PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS MATEMATIS DAN PENELITIAN MATEMATIS Abdur Rahman As’ari Abstrak. Artikel sederhana ini dimaksudkan untuk menghasilkan ide-ide tentang bagaimana melaksanakan pembelajaran matematika yang memungkinkan tumbuh kembangnya kemampuan berpikir kreatif yang pada akhirnya meningkatkan kreativitas matematis dan penelitian matematis. Berangkat dari definisi kreatif dari kamus umum Bahasa Inggris - Indonesia, penulis mengidentifikasi wujud kreatif dalam matematika. Sesudah itu, penulis menguraikan syarat pembelajaran yang bisa mengembangkan kreativitas, dan akhirnya penulis menyajikan beberapa model pembelajaran untuk mengembangkan berpikir kreatif, dan beberapa detail hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran matematika. Kata-kata Kunci: kreatif, kreativitas, matematika, matematis, tahap kreativitas.
PENGANTAR Sebenarnya penulis malu memaparkan pikirannya dalam artikel ini. Ini disebabkan karena penulis sudah tidak lagi berkecimpung dalam pembelajaran matematika murni atau sekolah,dan apalagi berkiprah dalam penelitian matematika. Penulis sekarang sudah menjatuhkan pilihan kepada keahlian dalam bidang pendidikan matematika, terutama untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Penulis tidak terlalu akrab dengan penelitian matematis, dan oleh karena itu pula, ide tentang bagaimana membelajarkannya juga mungkin kurang mantap. Tetapi, karena panitia sudah menetapkan penulis sebagai pembicara utama sejak jauh hari, dan panitia juga menolak mencari pembicara lain meskipun penulis sudah mencoba untuk diganti, penulis terpaksa memberanikan diri menuliskan ide ini untuk dibahas bersama. Mudah-mudahan ide sederhana ini bisa memberikan manfaat bagi semua. Untuk itu, sebelumnya penulis meminta maaf. Yang sebesar-besarnya. PEMBAHASAN Tema yang digunakan dalam seminar nasional HMJ Matematika Vektor pada tahun 2016 ini adalah “Perkembangan Kreativitas Matematika dan Penelitian Matematika untuk Indonesia yang Lebih Baik.” Pilihan kata “perkembangan” sebenarnya mengarahkan
1
penulis untuk mendeskripsikan kreativitas Matematika dan Penelitian Matematika dari tahun ke tahun, dari waktu ke waktu, di seluruh wilayah nusantara. Akan tetapi, ketika melihat lanjutan kata-katanya, yakni “untuk Indonesia yang Lebih Baik” penulis menduga bahwa kata yang seharusnya adalah kata PENGEMBANGAN, bukan kata perkembangan. Oleh karena itu, di dalam tulisan ini, penulis akan memfokuskan kepada upaya pengembangan kreativitas dan penelitian matematika. Kreativitas Matematika Penulis kembali mengalami kebingungan dengan pilihan kata “Kreativitas Matematika” oleh panitia. Apakah ini berarti “kreativitas dalam matematika”, atau “kreatif dalam bermatematika”, atau “kreativitas yang bersifat matematis”, atau bahkan “matematika kreatif”? Namun, karena tidak ada penjelasan yang kongkrit tentang hal ini, penulis memutuskan sendiri untuk memaparkan ide tentang “bagaimana melaksanakan pembelajaran matematika yang berpeluang memfasilitasi siswa untuk berpikir kreatif dalam matematika?” Menurut Online Merriam-Webster Dictionary , seseorang dikatakan kreatif manakala orang tersebut mampu mempertontonkan kemampuan untuk membuat hal-hal baru atau memikirkan ide baru. Oleh karena itu, pembelajaran yang memfasilitasi siswa berpikir kreatif adalah pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk menghasilkan hal-hal baru atau memikirkan ide baru. Ini berarti bahwa siswa tidak boleh hanya pasif menerima, melainkan juga harus aktif memproduksi objek matematis. Terdapat dua macam objek belajar matematika yang dikemukakan oleh pakar. Objek matematika yang dimaksud adalah: (1) objek langsung, dan (2) objek tidak langsung (Samuel, 2012). Objek langsung mencakup: fakta, keterampilan atau prosedur, konsep, dan prinsip. Sementara itu, objek tak langsungnya mencakup: transfer belajar, kemampuan inkuiri, kemampuan pemecahan masalah, disiplin diri, dan apresiasi terhadap struktur matematis.
