingkat dinamika kelompok, penerapan zooteknik dan kondisi kesehatan sapi dalam perhitungan statistik dilakukan perhitungan dengan memberi skor atas jawaban kuesioner dan hasil pemeriksaan laboratoris. Untuk membuktikan adanya pengaruh dilakukan path analysis dengan tingkat signifikansi p < 0,01 dan p < 0,05 (Nasoetion, 1988). Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan the post test group design (Askandar et al., 1996) terhadap kelompok petani-ternak sapi potong yang dibina oleh Dinas Peternakan (Gambar 1).
HASIL DAN PEMBAHASAN Letak Geografi Lokasi Penelitian Kabupaten Jepara terletak pada posisi 3o 23' 20" - 4o 9' 35" Bujur Timur; 5o 43' 30" - 6o 47' 44" Lintang Selatan; Batas sebelah barat dan utara adalah laut Jawa, sebelah timur Kabupaten Kudus dan Pati serta sebelah selatan Kabupaten Demak. Ketinggian 0 - 1301 meter di atas permukaan air laut; Temperatur minimum 21,08o C dan maksimum 34,66o C dengan temperatur rata-rata 24,54 o C dan kelembaban 57%. Hari hujan ada 122 hari dan curah hujan 2.820 mm per tahun dengan curah hujan ratarata 274 mm per bulan.Keadaan Jepara ini cukup baik untuk penyelenggaraan usaha sapi potong.
Pembinaan
P
S
UAK
Gambar 1. Rancangan Penelitian Keterangan : P = populasi kelompok petani-ternak S = sampel kelompok petani-ternak UAK = uji akhir sampel
The Role Extension Actuvuty on Beef Cattle Farmer’s Groups in Beef Cattle Farming (Isbandi)
109
Luas daerah 100.413,189 Ha (lahan sawah 26,43% dan lahan kering 73,57%).Mata pencaharian penduduk 35,42% dari sektor pertanian dan 64,58% dari sektor non-pertanian. Tingkat pendidikan penduduk 52,07% SD, 24,51% SLTP, 7,94% SLTA, 0,006% PT, 14,92% belum sekolah dan 0,03% buta huruf. Ternak besar (sapi perah 0,002%, sapi potong 69,70%, kerbau 27,81%, kuda 2,27%), ternak kecil (kambing, domba dan babi) dan ternak unggas (ayam dan itik) dan lainnya.
pemeliharaan dan pengembangan, kesatuan, suasana, tekanan dan efektifitas kelompok. Beberapa hal yang dilakukan oleh kelompok seperti diuarikan terdahulu sesuai dengan pernyataan Cartwright dan Zander (1968), Soekanto (1978), Kartono (1983), Goldberg dan Larson (1975), dan Tim Widyaiswara (1989), yaitu dinamika kelompok tumbuh dan berkembang, karena telah terjadi interaksi dalam berbagai pertemuan untuk mencapai kepentingan bersamai antar anggota kelompok petani-ternak sapi potong.
Pembinaan terhadap Kelompok Petani-ternak Sapi Potong Kelompok petani-ternak dibentuk atas saran Petugas Dinas Peternakan atau PPL melalui Kepala Desa atau kelompok tani yang sudah ada. Kelompok disarankan mengajukan usulan untuk memperoleh bantuan dalam usaha sapi potong. Pembinaan dilakukan dengan pembentukan kelengkapan kelompok (pengorganisasian, fasilitas pertemuan, administrasi dan lainnya) dan penyuluhan untuk menerapkan zooteknik yang baik (pemilihan bibit, perkandangan sehat, pakan yang baik, termasuk penanaman rumput jenis unggul, pengendalian penyakit dan pengelolaan reproduksi). Kelompok petani-ternak mengadakan pertemuan tetap setiap 30 - 35 hari. Pertemuan membicarakan permasalahan dan cara pemecahan usahanya untuk mencapai tujuan. Adanya kegiatan kelompok ini menunjukkan tumbuhnya dinamika kelompok, karena sudah terjadi interaksi di antara anggota kelompok untuk mencapai kepentingan bersama.
