Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013 292
PEMBELAJARAN KOLABORATIF: Suatu Landasan untuk Membangun Kebersamaan dan Keterampilan Kerjasama Djoko Apriono (
[email protected] Dosen FKIP Universitas PGRI Ronggo Lawe TUBAN Abstrak, keterampilan bekerjasama merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam kehidupan dewasa ini, karena hampir semua perilaku yang ada di masyarakat menunjukkan adanya kerjasama dari semua lapisan masyarakat, tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras, laki-laki dan perempuan, serta golongan. Untuk tetap mempertahankan dan menumbuhkan kegiatan tersebut diperlukan kerja kolaboratif, yang menekankan adanya kerjasama saling kesepahaman, menghargai, tanggung jawab, dan penuh tenggang rasa. Apalagi bangsa Indonesia sedang menghadapi permasalahan di masyarakat yang berupa perselisihan antar etnis, tawuran antar pelajar dan bentuk-bentuk ketidaksesuaian (disekuilibrium) yang bisa mengarah ke disintegrasi bangsa, maka sangatlah penting untuk para peserta didik diberikan pemahaman tentang kerja kolaborasi guna menghadapi era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan persaingan bebas. Dengan demikian akan terbangun kebersamaan yang erat diantara peserta didik sehingga akan lebih mudah memecahkan masalah secara bersama. Kata Kunci: Pembelajaran Kolaboratif, Kebersamaan, dan Keterampilan Kerjasama Abstract, the skills together is a very much needed by the people in the life today, because almost all behavior that is in the community shows that there is a cooperation of all layers of society, regardless of different tribes, religion, race, men and women, and the party. To keep on retaining for the activity and collaborative working, which emphasizes the cooperation of miraculous mutual understanding, respect, responsibility, and full tolerance. Moreover, people of Indonesia is facing problems in the society in the form litigation inter-ethnic, a brawl between and the forms students misfit (disequilibrium) that can lead to country disintegration, it is very important for the teacher given the understanding of collaboration to face globalization time in filled with challenges and competition are free. Thus a close will be woken up togetherness among teacher so that it would be easier to solve problems together. Key words: collaborative learning, Togetherness, and skills Cooperation
Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013 293
Upaya pembelajaran hendaknya
PENDAHULUAN Proses pendidikan dewasa ini
lebih mengarahkan para peserta didik
cenderung semakin mengabaikan unsur
agar mereka memiliki keharmonisan
“mendidik” dan pendidikan seolah
hidup yakni hidup bersama dengan
digantikan dengan aktivitas yang lebih
sesama, saling menghargai pendapat,
menekankan pada aspek-aspek yang
menghormati
bersifat “latihan mengerjakan soal”
tanggung
guna
kurikulum
akomodatif, dan berjiwa besar. Cara-
semata. Suasana pembelajaran ditandai
cara yang dirasa mampu menggerakkan
oleh adanya kompetisi diantara peserta
proses pembelajaran seperti ini, yakni
didik dan telah mengabaikan prinsip
melalui
pembelajaran bermakna yang lebih
kolaborasi.
bersifat fungsional dan konstektual.
sesungguhnya
Metode
hidup
mengejar
target
pembelajaran
yang
hanya
orang
jawab,
belajar
rela
disadari
sejak lahir manusia
dalam lingkungan keluarga, sebaya,
dalam
semanusiar,
bangsa,
dikatakan
secara
Perlu
kelompok
(2011)
berkorban,
kerjasama
meneruskan pengetahuan, oleh Hiltz Apriono
berbicara,
masyarakat dan
bahkan
sebagai, the sage on the stage, tidak
masyarakat antar bangsa atau dunia.
memberikan peluang bagai para peserta
Kerja
didik berinteraksi dan bertransaksi
dirintis
antar
pendidri bangsa ini (the founding
peserta
didik
menyebabkan
kolaborasi
sebenarnya
telah
dan diciptakan oleh para
mereka kehilangan waktunya untuk
fathers),
mengartikulasikan pengalaman belajar.
membentuk dalam suatu ikatan rasa
Pembelajaran yang memberikan latihan
kebangsaan atau nasionalime tanpa
berpikir kritis (critical thinking) dan
pamrih dengan “IKRAR SUMPAH
interaksi social (social interaction)
PEMUDA 1928” yang dilanjutkan
hanya mendapatkan porsi waktu yang
dengan membentuk sebuah organisasi
sangat sedikit karena pendidik hanya
bernama
disibukkan dengan tugas rutin untuk
mendesain Konstitusi Negara ini, yang
segera menuntaskan kurikulum yang
lebih dikenal dengan sebutan UUD
menjadi
1945.
