PEMBERDAYAAN ZAKAT PADA YAYASAN BAITULMAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBMBRI) PUSAT
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam Dalam Bidang Manajemen Dakwah
Disusun Oleh :
ADE NAFISAH NIM : 105053001810
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHIM Assalamu’alaikum Wr.Wb Alhamdullah, rasa syukur kehadirat
Allah SWT, Atas nikmat dan
inayahnya penyusun haturkan, atas terselesaikannya skripsi yang penyusun beri judul “Manajemen Dana Sosial Yayasan BaitulMaal Bank Rakyat Indonesia Jakarta (YBMBRI JAKARTA)”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Dengan terselesaikannya skripsi ini, diharapkan maksud dan tujuan saya sebagai penyusun dapat tercapai yaitu sebagai berikut: Dapat menjadi panduan para pengurus PUSAT, KANWIL, KANINS DAN KANCA BRI seluruh indonesia dalam melaksanakan kegitannya. 2) Sebagai upaya optimalisasi dana sosial (ZIS) dilingkungan BRI. 3) Dapat menjadi Referensi bagi para mahasiswa dalam tugas-tugas perkuliahan yang berkaitan dengan “Manajemen Dana Sosial Yayasan BaitulMaal BRI Jakarta”. 4) Dapat menumbuhkan ghiroh para kaum muslimin untuk turut serta mengajak seluruh lapisan masyarakat berbondong-bondong untuk memajukan umat dengan cara menjadi Muzakki, Khususnya di YBMBRI JAKARTA.
Selanjutnya atas nama pribadi, penyusun mengucapkan terima kasih yangb sebanyak-banyaknya dan setinggi-tingginya pada seluruh pihat yang telah membantu baik moril maupun materil demi tersusunya skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu, khususnya kepada
1. Teruntuk Mama tercinta Ummi Hj. Nurhayati Zen (Al- marhumah) yang telah melahirkan, mendidik, dan memberikan motivasi selama hidup beliau, sehingga penyusun dapat menyelasaikan gelar S1 yang begitu beliau harapkan selama hidupnya, semoga allah menerima amal ibadah beliau dan ditempatkan di surga Firdausnya Amin. 2. Terima kasih teruntuk ayahanda tercinta Bpk. H. Abdulloh As‟ad Zaini yang juga dengan sabar membimbing dan mengizinkan penyusun untuk dapat mengecap pendidikan di kampus tercinta ini. 3. Terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada sahabat, pendamping masa depan (Izmoel A‟zhom) yang teah banyak dan sudi meluangkan waktu, materil, dan suporta. Sudi menjadi tempat shering yang baik yang tak kenal lelah sampai terselesaikan. Semoga menjadi pendamping masa depan yang dapat memberikan ketenteraman lahir dan batin dan membawa kebaikan dan keberkahan untuk masa depan kami yang lebih baik. 4. Pembimbing Bapak Drs. Hasanudin Ibnu Hibban, MA yang telah banyak memberi masukan-masukan positif karena berkat bimbingan beliau skripsi ini dapat tersusun dengan baik. 5. Seluruh jajaran Sifitas Akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta)> 6. Teman-teman dan sahabat seperjuangan Jurusan Manajemen Dakwah (MD 8) khususnya Angkatan 2005-2006 yang sudah setia menjadi teman-teman
terbaik selama sama-sama menjadi mahasiswa tanpa kalian semua perjalanan perkuliahan yang telah banyak memberikan warna dalam perjalanan perkuliahan. 7. Saudara-saudara adik-adik dan kakak-kaka que kampus tercinta ini. Yang juga banyak memberikan masukan dan support. Terima kasih. 8. Rekan-rekan organisasi BMJ-MD semoga apa yang dapat di organisasi bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, semoga amal, kepedulian dan rasa empati, bantuan, materil saudara-saudara sekalian di balas kebaikan oleh Allah SWT. Dan dapat menjadi pemacu semangat tuk masa depan yang jauh lebih baik di masa-masa selanjutnya, dijadikan sebagai pemberat timbangan di akhirat sehingga kita ditempatkan bersama para Nabi dan kekasihnya. Perkenankanlah penyusun mendoakan Bapak/Ibu saudara-saudara sekalian dengan doa yang menjadi keharusan saya untuk selalu memanjatkan kehadiran Allah SWT, semoga Allah SWT membalas segala yang telah Bapak/Ibu saudarasaudara lakukan kepada saya dan Allah memberikan keberkahan pada kehidupan yang masih tersisa. Amin ya rabbal „alamin.
Wabillahitauf walhidayah Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penyusun,
Ade Nafisah.
vii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Manajemen Dana Sosial Yayasan Baitulmaal BRI Jakarta” telah diujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal .................... Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Manajemen Dakwah.
Jakarta, ................................
Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
_______________________
_______________________
Penguji
Pembimbing
_______________________
Drs. Hasanudin Ibnu Hibban, MA
MANAJEMEN DANA SOSIAL YAYASAN BAITULMAAL BRI JAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam Dalam Bidang Manajemen Dakwah
Disusun Oleh : ADE NAFISAH NIM : 105053001810
Dibawah Bimbingan :
Drs. Hasanudin Ibnu Hibban, MA NIP. 196606051994031005
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................. C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ....................... D. Metodologi Penelitian ...................................................... E. Tinjauan Pustaka .............................................................. F. Sistematika Penulisan ......................................................
BAB II
TINJAUAN TEORI A. Pemberdayaan .................................................................. B. Pengertian Zakat .............................................................. C. Kedudukan Zakat Dalam Hukum Islam .......................... D. Beberapa Ketentuan Umum Tentang Zakat Dalam Hukum Islam ....................................................................
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBM BRI) A. Profil YBM BRI...............................................................
iv
B. Struktur Organisasi YBM BRI ........................................ C. Sumber dan Penggunaan Dana YBM BRI ...................... D. Kendala-Kendala Yang Dihadapi YBM BRI ..................
BABA IV
ANALISA TERHADAP PEMBERDAYAAN ZAKAT YBM BRI A. Bentuk Program Pendayagunaan Melalui Efektivitas Pengelolaan Dana ZIS ..................................................... B. Langkah-Langkah Pemberdayaan Zakat YBM BRI ........ C. Kendala-Kendala Yang Dihadapi YBM BRI ..................
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................... B. Saran-Saran ......................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
PEMBERDAYAAN ZAKAT PADA YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBMB BRI) PUSAT
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam Dalam Bidang Manajemen Dakwah
Disusun Oleh : ADE NAFISAH NIM : 105053001810
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M vi
PEMBERDAYAAN ZAKAT, PADA YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBMB BRI) PUSAT BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan umat manusia dan segala apa yang ada di bumi dan di langit serta diantara keduanya. Karena itu Dialah pemilik mutlak segala isi bumi, isi langit dan diantara keduanya itu, tidak sekutu dalam pemilikannya. Seperti yang tertera dalam al-Qur’an surat Yunus : 55
Artinya: “ Ingatlah sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan dibumi. Ingatlah sesunggunhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.“1 (Yunus/ 10 : 55).
Dia menciptakan segala isi bumi ini bagi kepentingan kehidupan seluruh umat manusia, ciptaanNya. Hal ini tertera dalam al-Qur’an surat AlBaqarah : 29)
1
Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), h. 157.
Artinya: “ Dialah Allah yang menjadikan segala yang da dibumi untuk kamu dan dia berkehendak menuju langit lalu dijadikannya tujuh langit, dan Dia mengetahui segala sesuatu”. (al- Baaqarah/ 2 : 29).
Salah satu kebutuhan hidup manusia adalah harta benda (materi). Manusia cenderung untuk mengumpulkan dan menguasai harta benda tersebut tanpa batas, sampai ia menemui ajalnnya. Kerasukan dan ketamakan manusia dalam menguasai harta benda tersebut, kadang-kadang melampaui batas, melebihi nafsu binatang, yang dapat menurunkan martabat nilai-nilai kemanusiaannya.2 dalam rangka menciptankan, menjaga dan memelihara kemaslamatan hidup serta martabat kehormatan manusia, Allah SWT menciptakan syariat yang mengatur tatacara mendapatkan dan memanfaatkan harta benda. Tata aturan ini antara lain syariat zakat. Harta benda tidak boleh hanya dimiliki oleh pemilik (nisbi) harta tersebut, namun juga harus dinikmati oleh orang lain, sesuai dengan cara yang telah di atur oleh Allah SWT. Pada setiap pemilikan seseorang, selalu ada hak orang lain didalamnya, jadi fungsi sosial (haq al-jama’ah), karena pada dasarnya harta itu ditujukan bagi kepentingan seluruh umat manusia. Pemanfaatan harta tersebut disamping bisa dirasakan oleh pemiliknya, juga bisa dirasakan oleh mannusia lainnya. Karena harta benda itu diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, maka Allah SWT menentukan cara pemanfaatan harta tersebut, agar bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia. Cara pemanfaatan harta benda itu ialah melalui zakat, infak, sadaqah, wakaf, kurban, wasiat. Dengan demikian 2
Ibid. h. 158
maka zakat merupakan slah satu bentuk ibadat maaliyah, yaitu bentuk ibadat yang dilakukan melalui pengeluaran atau pemanfaatan harta benda yang dimiliki oleh seseorang. Zakat sebagai bentuk ibadat amaliyah mempunyai kedudukan sebagai salah satu rukun islam dan sendi-sendi Islam, disamping rukun islam lainnya yaitu syahadatain, shalat, shaum, dan haji. Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah SWT bagi kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan setiap manusia berbeda, ada yang memiliki harta benda yang melebihi batas nisab zakat (kaya), ada yang memiliki harta benda tapi tidak sampai nisab zakat, namun ada pula yang tidak memilki harta benda, atau harta benda yang dimilkinnya tidak memenuhi keperluan hhidupnya (mustahiq Zakat seperti fuqara, masakin dan seterusnya). Menurut konsep syariah, dalam setiap rezeki yang diperoleh oleh seseoarang, melekat hak orang-orang miskin. Prinsip inilah yang merupakan ciri khas dari syariat islam yang menekankan pada prinsip keadilan dan kemaslahatan seluruh umat. Hal ini berbeda dengan prinsip yang digunakan dalam konsep ekonomi barat, yang menganggap hak milik bersifat absolute, dapat dipertahankan terhadap setiap orang kapan saja dan bersifat mengikuti orang yang memilikinya (droit de suit).3 Tidak seluruh hakm milik itu merupakan kekuasaan absolute dari pemiliknya, tetapi sebagian dari hak milik tersebut adalah hak orang lain dan karena itu wajib diberikan kepada fakir miskin. Tujuan dari konsep zakat ini 3
Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syari’ah Menyongsong Berlakunya UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 Perluasan Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2007), h. 125.
adalah untuk membersihkan harta yang dimiliki oleh seseorang itu dari unsurunsur negatif yang melekat pada harta itu, dan juga merupakan konsep untuk mengentaskan kemiskinan melalui pendistribusian aset dari pihak yang mampu kepada golongan ekonomi lemah. Hal ini merupakan konsep pencapainnya kesejahteraan bersama. Gerakan zakat di Indonesia dimulai dengan tumbuhnya lembagalembaga amil zakat sejak berdirinya Dompet Dhu’afa pada tahun 1993. Sebelumnya sudah lebih dulu ada Bazis DKI yang dikelola pemda DKI namun belum merupakan gerakan masyarakat. Kelahiran lembaga-lembaga amil zakat profesional dan kiprahnya yang semakin massif di masyarakat selanjutnya mendorong lahirnya FOZ (forum zakat) yang merupakan asosiasi lembaga-lembaga zakat di Indonesia. Bangunan gerakan zakat semakin lengkap dengan lahirnya IMZ akhir tahun 2000 yang berfungsi mendorong kinerja lembaga dan melahirkan amil zakat profesional. Saat ini muncul nama-nama lembaga yang dikenal masyarakat seperti Dompet Dhuafa, PKPU, Rumah Zakat, DPU Daarut Tauhid, Al-Azhar dll.4 Dengan lahirnya berbagai lembaga yang mengelola ZIS, maka timbul satu pertanyaan, apakah pelaksanaan ZIS selama ini telah dikelola secara efektif dan efisien mungkin oleh lembaga-lembaga yang ada. Sehingga indikasi yang timbul adalah kerancuan-kerancuan dalam pengelolaan zakat dan tidak jarang terjadi perbenturan kepentingan dan keinginan hawa nafsu dalam mendistribusikan harta zakat. 4
Artikel diakses pada 13 Februari 2008 dari http ://www.id.wikipedia.org/wiki/Zakat46k-Tembolok
Di Indonesia, peranan organisasi pengelola zakat telah diatur dalam Undang-undang. Munculnya Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat tela memberikan kepastian hukum terhadap status organisasi pengelola zakat. Dalam undang-undang tersebut dikenal dua macam organisasi pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang di bentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenhnya dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. Dengan adanya organisasi pengelola zakat maka pengaturan penarikan dan distribusi zakat dapat lebih dikelola. Organisasi pengelola zakat dalam tugasnya hanya memiliki dua fungsi yaitu pengumpul dana dan penyalur dana. Untuk bisa melaksanakan keduanya menurut keputusan Menteri Agama No 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, sebuah organisasi pengelola zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Berbadan hukum. 2) Memiliki data muzakki dan mustahiq 3) Memiliki program kerja 4) Memiliki pembukuan 5) Melampirkan surat persyaratan bersedia di audit. Dalam pengelolaan zakat maka organisasi pengelola zakat harus mengelolanya dengan amanah, profesional dan transparan. Ketiga hal tersebut
oleh institut Manajemen Zakat disebut dengan “ Good Organization Govermence”.5 Dalam rangka menegelola dan memberdayakan potensi zakat sebagai kekuatan ekonomi masyarakat, maka keberadaan institusi zakat sebagai lembaga publik yang ada di masyarakat menjadi penting. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Yusuf Qardawi : “Zakat bukan hanya sekedar kemurahan individu, melalui sistem tata sosial yang dikelola oleh negara melalui aparat tersendiri. Aparata ini mengatur semua permaslahannya, mulai dari pengumpulan dari para wajib zakat hingga pendistribusiannya kepada mereka yang berhak”.6 Kesadaran akan pentingnya mengelola zakat, infak, shadaqah secara profesional sebenarnya sudah lama muncul sejak lama. Hal ini karena kaum muslim sadar bahwa potensi ekonomi zakat muslim Indonesia sangat besar. Namun, belum terdapat sebuah upaya sistematik untuk mengelola potensi ekonomi yang demikian besar itu. Dengan demikian, dana zakat yang demikian besar itu tidak dikelola dengan baik. Zakat, infak, sadaqah secara konsumtif oleh para mustahik.7 Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu pengelolaan yang mampu mendayagunakan seluruh potensi zakat. Sedang untuk mendistribusikan dan mengelola dana zakat tersebut diperlukan penganganan
5
(Fossei kita) “Zakat dan Masyarakat Indonesia”, artikel diakses pada 13 Februari 2008 dari http://www.mail archive.com/
[email protected]/msg01325.html-16k-Tembolok. 6 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat : “Studi Komparatif Mengenai Staus dan Filsafat Zakat Berdasarkan Quran dan Hadis.”, (Bandung : Penerbit Mizan, 1999), cet ke 5 h. 18. 7 Kusmana, Bunga Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta : IAIN Indonesia Social Equity Project, 2006), h. 23-24.
konsep manajemen yang tepat dengan memprhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola pelaksana sistem zakat. Pada prinsipnya, zakat harus diterima secara langsung oleh mustahik. Meskipun demikian, memang diperlukan suatu kebijakan dan kecermatan dalam
mempertimbangkan
kebutuhan
nyata
dari
mereka,
termasuk
kemampuan mereka dalam menggunakan dana zakat yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan hidupnya, sehingga pada gilirannya yang bersangkutan tidak lagi menjadi mustahik zakat, tetapi mungkin menjadi pemberi zakatt (muzakki). Jadi, zakat diarahkan untuk bukan semata-mata keperluan sesaat yang sifatnya konsumtif. Seyogianya mustahik tidak diberi zakat lalu dibiarkan tanpa ada pembinaan yang mengarah pada peningkatan yang telah disebutkan tadi. Sebenarnya, bila kita memperhatikan keadaan fakir miskin maka tetap ada zakat konsumtif, walaupun ada kemungkinanan melaksanakan zakat produktif. Contohnya, seperti anak-anak yatim, maka zakat konsumtif tidak bisa dihindari, mereka wajib disantuni dari sumber-sumber zakat dan infaq lainnya. Kemudian bagi mereka yang masih kuat bekerja dan bisa mandiri dalam menjalankan usaha, maka menurut hemat penulis, dapat ditempuh dengan cara memberi modal yang sifatnya produktif, untuk diolah dan dikembangkan.8
8
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet 3 h. 22-23.
