Didik Nurhadi, Pembelajaran Kolaboratif dengan Industri.....
113
PEMBELAJARAN KOLABORATIF DENGAN INDUSTRI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KOMPETENSI MAHASISWA DI DAERAH TERPENCIL
Oleh: Didik Nurhadi Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang
Abstract: Vocational education of isolated area need to collaborate with industry to improve the quality of graduates in accordance with the competencies required in the workplace. This study aims to describe (1) planning, (2) implementation, (3) evaluation, (4) evaluation of results, and (5) obstacles in the implementation of the collaborative learning model of vocational education with industry. Data were extracted using quantitative and qualitative methods, interviewing techniques, questionnaires, documentation, and discussion groups centered. The results of this study show that: (1) planning collaborative learning need to be improved to obtain a clearer plan and perform right through the MOU clearly. (2) The implementation of collaborative learning need to be improved on (a) the organization strategy, (b) delivery strategy, and (c) management strategy, (3) Evaluation of the implementation of collaborative learning amongst educational institutions with the industry still needs to be improved by using the workings of PDCA. (4) Evaluation of the results of collaborative learning still needs to be improved in terms of (a) the effectiveness of learning, (b) the efficiency of learning, and (c) the attractiveness of learning. (5) Constraints in the implementation of collaborative learning model due to lack of attention to the purpose, syntax, environment, and learning management systems. Finally, several suggestions are vocational education and industries both of them need to make the MOU related to planning and to improve the quality of learning outcomes.
Kata Kunci: pembelajaran kolaboratif, kualitas kompetensi, industri
Penyelengaraan pendidikan kejuruan di daerah perkotaan memiliki kemudahan akses akan berbeda dengan pendidikan kejuruan di daerah terpencil. Umumnya, Pendidikan kejuruan di daerah terpencil mengalami beberapa kendala, diantaranya sumber daya manusia yang terbatas, sarana prasarana yang minim, dikarenakan belum komitmennya pemerintah daerah dalam peningkatan pendidikan tinggi, kesadaran masyarakat tentang pendidikan masih minim, budaya masyarakat yang berbeda dengan budaya pendidikan, akses transportasi yang
cukup sulit, dan lain sebagainya (Nurhadi, 2009). Guna mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya upaya atau langkah kreatif dari pendidikan kejuruan di daerah terpencil dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya permasalahan lulusan yang mampu berkompetisi di dunia kerja. Diantaranya melalui kebijakan “Link and Match” (Djojonegoro, 1998) dan penerapan dimensi perubahan pendidikan, yaitu perubahan dari pendekatan supply-driven menuju demand-driven, perubahan dari pen-
114
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
didikan berbasis sekolah (school-based program) ke sistem berbasis ganda (duelbased program) antara sekolah dan dunia usaha/industri, perubahan dari model pengajaran yang mengajarkan sejumlah mata pelajaran ke model pengajaran berbasis kompetensi, perubahan dari sistem pendidikan formal yang kaku ke sistem yang luwes dan menganut prinsip multi-entry dan multi-exit, serta perubahan yang tidak mengakui keahlian yang telah diperoleh senbelumnya ke sistem yang mengakui keahlian yang diperoleh dari mana dan dengan cara apapun kompetensi itu diperoleh (recognition of prior learning) (Pakpahan J., 2002). Pengembangan inovasi program kerjasama antara pendidikan kejuruan dengan industri diperlukan terkait dengan kompetensi yang dibutuhkan, termasuk keterampilan keras dan lembut, untuk memastikan relevansi industry dan pekerjaan lulusan sehingga terintegrasi (Lauridsen dan Kindtler, 2006). Integrasi antara pendidikan vokasi dan industry dilakukan melalui keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang dilakukan di industry. Keterlibatan ini dilakukan untuk membekali siswa agar lulus memiliki kompetensi yang seperti dibutuhkan di industry (Duncan, A & Messier, B. D, 2012). Program kerjasama yang dilakukan dapat menghasilkan kontribusi yang jelas dalam kesuksesan dalam berkompetisi. Beberapa faktor kerjasama yang menentukan adalah (1) kerjasama kolaborasi yang dilakukan secara jelas arah dan tujuannya, (2) kerjasama antar individu dalam kelompok yang memunculkan kekuatan kelompok dalam
kompetisi (Marsh, I & Shaw, B., 2000). Selain itu, (3) pemagangan ke industry juga penting dalam memberikan shoft skill, pengetahuan, dan keterampilan praktis kepada siswa (Nurhadi, 2009; Bakar, M.J.A, Harun, R.J, Yusof, K.N.C.K., Tahir, I.M, 2011). Beberapa pendidikan kejuruan di daerah terpencil memiliki beberapa permasalahan diantaranya secara geografis terdiri dari beberapa kepulauan yang terisolasi oleh lautan, memiliki fasilitas sumber daya manusia yang terbatas, dan sarana serta prasarana yang sangat minim. Akibatnya, pembelajaran yang dilakukan di kampus lebih berorientasi pada materi teoritis (Nurhadi, 2009). Tentu saja hal ini meleceng dari aturan pembelajaran yang dilakukan di pendidikan kejuruan bahwa 60% praktek dan 40 % teori (BAN-PT, 2009). Kerjasama yang diterapkan oleh pendidikan kejuruan di daerah terpencil adalah melakukan pembelajaran kolaboratif dengan industri. Pembelajaran kolaboratif dilakukan dengan menggunakan sarana laboratorium, workshop, peralatan, sebagai media pembelajarannya serta sumber daya manusia perusahaan sebagai tenaga pengajarnya (Nurhadi, 2009). Namun demikian selama ini yang menjadi kendala adalah belum jelasnya pemetaan model pembelajaran kolaboratif tersebut dalam implementasinya. Sehingga pembelajaran kolaboratif yang jalan selama ini, dapat dilaksanakan hanya karena komitmen yang dilakukan secara semi formal dan yang penting dapat terlaksana. Sehingga dari permasalahan tersebut timbul beberapa pertanyaan, diantaranya bagaimana
Didik Nurhadi, Pembelajaran Kolaboratif dengan Industri.....
