KARYA TULIS ILMIAH
PEMBERIAN LATIHAN ACTIVE RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. S DENGAN POST OP ORIF FRAKTUR PROXIMAL HUMERUS DEXTRA DI RUANG PARANG SELING RS. ORTHOPEDI PROF. DR. R SOEHARSO SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
NOVITA WAHYU ANGGRAENI NIM. P.12043
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
PEMBERIAN LATIHAN ACTIVE RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. S DENGAN POST OP ORIF FRAKTUR PROXIMAL HUMERUS DEXTRA DI RUANG PARANG SELING RS. ORTHOPEDI PROF. DR. R SOEHARSO SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program DIII Keperawatan
DISUSUN OLEH :
NOVITA WAHYU ANGGRAENI NIM. P.12043
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha kuasa karena berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis lmiah yang berjudul “Pemberian latihan Active Range Of Motion (ROM Aktif) terhadap peningkatan kekuatan otot pada asuhan keperawatan Ny. S dengan post op fraktur proximal humerus dextra di ruang Parang Seling RS. Orthopedi Prof. DR. R Soeharso Surakarta.” Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat : 1.
Atiek murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku ketua program studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta selaku dosen pembimbing serta pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi penulis demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
2.
Merry Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku sekretaris program studi DII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3.
Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku penguji I yang telah memberikan banyak masukan dan saran, serta memberikan motivasi pada penulis untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
v
4.
Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku penguji II yang telah memberikan banyak motivasi dan inspirasi pada penulis serta masukan – masukan positif untuk penulis untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
5.
Semua dosen program studi DIII keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
6.
Direktur RSO DR. R Soeharso yang telah memeberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan asuhan keparawatan pada Ny. S di ruang Parang Seling rumah sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso surakarta
7.
Rahman S.Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing lahan di RS Orthopedi yang telah memberikan banyak masukkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan asuhan keperawatan selama di rumah sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.
8.
Kedua orangtuaku (Paudjan dan Setyarini) beserta kakak (Deni Prasetya) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan do’a serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan.
9.
Mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3A Program studi DIII keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu – persatu, yang memberikan dukungan. Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin Surakarta , Juni 2015 Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .............................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN .....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
DAFTAR ISI ..............................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................
1
A. Latar belakang ..................................................................
1
B. Tujuan penulisan ..............................................................
4
C. Manfaat penulisan ............................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................
7
A.
Tinjauan Teori ..............................................................
7
1.
Fraktur Humerus ...................................................
8
2.
Kekuatan Otot .......................................................
31
3.
Range Of Motion (ROM) ......................................
36
B.
Kerangka Teori .............................................................
41
C.
Kerangka Konsep .........................................................
42
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET ........
43
A. Subyek aplikasi riset ........................................................
43
B. Tempat dan waktu ............................................................
43
C. Media atau alat yang digunakan .......................................
43
BAB II
BAB III
vii
BAB IV
BAB V
BAB IV
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ...................
43
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ........................
44
LAPORAN KASUS ..............................................................
46
A. Identitas klien ...................................................................
46
B. Pengakajian ......................................................................
47
C. Analisa Data .....................................................................
57
D. Perumusan masalah ..........................................................
58
E. Perencanaan......................................................................
59
F. Implementasi ....................................................................
61
G. Evaluasi ............................................................................
67
PEMBAHASAN ...................................................................
72
A. Pengkajian ........................................................................
72
B. Perumusan masalah keperawatan .....................................
76
C. Perencanaan......................................................................
80
D. Implementasi ....................................................................
84
E. Evaluasi ............................................................................
90
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................
95
A. Kesimpulan ......................................................................
95
B. Saran
100
.............................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Kerangka Teori ..................................................................
41
2. Gambar 2.2 Kerangka Konsep ..............................................................
42
3. Gambar 4.1 Genogram ..........................................................................
49
4. Gambar 4.2 Foto Rontgent Fraktur Humerus Proximal Dextra ...........
56
5. Gambar 4.3 Foto Post Op ORIF Fraktur Humerus Proximal Dextra ..
56
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Usulan Judul Aplikasi Jurnal Lampiran 2.
Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran
3.
Surat Pernyataan
Lampiran
4.
Daftar Riwayat Hidup
Lampiran
5.
Jurnal Utama
Lampiran
6.
Asuhan Keperawatan
Lampiran
7.
Log Book
Lamipiran
8.
Lembar Pendelegasian
Lampiran
9.
Lembar Observasi Aplikasi Jurnal
Lampiran
10. Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran
11. Lembar Leaflet
Lampiran
12. Lembar Prosedur Latihan Range Of Motion
x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Novita Wahyu Anggraeni
Tempat, tanggal lahir
: Pati, 24 November 1994
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat rumah
: Ds. Kedungsari Rt. 01/Rw.01 kec. Tayu, Kab. Pati
Riwayat Pendidikan
: 1. TK Pamardi Rahayu Pakis Lulus Tahun 2000 2. SD Negeri 01 Kedungsari
Lulus Tahun 2006
2. SMP Negeri 01 Tayu
Lulus Tahun 2009
3. SMA Negeri 01 Juwana
Lulus Tahun 2012
Riwayat Pekerjaan
: Belum pernah bekerja
Riwayat organisasi
:
Publikasi
1.
ROHIS SMP Negeri 1 Tayu
(2008-2009)
2.
PMR SMA Negeri 1 juwana
(2010-2011)
3.
BANTARA SMAN 1 Juwana
(2010-2011)
4.
KSR STIkes Kusuma Husada
:-
1
(2012-2014)
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan globalisasi yang semakin berkembang menuntut manusia untuk melakukan banyak aktivitas. Dikehidupan sehari-hari yang semakin padat dengan aktifitas manusia
untuk mengejar
perkembangan zaman, tidak akan lepas dari fungsi normal musculoskeletal terutama tulang yang menjadi alat gerak utama bagi manusia. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot untuk menggerakan kerangka tubuh. Namun dari ulah manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat terganggu karena mengalami fraktur. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya dikarenakan ruda paksa (Mansjoer, 2008). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Pada 45.987 peristiwa terjatuh,
1
2
terjadi fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, terjadi fraktur sebanyak 1.770 orang(8,5 %). Sedangkan pada 14.127 kasus trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %). Berdasarkan hasil observasi di RSUD Dr. Moewardi diperoleh pasien dengan fraktur humerus tahun 2011 sejumlah 174 pasien dirawat inap, dari data tersebut terdapat 150 pasien mengalami fraktur humerus (Purwanti dan Purwaningsih, 2013). Penanganan patah tulang terbagi menjadi dua jenis yaitu secara konservatif (tanpa pembedahan) dan dengan pembedahan.
Tindakan
medis yang diberikan pada fraktur adalah dengan pemasangan ORIF (Open Reduction Internal Fixation) sebagai alat fiksasi atau penyambung tulang yang patah. Dengan tujuan agar fragment dari tulang yang patah tidak terjadi pergeseran dan dapat menyambung lagi dengan baik. Tindakan konservatif post operasi ORIF (Open Reduction Internal Fixation) dapat menimbulkan rasa cemas dan menimbulkan rasa nyeri pada pasien sehingga menimbulkan rasa takut untuk melukakan mobilitas fisik (Muttaqin, 2008). Fenomena yang ada di rumah sakit menunjukan bahwa pasien di rumah sakit mengalami berbagai masalah keperawatan salah satunya kerusakan mobilitas post operasi fraktur. Masalah tersebut harus di antisipasi dan diatasi agar tidak terjadi komplikasi. Peran perawat sangat penting dalam perawatan pasien pre dan post operasi terutama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien (Muttaqin, 2008).
2
3
Menurut Craven & Hiller (2009), manfaat mobilitas fisik adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah atau mengurangi komplikasi imobilisasi pasca operasi, mempercepat proses pemulihan pasca operasi. Salah satu bentuk latihan mobilisasi adalah dengan melakukan latihan ROM (Range Of Motion) baik secara aktif maupun pasif. Latihan rentang gerak (ROM), dapat mencegah terjadinya kontraktur, atropi otot, meningkatkan peredaran darah ke ekstremitas, mengurangi kelumpuhan vaskuler, dan memberikan kenyamanan pada klien. Latihan
Range Of Motion (ROM),
baik pasif maupun aktif
sedikitnya 4 kali sehari dapat meningkatkan kekuatan otot (Craven & Hiller, 2009). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Orthopedi 99 % pasien di ruang Parang Seling mengalami fraktur baik ekstremitas atas maupun bawah, 100 % dari pasien post operasi fraktur mengalami penurunan kekuatan otot. Terapi rehabilitas yang diprogramkan dari rumah sakit yaitu melakukan latihan ROM aktif (Range Of Motion Active) pada pasien post operasi fraktur yang dilakukan oleh fisioterapis 1 hari sekali. Hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa latihan ROM aktif (Active Range Of Motion) sebanyak 9 kali dalam 3 hari memberikan pengaruh
yang
signifikan
terhadap
peningkatan
kekuatan
otot.
Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan pengelolaan kasus fraktur humerus dengan menerapkan intervensi latihan ROM aktif (Active Range Of Motion) sebagai bentuk aplikasi riset yang
3
4
kemudian dituangkan pada sebuah karya tulis ilmiah berjudul “ Pemberian latihan Active Range Of Motion (ROM aktif) terhadap peningkatan kekuatan otot pada asuhan keperawatan Ny.S dengan post op ORIF Fraktur proximal Humerus Dextra di ruang parang seling RS Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta.”
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan riset keperawatan dengan tindakan keperawatan pemberian latihan ROM (Active Range Of Motion) aktif terhadap peningkatan kekuatan otot pada asuhan keperawatan Ny.S dengan fraktur proximal humerus dextra di ruang parang seling RS Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny.S dengan fraktur proximal humerus dextra (patah tulang lengan atas kanan). b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.S dengan fraktur proximal humerus dextra (patah tulang lengan atas kanan). c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan fraktur proximal humerus dextra (patah tulang lengan atas kanan).
4
5
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny.S dengan fraktur proximal humerus dextra (patah tulang lengan atas kanan). e. Penulis mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada Ny.S dengan fraktur proximal humerus dextra (patah tulang lengan atas kanan). f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian latihan ROM aktif (Active Range Of Of Motion) terhadap peningkatan kekuatan otot dengan fraktur humerus.
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Menambah wawasan dan pengalaman tentang konsep penyakit serta penatalaksaannya dalam aplikasi melalui proses keperawatan dengan basis ilmu keperawatan dalam memberikan asuhan pada pasien dengan hambatan mobilitas fisik untuk meningkatkan kekuatan otot melalui latihan ROM aktif (Active Range Of Motion). 2. Bagi Pendidikan Sebagai referensi dan wacana dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
dalam
bidang
keperawatan
medical
bedah
asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem musculoskeletal dimasa yang akan datang dan acuan bagi pengembangan laporan kasus sejenis.
5
6
3. Bagi Profesi Keperawatan Memberikan kontribusi dalam pengembangan profesi keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan medikal bedah dengan gangguan sistem muskuloskeletal. 4. Bagi Rumah Sakit Sebagai evaluasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terutama pada pasien fraktur dengan kolaborasi antara perawat dan fisioterapis dalam melakukan latihan ROM aktif untuk meningkatkan kekuatan otot.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Musculoskeletal 1. Pengertian Sistem muskuloskletal tersusun dari otot rangka dan tulang yang saling menunjang fungsinya. Otot rangka dan tulang menunjang terjadinya gerakan pada tubuh. Otot bertanggung jawab menimbulkan tonus vaskuler. Otot rangka dihubungkan ke tulang melalui tendon. Tendon menggerakan tulang dengan kontraksi otot rangka, yang dikontrol oleh neuron motorik bawah dari medulla spinalis (Corwin, 2009). Susunan kerangka terdiri dari berbagai macam tulang yang saling berhubungan yang terdiri dari tulang kepala yang berbentuk tengkorak (8 buah tulang), tulang wajah (14 buah tulang), tulang telinga (6 buah tulang), tulang lidah (1 buah tulang), tulang yang membentuk kerangka dada (25 buah tulang), tulang yang membentuk tulang belakang dan gelang pinggul (26 buah tulang), tulang anggota gerak yang membentuk lengan gerak atas (64 buah tulang), tulang anggota gerak yang membentuk lengan gerak bawah (62 buah tulang) (Syaifuddin, 2006). 2. Kerangka Anggota Gerak Atas Kerangka anggota gerak atas dikaitkan dengan kerangka badan dengan perantara gelang bahu yang terdiri dari scapula dan klavikula.
7
8
Tulang tulang yang membentuk kerangka lengan antara lain : gelang bahu (scapula dan klavikula), humerus, ulna dan radius, karpalia, metakarpalia dan fallangus. Gelang bahu yaitu persendian yang menghubungkan lengan dengan badan. Pergelangan ini mempunyai mangkok sendi yang tidak sempurna oleh karena bagian belakangnya terbuka. Bagian ini dibentuk oleh dua buah tulang yaitu scapula dan klavikula (Syaifuddin, 2006). Humerus (tulang pangkal lengan) mempunyai tulang panjang seperti tongkat. Bagian yang mempunyai hubungan dengan bahu bentuknya bundar membentuk kepala sendi disebut kaput humeri. Pada kaput humeri ini terdapat tonjolan yang disebut tuberkel mayor dan minor. Disebelah bawah kaput humeri terdapat lekukan yang disebut kolumna humeri. Pada bagian bawah terdapat taju (kapitulum, epikondilus lateralis, dan epikondilus medialis). Disamping itu juga mempunyai lekukan yang disebut fosa koronoid (bagian depan) dan fosa olekrani bagian belakang (Syaifuddin, 2006).
B. Konsep Fraktur 1. Fraktur Fraktur (patah tulang) adalah suatu kondisi hilangnya kontinuitas tulang atau tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Menurut Muttaqin (2008), klasifikasi fraktur yaitu :
8
9
a. Fraktur traumatic Terjadi karena trauma yang tiba - tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah. b. Fraktur patologis Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di daerah – daerah di dalam tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur –fraktur semacam ini adalah tumor, baik tumor primer
maupun tumor metastasis
(Muttaqin, 2008). Klasifikasi keadaan patah tulang secara klinis : a. Fraktur tertutup (simple fraktur) Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. b. Fraktur terbuka (compound fracture) Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
9
10
c. Fraktur dengan komplikasi ( complicated fracture) Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-union dan de-layedunion, non-union (Muttaqin, 2008). 2. Klasifikasi Fraktur Humerus Patah tulang humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur tulang humerus. Macam – macam patah tulang humerus : a. Fraktur suprakondilar humeri Fraktur suprakondilar humeri (transkondilar) merupakan fraktur yang sangat sering terjadi pada anak-anak setelah fraktur antebraki. Dua tipe suprakondilar humeri berdasarkan pergeseran fragmen distal sebagai berikut : 1) Tipe posterior (tipe ekstensi) Tipe eksistensi merupakan 99% dari seluruh jenis fraktur suprakondilar humeri. Pada tipe ini fragmen distal bergeser kearah posterior. Tipe ekstensi terjadi apabila klien mengalami trauma saat siku dalam posisi hiperekstensi atau sedikit fleksi serta pergelangan tangan dalam posisi dorso flexi. 2) Tipe anterior (tipe flexi) Tipe anterior (tipe fleksi) hanya merupakan 1-2% dari seluruh fraktur suprakondilar humeri. Tipe fleksi terjadi apabila klien jatuh dan mengalami trauma langsung sendi siku pada humerus distal.
10
11
3)
Fraktur intrakondilar humerus Bagian kodilus humerus sering juga mengalami fraktur akibat suatu trauma. Gambaran klinis nyeri, pembengkakan, dan perdarahan subcutan pada daerah sendi siku. Pada daerah tersebut ditemukan nyeri tekan, gangguan pergerakan dan krepitasi. Fraktur kondilar biasanya disertai dengan fraktur suprakondilar.