tanggung
(Setyosari, 2009).
jawab
dirinya
yakni
tatkala
BPUPKI
Bisa
yang
mereka
bertugas
dibayangkan
kerja
kolaborasi yang hanya dikerjakan oleh
294 Pembelajaran Kolaboratif ………………………….. Djoko Apriono
62 orang telah dapat melahirkan satu
permasalahan
karya
berupa perselisihan antar etnis, tawuran
“monumental”
dalam
kurun
di
antar
sebagai
monumental,
ketidaksesuaian (disequilibrium) yang
karena di dalamnya memuat landasan
bisa mengarah ke disintegrasi bangsa,
fundamental Indonesia
yang
dan yang
dan
yang
waktu yang relative singkat. Dikatakan karya
pelajar
masyarakat
bentuk-bentuk
tujuan
bangsa
maka sangatlah penting untuk para
mengatur
tentang
peserta didik diberikan pemahaman
tatanan Negara Indonesia. Karya besar
tentang
kerja
kolaborasi
ini dilakukan secara kolaborasi, karena
menghadapi globalisasi yang penuh
telah melibatkan para pakar hukum,
dengan
sejarah, ekonomi, sosiologi, politik,
bebas.
tantangan
dan
guna
persaingan
arsitektur, bahasa, pemuka masyarakat, pemangku adat, dan tidak ketinggalan
Urgensi Pembelajaran Kolaboratif
adalah para tokoh agama. Ungkapan, sepi ing pamrih rame ing gawe,
Sebagian
pendidik
telah
rasanya sangat tepat untuk diberikan
menyadari bahwa pembelajaran yang
pada para pendiri bangsa ini yang telah
memandang peserta didik
menghasilkan suatu karya monumental
cerdas, kritis, dan kreatif serta mampu
bagi
bekerjasama
bangsa
sekarang,
ini.
Pertanyaannya
mampukah
manusia
yang
memecahkan
berkaitan
dengan
menjadi
masalah kehidupan
mengembalikan cita-cita luhur, yakni
mereka sehari-hari adalah merupakan
kerja kolaborasi yang dalam istilah
hal penting, karena proses belajar yang
lama bangsa Indonesia dikenal dengan
diperoleh peserta didik selama ini lebih
“Gotong Royong”?
banyak
akan
pada
tentang”
thing)
daripada
Oleh karena itu pada tulisan ini
(learning
dipaparkan
“belajar bagaimana” (learning how to
pentingnya
kerja
about
“belajar
kolaborasi yang menekankan adanya
be).
kerjasama
saling
peserta didik belajar tentang toleransi
menghargai,
tanggung
kesepahaman, dan
dalam
pembelajaran,
beragama,
maka
penuh tenggang rasa. Apalagi bangsa
diajarkan
apa pengertian dan ciri-
Indonesia
cirinya serta cara untuk mencapai
sedang
jawab,
Contoh
menghadapi
kepada
mereka
Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013 295
hidup bertoleransi, tetapi mereka tidak
bekerjasama dengan orang lain atau
belajar bagaimana mengubah perilaku
masyarakat (Apriono, 2011).
sehingga
mencapai
yang
Hasil belajar hendaknya lebih
bertoleransi (Apriono, 2011). Dengan
beorientasi pada aspek kognitif tingkat
demikian dalam kehidupan riil,peserta
tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi),
didik tahu bahwa tindakan kekerasan
aspek afektif, dan psikomotor. Hal
merupakan salah satu perilaku yang
tersebut akan terkait dengan perilaku
tidak
banyak
peserta didik setelah mereka berada di
diantara mereka yang memaksakan
tengah-tengah masyarakat, di mana
kehendak pada orang lain, bahkan
mereka
sering terjadi konflik antar mereka.