sebenarnya bentuk peta pembelajaran ini? Apakah kompetensi yang diinginkan dari pembelajaran tersebut telah tercapai dengan baik? Apakah benar, kualitas lulusan yang terserap dunia kerja tersebut merupakan dampak dari pembelajaran ini? semua belum jelas. Guna mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk menindaklanjutinya. Harapannya melalui model pembelajaran kolaboratif dengan industri kompetensi siswa Pendidikan Kejuruan di daerah terpencil dapat meningkat dan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan industri.
METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian “meta metode” atau “mixing methods”, yaitu metode campuran, dimana metode kuantitatif dan kualitatif digunakan bersama-sama dalam sebuah penelitian (Bungin, 2003). Adapun metode yang dipilih adalah kuantitatif sebagai fasilitator kualitatif. Artinya penekanan kegiatan penelitian ini pada metode kualitatif dan metode kuantitatif digunakan sebagai data pendukung saja. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yakni (1) pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengungkap data tentang model pembelajaran kolaboratif; (2) pendekatan kualitatif digunakan untuk mengungkap persepsi, opini, kepedulian, dan komitmen para pelaku pembelajaran kolaboratif dengan karakteristik: latar alami, deskriptif, adanya penonjolan proses, analisi induktif, dan
115
pengungkapan makna (Budgan dan Biklen, 1992); (3) content analysis, analisis ini untuk mengkaji dokumendokumen terkait dengan model pembelajaran kolaboratif; dan (4) Focused Group Discission (FGD). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan melukiskan potret perencanaan, pelaksanaan, evaluasi hasil dan implementasi model pembelajaran kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dengan industri pasangannya yaitu PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun, kendala yang dihadapi serta bentuk dan mekanisme pemecahannya. Sedangkan jenis rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Pada akhir proses pengumpulan data kualitatif juga dilakukan Focused Group Discussion (FGD) untuk konfirmasi, pengecekan data dan menyelesaikan kendala-kendala yang disepakati bersama, serta mempertajam interprestasi atau temuan data untuk pengembangan model pembelajaran kolaboratif yang selama ini berjalan.
PEMBAHASAN Model pembelajaran kolaboratif antara pendidikan kejuruan dengan industri dalam penelitian ini merupakan salah satu model pembelajaran yang diterapkan di daerah terpencil untuk meningkatkan kompetensi lulusannya. Secara sistem pembelajaran kolaboratif yang dilaksanakan antara pendidikan kejuruan dengan industri dapat digambarkan seperti diagram blok Gambar 1.
116
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
Gambar 1 Diagram Sistem Model Pembelajaran Kolaboratif antara Pendidikan Kejuruan dengan Industri di Daerah terpencil
Sementara deskripsi implementasi model pembelajaan kolaboratif antara pendidikan kejuruan dan Industri di Daerah Terpencil Studi Kasus di Politeknik Kotabaru ini menunjukkan bahwa perencanaan pembelajaran kolaboratif sebagian berkualifikasi ratarata kurang sebesar 42,38%; pelaksanaan pembelajaran sebagian berkualifikasi kurang sebesar 48,58%; evaluasi pelaksanaan pembelajaran sebagian besar berkualifikasi kurang sebesar 69,07%; dan evaluasi hasil pembelajaran sebagian besar berkualifikasi cukup. Perencanaan pembelajaran kolaboratif Pendapat responden dari kedua belah pihak terhadap perencanaan pembelajaran kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 12 Tarjun menunjukkan kesamaan pada beberapa indikator, di antaranya: sebagian besar responden kedua belah pihak berpendapat pembagian tugas dan wewenang, pemberdayaan, komitmen, paket pembelajaran, dan format pembelajaran
menunjukkan kategori kurang. Responden kedua belah pihak pada umumnya berpendapat bahwa pemberdayaan menunjukkan kategori kurang. Sebagian kecil responden kedua belah pihak berpendapat bahwa manual/panduan pembelajaran menunjukkan kategori kurang. Kategori kurang tersebut diakibatkan kondisi daerah yang tergolong terpencil dan memiliki keterbatasan sumber daya manusia. Hasil wawancara yang dilakukan juga menunjukkan bahwa perencanaan pembelajaran kolaboratif masih menghadapi beberapa permasalahan dalam perencanaan pembelajarannya, meliputi: (1) model dan manajemen pembelajaran belum disepakati antara kedua belah pihak, (2) sumber daya dosen pembimbing belum siap, (3) panduan pembelajaran belum jelas keterkaitannya antara kurikulum, silabus, modul, dan tujuan pembelajaran, (4) politeknik maupun industri belum melakukan sosialisasi secara menyeluruh mengenai penyamaan persepsi pembelajaran kolaboratif.