4)
Fraktur batang humerus
5)
Fraktur kolum humerus (Muttaqin, 2008).
3. Penyebab Terjadinya Fraktur Trauma musculoskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut : a. Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. b. Trauma tidak langsung Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur clavikula. Pada kedaaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh (Muttaqin, 2008).
11
12
4. Manifestasi Klinik a. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan rupture terjadi seperti : rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang. b. Bengkak Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. c. Echimosis dari perdarahan subculaneous d. Spasme otot spasme invoulunter dekat fraktur e. Tenderness/keempukan f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan) h. Pergerakan abnormal i. Shock hipovolemik (karena perdarahan) j. Krepitasi (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012). 5. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan untuk pemeriksaan fraktur humerus :
12
13
a. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan yang penting adalah “pencintraan” menggunakan sinar rontgent (sinar-X). Untuk mendapatkan gambaran tiga dimensi dari keadaaan dan kedudukan tulang yang sulit, memerlukan 2 proyeksi, yaitu : AP atau PA. b. Pemeriksaan laboratorium 1) Kalsium serum dan fosfat serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang 2) Fosfatase alkali meningkat pada tulang yang rusak dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH5), aspartat tranferase (AST), dan aldose meningkat pada tahap penyembuhan tulang (Muttaqin, 2008). 6. Komplikasi Menurut Muttaqin (2008), komplikasi yang terjadi pada fraktur jangka pendek bila tidak segera mendapatkan penanganan yang tidak tepat meliputi : a. Komplikasi awal 1) Kerusakan arteri : pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hemtoma melebar, dan dingin pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting,
13
14
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 2) Sindrom kompartemen : sindrom kompartemen merupakan komplikasi yang serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebanan yang terlalu kuat. 3) Fat embolism syndrome : fat embolism syndrome adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardia, hipertensi, takipnea dan demam. 4) Infeksi : infeksi terjadi karena sistem pertahanan tubuh yang rusak akibat trauma jaringan. Pada truma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga terjadi karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti ORIF dan OREF serta plat.
14
15
5) Nekrosis avaskular : nekrosis avaskuler terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Biasanya diawali dengan adanya iskemia. 6) Shock : shock terjadi karena kehilangan banyak darah atau meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. b. Komplikasi jangka panjang Menurut Muttaqin (2008), komplikasi yang terjadi pada fraktur dalam jangka panjang yang tidak segera mendapatkan pertolongan atau mendapatkan pertolongan yang salah meliputi : 1) Delayed union Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan
waktu
yang
dibutuhkan
tulang
untuk
menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 - 5 bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah). 2) Non-union Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6 - 8 bulan dan
tidak
didapatkan
konsolidasi
sehingga
terdapat
pseudoartrosis (sendi palsu). Psedoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama - sama infeksi yang disebut infected pseudoarthosis. Beberapa jenis non-union
15
16
terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen tulang sebagai berikut : a) Hipertrofi : ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari keadaan normal yang disebut gambaran elephant’s foot. Garis fraktur tampak dengan jelas. Ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa. Pada jenis ini, vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft. b) Atrofi (oligotrofik) Tidak ada tanda-tanda aktifitas selular pada ujung fraktur, ujung tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotic dan avaskular. Pada jenis ini di samping dilakukan fiksasi rigid, juga diperlukan pemasangan bonegraft. c. Mal union Mal union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus atau valgus, rotasi, pemendekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur tibia-fibula. Etiologi mal union adalah fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak baik, teknik pengobatan yang salah, osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma.
16
17
7. Patofisiologi Penyebab dari terjadinya fraktur antara lain karena adanya trauma dan kelemahan abnormal pada tulang. Kebanyakan fraktur humerus ini terjadi pada usia muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya klien ini mengalami trauma multiple yang menyertainya. Kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan tulang lengan yang menyebabkan fraktur patologis tanpa riwayat trauma. Kerusakan jaringan lunak di sekitar fraktur menimbulkan spasme otot sehingga menyebabkan nyeri yang sangat hebat (Muttaqin, 2012). Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan yang akan memunculkan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik (Muttaqin, 2008). Pembedahan menyebabkan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi. Yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Adanya gangguan pada sistem tubuh yang disebabkan fraktur sehingga mobilitas pasien terganggu. Pasien tidak mampu mengontrol anggota tubuhnya sehingga membatasi pergerakan. Muncul perasaan cemas apabila melakukan mobilitas meskipun hanya pergerakan sendi pada area yang tidak mengalami fraktur akan memperparah fraktur yang
17
18
diderita, sehingga pasien enggan untuk melatih gerakan post operasi, memunculkan masalah keperawatan defisiensi pengetahuan (Muttaqin, 2008). 8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada fraktur menurut Muttaqin (2008), dibagi menjadi 2 yaitu : a. Penatalaksanaan konservatif Penatalaksanaan konservatif merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar imobilisasi pada patah tulang terpenuhi meliputi : 1) Proteksi (tanpa reduksi dan imobilisasi) Proteksi fraktur terutama utuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama di indikasikan pada fraktur-fraktur yang tidak bergeser, fraktur falang, metacarpal, atau fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur yang sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi radiologis. 2) Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi) Imobilsasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi. Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam - macam bidai dari plastik atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
18
19
3) Reduksi tertutup Dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. 4) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan couter traksi Menurut Muttaqin (2008), penatalaksaaan fraktur yang ke 2 yaitu dengan pembedahan. Penatalaksaan dengan pembedahan perlu diperhatikan
karena
memerlukan
asuhan
keperawatan
yang
komprehensif perioperatif, meliputi : a) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkuatan dengan K-Wire. b) Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang Operasi reduksi terbuka fiksasi internal/ORIF (open reduction internal
fixation)
dan
operasi
reduksi
terbuka
fiksasi
eksternal/OREF (open reduction ekternal fixation). b. Terapi Rehabilitative Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila , harus segera dimulai melakukan
latihan-latihan
untuk mempertahankan kekuatan
anggota tubuh dan mobilisasi dengan latihan pergerakan ROM aktif (Active Range Of Motion) atau ROM pasif (Passive Range Of Motion) (Muttaqin, 2008).
19
20
9. Proses penyembuhan tulang Proses penyambungan tulang teori Mahartha, dkk (2008), dalam jurnal manajemen fraktur trauma musculoskeletal dibagi dalam 4 fase : a. Fase hematoma terjadi selama 1- 3 hari. Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat pesediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter. b. Fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi dibawah periosteum dan didalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang dalam daerah fraktur. Fase pembentukan kalus terjadi selama 2 sampai 6 minggu. Pada sel yang berkembangbiak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik jika diberikan tindakan yang tepat selain itu akan membentuk tulang kartilago dan tulang akan menjadi tebal dengan adanya tulang dan kartilago juga osteoklas yang disebut dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan periosteum dan endosteom, terjadi selama 4 minggu. c. Fase konsolidasi terjadi dalam waktu 3 minggu sampai 6 bulan. Tulang fibrosa atau anyaman tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoblastik masih berlanjut maka anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Pada saat ini osteoblast tidak memungkinkan untuk
20
21
menerobos melalui reruntuhan garis fraktur karena sistem ini cukup kaku. Celah - celah diantara fragmen dengan tulang baru akan diisi oleh osteoblas. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat badan normal. d. Fase remodelling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur telah dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut akan diresorbsi dan pembentukan tulang yang terus menerus lamelar akan menjadi lebih tebal, dinding - dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum dan akhirnya akan memperoleh bentuk tulang seperti normalnya. Terjadi dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun.
C. Asuhan Keperawatan Fraktur Humerus Pre OP dan Post OP Pengkajian pada fraktur humerus yaitu : 1. Pengkajian Fokus Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk pada teori menurut Muttaqin (2008), ada berbagai macam meliputi : a) Riwayat penyakit sekarang Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang, pertolongan apa yang di dapatkan. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan
21
22
fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. b) Riwayat penyakit dahulu Penyakit tertentu seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis
sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien
diabetes dengan luka sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang. c) Riwayat penyakit keluarga Penyakit keluarga seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik. d) Pola kesehatan fungsional pre op dan post op 1) Aktifitas/ Istirahat Karena adanya nyeri post operasi gerak menjadi terbatas, aktivitas berkurang. 2) Status sirkulasi a) Hipertensi (kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas atau hipotensi (kehilangan darah) b) Takikardia (respon stress, hipovolemi) c) Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena. d) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma.
22
23
3) Neurosensori a) Hilangnya gerakan/ sensasi, spasme otot b) Kebas/ kesemutan (parestesia) c) Deformitas
local :
angulasi
rotasi, krepitasi (bunyi
abnormal,
pemendekan,
berderit) Spasme otot, terlihat
kelemahan/ hilang fungsi d) Agitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain). 4) Nyeri/ kenyamanan a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/ kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf b) Spasm/ kram otot setelah imobilisasi. 5) Keamanan a) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna b) Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba- tiba). e) Pola persepsi dan konsep diri post op Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
23
24
f) Pola sensori dan kognitif pre dan post op Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur dan akbiat pembedahan pemasangan ORIF, pengkajian nyeri dengan P, Q, R, S, T pre dan post op. 2. Pemeriksaan Fisik Menurut Muttaqin (2008), ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan secara umum (status general) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local), meliputi : a. Keadaan umum pre dan post op Keadaan baik buruknya klien, tanda-tanda yang perlu dicatat 1) Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis yang bergantung pada klien. 2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat. 3) Tanda-tanda vital tidak normal karena terdapat gangguan local, baik fungsi maupun bentuk. 4) B1 (breathing) Pada pemeriksaan sitem pernafasan tidak ada gangguan pada pasien dengan fraktur humerus, vokal fremitus seimbang kanan dan kiri, tidak terdapat suara nafas tambahan.
24
25
5) B2 (Blood) Palpasi : denyut nadi meningkat. 6) B3 (Bone) Adanya fraktur pada humerus akan mengganggu secara local baik fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah. 7) Pada sistem integument terdapat eritema, suhu di sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema, dan nyeri tekan. Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada lengan bagian distal fraktur humerus tanda khas pada sindrom kompartemen pada fraktur humerus adalah perfusi yang tidak baik pada bagian distal, seperti pada jari-jari tangan, lengan bawah, pada sisi fraktur bengkak, adanya keluhan nyeri pada lengan, dan timbul bula banyak yang menutupi bagian bawah fraktur humerus. Apabila terjadi fraktur terbuka ada tanda - tanda trauma jaringan lunak sampai kerusakan
integritas
kulit.
fraktur
oblik spiral
mengakibatkan pemendekan batang humerus, kaji adanya tandatanda cedera dan kemungkinan keterlibatan neurovaskuler. Kaji adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah lengan atas. 8) Pada ekstremitas atas terjadi gangguan pergerakan (mobilitas) pada daerah yang cedera. Pengkajian khusus ekstermitas pre dan post op meliputi look, feel and move : a) Inspeksi (look) : pada inspeksi secara umum perhatikan raut
25
26
wajah klien (apakah terlihat kesakitan), warna kulit dan tekstur kulit, jaringan lunak yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendon, ligamen,
jaringan lemak,
fasia, kelenjar limfe,
tulang dan sendi, jaringan parut, warna kemerahan atau kebiruan
(livide)
atau
hiperpigmentasi,
benjolan,
pembengkakan, cekungan atau abnormalitas, posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas). b) Palpasi (feel) yang perlu diperhatikan pada palpasi yaitu : suhu kulit, denyut arteri teraba atau tidak, palpasi jaringan lunak untuk mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot, keadaan membran sinovia, penebalan jaringan senovia, adanya
cairan
di
dalam
atau
diluar
sendi,
adanya
pembengkakan, nyeri tekan apakah ada nyeri setempat atau nyeri alih (referred pain), perhatikan bentuk tulang, ada tidaknya penonjolan atau adanya gangguan. c) Pergerakkan (move) : perhatikan gerakan sendi secara aktif maupun pasif, apakah pergerakkan menimbulkan rasa sakit, apakah pergerakkan disertai dengan krepitasi, pemeriksan stabilitas sendi terutama , apakah pergerakan disertai dengan krepitas, pemeriksaan stabilitas sendi, pemeriksaan ROM (Range Of Motion), pemeriksaan batas gerakan sendi aktif maupun pasif.
26
27
3. Diagnosa keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : Post Op ORIF b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif (Herdman, 2012). 4. Intervensi keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : post op ORIF Tujuan : setelah dilakukan tindakan ....X 24 jam dirahapkan nyeri teratasi, dengan kriteria hasil : 1) Secara subyektif klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat beradaptasi. 2) Tanda – tanda vital dalam rentang normal ( TD : 120/80 mmHg, nadi : 80 kali/menit, Respiratory rate : 18 kali/menit, suhu : 36,5º C. 3) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang dapat meningkatkan atau menurunkan nyeri. 4) Klien tampak rileks / tidak gelisah. 5) Skala nyeri 0-1 atau beradaptasi. Intervensi keperawatan 1) Kaji skala nyeri dengan P, Q, R, S, T (Provoking, Quality, Region, Scale, Time)
27
28
Rasional : gangguan pada sendi, tulang atau otot dapat berdampak pada kenyamanan. 2) Kaji tanda – tanda vital klien Rasional : mengetahui perubahan frekuensi tekanan darah, nadi, suhu, Respiratory Rate. 3) Atur imobilisasi pada lengan Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakkan fragmen tulang yang menjadi penyebab utama nyeri. 4) Ajarkan teknik relaksasi non farmakologis relaksasi nafas dalam ketika muncul nyeri Rasional : teknik relaksasi akan memperlancar peredaran darah sehingga O2 pada jarinagan terpenuhi dan nyeri akan berkurang. 5) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik Rasional : analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang (Wilkinson, 2011). b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan ...X 24 jam diharapkan klien mampu melakukan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya, dengan kriteria hasil : 1) Klien dapat ikut serta dalam program latihan 2) Tidak terjadi kontrakur sendi
28
29
3) Kekuatan otot bertambah 4) Klien memunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi keperawatan 1) Kaji mobilitas dan observasi fungsi motorik secara teratur dengan look, feel and move Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. 2) Atur imobilisasi pada lengan atas Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakkan fragmen tulang. 3) Ajarkan dan dukung klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang sakit Rasional : gerakan aktif memberikann massa, tonus, dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan. 4) Bantu klien untuk melakukan latihan ROM aktif dan perawatan diri sesuai dengan toleransi Rasional : untuk mempertahankan fleksibiltas sendi sesuai kemampuan. 5) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk melatih fisik klien Rasional
:
kemampuan
mobilisasi
ekstermitas
dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik dan tim fisioterapis. 6) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi karbohidrat, tinggi protein, dan tinggi kalsium.
29
30
Rasional : protein untuk mempercepat penyembuhan luka operasi, karbohidrat sebagai sumber energi, kalsium untuk membantu proses pemulihan tulang (Willkinson, 2011). c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif : program rehabilitasi medik latihan ROM Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan ... X 24 jam diharapkan pasien mengetahui program rehabilitasi latihan ROM dan mampu melakukan sesuai prosedur, dengan kriteria hasil : 1) Pasien dan menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi dan program pengobatan. 2) Pasien dan keluarga mampu melakukan prosedur yang dijelaskan dengan benar. 3) Pasien dan keluarga mampu
melakukan atau menjelaskan
kembali prosedur yang telah diajarkan. Intervensi keperawatan 1) Identifikasi kemampuan kognitif pasien dan keluarga Rasional : mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien dan keluarga. 2) Berikan pendidikan pada klien tentang program aktivitas latihan klien dengan post operasi fraktur Rasional : mengetahui dan memahami program rehabilitasi medik pasien pasca operasi.
30
31
3) Bantu dan ajarkan pasien untuk melakukan aktivitas terapi sesuai dengan prosedur Rasional : memberikan pemahaman pada pasien tentang manfaat ROM untuk mengembalikan fungsi – fungsi otot dan meningkatkan kekuatan otot dan mencegah penurunan fungsi. 4) Kolaborasi dengan fisioterapis penjelasan manfaan aktivitas latihan active range of motion (ROM) Rasional : memberikan pemahaman secara mendetail pada pasien dtentang aktivitas latihan rehabilitasi medik pada pasien post operasi (Wilkinson, 2011).
