Pemberdayaan Civil Society Melalui Community-Based Islamic Education dalam Menghadapi Pasar Tunggal Asean 2015 Andik Wahyun Muqoyyidin1 Fakultas Agama Islam UNIPDU Jombang E-mail :
[email protected]
1
ABSTRAK Civil society adalah sebuah entitas yang menjadi pendukung utama bagi terwujudnya suatu kehidupan politik yang demokratis. Dalam konteks ini, community-based Islamic education adalah sesuai dengan misi pembangunan kita dewasa ini. Dengan ikutsertanya masyarakat di dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikannya, maka pendidikan tersebut betulbetul berakar di dalam masyarakat dan kebudayaan sehingga peluang mengelola hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat semakin luas. Tujuan literatur review iniadalah mengkaji strategi pemberdayaan civil society melalui community-based Islamic education dengan menggunakan metode kualitatif dan mengambil jenis library research. Hasil dari literatur review yang dilakukan menunjukkan bahwa ada sebuah potensi besar yang sesungguhnya dimiliki pendidikan Islam dalam pemberdayaan pendidikan rakyat secara keseluruhan. Dengan kedekatannya kepada masyarakat Muslim, pendidikan Islam menjadi potensial dalam pembentukan civil society pada tingkat grass roots dan dari situ dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam yang berdasarkan pada community-based Islamic education menjadi pondasi untuk mewujudkan pemberdayaan civil society terutama dalam menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015. Kata kunci : civil society, community-based islamic education, pendidikan islam,
ABSTRACT Civil society is an entity that became the main supporter for the establishment of a democratic political life. In this context, community-based Islamic education is in accordance with the mission of our development today. With the participation in society in the implementation and management of education, then education is really rooted in society and culture so that the opportunity to manage the relationship with the public educational institutions increasingly widespread. The purpose of this literature review is reviewing the strategy of empowering civil society through community-based Islamic education using qualitative methods and take the kind of library research. Results from the literature review carried out showed that there is a huge potential for real-owned Islamic education in the educational empowerment of the people as a whole. With its proximity to the Muslim community, Islamic education became a potential in the formation of civil society at the grass roots level and from there it can be concluded that Islamic education based on community-based Islamic education became the foundation for realizing the empowerment of civil society especially in the face of ASEAN Community 2015. Keywords : Civil Society, Community-Based Islamic Education, Islamic Education
172
PENDAHULUAN Gagasan tentang civil society tampak semakin mendapat tempat dalam wacana publik Indonesia. Kendati baru digunakan sejak akhir dekade 1990-an, istilah civil societydengan terjemahan yang beragam, seperti “masyarakat sipil”, “masyarakat madani”, “masyarakat warga”, atau “masyarakat kewargaan”sering tampil menjadi wacana utama dalam diskusi, penelitian, dan penerbitan. Mereka yang terlibat dalam perbincangan civil society tidak terbatas lagi pada kalangan yang memiliki hubungan dekat dengan intelektual, lembaga pengkajian atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), melainkan juga melibatkan mereka yang dekat dengan kelompok politisi, birokrat ataupun militer. Sebagai wacana dapat dikatakan bahwa civil society telah diterima oleh hampir semua kalangan dan golongan masyarakat Indonesia (Prasetyo dan Munhanif et al. 2002). Salah satu persoalan yang senantiasa muncul dalam wacana dan kiprah pemberdayaan civil society negeri kita adalah bagaimana mengembangkan strategi yang paling tepat (adequate), mengingat kondisi dan tingkat perkembangan yang ada. Persoalan ini sangat layak untuk dijawab dan dikaji terus menerus sehingga akan menghasilkan semakin banyak alternatif yang dapat dipilih (Hikam 2000). METODA Data utama yang relevan dengan masalah literatur review diambil dari buku karya beberapa cendekiawan Muslim terutama yang menyoroti perihal civil society, yakni Maswadi Rauf (1999), Masyarakat madani (civil society): akar demokrasi di Indonesia, dalam Tim Maula, Jika Rakyat Berkuasa: Upaya Membangun Masyarakat Madani