Kini, setelah adanya Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat, memberi peluang besar untuk mengelola zakat oleh lembaga pengelola zakat secara profesional. Maka di kampanyekanlah zakat produktif untuk membangun ekonomi mustahik yang diharapkan suatu saat bisa menjadi muzakki, bukan mustahik lagi. Pada tahun 2001, tahun dimana bangsa kita dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin di Indonesia, dan dengan melihat besarnya potensi ZIS dilingkungan BRI yang belum optimal. Maka pada tahun tersebut dengan diprakarsai BAPEKIS BRI dan dengan diilhami oleh semangat keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi dan dorongan Bapak Rujito sebagai Dirut BRI Bank BRI dipandang perlu dibentuk Yayasan tersendiri yang khusus mengelola dana ZIS. Yayasan Baitul Maal BRI berpegang teguh pada prinsip fastabiqul khairat dalam mengangkat martabat mustahik (penerima zakat). Dengan komitmen “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Disamping itu dimaksudkan agar supaya para pekerja BRI selalu peduli terhadap kewajbannya sebagai muslim/muslimat dan juga peduli kepada lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya sebagai wujud implementasi slogan BRI “Besar Bersama Rakyat”. Yayasan Baitul Maal BRI sebagai salah satu Lembaga Amil Zakat Nasional berusaha mengimplementasikan visi pengelolaan yang amanah, Profesional, dan berkesesuaian dengan syariat islam. Eksistensi Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia Pusat dapat dilihat dari keberhasilan
penghimpunan dan penyaluran dana ZIS, jangkauan dalam pendistribusian dan program kerja dalam mengangkat martabat mustahik. Dari uraian diatas, penulis tertarik menyusun skripsi dengan judul “PEMBERDAYAAN ZAKAT PADA YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBM BRI) PUSAT”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Penulisan skripsi ini akan di batasi pada masalah seputar pemberdayaan zakat yang dikelola oleh Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI) yang sejalan dengan perkembangan zaman dewasa ini dan manfaatnya terhadap masyarakat. Dengan melihat hal tersebut diatas, maka ada beberapa hal yang perlu untuk diangkat kepermukaan sebagai rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu: 1. Bagaimana upaya YBM BRI dalam menjalankan programnya baik dalam hal penghimpunan maupun pendayagunaan dana zakat? 2. Bagaimana pengelolaan zakat yang dilakukan oleh YBM BRI dalam hal pendayagunaan zakat untuk kepentingan masyarakat? 3. Apa sajakah kendala-kendala yang dihadapi oleh YBM BRI ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui upaya YBM BRI dalam menghimpun dan mendayagunakan dana zakat. 2. Mengetahui manfaat pengelolaan zakat yang di lakukan oleh YBM BRI dalam hal pendayagunaan zakat untuk kepentingan masyarakat.
3. Mengetahui kesesuain pengelolan zakat yang dilakukan oleh YBM BRI dengan hukum islam. Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini merupakan latihan teknis dalam membandingkan teori-teori yang di peroleh pada masa perkuliahan dengan aplikasi yang sebenarnya terjadi, terutama yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti. Dan bagi penulis merupakan suatu sarana untuk menambah ilmu pengetahuan serta meningkatkan khasanah keilmuan. 2. Mengetahui kiprah Lembaga Amil Zakat dalam upaya memberdayakan perekonomian masyarakat.
D. Metodologi Penelitian 1. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yaitu dengan cara oservasi ke YBM BRI dengan melakukan wawancara kepada pengurus atau person yang berkompeten dengan persoalan yang diteliti. 2. Sebagai data primer, penulis mengacu pada data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten di YBM BRI berupa dokumen-dokumen tertulis, dan sebagai data sekunder penulis melakukakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengambil bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan masalah yang di teliti. 3. Setelah data terkumpul, penulis menganalisa data yang ada. Dalam hal ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan
tentang pengelolaan dan pendistribusian ZIS di YBM BRI dan analisa tentang zakat dalam peranannya terhadap masyarakat, kemudian melakukan analisa data melalui proses induktif yaitu proses pengambilan kesimpulan dari kesimpulan dari khusus ke umum.
E. Tinjauan Pustaka Berdasarkan penulusuran kepustakaan yang telah penulis lakukan, ditemukan beberapa kajian terdahulu yang secara spesifik serumpun dengan judul yang penulis angkat, namun objek kajiannya ada yang hampir sama dan ada pula yang relatif jauh kaitannya dengan kajian penulis, tetapi dalam lingkup keilmuan yang sama. Di antara karya-karya tersebut ialah : 1. Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf, oleh Muhammad Daud Ali, Jakarta UI Press, 1998. Cet. I, buku ini membahas tentang zakat dan wakaf. 2. Zakat dan Wirausaha, oleh Lili Bariadi, dkk. Jakarta Centre For Entreneruship Development, 2005 cet ke 1. Membahas tentang Zakat dan Wirausaha. 3. Undang-Undang Republik Indonesia
No. 38 Tahun 1999, tentang
Pengelolaan Zakat, oleh Departemen Agama RI. 4. Zakat Dalam Perekonomian Modern, oleh Didin Hafiduddin, Jakarta Gema Insani Press, 2002. Membahas tentang zakat dalam perekonomian modern.
5. Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, oleh Syahrin Harahap, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1999. Membahas tentang pemberdayaan. 6. Hukum Zakat (Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis), Oleh Yusuf Qardhawi, Litera ANtar Nusa dan Penerit Mizan, 1999, membahas tentang Hukum zakat. 7. Panduan Zakat Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, oleh as Syaid Sabiq, Bogor Pustaka Ibnu Katsir, 2005. Membahas tentang pengertian zakat menurut Al-Qur’an dan Hadis. 8. Wawancara dengan Ketua Pelaksana Harian, Bapak H. Nasir Tajang, Agustus 2009. 9. Wawancara dengan Staf Pendayagunaan, Ahmad Fakih, Agustus 2009. 10. Akuntansi dan Management Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat, Oleh : Hertanto Widodo, Jakarta Institut Management Zakat, 2001. Membahas tentang manajemen zakat. 11. Problema Zakat Kontemporer Artikulasi Proses Sosial Politik Bangsa, oleh Alie Yafie, Jakarta, 2003. Membahas tentang langkah-langkah pengelolaan zakat. Persamaan skripsi ini dengan buku-buku yang telah disebutkan, adalah sama-sama membahas pemberdayaan zakat, namun ada perbedaannya, dengan buku-buku yang telah disebutkan di atas, bahwa skripsi ini mengkaji dan membahas tentang pemberdayaan, kedudukan dan penerapannya pada
Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBMB BRI), secara khusus berkenaan dengan pengumpulan dan penyaluran zakat.
F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan sistematika pembahasan yang terdiri dari lima bab, dengan susunan sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN, dalam bab ini penulis menerangkan secara garis
besar
merupakan
mengenai alasan
latar
pemilihan
belakang judul,
penelitian
rumusan
yang
masalah,
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknis penulisan, sistematika penulisan. BAB II
: TINJAUAN
TEORI,
dalam
ini
penulis
menerangkan
pengertian pemberdayaan, zakat, kedudukan zakat dalam hukum islam, beberapa ketentuan umum tentang zakat dalam hukum islam. BAB III
: GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBM BRI) PUSAT, dalam bab ini penulis menerangkan profil YBM BRI, struktur organisasi YBM BRI, sumber dan penggunaan dana ZIS YBM BRI, kendala-kendala yang dihadapi YBM BRI.
BAB IV
: ANALISA TERHADAP PEMBERDAYAAN ZAKAT, YBM BRI, dalam bab ini penulis menerangkan, strategi dalam
menghimpun dana ZIS, bentuk program pendayagunaan melalui efektifitas pengelolaan dana ZIS, langkah-langkah pemberdayaan zakat YBM BRI, dan kendala-kendala yang dihadapi oleh YBM BRI.. BAB V
: PENUTUP, yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pemberdayaan Konsep pemberdayaan dana ZIS di pengelola ZIS di masa mendatang sekaligus langkah-langkah konkrit perlu segera dilakukan. Secara konseptual, pendayagunaan terdiri dari dua kata yaitu: kata “daya” berarti power, energy, dan
capacity.
Daya
mengisyaratkan
kekuatan
atau
tenaga
untuk
menggerakkan. Sementara daya guna berarti daya kerja yang mendatangkan hasil
yang sebanyak-banyaknya
yang bermanfaat
(using, efficiency,
usefulness). Dengan demikian program pendayagunaan berarti program yang diberikan (peruntukan) untuk dimanfaatkan secara produktif dan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan program pendayagunaan dana ZIS maka langkah Pertama, Menjadikan pengelola ZIS sebagai amil zakat yang memiliki kekuatan penggerak untuk menyelamatkan ibadah umat dan penggerak untuk meningkatkan kesadaran berzakat (pasal 4). Kedua, Menjadikan pengelola ZIS sebagai fasilitator dan ujung tombak penggerak ekonomi sektor real dengan menumbuhkan dan mengembangkan usaha kecil masyarakat bawah melalui perannya sebagai sumber permodalan yang mudah, sehingga ia dapat dijadikan sebagai tempat bagi proses akumulasi modal dari kalangan masyarakat bawah. Di sini jargon small but professional penting dijadikan sebagai dasar pijakan. Ketiga, Membangun jaringan (networking) baik secara
horizontal dengan sesama LAZ dan lembaga-lembaga perekonomian lain– maupun secara vertikal dengan menjalin hubungan kemitraan (partnership) dengan lembaga-lembaga yang besar dan mapan, sebagai alternatif bagi pembinaan permodalan, manajemen dan SDM sekaligus berdasarkan prinsip kerjasama saling menguntungkan. Prosedur pendayagunaan dilaksanakan untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan, kesehatan, bencana alam dan bantuan yang langsung baik konsumtif maupun produktif. Di sinilah siklus pendayagunaan ZIS dapat diupayakan sebagai berikut : pertama, Bantuan langsung (BL) yang terdiri dari : bantuan bersifat konsumtif yaitu diberikan bantuan kepada mustahik yang habis dipakai. Bantuan bersifat produktif yaitu bantuan yang diberikan kepada mustahik yang dapat habis dan tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikannya. Bantuan tersebut diharapkan dapat merubah posisi mustahik menjadi muzakki dan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Kedua, bantuan tidak langsung (BTL) yaitu bantuan diberikan kepada mustahik dengan kewajiban mengembalikan atau sebagai dana abadi milik pengelola ZIS yang ada pada mustahik. Bantuan tersebut untuk pemberdayaan ekonomi lemah bersifat utang atau penyertaan. Kemudian bantuan diberikan kelompok investasi (penyertaan) yang bersifat murni. Agar proses dan prosedur pendayagunaan di atas kiranya dapat direalisasikan maka tidaklah memadai dengan kekuatan akhlak (the power of akhlak) yaitu sidiq dan amanah saja. Namun, dibutuhkan kecerdasan (fathanah), yang dilengkapi faktor penunjang lainnya seperti kecerdasan
berkomunikasi (tabligh) untuk mengefektifkan pendayagunaan ZIS dan mengartikulasikan dukungan semua pihak sebagai kekuatan untuk mencapai keberhasilan proses tersebut. Pendayagunaan berasal dari kata “Guna” yang berarti manfaat, adapun pengertian pendayagunaan sendiri menurut kamus besar bahasa Indonesia : Pengusaha agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat. Pengusaha (tenaga dan sebagainya) agar mampu menjalankan tugas dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa pendayagunaan adalah bagaiman cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar serta lebih baik. Bentuk dan Sifat Pendayagunaan Ada dua bentuk penyaluran dana zakat antara lain : Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa penyaluran kepada mustahiq tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi dalam diri mustahiq. Hal ini di karenakan mustahiq yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua yang sudah jompo, orang cacat. Sifat bantuab sesaat ini idealnya adalah hibah. Bentuk Pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang disertai target merubah keadaan penerima dari kondisi kategori mustahiq menjadi kategoro muzakki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima. Apabila permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan, harus diketahui
penyebab kemiskinan tersebut sehingga tidak dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah dicanangkan. Menurut Widodo yang dikutip dari biku Lili Bariadi dan kawakkawan, bahwa sifat dan bantuan pemberdayaan terdiri dari tiga yaitu : 1. Hibah, Zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada ikatan antara pengelola dengan mustahiq setelah penyerahan zakat. 2. Dana bergulir, zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh pengelola kepada mustahiq dengan catatan harus qardhul hasan, artinya tidak boleh ada kelebihan yang harus diberikan oleh mustahiq kepada pengelola ketika pengembalian pinjaman tersebut. Jumlah pengembalian sama dengan jumlah yang dipinjamkan. 3. Pembiayaan, Penyaluran zakat oleh pengelola kepada mustahiq tidak boleh dilakukan berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti shahibul ma'al dengan mudharib dalam penyaluran zakat . Menurut M. Daud Ali pemanfaatan dana zakat dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Pendayagunaan yang konsumtif dan tradisional sifatnya dalam kategori ini penyaluran diberikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan seperti: zakat fitrah yang diberikan pada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat harta yang di berikan kepada korban bencana alam. 2. Pendayagunaan yang konsumtif kreatif, maksudnya penyaluran dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa dan lain-lain.
3. Pendayagunaan produktif tradisional, maksudnya penyaluran dalam bentuk barang-barang produktif, misalnya kambing, sapi, alat-alat pertukangan, mesin jahit, dan sebagainya. Tujuan dari kategori ini adalah untuk menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja bagi fakir-miskin. 4. Pendayagunaan produktif kreatif, pendayagunaan ini mewujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan baik untuk membangun sebuah proyek sosial maupun untuk membantu atau menambah modal seorang pedagang atau pengusaha kecil . 5. Pendayagunaan Dana Zakat Pembicaraan tentang sistem pendayagunaan zakat, berarti membicarakan usaha atau kegiatan yang saling berkaitan dalam menciptakan tujuan tertentu dari penggunaan hasil zakat secara baik, tepat dan terarah sesuai dengan tujuan zakat itu disyariatkan. Kalau berbicara tentang kemashlahatan, senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntunan kebutuhan umat. Untuk penentuan tingkat kemaslahatan, biasa di kenal dengan adanya skala prioritas. Metode prioritas ini dapat di pakai sebagai alat yang efektif untuk melaksanakan fungsi alokasi dan distribusi dalam kebijaksanaan pendayagunaan zakat, misalnya kita ambil contoh salah satu ashnaf yang menerima zakat ibnu sabil, ibnu sabil mempunyai pengertian yang secara bahasa berarti anak jalanan atau musafir yang kehabisan bekal, tetapi juga untuk keperluan pengungsi, bencana alam dan sejenisnya.
B. Pengertian Zakat Kata zakat merupakan masdar dari fiil madhi (kata kerja lampau) زكى dan fiil mudhori (kata kerja sedang atau akan datang) yang يزكى
secara
etimologis berarti berkah, tumbuh, bertambah, bersih dan baik. Sesuatu yang dikatakan “Zaka” berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu “ Zaka” berarti orang itu baik.1 Makna dari kata “Zaka” (sebagaimana digunakan dalam al-Quran) adalah suci dari dosa. Jika pengertian itu di hubungkan dengan harta, maka menurut islam harta yang dizakati menjadi suci dan menjadi berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan muzakki).2 Zakat menurut syara‟: Al-Mawardi berpendapat dalam kitab Al-Hawi:
“Zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu”.3 Sayid sabiq, mendefinisikan :
“Zakat adalah nama bagi harta yang dikeluarkan oleh seseorang dari haq Allah Ta’ala kepada orang-orang kafir”.4
Lili Bariadi dalam bukunya zakat dan wirausaha mendefinisikan : 1
A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta : PP. Al Munawwir, 1984). Ibnu Qudamah, Al Mughni, (Beirut : Dar al Kutub al Limiyah, t.th), Juz II, h. 433. 3 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), h. 3-5. 4 Sayyid Sabiq, Fiqh as Sunnah, (Beirut : Dar al Ihya, 1973), Jilid 1, h. 397. 2
“Zakat adalah nama (sebutan) bagi sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim kepada yang berhak menerimanya”.5
Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lenih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan” demikian Nawawi mengutip pendapat wahidi.6 Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, disebutkan bahwa: “ Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seseorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.7 Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar nampaknya terhadap kesamaan dalam mendefinisikan makna dari kata zakat, meskipun reaksinya berbeda tetapi intinya sama.