Tingkat Dinamika Kelompok Petani-ternak Pemberian skor dari kuesioner (pertanyaan sebanyak 45 dengan nilai 45 –225) yang diajukan kepada responden meliputi tujuan, struktur, fungsi tugas, pemeliharaan dan pengembangan, kesatuan, suasana, tekanan dan efektivitas kelompok. Hasil uji kenormalan, validitas dan reliabilitas data dinamika kelompok menunjukkan data menyebar normal, valid dan reliabel. Hasil penilaian dinamika kelompok (Tabel 1) dengan nilai rata-rata adalah 126, berarti tingkat dinamika kelompok cukup tinggi.
Analisis dinamika kelompok Dalam penelitian ini dinamika kelompok dianalisis dari tujuan, struktur, fungsi tugas
T ab el 1. Nilai Ddinamika Kelomp ok p ada Kelom pok Petani-Ternak Sap i Potong di Kabupaten Jepara – Jawa Tengah
Penyelenggaraan Usaha Sapi Potong dan Penerapan Zooteknik Penyelenggaraan usaha sapi potong dilakukan secara individual di rumah petani-ternak sendiri, artinya sapi dikelola oleh petani-ternak di rumah sendiri dengan penyediaan kandang, pakan, pengendalian penyakit dan pengelolaan reproduksi. Pemberian skor tentang zooteknik dituangkan dalam kuesioner (pertanyaan sebanyak 16 dengan nilai 16 – 80) yang diajukan kepada responden meliputi pemilihan bibit, perkandangan, pakan, pengendalian penyakit dan pengelolaan reproduksi. Hasil uji kenormalan, validitas dan reliabilitas data zooteknik menunjukkan data menyebar normal, valid dan Tabel 2. Nilai Penerapan Zooteknik pada Kelompok Kelompok Petani-Ternak Sapi Potong di Kabupaten Jepara – Jawa Tengah
Nilai dinamika kelompok
Nilai dinamika kelompok T otal Rata-rata
110
377 6 125,87
Total Rata-rata
1440 48
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29(2) June 2004
reliabel. Hasil penilaian terhadap penerapan zooteknik (Tabel 2) dengan nilai rata-rata 48, berarti penerapan zooteknik cukup tinggi. Kondisi Kesehatan Sapi Hasil pemeriksaan fisik dan laboratoris dari kerokan kulit dan tinja sapi kelompok petani-ternak memperlihatkan adanya ektoparasit jamur T.verrucosum (1,5%) dan T.unguium (4,5%) dan caplak (1,5%). Endoparasit yang ada adalah F.gigantica (8,5%), N.vitolarum (7%) dan Strongyloides spp.(1,5%). Mikroba yang ada hanya E.coli (35%). Jadi ada ektoparasit, endoparasit dan mikroba yang menginfeksi sapi, walaupun jumlah tidak banyak. Path analysis Pola Pembinaan (X1), Dinamika Kelompok (X2), Penerapan Zooteknik (X3) dan Kesehatan Sapi (X4) Path analysis variabel X1 X2, X3 dan X4 penghitungannya menggunakan komputer dengan program SPS 2000 dari Hadi (1979) dan hasilnya terpapar pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat pengaruh X1 terhadap X2 adalah tidak nyata (p > 0,05). Artinya pola pembinaan berpengaruh tidak nyata terhadap dinamika kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok petani-ternak penerima bantuan dan kelompok tanpa bantuan sudah tumbuh dinamika kelompok yang diperlihatkan dalam pertemuan, kerja bakti, saling mem-bantu dan lainnya.
Pengaruh X1 terhadap X3 tidak nyata (p > 0,05). Artinya pengaruh pola pembinaan terhadap penerapan zooteknik secara langsung dan tidak langsung melalui dinamika kelompok tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok penerima bantuan dan kelompok tanpa bantuan sudah menerapkan zooteknik seperti yang disuluhkan oleh Pembina. Pengaruh X2 terhadap X3 secara langsung dan tidak langsung tidak nyata (p > 0,05). Artinya pengaruh dinamika kelompok terhadap penerapan zooteknik secara langsung dan tidak langsung tidak nyata. Pengaruh X1 terhadap X4 secara langsung dan tidak langsung melalui dinamika kelompok dan penerapan zooteknik tidak nyata (p > 0,05). Artinya pengaruh pola pembinaan terhadap kesehatan sapi secara langsung dan tidak langsung adalah tidak nyata. Hal ini terlihat bahwa sapi kelompok penerima bantuan dan kelompok tanpa bantuan hanya sedikit yang terinfeksi penyakit. Pengaruh X2 terhadap X4 secara langsung dan tidak langsung melalui X1 dan X3 adalah nyata (p < 0,05) dan besarnya masing-masing 21% dan 45,80%. Artinya pengaruh tingkat dinamika kelompok terhadap kesehatan sapi secara langsung dan tidak langsung melalui pola pembinaan dan penerapan zooteknik adalah nyata dan besarnya masingmasing 21% dan 45,80%. Hal ini ditunjukkan kelompok selalu membantu anggota agar sapinya selalu sehat.