D. Konsep Otot 1. Pengertian otot Otot merupakan suatu organ /alat yang memungkinkan tubuh dapat bergerak. Menurut Syaifuddin (2006), Otot penggerak atau otot motoris (otot serat lintang) adalah otot yang melekat pada kerangka sehingga disebut otot kerangka. Otot ini banyak bergerak menurut kemauan (otot sadar), pergerakannya cepat namun cepat lelah, rangsangan dialirkan melalui saraf motoris. Menurut Syaifuddin (2006), otot penyusun pangkal lengan atas terdiri dari beberapa otot yaitu : a. Otot - otot ketul (fleksor) Muskulus bisep braki (otot lengan berkepala). Otot ini meliputi 2
31
32
buah sendi dan mempunyai 2 buah kepala (kaput). Kepala yang panjang melekat di dalam sendi bahu,kepala yang pendek melekatnya di sebelah luar dan yang kedua di sebelah dalam. Otot ini menuju ke tulang pengumpil. Fungsinya membengkokkan lengan bawah siku, meratakan hasta dan mengangkat lengan. b. Muskulus brakialis (otot lengan dalam) Otot ini berpangkal di bawah otot segitiga di tulang pangkal lengan menuju taju pangkal tulang hasta. Fungsinya membengkokan lengan bawah siku. c. Muskulus korakobrakialis Otot ini berpangkal di prosesus korakoid dan menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsinya mengangkat lengan. d. Otot - otot ekstensor : muskulus trisep braki. 2. Kontraksi otot Otot mengadakan kontraksi dengan cepat apabila mendapatkan rangsang dari luar berupa rangsaan listrik, rangsangan panas, dingin dan lain-lain. Dalam keadaan sehari-hari otot ini bekerja (berkontraksi) menurut pengaruh atau perintah susanan saraf motoris (Syaifuddin, 2006). 3. Klasifikasi otot Menurut Syaifuddin (2006), macam - macam otot terbagi menurut bentuk, jumlah kepala, menurut kerja otot dan menurut letak otot : a. Menurut bentuk otot terbagi dalam 5 bentuk : bentuk kumparan,
32
33
bentuk kipas, bentuk melingkar, bentuk sirip, serabut sejajar. b. Menurut jumlah kepala, otot terbagi dalam 3 : otot bisep (berkepala 2), otot trisep (berkepala 3), quadrisep (berkepala 4). c. Menurut fungsi : Abductor (menjauhi tubuh), adductor (mendekati tubuh), antagonis (berlawanan), dilatasi (memanjang), eksorotasi (memutar keluar), ekstensor (meluruskan kembali), endorotasi (memutar kedalam), fleksor (membengkokan sendi), kontraksi (memendek),
pronator
(ulna
dan
radial
sejajar),
sinergis
(bersamaan), suppinator (ulna dan radial menyilang). d. Menurut letak : bagian dada, bagian kaki (anggota gerak bawah), bagian leher, bagian lengan (anggota gerak atas), bagian perut, bagian punggung. 4. Kekuatan otot Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan oleh seseorang merupakan hasil dari peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal maupun beban internal (Cahyati, 2011). Menurut Cahyati (2011), pemeriksaan yang sering digunakan untuk menilai kekuatan otot adalah dengan melakukan pemeriksaan pada empat bagian besar otot yaitu : a. Otot bisep Klien melakukan ekstensi maksimal pada lengan lalu ekstensikan
33
34
lengan dan perawat mencoba menahan/mendorong lengan untuk tetap ekstensi, anjurkan klien untuk menahannya. b. Otot trisep Klien melakukan fleksi pada lengan lalu ekstensikan lengan dan perawat mencoba menahan/mendorong lengan tetap fleksi. c. Otot pergelangan tangan dan jari-jari tangan Klien melebarkan jari - jari tangannya, perawat melakukan tahanan agar jari - jari tangan klien tetap rapat (adduksi) anjurkan klien menahannya. d. Kekuatan menggenggam Klien menggenggam telunjuk dan jari tangan perawat, lalu perawat menariknya dari gengggaman tersebut, ajurkan klien unntuk menahan tarikan tersebut. 5. Tonus dan Kekuatan Otot Kekuatan
otot
adalah
kemampuan
otot
atau
group
otot
menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun statis (Eldawati, 2011). Rentang nilai kekuatan otot menurut Potter dan Perry (2005), berdasarkan skala Lovett : a. Nilai 0 Paralisis total/ tidak ditemukan kontraksi otot. Nilai 0 % skala lovett 0 (nol). b. Nilai 1 Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan tonus yang
34
35
dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi, Nilai 10 %, skala lovett T (trace/ sedikit). c. Nilai 2 Otot hanya mammpu menggerakkan persendian, tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi. Nilai 25 % skala lovett P (poor/ buruk). d. Nilai 3 Rentang gerak penuh dapat menggerakkan sendi, otot dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan. Nilai 50 % skala lovett (fair/ sedang). e. Nilai 4 Rentang gerak penuh, dapat menggerakkan sendi melawan gravitasi disertai kemampuan otot terhadap tahanan ringan. Nilai 75 % skala lovett (good/ baik). f. Nilai 5 Rentang gerak penuh melawan gravitasi, resistensi penuh. Nilai 100 % skala lovett (normal). 6. Manuver untuk menguji kekuatan otot Menurut Potter dan Perry (2005), cara melakukan manuver untuk mengkajian kekuatan otot pada siku : a. Otot bisep Tarik kebawah lengan atas pada saat klien berusaha memfleksikan lengannya tersebut.
35
36
b. Otot trisep Pada saat klien memfleksikan lengan beri tekanan pada lengan atas dan minta klien untuk mengencangkan lengannya.
E. Range Of motion ( ROM) 1. Pengertian Range of Motion (ROM) adalah latihan gerak sendi untuk meningkatkan aliran darah perifer dan mencegah kekakuan otot/ sendi (Eldawati, 2011). 2. Tujuan ROM Memperbaiki dan mencegah kekakuan otot, memelihara/ meningkatkan fleksibilitas sendi, memelihara/ meningkatkan pertumbuhan tulang dan mencegah kontraktur. Latihan gerak sendi dapat segera dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot (endurance) sehingga memperlancar aliran darah serta suplai oksigen untuk jaringan sehingga akan mempercepat proses penyembuhan (Eldawati, 2011). 3. Jenis – jenis Range Of Motion (ROM) Menurut Eldawati (2011), latihan gerak sendi LGS/ Range Of Motion (ROM ) dibagi menjadi 5 yaitu : a. Aktif Asistif Range of Motion (AAROM) adalah kontraksi aktif dari otot dengan bantuan kekuatan ekternal seperti terapis, alat mekanik atau ekstremitas yang tidak sakit. AAROM meningkatkan fleksibilitas, kekuatan otot, meningkatkan koordinasi otot dan mengurangi ketegangan pada otot sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
36
37
b. Aktif Resistif ROM (ARROM) kontraksi aktif dari otot melawan tahanan yang diberikan, tahanan dari otot dapat diberikan dengan berat/beban, alat, tahanan manual atau berat badan. Tujuannya meningkatkan kekuatan otot dan stabilitas. c. Isometrik Exercise adalah kontraksi aktif dari otot tanpa menggerakan persendian atau fungsi pergerakan. Isometrik exercise digunakan jika ROM persendian dibatasi karena injuri atau immobilisasi. d. Isotonik Exercise (Aktif ROM dan Pasif ROM) adalah kontraksi terjadi jika otot dan yang lainnya memendek (konsentrik) atau memanjang (ensentrik) melawan tahanan tertentu atau hasil dari pergerakan sendi. Contoh isotonic exercise, fleksi atau ekstensi ekstremitas, Isotonik exercise tetap menyebabkan ketegangan pada otot yang menimbulkan rasa nyeri pada otot. e. Isokinetik Exercise adalah latihan dengan kecepatan dinamis dan adanya tahanan pada otot serta persendian dengan bantuan alat. Isokinetik menggunakan consentrik dan ensentrik kontraksi. 4. Prosedur latihan Potter & Perry (2006), menjelaskan bebarapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat pada saat kan melakukan latihan ROM sebagai berikut : a. Untuk melakukan ROM aktif klien dianjurkan unktuk melakukan gerakan
sesuai
yang
sudah
dianjurkan,
hindari
perasaan
ketidaknyamanan saat latihan dilakukan, gerakan dilakukan secara sistemasis dengan urutan yang sama setiap sesi, setiap gerak
37
38
dilakukan 3 kali dengan frekuensi tiga kali sehari. b. Berikan penjelasan manfaat dan tujuan ROM pada pasien dan keluarga. c. Sendi tidak boleh digerakkan dan di hentikan pada titik nyeri. d. Posisikan pasien dalam posisi tubuh lurus normal. e. Gerakan latihan harus dilakukan secara lembut perlahan dan berirama. f. Tidak melakukan latihan pada sendi yang mengalami nyeri. g. Amati respon non verbal pasien. h. Latihan harus dihentikan dan berikan kesempatan pada klien untuk beristirahat apabila terjadi spasme otot yang dimenifestasikan kontraksi otot yang tiba-tiba dan terus-menerus.
Smeltzzer & Bare (2008), menyebutkan bahwa latihan ROM dapat dilakukan 4 samapi 5 kali sehari, dengan waktu 10 menit untuk setiap latihan, sedangakan menurut Potter & Perry (2006), menganjurkan untuk melakukan latihan ROM minimal 2 kali/hari. Dari hasil penelitian Purwanti dan Purwaningsih (2013), dalam jurrnal pengaruh latihan Range of motion (ROM) aktif terhadap kekuatan otot pada pasien dengan post operasi fraktur humerus, terjadi peningkatan kekuatan otot yang signifikan dengan melakukan latihan ROM 9 kali dalam waktu 3 hari. Menurut Cahyati (2011), dalam jurnal “ Perbandingan latihan ROM bilateral terhadap kekuatan otot pasien stroke“ prosedur latihan
38
39
ROM pada ekstremitas atas : a. Latihan bahu Luruskan siku, angkat siku dari posisi di samping tubuh pasien kearah depan sampai ke posisi diatas kepala, turunkan dan kembalikan ke posisi semula dengan siku tetap lurus. b. Latihan siku Lakukan gerakan menekuk meluruskan siku. c. Latihan lengan Gerakkan tangan kea rah luar (telentang) dan ke arah dalam (telungkup). d. Latihan pergelangan tangan Tekuk pergelangan tangan pasien ke atas dan ke bawah. e. Latihan jari – jari tangan 1) Buat gerakan mengepal atau menekuk jari- jari dan kemudian luruskan jari- jari tangan. 2) Lakukan gerakan memutar ibu jari tangan. 3) Lebarkan jari – jari tangan kemudian merapatkan kembali. 5. Konsep tindakan ROM akif pada fraktur Spasme otot terjadi oleh karena proteksi oleh adanya nyeri karena luka post operasi. Reaksi proteksi lain adalah penderita berusaha menghindari gerakan yang menyebabkan nyeri apabila dibiarkan terus meneruskan menyebabkan kekakuan sendi, pemendekan otot, atropi otot dan gangguan fungsi pada lengan (Prasetyo, 2006).
39
40
Tujuan dilakukannya latihan kekuatan otot Range Of Motion adalah untuk memperbaiki dan mencegah kekakuan otot, memelihara atau meningkatkan fleksibilitas sendi, memelihara atau meningkatkan pertumbuhan tulang dan mencegah terjadinya kontraktur. Latihan gerak sendi dapat segera dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot (endurance) sehingga memperlancar aliran darah serta suplai oksigen untuk jaringan sehingga akan mempercepat proses penyembuhan (Anelia, 2013). Hasil penelitian sebelumnya oleh Purwanti dan Purwaningsih (2013), menyebutkan bahwa latihan ROM aktif (Active Range Of Motion) sebanyak 9 kali dalam 3 hari memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kekuatan otot.
40
41
E. Kerangka Teori
Trauma atau kecelakaan
1. 2. 3. 4.
Fraktur humerus
Fraktur suprakondilar humeri Fraktur intrakondilar humeri Fraktur batang humerus Fraktur kolum humerus
1. Nyeri akut 2. Hambatan mobilitas fisik 3. Defisiensi pengetahuan : program rehabilitasi medik
Tindakan konservatif
Proses fisiologi
Kerusakan neurovaskuler (nyeri) Penurunan kekuatan otot Merangsang potensial elektronegatif
Terbentuk hematoma
Memperlancar suplai darah dan O2 dalam jaringan
Terbentuk benang – benang fibrin
Terbentuk Jaringan Ikat Fibrosa
Terbentuk tulang rawan (osteosid) tulang menjadi padat
latihan ROM aktif
Membentuk fibroblast dan osteoblast berkembang menghasilkan matriks kolagen Peningkatan kekuatan otot
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Potter & Perry, 2005)
41
42
F. Kerangka Konsep
Latihan active Range Of Motion
Hambatan mobilitas fisik
( ROM aktif )
Gambar 2.2 Kerangka Konsep (Potter & Perry, 2005)
42
BAB III METODE APLIKASI RISET
A. Subyek aplikasi jurnal Subyek dari aplikasi riset keperawatan medikal bedah adalah pada pasien post operasi fraktur humerus yang mengalami penurunan kekuatan otot di RS. Orthopedi Prof. Dr. R Soeharso Surakarta.
B. Tempat dan waktu Aplikasi riset keperawatan medikal bedah dilakukan di ruang parang seling RS.Orthopedi Prof. DR. R Soeharso Surakarta pada tanggal 9 Maret sampai dengan 21 Maret 2015, dengan 3 hari kelolaan kasus.
C. Media dan alat Media dan alat yang dibutuhkan dalam aplikasi riset keperawatan latihan Active Range Of Motion (ROM aktif) : 1. Lembar observasi pengukuran skala kekuatan otot 2. Alat ukur daftar tindakan (check list)
D. Prosedur tindakan aplikasi riset Prosedur latihan Range Of Motion aktif pada ekstremitas atas : a. Latihan bahu Luruskan siku,angkat siku dari posisi di samping tubuh pasien kearah
43
44
depan sampai ke posisi diatas kepala, turunkan dan kembalikan ke posisi semula dengan siku tetap lurus. b. Latihan siku Lakukan gerakan menekuk meluruskan siku. c. Latihan lengan Gerakkan tangan kearah luar (telentang) dan kearah dalam (telungkup). d. Latihan pergelangan tangan Tekuk pergelangan tangan pasien ke atas dan kebawah. e. Latihan jari – jari tangan : 1) Buat gerakan mengepal/ menekuk jari- jari dan kemudian luruskan jari- jari tangan. 2) Lakukan gerakan memutar ibu jari tangan. 3) Lebarkan jari – jari tangan kemudian merapatkan kembali (Cahyati, 2011).
E. Alat ukur evaluasi Alat ukur yang digunakan adalah lembar observasi skala kekuatan otot (0 - 5) berupa uji Manual Lovett. Rentang nilai kekuatan otot menurut Potter dan Perry (2005), berdasarkan skala Lovett : g. Nilai 0 Paralisis total / tidak ditemukan kontraksi otot. Nilai 0 % skala lovett 0. h. Nilai 1 Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan tonus yang dapat
44
45
diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi. Nilai 10 %, skala lovett T (trace/ sedikit). i. Nilai 2 Otot hanya mampu menggerakkan persendian, tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi. Nilai 25 % skala lovett P (poor/ buruk). j. Nilai 3 Rentang gerak penuh dapat menggerakkan sendi, otot dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan. Nilai 50 % skala lovett (fair/ sedang). k. Nilai 4 Rentang gerak penuh, dapat menggerakkan sendi melawan gravitasi disertai kemampuan otot terhadap tahanan ringan. Nilai 75 % skala lovett (good/ baik). l. Nilai 5 Rentang gerak penuh melawan gravitasi, resistensi penuh. Nilai 100 % skala lovett (normal).