5
Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta : Centre For Entreneurship Development, 2005), h. 6. 6 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Litera Antar Nusa dan Mizan, 1999), h. 34. 7 Departemen Agama RI, Undang-Undang RI, Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 1 ayat 2.
C. Kedudukan Zakat Dalam Hukum Islam Zakat merupakan salah satu rukun islam yang ketiga. Sebagai sebuah rukun Islam maka dalam pelaksanaannya merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Hal ini ditegaskan dalam al-Quran surat At-Taubah : 103
Artinya : “ Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui”. Dalam rukun islam, zakat mempunyai karakteristik ibadah yang berbeda dengan yang lainnya. Hal ini di sebabkan karena zakat memiliki dua aspek ibadah yaitu aspek vertikal (Habluminallah) dan aspek horizontal (habluminannas). Aspek vertikal yaitu aspek perintah Allah kepada manusia untuk melaksanakan kewajibannya. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka akan mendapat dosa. Bahkan menurut Qardawi, orang yang tidak membayar zakat digolongkan kepada golongan orang kafir. Sedangkan aspek horizontal adalah aspek hubungan dengan sesama manusia. Dalam QS At Taubah ayat : 60 dijelaskan tentang siapa saja yang berhak menerima zakat. “sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang kafir, orang-orang miskin, para pengurus
(amil)
zakat,
para
mualaf
yang
dibujuk
hatinya,
untuk
memerdekakan budak. Orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalannan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana”.8 Berdasarkan ayat tersebut, telah dijelaskan bahwa pertama kali orang yang berhak menerima zakat adalah golongan fakir. Hal ini jelas menunjukkan dimensi sosial yang ada dalam zakat. Mengingat pentingnya zakat dalam sistem perekonomian Islam (disamping riba) maka tidak heran kalau perintah zakat dalam al-Quran sebanyak 30 kali kata zakat dalam bentuk ma‟rifat (khusus) dan sebanyak 27 kali disandingkan dengan shalat. Selain itu, contoh kejadian yang tercatat dalam sejarah Islam telah membuktikan bahwa orang yang tidak membayar zakat harus diperangi. Dalam beberapa riwayat sahabat disebutkan, seorang Abu Bakar Sidiq yang lembut dan penuh kasih sayang, ketika menjadi khalifah yang pertama kali beliau lakukakan adalah memerangi orang yang ingkar terhadap zakat. “Beliau berpendapat, kalau suatu kaum sudah berani melalaikan kewajiban membayar zakat yang merupakan salah satu fundamen Islam, mereka akan berani melalaikan kewajiban lainnya. Marcel A. Boisard mengungkapkan bahwa, zakat merupakan penegasan kembali kenyataan bahwa semua harta benda yang dimiliki hak guna saja, karena itu zakat tak lebih dari mengembalikan sebagian harta itu kepada pemiliknya yang asli (Allah), demi menghindarkan diri dari penderitaan yang akan ditimbulkan kelak di akhirat.9
8
(Fossei kita) “Zakat dan Masyarakat Indonesia”, artikel diakses pada 13 Februari 2008 dari http://www.mail archive.com/
[email protected]/msg01325.html-16k-Tembolok. 9 HM. Rasidi, Humanisme Dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), cet I, h. 65.
Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 Hijriah, sementara shadaqah fitrah pada tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadist memamdang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 hijrah ketikan maulana Abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah hijrar dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun ke-9 hijrah ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah negara berekspensi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi syistem pengumpulan zakat, barang-barang yang dikenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat presentase zakat untuk barang yang berbeda-beda.10 Sama halnya dengan shalat, zakat penyebutannya dalam banyak ayat al-Quran selalu dirangkaikan dengan shalat, pada dasarnya dan dalam kenyataannya juga merupakan ibadah yang disyariatkan Allah kepada para nabi/rasul Nya yang lain jauh sebelum nabi Muhammad saw dengan kalimat lain, sama dengan rukun-rukun islam yang lain khususnya shalat, zakat telah memiliki lika-liku sejarah yang sangat panjang. Memang tidaklah mudah untuk menelusuri sejarah panjang pensyariatan zakat ini, tetapi yang sudah pasti, sejumlah ayat al-Quran dengan jelas mengisyaratkan kepada kkita bahwa kewajiban zakat juga telah disyariatkan kepada nabi-nabi/rasul-rasul Allah terdahulu sebelum nabi Muhammad saw. Ayat-ayat al-Quran dibawah
10
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta : Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2007), h. 233.
ini secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, mengisyaratkan sejarah panjang pensyariatan zakat.
Artinya: “ dan ingatlah ketika kami mengambil janji dari bani israil (Yaitu) : “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin; serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia ( orang lain). Tegakkanlah shalat, dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil (saja) dari pada kamu, dan kamu selalu berpaling”. (Al-Baqarah : 2 / 83).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,” (AtTaubah : 9/34).11 Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah swt yang terdapat dalam QS At-Taubah ayat 60 yang menjelaskan pentingnya zakat untuk diambil,
11
maka
pelaksanaannya
bukanlah
sekedar
amal
karitatif
Muhammad Amin Suma, 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi Tangguh, (Jakarta : Kholam Publishing 2007), cet ke 1, hal 106-107.
(kedermawanan), tetapi tetapi merupakan kewajiban yang bersifat otoriatif (ijbari), zakat tidaklah seperti shalat, pusa dan ibadah haji yang pelaksanaanya diserahkan kepada individu masing-masing, tapi juga disertai keterlibatan aktif para petugas yang amanah, jujur, terbuka dan profesional yang disebut amil. Asas pelaksanaan zakat tidak mengabaikan sifat dan kedudukan zakat itu sendirisebagai ibadah yang harus dilaksanakan atas dasar keikhlasandan ketakwaan seseorang terhadap Allah SWT. Seruan untuk berzakat sebenarnya sudah ada jauh sebelum Nabi Muhammad saw, dengan diturunkannya ayat yang secara eksplisit dan jelas mengisyaratkan kepastian adanya syariat zakat tertuang dalam firman Allah SWT.
Artinya: “ Dan tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk”. (al-Baqarah : 2 / 43). Namun banyak terjadi pengingkaran pensyariatan zakat terhadap umatumat sebelum Nabi Muhammad hingga pada zaman Nabi Muhammad dan sesudahnya. Kemudian mendorong khalifah Abu Bakar pengganti Nabi Muhammad mengambil keputusan untuk memerangi para prmbangkang zakat. Kebijakan Nabi Muhammad dan khalifah Abu Bakar tentang pengelolaan dana
zakat
kemudian
dikembangkan
oleh
para
khalifah
yang
menggantikannya yakni Umar Bin Khattab, Ustman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Bahkan di zaman Umar Bin Khattab, Ustman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Bahkan di zaman Umar Bin Khatab dan khususnya utsman,
administrasi pengelolaan zakat mencapai puncak kemajuan dan kejayaan seiring dengan kemajuan tata administrasi Islam diberbagai bidang.12 Di zaman pemerintahan khulafaur Rasyidin yaitu dimasa Abu Bakar memegang laju pemerintahan Negara islam, beliau bertindak tegas terhadap golongan orang-orang
yang enggan membayar zakat.
Beliau
telah
memerintahkan bala tentaranya untuk memerangi orang-orang yang eggan membayar zakat diseluruh semenanjung tanah arab dan merampas harta benda mereka. Langkah abu bakar telah berjaya menarik orang yang berkemampuan untuk membayar zakat yang merupakan salah satu rukun islam yang lima. Seterusnya langkah tersebut membawa kejayaan untuk mengukuhkan kedudukan ekonomi orang-orang Islam dimana sumber zakat adalah salah satu faktor yang pentingdi dalam fungsi untuk membangun masyarakat Islam. Berbagai hadis shahih dari rasulullah saw menunjukan bahwa zakat diambil dari orang-orang kaya di suatu negeri dan diberikan kepada orangorang fakir dari penduduk negeri itu. Jika ditemukan orang yang berhak mendapatkan zakat di tempat itu, maka melihat kepada negeri yang lebih dekat. Abu Ubaid berkata bahwa dalam masalah itu adalah hadis Rasulullah saw dalam wasiatnya kepada Muadz ketika beliau mengutusnya ke Yaman untuk mengajak mereka masuk ke dalam Islam dan mengerjakan shalat. Rasul berkata, “jika mereka mengingkarkan keislamannya, maka katakan kepada mereka bahwa Allah swt mewajibkan kepada kalian untuk menzatka harta12
h. 69
Hafiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern,(Jakarta : Gema Insani Press, 2002),
harta kalian yang diambil dari orang-orang kaya diantara kalian kepada orangorang kafir”. Ini tidaklah bertentangan, para petugas pengumpul zakat membawa kepada Rasulullah saw sebagian zakat yang mereka ambil karena bagian penerima zakat adalah delapan kelompok. Pengambilan zakat kepada orang-orang kafir hanya merupakan bagian zakat mereka saja bukan selainnya, karena terkadang penduduk suatu begeri adalah orang-orang kaya, yang tidak ditemukan di dalamnya orang-orang kafir yang berhak mendapatkan zakat.13
D. Beberapa ketentuan Umum tentang Zakat Dalam Hukum Islam 1. Syarat Wajib Zakat a. Ada beberapa syarat yang harus di penuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syaratsyarat itu adalah : b. Pemilikan yang pasti, Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya. c. Berkembang. Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullah maupun bertambah karena ikhtiar ataupun usaha manusia.
13
Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keuangan dan Sistem Administrasi, Diterjemahkan dari kitab al-Siyasah al-Maliyah li al-Rasul, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2007), h. 253.
d. Melebihi kebutuhan pokok, Artinya harta yang dipunyai seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia. e. Bersih dari hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia. f. Mencapai nisab. Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya. g. Mencapai haul. Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.14
2. Dasar Hukum Zakat Zakat dalam Al-Quran disebut sebanyak 82 kali, ini menunjukkan hukum dasar zakat yang sangat kuat, antara lain :
Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya disisi Allah. Sesungguhnya Allah maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”. (Al-Baqarah : 2/110)
14
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf (Jakarta : UI Press, 1998), cet I, h. 41.
Artinya:”Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (AtTaubah : 9/11).15
Agama islam telah menjelaskan dengan tegas, bahwa zakat merupakan salah satu rukun dan fardhu yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang hartanya sudah memenuhi kriteria dan syarat tertentu. Otoritas fikih Islam yang tertinggi, Alquran dan hadist menyatakan hal tersebut dalam banyak kesempatan. Jumhur ulamapun sepakat, bahwa zakat merupakan suatu kewajiban dalam agama yang tak boleh di ingkari (Ma‟lim min al-Din bi al-Darurah) Artinya, siapa yang mengingkari kewajiban berzakat, maka ia dihukum telah kufur terhadap ajaran Islam.16 Semua ulama sepakat telah menetapkan zakat sebagai salah satu dari kelima arkan al-Islam. Adapun tentang dasar hukumnya, banyak dijumpai banyak dijumpai ayat al-Qur‟an dan matan hadist yang memerintahkan kewajiban zakat. Menurut catatan sejarah, pensyariatan atau tepatnya pewajiban zakat kepada Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin baru di syariatkan pada tahun ke-2 atau ke-3 Hijrah. Adapun dasar hukum zakat didalam hadist-hadist rasul Allah saw diantaranya : 15 16
Lili Bariadi, Zakat dan Wirausaha, h. 7-8 Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, (PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 58.
a. Dari Abbas r.a, sesungguhnya Nabi saw pernah mengutus Mu‟az bin jabal ke yaman, kemudian dia membacakan hadist itu secara lengkap, dan di dalamnya dinyatakan bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada mereka sedekah terhadap harta kekayaan mereka, yang dipungut dari orang-orang kaya untuk kemudian didistribusikan kepada orang-orang fakir yang ada ditengah-tengah mereka”. b. Dari ibn Umar r.a, dia berkata, rasul saw mewajibka mengeluarkan zakat fitrah, (dengan ketentuan) satu takaran (sha‟) kurma atau satu takaran gandum, 9bagi setiap orang) budak maupun merdeka, lakilaki maupun perempuan, dan kecil (anak-anak) maupun orang dewasa dari semua kaum muslimin; dan rasul memerintahkan agar zakat fitrah itu dibayarkan sebelum orang-orang keluar rumah untuk melakukan shalat(Id). 17 c. Dari ibn Abbas r.a, dia berkata, rasul Allah swt mewajibkan zakat fitrah sebagai sarana penyucian bagi orang yang puasa dari kemungkinan pemainan dan perbuatan keji, dan memberikan makan kepada orang-orang miskin. Siapa yang membayarkan zakat fitrahnya sebelum shalat id, maka zakat fitrahnya diterima; dan siapa yang membayarkannya usai shalat Id, maka pembayaran itu dikategorikan kedalam sedekah biasa sebagaimana sedekah lain pada umumnya.
17
Ibid. h. 10
3. Jenis-Jenis Zakat Secara umum zakat terbagi menjadi dua : pertama, zakat yang berhubungan dengan badan atau disebut dengan zakat fitrah, Kedua, zakat yang berhubungan dengan harta atau zakat maal.18 a. Zakat Fitrah Zakat fitrah adalah zakat yang wajib di bayarkan oleh setip orang islam, bai laki-laki maupun permpuan, yang di bayarkan sebelum pelaksanaan shalat Id. 20 Dalam undang-undang no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat pada pasal 13 disebutkan bahwa : “Zakat Fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan, oleh stiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari-hari pada hari raya Idul Fitri”.19 Zakat ini disebut al-fithr sehubungan dengan mengeluarkannya yaitu waktu berbuka, setelah selesai puasa Ramadhan, dan disebut zakat fitrah, karena dikaitkan dengan diri seseorang, bukan dengan hartanya.20 b. Zakat maal (Harta) Zakat maal adalah kadar kekayaan yang wajib dikeluarkan oleh seseorang dari hartanya untuk diserahkan kepada orang-orang yang
18
Lili Bariadi, h. 9 M. Hamdan Rasyid, Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, (Jakarta : PT. Al Mawardi Prima, 2003), h. 96. 20 Lahmuddin Nasution, Fiqh (Jakarta : Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, t.th), h. 168. 19
berhak menerimanya. Karena menyimpan (memiliki) harta (uang, emas,dsb), yang cukup dengan syarat-syaratnya.21 Menurut Muhammad Daud Ali, zakat maal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (Juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu.22 Menurut Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat dalam penjelasan pasal 11, zakat maal adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim, atau badan yang dimiliki orang-orang muslim sesuai dengan kekuatan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya”.23 Zakat maal wajib dikeluarkan oleh orang-orang yang memiliki harta atau kekayaan yang telah memenuhi syarat, seperti telah mencapai nisab, kepemilikannya sempurna, cukup haul (berlalu satu waktu).24 Zakat harta (maal) terdiri dari 5 macam, yaitu : 1) Zakat Emas dan Perak Nishab kewajiban mengeluarkan zakat emas adalah 20 dinar atau 85 gram emas murni (1 dinar sama dengan 4,25 gram emas murni), dan zakat perak adalah 200 dirham atau setara dengan 672 gram
21
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Lili Bariadi, h. 10. 23 Usman, Hukum Islam, h. 172. 24 Gustian Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 10. 22
perak. Apabila seseorang telah memiliki emas seberat 85 gram atau memiliki perak seberat 672 gram, maka telah wajib mengeuarkan zakat sebesar 2,5%.25 Allah Berfirman :
Artinya : “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (At-Taubah : 9/35). 2) Hasil Pertanian Nishab hasil pertanian adalah 5 washq atau setara dengan 750 kg. Namun, kadar yang harus dikeluarkan dalam menunaikan zakatnya terbagi kepada dua bagian, yaitu pertama apabila pertanian itu diari dengan
air
hujan
atau
sungai,
maka
zakat
yang harus
dikeluarkannya sebesar 10%, kedua apabila pertanian itu diari dengan cara disiram, maka zakat yang harus dikeluarkannya sebesar 5%. 3) Harta Perniagaan dan Perusahaan Harta dari hasil perniagaan melalui perdagangan, Industri, jasa, dan sejenisnya bila telah sampai pada Nishab wajib pula untuk dizakati. Nishab dari harta hasil perniagaan ini diqiyaskan pada nishab emas,
25
A. Djazuli, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Ed. I, cet 1, h. 44.
yakni 85 gram sebesar 2,5%. Apabila sebuah perniagaan pada akhir tahun atau tutup buku telah memiliki harta kekayaan (modal dan keuntungan) senilai 85gram, maka perniagaan itu telah wajib untuk mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari seluruh harta perniagaan. 30 4) Hasil Peternakan Yang wajib di keluarkan zakatnya adalah ternak yang telah dipelihara setahun di tempat pengembalaan dan tidak di pekerjakan sebagai tenaga pengangkutan dan sebagainya, dan sampai nisabnya. Ternak yang di zakati di indonesia adalah kambing atau biri-biri, sapi dan kerbau. Nishab a) Kambing atau biri-biri adalah 40 ekor. 40 sampai 120, zakatnya 1 ekor kambinh, 121 sampai dengan 200, zakatnya 2 ekor, 201 sampai 300, zakatnya 3 ekor. Selanjutnya setiap pertmbahan 100 ekor, zakatnya tambah 1 ekor kambing. Nishab B) sapi adalah 30 ekor. 30 sampai 49, zakatnya 1 ekor sapi barumur dua tahun lebih, 40 sampai 59, zakatnya 1 ekor sapi berumur dua tahun lebih, 60 sampai 69, zakatnya 2 ekor sapi berumur satu tahun lebih, 70 sampai 79, zakatnya 2 ekor sapi, 1 ekor berumur setahun dan 1 ekor lagi barumur dua tahun lebih. Selanjutnya setiap tambahan 30 ekor zakatnya 1 ekor sapi berumur setahun lebih dan seterusnya. Nishab C) kerbau, sama dengan sapi, demekian juga kabar zakatnya.26
26
Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 45-46.