dalam Kultur Feodal; Nurcholish Madjid (1999), Menuju masyarakat madani, dalam Tim Maula, Jika Rakyat Berkuasa: Upaya Membangun Masyarakat Madani dalam Kultur Feodal; H.A.R. Tilaar (2000), Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Muhammad A.S. Hikam (2000), Islam, Demokratisasi, dan Pemberdayaan Civil Society; Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif, et al. (2002), Islam & Civil Society: Pandangan Muslim Indonesia; Zubaedi (2005), Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi terhadap Berbagai Problem Sosial; Syarifuddin Jurdi (2008), Pemikiran Politik Islam Indonesia: Pertautan Negara, Khilafah, Masyarakat Madani dan Demokrasi. Data selanjutnya penulis ambil dari tokoh intelektual lain dengan membandingkan berbagai pemikiran mereka tentang civil society dan community-based Islamic education. Data pendukung diambil dari Tabloid Diplomasi Deplu RI yang dapat diakses sepenuhnya di situs internet dan berbagai literatur yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Tujuan dan Kegunaan Literatur Review Secara garis besar tujuan utama literatur review ini adalah untuk mendapatkan kejelasan pemikiran para cendekiawan Muslim tentang pemberdayaan civil society melalui community-based Islamic education terutama dalam menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015. Dengan tercapainya tujuan literatur review tersebut, kajian ini diharapkan: 1. Dapat memperkaya khazanah teori keilmuan, terutama yang berhubungan dengan Islam khususnya bidang kajian filsafat dan pendidikan, dengan tidak mengabaikan aspek-aspek lain yang terkait dengan kajian dimaksud. 2. Secara praktis, temuan literatur review ini diharapkan: a. Bermanfaat bagi praktisi pengembangan masyarakat (community development), dan para cendekiawan terutama muslim dalam mengoptimalisasikan solidaritas („ashabiyah) yang telah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sekaligus menjadi karakteristik yang integral dalam civil society. b. Mengembangkan kembali semangat dalam diskursus pemikiran Islam dan dialog antar-peradaban sebagaimana yang digagas para cendekiawan Muslim melalui tulisan-tulisannya tentang pemberdayaan civil society. Sekaligus menjadikannya sebagai respons antisipatif terhadap masa depan umat Islam dan bangsa Indonesia yang sekarang dalam krisis multidimensi.
173
c. Bagi Indonesia, khususnya hubungan luar negeri dalam konteks ASEAN, kontribusi civil society itu sangat kita harapkan. Jadi melalui acara-acara seperti Seminar Nasional Competitive Advantage I di UNIPDU Jombang ini kita tingkatkan public awareness, dan itu harus dilakukan secara terus-menerus, khususnya untuk meningkatkan partisipasi dari people society.
PEMBAHASAN Prospek Civil Society di Indonesia Perbincangan mengenai civil society mulai populer di Indonesia sekitar 1990-an. Bermula dari seminar nasional yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) di Kupang dengan tema civil society yang diterjemahkan dengan “masyarakat warga atau kewargaan” tahun 1995. Jauh sebelum itu gagasan civil society telah muncul dan berkembang dalam bentuknya yang lain di Indonesia seperti konsep Muhammadiyah mengenai “masyarakat utama”, muncul pula gerakan-gerakan prodemokrasi yang dianggap sebagai pilar dasar bagi bangunan civil society di Indonesia, seperti Fordem (Forum Demokrasi) yang didirikan oleh Gus Dur, Djohan Effendi, Marsilam Simanjuntak dan beberapa tokoh lainnya dan sejak akhir 1980-an kekuatan-kekuatan sosial kemasyarakatan memperoleh ruang untuk mengartikulasikan diri dalam kehidupan politik bangsa yang diikuti dengan berdirinya lembaga demokrasi lainnya (Jurdi 2008). Dalam sejarah Indonesia modern kita dapat melacak perkembangan civil society sebagai penyangga lahirnya rezim otoriter. Hal ini dapat dibagi ke dalam tiga fase sesuai dengan perubahan rezim politik atau pengalihan kekuasaan tiap rezim. Pertama, periode 1945-1966 (termasuk Orde Lama), pada periode ini negara maupun civil society masih mencari identitas yang tepat, walaupun civil society telah eksis melalui berbagai gerakan sosial keagamaan sebelum kemerdekaan, seperti kita kenal dengan syarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), JIB, Majelis Islam A‟la Indonesia (MIAI), Persis, Perti dan lain-lain. Kedua, periode Orde Baru (1967-1998). Pada periode ini pemerintah (negara) hadir sebagai kekuatan yang dominan, kuat, dan mempunyai daya paksa yang tinggi, sementara civil society hadir sebagai