masalah-masalah
Tampaknya pengetahuan yang dimiliki
membutuhkan
oleh
mendalam. Menurut Hill & Hill (dalam
bertoleransi,
mereka
taraf
tetapi
merupakan
hasil
akan
dihadapkan
pada
riil
yang
pemikiran
transmisi informasi semata, belum
Setyosari,
merupakan suatu yang dicari, digali,
keunggulan pembelajaran kolaborasi,
dan ditemukan sendiri sehingga betul-
antara lain berkenaan dengan (1)
betul menjadi miliknya dan menjadi
prestasi
bagian dari kehidupannya.
pemahaman
Pembelajaran
yang
hanya
2009:12),
belajar
ada
lebih
lebih
lebih
mengembangkan
beberapa
tinggi,
(2)
mendalam,
(3)
keterampilan
berorientasi pada hasil belajar kognitif
kepemimpinan, (5) meningkatkan sikap
tingkat rendah, tentu akan memberikan
positif, (6) meningkatkan harga diri,
dampak yang kurang positif pada
(7) belajar secara inklusif, (8) merasa
peserta didik, karena peserta didik
saling
cenderung
kurang
mengembangkan keterampilan masa
bertoleransi dan jauh dari nilai-nilai
depan. Salah satu hasil penelitian
kebersamaan. Mereka belajar semata-
pembelajaran kolaboratif ditunjukkan
mata hanya mencari nilai yang bagus,
oleh Clark & Baker (2007), bahwa
dan mementingkan diri sendiri. Hal
penerapan collaborative learning pada
yang seperti ini akan terbawa hingga
kelompok yang beragam memberikan
dewasa, sehingga akan mengalami
hasil yang positif. Penelitian oleh
kesulitan
Gokhale (1995) menyimpulkan bahwa
individualistis,
dalam
bergaul
dan
memiliki,
dan
(9)
296 Pembelajaran Kolaboratif ………………………….. Djoko Apriono
pembelajaran
kolaboratif
diskusi,
klarifikasi
evaluasi
dari
menguatkan efektif
melalui
gagasan,
merupakan suatu hal yang sangat
dapat
dibutuhkan oleh masyarakat dalam
dan
kehidupan dewasa ini, karena hampir
mendapatkan
semua perilaku yang ada di masyarakat
lain
pemikiran
kritis
pengetahuan faktual. Manusia
bekerjasama
dan
orang
dalam
Keterampilan
menunjukkan adanya kerjasama dari
pada
hakekatnya
semua
lapisan
masyarakat,
tanpa
adalah makhluk yang terus berusaha
memandang perbedaan suku, agama,
meningkatkan
ras, laki-laki dan perempuan, serta
keterbatasan
dirinya,
pikirannya
dan
keterbatasan
golongan.
Seperti
unjuk
dengan menolaknya sebagai suatu fakta
pendapat,
dan
menghormati ide orang/ kelompok lain,
(Sumaatmadja, manusia
satu 2000).
yang
dimungkinkan
kenyataan Hakekat
demikian karena
itu,
mengikuti
menyampaikan
dalam:
keterbatasan tradisi yang mengikatnya,
sebagai
rasa
perilaku
menghargai
rapat
menyampaikan
di
suatu dan
kampung,
kritik
kepada
manusia
pemerintah, mengelola dan mencegah
yang dapat
terjadinya konflik sosial di desa,
dikembangkan dan dimanfaatkan untuk
kegiatan LSM dalam meningkatkan
kepentingan hidupnya. Oleh karena itu
partisipasi
manusia
pencegahan KKN (korupsi, kolusi dan
memiliki akal budi
akan
selalu
melakukan
interaksi dan kerjasama dengan orang
masyarakat
untuk
nepotisme) dan sebagainya.
lain dalam mencapai tujuan-tujuan
Pentingnya memiliki keterampilan
yang diinginkannya. Lebih-lebih dalam
kerjasama dalam kehidupan manusia,
era globalisasi seperti saat ini, ada
sejalan dengan pernyataan Johnson,
kecenderungan ketergantungan antar
Johnson & Holubec
manusia dalam
menyatakan
segala hal. Dengan
bahwa
(1998), yang sama
seperti
demikian keterampilan bekerjasama
seorang pendidik harus mengajarkan
dengan orang lain sangat dibutuhkan,
keterampilan akademis, keterampilan
dan merupakan suatu aspek sosial yang
kerjasama juga harus diberikan kepada
harus dimiliki oleh setiap orang dalam
peserta didik, karena tindakan ini akan
kehidupannya.