5) Hasil Tambang dan Barang temuan Dalam kitab-kitab (fikih) islam barang tambang yang wajib dizakati hanyalah emas dan perak saja. Demikian juga dengan barang temuan yang wajib di zakati terbatas pada emas dan perak saja. Kewajiban untuk menunaikan zakat barang-barang tambang adalah setiap kali barang itu selesai di nersihkan (diolah). Nishab a) barang tambang adalah sama denga nishab emas (96 gram) dan perak (672 gram), kadarnya pun sama, yaitu dua setengah persen. Kewajiban untuk menunaikan zakat barang temuan adalah setiap kali orang menemukan barang tersebut. Nishab b) barang temuan sama dengan nishab emas dan perak, demikian juga kadarnya. 32
4. Orang-orang Yang Berhak Menerima Zakat Orang-orang yang berhak menerima zakat terbagi atas delapan golongan Sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam al-Quran surah AtTaubah / 9 : 60, dengan firmannya :
Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang kafir, orang-orang miskin, para pengurus zakat, orang kafir yangtertarik pada islam,hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, orang-orang yang berjuang fii sabilillah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang di wajibkan Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.” (At-Taubah : 9/60)
a. Golongan pertama dan kedua (fakir dan miskin) Seperti yang telah di sebutkan, sasaran (masarif)zakat sudah di tentukan dalam surah Taubah, yaitu delapan golongan. Yang pertama dan yang kedua, fakir dan miskin. Mereka itulah yangpertama diberi saham harta zakat oleh Allah. Ini menunjukkan, bahwa sasaran pertama
zakat
ialah
hendak
menghapuskan
kemiskinan
dan
kemelaratan dalam masyarakat islam. Abu yusuf, pengikut atau abu Hanifah, dan Ibn Qosim pengikut malik berpendapat, bahwa kedua golongan itu (fakir dan miskin) sama saja.27 Tetapi pendapat jumhur, justru berbeda. Sebenarnya keduanya adalah dua golongan tapi satu macam. Yang di maksud adalah mereka yamg dalam kekurangan dan dalam kebutuhan. Tetapi para ahli tafsir dan ahli fikih berbeda pendapat pula dalam menentukan secara definitiv arti kedua kata tersebut secara tersendiri, juga dalam menentukan apa makna kata itu. Pemuka ahli tafsir, Tabari menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan tafsir, yaitu orang yang dalam kebutuhan, tapi dalam menjaga diri tidak minta-minta. Sedang yang dimaksud dengan miskin, yaitu orang yang dalam kebutuhan, tapi suka merengek-rengek dan mintaminta.
27
Qardawi, Hukum Zakat, h. 510
Pengertian fakir menurut mazhab Hanafi ialah orang yang tidak memiliki apa-apa dibawah nilai nishab menurut hukum zakat yang sah, atau nilai sesuatu yang dimiliki mencapai nishab atau lebih, yang terdiri dari perabot rumah tangga, barang-barang, pakaian, bukubuku sebagai keperluan pokok sehari-hari.28 sedang pengertian miskin menurut ( mazhab Hanafi) ialah mereka yang tidak memiliki apa-apa inilah pendapat yang masyhur. Para ulama Hanafi masih berbeda pendapat mengenai penentuan nishab yang dimaksud, yakni apakah nishab uang tunai sebanyak dua ratus dirham atau nishab yang sudah dikenal dari harta apapun juga. Jadi golongan mustahik zakat dalam arti fakir
atau
miskin menurut mereka ialah; a) yang tidak punya, b) yang mempunyai rumah, c) yang memiliki mata uang kurang dari nishab, d) yang memiliki kurang dari nishab selain mata uang, seperti empat ekor unta atau tiga puluh sembilan ekor kambing yang nilainya tak sampai dua ratus dirham. Ada lagi bentuk lain yang masih diperselisihkan, yakni : barngsapa memiliki nishab selain mata uang seperti lima ekor unta atau empat puluh ekor kambing dan niainya tidak mencapai nishab dalam keadaan tuai.29 ada juga yang mengatakan, boleh menerima zakat, tapi juga diharapkan mengeluarkan zakat. Yang lain berkata, ia
28 29
Ibid., h. 511-512 Qardawi, Ibid., h. 513
termasuk kaya dan harus mengeluarkan zakat, tak boleh menerima zakat. Menurut tiga imam, fakir dan miskin itu adalah mereka yang kebutuhannya tak tercukupi. Yang di sebut fakir, ialah mereka yang tidak mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya : sandang, pangan, tempat tinggal dan segala keperluan pokok lainnya, baik untuk diri sendiri ataupun bagi mereka yang menjadi tanggungannya. Misalnya orang memerlukan sepuluh dirham perhari, tapi yang ada hanya empat, tiga atau dua dirham.
b. Golongan Ketiga ( Amil Zakat) Amil adalah lembaga atau badan hukum yang mengurusi zakat. Tentu saja badan ini mempergunakan pribadi untuk melaksanakan tugasnya.30 para amil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan semua berhubungan dengan pengaturan soal zakat. Yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang di wajibkan padanya, juga besar harta yang wajib di zakat, kemudian mengetahui para mustahik zakat. Berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka, serta besar biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal lain yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurnaoleh para ahli dan petugas serta para pembantunya. 30
Pemerintah DKI Jakarta, Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, (Jakarta : Bazis DKI Jakarta, 1987), cet ke-4, h. 74
Menurut
Afzallurahman
mendefinisikan
amil
sebagai
pengumpul (collector) yang meliputi semua pegawai baik pengumpul, distributor,akuntan, pengawas, yang mengurusi administrasi dan pengelolaan zakat.31 tentunya para petugas ni di pilih dari mereka yang dikenal jujur dan amanah, memiliki kemampuan pengelolaan serta melaksanakan tugas dengan trasnparani dan tanggung jawab yang tinggi. Seorang amil zakat hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Hendaknya dia seorang muslim, karena zakat itu urusan kaum muslimin, maka islam menjadi syarat bagi segala urusan mereka.dari uraian tersebut dapt dikecualikan tugas yang tidak berkaitan dengan soal pemungutan dan pembagian zakat misalnya penjaga gudang dan sopir. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh ahmad dibolehkan dalam urusan zakat menggunakan amil bukan muslim berdsar atas pengertian umum dari kata “Al „amilina alaiha”, sehingga termasuk didalam pengertian kafir dan muslim. Juga harta yang diberikan kepada amil itu adalah upah kerjanya. Oleh karna itu tidak ada halangan baginya untuk mengambil upah tersebut seperti upah-upah lainnya dan dianggap sebagai toleransi yang baik. Akan tetapi yang lebih utama hendaklah segala kewajiban islam hanya ditangani oleh orang islam lagi. Ibnu 31
Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid III (Economic Doctrines of Islam), Terjemahan, Soeroyo dan Nastangin (Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996), Jilid III h. 301.
Qudamah berkata : “setiap pekerjaan yang memerlukan syarat amanah (kejujuran) hendaknya disyaratkan islam bagi pelakunya seperti menjadi saksi. Karena itu urusan kaum muslimin, maka pengurusannya tidak dapat diberikan kepada orang kafir, seperti halnya urusan-urusan lain. Orang yang bukan ahli zakat tidak boleh diserahi urusan zakat, seperti halnya kafir musuh. Karena orang kafir itu tidak akan dapat dipercaya.32 “bertalian dengan hal itu, Umar berkata : “jangan lah engkau serahkan amanah itu kepada mereka, karena mereka telah berbuat khianat kepada Allah.” Umar telah menolak seorang nasrani yang dipekerjakan oleh Abu Musa sebagai penulis zakat. Karena zakat itu adalah rukun islam yang utama. 2) Hendaklah petugas zakat itu seorang mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal fikirannya. 3) Petugas zakat itu hendaklah orang jujur, karena ia diamanati harta kaum muslimin. Janganlah petugas zakat itu orang yang fasik lagi tak dapat dipercaya, misalnya ia akan berbuat zalim kepada para pemilik harta atau ia akan berbuat sewenang-wenang terhadap hak fakir miskin, karena mengikuti keinginan hawa nafsunya atau untuk mencari keuntungan. 4) Memahami hukum-hukum zakat. Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu paham terhadap hukum zakat, apabila ia diserahi 32
Qardawi, Hukum Zakat, h. 551.
urusan umum. Sebab bila ia tidak mengetahui hukum tak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya, dan akan lebih banyak berbuat kesalahan. Masalah zakat membuatkan pengetahuan tentang harta yang wajib dizakat dan yang tidak wajib dizakat. Juga urusan zakat memerlukan ijtihad terhadap masalah yang timbul untuk diketahui hukumnya. Apabila pekerjaan itu menyangkut bagian tertentu mengenai urusan pelaksanaan, maka tidak disyaratkan memiliki pengetahuan tentang zakat kecuali sekedar yang menyangkut tugasnya. 5) Kemampuan untuk melaksanakan tugas. Petugas zakat hendaklah memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya, dan sanggup memikul tugas itu. Kejujuran saja belum mencukupi bila tidak disertai dengan kekuatan dan kemampuan untuk bekerja. 6) Amil zakat disyratkan laki-laki. Sebagian ulama mensyaratkan amil zakat itu harus laki-laki. Mereka tidak membolehkan wanita dipekerjakan sebagai amil zakat, karena pekerjaan itu menyangkut urusan sedekah.
c. Golongan Keempat (Muallaf) Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah, mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap islam, atau terhalangnya niat jahat mereka
terhadap kaum muslimin atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.33 Golongan ini dikatakan juga sebagai golongan yang dipandang negara bahwa jika mereka diberi zakat maka keyakinan mereka akan islam akan semakin bertambah.34 Sebagai besar dari dana zakat telah digunakan untuk disumbangkan kepada kelompok ini pada zaman Rasulullah Saw tetapi jumlah tersebut telah dikurangi pada zaman khalifah Abu Bakar. Namun demikian, khalifa kedua yaitu Umar dan penerusnya telah menghentikan pembelanjaan (anggaran) ini ketika islam telah semakin kuat dan sejak saat itu anggaran untuk kelompok ini telah dimasukkan ke dalam dana zakat. Tetapi jika diperlukan suatu bantuan untuk orang-orang yang baru memeluk islam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hingga mereka mampu mandiri, atau untuk menarik mereka agar mereka cenderung kepada agama islam, atau terus mengganggu keamanan negara, pengunaan dana zaka tersebut dapat dihidupkan kembali.35 Dengan menempatkan golongan ini sebagai sasaran zakat, maka jelas bagi kita, sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa zakat dalam pandangan islam bukan sekedar ibadah yang dilakukan 33
Qardawi, Ibid., h. 563 Taqiyuddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (An Nidhamul Iqtishad Fil Islam), Terjemah M. Maghfur Wachid, (Surabaya : Risalah Gusti, t.th, 1999), cet ke-4 h. 257. 35 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam,(Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996), Jilid III h. 302. 34
secara pribadi, tetapi juga tugas penguasa atau mereka yang berwenang mengurus zakat, terutama permasalahan sasaran zakat untuk golongan muallaf ini, yang menurut kebiasaan tidak mungkin dapat dilakukan secara perseorangan.
d. Golongan Kelima (Riqab) Mereka yang masih dalam perbudakan, dinamai riqab, disebutkan dalam Muntaqal Akhbar ; golongan ini meliputi golongan muqatab yaitu, budak yang telah dijanjikan oleh tuannya akan dilepaskan jika ia dapat membayar sejumlah tertentu dan termasuk pula budak yang belum dijanjikan ntuk dimerdekakan.menurut tiga imam yaitu, Hanafi, hambali, dan Syafi‟i rikob adalah hamba yang dijanjikan tuhannya bahwa ia boleh menebus dirinya. 36 fungsi dana zakat baginya adalah untuk memerdekakan dirinya. Ini merupakan salah satu
cara
yang dilakukan oleh
islam
dalam
rangka
menghapuskan kebudakan. Untuk rikab di tambahkan pengertian lain yakani dana untuk membebaskan petani, pedagang dan nelayan kecil dari hisapan lintah darat, pengijun, dan renternir.37 Meskipun penggunaan dana zakat untuk keperluan ini telah lama d hapus, dana ini boleh di adakan kembali (asalkan tujuannya tidak bertentangan dengan al-Quran dan hadis) dengan membantu 36 37
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru, 1990), hal 185-197. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 68
pengrajin dan pengusaha kecil untuk membangun industri kecil meeka sendiri dari pada membiarkan mereka terus bekerja sebagai buruh. Ini bukan saja membantu mereka menjadi pemilik industri mereka sendirian, tetapi juga memberi tanbahan yang besar terhadap kekayaan negara.38
e. Golongan Keenam (Gharimin) Ghorimin adalah mereka yang punya hutang, tak dapat lagi membayar hutang, karena sudah jatuh fakir. Termasuk kedalamnya, mereka yang berhutang untuk kemaslahatannya, merka yang berhutang kemaslahatan hukum, dan kemaslahatan bersama, seperti mendamaikan per sengketaan, menjamu tamu, memakmurkan masjid, membuat jembatan dan lain-lain. Hanya mereka yang berhutang kemaslahatan diri, baru boleh meminta hak in, bila mereka telah fakir, telah jatuh miskin tak sanggup lagi membayarnya. Adapun merka yang berhutang karna kemaslahatan umum, maka ia boleh minta dari bagian ini buat membayar hutangnya, guna mendamaikan orang yang berselisih dan ahli fikih mensyaratkan hutang yang diperbuat itu, jangan dengan jalan maksiat melainkan apabila telah diketahui, bahwa ia telah bertaubat dari maksiatnya.39
38 39
Afzalurahman, Doktrin Ekonomi Islam, h. 303. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, h. 185
f. Golongan Ketujuh (fii sabilillah) Makna sabilillah (jalan allah) adalah jalan yang mengantarkan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu atau amal. Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fii sabilillah disini adalah berperang. Bagian zakat untuk fiisabilillah diberikan kepada para relawan yang berperang dan tidak mendapatkan gaji tetap dari pemerintah.40 Fiisabilillah meliputi banyak perbuatan, meliputi berbagai bidang perjuangan dan amal ibadah, baik segi agama pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, kesenian,termasuk mendirikan rumah sakit, penerbitan mushhaf dan sebagainya.41 Salah satu perkara paling penting dalam kategori fii sabilillah pada zaman kita adalah menyiapkan dan mengirim para da‟i ke negeri-negeri kafir, melalui lembaga-lembaga yang terorganisir untuk menyiapkan dana yang cukup bagi merka. Demikian pula membiayai sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan selainnya, sehingga tercapailah kemaslahatan umum. Rasullah saw juga menjadikan haji dan umrah sebagai fisabilillah. Keduanya disamakan dengan orang yang berjuang dijalan Allah swt berdasarkan hadist Mi‟qal al-Asadiyah, “bahwa suaminya ingin menyedekahkan unta mudanya dijalankan Allah swt, sedangkan
40
Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan Zakat Menurut al-Qur’an dan As-Sunnah, (Bogor, Pustaka Ibnu Katsir, 2005), h. 158. 41 Lili Bariadi, h. 15.
ia ingin menunaikan umrah. Ia meminta kepada suaminya unta tersebut dan suaminya menolak. Kemudian, perempuan tersebut datang menemui Nabi dan menceritakan hal itu. Nabi memerintahkan suaminya untuk memberikan unta tersebut kepada isteri nya, “Dan Nabi berkata, “Haji dan Umrah termasuk fii ssabiilillah”. Sebagian berpendapat bahwa fii sabiilillah mencakup segala kemaslahatan umat Islam dan semua aspek kebaikan seperti mengkafani jenazah, membangun benteng, membangun masjid.42
g. Golongan kedelapan (Ibnu Sabil/Musafir) Ibnu sabil ialah, segala mereka yang kehabisan belanja dalam perjalanan dan tak dapat mendatangkan belanjanya dari kampungnya, walaupun ia orang yang berharta dikampungnya. Begitu juga dinamakan ibnu sabil adalah orang yang jauh dari keluarganya atau berda dirantau orang, yang telah kehabisan belanja atau kehabisan perbekalan.43 Para ulama sepakat bahwa musafir yang jauh dari negerinya boleh menerima zakat dengan nilai cukup untuk membeantunya sampai ke tujuan jika harta yang dibawanya tidak cukup, mengingat sifat kefakiran yang menimpanya.