kekuatan yang sangat marjinal, lemah, dan tidak mempunyai kekuatan apa pun ketika berhadapan dengan negara. Posisi civil society pada periode ini tidak jauh lebih baik daripada masa sebelumnya, karena negara terlalu berkuasa atas masyarakat, sistem politik sangat otoriter. Periode Orde Baru, hubungan antara negara dengan civil society boleh dibilang strong and weak society. Praktik civil society pada periode ini tidak bisa tumbuh dengan memadai. Ketiga, periode reformasi (setelah runtuhnya Orde Baru 1998 - ). Periode ini ditandai oleh adanya hubungan antara civil society dan negara yang seimbang, muncul gerakan-gerakan pro-demokrasi, asosiasi-asosiasi bermunculan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat tumbuh dan kelompok-kelompok kepentingan hadir sebagai respons atas munculnya kebebasan yang selama lebih dari 30 tahun tidak dirasakan oleh masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, civil society hadir sebagai kelompok yang mendorong kepada perubahan dan transformasi sosial rakyat. Negara masih punya kewenangan untuk mengatur civil society, dan civil society mempunyai daya kontrol yang kuat terhadap negara. Hubungan antara civil society dengan negara dalam posisi yang seimbang dan tidak ada pihak yang merasa tertekan dan tidak ada pihak yang menekan. Masa depan dan upaya pemberdayaan civil society akan sangat ditentukan oleh dua hal; pertama, kesiapan warga masyarakat sendiri untuk memainkan peran yang aktif sehingga dianggap cukup kuat oleh pihak negara; kedua, sikap penguasa politik (Rauf 1999). Kalau penguasa politik bertindak berlebihan akan menghambat tumbuhnya civil society, tetapi kalau penguasa bertindak bijak, arif dan demokratis akan membuat posisi civil society kuat dan diperhitungkan. Kehadiran civil society merupakan sesuatu yang penting untuk mendukung proses demokratisasi atau menciptakan kehidupan masyarakat menjadi lebih berkeadaban. Terbentuknya civil society merupakan bagian mutlak dari ciri-ciri kenegaraan, yaitu mewujudkan keadilan sosial (Madjid 1999).
174
Pemberdayaan Civil Society melalui Community-Based Islamic Education Apabila dewasa ini kita berbicara mengenai inovasi pendidikan Islam untuk melahirkan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat (community-based Islamic education) maka pesantren merupakan model archaic dari pendidikan tersebut. Sudah tentu prinsip-prinsip manajemen modern perlu diterapkan di dalam pola pendidikan yang berdasarkan manajemen masyarakat. Pada akhirnya community-based Islamic education dari pendidikan akan bermuara kepada manajemen sekolah (school-based management (SBM) atau manajemen madrasah yang berarti pengelolaan lembaga pendidikan madrasah adalah pengelolaan yang otonom yang mengimplementasikan aktivitas dan kreativitas para pengelolanya baik kepala sekolahnya maupun para gurunya di dalam melaksanakan misi sekolah. Tentunya manajemen pendidikan community-based Islamic education dan school-based management menuntut para pengelola yang mempunyai pandangan yang luas serta menguasai teknikteknik manajemen modern, termasuk manajemen sekolah (Tilaar 2000). Dalam kesempatan yang sangat kondusif ini, community-based Islamic education tampaknya memiliki implikasi lebih jauh berupa keterbukaan dan kesediaan masyarakat untuk diajak bekerja sama memajukan lembaga pendidikan. Semangat keterbukaan dalam masyarakat sebagaimana yang telah disinggung oleh cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid, semestinya dijadikan sinyalemen positif bagi manajer pendidikan Islam, bahwa peluang mengelola hubungan lembaga pendidikan Islam dengan masyarakat semakin luas. Namun, tetap saja dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang strategis. Dalam perkembangannya, community-based Islamic education kini merupakan sebuah gerakan nasional di negara berkembang seperti Indonesia. Community-based Islamic education diharapkan menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan dan memberdayakan civil society (Zubaedi 2005). Dengan sendirinya, menurut (Zubaedi 2005) manajemen pendidikan Islam yang berdasarkan pada community-based Islamic education akan menampilkan wajah lain yang selama ini kita lihat telah mengasingkan lembaga pendidikan dari masyarakat. Peran Civil Society dalam ASEAN Human Right Commision Dalam konteks ASEAN, peran civil society cukup substantive. Pemerintah Indonesia sangat menghargai kontribusi civil society ini. Hal tersebut dibuktikan pada saat