Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
PEMBENTUKAN RESERVOAR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA
Salatun Said Jurusan Teknik Geologi, FTM, UPN “Veteran” Yogyakarta
ABSTRACT: In general, Karst topography of the Java Southern Mountain which is recognized as Thousand Mountains predominated by positive relief than the negative relief such as sinkhole, dolina, etc. Development of the Thousand Mountain Karst related with high frequencies of rain in the tropical climate. Uplifted of the lithified carbonate more or less has been affected water run off in the wide area and controlled the development of positively karst relief. Uplift has caused of development of joint or fault in further has controlled the distribution of karst topography including the development of secondary porosity that play a role in the reservoir development. On the basis of porosity features the study area can be divided into two reservoir character that were reservoir with fracture porosity in the south and reservoir with matrix porosity in the north.
ABSTRAK: Pada umumnya topografi karst di daerah Pegunungan Selatan Jawa yang dikenal sebagai Pegunungan Sewu lebih didominasi oleh bentang alam dengan relief positip daripada kenampakan relief negatip seperti sink hole, dolina dan sebagainya. Pembentukan karst Pegunungan Sewu sangat berkait dengan pengaruh curah hujan tinggi daerah beriklim tropis. Pengangkatan batuan karbonat yang terlitifikasi paling tidak telah mempengaruhi permukaan aliran air hujan (run-off) pada wilayah yang luas dan mengontrol perkembangan bentang alam karst yang berrelief positip. Pengangkatan juga akan menyebabkan pembentukan sesar maupun rekahan-rekahan yang lebih jauh akan mengontrol penyebaran bentang alam karst termasuk pula perkembangan porositas sekundernya yang berperan dalam pembentukan reservoir. Berdasarkan pada karakter reservoir daerah telitian dapat dibagi menjadi dua karakter reservoir yaitu reservoir dengan porositas rekahan di selatan dan reservoir dengan porositas matrik di utara.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
1.
Pendahuluan
Secara fisiografis daerah Pegunungan Sewu menempati wilayah bagian selatan Jawa yang dikenal dengan Zona Pegunungan Selatan, melampar dari Parangtritis di ujung barat sampai ke Pacitan di bagian timur. Pegunungan Sewu didominasi oleh batuan karbonat berumur Miosen yang termasuk dalam Formasi Oyo dan Wonosari (Punung). Di bawahnya adalah batuan volkaniklastik termasuk dalam Formasi Nglanggran. Formasi Oyo terdiri dari batugamping tufaan berlapis baik, napal tufaan dan tufa andesitan yang menunjukkan sedimentasi karbonat dan volkanik terjadi berbarengan. Sedimentasi karbonat setelah berakhirnya kegiatan volkanisme ditunjukkan oleh Formasi Wonosari (Punung) yang terdiri dari batuan karbonat berlapis dan reef, dengan sisipan batupasir tufaan, batugamping tufaan dan batugamping napalan serta batulanau. Volkanik paleogen diperkirakan merupakan tempat tumpuan pertumbuhan reef Formasi Wonosari. Komplek Reef pada Formasi Wonosari (Punung) berdasarkan fasiesnya Praptisih dkk,(2004) dapat mengelompokkan menjadi 4 yakni (1) tidal algal packstone penyebaran mendominasi bagian selatan, (2) fasies coral boundstone yang merupakan reef crest – reef front , (3) upper slope orbitoidal- algal packstone, dan (4) lower-slope packstone wackstone. Tiga fasies terakhir secara berurut mempunyai penyebaran yang dominan di bagian utara. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimanakah perkembangan reservoir dan factor-faktor yang mempengaruhi di daerah Karst Pegunungan Sewu. Metodologi penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan lapangan dan studi pustaka terkait dari peneliti terdahulu. Pengamatan lapangan dilakukan hanya terbatas pada jalur jalan besar Wonosari - Baron (jalur ke arah selatan) , dan Wonosari – Pracimantoro ( jalur ke arah timur).
2.