2
Menurut hemat penulis, hal-hal baru atau ide baru yang dihasilkan siswa lebih banyak kepada objek langsung matematika, seperti: fakta baru, konsep baru, keterampilan baru, dan prinsip baru. Dengan demikian, pembelajaran yang dirancang untuk memfasilitasi kreativitas matematika siswa adalah pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk menghasilkan fakta matematis baru, keterampilan matematis baru, konsep matematis baru,atau prinsip matematis baru. Menghasilkan Fakta Baru Yee & Kondo (2016) mengklaim telah menemukan pendekatan bilangan phi dengan digit sebanyak 12,1 trilyun. Kalau itu memang benar, maka itu adalah fakta matematis. Kalau di antara kita atau siswa kita ada yang mampu menghasilkan pendekatan bilangan phi dengan digit yang lebih banyak dari 12,1 trilyun, misalkan saja sebanyak 30 trilyun, maka kita telah menghasilkan sesuatu yang baru. Untuk menghasilkan pendekatan bilangan phi dengan digit sebanyak 12,1 trilyun tersebut, Yee & Kondo memerlukan bantuan hardware komputer yang luar biasa hebat. Bisa dibayangkan bagaimana mengembangkan hardware yang mampu menghasilkan pendekatan bilangan phi seperti itu. Sungguh sesuatu ya ng tidak lumrah, karenanya bisa dikatakan sebagai orang yang kreatif. Menghasilkan prosedur baru. Perhatikan tugas berikut. Jika satu
berarti 1 batang korek api, tentukan
sebanyak mungkin cara yang bisa digunakan untuk menghitung dengan benar batang korek api yang diperlukan untuk menghasilkan gambar berikut.
Keberhasilan menemukan sebanyak mungkin cara untuk menghitung banyaknya batang korek api yang berbeda dari yang sudah diberikan bis a dibilang sebagai kreativitas menghasilkan prosedur baru.
3
Menghasilkan Konsep Baru Perhatikan bilangan-bilangan asli di bawah 41 berikut: 6, 10, 12, 14, 15, 18, 20, 21, 24, 26, 28, 33, 34, 35, 36, 38, 39, 40. Bilangan-bilangan ini dikategorikan oleh Asari sebagai bilangan similikithi. Bilangan-bilangan ini memiliki ciri khusus yang berbeda dengan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 11, 13, 16, 17, 19, 23, 25, 27, 29, 30, 31, 32, dan 37 terutama ditinjau dari banyaknya jenis faktor prima yang berbeda. Bilangan similikithi memiliki tepat dua macam faktor prima, sementara yang bukan similikithi bisa memiliki hanya satu faktor prima, atau tiga macam faktor prima. Contoh, 26 memiliki 2 jenis faktor prima yaitu 2 dan 13. 20 memiliki dua macam faktor prima, yaitu 2 dan 5. Sementara itu, 30 memiliki tiga faktor prima, yaitu 2, 3, dan 5. Sementara 32 memiliki hanya satu faktor prima. Karena itu, meskipun 4, 9, 16, 25 bukan bilangan similikithi, tetapi 36 yang memiliki faktor prima 2 dan 3 ditetapkan sebagai bilangan similikithi. Kemampuan menghasilkan jenis bilangan baru ini adalah kemampuan menghasilkan konsep baru dalam matematika. Menghasilkan Prinsip Baru Kemampuan menghasilkan prinsip baru (teorema baru) atau sekedar membuktikan teorema baru dianggap sebagai kreativitas yang tinggi dalam belajar matematika. Kemampuan inilah yang biasanya dijadikan tolok ukur seseorang dikatakan sebagai matematikawan atau bukan. Semakin banyak teorema baru yang dihasilkan, atau semakin sederhana pembuktian terhadap teorema, semakin hebat reputasi kreativitas orang tersebut. Kalau orang Indonesia mampu menghasilkan fakta baru, keterampilan baru, konsep baru, dan apalagi prinsip baru, maka orang tersebut akan terkenal . Ia akan menjadi rujukan, terutama bila hal yang dihasilkan adalah sesuatu yang sangat dipe rlukan oleh matematikawan dunia. Sebagian besar matematikawan bahkan industri industri besar dunia mengenalnya, terutama di mana orang itu tinggal dan
4