45
BAB IV LAPORAN KASUS
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang aplikasi jurnal Pemberian latihan Range Of Motion (ROM) terhadap peningkatan kekuatan otot pada asuhan keperawatan Ny.S dengan fraktur proximal humerus dextra di ruang Parang Seling rumah sakit Prof.Dr.R. Soeharso Surakarta. Asuhan keperawatan pada Ny.S meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi sesuai masalah keperawatan, implementasi yang telah dilakukan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 (pre operasi fraktur) 12.20 WIB dan 13 Maret 2015 (post operasi fraktur) 14.35 WIB dengan menggunakan metode autoanamnesa dan alloanamnesa.
A. Identitas Pasien Hasil yang diperoleh dari pengkajian pasien pre operasi nama pasien Ny.S, umur 46 tahun, agama islam pendidikan terakhir pasien SD, pekerjaan pasien sebagai ibu rumah tangga, alamat Mrisen polanharjo klaten. Diagnosa medis close fraktur proximal humerus dextra, nomer register 272787xx, dokter yang merawat dr. F, identitas penanggung jawab Tn.M umur 46 tahun pendidikan terakhir SD pekerjaan penanggung jawab sebagai buruh serabutan alamat Mrisen Polanharjo Klaten. Hubungan penanggung jawab dengan klien adalah suami klien.
46
47
B. Pengkajian Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan nyeri dan lemah pada tangan kanan. Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan tanggal 10 Maret 2015 pasien terjatuh dari motor pukul 11.00 WIB. Pasien mengatakan jatuh dengan posisi menggendong anaknya dan tangan kanan menopang tubuh dan terjatuh mengenai aspal. Kemudian keluarga membawa pasien ke rumah sakit terdekat PKU Muhammadiyah Klaten. Di Rumah sakit PKU dilakukan pemeriksaan foto rontgent hasil pembacaan foto rontgent terdapat fraktur pada lengan atas sebelah kanan. Kemudian keluarga meminta rujukan untuk pindah kerumah sakit Prof.DR.R Soeharso Surakarta, pukul 15.35 WIB pasien sampai di ruang IGD. Di IGD dilakukan pemeriksaan pasien mengatakan nyeri pada lengan kanan skala nyeri 5 nyeri bila digunakan untuk pergerakan, nyeri dirasakan terus – menerus. Hasil pembacaan rontgent oleh dokter jaga di IGD terjadi close fraktur proximal humerus dextra neer 4 part. Pemeriksaan kesadaran GCS E4V5M6. Terdapat oedema pada lengan atas sebelah kanan dan jari - jari, capillary refile > 2 detik, pergerakan ROM pada ekstremitas atas kanan terbatas elbow dan shoulder bergerak terbatas. Kemudian di IGD dilakukan fiksasi pada lengan atas kanan dan dibalut dengan kassa. Kemudian klien dirawat inap di ruang parang seling. Tanggal 12 Maret 2015 dilakukan pengkajian pre operasi TD : 150/100 mmHg, N : 90x/menit, RR : 20x/menit, GCS E4V5M6, kekuatan otot pada ekstremitas atas kanan 1, gerak ROM pada shoulder
47
48
terbatas, kekuatan otot pada ekstremitas atas kiri penuh kekuatan otot penuh 5, kekuatan otot pada ekstremitas bawah kanan/ kiri penuh 5 mampu bergerak aktif. Klien mengatakan nyeri pada luka, bila digunakan untuk bergerak, digunakan untuk menekuk siku maupun untuk bergerak. Nyeri hilang timbul, sakala nyeri 5. Rencanan operasi tanggal 13 Maret 20`5 jam 09.00, post operasi 13 Maret 2015 jam 14.30 WIB. Klien mengatakan memliki riwayat penyakit hipertensi. Riwayat penyakit dahulu klien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mengatakan pernah melakukan operasi sectio caesaria 1 tahun yang lalu di RS PKU Muhammadiyah. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan maupun obatobatan. Pasien mengatakan tensi darah naik bila pasien kelelahan dan banyak pikiran. Riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan dalam keluarganya ada yang menderita penyakit yang sama dalam keluarganya yaitu ibunya dulu meninggalkarena stroke. Anak pertama kien meninggal karena komplikasi penyakit 10 tahun yang lalu. Bila sakit klien dan keluarga memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan terdekat pukesmas atau bidan, pasien sering memeriksa tekanan darah di pukesmas.
48
49
Genogram :
: Perempuan
: Tinggal serumah
: Laki – laki
: Klien ( Ny.S,46 tahun )
: laki – laki meninggal : Perempuan meninggal Gambar 4.1 Genogram
Riwayat
kesehatan
lingkungan
pasien
mengatakan
tinggal
di
lingkungan bersih berada di pedesaan yang banyak tumbuh pepohonan ventilasi rumah selalu terbuka, udara tempat tinggal pasien jauh dari pabrik dan polusi udara. Hasi pengakajian kesehatan fungsional (pola gordon) pola persepsi perseptual keluarga mengatakan bahwa sehat itu penting. Keluarga menjaga
49
50
kesehatan anggota keluarganya dengan mewajibkan anggota keluarganya yang sakit untuk segera periksa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit : pasien mengatakan makan 3 x sehari 1 porsi habis dengan jenis makanan nasi,lauk,sayur dan minum air putih, tidak ada keluhan dalam pola makan. Selama sakit pasien juga tidak ada gangguan pada pola nutrisi dan metabolisme pasien makan 3 x sehari sesuai dengan menu yang diberikan dari rumah sakit, satu porsi habis. Pola eliminasi BAK sebelum sakit : pasien mengatakan BAK tidak ada keluhan, pasien BAK 5 - 6 kali perhari dengan frekuensi sekali BAK ± 200cc, berwarna kuning jernih, tidak terdapat darah pada urin. Selama sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan pada pola eliminasi BAK pasien BAK 5 - 6 kali per hari dengan sekali BAK ± 200cc, berwarna kuning jernih, tidak terdapat darah pada urin. Pola eliminasi BAB sebelum sakit : pasien mengatakan BAB 1 x sehari, berbentuk lunak, berbau khas, berwarna kuning kecolakatan tidak terdapat darah dan lendir pada feses. Selama sakit pasien mengatakan BAB 1 x sehari, berbau khas, lunak berbentuk, berwarna kuning kecoklatan, tidak terdapat lendir dan darah pada feses. Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit pasien mengatakan melakukan aktivitas makan/ minum, toileting, berpaikaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulansi/ROM semua dilakukan secara mandiri, skor utuk aktivitas dan latihan sebelum sakit semua 0. Selama sakit pasien mengatakan akitivitas sehari - hari dibantu oleh keluarga seperti makan,toileting,
50
51
berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulansi/ ROM , skor untuk aktivitas dan latihan semua 2 (dibantu oleh orang lain) karena pasien mengalami keterbatasan untuk bergerak. Pola istirahat tidur sebelum sakit pasien mengatakan setiap hari jam tidur ± 8 jam, tidak ada permasalahan pada pola istirahat tidur. Selama sakit pasien mengatakan jam tidur ± 8 jam setiap hari pasien tidak mengalami permasalahan pada pola istirahat dan tidur. Pola kognitif perseptual sebelum operasi pasien mengatakan tidak ada permasalahan pada kelima indera, tidak ada gangguan pada penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan peraba, hanya saja pasien mengatakan merasakan nyeri pada lengan kanan atas. P: nyeri saat digunakan untuk bergerak/ mengangkat lengan, Q: nyeri seperti di tekan, R: nyeri pada lengan kanan atas dan bawah, S: sakal nyeri 5, T: nyeri hilang timbul. Setelah operasi pasien mengatakan mengalami keterbatasan gerak pada tangan kanan dan mengalami kelemahan pada tangan kanan serta nyeri pada luka post operasi pemasangan ORIF pada lengan kanan atas. P: nyeri pada saat tangan digerakkan, Q: nyeri seperti ditekan, R: nyeri pada lengan kanan atas dan bawah, S: skala nyeri 4, T: nyeri hilang timbul. Pola persepsi konsep diri pasien mengatakan dia adalah seorang wanita yang berperan sebagai ibu rumah tangga dan mempuyai 3 anak. Pasien mengatakan masih memiliki anak balita. Pasien memiliki keinginan untuk bisa menemani anak - anaknya hingga sukses nanti. Pasien mengatakan merasa dihargai dan disayangi oleh keluarganya, masyakarat sekitar maupun
51
52
saudara - saudaranya. Pasien mengatakan mensyukuri seluruh anggota tubuhnya. Meskipun sekarang tangan kanannya sudah pernah mengalami patah tulang, namun pasien semangat untuk bisa mengembalikan fugsi tangannya seperti dulu lagi. Pola hubungan dan peran sebelum sakit dan selama sakit pasien mengatakan hubungan dengan anggota keluarganya harmonis dan hubugan dengan masyarakat sekitar baik tidak memliki peramasalahan. Pola seksualitas reproduksi pasien mengatakan berusia 46 tahun pasien belum mengalami menopause dan masih produktif, pasien masih meiliki anak usia balita. Pola mekanisme koping sebelum operasi pasien mengatakan cemas karena takut untuk di operasi. Klien mengatakan bila ada permasalahan jarang mengungkapakan pada orang lain dan keluarga. Setelah operasi klien mengatakan lebih lega sudah melalui proses operasi. Pasien kooperatif pada perawat dan tenaga keehatan lain,bila ada keluhan klien mengungkapnya pada perawat maupun petugas kesehatan lain. Pola nilai dan keyakinan sebelum dan selama sakit pasien mengataakan beragama islam dan selalu menjalan ibadah sholat 5 waktu. Meskipun sakit pasien tidak pernah meninggalkan ibadah. Hasil pemeriksaan fisik post operasi 13 maret 2015 keadaan umum pasien composmentis GCS E4V5M6, tanda-tanda vital pada saat pengkajian tekanan darah 140/90 mmHg, nadi frekuensi 100 kali/ menit, irama teratur
52
53
dan kuat, respirasi frekuensi 20 kali/ menit, irama teratur, suhu normal 36,5ºC. Pemeriksaa head to toe bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih tidak terdapat lesi pada kulit kepala, rambut berwarna hitam dan terdapat uban. Tidak tampak edema pada palpebra, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor kanan dan kiri diameter ± 2 mm, reflek terhadap cahaya positif, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung bersih tidak terdaat sekret, tidak ada pernapasan cupping hidung, tidak ada septum deviasi. Mukosa bibir lembab, tidak terdapat stomatitis, mulut bersih dan tidak berbau, tidak sianosis. Gigi bersih tidak ada caries pada gigi, tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada perdarahan pada gusi, tidak terdapat gigi yang berlubang. Telinga bersih tidak terdapat serumen, telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada gangguan pada fungsi pendengaran, tidak menggunakan alat bantu dengar. Pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe pada leher, tidak ada kaku kuduk. Pemeriksaan dada (paru-paru) inspeksi bentuk dada simetris, tidak terdapat luka pada dada, palpasi vocal premitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor diseluruh lapang paru, auskultasi vesikuler diseluruh lapang paru, tidak ada suara nafas tambahan. Pemeriksaan dada (jantung) inspeksi ictus kordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba pada ICS V mid clavikula sinistra, perkusi pekak diseluruh lapang dada, auskultasi bunyi jantung I, II reguler lup dup. Pemeriksaan abdomen inspeksi bentuk perut datar, tidak terdapat luka pada perut, umbilikus bersih, auskultasi bising usus 15 kali per menit,
53
54
perkusi bunyi thympani di kuadran kiri bawah, palpasi tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba masa. Pemeriksan genetalia saat pengkajian terpasang dower kateter ± 300 cc, rektum tidak terkaji. Pemeriksaan ekstremitas kanan atas sebelum operasi dari hasil pengamatan (look) terdapat luka lebam pada bagian lengan, terdapat edema pada lengan atas, lengan bawah dan jari-jari tangan, capilarry refille > 2 detik, ada perubahan bentuk tulang, luka tertutup dan terbalut spalaks bersih, tidak ada tanda-tanda lesi pada nervus radialis. Feel pasien mengatakan nyeri pada lengan kanan atas kanan, skala nyeri 5, nyeri bila digunakan untuk bergerak, tangan terasa kaku. Move (pergerakan) pergerakan sendi shoulder terbatas, pergerakan sendi siku terbatas belum mampu menekuk secara sempurna, pergerakan sendi pergelangan tangan masih lemah, kekuatan otot 1 kontraksi halus dapat dirasakan bila otot diraba. Ekstremitas kiri kekuatan otot normal penuh 5, terpasang infus pada tangan kiri 20 tetes per menit, tidak ada edema, ROM bergerak aktif, capilary refille < 2 detik. Ekstremitas bawah sebelum operasi kekuatan otot kanan dan kiri sama penuh 5, ROM kanan/kiri bergerak aktif, capillary refille < 2 detik, akral teraba hangat, tidak terdapat edema. Pemeriksaan ekstrermitas atas kanan setelah operasi look luka operasi tertutup elastic perbant pembalut luka bersih, terdapat edema pada lengan bawah dan jari – jari tangan, tidak ada tanda- tanda lesi pada nervus radialis, terpasang drainase produksi ± 100 cc, akral teraba hangat, capillary refille > 2 detik. Feel pasien mengatakan nyeri pada tangan kanan lengan atas, pasien
54
55
mengatakan tangan masih kaku dan nyeri untuk bergerak, skala nyeri 4. Move pergerakan sendi shoulder terbatas, pergerkan sendi siku terbatas, pergerakan sendi pergelangan tangan masih kaku, kekuatan otot 1 kontraksi otot halus dapat dirasakan bila otot diraba. Pemeriksaan ekstremitas kiri atas kekuatan otot penuh kuat 5, ROM kiri bergerak aktif, capilary refille < 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, tidak terdapat edema, akral teraba hangat, terpasang infus RL 20 tetes per menit. Pemeriksaan ekstremitas bawah setelah operasi kekuatan otot kanan/kiri sama kuat 5, ROM kanan/kiri mampu bergerak aktif, capilary refille < 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, akral teraba hangat, tidak terdapat edema pada ekstremitas bawah. Hasil pemeriksaan laboratorium Ny. S pada tanggal 10 Maret 2015 sebelum operasi pemeriksaan hematologi : hemoglobin 10,4 gr/dl, hematokrit 31 %, leukosit 13.500/µL, eritrosit 42 juta/µL, trombosit 283.000/µL, pemeriksaan hemostasis protrombin (PT) 14,1 detik, kimia klinik gula darah sewaktu 102 mg/dl, ureum 20 mg/dl, kreatinin 0,57 mg/dl, AST (SGOT) 17µ/L, ALT (SGPT) 9 µ/L. Hasil pemeriksaan laboratorium setelah operasi tanggal 14 Maret 2015 hematologi : hemoglobin 12 gr/dl, hematokrit 32%, leukosit 11.000/µL, eritrosit 43 juta/µL, trombosit 280.000/µL. Pemeriksaan hemostasis protrombin 14,2 detik, kimia klinik gula darah sewaktu 104 mg/dl, ureum 20 mg/dl, kreatinin 0,65 mg/dl, AST (SGOT) 17 µ/L, ALT (SGPT) 9 µ/L. Pemeriksaan penunjang hasil foto rontgent pada tanggal 12 Maret 2015 tampakclose fraktur pada humerus proximal dextra
55
56
Gambar 4.2 foto rotgent humerus proximal dextra pre op Hasil foto rontgent setelah operasi pada tanggal 14 Maret 2015
Gambar 4.3 post OP ORIF humerus proximal dextra
Terapi tanggal 13 Maret 2014 pasien mendapatkan terapi dari dokter obat injeksi cefazolin 1000 mg/ 8 jam golongan antibiotik, fungsi untuk mencegah infeksi, ketorolac 30 mg/ 8 jam golongan analgetik non narkotik fungsi untuk mengurangi nyeri jangka pendek terhadap nyeri sedang sampai berat pada pasien post operasi, ranitidin 50 mg/ 8 jam golongan antasid, fungsi untuk tukak lambung dan duodenum akut, refluk esofagitis, kedaaan
56
57
hipersekresi pasca bedah. Cairan intravena pasien mendapatkan terapi infus RL 20 tetes per menit golongan elektrolit, fungsi untuk menjaga dan mengembalikan keseimbangan elektrolit. Tanggal 16 Maret 2015 obat injeksi dan cairan parenteral di ganti dengan obat oral asam mefenamat 500 mg/8jam golongan analgetik non narkotik, fungsi sebagai anti nyeri jangka pendek nyeri otot tulang dan nyeri pada luka post operasi. Osteocal golongan obat untuk tulang, fungsi suplemen untuk membantu mencegah kekurangan kalsium dan memilihara kesehatan tulang.