42 43
558.
Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, h. 249-250. Ibnu Mas‟ud, Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi’i (Bandung : Pustaka Setia, 2005), h.
Mereka mensyaratkan perjalanan itu untuk ketaatan atau bukan dalam rangka maksiat. Lalu mereka berpendapat jika perjalanan itu untuk perkara yang mubah. Pendapat yang terpilih dikalangan syafi‟iyyah adalah ia boleh menerima zakat, meskipun perjalanan tersebut untuk sekedar reaksi.44 Pada masa sekarang cakupan Ibnu sabil bukan hanya orang yang penting dalam perjalanan saja, tetapi juga mencakup pengertian seperti untuk pelajar yang diberikan beasiswa guna kelancaran pendidikannya zakat memberikan zakat untuk beasiswa sangatlah positif karena dengan pendidikan tersebut umat Islam dapat mengeksploitasikan kemampuannya dan kekuatan dirinya.45
44
Syaikh as-Sayyid Sabiq, Ibid., h. 159. Sofwan Idris, Gerakan Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Jakarta : PT. Cita Putra Bangsa, 1992), cet ke-1 h. 168. 45
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITULMAAL BANK RAKYAT INDONESIA
A. Profil Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia1 1. Sejarah Singkat Berdirinya YBM BRI Pada tahun 1990-an semangat ke-Islaman masyarakat muslim Indonesia semakin beranjak naik, demikian pula semangat untuk melaksanakan ajarannya. Contohnya, kewajiban membayar zakat yang sekian lama rukun Islam nomer empat ini termajinalkan, sehingga aspek sosial yang terkandung didalamnya tak mempunyai arti sedikitpun, kini masyarakat sudah mulai sadar mengeluarkan zakat bahkan sebagian besar mengerti bahwa didalam zakat terdapat potensi besar yang bisa dikembangkan, khhusus bagi delapan ashnaf (golongan) yang berhak menerima zakat. Kondisi ini ditandai dengan bermunculannya lembagalembaga pengelola ZIS diberbagai perusahaan swasta maupun BUMN. Semangat ke-Islaman dan kesadaran akan besarnya potensi zakat, infaq dan Shadaqah tersebut juga terjadi dikomunitas lingkungan BRI. Pada tahun 1992 dengan diprakarsai oleh bapak Winarto Soemarto yang waktu itu menjabat sebagai salah satu direksi telah maelakukan langkahlangkah dasar dengan memasukan zakat sebagai salah satu bagian dari program kerja BAPEKIS. Waktu itu dinamai seksi sosial dan Zakat.
1
Selanjutnya disingkat YBM BRI
Namun perkembangan selanjutnya sampai menjelang masuk tahun 2000 belum optimal, hal ini disebabkan salah satunya adalah belum dikelola secara khusus dan dengan pekerja yang khusus pula. Selanjutnya pada tahun 2001, tahun dimana bangsa qt dilanda Selanjutnya pada tahun 2001, tahun dimana bangsa kita di landa krisis ekonomi yang berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin di Indonesia, dan dengan melihat besarnya potensi ZIS di lingkungan BRI yang belum optimal. Di samping itu tuntutan profesionalisme dan besarnya permasalahan yang melingkupi pengelolaan ZIS, maka pada tahun tersebut dengan di prakarsai BAPEKIS BRI dan dengan di ilhami oleh semangat keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi dan dorongan Bapak Rudjito sebagai Dirut BRI, bank BRI di pandang perlu membentuk Yayasan tersendiri yang khusus mengelola dana ZIS. Dalam proses awal upaya optimalisasi zakat di lingkungan BRI dan sebelum di sepakati untuk mendirikan Yayasan tersendiri yang khusus mengelola zakat, BAPEKIS berkonsultasi dengan para tokoh zakat yang terdiri dari Bapak Eri Sodewo (CEO Dompet Dhuafa Republika, Bapak KH. Dr. Didin Hafiduddin (ahli Zakat dan Dewan Syariah DD Republika), Bapak Dr. Said Agil Husain Al Munawwar (Guru Besar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta), di samping itu mengadakan kunjungan ke BAMUIS BNI 46.2
2
Dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan UndangUndang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengna Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, social dan kemaslahatan umat Islam.
Hasil dari konsultasi tersebut di rumuskan oleh BAPEKIS dan di konsultasikan ke direksi BRI. Para direksi sangat merespon usulan tersebut dan meminta BAPEKIS segera menyiapkan segala persyaratan pendirian Yayasan.3 Maka pada tanggal 10 Agustus 2001 para Direksi yang terdiri dari Bapak H. Rudjito (Dirut), Bapak H. Akhmad Amien Mastur, Bapak H. Ahmad Askandar, Bapak Hendrawan Tranggana, Bapak Krisna Wijaya, Ibu Hj. Gayatri Rawit
Angreni (Direktur), Pegurus BAPEKIS BRI
KANPUS, Pemimpin Wilayah dan para Pejabat di KANPUS yang bertempat di ruang rapat direksi sepakat mendirikan Yayasan yang dinamai Yayasan Baitul Maal-Bank Rakyat Indonesia Akte Notaris No. 52 tahun 2001 di Notaris Agus Madjid SH. Dengan Bapak H. Purwanto sebagai ketua Yayasan. Pada waktu di sepakati pendirian YBM-BRI dalam hitungan menit pada waktu itu terkumpul dana sebesar Rp 122.000.000,- (seratus dua puluh dua juta rupiah) yang di peruntukan untuk dana abadi Yayasan. Setelah pendirian Yayasan, langkah selanjutnya yang di tempuh BAPEKIS adalah membuat Surat Edaran yang isinya himbauan kepada semua pekerja muslim BRI untuk mengisi Surat Kuasa pemotongan gaji
3
Adapun maksud dan tujuan didirikannya YBM Bank Rakyat Indonesia tersebut antara lain adalah : Menghimpun Dana Zakat, Infak, Shadaqah dari pegawai PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Lembaga-lembaga PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan masyarakat pada umumnya serta pegawai anak perusahaan lingkungan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), dan mengelola dana tersbeut menurut cara-cara yang sah serta menyalurkan kepada yang berha menerimanya sesuai dengan hukum Islam dan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia, Menyalurkan Dana ZIS yang dihimpun oleh Badan Pembia Kerohanian Islam Bank Rakyat Indonesia (BAPEKIS BRI) sesuai dengan hokum Islam yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
untuk Zakat dan Infaq dengan tim konseptor yang terdiri dari Bapak H. Sarwono Sodarto, Bapak H. Purwanto, Bapak H, Prayogo Sedjati mewakili pengurus BAPEKIS dan Bapak Misbahul Munir dan H. Ahmad Mujahid sebagai pelaksana. Dan sebagai bentuk dukungan dan rasa kepedulian yang tinggi Surat Edaran tersebut di tanda tangani oleh para Direksi. Menyikapi Surat Edaran tersebut berbagai komentarpun mengalir dari para pekerja BRI, baik yang sangat mendukung maupun yang sangat keberatan. Bentuk keberatan tersebut ada yang melalui lisan bahkan sampai ada yang menulis Surat Keberatan. Tapi perlu di garis bawahi, bahwa keberatan para pekerja tersebut pada intinya bukan keberatan tentang kewajiban zakat itu sendiri atau keberatan terhadap keberadaan YBM-BRI, akan tetapi lebih kepada mereka sudah menyalurkan langsung kepada mustahik dan adanya kekhawatiran tidak optimalnya penyaluran dana zakat tersebut. “Keberatan tersebut harus di jawab dengan prestasi dan dengan kinerja yang baik. Yang penting niat kita baik, ikhlas dan untuk mengemban amanat saudara-saudara kita yang lemah. insyaAllah, semuanya akan berakhir dengan baik. Segala rintangan dan keberatan harus di anggap sebagai cobaan untuk meningkatkan syiar zakat dan untuk berbuat yang terbaik”. Demikian sikap yang di ambil para pendiri YBMBRI dalam menyikapi keberatan tersebut.
Pengembangan selanjutnya setelah dana terkumpul relatif besar, pengurus BAPEKIS memutuskan untuk merekrut orang yang khusus dan sudah berpengalaman mengelola dana zakat dan kegiatan sosial lainnya dan memberikan otonomi penuh kepada YBM-BRI untuk mengelola dana ZIS tersebut. Dalam jangka satu tahun, tepatnya pada tanggal 6 November 2002 YBM-BRI di kukuhkan oleh Mentri Agama sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional dengan No. SK 445.4 dengan pengukuhan tersebut berarti YBMBRI sudah mendapat legalitas untuk mengelola dana zakat, infaq dan shadaqah. Tidak hanya terbatas dari zakat pekerja BRI tetapi juga dari masyarakat luar di seluruh Indonesia. Dan dengan pengukuhan tersebut YBM-BRI menjadi salah satu dari 14 Lembaga Zakat di seluruh Indonesia yang berskala Nasional. Dengan di dirikannya Yayasan Baitul Maal BRI, di harapkan dapat melengkapi lembaga-lembaga yang telah ada lebih dulu. Seraya berpegang teguh pada prinsip fastabiqul khairat dalam mengangkat martabat mustahik (penerima zakat). Dengan komitmen “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Di samping itu di maksudkan agar supaya para pekerja peduli terhadap kewajibannya
4
sebagai
muslim/muslimat dan juga peduli
kepada
Aspek Legal : 10 Agustus 2001 para direksi, pemimpin wilayah dan para pejabat di KANPUS mendirikan YBM BRI dengan Akte Notaris No. 52 Tahun 2001 di Notaris Agus Madjid SH, Tanggal 6 November 2002 YBM BRI dikukuhkan oleh Menteri Agama sebagia Lembaga Amil Zakat Nasional dengan No. SK 445.
lingkungan sosial masyarakat di sekitar sebagai wujud implementasi slogan BRI “Besar Bersama Rakyat”.
2. Visi Dan Misi YBM BRI Yang menjadi visi YBM BRI adalah Menjadi pengelola ZIS terkemuka di Indonesia yang amanah, professional dan sesuai dengan syariat Islam. Bertekad menumbuh kembangkan jiwa dan kemandirian masyarakat yang bertumpu pada sumber daya lokal melalui system yang berkeadilan. 5 Adapun Misi YBM BRI adalah: 1. Mengoptimalkan pengumpulan dan penyaluran ZIS di lingkungan BRI dan umat Islam pada umumnya. 2. Meningkatkan pemanfaatan ZIS secara tepat guna dan berhasil guna. 3. Menyelenggarakan kegiatan dengan memperhatikan prinsip-prinsip GCG. 4. Membangun diri menjadi lembaga yang berfungsi sebagai lokomotif gerakan pemberdayaan masyarakat. 5. Menumbuh kembangkan jaringan lembaga pemberdayaan masyarakat. 6. Menumbuh kembangkan dan mendaya gunakan aset masyarakat yang berbasis kekuatan sendiri. 7. Mengadvokasi paradigma ekonomi berkeadilan.
5
Dalam Pelaksanaan kegiatannya, Lembaga Amil Zakat YBM BRI dilakukan secara professional dan transparan dengan diaudit laporan keuangannya oleh akuntan publik. Disamping berupaya semaksimal mungkin sesuai dengan syariat Islam dengan Pembina Syariah Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.
3. Keunggulan Berzakat Melalui YBM BRI 1. Menyalurkan zakat dengan efisien, efektif, dan menjangkau daerahdaerah yang terpencil dan minus diseluruh Indonesia. a.
Memfungsikan BRI Cabang dan Unit sebagai mitra salur yang tersebar diseluruh pelosok Nusantara.
b. Melibatkan seluruh pekerja BRI Muslim seluruh indonesia dalam program
“Agen
Sosial”
dalm
bentuk
merekomendasikan,
monitoring dan membina mustahik yang ada dilingkungan tempat tinggal para pekerja. c.
Prioritas daerah- pemanfaatan peran kanwil / Kanins / Kanca / Unit BRI seluruh Indonesia.
2. Pembinaan yang Berkesinambungan dan Terukur a. Merekomendasikan binaan YBM BRI untuk mendapat KTA (Kredit Tanpa Anggunan). b. Pengenalan Binaan pada proses pemodalan dari perbankan (membina Usaha Kecil menjadi bankble). c. Mengikuti binaan usaha YBM BRI untuk mengikuti pelatihan usaha kecil yang diadakan kantor Cabang BRI. 3. Mewujudkan masyarakat seimbang dari segi ekonomi, rohani, duniawi, dan ukhrawi. a. Mustahik yang dapat dibantu YBM BRI adalah yang mendapatkan rekomendasi dari masjid sebagai jama’ah aktif.
b. Dibina Langsung baik yang berkenaan dengan keagamaan maupun manajemen usaha oleh pekerja BRI yang merekomendasikan. c. Dibina dimonitor oleh yang merekomendasikan mustahik tersebut. 4. Transparan dan Kesesuaian dengan Syariah a. Pengawas Internal melalui Dewan Pengawas. Cara Kerja: 1) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan. 2) Mengawasi Pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan. 3) Mengawasi Operasionalkegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup Pengumpulan, Pendistribusian dan pendayagunaan. 4) Melakukan
pemeriksaan
operasional
dan
pemeriksaan
syari’ah. b. Diaudit Akuntan Publik. Cara Kerja: 1) Melakukan pencatatan, pendokumentasikan dan pengarsipan transaksi dana ZIS. 2) Melakukan pemeriksaan Pengelolaan dana ZIS apakah telah sesuai dengan ketentuan syari’ah dan prinsip akuntansi yang berlaku. 3) Penertiban laporan keuangan berkala yang diaudit oleh lembaga.
c. Pengawas Syari’ah Melalui Pembina Syariah. Cara kerja : 1) Memberikan nasehat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari’ah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari’ah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syari’ah. 2) Melakuka pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif terutama dalam pelaksanaan fatwa Dewan Syari’ah Nasional serta memberikan pengarahan / Pengawasan atas produk / jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syar’ah. 3) Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan Syari’ah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran penhembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional.