merupakan warga negara apa. Dengan begitu, ia juga membawa nama harum bangsa Indonesia. Ia akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Kreativitas Penelitian Matematika Menurut Subcommittee on Undergraduate Research (2006), penelitian matematika dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: penelitian matematika murni, dan penelitian matematika terapan. Penelitian matematika murni dimaksudkan untuk menghasilkan matematika baru atau membuktikan teorema baru. Sementara itu penelitian dalam matematika terapan dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang menarik perhatian peneliti. Oleh karena itu, kemampuan menghasilkan prinsip baru dalam matematika masuk juga dalam kategori kreativitas penlitian matematika. Sebagaimana definisi kreatif menurut Merriam-Webster Dictionary di atas, kreativitas penelitian matematika seseorang diukur dari kemampuan orang itu melakukan menemukan teorema baru, membuktikan teorema baru, dan memecahkan masalah penting yang tidak pernah dibayangkan oleh orang lain. Kalau orang Indonesia mampu menghasilkan teorema-teorema baru, kemudian diterbitkan di jurnal-jurnal ternama, nama orang itu akan terkenal di kalangan matematikawan dunia, dan dampaknya Indonesia pula akan terkesan baik pula. Kalau ada orang Indonesia yang mampu menghasilkan suatu model matematika yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah penting yang pelik secara lebih efektif dan efisien, ia akan terkenal dan menjadi corong bangsa Indonesia yang baik. Ia akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Karena itu, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana memfasilitasi siswa agar kreatif dalam belajar matematika? Syarat untuk Mengembangkan Kreativitas Marzano (1992) mengemukakan adanya 5 (lima) dimensi belajar, yaitu: (1) attitude and perception, (2) acquire and integrate knowledge, (3) extent and refine
5
knowledge, (4) apply knowledge meaningfully, dan (5) habits of mind. Habits of mind, adalah dimensi tertinggi yang memuat tiga keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu kritis, kreatif, dan mandiri (self-regulated). Karena itu, untuk menjadikan seseorang itu kreatif, empat dimensi belajar yang di bawahnya harus dikuasai secaa mantap. Mereka harus memiliki sikap dan persepsi yang baik dulu terhadap matematika, guru matematika, maupun kelas matematika. Mereka juga harus menguasai pengetahuan matematika baik yang bersifat konseptual maupun prosedural dan menyatukannya dengan skema dalam struktur kognitifnya. Mereka juga harus mengembangkan pengetahuan itu sehingga menjadi lebih baik dan lebih terkoneksi. Selanjutnya, mereka juga harus menerapkan pengetahuannya secara bermakna. Dengan demikian, penguasaan konsep dan prinsip matematika saja tidak mencukupi untuk menjadikan seseorang kreatif dalam matematika. Mereka harus mahir (proficient) dalam bermatematika. Mahir dalam bermatematika, yang menurut NRC (2001) menuntut dimilikinya 5 komponen yang saling terkait, yaitu: conceptual understanding, procedural fluency, adaptive reasoning, strategic competence, and productive disposition, harus dimiliki terlebih dahulu kalau ingin mencetak orang yang kreatif. Siswa harus menguasai konsep matematika dengan baik dan benar. Siswa harus lancar dalam menjalankan operasi-operasi matematis. Siswa harus memiliki penalaran yang kuat. Siswa harus memiliki kompetensi strategis, dan terakhir siswa harus memiliki kecenderungan bertindak yang produktif. Setelah itu, siswa juga harus kritis melihat fenomena dalam matematika, dan secara mandiri harus termotivasi dengan sendirinya untuk menggali dan menemukan kekuatan dan kelemahan prinsip matematis atau penyelesaian suatau masalah , secara mandiri membaca literatur yang relevan, berkomunikasi dengan pakar lain sehigga diperoleh ide untuk menyelesaikan masalah atau menghasilkan prinsip matematis baru. Karena itu, pembelajaran matematika untuk mengembangkan kreativitas matematika dan penelitian matematika harus dilandasi oleh dimilikinya kemahiran matematis serta kemampuan berpikir kritis dan mandiri.