bermanfaat
bagi
mereka
untuk
Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013 297
meningkatkan kerja kelompok, dan
Langkah-langkah
menentukan
Kolaborasi
bagi
hubungan
sosial
Bordessa
(2005)
keberhasilan di
masyarakat.
juga
menyatakan
Pembelajaran
Salah satu cara yang relevan bagi
peserta
didik
untuk
belajar
pentingnya seseorang peserta didik
menghadapi tantangan hidup yang
memiliki
semakin kompleks adalah mengalami
keterampilan
kerjasama,
dengan mengatakan bahwa peserta
dan
didik benar-benar harus belajar untuk
permasalahan tersebut dengan cara
bekerjasama menuju satu tujuan, yakni
bekerjasama
adanya pemahaman bahwa tidak ada
tersebut menurut (Panitz, 1996) disebut
satu orangpun yang memiliki semua
dengan collaborative learning, yakni
jawaban yang tepat, kecuali dengan
suatu metode dalam pembelajaran yang
bekerjasama.
melibatkan beberapa peserta didik
Berdasarkan pernyataan
tersebut,
kerjasama
pernyataanketerampilan
merupakan
aspek
menghadapi
tantangan
dalam kelompok. Hal
secara bersama-sama tergabung dalam kelompok
yang
mengakui
adanya
perbedaan kemampuan dan sumbangan
kepribadian yang penting, dan perlu
pemikiran
dimiliki oleh setiap orang dalam
Ditambahkan oleh Smith & MacGregor
kehidupan sosial di masyarakat. Oleh
(1992),
karena itu keterampilan kerjasama
membangun
khususnya dalam pembelajaran perlu
mentoleransi
mendapatkan perhatian dari orang tua
perbedaan dan membangun pendapat
dan pendidik untuk diberikan kepada
dalam
anak semenjak usia dini, agar menjadi
kolaboratif dapat digambarkan sebagai
suatu kebiasaan bagi peserta didik
berikut.
dalam
semua peserta didik aktif. Mereka
kehidupan
Keterampilan
sehari-hari.
kerjasama
tiap-tiap
individu.
pembelajaran
kolaboratif
kapasitas atau
sebuah
Ketika
untuk
menyelesaikan
kelompok.
terjadi
Model
kolaborasi,
dapat
saling berkomunikasi secara alami.
diajarkan melalui keluarga, lembaga
Dalam sebuah kelompok yang terdiri
sekolah, lembaga agama, lembaga
atas 4 sampai 6 anak, disanapendidik
pramuka, dan lembaga sosial yang
sudah membuat rancangan agar peserta
lainnya.
didik yang satu dengan yang lain bisa
298 Pembelajaran Kolaboratif ………………………….. Djoko Apriono
berkolaborasi. Dalam kelompok yang
proses kelompok di mana anggota
sudah
pendidik,
mendukung dan bersandar pada satu
fasilitas yang ada pun diusahakan anak
sama lain untuk mencapai suatu tujuan
mampu berkolaborasi. Misalnya, dalam
yang disetujui. Definisi ini memandang
kelompok yang terdiri atas 4 sampai 6
kelas sebagai suatu tempat sempurna
tersebut
hanya
untuk mengembangkan keterampilan
menyiapkan 2 sampai 3 kotak alat
dan pembentuk tim/ kelompok yang
mewarna
secara
diperlukan untuk hidup dikemudian
bergantian. Dengan harapan, setiap
hari. Lebih jelas dinyatakan dalam situs
peserta didik bisa bekomunikasi satu
yang
dengan
learning
ditentukan
oleh
seorang
pendidik
yang
yang
dipakai
lainnya.
Dengan
sama,
bahwa
adalah
collaborative
interaksi
antara
komunikasi aktif antar peserta didik,
anggota tim: (1) yang dikembangkan
akan terjalin hubungan yang baik dan
dan berbagi suatu untuk mencapai
saling menghargai. Alat tersebut bukan
tujuan umum, (2) memberi masukan
milik
untuk lebih memahami masalah yang
pribadi,
melainkan
sudah
menjadi milik bersama. Setiap anak
dihadapi,
tidak merasa memiliki secara pribadi,
mengerti secara mendalam dan solusi
tetapi bisa dipakai bersama. Pada saat
pemecahannya,
yang
bekerja untuk memahami terhadap
sama
mempunyai
keinginan
(3)
(4)
lebih
bereaksi
pertanyaan
komunikasi
dengan
mendalam dan solusi, (5) masing-
penggunaan santun bahasa. Dalam
masing anggota menguasakan pada
kondisi seperti ini seorang pendidik
anggota lain untuk berbicara dan
hanya mengamati cara kerja peserta
memberi
didik dan cara berkomunikasi serta
mempertimbangkan kontribusi mereka,
menjadi pembimbing saat peserta didik
(6) dapat dipertanggung-jawabkan ke
memerlukan bantuan.