Tabel 4. ‘Path Analysis’ Pola Pembinaan, Dinamika Kelompok, Penerapan Zooteknik dan Kesehatan Sapi Sbg var. Sbg var. Koefisien Jalur Efek No t p Endogen Y Eksogen X Langsung Total 1
X2
X1
-0,406
1,824
0,076
0,165
0,165
2.
X3
X1
-0,430
1,891
0,066
0,185
0,144
X2
-0,233
1,026
0,315
0,054
0,014
X1
0,425
1,952
0,059
0,181
0,111
X2
0,458
2,107
0,042 *)
0,210
0,133
X3
-0,064
1,335
0,739
0,004
0,015
3.
X4
Gabungan 0,165
0,158
0,258
Keterangan : X1 = Pola pembinaan; X2 = Tingkat dinamika kelompok; X3 = Tingkat penerapan zooteknik; X4 = Kondisi kesehatan sapi *) Berpengaruh nyata pada p < 0,05
The Role Extension Actuvuty on Beef Cattle Farmer’s Groups in Beef Cattle Farming (Isbandi)
111
Pengaruh X3 terhadap X4 secara langsung dan tidak langsung tidak nyata (p > 0,05). Artinya pengaruh penerapan zooteknik terhadap kesehatan sapi secara langsung dan tidak langsung adalah tidak nyata. Hal ini dapat dikaitkan bahwa di Kabupaten Jepara selama 5 tahun terakhir tidak banyak penyakit ternak yang muncul, sehingga sapi tidak banyak yang terkena penyakit. KESIMPULAN 1. 2.
3.
4.
Kabupaten Jepara cocok untuk beternak sapi potong Pola pembinaan berpengaruh tidak nyata terhadap dinamika kelompok, penerapan zooteknik dan kondisi kesehatan sapi Dinamika kelompok berpengaruh tidak nyata terhadap penerapan zooteknik, tetapi berpengaruh nyata terhadap kondisi kesehatan sapi Penerapan zooteknik berpengaruh tidak nyata terhadap kondisi kesehatan sapi
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan pembinaan kepada petani-ternak sapi potong yang dapat menghasilkan dinamika kelompok dan penerapan zooteknik yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA Acha, N.P. and B.Szyfres. 1987. Zoonosis and Communicable Disease Common to Man and Animals. Second edition. Scientific Publication No. 503. Washington. Pan American Health Organization. Pan American Sanitary Bureau Regional Office of the World Health Organization. Akoso. 1996. Kesehatan Hewan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Amsyari, F. 1996. Membangun Lingkungan Sehat. Menyambut 50 tahun Indonesia Merdeka. Airlangga University Press, Surabaya.