6
Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Beberapa cara telah dikembangkan oleh para pakar untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Siswono menawarkan penggunaan st rategi pengajuan masalah (2005), Pengajuan dan pemeahan masalah (2008) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Sementara itu, Kwon, Park, & Park (2006) menawarkan pendekatan open-ended untuk meningkatkan kemampuan berpkir kreatif siswa. Namun demikian, model pembelajaran yang ditawarkan ini kurang memperhatikan detil proses berpikir kreatif yang dilalui para kreator. Oleh karena itu, selain model-model pembelajaran yang telah dikemukakan di atas, penulis akan mencoba menemukan detail pelaksanaan pembelajaran yang memungkinkan tumbuh berkembangnya kreativitas matematis siswa. Menurut Sriraman (2004), dari penelitian yang dilakukannya terhadap lima orang matematikawan, diperoleh informasi bahwa kreativitas matematikawan tersebut diperoleh melalui empat tahap, yaitu: (1) tahap preparatory, (2) tahap incubation, (3) tahap illumination, dan (4) tahap verification. Hal penting diungkapkan bahwa kreativitas mereka itu sering muncul dengan tiba-tiba, secara tidak sengaja, secara tidak sadar, tetapi setelah melalui tahapan preparatory dan incuba tion yang luar biasa intens. Ide kreatif mereka kadang muncul ketika minum kopi, ketika sedang ke kamar kecil, atau ketika hendak tidur. Pada tahap preparatory, para matematikawan tersebut membaca banyak literatur, berbicara dengan matematikawan lain, mencobakan berbagai macam heuristik, dan menggunakan pendekatan back-and-forth terhadap dugaan yang masih belum terbukti dengan benar. Sesudah itu, mereka mencoba memecahkan masalah. Akan tetapi, seringkali matematikawan ini mengerjakan masalah lain pada saat yang bersamaan, dan dari asyik bekerja dengan hal lain inilah mereka sering tiba -tiba memperoleh inspirasi berupa ide kreatif. Karena itu, menurut hemat penulis, tahap preparatory ini perlu mendapatkan perhatian khusus untuk meningkatkan kreativitas siswa. Siswa perlu lebih sering
7
diajak untuk membaca literatur, mempelajari bukti dari suatu teorema dengan kritis, mempelajari ide dalam pengerjaan soal-soal, terutama soal non-rutin. Dengan mengajak siswa dan membiasakan siswa untuk membaca literatur, wawasan siswa tentang matematika akan bertambah. Siswa akan terbiasa melihat perkembangan terkini dari kreativitas matematis. Tentu tidak sekedar membaca biasa. Siswa harus dibiasakan membaca produktif, yaitu membaca dengan pemahaman tetapi dilanjutkan dengan mengaplikasikan pemahamannya dalam bentuk yang baru. Bahkan, siswa perlu diajak untuk membuat peta perkembangan kreativitas matematis yang ada, dan menemukan lubang-lubang yang masih bisa diisi dengan baik. Siswa mungkin juga perlu didorong untuk membangun komunitas para penggemar matematika dimana mereka bisa saling berbagi ide, berbagi pengalaman, dan bertukar pikiran tentang bagaimana memecahkan masalah matematika, menemukan masalah yang belum terjawab, dan lain sebagainya. Mungkin guru bisa meminta siswa membentuk jejaring dengan siswa di sekolah lain, di tempat lain sebagai salah satu tugas dalam belajar matematika. Dorong mereka berinteraksi satu sama lain, dan mintalah mereka membuat portofolio sehubungan dengan aktivitasnya dalam jejaring tersebut. Selanjutnya, siswa juga perlu diperkenalkan sehingga mahir menggunakan berbagai macam strategi pemecahan