Kenampakan Bentang alam Karst
Secara umum kenampakan kisaran relief positip Karst dari pola-pola keseluruhan individu dikenal sebagai menara karst dan kerucut karst (Purdy & Waltham,1999). Perbedaan antara keduanya adalah dengan melihat besar lereng, disebut sebagai menara karst jika kelerengan berkisar 60 – 90o dan 30 – o 45 untuk kerucut karst. Pegunungan Sewu dengan melihat kategori tersebut di atas termasuk daerah yang didominasi oleh kerucut karst yang dipisahkan oleh depresi-depresi di beberapa tempat. (Gambar 1.Blok Diagram). Latif, dkk (2005), menyebutkan pembagian kerucut karst di daerah Pegunungan Sewu dapat dikelompokkan menjadi dua tipe bukit karst yakni tipe bukit karst simetri dan bukit karst asimetri.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
Berdasarkan pengamatan lapangan daerah telitian dapat dibedakan menjadi dua kenampakan karst positip. Di daerah telitian bagian selatan dari jalur pengamatan Wonosari – Baron, menunjukkan bahwa kerucut karst mempunyai ketinggian relatif besar, dengan kelerengan yang relatif curam, bentuk meruncing mendominasi. Dibagian utara pada jalur Wonosari Pracimantoro menunjukkan kerucut karst ini berubah ketinggiannya menjadi lebih rendah dan lebih cembung.
3.
Perkembangan Relief Karst Daerah telitian.
Perkembangan relief karst pada umumnya sangat dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain pasokan air, pengangkatan serta jenis litologi penyusun. 3.1
Pasokan air Kenampakan relief karst positip merupakan sisa-sisa erosi yang dihasilkan oleh kegiatan pelarutan batugamping di sekitar depresi. Kenampakan karst berrelief tinggi di daerah tropis sangat berkaitan dengan curah hujan yang tinggi, namun demikian tidak semua karst berrelief tinggi terbentuk di daerah beriklim tropis. Brooks dan Ford (dalam Purdy dan Waltham,1999) menunjuk karst Nahanni di Mackenzie Mountain Kanada, terbentuk pada iklim yang berbeda (subarctic). Suatu hal yang penting disini adalah besarnya pasokan air, pada pembentukan karst Nahanni di Kanada disebabkan oleh pencairan salju sementara di daerah tropis umumnya oleh curah hujan yang tinggi.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
Curah hujan yang tinggi didaerah tropis sebagaimana iklim yang ada di daerah telitian akan menyebabkan proses pelarutan terjadi secara besarbesaran, sebagamana terlihat di lapangan. Proses pelarutan yang terjadi menimbulkan kenampakan lapies pada permukaan batugamping, dan stalagtitstalagmit terdapat dalam gua batugamping serta hadirnya sungai bawah tanah di daerah telitian. 3.2
Pengangkatan Tektonik merupakan hal yang sangat penting didalam kaitannya dengan pengangkatan daerah Pegunungan Selatan Jawa pada umumnya. Jawa telah dan terus menjadi daerah aktip secara tektonik, sebagaimana keadaan tersebut ditunjukkan oleh batugamping berumur Miosen dan terbentuk dilaut telah terangkat hingga mencapai posisinya yang sekarang berupa daratan dan mempunyai kemiringan struktural kurang lebih 5o ke arah selatan. Pengangkatan pegunungan Sewu sangat mungkin berlangsung selama Plestosen. Dari pengamatan Lehmann (1936) (dalam Purdy dan Waltham,1999) diperkirakan bahwa bukit – bukit karst tersebut mempunyai teras-teras yang menunjukkan adanya penyela proses pembentukan karst, meskipun hal ini dijumpai hanya setempat-setempat. Dijumpainya beberapa gua-gua yang terbentuk pada zona phreatic saat ini dijumpai pada suatu ketinggian di permukaan serta bukti lain dari tahapan yang telah dilewati dalam perkembangan karst juga sangat membantu menjelaskan terjadinya pengangkatan. Pengangkatan tentunya juga sangat mempengaruhi pembentukan patahan maupun rekahan, dan menariknya adalah bahwa banyaknya rekahanrekahan maupun pelamparan patahan ini akan sangat penting untuk menghasilkan jalur pelarutan besar-besaran dalam perkembangan bentangalam karst. Hasil pemetaan geologi Direktorat Geologi Bandung tidak melaporkan kehadiran patahan dan ini bisa dipahami bahwa patahan bila ada akan cepat berubah kenampakannya mengingat besarnya laju pelarutan. Namun demikian pelurusan lembah maupun bukit karst mungkin dapat membantu dalam menginterpretasikan kehadiran patahan maupun rekahan di daerah Pegunungan Sewu. Gambar 2, menunjukkan bagaimana pola penyebaran karst dan pola o aliran permukaan yang dikontrol oleh kemiringan 5 ke arah selatan mungkin dapat memberikan gambaran kondisi karst saat ini.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
3.3
Litologi Litologi penyusun kerucut karst Pegunungan Sewu terdiri dari banyak variasi termasuk di antaranya batugamping reef, bioherm sebagaimana dilaporkan banyak peneliti antara lain Sartono (1964). Di beberapa singkapan kerucut batugamping nampak massif, jarang terlihat jelas kenampakan struktur perlapisan, semakin ke arah utara secara berangsur berubah menjadi batugamping berlapis dan umumnya berupa batugamping kapuran (chalky limestone). Perubahan karakteristik batuan tersebut ternyata diikuti pula oleh perubahan ketinggian kerucut karst, semakin ke utara nampak semakin berkurang tingginya dan menjadi cembung bentuknya (foto 1 dan foto 2). Kenampakan ini akan nampak jelas teramati dijalur jalan antara Semanu – Pracimantoro misalnya di daerah Bedoyo, di mana batugamping kapuran ini sudah ditambang oleh PT Sugih Alam Raya. Jika dibandingkan dengan penelitian Praptisih dkk, (2004) daerah ini lebih dominan ditempati oleh fasies-fasies coral boundstone yang merupakan reef crest – reef front , upper slope orbitoidal- algal packstone, dan lower-slope packstosne wackestone. Tiga fasies ini secara berurut mempunyai penyebaran yang dominan di bagian utara.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
Foto 1: Kenampakan topografi karst positip yang kerucutnya membulat, Batugamping yang menyusun pada umumnya adalah chalky limestone.