B. Struktur Organisasi YBM BRI Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat, Lembaga Amil Zakat memiliki struktur organisasi. Berikut struktur Organisasi pada Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia Pusat : 1. Badan Pembina : Ketua
: H. Rudjito
Wakil Ketua
: H. Akhmad Amin Mastur
Anggota-anggota
: Krisna Wijaya H. Ahmad Askandar Hj. Gayatri Rawit Angreni Hendrawan Tranggana
Mempunyai fungsi memberikan pertimbangan fatwa, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam Pengelolaan Lembaga Amil Zakat, Meliputi aspek syariah dan aspek manajerial.6 Adapun Tugas Pokok Pembina : a) Memberikan garis-garis kebijakan umum Lembaga Amil Zakat. b) Mengesahkan rencana kerja Badan Pelaksana dan komisi Pengawas. c) Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikuti Lembaga Amil Zakat. d) Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan komisi Pengawas baik diminta maupun tidak. e) Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil Kerja Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas. f) Menunjuk Akunta publik7
6
Pengurus YBM BRI adalah yang berada di kantor pusat. YMB BRI mengadakna rapat pengurus dan pelaksana setiap 5 tahun sekali untuk membahas kinerja para pengurus, struktur kepengurusan ini cenderung tetpa, pergantian pengurus terjadi apabila ada pengurus yang dimutasi ke daerah. Selain itu rapat 5 tahunan sekali ini juga membahas program-program yang telah dilaksanakan dan menyusun program yang akan dilaksanakan. 7 Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002),
Pembina Syariah
: Prof. Dr. Drs. H. M. Amin Suma, MA. SH
2. Badan Pengawas Ketua
: H. Sarwono Sudarto
Wakil Ketua I
: Ir. Sudaryanto Suadrgo
Wakil Ketua II
: Muhsin Choirul Amien
Anggota-anggota
: Suwardi Saropie Alimudin
Adapun tugas pokok pengawas yayasan : a) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan. b) Mengawasi pelaksanaan kebijaka-kebijakan yang telah ditetapkan dewan pertimbangan. c) Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan badan pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan. d) Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syari’ah. 3. Pembina syariah pada YBM BRI adalah prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Fungsi pembina syariah sebaga perwakilan Dewan syari’ah nasional yang ditempatkan pada lembaga keuangan syari’ah wajib: a) Mengikuti fatwa dewan syariah nasional. b) Merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan Dewan syariah nasional. c) Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada Dewan syariah nasional sekurangkurangnya satu kali dalam setahun.
Adapun tugas pokok pembina syariah : 8 a) memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari’ah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari’ah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syari’ah. b) melakukan pengawasan, baik secara aktif mapun secara pasif terutama dalam pelaksanaan fatwa dewan syari’ah nasional serta memberikan pengarahan / pengawasan atas produk / jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syari’ah. c) sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan Syari’ah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syari’ah yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional.
4. Pengurus yang beranggotakan ; Ketua
: H. Purwanto
Wakil Ketua I
: Wasi Kirana
Wakil Ketua II
: Hidzuldin Elfani
Sekretaris I
: Imam Widodo
Sekretaris II
: Muhammad Zauron
Bendahara I
: Hj. AM. Nova Christiana
Bendahara II
: Randi Anto
8
Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syariah Menyongsong Berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 Perluasan Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2007), h. 428-429
Fungsi dari pengurus adalah sebagai pelaksana pengelola zakat. Adapun tugas pokok pengurus: a) Membuat rencana kerja b) Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai dengan rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. c) Menyusun laporan tahunan d) Menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada pemerintah. e) Bertindak dan bertanggung jawab untuk dan diatas nama Lembaga Amil Zakat kedalam maupun keluar. 5. Badan Pelaksana Harian, yang saat ini tugasnya diemban oleh; Ketua
: Mohd. Nasir Tajang
Bidang Sekretariat/Umum
: Tri Rachmanto
Bidang Keuangan & Akuntansi
: Sofiati
Bidang Pendayagunaan
: Anwar Sadat
Sebagai pimpinan organisasi yang di angkat oleh Badan Pembina, memiliki tugas dan waewenang sebagai berikut: a) Bertanggung jawab atas kelangsungan hidup lembaga. b) Membuat perumusan dan tujuan, rencana dab kebijakan umum serta mengevaluasi seluruh kegiatan lembaga. c) Pengambil keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi jalannya kegiatan lembaga.
6. Bagian Penghimpun. Saat ini posisinya ditempati oleh Anwar sadat. Mempunyai fungsi merencanakan, melaksanakan dan mengawasi kegiatan penghimpunan dana baik pada tingkat internal maupun dalam kerjasama dengan pihak ketiga / kantor layanan. Adapun tugas Bagian Penghimpunan : a. Sosialisai ZIS b. Layanan Konseling ZIS c. Layanan Penerima dana ZIS termasuk donasi kemanusiaan dan program tanggung jawab lembaga yang dikerjasamakan. d. Layanan Muzakki/ donatur. 7. Bagian Keuanagn & Administrasi. Saat ini posisinya ditempati oeleh Yunni Partina. Mempunyai fungsi mengatur dalam pelaksanaan dan penyelesaian tugas-tugas administrasi, keuangan dan kepersonaliaan lemabaga untuk mencapai kelancaran dan pertumbuhan kegiatan yang optimal. a) Pencatatan, pendokumentasian dan pengarsipan transaksi dana ZIS. b) Pengelolaan dana ZIS sesuai ketentuan syari’ah dan prinsip akuntansi yang berlaku. c) Penerbitan laporan keuangan berkala, termasuk yang di audit oleh akuntan publik. 8. Bagian Pendayagunaan. Saat ini psisinya ditempati oleh Ahmad Faqih. Mempunyai Fungsi Merencanakan, melaksanakan dan mengawasi
kegiatan pendayagunaan dana baik pada tingkat internal maupun dalam kerjasama dengan pihak ketiga / kantor layanan. Adapun tugas pokok Bagian Pendayagunaan : a) Pelayanan sosial untuk kebutuhan kritis dan mendesak. b) Pengembangan ekonomi masyarakat. c) Pengembangan sumber daya masyarakat.
Badan Pembina
Pembina Syariah Pengawas Yayasan
Pengurus YBM BRI
Ketua Pelaksana
Bagian Penghimpunan
Bagian Keuangan & Administrasi
Bagian Pendayagunaan
C. Sumber Dan Penggunaan Dana ZIS YBM BRI Sumber dana YBM BRI terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Sumber Dan Penggunaan Dana Zakat, Abadi, dan Bergulir.9 a. Sumber dari Donatur dan bagi hasil Bank Syariah 1) Penerimaan dari zakat perusahaan dan karyawan 2) Penerimaan Dana Abadi 3) Penerimaan dari Bagi Hasil Bank Syariah b. Sumber dari Non Donatur 1) Pengembalian Dana Bergulir 2) Penerimaan Lain-lain c. Penggunaan Dana 1) Penyaluran pada fakir / Miskin. 2) Penyaluran pada fiisabilillah 3) Penyaluran pada Mualaf 4) Penyaluran pada Gharimin 5) Penyaluran pada Ibn Sabil 6) Biaya Amilin 7) Biaya Operasional Amilin 2. Sumber dan Penggunaan Dana Infaq, Shadaqah, dan Amilin a. Sumber dari Donatur dan Bagi Hasil Bank Syariah 1) Penerimaan Dana Infaq dan Shadaqah 2) Penerima Dana Amilin 9
Pada tahun 2004 YBM BRI mendapat penghargaan sebagia pemenang I Zakat Award Kategori Pendayagunaan Zakat, Thaun 2005 pemenang II Zakat Award Kategori Penghimpun Dana Teringgi, Tahun 2005 pemenang II Zakat Award Kategori Pendayagunaan Zakat.
3) Penerimaan dari Bagi Hasil Bank Syariah b. Sumber dari Non Donatur 1) Penerimaan Lain-lain c. Pengunaan Dana 1) Penyaluran pada Fakir / Miskin 2) Penyaluran pada Fisabilillah 3) Biaya Gaji dan Tunjangan Amil 4) Biaya Perlengkapan Kantor 5) Biaya Pelatihann, Seminar, dan Jasa Konsultan 6) Biaya Sosialisasi Zakat 7) Biaya Telekomunikasi 8) Biaya Transportasi dan Akomodasi 9) Biaya Konsumsi dan Rumah Tangga 10) Biaya Penyusutan 3. Sumber dan Penggunaan Dana Non Syari’ah a. Sumber Dana 1) Penerimaan Bunga dari Dana Zakat, Abadi dan Bergulir 2) Penerimaan Bunga Dari Dana Infaq 3) Penerimaan Bunga dari Dana Amilin b. Penggunaan Dana 1) Biaya Bank Dana Zakat, Abadi dan Bergulir 2) Biaya Bank Dana Infaq 3) Biaya Bank Dana Amilin 4) Biaya Lain-lain
BAB IV ANALISA TERHADAP PEMBERDAYAAN ZAKAT YBM BRI
A. Bentuk Program Pendayagunan Melalui Efektifitas Pengelolaan Dana ZIS Untuk mencapai hasil yang maksimal. Efektif dan efisien serta tercapainya sasaran dan tujuan zakat, maka pendayagunaanya lebih baik diarahkan ke arah yang produktif. Pemanfaatan dan pendayagunaan alokasi dana zakat dapat digolongkan ke dalam empat kategori, sebagai berikut : 1. Konsuftif Tradisional Dalam hal ini zakat hanya dapat dimanfaatkan oleh mustahiq secara langsung dan hanya cukup memenuhi kebutuhan sesaat. Bentuk ini lebih sesuai diberikan kepada yang benar-benar tidak mampu berusaha mencari rizki disebabkan, misalnya, sudah tua dan lemah badanya, atau halangan lain yang dapat diterima akal. 2. Konsuftif Kreatif Dalam hal ini mustahiq dapat mengembangka dan memanfaatkan zakat, misalnya untuk pembelian alat-alat sekolah, bea siswa, dan lainlain. Pendistribusian seperti ini lebih relavan dilaksanakan untuk mereka yang kekurangan tetap[I mempunyai potensi untuk mengembangkan diri. 3. Produktif Tradisional Dimana zakat dapat diberikan dalam bentuk barang produktif, seperti bantuan ternak seperti, kambing, sapi. Pemberian pupuk untuk
petani dengan harga murah. Bentuk seperti ini lebih sesuai diberikan kepada mereka yang tergolong mustahiq yang mau, mampu dan kuat berusaha. 4. Produktif Kreatif Dimana zakat diwujudkan dalam bentuk pemodalan, baik untuk membangun proyek sosial atau untuk menambah modal bagi para pedagang kecil. Model pemanfatan dan pendayagunaan dana zakat secara produktifkreatif
merupakan
modelyang
signifikan
dalam
mengalokasikan
pendayagunaan dana zakat. Hal ini dilakukan oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang menyerupai sebuah badan usaha ekonomi atau Baitul Maal yang membantu permodalan dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi masyarakat dan pengembangan usaha-usaha golongan ekonomi lemah, terutama fakir miskin yang umumnya menganggur/tidak bisa berusaha secar optimal karena kekurangan dan kletiadaan modal. Konsep pendayagunaan zakat produktif kreatif inilah yang dianggap paling memungkinkan efektifnya tujuan zakat adalah sebagai berikut alat untuk mencapai tujuan, yaitu mewujudkan keadilan sosial dalam upaya pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu kebijakan pendayagunaan zakat harus relevan dengan efektifitas dan produktifitas zakat itu sendiri. Didalam undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat :
1. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut : a) Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan ashnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah dan ibnu sabil. b) Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan. c) Mendahulukan mustahiq dlam wilayah masing-masing. 2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut : a) Apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan. b) Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan. c) Mendapat persetujuan terulis dari dewan pertrimbangan. Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif ditetapkan sebagai berikut :melakukan studi kelayakan, menetapkan jenis usaha produktif, melakukan bimbingan dan penyuluhan, melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan, mengadakan evaluasi, membuat laporan.
Program kerja YBM BRI. 1. Hadir di Tengah Musibah YBM BRI selalu berusaha berada di lokasi muibah untuk meringankan beban korban yang terkena musibah. Baik tim langsung dari Jakarta maupun melalui Kantor Wilayah, Kantor Cabang, maupun Kantor Unit BRI diseluruh pelosok Nusantara. Selama ini, YBM BRI telah ikut membantu saudara-saudara yang ditimpa musibah mulai dari bencana akibat gelombang tsunami d Aceh, banjir di Riau, banjir banding dan longsor di Bohorok, banjir banding di Jember, longsor di Banjrnegara, hingga gempa di Nabire. Tidak terhitung peristiwa bencana akibat kebakaran di berbagai daerah, juga banjir dan gempa di seluruh pelosok Indonesia. Bantuan yang diberikan pun beragam. Mulai dari bantuan makanan. Peralatyan masak, layanan kesehatan, serta berbagai kebutuhan lainnya di tengah bencana. Kami bersama dengan seluruh jajaran YBM BRI selalu siap memberi bantuan kepada korban bencana. 2. Menjawab Kebutuhan Masyarakat Banyak saudara kita yang menderita karena ketidakmampuan fisiknya. Ada yang tidak bisa melihat karena katarak atau terserang berbagai jenis penyaki ganas se[erti tumor dan berbagai penyakit mengerikan lainya. YBM BRI selalu siap berupaya mambantu mereka berupa bantuan biaya operasi.