orang yang lain, dan mereka dapat
alami
Menurut Felder, R.M (tanpa
pengertian
dan
untuk memakainya maka akan terjadi yang
lain,
menanyakan,
masukan
dan
dipertanggung-jawabkan dan
untuk
kepada
tahun) yang di muat dalam situs web
dirinya
http://www.studygs.net/cooplearn.htm,
anggota tim ada saling ketergantungan.
collaborative learning adalah suatu
sendiri,
yang
(7)
diantara
Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013 299
Dalam collaborative learning,
digunakan
untuk
mengajar
pendidik atau dosen mendelegasikan/
keterampilan hubungan antar pribadi,
memindahkan semua otoritas kepada
karena pembelajaran adalah sebuah
tim belajar, kerja kolaboratif sungguh-
proses konstruktif yang aktif, jadi
sungguh
untuk belajar informasi baru, ide, atau
menguasakan
dan
berani
menyerahkan semua resiko hasil kerja
keahlian,
peserta
didik
manusia
kelompok atau kelas yang mungkin
sebaiknya bekerja secara aktif dengan
kurang disetujui atau dalam suatu
cara yang bermakna.
posisi yang tak meyakinkan atau
Collaborative
learning
menghasilkan suatu solusi yang tidak
sejatinya
sesuai dengan milik pendidik atau
pembelajaran yang lebih menekankan
dosen.Seperti dikemukakan oleh Smith
pada tugas spesifik dan berbagi tugas
& MacGregor (1992) pembelajaran
dalam
kolaboratif melibatkan gabungan kerja
membandingkan
keras atau usaha intelektual oleh
prosedur
peserta didik yang bekerja dalam
memberikan keleluasaan yang lebih
kelompok
untuk
besar pada peserta didik dalam kerja
pengertian,
solusi,
arti
atau
kelompok (Dillenbourg, 1999). Hal
menciptakan
sebuah
produk,
dan
tersebut tentu saja sangat bertolak
mendapatkan
merupakan
kerja
kerja
metode
kelompok, kesimpulan
dan
kelompok,
dan
keseluruhan terpusat pada eksplorasi
belakang
peserta
penjelasan
konvensional, yang lebih menekankan
pendidik secara simpel atau secara
pada ceramah dan diskusi kelompok
mendetail.
yang
didik,
bukan
Pembelajaran
dengan
ketat
dengan
metode
pengawasan
kolaboratif
pendidik, yang membuat peserta didik
mengijinkan para peserta didik untuk
menjadi kurang aktif dalam bekerja
membentuk
dan
kelompok
berdasarkan
berpendapat.
proses
pertemanan atau friendship dan minat
pembelajaran
peserta didik. Pembicaraan peserta
pembelajar memberikan materi belajar
didik ditekankan sebagai alat/ makna
secara searah, yakni dalam bentuk satu
untuk bekerja berbagai hal ke luar.
arah komunikasi (teacher oriented),
Penemuan dan pendekatan kontekstual
namun
pada
yang
Pada
proses
konvensional,
pembelajaran
300 Pembelajaran Kolaboratif ………………………….. Djoko Apriono
inovatif, arah komunikasi adalah dua
manfaat yang besar bagi kelompok
arah (student oriented).
yang beragam.
Dalam
pembelajaran
Hasil Pembelajaran Kolaboratif
kolaboratif sangat diperlukan sifat-sifat
Myers
kerjasama, menghargai pendapat orang
collaborative
learning
lain, pengendalian diri, kesabaran, dan
pembelajaran
yang
kecerdasan emosional yang mumpuni
"transaksi"
dari peserta didik, karena dengan
metodologi. Orientasi itu memandang
memiliki sifat-sifat yang demikian itu
pembelajaran sebagai dialogue antara
diharapkan pembelajaran akan lebih
peserta didik dengan peserta didik,
bermakna,
peserta
menyenangkan
menghasilkan
pemecahan
seperti
diharapkan.
yang
dikemukakan
dan masalah
dalam
Seperti
(1991)
memandang
berorientasi
ditinjau
didik
sebagai
dari
dengan
sisi
pembelajar,
peserta didik dengan masyarakat dan lingkungannya.
