PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA POHON MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VIII E SMP TAMANSISWA MALANG
Febriyanti Emilia Imam Supeno Lathiful Anwar
Jurusan Matematika, Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] [email protected] [email protected] ABSTRAK: Berdasarkan pengamatan selama PPL, kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII E SMP Tamansiswa perlu ditingkatkan. Perpaduan media pohon matematika dengan STAD memungkinkan siswa berinteraksi dengan kelompok dalam menumbuhkan ide kreatifnya sehingga diharapkan mampu menyelesaikan kondisi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas dalam dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan persentase kemampuan berpikir kreatif siswa secara klasikal 57,5% (siklus I) menjadi 71,3% (siklus II). Peningkatan dipengaruhi ketepatan guru dan siswa dalam menerapkan rencana pembelajaran. Ketepatan guru menerapkan rencana pembelajaran 75% (siklus I) menjadi 81% (siklus II). Ketepatan siswa mengikuti pembelajaran 63,4% (siklus I) menjadi 74,2% (siklus II). Kata Kunci: STAD, pohon matematika, kemampuan berpikir kreatif
Menghadapi tantangan perkembangan IPTEK dan informasi diperlukan sumber daya yang memiliki keterampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan bekerjasama yang efektif. Melalui pendidikan matematika, cara berpikir tersebut dapat dikembangkan dengan baik (Saefudin, 2012). Kenyataannya, tidak banyak peserta didik yang mendapatkan kesempatan untuk memiliki keterampilan tinggi tersebut melalui pendidikan matematikanya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama melaksanakan praktik pengalaman lapangan di SMP Tamansiswa Malang, penulis memperoleh beberapa fakta tentang kondisi siswa, yaitu siswa kurang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan bekerjasama yang efektif. Selain itu, penulis menduga bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII E masih kurang, hal ini terbukti dengan sikap siswa yang selalu “manut” dengan cara yang diberikan oleh guru. Kondisi ini juga diperkuat kebenarannya oleh pernyataan seorang guru bidang studi yang mengajar di kelas tersebut. Melihat fakta yang telah penulis paparkan di atas, sudah sepantasnya guru bersama dengan segenap pemerhati pendidikan memikirkan langkah tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Sehingga dalam pembelajaran keseharian, matematika pada khususnya, guru perlu mengadakan suatu pendekatanpendekatan yang dapat membantu mengembangkan kreativitas siswa melalui pola
pikir kritis dan kreatifnya. Selain itu, guru juga perlu menumbuhkan sikap kooperatif siswa dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. STAD merupakan salah satu model pembelajaran yang paling sederhana, dan menurut penulis paling efektif untuk diterapkan di SMP Tamansiswa. Menurut Slavin, STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu: 1) presentasi kelas, 2) diskusi, 3) kuis, 4) peningkatan kemampuan individu 5) penghargaan kelompok. Selain meningkatkan sikap kooperatif, siswa kelas VIII E di SMP Tamansiswa Malang juga perlu ditingkatkan kreativitasnya dengan metode pembelajaran yang sesuai. Silver dan Cai (1996) mengatakan bahwa pengajuan masalah (problem posing) merupakan inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika. Dalam pengajuan masalah, sikap siswa yang paling jelas terlihat adalah sikap kritisnya. Selain problem posing, pembelajaran berdasarkan masalah terutama masalah matematika terbuka (open ended) sangat sesuai dengan tuntutan saat ini, terutama karena di samping mengembangkan kemampuan memecahkan masalah problem solving, pendekatan ini juga menekankan pada pencapaian kompetensi matematis tingkat tinggi yaitu berpikir kritis, kreatif dan produktif. Menurut Nohda (Susanti, 2006) tujuan utama dari pembelajaran open ended adalah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving seorang