Didik Nurhadi, Pembelajaran Kolaboratif dengan Industri.....
117
Gambar 2 Model Pembelajaran Kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dengan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun
Gambar 3 Model Manajemen Pembelajaran Kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dengan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun
Dokumen surat-surat dokumen yang berisikan dukungan terhadap pendirian belum ditindaklanjuti oleh Politeknik Kotabaru melalui MOU yang jelas. Ketidak berlanjutan MOU tersebut disebabkan komunikasi yang kurang proaktif dari Politeknik Kotabaru. Kekurang proaktifan Politeknik diakibatkan keterbatasan sumber daya manusia yang dapat menanganinya. Focus Group Disscusion (FGD) yang dilakukan antara Politeknik Kotabaru dengan PT. Indocement
Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun juga membahas MOU yang belum dilakukan oleh pihak politeknik. PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun selalu terbuka seandainya pihak politeknik lebih serius untuk menindaklanjuti MOU tersebut. Tim Politeknik Kotabaru diharapkan mempersiapkan draf MOU untuk diajukan kepada manajemen PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun. MOU akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan perencanaan
118
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
pembelajaran kolaboratif yang benarbenar terkolaborasi antara politeknik dengan industri, baik dari sisi modul maupun sistem pembelajarannya. Model dan manajemen pembe-lajaran dan kolaboratif yang dilaksanakan antara Politeknik Kotabaru dan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk dapat digambarkan seperti Gambar 2. Data hasil uji instrumen variabel penelitian juga menunjukkan bahwa instrumen variabel perencanaan telah memenuhi syarat segi linieritas, normalitas, dan homogenitasnya, sehingga perlu ditindaklanjuti hasil penelitiannya. Hasil variabel perencanaan pembelajaran kolaboratif ditindaklanjuti untuk melakukan pembahasan tentang keputusan-keputusan perbaikan pembelajaran, di antaranya: manual/panduan pembelajaran dibuat sistem perbaikannya secara berkala yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi di industri, pembagian wewenang dan tugas dibuat lebih jelas dan tersistem, kelengkapan data dipersiapkan lebih lengkap dan didokumentasikan dengan baik, pemberdayaan pembimbing dan instruktur dibuat mekanisme peningkatan kompetensinya, komitmen dibuat melalui pelaksanaan MOU secara jelas, komunikasi dibuat sistemnya melalui komunikasi yang dilakukan dua arah, paket pembelajaran disepakati isi sistem dan standar kompetensinya, serta format pembelajaran ditetapkan secara jelas dan terstruktur. Hasil kesimpulan dari perencanaan pembelajaran kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun
masih perlu ditingkatkan. Peningkatan dilakukan untuk mendapatkan perencanaan yang lebih jelas dan tepat. Kedua belah pihak telah memiliki kesamaan persepsi. Keduanya perlu melakukan MOU dan duduk bersama guna membahas perencanaan pembelajaran kolaboratif ini. Beberapa pembahasan yang perlu dilakukan meliputi: manual/panduan pembelajaran, pembagian tugas dan wewenang, pemberdayaan, komitmen, komunikasi, paket pembelajaran, dan format pembelajaran. Hasil perencanaan pembelajaran kolaboratif oleh responden dinyatakan kurang disebabkan belum optimalnya indikator-indikator dalam implementasi pembelajaran, seperti yang disebutkan Sonhadji (2005) dalam model pembelajaran mixing model, di antaranya: (1) paduan/manual yang rinci dan jelas, (2) pembagian tugas dan wewenang yang merata, (3) data yang akurat tentang dunia usaha/industri, (4) pemberdayaan kelembagaan yang ada, (5) komitmen dosen/pengajar, peserta didik, dan orang tua, (6) komunikasi yang baik semua pihak, (7) paket-paket pembelajaran yang tepat dan operasional, dan (8) format training plans, training agreement, serta monitoring dan evaluasi. Kamdi (2004) juga menyebutkan bahwa model terintegrasi merupakan model kurikulum yang kesepakatan kedua belah pihak. Uno (2008) juga menyebutkan bahwa pengoptimalan perencanaan pembelajaran dapat memperbaiki pembelajaran yang ada. Beberapa hal perencanaan pembelajaran yang perlu diperhatikan, di antaranya: (1) perencanaan diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran, (2) perencanaan perlu
Didik Nurhadi, Pembelajaran Kolaboratif dengan Industri.....