Para
peserta
didik
penelitian
dipandang sebagai pemecah masalah.
Cabrera, Nora, dkk (2002) bahwa
Perspektif ini memandang mengajar
pembelajaran
sebagai ”percakapan" di mana para
kolaboratif
menghilangkan
stereotype
yang
pembelajar dan para peserta didik
biasanya dilekatkan pada mahapeserta
belajar bersama-sama melalui suatu
didik kalangan tertentu, bekerjasama
proses
dalam kelompok, dan terbiasa dengan
dalam pola belajar kolaborasi memiliki
orang-orang
serta
6 karakteristik, yakni (1) tim berbagi
yang
tugas
yang
menghasilkan berwawasan
berbeda, lulusan
luas
dan
negosiasi.
untuk
Proses
mencapai
negosiasi
tujuan
menerima
pembelajaran, (2) diantara anggota tim
keanekaragaman, sebagai salah satu
saling memberi masukan untuk lebih
syarat untuk sukses di era globalisasi
memahami masalah yang dihadapi, (3)
seperti sekarang ini. Hasil penelitian
para anggota tim saling menanyakan
Clark & Baker (2007) menunjukkan
untuk
bahwa
mendalam,
terdapat kesepahaman umum
dikalangan collaborative
pembelajar, learning
lebih (4)
mengerti tiap
secara
anggota
tim
jika
menguasakan kepada anggota lain
memberikan
untuk berbicara dan memberi masukan, (5) kerja tim dipertanggungjawabkan
Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013 301
ke
(orang)
yang
lain,
dipertanggung-jawabkan dirinya
sendiri,
dan
dan kepada
(6)
diantara
merangkum,
yaitu
membuat
kesimpulan dari hasil diskusi atau penjelasan
yang
mencatat,
(Myers, 1991). Aktivitas pembelajaran
tentang segala sesuatu yang terjadi dan
kolaboratif membuat berbeda secara
diperoleh
luas, tetapi keseluruhan terpusat pada
menghubungkan, yaitu meningkatkan
eksplorasi
interaksi yang terjadi antara anggota
didik,
bukan
penjelasanpendidik secara simple atau penjelasan secara mendetail (Smith & Mac Gregor, 1992).
kelompok,
catatan
dan
(7)
kelompok (Panitz, 1996). Lebih
lanjut
(Johnson
1991,
1993; Johnson dan Johnson 1991;
Ada sejumlah faktor yang perlu diperhatikan
membuat
(6)
anggota tim ada saling ketergantungan
peserta
yaitu
diberikan,
dalam
pola
belajar
Johnson
dan
Johnson
1994)
menjelaskan ada sangat banyak skill
kolaboratif, yakni peran peserta didik
interpersonal
dan peran pembelajar (Panitz, 1996).
keberhasilan usaha-usaha kolaboratif
Peran
yang dilakukan oleh pembelajar ketika
peserta
didik
dikembangkan
yang
adalah
harus (1)
pembelajar
yang
mempengaruhi
mengobservasi
dan
mengarahkan, yaitu menyusun rencana
memonitor peserta didik, skill tersebut
yang
meliputi empat tingkatan, yakni (1)
akan
mengajukan masalah
alternatif yang
menerangkan, penjelasan
dilaksanakan
pemecahan
dihadapi, yaitu
atau
dan
forming
(membentuk),
skill
yang
(2)
paling dasar yang dibutuhkan untuk
memberikan
menciptakan kelompok pembelajaran
kesimpulan-
kooperatif,
(2)
functioning
kesimpulan pada anggota kelompok
(memfungsikan), skill yang dibutuhkan
yang
untuk mengelola kegiatan kelompok
lain,
mengajukan
(3)
bertanya,
yaitu
pertanyaan-pertanyaan
dalam
menyelesaikan
tugas
dan
untuk mengumpulkan informasi yang
menjaga hubungan kerja yang efektif
ingin diketahui, (4) mengkritik, yaitu
diantara
mengajukan
formulating (merumuskan), skill yang
sanggahan
dan
para
anggotanya,
untuk
(3)
mempertanyakan alasan dari usulan/
dibutuhkan
membangun
pendapat/pernyataan yang diajukan, (5)
pemahaman yang lebih dalam terhadap
302 Pembelajaran Kolaboratif ………………………….. Djoko Apriono
materi yang sedang dipelajari untuk menstimulasi
penggunaan
strategi-
Dalam sejarah tercatat beberapa hasil
kolaborasi
sangat
besar
misalnya
negara
pernah
menjadi
strategi penalaran tingkat tinggi, dan
pengaruhnya,
untuk memaksimalkan penguasaan dan
Amerika
retensi materi yang diberikan, dan (4)
negara jajahan Inggris karena adanya
fermenting
skill
perang saudara di negara tersebut,
yang dibutuhkan untuk menstimulasi
namun dengan adanya kolaborasi dari
rekonseptualisasi materi yang sedang
tokoh-tokoh
dipelajari,
dan
Washington, Thomas Jefferson dkk
pencarian lebih banyak informasi, serta
yang bekerja secara kolaborasi dengan
komunikasi tentang rasional di balik
tokoh-tokoh masyarakat, maka lahirlah
kesimpulan-kesimpulan seseorang.