112
Askandar, T., J.P. Widodo dan T.P. Suhartono. 1996. Pedoman Penelitian Kedokteran. Airlangga University Press, Surabaya. Badan Pengendali Bimas. 1986. Petunjuk Operasional Program Intensifikasi Ternak Kerja. Jakarta. Balai Informasi Pertanian. 1986. Petunjuk Teknik Beternak Sapi Potong. Ungaran. Bintoro, T. 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan. Cetakan ke tujuhbelas. Penerbit P.T. Pustaka, Jakarta. Buku Informasi Peternakan. 1983. Informasi Peternakan Jawa Tengah. Ungaran. Dinas Peternakan propinsi Jawa Tengah Cartwright, D. and A. Zander. 1968. Group Dynamics. Research and Theory. 3rd ed. Harper and Raw Publisher, New York. Darmono, S.Partoutomo, Sukarsih dan G. Adiwinata. 1982. Pengaruh pengobatan dengan kombinasi disophenol dan thibenzole terhadap cacing nematoda dalam saluran pencernaan pada domba. Penyakit Hewan. Vol. XIV (24) : 31-33 Darmono, S. 1995. Tata-laksana Usaha Sapi Kereman. Cetakan ke dua. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 1985. Ternak Sapi Potong. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Forshell, P.L. and I. Ekesbo. 1996. Survival of salmonellas inurine and dry faeces from cattle. An experimental study. Acta. Vet. Scand. : 37 (2) : 127 - 31. Gerungan, W. A. 1996. Psychology Sosial. Edisi ke 2. Cetakan ke 13. Penerbit Eresco, Bandung.
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29(2) June 2004
Golberg A. A. and C. E Larson. 1975. Discussion processes and applications. Prentice Hall Series in Speech communication, London. (1 - 2) : 43 - 39. Guellouz, H. and B.R. Aissa. 1995. Salmonella isolated from food product of animal origin between 1989 and 1993 in the town of Tunis. Bull. Soc. Pathol. Exot. Apr. 173 (4) : 971 8. Guilloteau, L.A., T.S. Wallis, A.V. Gautier, S. MacIntyre, D.J. Platt and A.J. Lax. 1996. The salmonella virulance plasmit enhances salmonella indiced lysis of macrophages and influences inflamantory responses. Infect. Immun. Aug. : 64 (8) : 3385 - 93. Hadi, S. 1979. Metodologi Research. Jilid III. Penerbit Yayasan Penelitian Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Imelda O. U dan Hidayati. 1998. Kajian sosiologi pedesaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi petani dalam kegiatan kelompok tani. Sainteks V(3) : 30 36 Jeffrey, H.C. and R.M. Leach. 1983. Atlas of Media Helminthology and Protozoology. Edinburg. Churchill. Livingstone. EGC. Penerbit Buku Kedokteran Kartono, M. 1983. Etika penyuluhan pertanian. Makalah pada Kongres Perhiptani ke-1 di Subang. 4 - 6 Juli 1987. Livesey, C.T. 1994. Contamination of Animal Feed : A Review of Principle Causes, Detection, Investigation and Control of Toxic Contaminants. In : I.A.Dewi, R.F.E. Axford, I. F.M. Marai and H.M. Omed( Ed.). CAB International, Canberra. pp. 19 - 41. Levine, D. N. 1990. Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh G. Ashadi dan Editor
Wardiarto. Gajahmada University Press, Yogyakarta. Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Penerbit Sebelas Maret University Press, Surakarta. Mosher, A.T. 1978. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Penerbit C.V. Yasaguna, Jakarta. Nasoetion, S.M.A. 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Penerbit Tarsito, Bandung. Nuskhi, M. dan L.Setiana. 1990. Dinamika kelompok dan manfaatnya terhadap anggota kelompok peternak kambing di kecamatan Kebasen kabupaten Banyumas. Yogyakarta. Buletin Peternakan. Edisi khusus bulan Desember : 143 - 149 Poernomo, S. 1988. Isolasi Salmonella sp. dari karkas hewan yang dipotong di Rumah Potong Hewan. Penyakit Hewan XX. (36) : 12 - 15. Poernomo, S. 1991. Isolasi salmonella sp. dari air limbah Rumah Potong Hewan di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit Hewan 23 ( 42) : 12 - 15. Pohland, A.E. and G.E. Wood 1987. Occurrence of Mycotoxin in Food. In Krogh, P.(ed). Mycotoxins in Food. Food Science and Technology Monograph. Academic Press, London. pp. 35 - 64. Santosa, A. Djajanegara dan B. Sudaryanto. 1990. Pengaruh beberapa faktor sosial ekonomi terhadap sikap peternak sapi potong dalam penyimpanan jerami padi sebagai persediaan pakan di desa Wanakerta kecamatan Purwodadi kabupaten Subang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Majalah Ilmu dan Peternakan. 1 (2) April : 15 - 25.
The Role Extension Actuvuty on Beef Cattle Farmer’s Groups in Beef Cattle Farming (Isbandi)
113