pembentukan ASEAN Human Right Commision, dimana dalam proses negosiasinya peran civil society sangat menonjol. Kampanye yang dilakukan oleh civil society untuk mendorong supaya ASEAN mempunyai Human Right Body atau Human Right Commision terbukti sangat ampuh. Civil society Indonesia berada di depan dalam kampanye ini. Dalam proses penentuan siapa wakil dari Indonesia di ASEAN Human Right Commision, Indonesia mengajukan wakilnya dari kalangan civil society, yaitu Effendi Djamil. Hal ini menunjukkan bentuk pengakuan pemerintah terhadap kontribusi civil society selama ini. New ASEAN Community, berbasis pada people center, dan karena itu harus membawa ASEAN kepada the people, dan pada waktu yang sama ASEAN membutuhkan kontribusi dari the people. Jadi representasi dari the people sangat diperlukan, selain dari representasi resmi di parlemen dan lainnya (www.tabloiddiplomasi.com). Dalam konteks perang terhadap terorisme, peran civil society itu sangat besar, terutama adalah public awareness. Pemerintah tidak mungkin reaching out ke pelosok-pelosok, oleh karena itu public awareness tentang ancaman terorisme dan bagaimana kita harus bereaksi terhadap ancaman-ancaman aksi terorisme, itu menjadi penting. Contoh yang paling konkret di Indonesia adalah ketika terjadi peristiwa di JW Marriot dan Ritz Carlton. Melalui komunikasi di Twitter dan Facebook, civil society bersatu mencanangkan „Indonesia satu untuk memerangi terorisme‟. Itu adalah bagian dari public awareness yang luar biasa. Kedua, adalah melanjutkan dialog yang sudah dilakukan diantara civil society secara berkesinambungan. Seperti misalnya pelaksanaan Interfaith Dialogue dan Intermedia Dialogue, karena media sangat berperan di dalam membawa isu-isu ini ke publik. Peran yang ketiga, adalah mengenai rehabilitasi setelah terjadinya sebuah aksi terorisme. Dalam hal ini selain peran pemerintah, peran civil society juga sangat diperlukan. Karena terkadang kita lupa bagaimana merehabilitasi trauma bagi korban dan keluarganya, dan peran civil society ini sangat luar biasa (www.tabloiddiplomasi.com).
175
Bagi Indonesia, khususnya hubungan luar negeri dalam konteks ASEAN, kontribusi civil society itu sangat kita harapkan. Sebab ancaman terorisme itu selalu ada setiap saat. Jadi jangan cepat merasa puas dengan apa yang sudah kita capai atau lakukan selama ini. Karena ini merupakan upaya yang harus dilakukan dengan sistemik, harus ada keberlanjutannya. Kita tidak boleh lengah, karena begitu lengah teroris akan masuk dan beraksi kembali. Jadi melalui acara-acara seperti Seminar Nasional Competitive Advantage I di UNIPDU Jombang ini kita tingkatkan public awareness, dan itu harus dilakukan secara terus-menerus, khususnya untuk meningkatkan partisipasi dari people society.
KESIMPULAN New ASEAN Community, berbasis pada people center, oleh karena itu harus membawa ASEAN kepada the people, dan pada waktu yang sama ASEAN membutuhkan kontribusi dari the people, dan dalam konteks inilah, peran civil society cukup substantive, dimana hal tersebut dibuktikan pada saat pembentukan ASEAN Human Right Commision, peran civil society sangat menonjol dalam proses negosiasinya.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih ditujukan kepada Dr. Samadi, M.Sc., yang telah membimbing dan mengapresiasi penulisan literatur review ini. DAFTAR PUSTAKA Diplomasi. 2009. ASEAN Human Right Commision, peran civil society cukup menonjol.http://www.tabloiddiplomasi.com [25Juni 2011]. Hikam, M.A.S. 2000. Islam, Demokratisasi, dan Pemberdayaan Civil Society. Penerbit Erlangga. Jakarta. Jurdi, S. 2008. Pemikiran Politik Islam Indonesia: Pertautan Negara, Khilafah, Masyarakat Madani dan Demokrasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Madjid, N. 1999. Menuju masyarakat madani, dalam Tim Maula, Jika Rakyat Berkuasa: Upaya Membangun Masyarakat Madani dalam Kultur Feodal. Pustaka Hidayah. Bandung. Prasetyo, H., A. Munhanif, et al. 2002. Islam & Civil Society: Pandangan Muslim Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rauf, M. 1999. Masyarakat madani (civil society): akar demokrasi di Indonesia, dalam Tim Maula, Jika Rakyat Berkuasa: Upaya Membangun Masyarakat Madani dalam Kultur Feodal. Pustaka Hidayah. Bandung. Tilaar, H.A.R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Zubaedi. 2005. Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi terhadap Berbagai Problem Sosial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
176