bangsa Amerika pada 4 Juli 1776,
(mengembangkan),
konflik
kognitif,
Dalam kerja kolaboratif, menurut Dillenbourg
peserta
semacam
sejarah
George
ketatanegaraan
didik
Indonesia tercatat ada jiwa besar,
yang
tenggang rasa dan toleransi yang tinggi
digambarkan dan yang disetujui oleh
dari para tokoh muslim yang tergabung
tiap anggota, persetujuan itu meliputi
dalam
(1) kesanggupan untuk menghadiri,
menghilangkan tujuh kata yang ada
kesiapan
untuk
pada Sila Pertama Pancasila, karena
memenuhi kerja tim, (2) diskusi dan
mereka menghargai pendapat tokoh-
perselisihan paham memusatkan pada
tokoh non muslim, bahwa Indonesia
masalah yang dipecahkan
dengan
bukan milik muslim semata tetapi
menghindarkan kritik pribadi, dan (3)
menjadi milik bersama seluruh bangsa
ada
tanpa membedakan suku, agama, ras
berbagi
(1999)
dalam
Serikat,
tanggung-jawab
dan
tepat
tanggung
waktu
jawab
tugas
dan
menyelesaikannya tepat waktu. Peserta
PPKI,
yang
merubah
dan
dan golongan.
didik boleh melaksanakan tugas, sesuai dengan pengalaman mereka sendiri meskipun dibanding penting
sedikit anggota dapat
pengalaman lainnya
berpikir
yang
jernih/baik
sesuai dengan kapabilitasnya.
KESIMPULAN Beberapa
hal
yang
disimpulkan dari tulisan ini,
bisa bahwa
sekolah-sekolah perlu merekonstruksi proses pembelajaran di kelas yang
Diklus, Edisi XVII, Nomor 01, September 2013 303
selama ini berlangsung. Peserta didik perlu
diberikan
wawasan
kerja
kolaborasi, sehingga akan terpupuk jiwa-jiwa
yang saling menghormati,
menghargai, tenggang rasa, tanggung jawab, jujur dan terbuka. Apabila hal ini telah menjadi pondasi pendidik dalam
mengaplikasikan
proses
pembelajaran di kelas, Insya Allah hasil pendidikan manusia ke depan akan menghasilkan anak-anak bangsa yang memiliki rasa ”human dignity” yang tinggi. Hasil pembelajaran yang nampak
tidak
hanya
tertanamnya
pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu berkembangnya jiwa dan budi pekerti yang luhur para peserta didik. Proses
pembelajaran
dijalankan
berdasarkan metode-metode yang tepat dan relevan, yang menurut ajaran Islam didasarkan atas syariat, hakikat, tarikat, dan
ma’rifat.
pembelajaran
Dengan kolaboratif
demikian ini
akan
menjadi cara yang strategis dalam pembelajaran kedamaian
untuk umat
mewujudkan
manusia
melalui
kerjasama berbagai aspek kehidupan..