C. Analisa Data Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 13 Maret 2015 pukul 13.30 WIB pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi pada lengan kanan atas P: pasien mengatakan nyeri bila digunakan untuk bergerak, Q: nyeri seperti tertekan, R: nyeri pada lengan kanan atas post operasi, S: skala nyeri 4, T: nyeri hilang timbul data obyektif yang ditemukan pasien tampak meringis menahan sakit saat diangkat bahunya, terdapat perubahan kekuatan otot 1, ada spasme otot, terdapat edema pada lengan atas, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 88 kali/ menit, respiratory rate 20 kali/ menit. Hasil analisa data ditemukan masalah keperawatan pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan fraktur humeri proximal dextra. Dari hasil pengkajian post operasi 14 Maret 2015 pasien mengatakan tangan kanannya belum bisa digunakan untuk beraktifitas, pasien mengatakan terasa nyeri bila digunakan untuk bergerak, pasien mengatakan aktivitas
57
58
makan dan minum dan lain-lain dibantu oleh keluarga, pasien mengatakan masih lemah pada anggota gerak kanan. Hasil data obyektif yang didapatkan kekuatan otot 1 pada ekstremitas kanan, pergerakan sendi shoulder terbatas, pergerakan sendi siku terbatas, pergerakan sendi pergelangan tangan masih kaku, kontraksi otot halus dapat dirasakan bila otot diraba, ADL (berpakaian, makan) dibantu oleh keluarga. Pengkajian tanggal 14 Maret 2015 pukul 08.20 WIB data subyektif pasien mengatakan
belum mengtahui tentang program rehabilitasi pada
pasien dengan fraktur, pasien mengatakan takut untuk melakukan pergerakan pada tangan kanan yang sudah dioperasi, pasien mengatakan takut mengalami patah lagi bila tangan kanan digunakan bergerak, pasien mengatakan hanya berpendidikan SD. Data obyektif yang didapatkan pasien tampak takut ketika dilakukan latihan pergerakan ROM aktif, pasien masih tampak bingung ketika dijelaskan tentang program latihan ROM, pasien ragu dalam melakukan pergerakan sendi dan lengan. Didapatkan permasalah defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif : program rehabilitasi aktivitas/latihan Range Of Motion (ROM) aktif.
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : post op ORIF fraktur humerus proximal dextra 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
58
59
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif : program rehabilitasi aktivitas/ latihan Range Of Motion (ROM) aktif.
E. Intervensi Keperawatan Hasil pengkajian dan analisa data dapat dirumuskan rencana keperawatan pada Ny. S diagnosa keperawatan pertama nyeri akut. Setelah di lakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil : pasien mampu mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan nyeri pasien tampak nyaman dan rileks, skala nyeri turun dari skala 4 menjadi skala 0, tanda – tanda vital dalam rentang normal (TD : 120/80 mmHg, nadi : 80 kali/ menit, respiratoy rate : 18 kali/ menit, suhu : 36,5ºC). Intervensi yang di rumuskan kaji skala nyeri rasional nyeri merupakan respon subyektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri, intervensi kedua atur imobilisasi pada lengan rasional imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi penyebab utama nyeri, rencana ketiga ajarkan relaksasi pernafasan ketika nyeri muncul rasional untuk meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri, rencana ke empat kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik rasional analgetik memblok intensitas nyeri sehingga nyeri akan berkurang. Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan diagnosa keperawatan keduasetelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi hambatan mobilitas fisik, dengan kriteria hasil : klien dapat mengikuti
59
60
program latihan/ rehabilitasi, tidak terjadi kontraktur sendi, kekuatan otot menigkat dari 1 menjadi 4, klien menunjukan kemampuan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Berdasarkan kriteria hasil yang disusun penulis membuat beberapa intervensi kaji kekutan otot klien yang mengalami fraktur rasional mengetahui tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas, bantu klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang mengalami fraktur rasional gerak aktif memberikan massa tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi otot dan sendi, intervensi ketiga berikan pendidikan kesehatan pada klien pentingnya latihan gerak/ ROM pada ekstremitas post operasi fraktur rasional memberikan pemahaman pada klien, kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan fisik rasional peningkatan mobilisasi/ kekuatan otot dapat dicapai pada ekstremitas yang sakit dengan latihan fisik dari fisioterapis, kolaborasi dengan ahli gizi diet tinggi karbohidrat tinggi protein dan kalsium rasional mengembalikan dan meningkatkan fungsi tubuh. Hasil pengkajian dan analisa data diagnosa ketiga penulis merumuskan diagnosa keperawatan ke 3 yaitu defisiensi pengetahuan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi kecemasan, dengan kriteria hasil : pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakitnya, kondisi dan program, pasien dan keluarga mampu melakukan prosedur yang dijelaskan dengan benar, pasien dan keluarga mampu melakukan/menjelaskan kembali prosedur yang telah di ajarkan. Berdasarkan kriteria hasil yang telah disusun penulis merumuskan intervensi identifikasi kemampuan kognitif pasien dan keluarga rasional mengidentifikasi tingkat
60
61
pemahaman pasien dan keluarga, berikan pendidikan pada klien tentang aktivitas latihan pada klien dengan post operasi fraktur rasional mengetahui program rehabilitasi medik pasien pasca bedah, bantu dan ajarkan pasien untuk melakukan aktivitas terapi sesuai dengan prosedur rasional mengembalikan fungsi – fungsi otot dan meningkatkan kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis tentang aktivitas latihan Active Range Of Motion
(ROM)
aktif
rasional
meningkatkan
kekuatan
otot
dan
mengembalikan fungsi otot.
F. Implementasi Keperawatan Berdasarkan intervensi yang telah di rumuskan penulis melakukan tindakan keparawatan tanggal 14 Maret 2015 pukul 07.00 WIB mengkaji nyeri yang dirasakan klien (P, Q, R, S, T) respon klien subyektif pasien mengatakan nyeri sudah berkurang P: nyeri bila bahu diangkat, Q: nyeri seperti tertekan (nyeri kemeng-kemeng), R: nyeri pada bahu bagian kanan atas, S: skala nyeri 4, T: nyeri hilang timbul, respon obyektif : pasien mengatakan tampak meringis menahan sakit ketika diminta untuk menekuk siku, pasien tampak kurang nyaman. Pukul 07.45 melakukan pemeriksaan tanda - tanda vital respon obyektif pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan pemeriksaan, respon obyektif tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 kali/ menit, respiratoy rate 18 kali/ menit, suhu 36,5ºC. Pukul 08.00 WIB mengobservasi kekuatan otot pada ekstremitas kanan post op respon obyektif pasien mengatakan tangan nyeri dan masih terasa lemah dan kaku, respon
61
62
obyetif kontraksi otot sedikit pada sendi lengan kekuatan otot 2 (buruk) pada ekstremitas kanan atas kontraksi otot cukup kuat menggerakkan sendi bila pengaruh gravitasi dihilangkan. Pukul 08.10 WIB mengidentifikasi kemampuan kogitif pasien dan keluarga tentang rehabilitasi pada pasien post op fraktur, respon obyektif pasien mengatan berpendidikan hanya sampai SD pasien tidak mengerti tentang perawatan pada pasien post operasi patah tulang, respon obyektif pasien tampak kooperatif dan memperhatikan ketika dijelaskan tentang perawatan pada pasien post operasi fraktur. Pukul 09.00 WIB memberikan edukasi pada pasien tentang aktivitas rehabilatasi pada pasien fraktur dengan gerak/ROM aktif respon subyektif asien mengatakan bersedia mengikuti prosedur pengobatan yang ada dirumah sakit, respon obyektif pasien tampak kooperatif. Pukul 09.40 WIB mengajarkan pada pasien gerakan ROM aktif pada lengan kanan respon subyektif pasien mengatakan masih nyeri bila digerakkan, respon obyektif pasien tampak aktif mengikuti gerakan yang diajarkan. Pukul 10.10 WIB mengajarkan pada pasien manajemen nyeri dengan relaksasi respon subyektif pasien mengatakan lebih enak nyeri berkurang dengan manajemen nyeri relaksasi nafas dalam, respon obyektif pasien tampak lebih nyaman dan rileks. Pukul 10.20 WIB melatih pasien untuk melakukan pergerakan sendi dengan ROM aktif pada lengan kanan, respon subyektif pasien mengatakan tangan masih nyeri namaun menjadi tidak kaku ketka dilatih pergerakan, respon obyektif pasien tampak kooperatif dan melakukan latihan pergerakan
62
63
sesuai dengan yang diajarkan. Pukul 10.30 WIB melakukan pengukuran kekuatan otot pada ekstremitas atas kanan respon subyektif pasien mengatakan tangan lebih terasa tidak kaku ketika digerakkan, respon obyektif kekuatan otot masih buruk 2, kontraksi otot cukup kuat menggerakkan sendi bila pengaruh gravitasi dihilangkan. Pukul 12.00 WIB melakukan pemeriksaan tanda - tanda vital respon suyektif pasien mengatakan berseda untuk diperiksa, respon obyektif tekana darah 140/90 mmhg, nadi 83 kali/menit, respiratoy rate 18 kali/ menit, suhu 36,5 ºC. Pukul 13.00 WIB meberikan injeksi analgetik (ketorolac 30 mg) dan antibiotik cefazolin 1000 mg respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di suntik, respon obyektif obat masuk melalui pembuluh vena dan tidak terjadi reaksi alergi. Pukul 13.30 WIB melatih pasien untuk melakukan pergerakkan sendi dengan ROM aktif pada lengan kanan, respon subyektif pasien mengatakan tangan terasa lebih ringan dan tidak kaku bila digerakkan, respon obyektif pasien tampak kooperatif dan melakukan pergerakkan sendi sesuai dengan prosedur, namun belum mampu melakukan pergerakkan bahu. Pukul 14.00 WIB melakukan observasi pengukuran kekuatan otot pada ekstremitas atas kanan, respon subyektif pasien mengatakan tangan terasa lebih enak daripada kemarin masih terasa kaku, respon obyektif kekuatan otot 3 (sedang) kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gravitasi. Implementasi hari kedua tanggal 15 Maret 2015 pukul 07.10 WIB mengobservasi nyeri yang dirasakan pasien, respon subyektif pasien mengatakan nyeri sudah berkurang, P: masih terasa nyeri bila lengan
63
64
diangkat, Q: nyeri seperti ditekan, R: nyeri pada bahu/lengan bagian atas kanan , S: skala nyeri 3, T: nyeri hilang timbul, respon obyektif pasien tampak masih menahan sakit ketika diminta untuk mengangkat lengan. Meluruskan lengan, pasien tampak kurang nyaman. Pukul 07.45 WIB melakukan pemeriksaan tanda - tanda vital, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan pemeriksaan, respon obyektif tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 82 kali/ menit, respiratory rate 18 kali/ menit, suhu 36,5ºC. Pukul 08.00 WIB mengkaji kekuatan otot pada ekstremitas atas kanan post operasi respon subyektif pasien mengatakan lebih lemas pada sendi-sendi setelah dilakukan pergerakkan dan bengkak berkurang, namun pada bahu masih lemah pergerakan sendi, respon obyektif kekuatan otot 3 (sedang) pada ekstremitas kanan atas kontaksi otot cukup kuat menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi. Pukul 09.00 WIB mengidentifikasi kemampuan klien tentang prosedur ROM aktif secara mandiri, respon subyektif pasien mengatakan masih belum hafal dengan prosedur pergerakkan sendi yang benar, respon obyektif pasien tampak bingung melakukan pergerakkan ROM aktif secara mandiri tanpa bimbingan. Pukul 10.00 WIB melatih pasien untuk melakukan pergerakan sendi dengan ROM aktif, respon pasien mengatakan tangan terasa lebih ringan bila dilatih pergerakan, respon obyektif pasien tampak kooperatif dan melakukan psrosedur latihan sesuai dengan yang diajarkan. Pukul 10.20 WIB melakukan pegukuran kekuatan otot pada ekstremitas atas kanan, respon subyektif pasien mengatakan masih terasa sakit pada bahu dan masih lemah pergerakkan sendi
64
65
pada lengan atas, respon obyektif keuatan otot 3 (sedang) kontraksi otot cukup kuat dan dapat menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi. Pukul 10.30 WIB melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diperiksa, respon obyektif tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 83 kali/ menit. Respiratory rate 18 kali/menit, suhu 36,7ºC. Pukul 13.00 WIB memberikan injeksi analgetik (ketorolac 30 mg) dan antibitik cefazolin 1000 mg, respon subyetif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik. Pukul 13.30 WIB melatih pasien untuk melakukan pergerakan sendi dengan ROM aktif pada ekstremitas kanan atas, respon subyektif pasien mengatakan tangan terasa lebih ringan dan bengkak berkurang, respon obyektif pasien tampak kooperatif dan melakukan pergerkan ROM aktif sesuai dengan prosedur yang telah diajarkan. Pukul 14.00 WIB melakukan observasi pengukuran kekuata otot pada ekstremitas atas kanan,respon subyektif pasien mengatakan tangan terasa lebih enak dan lemas, bengkak berkurang dan menjadi lebih kuat, respon obyektif kekuatan otot 4 (baik) kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gravitasi dan tahanan namun masih lemah. Implementasi hari ketiga (16 Maret 2015) pukul 07.00 WIB mengobservasi nyeri yang dirasakan pasien, respon subyektif P: psien mengatakan nyeri berkurang, Q: nyeri seperti di tekan, R: nyeri pada lengan kanan atas, S: skala nyeri 2, T: nyeri hilang timbul, respon obytektif pasien masih tampak menahan sakit ketika beralih posis dari posisi tidur kemudian digunakan untuk bangun. Pukul 07.30 melakukan pemeriksaan tanda - tanda
65
66
vital, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan pemeriksaan, respon obyektif tekanan darah 120/80 mmHg, nadi : 80 kali/menit, respiratory rate 18 kali/ menit, suhu 36,7 ºC. 08.00 WIB melatih pasien untuk melakukan pergerakan
sendi dengan ROM aktif pada
ekstermitas atas, respon subyektif pasien mengatakan tangan terasa lebih ringan, tidak kaku dan sudah tidak lebam, respon obyektif pasien tampak kooperatif dan melakukan latihan sesuai dengan prosedur. Pukul 08.20 melakukan pengukuran kekuatan otot, respon subyektif pasien mengatakan tangan terasa lebih kuat setelah dilatih pergerakan, respon obyektif kekuata otot 4 (baik) kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi dan tahanan namun masih lemah. Pukul 09.00 WIB memberikan edukasi pada pasien tentang latihan ROM aktif pada ekstremitas atas kanan secara mandiri, respon subyektif pasien mengatakan sudah paham dengan prosedur yang dijelaskan dan bersedia meltih pergerakan secara mandiri di rumah, respon obyektif pasien tampak kooperatif. Pukul 09.30 memberikan edukasi pada pasien untuk melakukan perawatan luka 2 hari sekali untuk menurunkan resiko infeksi dan menjelaskan pada pasien tanda - tanda infeksi pada luka, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk mengganti balutan luka 2 hari sekali, respon obyektif pasien tampak kooperatif dan mampu menjelaskan kembali apa yang disampaikan. Pukul 10.00 WIB memberikan edukasi tentang pembatasan aktivitas fisik yang berat pada ekstermitas yang sakit, pasien mengatakan paham dengan apa yang dijelaskan, respon obyektif pasien
66
67
tampak koopertif. Pukul 10.20 WIB memberikan edukasi tentang pentingnya asupan nutrisi untuk penyembuhan luka, diet tinggi protein, tinggi karbohidrat dan kalsium, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk menaati diet yang dianjurkan dan tidak pantang terhadap makanan apa pun, respon obyektif pasien tampak kooperatif dan mampu menjelaskan kembali apa yang sudah disampaikan.
G. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan dilakukan setelah penulis melakukan tindakan, dilakukan setiap hari di akhir jam jaga menggunakan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, Planing). Evaluasi dilakukan pada setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi hari pertama sabtu, 14 Maret 2015 pukul 14.00 WIB diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: post Op ORIF fraktur proximal humerus dextra. Respon subyektif pasien mengatakan masih nyeri pada lengan kanan atas setelah operasi, P: nyeri bila lengan diangkat, Q: nyerisepertiditekan, R: nyeri pada lengan atas kanan, S: skala nyeri 3, T: nyeri hilang timbul, respon obyektif pasien tampak meringis menahan sakit ketika diminta untuk mengangkat lengan, analisis masalah nyeri belum teratasi, planing intervensi keperawatan dilanjutkan observasi skala nyeri yang dirasakan pasien, anjurkan pasien untuk melakukan manajemen nyeri dengan relaksasi nafas dalam bila merasakan nyeri, berikan obat analgetik ketorolac sesuai dengan program dokter.
67
68
Evaluasi diagnosa ke 2 jam 14.10 WIB yaitu hambatan mobilitas fisik respon subyektif pasien mengatakan tangan masih lemah, namun lebih baik daripada hari kemarin sebelum dilakukan latihan pergerakkan, respon obyektif pasien tampak kooperatif dan melakukan pergerakan sesuai dengan prosedur, pergerakan pergelangan tangan dan siku baik pasien belum mampu melakukan pergerakan pada lengan, kekuatan otot 3 (sedang) kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi, analisis: masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi, planing: intervensi keperawatan dilanjutkan observasi kekuatan otot pasien, latih pasien untuk melakukan latihan pergerakan ROM aktif sesuai dengan prosedur, berikan edukasi pada pasien untuk melakukan ROM aktif 3 kali sehari, kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan, kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi karbohidrat, tinggi protein dan kalsium. Evaluasi diagnosa ketiga defisiensi pengetahuan respon subyektif mengatakan sudah mengerti program latihan ROM aktif dan manfaatnya, respon obyektif pasien tampak kooperatif, analisa masalah defisiensi pengetahuan belum teratasi, planing: bimbing klien untuk melakukan prosedur latihan, berikan edukasi pada pasien tentang latihan ROM secara mandiri. Evaluasi hari kedua diagnosa pertama nyeri akut minggu, 15 Maret 2015 pukul 14.00 WIB respon subyektif: pasien mengatakan nyeri pada lengan atas kanan sudah berkurang P: nyeri bila lengan atas diangkat, Q: nyeri seperti tertekan, R: nyeri pada lengan atas kanan, S: skala nyeri 2, T:
68
69
nyeri hilang timbul, respon obyektif: pasien masih tampak menahan sakit ketika diminta untuk mengangkat lengan, analisa: masalah nyeri belum teratasi, planing: intervensi keperawatan dilanjutkan obervasi skala nyeri yang dirasakan pasien, anjurkan pasien untuk menggunakan manajemen nyeri dengan relaksasi nafas dalam bila muncul nyeri, berikan obat analgetik ketorolac 30 mg/ 8 jam sesuai dengan dosis yang diberikan dokter. Evaluasi diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik respon subyektif : pasien mengatakan tangan lebih kuat, bengkak berkurang dan lebih lemas untuk pergerakkan, respon obyektif: pasien tampak kooperatif dan melakukan pergerakan sendi sesuai denganprosedur, pasien sudah mampu menggerakkan lengan namun masih lemah, kekuatan otot 4 (baik) kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan grvitasi dan tahanan namun masih lemah, analisa: masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi, planing: intervensi keparawatan dilanjutkan observasi kekuatan otot pasien, latih klien untuk melakukan latihan pergerakkan ROM aktif sesuai dengan prosedur, bimbing pasien untuk melakukan ROM aktif secara rutin 3 kali sehari, kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan fisik, kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi karbohidrat, tinggi protein dan tinggi kalsium. Evaluasi diagnosa ketiga defisiensi pengetahuan pukul 14.00 WIB respon subyektif: pasien mengatakan masih bingung melakukan latihan ROM secara mandiri tanpa bimbingan, respon obyektif: pasien tampak kooperatif ketika dijelaskan dan diajarkan cara latihan ROM aktif, analisa: masalah defisiensi pengetahuan belum teratasi, planing: intervensi keperawatan
69
70
dilanjutkan bimbing klien untuk melakukan latihan sesuai dengan prosedur, berikan edukasi pada pasien tentang pentingnya latihan ROM ktif secara rutin untuk meningkatkan kekuatan otot. Evaluasi hari ketiga diagnosa pertama nyeri akut senin, 16 Maret 2015 08.00 WIB repon subyektif: pasien mengatakan nyeri sudah berkurang dan terasa lebih nyaman P: nyeri bila digunakan untuk merubah posisi dari posisi tidur kemudian bangun, Q: nyeri seperti ditekan, R: nyeri pada lengan kanan atas, S: skala nyeri 2, T: nyeri hilang timbul. Analisa: masalah nyeri belum teratasi, P: intervensi keperawatan dilanjutkan anjurkan pasien untuk menggunakan manajemen nyeri dengan relaksasi nafas dalam bila merasakan nyeri, berikan obat analgetik asam mefenamat tablet 500 mg/8 jam sesuai dengan dosis yang diberikan dokter. Evaluasi diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik pukul 08.20 WIB respon subyektif: pasien mengatakan tangan terasa lebih ringan, sudah tidak bengkak, tangan terasa lebih kuat, respon obyektif: pasien tampak sudah aktif melakukan pergerakan ROM pada ekstremitas kanan secara mandiri, kekuatan otot meningkat menjadi 4 (baik) kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi dan tahanan, namun masih agak lemah, pergerakkan sendi pergelangan tangan aktif, pergerakan sendi bahu aktif, pergerakan sendi lengan masih lemah. Analisa: masalah hambatan mobilitas fisik teratasi. Planing: intervensi keparawatan dipertahankan anjurkan klien untuk melakukan latihan pergerakkan ROM aktif pada
70
71
ekstremitas kanan atas sesuai dengan prosedur secara mandiri dan rutin, anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM aktif secara rutin 3 kali sehari. Evaluasi diagnosa ketiga defisiensi pengetahuan pukul 10.30 WIB respon subyektif: pasien mengatakan sudah paham dengan semua pejelasan yang diberikan perawat tentang perawatan dirumah (discharge planing), respon obyektif: pasien kooperatif dan mampu menjelaskan kembali apa yang sudah disampaikan perawat. Analisa: masalah defisiensi pengetahuan teratasi. Planing: intervensi dihentikan.
71
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi jurnal pemberian latihan active range of motion (ROM aktif) terhadap peningkatan kekuatan otot pada asuhan keperawata Ny. S dengan post op ORIF fraktur humerus proximal dextra di rumah sakit orthopedi Prof. Dr. R Soeharso Surakarta yang dilakukan pada tanggal 9 Maret sampai 21 Maret 2015. Penulis juga akan membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan post Op ORIF fraktur humerus proximal dextra. A. Pengkajian Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengakajian, dimulai perawat dengan menerapkan pengetahuan. Pengakajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verikasi dan komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah pengumpulan data yaitu pengumpulan data primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Potter dan Perry, 2005). Pengkajian yang dilakukan penulis meliputi pengakajian identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan 11 fungsi gordon serta pemeriksaan fisik head to toe. Serta pengakajian khusus pada ekstremitas yang mengalami fraktur dengan look, feel, move (Potter dan Perry, 2005).
72
73
Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan nyeri dan lemah pada tangan kanan. Hasil pembacaan rontgent oleh dokter jaga di IGD terjadi close fraktur proximal humerus dextra, neer 4 part. Fraktur (patah tulang) adalah suatu kondisi hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian (Muttaqin, 2008). Manifestasi klinis pada fraktur deformitas menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan, edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur, echimosis dari perdarahan subculaneous, spasme otot, spasme invoulunter dekat fraktur, tenderness/keempukan, nyeri disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang
berdekatan,
pergerakan
abnormal,
krepitasi
(Jitowiyono
dan
Kristiyanasari, 2012). Data yang mendukung keluhan utama klien nyeri pada tangan yaitu pola fungsi kognitif dan perceptual dengan melakukan pengkajian nyeri menggunakan P, Q, R, S , T (Provoking, Quality, Region, Scale, Time) pasien mengatakan merasakan nyeri pada lengan kanan atas. P: nyeri saat digunakan
untuk bergerak/ mengangkat lengan, Q: nyeri seperti di tekan, R: nyeri pada lengan kanan atas dan bawah, S: skala nyeri 5, T: nyeri hilang timbul. Setelah operasi pasien mengatakan mengalami keterbatasan gerak pada tangan kanan dan mengalami kelemahan pada tangan kanan serta nyeri pada luka post
73
74
operasi pemasangan ORIF pada lengan kanan atas. P: nyeri pada saat tangan digerakkan, Q: nyeri seperti di tekan, R: nyeri pada lengan kanan atas dan bawah, S: skala nyeri 4, T: nyeri hilang timbul. Pengkajian fokus yang penulis uraikan adalah tentang pengkajian pada fraktur yaitu dengan mengggunakan look, feel dan move untuk pemeriksaan fisik pada pasien dengan fraktur (Muttaqin, 2008). Pemeriksaan ekstremitas kanan atas sebelum operasi dari hasil pengamatan (look) terdapat luka lebam pada bagian lengan, terdapat edema pada lengan atas, lengan bawah dan jarijari tangan, capilarry refille > 2 detik, ada perubahan bentuk tulang, luka tertutup dan terbalut elastic perban bersih, tidak ada tanda- tanda lesi pada nervus radialis. Feel pasien mengatakan nyeri pada lengan kanan atas kanan, skala nyeri 5, nyeri bila digunakan untuk bergerak, tangan terasa kaku. Move (pergerakan) pergerakan sendi shoulder terbatas, pergerakan sendi siku terbatas belum mampu menekuk secara sempurna, pergerakan sendi pergelangan tangan masih lemah, kekuatan otot 1 Pemeriksaan ekstremitas atas kanan setelah operasi look luka operasi tertutup elastic perban pembalut luka bersih, terdapat edema pada lengan bawah dan jari – jari tangan, tidak ada tanda- tanda lesi pada nervus radialis, terpasang drainase produksi ± 100 cc, akral teraba hangat, capillary refille > 2 detik. Feel pasien mengatakan nyeri pada tangan kanan lengan atas, pasien mengatakan tangan masih kaku dan nyeri untuk bergerak, skala nyeri 4. Move pergerakan sendi shoulder terbatas, pergerkan sendi siku terbatas, pergerakan
74
75
sendi pergelangan tangan masih kaku, kekuatan otot 1 kontraksi otot halus dapat dirasakan bila otot diraba. Terapi tanggal 13 Maret 2014 pasien mendapatkan terapi dari dokter obat injeksi cefazolin 1000 mg/ 8 jam golongan antibiotik, berfungsi untuk mencegah infeksi, ketorolac 30 mg/ 8 jam golongan analgetik non narkotik berfungsi untuk mengurangi nyeri jangka pendek terhadap nyeri sedang sampai berat pada pasien post operasi, ranitidin 50 mg/ 8 jam golongan antasid, berfungsi untuk tukak lambung dan duodenum akut, refluk esofagitis, keadaaan hipersekresi pasca bedah. Terapi cairan intravena yang pasien dapatkan infus RL 20 tetes per menit golongan elektrolit, berfungsi untuk menjaga dan mengembalikan keseimbangan elektrolit. Tanggal 16 Maret 2015 obat injeksi dan cairan parenteral di ganti dengan obat oral asam mefenamat 500 mg/8jam golongan analgetik non narkotik, fungsi sebagai anti nyeri jangka pendek nyeri otot tulang dan nyeri pada luka post operasi. Osteocal golongan obat untuk tulang, berfungsi sebagai suplemen untuk membantu mencegah kekurangan kalsium dan memilihara kesehatan tulang (Hidayat, 2012). Pengkajian merupakan inti dari berfikir kritis dan pemecahan masalah klinik. Setelah mengumpulkan dan memvalidasi data subyektif dan obyektif serta menginterpretasikan data, penulis melakukan analisa data dan mengelompokkan sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil pengkajian (Potter dan Perry, 2005).
75
76
B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literature yang berkaitan, catatan medis klien. Hasil pengkajian dan pengelompokkan data penulis menemukan beberapa masalah kesehatan dan memfokuskan pada fungsi kesehatan fungsional yang membutuhkan dukungan dan bantuan pemulihan sesuai dengan kebutuhan hirarki maslow (Potter dan Perry, 2005). Dari hasil pengkajian dan analisa data penulis mengangkat diagnosa, yaitu : 1. Diagnosa
pertama
yang
penulis
rumuskan
adalah
Nyeri
akut
berhubungan dengan agen cidera fisik : luka post operasi ORIF close fraktur humerus proximal dextra Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa. Menurut international for the study of pain nyeri akut adalah awitan yang tiba- tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan (Herdman, 2012). Batasan karakteristik nyeri akut terjadi perubahan tekanan darah, perubahan
frekuensi
jantung,
perubahan
frekuensi
pernapasan,
mengekpresikan perilaku gelisah, waspada iritabilitas, sikap melindungi
76
77
area nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, fokus pada diri sendiri, gangguan tidur (Herdman, 2012). Data hasil pengkajian yang mendukung diagnosa nyeri akut mencakup data obyektif, data subyektif dan hasil pemeriksaan. Data subyektif pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi pada lengan kanan atas P: pasien mengatakan nyeri bila digunakan untuk bergerak, Q: nyeri seperti tertekan, R: nyeri pada lengan kanan atas post operasi, S: skala nyeri 4, T: nyeri hilang timbul. Data obyektif yang ditemukan pasien tampak meringis menahan sakit saat diangkat bahunya, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 88x/ menit, respiratory rate 20x/ menit, terdapat perubahan kekuatan otot 1, ada spasme otot, terdapat edema dan lebam pada lengan atas, hasil foto rontgen terpasang plat pada proximal humerus dextra. Batasan karateristik menyebutkan pada nyeri terjadi perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung dan frekuensi pernafasan, didalam analisa data penulis tidak mencantumkan perubahan nadi, respiratory rate dan tekanan darah karena kurangnya ketelitian penulis tidak mendokumentasikan dan memasukknnya dalam analisa data (Herdman, 2012). Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri akut berdasarkan hirarki kebutuhan menurut maslow yaitu masuk dalam kebutuhan tingkat kedua mencakup kebutuhan keamanan dan keselamatan (fisik dan psikologis)
77
78
yang merupakan kebutuhan paling dasar kedua yang harus diprioritaskan (Potter dan Perry, 2005). 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Hambatan mobiltas fisik adalah keterbatasan pada pergerakkan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik : penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak – balik posisi, keterbatasan rentang gerak sendi, ketidakstabilan
postur,
pergerakan
lambat,
pergerakkan
tidak
terkoordinasi (Herdman, 2012). Data yang mendukung diagnosa keperawatan hambatan mobilatas fisik meliputi data subyektif dan data obyektif sesuai dengan batasan karakteristik. Hasil pengakajian post operasi 14 Maret 2015 pasien mengatakan tangan kanannya belum bisa digunakan untuk beraktifitas, pasien mengatakan terasa nyeri bila digunakan untuk bergerak, pasien mengatakan aktivitas makan dan minum dan lain - lain di bantu oleh keluarga, pasien mengatakan masih lemah pada anggota gerak kanan. Data obyektif kekuatan otot 1 pada ekstremitas kanan, pergerakan sendi shoulder terbatas, pergerakan sendi siku terbatas, pergerakan sendi pergelangan tangan masih kaku, kontraksi otot halus dapat dirasakan bila otot diraba, ADL (berpaikan, makan) dibantu oleh keluarga. Menurut kebutuhan menurut Maslow hambatan mobilitas fisik masuk dalam kebutuhan prioritas kedua keamanan dan keselamatan (fisik dan psikologis). Penulis memprioritaskan diagnosa hambatan mobilitas
78
79
fisik sebagai diagnosa kedua setelah nyeri, karena hambatan mobilitas fisik tidak bersifat urgent (Potter dan Perry, 2005). 3. Defisiensi pengetahuan berhubungan keterbatasan kognitif. : program aktivitas/ latihan Range Of Motion (ROM) aktif Defiseinsi pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Batasan karakterisrik diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan: perilaku hiperbola, ketidakakuratan mengikuti perintah, ketidakakuratan melakukan tes, perilaku tidak tepat (missal agitasi, apatis), pengungkapan masalah (Herdman, 2012). Data
yang
mendukung
diagnosa
keperawatan
defisiensi
pengetahuan meliputi data subyektif dan data obyektif. Pengkajian tanggal 14 Maret 2015 data subyektif pasien mengatakan
belum
mengetahui tentang program rehabilitasi pada pasien dengan fraktur, pasien mengatakan takut untuk melakukan pergerakan pada tangan kanan yang sudah di operasi, pasien mengatakan takut mengalami patah lagi bila tangan kanan digunakan bergerak, pasien mengatakan hanya berpendidikan SD. Data obyektif yang di dapatkan pasien tampak takut ketika dilakukan latihan pergerakan ROM aktif, pasien masih tampak bingung ketika dijelaskan tentang program latihan ROM, pasien ragu dalam melakukan pergerakan sendi dan lengan. Berdasarkan tanda dan gejala yang ditunjukkan Ny.S penulis mengangkat diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan sebagai
79
80
diagnosa ketiga karena tidak bersifat urgent. Penulis mengangkat diagnosa tersebut karena menyangkut program rehabilitasi medik yang akan penulis terapkan yaitu latihan ROM aktif.