menggunakan pendekatan sistem, (3) perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseorang belajar, (4) desain pembelajaran diacukan pada siswa secara perorangan, (5) pembelajaran yang dilakukan bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran, dan (6) sasaran akhir perencanaan desain pembelajaran adalam mudahnya siswa untuk belajar. Trianto (2008) menjelaskan bahwa dalam merencara pembelajaran minimal 4 hal yang perlu diperhatikan: (1) menentukan tujuan, (2) menentukan materi dan media, (3) menyusun skenario kegiatan belajar mengajar, dan (4) menentukan evaluasi. Politeknik Kotabaru dalam melaksanakan pembelajaran kolaboratif dengan industri perlu menindaklanjuti melakukan komunikasi secara proaktif dan konsisten. Kolaboratif dengan industri dilakukan tidak hanya kolaborasi antar instansi tetapi sebaiknya sistem juga berkolaborasi baik kurikulum dan silabusnya. Kolaboratif secara sistem menjadikan pembelajaran yang dilakukan tidak akan mengganggu jadwal operasional industri dan lebih tepat. Pelaksanaan pembelajaran kolaboratif Pendapat responden dari kedua belah pihak terhadap pelaksanaan pembelajaran kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 12 Tarjun menunjukkan kesamaan pada semua indikator. Pada umumnya dan sebagian besar responden kedua belah pihak berpendapat bahwa strategi pembelajaran, kemampuan instruktur, kesiapan peserta, pelaksanaan pem-
119
belajaran, peran orang tua dan pihak terkait menunjukkan kategori kurang. Hasil wawancara menyebutkan bahwa pembelajaran kolaboratif dapat dilaksanakan serta peserta sangat antusias mengikutinya. Pelaksanaan pembelajaran kolaboratif selama ini masih ada beberapa masalah. Masalah pelaksanaan pembelajaran kolaboratif disebabkan oleh: (1) kesepakatan schadule yang belum jelas dan kontinu; (2) dosen pembimbing belum siap dari segi kompetensi dan penguasaan materi serta media pembelajaran yang digunakan di industri; (3) peserta pembelajaran belum disiapkan secara khusus oleh politeknik; dan (4) pemberitahuan informasi pembelajaran belum dilakukan secara formal dengan orang tua dan pihak terkait, di antaranya: yayasan, pemerintah daerah, dan dinas ketenagakerjaan. Hasil FGD juga menyebutkan bahwa pelaksanaan pembelajaran kolaboratif menjadi keluhan berbagai pihak yang terkait karena kegiatan ini masih dilakukan secara sporadis. Pembelajaran kolaboratif dikatakan sporadis disebabkan perencanaannya belum matang dan parsial. Pelaksanaan perlu dilakukan secara terintegrasi secara sistem dengan industri, sehingga tidak akan mengganggu operasional industri. Manajemen PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun bersedia membatu memfasilitasi ketercapaian pelaksanaan pembelajaran kolaboratif yang terintegrasi secara sistem dan modul dengan Politeknik Kotabaru. Data hasil uji data pelaksanaan pembelajaran kolaboratif juga menunjukkan telah memenuhi syarat linieritas, normalitas, dan homogenitasnya, se-
120
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
hingga perlu ditindaklanjuti. Keputusankeputusan yang perlu diambil guna menindaklanjuti hasil data pelaksanaan pembelajaran kolaboratif di antaranya: (1) penyikapan terhadap strategi pembelajaran kolaboratif melalui perbaikan kurikulum yang ada, (2) kemampuan instruktur ditingkatkan melalui magang, pelatihan, maupun studi lanjut, (3) kesiapan peserta disiapkan melalui wawancara secara ketat sebelum mengikuti pembelajaran, (4) pelaksanaan pembelajaran perlu dilakukan dengan pengawasan secara ketat oleh tim independen, (5) pihak orang tua dan pihak lain yang terkait perlu disadarkan melalui keterlibatannya dalam pertemuan persiapan pembelajaran agar mengetahui konsekuensi-konsekuansi yang perlu ditanggung bersama baik dari segi moral maupun pendanaannya. Kesimpulan pelaksanaan pembelajaran kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dengan PT. Indocement tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 tarjun masih perlu ditingkatkan. Peningkatan bertujuan untuk mendapatkan kualitas pelaksanaan sesuai dengan yang diinginkan. Tujuan pelaksanaan pembelajaran kolaboratif diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang mampu bersaing di dunia kerja daerah. Data pelaksanaan tersebut menunjukkan bahwa kedua belah pihak telah memiliki kesamaan persepsi, sehingga keduanya perlu duduk bersama guna membahas pelaksanaan pembelajaran kolaboratif ini. Beberapa pembahasan yang perlu disikapi meliputi: strategi pembelajaran, kemampuan instruktur, kesiapan peserta, pelaksanaan pembelajaran, peran orang tua dan pihakpihak terkait lainnya.
Degeng (2000) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran ada 3: (1) organization strategy, delivery strategy, dan management strategy. Organization strategy adalah strategi untuk mengorganisasi isi bidang studi yang telah dipilih untuk pengajaran. Mengorganisasi mengacu pada suatu tindakan seperti: pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lainnya. Delivery strategy adalah strategi untuk menyampaikan pembelajaran kepada peserta didik dan/atau untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari peserta didik. Media pembelajaran merupakan bidang kajian utama dari strategi ini. Management strategy adalah strategi untuk menata interaksi antara peserta didik dan variabel metode pembelajaran lainnya, variabel strategi pengorganisasiam dan penyampaian isi pembelajaran. Liker dan Maier (2008) menyebutkan bahwa sebagai seorang trainer perlu memiliki kemampuan, di antaranya: (1) kesediaan dan kemamuan untuk belajar, (2) mudah beradaptasi dan fleksibel, (3) perhatian dan kepedulian, (4) kesabaran, (5) keteguhan, (6) bertanggung jawab, (7) percaya diri dan kepemimpinan, dan (8) mempertanyakan sifat. Kemampuan dan keahlian mendasar trainer yang dapat dipelajari, meliputi: (1) kemampuan observasi dan analisis pekerjaan, (2) keahlian komunikasi yang efektif, (3) perhatian terhadap detail, (4) pengetahuan akan pekerjaan, dan (5) menghormati rekan sejawat. Undang-undang no. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, bab IV
Didik Nurhadi, Pembelajaran Kolaboratif dengan Industri.....