DAFTAR PUSTAKA Apriono, D. 2009. Implementasi Collaborative Learning dalam Meningkatkan Pemikiran Kritis
Mahapeserta didik.Jurnal Prospektus UNIROW Tuban, 7 (1), 13-20. Arnseth, H.C dan Sten Ludvigsen. 2000. Collaboration and Problem Solving in Distributed Collaborative Learning.University of Oslo Barbara Wasson, Anders Mørch University of Bergen: http://www.ll.unimaas.nl/eurocscl/Papers/8.doc. Diakses 8 Desember 2008. Brown, Faith A. 2002. Collaborative Learning in the EAP Classroom: Students Perceptions. http://www.espworld.info/articles 17/ppf/collaborative learning.pdf.2002. diakses tanggal 2 Mei 2009. Cabrera, AF., Nora, A., Crissman, Jl., Terenzini, P.T., Bernal, Elena M., & Pascarella, ET. 2002. Collaborative Learning: Its Impact on College Students Development and Diversity. Journal of College Students Development, 1 (43), 2034. Clark, Jill.,& Baker, Trish. 2007. Collaborative learning in diverse groups: a New Zealand experience. http://www.isana.org.au/files/thurs -c2-clark.pdf. diakses tanggal 12 April 2009. Dillenbourg, P. 1999. What do you mean by collaborative learning?. In Dillenbourg P (Ed) Collaborative-learning: Cognitive and Computa-tional Approaches. (1-19). Oxford: Elsevier. Dillenbourg, P., Baker, M., Blaye, A., & O Malley, C.1996.The evolution of researcht on
304 Pembelajaran Kolaboratif ………………………….. Djoko Apriono
collaborative learning. In E Spada & P Reiman (Eds) Learning in Human and Machine: Towards on interdisiplinary learning science. (189-211) Oxford: Elsevier. Diakses tanggal 20 Oktober 2008. Duin, J.S. et al., 1994. “Collaborative Processes.”Dalam Dishon D. & O’Leary, W. P. (1994). A Guidebook For Cooperative Learning: A Technique For Creating More Effective Schools. Holmes Beach, FL: Learning Gokhale, Anuradha A. 1995. Collaborative Learning Enhanches Critical Thinking.Journal of Technology Education. 1 (7) 1-9. Jaritz, Jane., Nakagawa. Spencer Kagan’s Cooperative Learning Structures. http://jalt.org/pansig/PGL2/HT ML/Nakagawa.htm. diakses pada tanggal 24 Januari 2009. Johnson, C.D. 1983. The morally educated person in a pluralistic society. Journal Educational Theory, 31 (3&4) 237 – 249. Johnson, D.W. & Johnson, R.T,1988. Cooperative Learning: Two heads learn better than one. http:www.contextlorg/ICLIB/IC 18/Johnson.htm. Diakses tanggal 30 April 2008. Johnson, D.W. & Johnson, R.T, & Holubec,E. 1993. Circles of learning. Edina: Interaction Book Company. Johnson, D.W. & Johnson, R.T, & Holubec,E. 2004. The New Circles of learning.Virginia: Alexandria. Johnson, D.W. & Johnson, R.T, &Smith, Karl.A. 1998. Cooperative Learning Returns To
College: WhatEvidence Is There That It Work? Change, July/August, 27-35. Lookatch, R.P. 1996. “Collaborative Learning and Multimedia: Are Two Heads Still Better, http://www.studygs.net/cooplea rn.htm. diakses tanggal 29 Nopember 2008. Panitz, Ted. 1996. Collaborative versus cooperative learning a comparison of two concepts which will help us understand the underlying nature of interactive learning. http://ses.une.edu.au/cf/papers/p df. diakses tanggal 20 Oktober 2008. Panitz,Ted. 1996. A Definition of Collaborative vs Cooperative Learning: http://www.city.londonmet.ac.uk/ deliberations/collab.learning/pani tz2.html. diakses 18 Nopember 2008. Qin, Z, Johnson, D.W, dan Johnson, R.T. 1995. Cooperative versus Competitive efforts and problem solving.Reviewof Educational Research, 65 (2) p. 129-143. Setyosari, Punaji. 2009. Pembelajaran Kolaborasi Landasan untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial, Rasa saling Menghargai dan Tanggung Jawab.Pidato Pengukuhan Pendidik Besar dalam Bidang Ilmu TEP pada FIP UM disampaikan pada sidang terbuka Senat UM 14 Mei 2009. Sumaatmadja, N. 2000. Perspektif Studi Sosial. Bandung: Alumni.