simultan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti berusaha memadukan pendekatan problem posing dan open ended dalam suatu media pohon matematika untuk menggali sikap kreatif siswa. Pohon matematika adalah media berbentuk gambar pohon yang digunakan dalam pembelajaran matematika. Sama seperti pohon pada umumnya, pohon matematika juga memiliki batang, ranting, dan daun. Dengan batang merupakan materi pokok dalam matematika, ranting merupakan masalahmasalah yang terkait dengan materi pokok, dan daun merupakan jawaban dari masalah-masalah tersebut atau sebaliknya. Ranting terisi dengan menerapkan pendekatan problem posing, sedangkan daun terisi dengan penerapan pendekatan open ended. Atas pertimbangan yang telah diuraikan di atas, peneliti berharap penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media pohon matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII E SMP Tamansiswa Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media pohon matematika, kemudian untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII E SMP Tamansiswa Malang melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media pohon matematika. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas yang berusaha mengkaji dan merefleksikan secara mendalam beberapa aspek kegiatan belajar mengajar. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitiannya adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini
menuntut kehadiran peneliti di lapangan yang bertindak sebagai partisipan penuh, yakni sebagai instrumen kunci dan pemberi tindakan dalam penelitian. Kedudukan peneliti dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, pengamat, penganalisis, pelapor data, dan pelapor hasil penelitiannya. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII E SMP Tamansiswa tahun ajaran 2012/2013. Kelas VIII E merupakan kelas yang homogen secara gender, 28 siswa tersebut adalah perempuan. Data yang diambil dari penelitian ini adalah data dari dokumen sekolah yang berupa nilai ulangan harian terakhir yang digunakan sebagai data awal, hasil observasi selama pengamatan berlangsung yang dilakukan oleh dua orang observer, hasil wawancara dan dialog selama pembelajaran, data yang diambil dari soal tes tertulis, dan video yang diambil selama pembelajaran untuk mengkonfirmasi cara berpikir siswa apakah telah sesuai dengan indikator berpikir kreatif. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis sebagai berikut: 1. Data Penerapan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dengan Media Pohon Matematika Siswa Kelas VIII E SMP Tamansiswa. Data yang diperlukan adalah data hasil pengamatan melalui lembar observasi mengenai ketepatan guru dan siswa dalam menerapkan tahapan pembelajarannya.
(Sumber: Suharsimi Arikunto, 2009:235-236)
2. Data Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII E SMP Tamansiswa dalam Merancang dan Menumbuhkan Pohon Matematika
(Sumber: Suharsimi Arikunto, 2009:235-236) Kriteria keberhasilan disesuaikan dengan prosentase keberhasilan berikut ini :
80% < NR ≤ 100% menyatakan Sangat Baik 60% < NR ≤ 80% menyatakan Baik 40% < NR ≤ 60% menyatakan Cukup Baik 20% < NR ≤ 40% menyatakan Kurang Baik 0% ≤ NR ≤ 20% menyatakan Tidak Baik Penelitian ini dikatakan berhasil jika ketepatan guru dan siswa dalam menerapkan pembelajaran dan keterampilan berpikir kreatif siswa secara klasikal mencapai kriteria minimal ”baik”.
HASIL Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Pada masing-masing siklus terdiri dari tiga pertemuan dan masing-masing pertemuan dilaksanakan dalam 2 x 45 menit. Penelitian ini dimulai pada tanggal tanggal 4 Maret 2013 dan selesai pada tanggal 1 April 2013. Selama proses penelitian berlangsung, ada beberapa hasil yang diperoleh seperti yang penulis paparkan berikut. 1. Ketepatan guru dalam menerapkan rencana pembelajaran kooperatif STAD dengan media pohon matematika Hasil observasi ketepatan guru dalam menerapkan rencana pembelajaran kooperatif STAD dengan media pohon matematika dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Taraf keberhasilan tindakan guru dalam menerapkan rencana pembelajaran