C. Intervensi Keperawatan Proses keperawatan yang dilakukan setelah merumuskan diagnosa keperawatan yang spesifik, perawat menggunakan ketrampilan berpikir kritis untuk menetapkan prioritas diagnosa dengan membuat membuat peringkat dalam urutan kepentingannya. Prioritas ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan. Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat kesehatan yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Potter dan Perry, 2005). Setelah mengkaji mendiagnosa dan menetapkan prioritas tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien, penulis merumuskan tujuan dan hasil. Tujuan tidak hanya memenuhi kebutahan klien tetapi juga harus mencakup pencegahan dan rehabilitasi. Tujuan yang penulis susun sesuai dengan teori yang ada pada buku fundamental keperawatan Potter dan Perry (2005), mengacu pada 7 faktor: berpusat pada klien, faktor tunggal menunjukkan hanya satu respon klien, faktor yang dapat diamati perubahan yang dapat diamati dapat terjadi dalam temuan fisiologis, tingkat pengetahuan klien dan perilaku, faktor yang dapat diukur, faktor batasan waktu serta tujuan dan hasil yang diharapkan menunjukkan kapan respon yang diharapkan harus terjadi,
80
81
faktor mutual, faktor realistik tujuan dan hasil yang diharapkan singkat dan realistik. Berdasarkan diagnosa yang telah penulis rumuskan dengan menyesuaikannya
dengan
prioritas
permasalahan,
penulis
menyusun
intervensi sebagai berikut : 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : luka post operasi ORIF close fraktur humerus proximal dextra Setelah di lakukan tindakan keperawatn 2 x 24 jam diharapkan nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil : pasien mampu mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan nyeri pasien tampak nyaman dan rileks, skala nyeri turun dari skala 4 menjadi skala 0, tanda – tanda vital dalam rentang normal (TD : 120/80 mmHg, nadi : 80 kali/ menit, respiratoy rate : 18 kali/ menit, suhu : 36,5ºC). Intervensi yang penulis rumuskan menggunakan ONEC (Observation, Nursing Intervention, Education, Collaboration) observation: kaji skala nyeri rasional nyeri merupakan respon subyektif yang dapat di kaji dengan menggunakan skala nyeri (Judha,dkk, 2012), nusing intervention: atur imobilisasi pada lengan rasional imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi penyebab utama nyeri (Muttaqin, 2008), education: ajarkan relaksasi pernafasan ketika nyeri muncul rasional untuk meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri (Solehati & Kosasih, 2015), colaboration: kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik rasional analgetik memblok intensitas nyeri sehingga nyeri akan berkurang (Judha,dkk, 2012).
81
82
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi hambatan mobilitas fisik, dengan kriteria hasil : klien dapat mengikuti program latihan/ rehabilitasi, tidak terjadi kontraktur sendi, kekuatan otot menigkat dari 1 menjadi 4, klien menunjukan kemampuan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Berdasarkan kriteria hasil yang disusun penulis membuat beberapa intervensi dengan menggunakan ONEC (Observation, Nursing Intervention, Education, Colaboration) observation: kaji kekuatan otot klien yang mengalami fraktur rasional mengetahui tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas (Muttaqin, 2008), nursing intervention: bantu klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang mengalami fraktur rasional gerak aktif memberikan massa tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi otot dan sendi (Craven & Hiller, 2009), education: berikan pendidikan kesehatan pada klien pentingnya latihan gerak/ ROM pada ekstremitas post operasi fraktur rasional memberikan pemahaman pada klien tentang pentingnya program rehablitasi medic untuk mengembalikan fungsi tubuh (Astutik, 2011), collaboration: kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan fisik rasional peningkatan mobilisasi/ kekuatan otot dapat dicapai pada ekstremitas yang sakit dengan latihan fisik dari fisioterapis (Muttaqin, 2008), colaboration: kolaborasi dengan ahli gizi diet tinggi karbohidrat tinggi protein dan kalsium rasional mengembalikan dan meningkatkan fungsi tubuh (Muttaqin, 2008).
82
83
Untuk mencapai hasil yang diharapkan penulis tidak hanya berkolaborasi dengan perawat lain, namun penulis juga melibatkan fisioterapis dan ahli gizi. 3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif : program aktivitas/ latihan Range Of Motion ( ROM) aktif. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi kecemasan, dengan kriteria hasil : pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakitnya, kondisi dan program, pasien dan keluarga mampu melakukan prosedur yang dijelaskan dengan benar, pasien dan keluarga mampu melakukan/menjelaskan kembali prosedur yang telah di ajarkan. Berdasarkan kriteria hasil yang telah disusun
penulis
(Observation,
merumuskan
Nursing
intervensi
Intervention,
menggunakan
Education,
ONEC
Collaboration)
observation: identifikasi kemampuan kognitif pasien dan keluarga rasional mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien dan keluarga (Willkinson, 2011), nursing intervention: bantu dan ajarkan pasien untuk melakukan
aktivitas
terapi
sesuai
dengan
prosedur
rasional
mengembalikan fungsi – fungsi otot dan meningkatkan kekuatan otot (Potter & Perry, 2005), education: berikan pendidikan pada klien tentang aktivitas latihan pada klien dengan post operasi fraktur rasional mengetahui program rehabilitasi medik pasien pasca bedah (Astutik, 2011), collaboration: kolaborasi dengan fisioterapis tentang aktivitas
83
84
latihan Active Range Of Motion (ROM) aktif rasional meningkatkan kekuatan otot dan mengembalikan fungsi otot (Muttaqin, 2008).
D. Implementasi Keperawatan Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari – hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien (Potter dan Perry, 2005). Proses implementasi penulis mengkaji kembali klien, memodifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan. Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap : mengkaji ulang, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan, dan mengkomunikasikan intervensi (Potter dan Perry, 2005). Dalam pembahasan ini penulis berusaha menerangkan hasil aplikasi riset keperawatan manfaat pemberian latihan active range of motion terhadap peningkatan kekuatan otot pada Ny. S dengan post operasi ORIF close fraktur proximal humerus dextra. Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang telah disusun dengan memperhatikan aspek tujuan dan
84
85
kriteria hasil dalam rentang normal yang diharapkan. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan selama 3 hari kelolaan pada asuhan keparawatan Ny.S dengan post op fraktur humerus yaitu : 1. Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : luka post operasi ORIF close fraktur humerus proximal dextra Tanggal 14 Maret 2015 penulis mengkaji karekteristik nyeri yang diarasakan Ny. S P: nyeri bila bahu diangkat, Q: nyeri seperti tertekan, R: nyeri pada bahu bagian kanan atas, S: skala nyeri 4, T: nyeri hilang timbul, pasien tampak meringis menahan sakit ketika diminta untuk menekuk siku, mengajarkan pada pasien menajemen nyeri dengan teknik relaksasi, memberikan injeksi analgetik ketorolac 30 melalui pembuluh vena. Tanggal 15 Maret 2015 penulis melakukan pengkajian nyeri pada Ny. S P: pasien masih merasakan nyeri bila lengan diangkat, Q: nyeri seperti ditekan, R: nyeri pada bahu bagian kanan atas, S: skala nyeri 3, T: nyeri hilang timbul, Ny.S tampak menahan rasa sakit ketika diminta untuk mengangkat lengan, memberikan injeksi analgetik ketorolac 30 mg melalui pembuluh vena. Tanggal 16 Maret 2015 mengobservasi nyeri yang diarasakan pasien, P: pasien mengatakan nyeri berkurang, Q: nyeri seperti ditekan, R: nyeri pada lengan kanan atas, S: skala nyeri 2, T: nyeri hilang timbul. Penulis menggunakan teknik farmakologis dan non farmakologis untuk menurunkan intensitas nyeri untuk mencapai hasil sesuai dengan
85
86
intervensi yang penulis susun. Teknik farmakologis yang penulis lakukan yaitu kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Obat analgetik berfungsi untuk memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang (Muttaqin, 2008). Teknik non farmakologis yang penulis lakukan yaitu dengan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Dengan penggunaan teknik relaksasi, maka saraf simpatis akan dihambat, sementara saraf parasimpatis meningkat sehingga mengakibatkan ketegangan otak dan otot seseorang akan berkurang. Aktifnya saraf – saraf parasimpatis akan menyebabkan pasien merasakan nyeri berkurang (Solehati dan Kosasih, 2015). 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot Tanggal 14 Maret 2015 penulis melakukan pengakajian kekuatan otot pada Ny. S post operasi fraktur humerus proximal dextra kontraksi otot sedikit pada lengan kekuatan otot 2 (buruk), mengajarkan pada pasien pergerakkan ROM aktif pada lengan kanan, melatih pasien untuk melakukan peregerakkan sendi dengan ROM aktif pada lengan kanan, melakukan pengukuran kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas kekuatan otot masih buruk (2), melatih pasien untuk melakukan pergerakkan sendi dengan ROM aktif pada lengan kanan, pasien mengatakan tangan terasa lebih ringan dan tidak kaku bila digerakkan, melakukan observasi pengukuran kekuatan otot pada ekstremitas kanan
86
87
kekuatan otot 3 (sedang) kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gravitasi. Tanggal 15 Maret 2015 mengkaji kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas post operasi, respon subyektif pasien mengatakan sendi terasa lebih lemas setelah dilakukan pergerakkan dan bengkak berkurang, kekuatan otot 3 (sedang) kontraksi otot cukup kuat melawan gaya gravitasi. Melatih pasien melakukan pergerakkan sendi dengan ROM aktif pada ekstermitas kanan post operasi, melakukan pengukuran kekuatan otot, kekuatan otot 4 (baik) kontraksi otot cukup kuat menggerakkan melawan gravitasi dan tahanan namun masih lemah. Tanggal 16 Maret 2015 melatih pasien untuk melakukan pergerakkan sendi dengan ROM aktif, respon subyektif pasien mengatakan tangan terasa lebih lemas, tidak kaku dan tidak bengkak. Melakukan pengukuran kekuatan otot kekuatan otot 4 (baik) kontraksi otot cuku kuat dapat menggerakkan sendi melawan gravitasi dan tahanan namun masih sedikit lemah. Membimbing klien melakukan latihan Range Of Motion (ROM aktif), mengobservasi kekuatan otot pasien, kekuatan otot meningkat (4) kontraksi otot cukup kuat mampu melawan tahanan namun masih lemah, pergerakkan sendi pergelangan tangan aktif, sendi siku aktif, sendi lengan masih lemah. Hasil penelitian Purwanti dan Purwaningsih (2005), terjadi peningkatan kekuatan otot yang signifikan pada pasien dengan post operasi fraktur humerus dengan dilakukan latihan ROM aktif sebanyak 9
87
88
kali. Pada implementasi penulis melakukan ROM aktif sebanyak 8 kali dalam 3 hari, karena pasien direncakan pulang sehingga latihan ROM yang ke 9 belum sempat penulis lakukan, untuk rencana latihan selanjutnya penulis masukkan dalam discharge planning menganjurkan pasien untuk melakukan ROM secara mandiri. Hal ini sesuai dengan teori yang ada dalam buku Potter dan Perry (2005), melakukan latihan ROM minimal 2 kali/ hari dapat meningkatkan kekutan otot. Smeltzzer & Bare (2008), menyebutkan bahwa latihan ROM dapat dilakukan 4 sampai 5 kali sehari, dengan waktu 10 menit untuk setiap latihan. Dalam latihan ROM aktif penulis melibatkan keluarga, tim kesehatan seperti fisoterapis dan juga perawat lain. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan latihan ROM aktif selama 3 hari terjadi peningkatan yang signifikan dari kekuatan otot 2 pada evaluasi hari pertama 24 jam post op, menjadi 4 pada evaluasi dihari ketiga. Teori yang diungkapkan Potter dan Perry (2006), yaitu teori rentang gerak sendi, teori ini menyatakan bahwa dengan adanya latihan gerak sendi, hematoma akan mengalami organisasi terbentuk benang – benang fibrin dalam jendela darah sehingga membentuk jaringan untuk invasi fibroblast dan osteoblas. Fibroblast dan osteoklast (berkembang dari osteosit, sel endotel dan periosteum) akan menghasilkan kolagen sebagai matrikss kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan (osteoid). Tulang yang sedang aktif tumbuh
88
89
menunjukkan potensial elektronegatif, oleh karenanya kekuatan otot akan meningkat atau bahkan menjadi normal. 3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatsan kognitif : program aktivitas/latihan Active Range Of Motion (ROM) aktif. Tanggal 14 Maret 2015 mengidentifikasi kemampuan kognitif pasien dan keluarga tentang rehabilitasi pada paisen post operasi fraktur, pasien mengatakan hanya berpendidikan SD pasien tidak mengerti perawatan pada pasien post operasi patah tulang, pasien tampak kooperatif ketika dijelaskan tentang perawatan pada pasien post operasi fraktur. Memberikan edukasi tentang aktivitas rehabilitasi medik pada pasien fraktur dengan rentang gerak sendi atau ROM aktif, pasien mengatakan bersedia mengikuti prosedur pengobatan yang ada dirumah sakit. Tanggal 15 Maret 2015 mengidentifikasi kemampuan klien tentang prosedur ROM aktif secara mandiri, pasien mengatakan masih belum paham dengan prosedur pergerakkan sendi yang benar dan masih membutuhkan bimbingan, pasien tampak masih bingung melakukan pergerakkan ROM secara mandiri. Tanggal 16 Maret 2015 memberikan edukasi pada pasien tentang latihan ROM aktif secara mandiri, pasien mengatakan sudah paham dengan prosedur ROM yang dijelaskan dan bersedia melatih gerak ROM secara mandiri di rumah. Memberikan edukasi pada pasien untuk melakukan perawatan luka 2 hari sekali untuk mencegah infeksi dan
89
90
menjelaskan pada pasien tanda – tanda luka yang mengalami infeksi. Memeberikan edukasi pada pasien tentang pembatasan aktivitas fisik yang berat pada ekstremitas yang sakit. Memberikan edukasi pada pasien tentang pentingnya asupan nutrisi untuk penyembuhan luka, diet tinggi protein, tinggi karbohidrat dan kalsium. Informasi
yang
tidak
memadai
tentang
suatu
hal
dapat
menimbulkan kecemasan pada pasien oleh karena itu perlu adanya informasi yang memadai dari perawat atau petugas kesehatan lain untuk mencegah terjadinya kecemasan (Solehati dan Kosasih, 2015). Dari hasil penelitian Astutik, dkk (2011), menyebutkan bahwa pasien yang mendapatkan edukasi pada post operasi fraktur melakukan mobilisasi lebih dini. Hal ini dikarenakan edukasi yang diberikan akan meningkatkan
pemahaman
pasien
terhadap
pentingnya
program
rehabilitasi medik dan menurunkan kecemasan. Sehingga pasien bersedia melakukan
latihan
sesuai
dengan
yang
diprogramkan.