pasal 10 menyebutkan bahwa seorang pengajar dalam melaksanakan tugas profesinya dengan baik harus memiliki empat kompetensi inti, meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Mulyasa (2007) menyebutkan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik. Kemampuan pedagogik yang dmiliki guru sekurangkurangnya meliputi: (1) pemahaman landasan kependidikan, (2) pemahaman terhadap peserta didik, (3) pengembangan kurikulum/silabus, (4) perancangan pembelajaran, (5) pelaksanaan pembelajaran, (6) pemanfaatan teknologi pembelajaran, (7) evaluasi hasil belajar, dan (8) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimilikinya. Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa kompetensi kepribadian yang harus dimiliki guru adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi tauladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Mulyasa (2007) mengatakan bahwa pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, karena berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi peserta didik. Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, dan masyarakat sekitar. Mulyasa (2007) menyebutkan bahwa kemampuan yang dimiliki pengajar sekurang-kurangnya
121
meliputi: (1) berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat, (2) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, (3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pengajar, dan (4) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secra luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan standar nasional pendidikan. Ruang lingkup kompetensi profesional yang harus dikuasai guru meliputi: (1) landasanlandasan pendidikan, (2) teori dan aplikasi praktis dari materi ajar atau bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya dalam tugas penyelenggaraan kegiatan belajaran dan pembelajaran sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang aktual, dan (3) teori dan aplikasi praktis manajemen dan teknologi pendidikan modern dan relevan yang diperlukan untuk menciptakan kegiatan belajar dan pembelajaran yang kondusif bagi peserta didik dalam mencapai hasil belajar yang maksimal. Kesiapan peserta perlu dipersiapkan untuk mengikuti pembelajaran kolaboratif ini. Politeknik Kotabaru menyiapkan peserta pembelajaran baik materi maupun perilakunya. Penyiapan peserta terhadap materi dilakukan dengan seleksi melalui ujian tulis maupun wawancara secara ketat. Penyiapan perilakuk peserta dilakukan melalui pembiasaan dengan membuat aturanaturan yang terkait dengan kode etik
122
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
kedisiplinan dan pengembangan yang kreatif dan inovatif. Peran orang tua dan pihak yang terkait perlu dilibatkan dalam pelaksanaan pembelajaran kolaboratif. Keterlibatan ini diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran kolaboratif. Politeknik Kotabaru tidak akan maksimal melaksanakan pembelajaran kolaboratif jika tidak didukung sumber dana yang cukup meskipun ada kemudahan yang diberikan industri. Dukungan orang tua, pihak Yayasan, Pemerintah Daerah, dan Dinas Pendidikan, dan Dinas Ketenagakerjaan diperlukan mendukung pelaksanaan pembelajaran ini, baik dari anggaran, pemikiran maupun kebijakan. Evaluasi pelaksanaan pembelajaran kolaboratif Pendapat responden dari kedua belah pihak terhadap evaluasi pelaksanaan pembelajaran kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 12 Tarjun juga menunjukkan kesamaan pada beberapa indikator. Pada umumnya dan sebagian besar responden kedua belah pihak berpendapat bahwa manual/panduan pembelajaran, pembagian tugas dan wewenang, kelengkapan data, pemberdayaan, komitmen, komunikasi, paket pembelajaran, format pembelajaran menunjukkan kategori kurang. Sebagian kecil saja responden dari PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun yang menyatakan bahwa komunikasi dan paket pembelajaran berkategori kurang. Hasil wawancara menunjukkan bahwa evaluasi pelaksanaan pembe-
lajaran kolaboratif selama ini belum dilakukan antara Politeknik Kotabaru dengan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun. Evaluasi belum dilakukan dikarenakan manual evaluasi yang belum ada dan pembagian tanggung jawab yang belum jelas. Tim perumus pembuat pedoman evaluasi pelaksanaan minimal dibentuk antara kedua belah pihak. Pihak Politeknik kotabaru berpersepsi bahwa setelah peserta selesai mengikuti pembelajaran kolaboratif maka pelaksanaannya dianggap berhasil, sehingga tidak perlu dilakukan evaluasi. Instruktur industri memiliki persepsi yang berbeda dengan pihak politeknik. Instruktur industri memprediksikan jika pelaksanaan pembelajaran kolaboratif tidak dievaluasi, maka semakin lama instruktur industri akan semakin jenuh karena tidak ada perubahan relevan dengan perkembangan industri. Evaluasi pelaksanaan pembelajaran perlu dilakukan untuk menyamakan persepsi dan meningkatkan mutu kualitas pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan standar kompetensi yang diinginkan. Data hasil uji data evaluasi pelaksanaan pembelajaran ini juga telah memenuhi syarat dari segi linieritas dan normalitas, sehingga perlu untuk ditindaklanjuti. Kelanjutan evaluasi pelaksanaan pembelajaran kolaboratif terhadap indikator perlu dilakukan secara berkala, sehingga didapatkan hasil evaluasi yang lebih spesifik terhadap masing-masing indikator. Evaluasi dilakukan dengan duduk bersama antara tim dari Politeknik Kotabaru dan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun. Bentuk evaluasi pelaksanaan
Didik Nurhadi, Pembelajaran Kolaboratif dengan Industri.....