Foto 2: Kenampakan singkapan batugamping kapuran mendominasi bagian utara daerah telitian.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
Relief karst yang positip yang berkembang pada batugamping massif pada umumnya sedikit dijumpai porositas pelarutan berukuran kecil pada matrik, tetapi umumnya akan lebih banyak dijumpai porositas sekunder berskala besar sepanjang rekahan dan kekar (foto 3). Jika dibandingkan dengan penelitian Praptisih dkk (2004), litologi penyusun batugamping massif ini adalah tidal algal packstone yang penyebaran mendominasi bagian selatan, Perkembangan bentang alam karst yang sebagian berkait dengan litologi dapat ditunjukkan oleh batugamping massif yang lebih pejal akan memberikan bentuk karst yang positip dan relatip tinggi sedang batugamping kapuran (Chalky limestone) yang umumnya porus membentuk bentang alam yang lebih landai.
4.
Pembentukan Reservoar
Pembentukan reservoir di daerah karst Pegunungan Sewu akan sangat besar kemungkinannya dipengaruhi oleh adanya pengaruh pengangkatan, penurunan muka air laut maupun lamanya daerah tersebut tersingkap di permukaan. 4.1
Pengaruh Pengangkatan Sebagaimana di jelaskan di muka bahwa pengangkatan akan menyebabkan terjadinya rekahan, sesar serta mempengaruhi aliran air permukaan. Di daerah telitian bagian selatan di mana didominasi oleh kerucut kast yang tinggi, tersusun oleh batugamping massif rekahan sangat dominan dengan besaran yang bervariasi. Kehadiran rekahan ini memungkinkan pelarutan menghasilkan hubungan antar rekahan yang kemudian menimbulkan sungai bawah tahanah, dan gua-gua (foto 3 dan foto 4). Di daerah Pegunungan Sewu aliran sungai bawah tanah terbentuk oleh adanya pelarutan yang menyebabkan terjadinya pembesaran rekahan maupun zona sesar, sementara mikropori interkristalin maupun interpartikel dapat diabaikan sebagai penyebabnya. Dibagian utara daerah telitian yang didominasi oleh batugamping kapuran (chalky limestone, dengan relief karst yang rendah, kemungkinan batuan lebih elastis sehingga rekahan-rekahan ataupun sesar jarang dan bahkan tidak dijumpai ketika pengangkatan terjadi sehingga pada batuan ini sebagian besar tidak terbentuk gua-gua. Mikropori interkristalin dan interpartikel akan sangat umum dijumpai di batugamping kapuran (Chalky Limestone) yang umumnya jarang bahkan tidak dijumpai adanya rekahan-rekahan ataupun sesar. Porositas sekunder yang umum terlihat pada batugamping kapuran berupa porositas vug dan moldik.(foto 5). Aliran air secara langsung mengalir melalui tubuh batuan dan tidak terkonsentrasi secara spesifik misalnya sungai bawah tanah sebagaimana banyak dijumpai di Pegunungan Sewu bagian selatan. Oleh karena hadirnya mikropori lebih dominan maka kerucut karst Pegunungan Sewu
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
bagian utara ini menunjukkan lebih mempunyai kemampuan menyimpan air yang tinggi.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
Foto 3: Proses pelarutan rekahan yang mengakibatkan pembentukan sungai dalam tanah di daerah Malo, jalur ke arah Baron.
Foto 4: Sungai bawah tanah yang keluar di pantai Baron. Perhatikan rekahan yang tebentuk melibatkan batuan gamping massif.