Siklus I II
Pertemuan ke I, II , dan III Taraf Keberhasilan I, II , dan III Taraf Keberhasilan
Persentase Keberhasilan Observer I Observer II 76,35% 73,7% Baik Baik 81,9 % 80,1 % Sangat baik Sangat baik
Rata-rata 75% Baik 81 % Sangat baik
Persentase ketepatan guru dalam menerapkan rencana pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Taraf keberhasilan sudah mencapai kategori sangat baik. 2. Ketepatan siswa dalam mengikuti rencana pembelajaran kooperatif STAD dengan media pohon matematika Hasil observasi ketepatan siswa dalam mengikuti rencana pembelajaran kooperatif STAD dengan media pohon matematika dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2 Taraf keberhasilan tindakan siswa dalam mengikuti pembelajaran
Persentase Keberhasilan Rata-rata Observer I Observer II I, II , dan III 64,8 % 62 % 63,4 % I Taraf Keberhasilan Baik Baik Baik I, II , dan III 74,17 % 74,3 % 74,2 % II Taraf Keberhasilan Baik Baik Baik Persentase ketepatan siswa dalam mengikuti pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Taraf keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran sudah dikatakan “baik”. Siklus
Pertemuan ke -
3. Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran dengan Pohon Matematika Data mengenai kemampuan berfikir kreatif siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4 Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Indikator Berpikir Kreatif Indikator I Indikator II Indikator III Rata-rata Fluency Flexibility Originality I 68,5 % 68,5 % 35,5 % 57,5 % 82,7 % 82,7 % 48,5 % 71,3 % II Pada siklus I, keterampilan berpikir kreatif siswa masih dalam kategori cukup. Dapat dilihat pada tabel bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa untuk indikator originality masih kurang. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah penguasaan guru terhadap kelas, kefektifan guru dalam menyampaikan pembelajaran, dan soal-soal yang diberikan dalam LKS maupun tes belum dapat memunculkan indikator kebaruan (originality) pada siswa. Hal ini ditanggapi dengan melakukan refleksi pada siklus I, yaitu dengan memperhatikan kendala-kendala dan memikirkan solusi-solusi untuk akhirnya diterapkan pada siklus II. Dengan melakukan refleksi pada siklus I, kemampuan berpikir kreatif siswa mengalami peningkatan pada siklus II. Secara keseluruhan, kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII E mencapai rata-rata 71,3 % dengan kategori “baik”. Peningkatan ini dipengaruhi oleh ketepatan guru dan siswa dalam menerapkan pembelajaran yang semakin baik. Meskipun ada beberapa hal sebenarnya bisa dilakukan lebih baik lagi seperti pengelolaan kelas dan penyusunan LKS. Namun melihat hasil kuis yang telah mencapai indikator keberhasilan, serta mempertimbangkan hasil pekerjaan LKS serta dialog-dialog yang terjadi dengan siswa selama pembelajaran berlangsung, peneliti melihat bahwa siswa telah memiliki kemampuan berpikir kreatif dan mengalami peningkatan pada siklus II ini. Peneliti berkesimpulan bahwa tindakan penelitian ini telah berhasil dilaksanakan sehingga peneliti mengakhiri tindakan penelitian. Siklus
PEMBAHASAN A. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Media Pohon Matematika Berdasarkan hasil penelitian ini, langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media pohon matematika yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan Awal, guru menyampaikan tujuan pembelajaran agar siswa mengetahui tujuan dan manfaat suatu materi dalam pembelajaran. Kemudian guru menyampaikan motivasi belajar. Kegiatan ini dilakukan pada masingmasing pertemuan. 2. Kegiatan Inti a. Presentasi kelas, kegiatan ini dilakukan pada pertemuan pertama dan dimulai dengan guru menyampaikan materi prasyarat, selanjutnya guru menyampaikan materi yang akan dibahas.