Mereka yang sakit atau punya penyakit berat tak lepas dari sasran bantuan YBM BRI. Cukup banyak frekuensi operasi orang sakit yang dibiayai YBM BRI. Mulai dari operasi bibir sumbing, tumor, bahkan berbagai penyakit berat lainya. Pelayanan gizi kepada masyarakat juga menjadi bagian dari kegiatan YBM BRI untuk membantu kesehatan masyarakat, terutama di daerah yang mengalami gizi buruk. Dan tak kalah pentingnya adalah pelayanan kesehatan Cuma-Cuma yang secar periodic dilakukan di daerah-daerah yang membutuhkan. Sebagai wujud kepedulian terhadap kesehatan masyarakat, YBMBAPEKIS-CSR BRI menyelenggarakan road show pwngobatan. Program ini diberi nama Bakti Insani. Menurut Nasir, program ini diselenggarakan mangingat
biaya
pengobatan
sangatlah
mahal,
sehingga
banyak
masyarakat tidak mampu berobat. “Banyak masyarakat tidak mampu yang tidak bisa berobat”, katanya. Dalam program ini YBM BRI bertindak sebagai pelaksana dibantu Bapekis BRI, sedangkan dana diambil dari CSR BRI. Mengingat dana yang dipakai adalah diambil dari CSR (Corporate Social Responsibility) BRI. Maka dimaksudkan pula untuk menggerakkan komunitas BRI. “agar kedermawanan dan kepekaan sosial dari para karyawan BRI terus terasah melalui kegiatan seperti ini”, tutur Nasir berfilsafat. Bayangkan, jika 40 ribu
karyawan
BRI
yang
muslim
mempunyai
rasa
kepedulian
dilingkungan seperti itu, berapa raus ribu warga kurang mampu yang akan terbantu. Kegiatan ini telah dilaksanakan di tempat lokasi. Di kawasan ini banyak komunitas pendatang dari kalangan tidak mampu. Sebaian besar pedagang kecil, baik pedagang sayur, pedagang es dan pedagang lainya. Berikutnya diselenggarakan di Makaliwe, Grigol, Jakarta Barat. Kawasan ini merupakan kawasan padat penduduk. Kebersihan lingkungan dan sanitasi sangat tidak terawatt, alas an itulah YBM memilih tempat ini untuk dijadikan lokasi pengobatan. Ketiga, dilaksanakan di Depok. Pengobatan massal di Depok mendapat sambutan yang cukup meriah. Bukan hanya ribuan warga yang hadir, namun walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail juga hadir memberi bantuan. Lokasi ke empat di Cimande, Bogor. 3. Mendukung Pendidikan Biaya pendidikan merupakan salah satu focus perhatian YBM BRI. Sebab, pendidikan merupakan wahana untuk memperbaiki generasi pendatang. Bila potensi zakat dapat digali secara maksimal, kemiskinan dan pengangguran di Indonesia dapat diatasi dengan baik. Menurut data sementara, potensi zakat Indonesia tercatat besar, yakni sekitar 7,5 triliun pertahun. Itu masih bisa bertambah jika pengelolaan zakat dilakukan secara professional dan serius. Mengingat pentingnya peranan zakat untuk membantu masyarakat kurang mampu inilah YBM BRI bergiat dalam
manggali dana zakat di lingkungan BRI dan menyalurkannyan kepada masyarakat tidak mampu dan membutuhkan. Komitmen untuk membantu kalangan tidak mapu titu diwujudkan YBM BRI dalm bentuk pemberian beasiswa. pada tahun ajaran baru 2006, penerima beasiswa YBM BRI telah berjumlah 1535 anak yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai tingkat SD sampai Perguruan Tinggi. bahkan jika dilihat perkembangan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. tahun 2002 sebanyak 333, tahun 2003 sebanyak 615, tahun 2004 sebanyak 983, tahun 2005 sebanyak 1120 dan tahun 2006 sebanyak 1535. meningkatnya penerima beasiswa dikerenakan kondisi ekonomi bangsa yang belum pulih. sehingga banyak anak usia sekolah yang terancam putus sekolah. Para penerima beasiswa di YBM BRI, menurut Ahmad Fakih, dikelompokkan
menjadi
empat
komponen,
pertama
komponen
institusional lembaga pendidikan, kedua, sinergi dengan lembaga lain, ketiga, rekomendesi dar karyawan dan relawan BRI, keempat, dari masyarakat umum. Adapun penerimaan beasiswa, lanjut Fakih, dilakukan setiap bulan Januari dan Juli. Namun biasanya lebih difokuskan pada bulan Juli karena berbarengan dengan tahun ajaran baru sedang bulan Januari sifatnya mengevaluasi saja. “Jika prestasinya bertahan atau bahkan meningkat maka beasiswa dapat dilanjutkan tapi jika turun maka akan dievaluasi dulu, “ ungkapnya. Evaluasi dilakukan dalam rangka memotivasi anak dan
untuk meningkatkan prestasinya, sehingga memiliki nilai yang bagus dan dapat diterima di sekolah negeri. Dana beasiswa perbulan untuk tingkat SD sebesar Rp 40 ribu, SMP 60 ribu, SMA 75 ribu dan Perguruan Tinggi 150 ribu. Memang secara nominal tidak besar tapi cukup meringankan kebutuhan rutin mereka. Terutama untuk membeli buku-buku paket pelajaran dan biaya transportasi. Penerima beasiswa tingkat Perguruan Tinggi terdapat tugas tambahan dari YBM. Mereka diminta member bimbingan belajar bagi tingkat di bawahnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menguatkan tali silaturrahmi antar penerima beasiswa sekaligus member tambahan belajar baik agama maupun pelajaran umum bagi siswa tersebut. Selain bantuan bantuan pendidikan kepada siswa, YBM BRI juga member bantuan kepada sekolah. Bentuknya juga beragam mulai dari perlengkapan belajar hingga sarana fisik penunjang pendidikan seperti bangunan riangan kelas, perpustakaan dan kebutuhan lainya. 4. Memberdayakan Masyarakat Upaya pemberdayaan masyarakat juga menjadi bagian aktifitas YBM BRI. Bantuan diberikan berupa modal usaha bagi para pedagang kecil, petani, peternak, atau usaha produktif lainya. Bantuan tentu diberikan dengan perhitungan dan criteria yang memenuhi syarat sesuai dengan peruntkan dana tang diamanhkan. Menurut Ahmad Faqih bantuan berupa modal usaha yang diberikan berkisar antara Rp. 1 juta sampai Rp. 2 juta. Seperti bantuan untuk
membuat gerobak, atau untuk usaha seperti, pedangang es, pedagang sayur dan sebagainya, dan modal tersebut dikebalikan dengan cara diangsur free tanpa bunga selama 20 bulan, besarnya tergantung modal usaha yang diberikan. Mustahiq juga bisa mengajukan peminjaman modal kembali untuk mengembangka usahanya setelah angsuran selesai dibayarkan. Bantuan bukan hanya modal usaha melainkan juga kesempatan berpameran serta bentuk bantuan lainya yang bisa meningkatkan kemandirian para pengusaha kecil dan mikro. Dengan bantuan ini diharapkan banyak masyarakat yang bisa berusaha dan hidup mandiri. Sehingga mereka, yang semula masuk criteria mustahiq, dengan usahanya tersebut bisa berubah menjadi muzakki. Dari permasalahan yang terjdi di YBM BRI, maka YBM BRI mambuat langkah kongrit untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di YBM BRI. Langkah-langkah kongrit tersebut adalah : 1) Melaksanakan pelatihan keteramilan. 2) Memberikan pinjaman modal bergilir. 3) Memberikan pinjaman modal usaha. 4) Melaksanakan kerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan dan memperluas jaringan pemberdayaan ekonomi mandiri. 5) Membuat cabang/unit kerja dipelosok nusantara. 6) Melibatkan seluruh pekerja BRI muslim seluruh Indonesia dalam program “Agen Sosial”.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan erhadap efektifitas pengelolaan dana ZIS pada YBM BRI maka dapat dikatakan semua berjalan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan, misalnya saja dalam penyaluran dana zakat, disebutkan, bahwa dalam pemberian bantuan harus berdasarkan rekomendasi dari masjid sebagai jamaah aktif, karena lembaga tersebut melakukan kerjasama salah satunya dengan pihak masjid masjid sebagai mitra kerja. Begitu halnya dengan penyaluran dana zakat, YBM BRI, tidak hanya berprinsip sekedar menyalurkan saja, akan tetapi mangusakan agar ZIS yang disalurkan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat. YBM BRI berharap agar para mustahiq tidaj terus menerus manjadi mustahiq, akan tetapi suatu waktu nanti mereka dapat pula menjadi muzakki dan menjadi donator tetap di TBM BRI. Pendistribusian/penyaluran dana zakat kepada delapan golongan mustahiq dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu : a) Kelompok Permanen termasuk dalam kelompok ini adalah fakir, miskin, amil, muallaf. Empat golongan mustahiq ini diasumsikan akan selalu ada di wilayah kerja organisasi pengelola zakat dank arena itu penyaluran dana kepada mereka akan terus menerus atau dalam waktu lama walaupun secara individu penerima berganti-ganti. b) Kelompok Temporer
Termasuk dalam kelompok ini iadalah riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. Empat golongan mustahiq ini diasumsikan tidak selalu ada di wilayah kerja suatu organisasi pengelola zakat. kalaupun ada maka penyaluran dana kepada mereka tidak akan terus menerus atau tidak dalam waktu panjang sesuai senga sifat permasalahan yang melekat pada empat golongan ini.
B. Langkah-Langkah Pemberdayaan Zakat YBM BRI Sebagai tolak ukur keberhasilan pengelolaan zakat adalah terwujudnya dimensi yang berhubungan dengan allah (Hablumminallah) dan dimensi yang berhubungan dengan manusia (Hablum minannas), dan untuk mewujudkan kedua dimensi tersebut dituntut adanya partisipasi dari semua unsure masyarakat termasuk di dalamnya para wajib zakat dan pengelolaan yang professional, amanah serta transparan layaknya pengelolaan sebuah organisasi, agar dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para mustahik yang betulbetul memerlukan. Adapun pengumpulan dana yang terkumpul diperoleh dari: 1. Sumber dana Dari hasil rapat antara Direksi BRI dan BAPEKIS pada tanggal 30 Mei 2001, telah di sepakati bahwa kepada karyawan/karyawati yang beragama Islam di wajibkan mengeluarkan zakat ke-YBM-BRI, dan di himbau untuk mengeluarkan infaq dan shadaqah dengan tata cara sebagai berikut: yang tertera dalam table pada lembar lampiran pada halaman berikutnya.
Ada pun dana yang di peroleh di YBM BRI JAKARTA besrsumber dari: a. Zakat Zakat yang merupakan pengeluaran yang wajib bagi setiap inividu muslim yang telah memenuhi persyaratan, Yang terkena kewajiban zakat profesi adalah pekerja yang upah pokoknya diatas Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) Pemotongan untuk zakat juga berlaku untuk insentif, jasa produksi, bonus, tunjangan hari raya, cuti besar & tahunan bagi pekerja yang menandai kesediaan untuk di potong terhadap hal-hal yang tersebut pada poin ini, Para wajib zakat menyerahkan
Surat
Kuasa
pemotongan
gaji
kepada
bagian
MSDM/Pelayanan intern di unit kerjanya masing-masing dalam hal ini YBM BRI JAKARTA dengan menyebutkan besarnya % (persentase) antara 1 s/d 2,5 % dari upah pokok untuk zakat dan jumlah nominal rupiah untuk infaq dan shadaqah. Pemotongan zakat dilakukan Divisi MSDM di KANPUS dan di Kasi Pelayanan Intern Kanwil/Kanins dan Kanca. Berdasarkan Surat Kuasa tersebut Divisi MSDM/Kasi Pelayanan Intern memotongkan gaji para muzakki, Pemotongan zakat akan terus dilakukan sampai pekerja menuliskan Surat Pembatalan Surat Kuasa Pemotongan Zakat ke MSDM di KANPUS dan di Kasi Pelayanan Intern Kanwil/Kanins dan Kanca.
b. Infaq/Shadaqah Adapun infaq harta yang dikeluarkan untuk kepentingan-kepentingan yang di perintahkan Allah SWT diluar zakat Besar potongan infaq/shadaqah di tentukan sendiri secara sukarela oleh pekerja Bank Rakyat Indonesia (BRI).Pemotongan infaq/shadaqah di lakukan Divisi MSDM di KANPUS dan di Kasi Pelayanan Intern Kanwil/Kanins dan Kanca,Pemotongan di lakukan setelah pekerja memberikan Surat Kuasa Pemotongan infaq dengan menyebutkan/menuliskan nilai yang di kehendaki. Berdasarkan Surat Kuasa tersebut Divisi MSDM di KANPUS dan di Kasi Pelayanan Intern Kanwil/Kanins dan Kanca memotongkan gaji para donatur infaq dan shadaqah,Pemotongan infaq/shadaqah juga akan terus di lakukan sampai pekerja menuliskan Surat Pembatalan Surat Kuasa Pemotongan infaq/shadaqah ke MSDM di KANPUS dan di Kasi Pelayanan Intern Kanwil/Kanins dan Kanca
2. Pengumpulan Dana dan Alokasi Dana Pengumpulan Dana yang di peroleh oleh YBM BRI JAKARTA terdiri dari: a. Dana Abadi, yaitu bantuan awal pendirian Yayasan dari pejabat BRI b. Dana yang di terima dari pekerja BRI dan masyarakat muslim umumnya yang terdiri dari zakat, infaq, shadaqah, waqaf dan dana sosial lainnya Alokasi Dana di fokuskan kepada:
a. 50 % di setor dan di kelola oleh YBM-BRI Pusat berdasarkan SE No. B. 52-BAPEKIS/SE/7/2001. b. 50 % lainnya di kelola oleh Yayasan Baitul Maal BRI Kanwil/Kanins dan Kanca. c. 10 % dari dana zakat yang terhimpun di KANPUS untuk dana operasional YBM-BRI KANPUS (dana amilin). d. 10 % dari 50 % dana zakat yang terhimpun di Kanwil/Kanins dan Kanca Pengumpul untuk dana operasional Kanwil/Kanins dan Kanca. e. YBM-BRI
Kanwil/Kanins
dan
Kanca,
mempunyai
wewenang
menyalurkan dana 50 % hasil ZIS yang di himpun dengan mengikuti kebijakan pengumpulan dan penggunaan dana yang di tentukan oleh YBM-BRI KANPUS. f. YBM-BRI Kanwil/Kanins dan Kanca dapat mengajukan permohonan dana ke YBM-BRI Pusat apabila dana di YBM-BRI Kanwil/Kanins dan Kanca tidak tersedia atau tidak cukup untuk membiayai program.
3. Administrasi Penerimaan ZIS Yayasan
Baitul
Maal
Kanwil/Kanins
dan
Kanca
sebagai
pengumpul ZIS wajib memelihara kerjakan catatan tentang nama (orang yang membayar zakat, infaq/shadaqah) berikut NIP-nya, jumlah ZIS yang dibayar setiap bulannya, serta jumlah total ZIS yang telah dilaksanakan pengumpulannya.
Dana zakat yang dihimpun oleh Yayasan Baitul Maal KANPUS dan Kantor Cabang BRI seluruhnya disetorkan ke rekening Yayasan Baitul Maal BRI Pusat. Dana zakat dan infaq yang dihimpun oleh Kanwil/Kanins dan Kanca sebesar 50 % dikelola sendiri oleh Yayasan Baitul Maal Kanwil/Kanins dan Kanca yang bersangkutan. Data dari Yayasan Baitul Maal BRI Kanins dan Kanca di kompilasi oleh Yayasan Baitul Maal BRI Kanwil setempat, dan selanjutnya diteruskan ke Yayasan Baitul Maal BRI KANPUS.
4.
Mekanisme Pengiriman Dana ke YBM-BRI KANPUS Dana zakat sebesar 50 % dari yang ihimpun Yayasan Baitul Maal Kanwil/Knins dan Kanca di limpahkan ke KCK No. Rek. 0206-01000968-30-1 atas nama Dana Zakat Yayasan Baitul Maal BRI. Dana infaq sebesar 50 % yang dihimpun Yayasan Baitul Maal Kanwil/Kanins dan Kanca di limpahkan ke KCK No. Rek. 0206-01-008580-50-5 atas nama BAPEKIS Pusat/Yayasan Baitul Maal BRI. Penyetoran dilakukan paling lambat pada tanggal 5 bulan berikutnya dan mengirimkan formulir Setoran ZIS bulanan Kanwil/Kanins dan Kanca warna merah ke KANPUS.
5. Mekanisme Laporan Keuangan dan Kegiatan ke YBM-BRI Mekanisme laporan keuangan dan kegitan ke YBM BRI JAKARTA yakni dengan cara mengisi Formulir Setoran ZIS bulanan danh selanjutnya mengirimkan formulir yang berwarna merah ke YBM-BRI
KANPUS setiap bulan, Melaporkan posisi keuangan zakat dan infaq Kanwil/Kanins dan Kanca ke YBM-BRI KANPUS setiap tahun paling lambat bulan Januari tahun berikutnya.
6. Mekanisme Pemotongan Zakat Pofesi dan Infaq Pekerja BRI KANPUS/KCK mengambil Formulir Surat Kuasa di YBM-BRI KANPUS atau di koordinator masing-masing Divisi dengan Mengisi Surat Kuasa pemotongan zakat profesi/infaq rangkap dua, dan Mengisi Formulir dengan niat menunaikan zakat profesi/infaq karena Allah SWT Adapun Pekerja BRI Kanwil/Kanins dan Kanca mekanisme pemotongan zakat profesinya dengan, Mengambil Fomulir Surat Kuasa di YBM-BRI setempat untuk zakat, dan untuk infaq, Mengisi Surat Kuasa pemotongan zakat profesi/infaq rangakp tiga, Halaman Pertama Surat Kuasa
yang sudah
diisi
diserahkan ke Kasi
Pelayanan
Intern
Kanwil/Kanins dan Kanca, halaman kedua untuk YBM-BRI setempat, halaman ketiga untuk YBM-BRI KANPUS yang pengirimannya di koordinir YBM-BRI setempat, dan Mengisi Formulir dengan niat menunaikan zakat profesi/infaq karena Allah SWT 7. Distribusi Telah banyak yang telah dilakukan oleh YBM BRI JAKARRTA sebagai wujud profesionalisme dan wujud kepedulian YBM BRI
JAKARTA untuk mensejahterakan para mustahik untuk mendapatkan hak-haknya sebagai kaum yang memerlukan. Sebagai bukti: a. YBM-BRI Salurakan Dana 250 Juta untuk GEMPA JOGJA Bencana Gempa Tektonik yang berkekuatan 5,9 skala richter, yang terjadi sekitar pukul 05-57 menit pada 27 Mei 2006 lalu. Tidak saja menyebabkan ribuan nyawa melayang. Tapi juga menyisakan duka diantara puing-puing bagunan yang rata dengan tanah. Selain tempat tinggal yang luluh lantak, sarana pendidikan, tempat ibadah dan sarana dan prasarana lainnya juga hancur. Melihat kondisi tersebut, YBM-BRI Jakarta yang langsung di komandoi oleh H. Purwanto (Ketua Pengurus YBM-BRI)langsung menerjunkan tim tanggap darurat satu hari berikutnya, tepatnya tanggal 28 Mei. Dengan membuka posko induk di Kantor Cabang BRI Bantul, posko unit di BRI Unit Bayat dan posko Mobile. Kegiatan penyaluran bantuan yang dibantu oleh 33 relawan, terdiri dari layanan medis dan bantuan logistic. Bantuan logistic berupa makanan, pakaian, susu (bayi), makanan siap saji, tenda, selimut. Di samping menyalurkan bantuan dari donator YBM, juga menyalurkan bantuan dari BRI. Bantuan dari BRI berupa paket bantuan yang terdiri dari
makanan,
susu
danpakaian.