Tujuan
pengembalian fungsi fisiologis pasien akan lebih mudah dicapai.
E. Evaluasi Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Potter dan Perry, 2005). Penulis menggunakan evaluasi formatif yaitu catatan perkembangan yang berorientasi pada masalah yang dialami klien, dengan
90
91
menggunakan format SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis, Planing) (Setiadi, 2012). Evaluasi hari pertama nyeri akut belum teratasi P: nyeri bila lengan diangkat, Q: nyeri seperti ditekan, R: nyeri pada lengan kanan atas, S: skala 3, T: nyeri hilang timbul. Intervensi keperawatan dilanjutkan observasi nyeri yang dirasakan pasien, anjurkan pasien untuk melakukan manajemen nyeri dengan relaksasi nafas dalam bila merasakan nyeri, berikan obat analgetik ketorolac 30 mg sesuai dengan program dokter Evaluasi hari kedua masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi, pasien mengatakan masih merasakan nyeri P: nyeri bila lengan atas diangkat, Q : nyeri seperti ditekan, R: nyeri pada lengan kanan atas, S: skala nyeri 2, T: nyeri hiang timbul, pasien tampak meringis menahan sakit saat diminta untuk mengangkat lengan. Intervensi dilanjutkan observasi nyeri yang diarasakan pasien, anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri muncul, berikan obat analgetik ketorolac 30 mg/ 8 jam sesuai dengan dosis yang diberikan dokter. Evaluasi hari ketiga diagnosa nyeri akut belum teratasi,
pasien
mengatakan nyeri sudah berkurang dan terasa lebih nyaman P: nyeri bila digunakan untuk merubah posisi dari posisi tidur kemudian bangun, Q: nyeri seperti ditekan, R: nyeri pada lengan kanan atas, S: skala nyeri 2, T: nyeri hilang timbul. Intervensi keperawatan dilanjutkan anjurkan pasien untuk menggunakan manajemen nyeri dengan relaksasi nafas dalam bila merasakan
91
92
nyeri, berikan obat analgetik asam mefenamat tablet 500 mg/ 8 jam sesuai dengan dosis yang diberikan dokter. Hasil akhir evaluasi diagnosa pertama nyeri akut setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam terjadi penurunan skala nyeri dari skala 3 menjadi skala 2, hal ini tidak sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan skala nyeri 3 turun menjadi skala 0. Evaluasi hari pertama diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik belum teratasi pasien mengatakan tangan masih terasa lemah, respon obyektif pergerakkan pergelangan tangan dan siku aktif, pasien belum mampu melakukan pergerakkan lengan secara aktif, kekuatan otot 3 (sedang) kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi. Intervensi dipertahankan observasi kekuatan otot, bimbing pasien untuk melakukan latihan pergerakkan ROM aktif sesuai dengan prosedur, berikan edukasi pada pasien untuk melakukan ROM aktif 3 kali sehari, kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan fisik, kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi karbohidrat, protein dan kalsium. Evaluasi hari kedua diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik belum teratasi pasien mengatakan tangan lebih kuat, bengkak berkurang dan lebih lemas untuk pergerakkan, respon obyektif: pasien tampak kooperatif dan melakukan pergerakan sendi sesuai dengan prosedur, pasien sudah mampu menggerakkan lengan namun masih lemah, kekuatan otot 4 (baik) kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gravitasi dan tahanan namun masih lemah. Intervensi keperawatan dilanjutkan observasi
92
93
kekuatan otot pasien, latih klien untuk melakukan latihan pergerakkan ROM aktif sesuai dengan prosedur, bimbing pasien untuk melakukan ROM aktif secara rutin 3 kali sehari, kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan fisik, kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi karbohidrat, tinggi protein dan tinggi kalsium. Evaluasi hari ketiga diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik belum teratasi pasien mengatakan tangan terasa lebih ringan, sudah tidak bengkak, tangan terasa lebih kuat, respon obyektif: pasien tampak sudah aktif melakukan pergerakan ROM pada ekstremitas kanan secara mandiri, keuatan otot meningkat menjadi 4 (baik) kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkan sendi melawan gaya gravitasi dan tahanan, namun masih agak lemah, pergerakkan sendi pergelangan tangan aktif, pergerakan sendi bahu aktif, pergerakan sendi lengan masih lemah. intervensi keperawatan yang dilanjutkan anjurkan klien untuk melakukan latihan pergerkkan ROM aktif pada ekstremitas kanan atas sesuai dengan prosedur secara mandiri dan rutin, anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM aktif secara rutin 3 kali sehari. Evaluasi akhir diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik terjadi peningkatakan kekuatan otot dari skala 2 menjadi skala 4. Hal ini sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang penulis harapkan. Namun penulis tetap mempertahankan intervensi keperawatan dengan melibatkan keluarga untuk melakukan latihan pergerakkan ROM aktif secara mandiri 3 kali sehari. Karena sesuai dengan teori Mahartha (2008), proses penyembuhan tulang fase poliferasi sampai dengan fase remodelling terjadi hingga beberapa tahun.
93
94
Dengan dilakukan ROM secara rutin pada fase poliferasi yang terjadi selama 2 sampai 6 minggu akan terbentuk kalus. Pada sel yang sedang aktif berkembang memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik tindakan ROM aktif akan meningkatkan terbentuknya tulang kartilago sehingga tulang akan menjadi tebal. Evaluasi hari pertama diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan belum teratasi pasien mengatakan masih bingung melakukan latihan ROM secara mandiri tanpa bimbingan, respon obyektif: pasien tampak kooperatif ketika dijelaskan dan diajarkan cara latihan ROM aktif. Intervensi keperawatan dilanjutkan bimbing klien untuk melakukan latihan sesuai dengan prosedur, berikan edukasi pada pasien tentang pentingnya latihan ROM aktif secara rutin untuk meningkatkan kekuatan otot. Evaluasi akhir diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan teratasi pasien mengatakan sudah paham dengan semua pejelasan yang diberikan perawat tentang perawatan dirumah (discharge planing), pasien kooperatif.
94
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dalam proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi pada asuhan keperawatan Ny. S dengan post op ORIF fraktur humerus proksimal dextra di ruang parang seling RS Orthopedi Dr. R. Soeharso Surakarta selama tiga hari kelolaan dengan menerapkan aplikasi riset keperawatan pemberian latihan Active Range Of Motion (ROM aktif) terhadap peningkatan kekuatan otot, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Pengkajian Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan nyeri dan lemah pada tangan kanan. Tanggal 12 Maret 2015 penulis melakukan pengkajian pre operasi, kekuatan otot pre operasi pada ekstremitas atas kanan 1, skala nyeri 5. Penulis melakukan pengkajian P, Q, R, S, T yang penulis masukan dalam data pola kogitif perseptual.. Post operasi 13 Maret 2015 jam 14.30 WIB, pengkajian post operasi skala nyeri 5, kekuatan otot 1 pada ekstremitas kanan atas. Penulis melakukan pengkajian pada pre operasi dan post operasi pada ekstremitas dengan look, feel, and move untuk mengkaji kekuatan otot dan kemampuan pergerakan sendi. .
95
96
2. Diagnosa Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian keperawatan pada Ny. S ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hirarki kebutuhan dasar menurut maslow yaitu prioritas diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : post operasi ORIF fraktur humerus proximal dextra, diagnosa prioritas kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penururnan kekuatan otot, defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif : program rehabilitasi medik latihan Active Range Of Motion (ROM aktif).
2. Intervensi Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : luka post operasi ORIF close fraktur humerus proximal dextra intervensi yang dilakukan kaji skala nyeri, intervensi kedua atur imobilisasi pada lengan, ajarkan relaksasi pernafasan ketika nyeri muncul, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. Diagnosa keperawatan Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. intervensi yang penulis rumuskan kaji kekutan otot klien yang mengalami fraktur, bantu klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang mengalami fraktur, berikan pendidikan kesehatan pada klien pentingnya latihan gerak/ ROM pada ekstermitas post operasi fraktur, kolaborasi dengan fisioterapis untuk
96
97
latihan fisik, kolaborasi dengan ahli gizi diet tinggi karbohidrat, tinggi protein dan kalsium. Diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatsan kognitif: program aktivitas/ latihan Range Of Motion ( ROM) aktif. Intervensi yang penulis rumuskan identifikasi kemampuan kognitif pasien dan keluarga, berikan pendidikan pada klien tentang aktivitas latihan pada klien dengan post operasi fraktur, bantu dan ajarkan pasien untuk melakukan aktivitas terapi sesuai dengan prosedur, kolaborasi dengan fisioterapis tentang aktivitas latihan Active Range Of Motion (ROM) aktif.
3. Implementasi Dalam asuhan keperawatan Ny. S dengan post op fraktur proximal humerus dextra diruang parang seling RS orthopedi telah sesuai dengan intervensi yang penulis rumuskan. Penulis menekankan penggunaan latihan Active Range Of Motion (ROM aktif) untuk meningkatkan kekuatan otot, dengan melakukan latihan ROM aktif 3 kali dalam sehari dalam 3 hari kelolaan.
4. Evaluasi Hasil
evaluasi
masalah
keperawatan
pertama
nyeri
akut
berhubungan dengan agren cidera fisik belum teratasi. Intervensi
97
98
dilanjutkan anjurkan klien untuk menggunakan obat analgetic asam mefenamat 500 mg/ 8 jam. Masalah keperawatan kedua hambatan mobilitas fisik sudah teratasi. Untuk mencapai hasil yang maksimal intervensi keparawatan dipertahankan anjurkan klien untuk melakukan latihan pergerakkan ROM aktif pada ekstremitas kanan atas sesuai dengan prosedur secara mandiri dan rutin, anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM aktif secara rutin 3 kali sehari. Masalah keperawatan defisiensi pengetahuan pengetahuan teratasi pasien mengatakan sudah paham dengan semua pejelasan yang diberikan perawat tentang perawatan dirumah (discharge planing), pasien kooperatif dan mampu menjelaskan kembali apa yang sudah disampaikan perawat. Intervensi keperawatan defisiensi pengetahuan dihentikan.
5. Analisa pemberian latihan Active Range Of Motion (ROM aktif) Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh Purwanti dan Purwaningsih (2013), dengan judul “Pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) aktif terhadap peningkatan kekuatan Otot pada pasien post operasi fraktur humerus di RSUD Dr. Moewardi” penulis mendapatkan hasil analisa dari implementasi yang dilakukan selama 3 hari kelolaan yaitu terjadi peningkatan kekuatan otot pada ekstremitas yang mengalami fraktur setelah dilakukan operasi pemasangan ORIF dengan dilakukan rehabilitasi latihan ROM aktif
98
99
secara rutin 3 kali sehari terjadi peningkatan skala kekuatan otot dari kekuatan otot skala 2 (buruk) pada evaluasi hari pertama menjadi skala 4 (baik) pada akhir evaluasi hari ketiga kontraksi otot cukup kuat dapat menggerakkn sendi melawan gaya gravitasi dan tahanan meskipun masih lemah. Hasil tersebut sesaui dengan kriteria hasil yang diharapkan dan terbukti sesuai teori yang ada terjadi peningkatan kekuatan otot setelah dilakukan tindakan ROM aktif.
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan post op ORIF fraktur humerus proximal dextra, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain : 1. Bagi institusi pelayan kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan rumah sakit khususnya RSO Dr. R. Soeharso dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien serta keluarga klien. Khususnya dalam proses rehabilitasi medik dengan melibatkan keluarga klien untuk berperan aktif sehingga klien dan keluarga mengerti perawatan lanjutan dirumah. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam program rehabilitasi
99
100
medik pada klien dengan post operasi fraktur. Perawat melibatkan keluarga klien dalam pemberian asuhan keperawatan dan mampu bertindak sebagai fisioterapis dalam pemberiaan latihan rentang gerak sendi (ROM aktif maupun ROM pasif). 3. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dengan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap tindakan keperawatan yang dilakukan sehingga mampu menghasilkan perawat yang professional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan. 4. Bagi penulis Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai konsep fraktur dan penalaksanaan dalam asuhan keperawatan yang komprehensif.
100
101
DAFTAR PUSTAKA
Anelia, nicky. Efektifitas Latihan Kekuatan Otot Terhadap Kemampuan Mobilisasi Klien Dengan Fraktur Di Ruang Rawat Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan. Jurnal Ilmu Keperawatan Depok. 10-37. Astutik, diah puji, dkk. 2011. Perbedaan Tingkat Mobilitas Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan Kesehatan Di Ruang Boegenville dan Teratai Rsud Dr. Soegiri Lamongan. Jurnal Media Komunikasi Ilmu Kesehatan. 10-17. Cahyati, yanti. 2011. Perbandingan Latihan ROM Unilateral Dan Latihan ROM Bilateral Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparase Akibat Stroke Iskemik Di RSUD Kota Tasikmalaya Dan RSUD Kabupaten Ciamis. Jurnal ilmu keperawatan. 28-43. Corwin, J Elisabeth. 2009. Buku Saku Patofiologi, Edisi 3. Jakarta : EGC. Craven dan Hiller. 2009. Fundamental Of Nursing, Edisi 9. Jakarta : EGC. Eldawati. 2011. Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi Terhadap Kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rsup Fatmawati Jakarta. Tesis. Program pasca sarjana universitas indonesia. Jakarta. Hermand, T heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi. Jakarta : EGC. Hidayat, u’un Wahyudi. 2012. Informasi Spesialite Obat, Volume 27. Jakarta : PT. ISFI . Jitowiyono, S Dan Kristiyanasari, W. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi Dengan Pendekatan Nanda, Nic, Noc. Yogyakarta : Mulya Medika. Judha, Muhammad, dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika. Mahartha, Gde Restu Adi, Dkk. Manajemen Musculoskeletal. Jurnal Keperawatan. 1-13.
Fraktur
Pada
Trauma
Muttaqin, Arif. 2008. Buku asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta : EGC. Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
101
102
Prasetyo, Eko Budi. Penantalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Post Operasi Fraktur Supracondyler Humerus Dengan Pemasangan Nail And Wire. Jurnal Ilmu Keperawatan. 1-11. Purwanti, Ririn dan Purwaningsih, Wahyu. Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur Humerus Di RSUD Dr.Moewardi. Jurnal Keperawatan Stikes Aisyiyah. Setiadi. 2012. Konsep Dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori Dan Praktik, Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu. Smeltzer dan Barre. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Solehati, tetti dan kosasih, cecep eli. 2015. Konsep Dan Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan Maternitas. Bandung : Refika Aditama. Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Mahasiswa Keperawan. Jakarta : EGC. Wilkinson, M. Judith. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Edisi 9. Jakarta : EGC.
102