masalah. Buku-buku seperti The Art of Problem Solving: A Resource for Mathematics Teachers (Posamentier, 1996), Problem Solving Strategies for Eficient and Elegant Solutions: A Resource for Mathematics Teachers (Posamentier, 1998), The Art and Craft of Problem Solving (Zeitz, 2007), Techniques of Problem Solving (Krantz, 1997) adalah beberapa di antara buku yang bisa dipelajari oleh siswa agar mereka mengenal ragam strategi pemecahan masalah. Dengan menguasai berbagai macam strategi tersebut, mereka diharapkan memiliki kepercayaan diri dan pantang menyerah dalam menghadapi
8
masalah, dan memungkinkan diperolehnya inspirasi kreatif untuk menghasilkan ide matematika yang baru. Terakhir, siswa perlu dibiasakan untuk mengembangkan konjektur, dan mencoba membuktikan kebenarannya dengan berbagai macam cara. Siswa harus d iajarkan untuk menemukan pola, dan metode pembuktian yang sesuai dengan konjektur yang dihasilkannya. Untuk itu, kerjama penelitian antara dosen/guru dengan mahasiswa/siswa merupakan satu hal yang bagus untuk dicobakan. Untuk saat ini mungkin yang jadi masalah adalah terlalu banyaknya siswa yang perlu diajak bekerja bersama. Untuk sementara waktu tampaknya dosen/guru terpaksa harus memilih beberapa saja. Tidak mungkin mengajak semua siswa meneliti. PENUTUP Penulis telah mencoba untuk menguraikan pemikiran penulis tentang pembelajaran yang kemungkinan bisa mengembangkan kreativitas matematika dan penelitian matematika siswa. Semoga kita semua memiliki ide awal yang cemerlang untuk memulai pemhelajaran matematika yang mampu meningkatkan kreativitas siswa kita, dan mau menerapkannya dengan sungguh-sungguh serta diikuti dengan praktik refleksi yang baik. Semoga dengan itu, bangsa Indonesia yang lebih baik akan dapat kita wujudkan dalam waktu dekat. RUJUKAN Marzano, R.J. 1992. A Different Kind of Classroom: Teaching with Dimensions of Learning. Alexandria, VA: ASCD Krantz, S.G. 1997. Techniques of Problem Solving. American Mathematical Society Kwon, O.N., Park, J.H. & Park, J.S. 2006. Asia Pacific Educational Review. 7(1), pp. 51 – 61 National Research Council (NRC). 2001. Adding it Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington DC: National Academic Press
9
Posamentier, A.S. 1996. The Art of Problem Solving: A Resource for Mathematics Teachers. Thousand Oaks, CA: Corwin Press Posamentier, A.S. 1998. Problem Solving Strategies for Eficient and Elegant Solutions: A Resource for Mathematics Teachers. Thousand Oaks, CA: Corwin Press Samuel, B. 2012. Overview of R. Gagne’s Theory for Teaching Mathematics. Winneba: University of Education Siswono, T.Y.E. 2005. Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui pengajuan masalah. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains. X (1), 1 –9 Siswono, T.Y.E. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Unesa. Sriraman, B.2004. The Characteristics of Mathematical Creativity. The Mathematics Educator, 14(1), pp. 19 – 34 Subcommittee on Undergraduate Research. 2006. Mathematics Research by Undergraduate: Costs and Benefits to Faculty and the Institution. The Mathematical Association of America. Tersedia di www.maa.org/cupm/CUPMUG-research.pdf Yee, A.J. & Kondo, S. 2016. 12.1 Trillion Digits of Phi … and we’re out of the disk space. http://www.numberworld.org/misc_runs/pi-12t/ tanggal 18 Oktober 2016. Zeitz, P. 2007. The Art and Craft of Problem Solving. John Wiley & Sons, Inc.
10