Sedangkan
layanan
medis
dilaksanakan selama 12 hari, selama membuka layanan medis jumlah paien yang ditangani sebanyak 2101 orang. Dengan perbandingan 46,5
% wanita (dewasa), 32,5 % laki-laki (dewasa), 13 % anak-anak, 8 % remaja. b. YBM-Bapekis-CSR BRI Mengadakan Road Show Pengobatan Sebagai wujud kepedulian terhadap kesehatan masyarakat, YBM-Bapekis-CSR BRI menyelenggarakan road show pengobatan. Program ini diberi nama Bakti Insani. Menurut Nasir, program ini di selenggarakan mengingat biaya pengobatan sangatlah mahal, sehingga banyak masyarakat tidak mampu berobat. Dalam program ini YBM-BRI bertindak sebagai pelaksana dibantu Bapekis BRI. Sedangkan dana diambil dari CSR BRI. Mengingat dana yang dipakai adalah dari CSR BRI, maka dimaksudkan pula untuk menggerakkan komunitas BRI. Kegiatan ini dilaksanakan di empat lokasi. Lokasi pertama di Kelurahan Cawang gang Arus. Di kawasan ini banyak komunitas pendatang dari kalangan tidak mampu. Sebagian besar pedagang kecil, baik pedagang sayur, pedagang es dan pedagang keliling lainnya. Di kawasan ini merupakan langganan banjir, karena berada di sepanjang Kali Ciliwung. Bahkan warga setempat pernah terendam banjir selama 2 bulan. Berikutnya di selenggarakan di Makaliwe, Grogol, Jakarta Barat. Kawasan ini merupakan kawasan padat penduduk. Kebersihan lingkungan dan sanitasi sangat tidak terawat. Alasan itulah mengapa YBM memilih tempat ini untuk dijadikan lokasi pengobatan.
Ketiga, di laksanakan di Depok, pengobatan missal di Depok mendapat sambutan cukup meriah. Bukan hanya ribuan warga yang hadir, namun Wli Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail juga hadir memberi sambutan. Dalam sambutannya, Nur Mahmudi sengang dan menyambut positif kegiatan ini. Kegiatan ini memilih Musholla dan Sekolahan sebagai lokasi pelaksanaan yakni di harapkan agar warga setempat bisa hadir melihat sekolahan. Begitu juga di Musholla, bukan hanya sekedar tempat shalat dean mengaji tapi ada kegiatan sosial lainnya. Lokasi ke empat di Cimande, Bogor. Dalam kegiatan ini jika terdapat penyakit besar yang tidak bisa ditangani, maka dirujuk ke rumah sakit dengan biaya dari YBM-BRI. Dengan cara seperti itu, YBM tidak hanya menunggu mustahik yang datang ke kantor, tapi juga pro aktif mencari mustahik.
c. Membuat Sekolah Alternatif di Daerah Terpencil Sebuah terobosan baru dunia pendidikan hadir di tengah-tengah masyarakat kita. Lembaga pendidikan alternatif bagi masyarakat tidak mampu di wilayah pedalaman. Konsep yang ditawarkan cukup unik yakni melibatkan banyak institusi. Tak heran jika akhirnya, sekolah ini dijadikan sebagai
sekolah percontohan tingkat
nasional
oleh
Departemen Pendidikan Nasional dalam hal teknik pengembangan sekolah.
BUMI PUTERA UTAMA adalah sebuah lembaga pendidikan alternatif yang berada di wilayah pedalaman Kecamatan Kopo, Kabupaten Serang-Banten. Lembaga tersebut mendirikan sebuah sekolah SMA bernama BINA PUTERA. Sekolah ini berdiri sejak tahun 2003. di latar belakangi banyaknya anak putus sekolah terutama tingkat menengah (SMP/MTS) karena ketidak mampuan secara ekonomi. Jarak sekolahan dengan tempat tinggal juga cukup jauh dan harus ditempuh dengan ojeg senilai Rp 25 ribu. Di sinilah perlunya terobosan untuk mencari jalan keluar bagaimana agar para siswa bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dengan biaya yang terjangkau. Maka di dirikanlah sekolah alternatif yang bisa menjadi jalan keluar bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. Konsep yang di kembangkan dalam penyelenggaraan sekolah adalah gotong royong. Bentuknya cukup unik. Keunikannya, pertama banyaknya institusi masyarakat yang terlibat, mulai dari swasta, yakni masyarakat setempat dalam pengadaan lahan tanah, pemerintah, dalam hal pengadaan sarana dan prasarana jalan, hingga professional, seperti pecinta motor besar. Kedua keterlibatan masyarakat setempat seperti menyiapkan lahan. Ketiga melibatkan putar terbaik daerah. Keempat adanya konsep pemberdayaan bagi para peserta didik. YBM-BRI sebagai lembaga sosial kemasyarakatan dilibatkan sejak awal. Mulai dari penyediaan sarana fisik maupun beasiswa.
Menurut pengakuan Nasir, Pelaksana Harian YBM-BRI, sampai saat ini YBM telah membantu lembaga ini lebih dari Rp. 50 juta. Bantuan dari berbagai pihak itu diabadikan ke dalam namanama kelas. Yang terdiri atas:
Kelas YBM-BRI (bantuan dari YBM-BRI)
Kelas Britama (bantuan dari Britama BRI)
Kelas BBC (bantuan dari Club Bintaro Bikers Community)
Kelas Harley Davidson (bantuan dari pemilik Harley Davidson) Kini, lembaga pendidikan yang diamanahkan kepada putra
daerah, Ir. H. Ahmad Supriyatna memiliki 160 siswa yang terbagi dalam empat rombongan belajar, masing-masing kelas I, II, dan III. Mereka dibimbing oleh 14 orang guru. Fasilitas yang dimiliki kini berupa empat ruang kelas permanent, ruang kantor dan TU, sebuah musholla, saung-saung tempat belajar di ruang terbuka, serta satu ruang multimedia yang belum selesai pembangunannya. Bukan hanya itu, lembaga ini juga melibatkan perguruan tinggi dalam hal teknik pengembangan petrnakan yaitu IPB (Institut Pertanian Bogor).
C. Kendala-Kendala Yang Dihadapi YBM BRI 1. Pemahaman Zakat Yang dimaksud dengan pemahaman disini adalah pengertian umat islam tentang zakat itu, pengertian mereka sangat terbatas kalau dibandingkan dengan pengertian mereka tentang shalat dan puasa.
Misalnya ini disebabkan dengan pendidikan keagamaan Islam dimasa lampau kurang menjelaskan pengertian dan masalah zakat ini. Akibatnya karena kurang faham, umat Islam kurang pula melaksanakannya. 10 2. Sikap Kurang Percaya Disamping kesadaran yang makin tumbuh dalam masyarakat Islam Indonesia tentang pelaksanaan zakat, dalam masyarakat ada juga sikap kurang
percaya
terhadap
penyelenggaraan
zakat
itu.
Sikap
ini
sesungguhnya ditujukan kepada orang atau sekelompok orang yang mengurus zakat, misalnya masyarakat kurang percaya terhadap YBM BRI, antara lain karena pengelola YBM BRI kurang profesional serta kurang terbuka dalam pengelolaan ZISnya. 3. Sikap Tradisional Kebiasaan para wajib zakat dan pada masyarakat umumnya menyerahkan zakatnya tidak kepada delapan kelompok atau beberapa dari delapan golongan yang berhak menerima zakat, tetapi kepada para pemimpin agama setempat (kepada Kyai/ Tokoh masyarakat. Pemimpin Agama ini tidak bertindak sebagai amil yang berkewajiban membagikan atau menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak menerimanya, tetapi bertindak sebagai mustahik sendiri dalam kategori Sabilillah. Cara dan sikap ini tidak sepenuhnya salah. Namun sikap demikian tersebut seyogyanya ditinggalkan, diantaranya untuk menghindari penumpukan haarta (zakat) pada orang tertentu. Padahal salah satu tujuan zakat pemerataan rezeki untuk mencapai keadilan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dipaparkan penulis, dapt diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Upaya YBM BRI dalam menjalankan programnya baik dalam hal pemghimpunan maupun pendayagunaan zakat yaitu ntuk mencapai hasil yang maksimal. Efektif dan efisien serta tercapainya sasaran dan tujuan zakat, maka pendayagunaannya lebih baik diarahkan kearah produktif. Pemanfaatan dan pendayagunaan alokasi dana zakat dapat digolongkan kedalam empat kategori, yaitu: konsumtuf Tradisional, Konsumtif Kreatif, Produktif Tradisional dan Produktif Kreatif. Dimana zakat diwujudkan dalam bentuk pemodalan, baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal bagi para pedagang kecil, sepereti bantuan untuk para korban bencana, bantuan pendidikan, bantuan kesehatan dan sebagainya. Dalam program ini YBM BRI bertindak sebagai pelaksana dibantu oleh BAPEKIS BRI, sedangkan dana diambil dari CSR (Corporate Sosial Responcibility) BRI. Dimaksudkan untuk menggerakkan komunitas BRI “Agar kedermawanan dan kepekaan social dari pada karyawan BRI terus terangsang melalui kegiatan seperti ini”. 2. Pengelolaan atau langkah-langkah yang dilakukan oleh YBM BRI dalam hal pendayagunaan zakat untuk kepentingan masyarakat yaitu terwujudnya
dimensi yang berhubungan antara manusia dengan Allah SWT dan manusia dengan manusia. Dengan mewujudkan kedua dimensi tersebut dituntut adanya partisipasi dari semua unsur masyarakat termasuk didalamnya juga para muzakki dengan pengelolaan yang professional, amanah serta transparan layaknya pengelolaan sebuah organisasi, agar dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para mustahik yang betulbetul memerlukan tentunya kegiatan tersebut di barengi dengan prosedurprosedur yang telah di tetapkan baik diperuntukkan kepada para muzakki ataupun para mustahik dengan melengkapi persyaratan dan mengisi foam penerima bantuan dan ketentuan lainnya. 3. Adapun kendala-kendala yang di hadapi oleh YBM BRI adalah mengenai pemahaman zakat , kurangnnya pengertian umat terhadap zakat itu sendiri, disebabkan dengan pendidikan keagamaan islam dimasa lampau kurang menjelaskan pengertian dan masalah zakat ini akibatnya umat islam kurang melaksanakannya. Disamping itu masyarakat bersikap kurangnya kepercayaan masyarakat untuk menyisihkan sebagian hartanya kepada lembaga-lembaga amil zakat mereka lebih mau menyisihkan harta mereka. Sikap ini sesungguhnya ditujukan kepada orang atau kelompok orang yang mengurus zakat. Misalnya Dengan bersikap kurang percaya terhadap YBM BRI antara lain karena pengelola YBM BRI kurang professional serta kurang terbuka dalam pengelolaan ZIS, yang masih mengedepankan sikap tradisional yakni para muzakki umumnya lebih mempercayakan dan menyerahkan zakatnya secara langsung baik diserahkan kepada tokok
masyarakat (Kyai) atau kepada mustahik yg bersangkutan. Hal tersebut dapat
menjadi
kendala
yang
akan
menhambat
berlagsungnya
penyelanggara lembaga-lembaga zakat khusuhnya YBM BRI dalam mensejahterakan umat secara menyeluruh.
B. Saran-Saran 1. Untuk pengelolaan dana ZIS hendaklah diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama pihak berwenang, dalam hal ini pemerintah. Sebab adanya sinergi antara pihak swasta dan pemerintah merupakan salah satu langkah menuju efesiensi dan efektifitas dari pengelolaan dana ZIS yang bermuara pada tepatnya alokasi dana ZIS yang tentunya berdasarkan hokum positif di Indonesia yaitu Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan berdasarkan hokum Islam. 2. Pertahankan pelayanan yang memuaskan terhadap mustahiq, sehingga YBM BRI menjadi kepercayaan para muzakki dan mustahiq di Jakarta. 3. Program-program
yang
belum
terlaksana
di
YBM
BRI
untuk
diprogramkan kembali tahun berikutnya. Apabila tidak berhasil diganti dengan program-program lain yang bisa memenuhi kebutuhan mustahiq.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Economic Doctrines Of Islam), terjemahan, Soroyo dan Nastangin, Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996, jilid 3. Ali, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press, 1998, cet 1. An-Nabhani, Taqiyudi, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Persfektif Islam, (An Nidhamul Iqtishad Fil Islam), terjemahan M. Maghfur Wachid, Surabaya : Risalah Gusti, th, 1999 cet ke 4. Ash Shiddiqieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang : PT.Pustaka Rizki Putra, 1999. Bariadi, Lili, dkk, Zakat dan Wirausaha, Jakrta, Centre For Entreneurship Development, 2005, cet ke 1. Departemen Agama RI, Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Djazuli, A, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002, Ed. 1, cet. 1. Djuanda, Gustian, Pelaporan Zakat Pengurus Pajak Penghasilan, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006, ed. 1. Doa, Djamal, 1, Menggagas Pengelolaan Zakat Oleh Negara, Jakarta : Nuansa Madani, 2001. Hafiduddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakrata : Gema Insani Press, 2002.
----------, Anda Bertanya Tentang Zakat, Infak, Sedekah Kami Menjawab, Badan Amil Zakat Nasional, 2005. HM. Rasidi, Humanisme Dalam Islam, Jakrta : Bulan Bintang, 1980, cet 1. Harahap, Syahrin, Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya, 1999, cet . Hasan, M, Ai, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keungan, Jakarta : PT Raja Grafindo Prasada, 2000, cet 3. Ibrahim, Qutb Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keungan dan Sistem Administrasi, Diterjemahkan dari kitab al-Siyasah ala-Maliyah Li al-Rasul, Jakarta : Gaung Persada Pess, 2007. Idris, Sofwan, Gerakan Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, Jakarta : PT Cita Putra Bangsa, 1992, cet ke-1. Kusmana, Bungai Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, Jakarta : IAIN Indonesia Sicial Equity Project, 2006. Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Jakarta : Klam Mulia, 1994. Mahfudh, Sahal, MA. Nuansa Fiqh Sosial, Yogyakarta : PT Ukis Yogyakarta berkejasama dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta, 1994, cet ke-1. Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syari’ah Menongsong Berlakunya UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU, No. 7 Tahun 1989 Perluasan Wewenang Peradilan Agama, Jakarta Pusdiklat Mahkamah Agung RI,2007. Mas’ud Ibnu, Abidin, Zainal, Fiqh Madzhab Syafi’I, Bandung : Pustaka Setia,2005. Mujahidin, Akhmad, Ekonomi Islam, PT Raja Grafindo Persada, 2007. Munawwir, A. W, Kamus al-Munawwir, Yogyakarta : PP Al-Munawwir, 1984. Nasution Lahmuddin, Fiqh, Jakarta : Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran,tth.
Perwataatmadja, Karnaen, A, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok : Usaha Kami 1996. Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat (Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis), Litera Antar Nusa dan Penerbit Mizan, 1999. Qudamah, Ibnu, al-Mughni, Beirut : Dar al-Kutub al-Limiyah, tth, Juz II. Ra’ana, M. Irfan, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khatab, ahlih bahasa Mansyuruddi Djoely, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1979. Rasyid M. Hamdan, Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa Aktual, Jakarta : PT Al-Mawardi Prima, 2003. Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru, 1990. Suma, Muhammad, Amin, 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi Tangguh, Jakarta : Kholam Publishing, 1007, cet ke 1. Sumitro, Warkum, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Dinamika Sosial Politik Indonesia, Malang : Bayu Media Publishing, 2005. Sabiq, as-Sayid, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Daar al-Fikr, 1998, Jilid 1. Sabiq, as-Sayid, syaikh, Panduan Zakat Menurut al-Quran san as-Sunnah, Bogor : Pustaka Ibnu Katsir, 2005. Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keungan Syariah, Yogyakarta : Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2007. Suryanegara, Ahmad Mansur, Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam, Bandung : Mizan, 1995. Syafi’i, Sofyan, Akuntansi Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991. Usman, Suparman, Hukum Islam (Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia), Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002.
Wawancara dengan Ketua Pelaksana Harian, Bapak H. Nasir Tajang, 14 Agustus 2009. Wawancara dengan Staf Pendayagunaan, Ahmad Fakih, 10 Agustus 2009. Widodo, Hertanto, Kastiawan, Teten, Akuntansi dan Mangemen Keungan untuk Organusasi Pemgelola Zakat, Jakarta : Institut Managemen Zakat,2001. Yafie, Alie, Problema zakat kontemporer artikulasi proses sosial politik bangsa, forum zakat (FOZ), Jakarta, 2003.