b. Diskusi Kelompok, diskusi kelompok dibagi menjadi dua yaitu diskusi kelompok I dan diskusi kelompok II. Diskusi kelompok I dilakukan pada pertemuan pertama dan diskusi kelompok II dilakukan pada pertemuan kedua. Pada tahap ini guru membagi kelas ke dalam beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa yang heterogen dari segi kemampuan akademik. Diskusi kelompok I adalah diskusi untuk menyelesaikan LKS yang dirancang secara konstruktif agar siswa mampu memahami konsep. Diskusi kelompok II adalah diskusi untuk menyelesaikan masalah pada LKS kreativitas yang dirancang menggunakan media pohon matematika. Guru menginformasikan kepada siswa mengenai aturan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pohon matematika dan memastikan setiap anak dalam kelompok paham dan mengerti dengan jelas aturan dalam menumbuhkan pohon matematika. Setelah diskusi kelompok usai, dilanjutkan dengan diskusi kelas. c. Kuis, kegiatan ini dilakukan pada pertemuan ketiga atau pada akhir siklus. Kuis digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami dan menguasai materi yang telah dibahas. Selain itu kuis juga digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. d. Peningkatan skor siswa, guru bersama siswa membahas soal kuis yang telah dikerjakan. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengkonfirmasi jika ada pemahaman siswa yang berbeda. e. Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok dilakukan pada pertemuan ketiga. Pada tahap ini guru memberikan penghargaan untuk kelompok terbaik. Kelompok terbaik dinilai berdasarkan nilai rata-rata kuis setiap individu dalam kelompok. 3. Kegiatan Akhir, kegiatan ini meliputi refleksi terkait dengan pembelajaran yang telah berlangsung. Kegiatan ini dilakukan pada akhir masing-masing pertemuan dengan tujuan untuk mendapatkan bahan perbaikan pada pertemuan berikutnya. B. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif STAD dengan Media Pohon Matematika. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi kubus dan balok dengan menggunakan media pohon matematika yang dipadukan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari penjelasan pada bab sebelumnya tentang rencana pembelajaran yang diterapkan secara baik oleh guru dan siswa serta mengalami peningkatan pada siklus kedua. Munandar (1992, 48) menjelaskan bahwa berpikir kreatif dapat diukur dari lima indikator, yaitu berpikir lancar (fluency), luwes (flexibility), kebaruan (originality), memperinci (elaboration), dan evaluasi. Dalam penelitian ini peneliti mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa dari tiga indikator, yaitu berpikir lancar (fluency), luwes (flexibility), dan kebaruan (originality). Masingmasing indikator tersebut telah muncul selama pembelajaran khususnya pada siklus II. Hal ini terlihat pada hasil pekerjaan siswa dalam LKS dan dialog dengan siswa pada saat diskusi kelompok. Berikut adalah contoh pekerjaan siswa dan
transkrip pembicaraan yang menguatkan pernyataan bahwa tiga indikator berpikir kreatif telah muncul selama pembelajaran.
Gambar 1 Salinan ranting 3 beserta daun yang dibuat oleh kelompok Almira, dkk pada LKS kreativitas siklus II
Untuk mengetahui cara berpikir siswa dalam menumbuhkan daun maka dilakukan dialog dengan anggota kelompok tersebut mengenai daun-daun yang mereka tumbuhkan. G : “Bagaimana kalian menentukan panjang dan lebarnya?” S1 : “Dari 36 dibagi 3 kan sama dengan 12 bu. Berarti panjang dan lebarnya harus sama dengan 12. G : “Kenapa kamu memilih 4/3 dan 9 sebagai panjang dan lebar?” S1 : “hmm,,,ya ndak apa-apa bu .... kan kalau dikalikan hasilnya sama dengan 12” G : “dari mana kalian mendapatkan bilangan-bilangan itu?” S2 : “Dari panjang = 4 dan lebar = 3. Panjang dibagi 3, berarti lebarnya dikali 3 supaya kalau dikalikan hasilnya tetap 12 bu ...” G : “Iya bu, seperti yang tadi ibu beri contoh …” Indikator berpikir lancar (fluency) muncul dari jawaban siswa yang lebih dari satu. Dengan jawaban yang lebih dari satu maka dapat dipastikan bahwa siswa telah memikirkan lebih dari satu jawaban. Indikator berpikir luwes (flexibility) muncul dari jawaban siswa yang bervariasi. Dengan jawaban yang bervariasi dan hasil dialog di atas maka dapat dipastikan siswa menggunakan banyak alternatif dan cara yang berbeda untuk menemukan jawaban. Indikator berpikir orisinal nampak