Foto 5: Singkapan batugamping kapuran (chalky limestone) yang menempati bagian utara daerah telitian. Perhatikan porositas sekunder yang terbentuk berupa porositas moldic dan porositas vuggy.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
4.2
Penurunan Muka air Laut Penurunan muka air laut menjadikan wilayah yang semula tertutup oleh air laut menjadi tersingkap dipermukaan. Semakin lama wilayah tersebut tersingkap dan terbuka maka kemungkinan proses pelarutan akan menjadi lebih intensif. Secara umum penurunan muka air laut mempengaruhi terjadinya penurunan base level, namun demikian potensi perkembangan relief yang diakibatkannya relatif kecil bila dibandingkan dengan pengangkatan. Perbedaan mungkin bisa terjadi pada batuan gamping yang tersingkap dipermukaan karena pengangkatan ataupun yang tersingkap dipermukaan oleh penurunan muka air laut. Menurut Purdy dan Waltham (1999), batugamping yang tersingkap dipermukaan oleh akibat pengangkatan akan menghasilkan rekahan dan pensesaran yang mendorong perkembangan relief karst yang positip yang tentu saja juga sangat berkaitan terhadap perkembangan porositas sekunder yang berupa porositas rekahan. Sebaliknya yang tersingkap karena penurunan muka air laut relief karst positip yang terbentuk relatip rendah saja, dengan porositas yang berkembangpun umumnya berupa porositas matrik antara lain porositas sekunder yang berupa cetakan atau porositas moldic serta porositas vuggy.
5.
Diskusi
Pengamatan karakeristik bentuk topografi atau kenampakan relief karst maupun karakteristik porositas yang dijumpai di daerah telitian pada jalur Wonosari – Pracimantoro), Wonosari – Baron, menunjukkan bahwa pada bagian utara lebih di dominasi oleh relief karst yang rendah dengan porositas matrik yang lebih berkembang sedang di bagian selatan dengan relief karst yang tinggi dan porositas rekahan lebih berkembang. Namun demikian kondisi ini tidak dapat disimpulkan bahwa di bagian selatan lebih dominan porositas terbentuk oleh akibat pengangkatan sedang di utara oleh penurunan muka air laut. Peristiwa pengangkatan pada umumnya akan menyebabkan penurunan muka air laut atau pengangkatan pada umumnya berbarengan dengan peristiwa penurunan muka air laut sehingga sulit untuk dipastikan mana proses yang dominan disini oleh karena itu masih diperlukan penelitian lebih lanjut demikian pula dengan kehadiran batugamping kapuran yang mendominasi di bagian utara saja. Hal yang penting di dalam perkembangan reservoir di daerah telitian ternyata jenis batuan akan sangat dominan mempengaruhi pembentukan porositas. Batuan gamping massif lebih didominasi oleh porosita sekunder yang berupa rekahan sedang batuan gamping kapuran lebih didominasi oleh porositas matrik.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010
6.
Kesimpulan
1. Batugamping yang mempunyai karakter keras pada umumnya membentuk kerucut karst yang runcing akan didominasi oleh porositas sekunder yang berupa rekahan. Batugamping ini banyak tersebar di bagian selatan. 2. Batugamping kapuran umumnya akan membentuk topografi karst yang cembung dan akan didominasi oleh porositas matrik, yakni porositas moldic dan vuggy. Batugamping kapuran ini banyak tersebar di bagian utara. 3. Reservoir Batugamping berdasarkan dominasi porositas sekundernya bisa dikelompokan menjadi dua yakni reservoir batugamping dengan porositas rekahan dan batugamping dengan porositas moldic maupun vuggy. 4. Pengangkatan dan penurunan muka air laut merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan reservoir meskipun dominasi dari kedua faktor tersebut sulit untuk dipastikan.
Daftar Pustaka: Mufti Latif Ahmad, Suratman Worosuprodjo, Eko Haryono, 2005, Gunung Sewu, Indonesian Cave and Karstt Journal, vol 1, No.1. Praptisih, Kamtono, Safei Siregar, 2004, Studi fasies batugamping Formasi Wonosari di daerah Semanu dan sekitarnya, Wonosari, Yogyakarta, Teknologi Mineral, Jurnal Ilmu Kebumian , Vol.17, No I, Januari-Juni 2004. Purdy, Edward G., Dave Waltham, 1999, Reservoir Implications of Modern Karst Topography, AAPG Bulletin ,vol.83, 1999. Sartono,S.,1964, Stratigraphy and sedimentation of the easternmost part of the Gunung Sewu (East Java). Publikasi Teknik Seri Geologi Umum No.1, Bandung Direktorat Geologi.