pembelajaran ini perlu menjelaskan pedoman mekanisme sistem evaluasi pelaksanaan secara jelas serta terdokumentasikan dengan baik. Kesimpulan evaluasi pelaksanaan pembelajaran kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dengan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun masih perlu ditingkatkan. Peningkatan dilakukan untuk mendapatkan bentuk evaluasi pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dan lebik baik. Data evaluasi pelaksanaan kedua belah pihak tersebut menunjukkan adanya kesamaan persepsi, sehingga keduannya perlu duduk bersama guna membahas evaluasi pelaksanaan pembelajaran kolaboratif ini. Beberapa pembahasan yang perlu disikapi terhadap evaluasi pelaksanaan pembelajaran ini, meliputi: manual/panduan pembelajaran, pembagian tugas dan wewenang, kelengkapan data, pemberdayaan, komitmen, komunikasi, paket pembelajaran, format pembelajaran. Trianto (2007) menyebutkan bahwa evaluasi pelaksanaan pembelajaran yang perlu dilakukan ada 3 hal, yaitu: (1) ketepatan hasil, (2) ketepatan penyusunan alat dan bahan, dan (3) ketepatan analisis data. Evaluasi pelaksanaan merupakan evaluasi terhadap implementasi perencanaan pembelajaran yang dilakukan. Tujuan evaluasi pelaksanaan pembelajaran agar refleksi dari pelaksanaan sebelumnya untuk mendapatkan implementasi pembelajaran berikutnya yang lebih baik. Andriansyah (2003) menyebutkan evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan cara kerja PDCA (Plan-Do-Check-Action).
123
Evaluasi hasil pembelajaran kolaboratif Pendapat responden dari kedua belah pihak terhadap evaluasi hasil pembelajaran kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 12 Tarjun menunjukkan adanya kesamaan pada semua indikator. Pada umumnya dan sebagian besar responden kedua belah pihak berpendapat bahwa knowledge, skill, dan attitude peserta pembelajaran ini berkategori kurang. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa evaluasi hasil pembelajaran kolaboratif masih perlu ditingkatkan lagi. Belum sinkronnya materi antara kedua belah pihak dan program peningkatan attitude peserta yang belum ada mengakibatkan beberapa permasalahan. Evaluasi hasil yang selama ini hanya dilakukan oleh Politeknik Kotabaru dan tanpa melibatkan pihak industri. Hasil FGD juga menyebutkan bahwa evaluasi hasil pembelajaran kolaboratif ini mengalami masalah. Masalahnya diakibatkan kurang proaktif Politeknik Kotabaru untuk mengajak PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun dalam mengevaluasi hasil pembelajaran. Permasalahan utama evaluasi hasil pembelajaran adalah MOU yang belum terealisasi. Data hasil uji data evaluasi hasil pembelajaran ini menunjukkan bahwa data sudah memenuhi syarat linieritas, normalitas, dan homogenitasnya, sehingga relevan dan valid ditindaklanjuti. Keberlanjutan evaluasi hasil kedua belah pihak yang perlu dilakukan, di antaranya: (1) perbaikan knowledge peserta melalui
124
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
evaluasi yang dilakukan secara tertulis baik pretest, postest dan wawancara, (2) evalusi skill peserta pembelajaran ditingkatkan melalui pelaksanaan uji kompetensi terhadap masing-masing paket pembelajaran maupun keseluruhan pembelajaran yang dibuat dalam bentuk praktikum industri atau magang, dan (3) evaluasi attitude peserta pembelajaran ditingkatkan melalui pembiasaan kode etik dalam bertingkah laku di kampus yang dibuat secara tertulis, sehingga peserta terbiasa. Kesimpulan evaluasi hasil pembelajaran kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dengan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 Tarjun masih perlu ditingkatkan lagi. Evaluasi hasil pembelajaran ditingkatkan untuk mendapatkan lulusan yang berkompeten dan berkualitas sesuai kebutuhan dunia kerja di daerah. Pembicaraan kedua belah pihak terhadap evaluasi hasil dilakukan dengan duduk bersama di sebuah forum. Beberapa
pembahasan evaluasi hasil yang perlu disikapi di antaranya: knowledge, skill, dan attitude. Evaluasi hasil pembelajaran kolaboratif perlu mempertimbangkan peserta terkait terhadap tujuan keberhasilan pembelajaran ini yaitu tahu dan bisa serta ditingkatkan dan disinkronisasi dengan industri. Degeng (2000) menyebutkan bahwa evaluasi hasil pembelajaran dilakukan dengan maksud untuk menetapkan tiga hal, yaitu: (1) keefektifan pembelajaran, (2) efisiensi pembelajaran, dan (3) daya tarik pembelajaran. Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkap pencapaian peserta didik pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Efesiensi biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu dan/atau biaya yang dipakai. Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan peserta didik untuk tetap/terus belajar.
Gambar 4 Model Manajemen Pembelajaran Kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dengan Industri yang Dikembangkan
Didik Nurhadi, Pembelajaran Kolaboratif dengan Industri.....