dari jawaban siswa yang baru/berbeda. Jawaban dikatakan baru/berbeda jika siswa memilih panjang atau lebar berupa bilangan pecahan atau desimal. Indikator berpikir kreatif yang muncul selama pembelajaran diikuti dengan meningkatnya kemampuan berpikir kreatif pada saat tes diakhir masing-masing siklus. Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya bahwa persentase kemampuan berpikir kreatif siswa indikator kelancaran (fluency) mengalami peningkatan yaitu 68,5 % pada siklus I menjadi 82,7 % pada siklus II. Kemampuan berpikir kreatif indikator keluwesan (flexibility) meningkat dari 68,5 % pada siklus I menjadi 82,7 % pada siklus II. Kemampuan berpikir kreatif indikator kebaruan (originality) meningkat dari 35,5 % pada siklus I menjadi 48,5 % pada siklus II. Sehingga secara klasikal kemampuan berpikir kreatif siswa dilihat dari ketiga indikator tersebut meningkat dari 57,5 % pada siklus I menjadi 71,3 % pada siklus II dengan klasifikasi “baik”.secara klasikal telah mencapai indikator keberhasilan yaitu 57,5 % pada siklus I menjadi 71,3 % pada siklus II dengan klasifikasi “baik”. Ketidakberhasilan siklus I dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya soal-soal yang diberikan pada siklus I kurang memicu munculnya indikator kebaruan. Melihat kenyataan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat dari siklus I ke siklus II, maka peneliti menyimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran ini efektif untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Selain itu peneliti juga menyimpulkan bahwa pernyataan Suherman (2003: 110), yang menyatakan bahwa pendekatan open ended merupakan pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk berpikir secara aktif dan kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan berlaku juga bagi siswa kelas VIIIE SMP Tamansiswa Malang. Pendekatan tersebut dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kemampuaan kreatif siswa SMP Tamansiswa Malang dengan menggabungkan problem posing dalam sebuah media pohon matematika. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media pohon matematika yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa adalah: a. Kegiatan Awal, menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi belajar. b. Kegiatan Inti 1) Presentasi kelas, guru menyampaikan materi. 2) Diskusi Kelompok, diskusi untuk mengerjakan LKS. Anggota kelompok heterogen. 3) Kuis, digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. 4) Peningkatan skor siswa, konfirmasi pemahaman siswa. 5) Penghargaan kelompok, diberikan kelompok terbaik berdasarkan nilai rata-rata kuis anggota kelompok. c. Kegiatan Akhir, kegiatan ini meliputi refleksi terkait dengan pembelajaran yang telah berlangsung. Kegiatan ini dilakukan pada akhir masing-masing pertemuan dengan tujuan untuk mendapatkan bahan perbaikan pada pertemuan berikutnya.
2. Kemampuan berpikir kreatif siswa mengalami peningkatan Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media pohon matematika yang telah dijelaskan di atas dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa selama pembelajaran hasil pekerjaan siswa pada tes tertulis (kuis) selama siklus I dan siklus II. Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya bahwa persentase kemampuan berpikir kreatif siswa secara klasikal telah mencapai indikator keberhasilan yaitu 57,5 % dengan klasifikasi “cukup baik” pada siklus I menjadi 71,3 % dengan klasifikasi “baik” pada siklus II. Dengan demikian, secara klasikal kemampuan berpikir kreatif siswa dikatakan “baik”. SARAN Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian, berikut ini terdapat beberapa saran yang perlu dipertimbangkan. Saran bagi para pendidik hendaknya pembelajaran kooperatif dengan media pohon matematika yang dipadukan dengan tipe pembelajaran STAD dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang tepat untuk membantu menigkatkan kemampuan bepikir kreatif diberbagai materi matematika. Soal-soal yang berupa open ended dan problem posing sebaiknya lebih sering diberikan kepada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir kreatif mereka. Penerapan pembelajaran ini dapat berjalan dengan lebih baik jika interaksi antara guru dan siswa terjalin dengan baik juga. Oleh karena itu, totalitas guru dalam mengajar baik dari segi penguasaan materi, pengelolaan kelas, ataupun sikap guru dalam mengajar sangat dibutuhkan agar siswa juga dapat memperoleh pengetahuan yang maksimal. Saran untuk peneliti selanjutnya sebaiknya menerapkan strategi ini pada pokok bahasan yang berbeda dan lebih memperhatikan soal-soal yang akan diberikan kepada siswa. Selain itu dapat dipadukan dengan alternatif pembelajaran yang lainnya. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta. Munandar, S.C. Utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Petunjuk bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: Grasindo. Saefudin, Abdul Aziz. 2012. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Yogyakarta. (online) (journal.uin-suka.ac.id/albidayah/article/download/22/25, diakses tanggal 11 Februari 2013) Silver. 1996. An Analysis of Aritmetic Problem Posing by Middle School Student. Journal for Research in Mathematics Education, vol. 27, no. 5, pp. 521539. (online) Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI Susanti. 2006. Penerapan Pembealajaran Matematika dengan Pendekatan Open Ended Topik AritmetikaSosial bagi Siswa Kelas VII SMP. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.