Pengukuran keefektifan pembelajaran harus selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Tujuh indikator yang dapat digunakan untuk menetapkan keefektifan pembelajaran, meliputi: (1) kecermatan menguasaan perilaku, (2) kecermatan unjuk kerja, (3) kesesuaian dengan prosedur, (4) kualitas unjuk kerja, (5) kualitas hasil kerja, (6) tingkat alih belajar, dan (7) tingkat retensi. Pengukuran efisiensi pembelajaran dikaitkan dengan indikator utamanya yang mengacu pada waktu, personalia, dan sumber belajar yang dipakai. Daya tarik pembelajaran dilihat dari daya tarik matakuliah itu sendiri dan kualitas pembelajarannya. Trianto (2007) menyebutkan bahwa evaluasi hasil pembelajaran merupakan penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik yang dilakukan berdasarkan indikator. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lesan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Sementara guna mendukung model pembelajaran kolaboratif tersebut maka model manajemen pelaksanaan pembelajaran, model kurikulum pembelajaran kolaboratif yaitu integrated curricullum, dan pengembangan kompetensi dosen pembimbing. Untuk lebih jelasnya perubahan pengembangannya seperti Gambar 4.
PENUTUP Adapun kesimpulan dari model pembelajaan kolaboratif antara
125
pendidikan kejuruan dan industri di daerah terpencil (studi kasus di Politeknik Kotabaru), adalah bahwa: 1. Perencanaan pembelajaran kolaboratif dengan industri untuk meningkatkan kompetensi siswa pendidikan kejuruan di daerah terpencil perlu ditingkatkan sehingga mendapatkan perencanaan yang lebih jelas dan tepat. Kedua belah pihak telah memiliki kesamaan persepsi. Kedua belah pihak perlu melakukan MOU dan duduk bersama guna membahas perencanaan pembelajaran kolaboratif ini. Beberapa pembahasan yang perlu dilakukan seperti yang disebutkan oleh Sonhadji (2005), meliputi: (1) paduan/ manual yang rinci dan jelas, (2) pembagian tugas dan wewenang yang merata, (3) data yang akurat tentang dunia usaha/industri, (4) pemberdayaan kelembagaan yang ada, (5) komitmen dosen/pengajar, peserta didik, dan orang tua, (6) komunikasi yang baik semua pihak, (7) paket-paket pembelajaran yang tepat dan operasional, dan (8) format training plans, training agreement, serta monitoring dan evaluasi. Model pembelajaran juga perlu didukung dengan kurikulum terintegrasi antara kedua belah pihak (Kamdi, 2004). 2. Pelaksanaan pembelajaran kolaboratif dengan industri untuk meningkatkan kompetensi siswa pendidikan kejuruan di daerah terpencil perlu ditingkatkan. Peningkatan bertujuan untuk mendapatkan kualitas pelaksanaan sesuai dengan yang diinginkan. Tujuan pelaksanaan pembelajaran ini untuk menghasilkan lulusan yang mampu bersaing di dunia usaha/
126
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
industri daerah. Data pelaksanaan tersebut menunjukkan bahwa kedua belah pihak telah memiliki kesamaan persepsi, sehingga keduanya perlu duduk bersama guna membahas pelaksanaan pembelajaran kolaboratif ini. Beberapa pembahasan yang perlu disikapi meliputi: strategi pembelajaran, kemampuan instruktur, kesiapan peserta, pelaksanaan pembelajaran, peran orang tua dan pihak terkait. Degeng (2000) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran meliputi: organization strategy, delivery strategy, and management strategy. Liker dan Maier (2008) menyebutkan bahwa sebagai seorang trainer perlu memiliki kemampuan, di antaranya: kesediaan dan kemamuan untuk belajar, mudah beradaptasi dan fleksibel, perhatian dan kepedulian, kesabaran, keteguhan, bertanggung jawab, percaya diri dan kepemimpinan, dan mempertanyakan sifat. 3. Evaluasi pelaksanaan pembelajaran kolaboratif dengan industri untuk meningkatkan kompetensi siswa pendidikan kejuruan di daerah terpencil masih perlu ditingkatkan juga. Peningkatan dilakukan untuk mendapatkan bentuk evaluasi pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dan lebik baik. Evaluasi pelaksanaan kedua belah pihak tersebut menunjukkan adanya kesamaan persepsi, sehingga keduannya perlu duduk bersama guna membahas evaluasi pelaksanaan pembelajaran kolaboratif ini. Beberapa pembahasan yang perlu disikapi terhadap evaluasi pelaksanaan
pembelajaran ini, meliputi: manual/ panduan pembelajaran, pembagian tugas dan wewenang, kelengkapan data, pemberdayaan, komitmen, komunikasi, paket pembelajaran, format pembelajaran. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan cara kerja PDCA (Plan-Do-Check-Action) (Sokovic, M, Pavletic D., Pipan, K.K., 2010) 4. Evaluasi hasil pembelajaran kolaboratif dengan industri untuk meningkatkan kompetensi siswa pendidikan kejuruan di daerah terpencil masih perlu ditingkatkan lagi. Evaluasi hasil ditingkatkan untuk mendapatkan lulusan yang berkompeten dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja di daerah. Pembicaraan kedua belah pihak terhadap evaluasi hasil dilakukan dengan duduk bersama disebuah forum. Beberapa pembahasan yang perlu disikapi di antaranya: knowledge, skill, dan attitude. Evaluasi hasil pembelajaran dilakukan untuk menetapkan tiga hal, yaitu: (1) keefektifan pembelajaran, (2) efisiensi pembelajaran, dan (3) daya tarik pembelajaran (Degeng, 2000). Beberapa saran yang diberikan untuk implementasi model pembelajaran kolaboratif adalah bagi pendidikan kejuruan, meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kolaboratif sehingga diharapkan terlaksana secara harnomis dan saling menguntungkan antara keduanya. Bagi industri perlu mendukung pelaksanaan pembelajaran kolaboratif sehingga lebih terjalin link and match secara sinergis dan berkesinambungan.
Didik Nurhadi, Pembelajaran Kolaboratif dengan Industri.....
127
Bagi lembaga pemerintahan daerah perlu mendukung pembelajaran kolaboratif dengan memberikan dukungan baik kebijakan, peningkatan sumber daya dan anggaran yang meningkatkan kompetensi sumber daya daerah yang lebih kompetitif melalui pendidikan di daerah. Bagi Masyarakat diharapkan mendukung terhadap keberadaan industri tersebut guna membantu meningkatkan kompe-
tensi generasinya guna peningkatan kesejahteraan hidup yang lebih baik. Sementara bagi pengajar perlu lebih memahami konsep manajemen pembelajaran kolaboratif dan selalu upgrade dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di industri sehingga akan cepat menyesuaikan dengan kondisi di industri.
DAFTAR RUJUKAN
Model) (Online)(http://dikdasmen. depdiknas.go.id) Djojonegoro, W. 1998. Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: PT. Jayakarta Agung Offset Duncan, A & Messier, B.D. 2012. Integrating Industry-Driven Competencies in Education and Training Through Employer Engagement. Washington: U.S. Department of Education, Office of Vocational and Adult Education John E. De Leon dan Ralph E. Borchers. 1998. High School Graduate Employment Trends and the Skills Graduates Need to Enter Texas Manufacturing Industries. (Online) (http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/J VTE/ v15n2/JVTE-1.html) J. P. Miller and W. Seller. 1998. Curricullum: Perspectives and Practice. Toronto. Copp Clark Pitman Ltd. Kamdi. 2004. Naskah Akademik Pengembangan Sekolah Menengah Terpadu (Integrating Academic and Vocational Education. Malang: LP3 UM Kasdi, S. dan Nur, M. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: University Press
Arends, Richardi. 1997. Classroom Instructional Management. New York: The Mc. Graw-Hill Company Bakar, M.J.A, Harun, R.J, Yusof, K.N.C.K. & Tahir, I.M. 2011. Business and Accounting Students’ Perceptions on Industrial Internship Program. Journal of Education and Vocational Research. Vol. 1, No. 3, pp. 72-79 Badang Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). 2009. Pedoman Akreditasi Program Studi Diploma III. Jakarta: BAN PT Bunn, C Phyllis. 1998. Perceptions of Technical Commite Members Regarding The Adoption of Skill Standards in Vocational Education Programs. (Online) Vol. 14, No. 2 (http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/J VTE/v14n2/ JVTE-1.html) Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT. Raja-grafindo Persada Degeng, I.,Y. 2000. Materi Pelatihan Belajar dan Pembelajaran. Malang: LP3 Universitas Negeri Malang Depdiknas. 2003. Model Pembelajaran Terpadu (Integrated Instruction
128
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
Kemp, JE., Marisson, G.R., dan Ross, SM. 1994. Designing Effective Instruction. New York: Macmillan Collage Publishing Company Khabibah, S. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika dengan Soal terbuka untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar (Desertasi). Surabaya: Program Pasca Sarjana Unesa Marsh, I & Shaw, B. 2000. Collaboration and Learning as Causes of Competitive Success. Australia: Australia's Wine Industry Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press Mulyasa. 2006. Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nurhadi, Didik. 2010. Model Pembelajaran Kolaboratif antara Politeknik Kotabaru dengan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12. Jurnal Teknik Mesin (Kajian Keilmuan dan Pengajaran). Tahun 16, No. 2, Hal. 29-36. Pakpahan, J. 2002. Perkembangan Pendidikan Kejuruan Pada Pelita VI. Bandung: Depdiknas Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. 2000. Management PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Jakarta: PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Robert, C.B & Sari, K. B. 1990. Riset Kualitatif Untuk Pendidikan: Pengantar ke Teori dan Metode (Alih Bahasa Munandir). Jakarta: Kencana Prenada Media Group Sanjaya, W. 2006. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Sokovic M., Pavletic D., Pipan K.K. 2010. Quality Improvement Methodologies: PDCA Cycle, RADAR Matrix, DMAIC and DFSS. Journal of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering 43/1 (2010) 476-483: International OCSCO World Press. Sonhadji, A. 2005. Landasan Pendidikan Kejuruan. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang: Malang Sudrajat, A. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. (Online) (http://smacepiring.wordpress.com) Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Prakteknya. Surabaya: Prestasi Pustaka Publisher Yuniarsih, T. 2005. Model Pembelajaran Kolaboratif sebagai Upaya Strategis Meningkatkan Mutu Lulusan yang Kompetitif. (Online) (http://www. eko_ feum.ac.id) Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group