SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
Pembelajaran Inkuiri Demonstrasi Interaktif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Peserta Didik pada Materi Optika Geometri TESAR ANTONIO ANDREA1), SUTOPO2,*), SULUR2) Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Jl. Semarang 5 Malang, E-mail :
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif untuk memfasilitasi peserta didik memahami konsep-konsep pokok optika geometri. Selain itu juga untuk mengetahui konsep fisika apa yang dapat dikuasai dengan baik dan yang belum dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Metode Penelitian yang digunakan adalah mixed methods jenis embedded design. Peneliti melakukan analisis data kuantitatif untuk mengetahui gambaran makro tentang efektivitas pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif terhadap pemahaman konsep peserta didik tentang optika geometri, dan menggunakan data kualitatif untuk mengetahui konsep fisika apa yang dapat dikuasai dengan baik dan yang belum dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Subjek penelitian adalah 67 peserta didik kelas X D2 dan E2 SMA Negeri 4 Malang yang terdiri atas 25 laki-laki dan 42 perempuan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan instrumen tes, lembar observasi, angket, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada materi optika geometri dengan d-effect size 1,05 dan N-gain 0,29. Pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif yang dilakukan dapat mengurangi kesulitan peserta didik tentang (1) posisi bayangan yang dibentuk oleh cermin datar bergantung pada posisi pengamat dan posisi sumber cahaya, (2) bayangan hanya bisa digambarkan dengan tiga sifat sinar istimewa saja, (3) sifat bayangan nyata hanya dapat ditangkap oleh layar dan tidak dapat dilihat langsung oleh mata. Kata Kunci: inkuiri, demonstrasi interaktif, pemahaman konsep, optika geometri.
PENDAHULUAN Optika geometri merupakan materi fisika yang penting untuk dipelajari. Peserta didik perlu memahami konsep optika geometri dengan benar karena konsep-konsep tersebut erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari (Goldberg & McDermott, 1987). Ketika bercermin di depan cermin datar, peserta didik dapat melihat bayangan yang sama bentuk, ukuran, dan jaraknya (Young & Freedman, 2004). Mobil dilengkapi dengan cermin cembung pada bagian spion sehingga menampilkan bayangan benda di depan cermin, ukurannya menjadi lebih kecil (Serway & Jewett, 2010). Peristiwa tersebut dapat dijelaskan melalui konsep-konsep optika geometri. Optika geometri juga diperlukan pada cabang sains lain (Goldberg & McDermott, 1987). Contohnya pada ilmu astronomi yang menggunakan teropong bintang untuk mengamati benda-benda luar angkasa yang jaraknya sangat jauh seperti bintang, bulan dan matahari. Instrumen optik yang berkembang di sekitar kita merupakan kontribusi dari optika geometri. Mikroskop merupakan instrumen optik yang memungkinkan untuk melihat benda yang berukuran mikroskopik. Kacamata juga merupakan contoh lain dari instrumen optik yang berfungsi sebagai alat bantu pengelihatan bagi penderita cacat mata (Serway & Jewett, 2010). Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pemahaman konsep peserta didik terhadap materi optika geometri menunjukkan bahwa banyak peserta didik mengalami miskonsepsi, penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (2002) yang menunjukkan bahwa peserta didik beranggapan bahwa pembentukan bayangan pada cermin bergantung pada posisi sumber cahaya. Jika posisi sumber cahaya berubah, maka posisi bayangan akan berubah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kuthluay (2005) menunjukkan bahwa peserta didik mengalami miskonsepsi pada konsep optika geometri. Peserta didik beranggapan bahwa untuk melihat bayangan objek pada cermin ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-171
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016 dalam ruangan yang gelap, maka cahaya harus diarahkan ke cermin, posisi bayangan yang dilihat berbeda bergantung pada posisi pengamatnya. Penelitian yang dilakukan oleh Aydin et al. (2012) menemukan bahwa dalam menggambar bayangan, peserta didik menggambarkan cahaya datang dari bayangan benda, bukan dari bendanya. Penelitian yang dilakukan oleh Taslidere dan Eryilmaz (2015) menemukan bahwa peserta didik beranggapan bahwa ukuran dan posisi bayangan benda berubah-ubah bergantung pada posisi pengamat. Penelitian yang dilakukan Sutopo (2014) mengungkapkan beberapa miskonsepsi peserta didik yaitu (1) bayangan nyata hanya dapat dilihat dengan bantuan layar, (2) bayangan yang dihasilkan lensa akan hilang/rusak jika sebagian besar permukaan lensa ditutup, dan (3) posisi bayangan pada cermin datar bergantung pada posisi pengamat. Miskonsepsi tersebut muncul akibat keterbatasan pengetahuan faktual peserta didik. Untuk membantu peserta didik memperbaiki konsepsi yang salah maka langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan membuat mereka sadar bahwa konsepsi yang mereka pahami salah dan tidak sesuai dengan pendapat para ahli. Menurut Ashkenazi dan Weaver (2007) melalui demonstrasi dapat membantu peserta didik memperbaiki pemahaman. Kemudian peserta didik dibimbing untuk mengkonstruk pengetahuan baru yang sesuai dengan pendapat para ahli melalui demonstrasi disertai diskusi kelompok atau menuliskan hasilnya sehingga dapat memberikan makna mendalam kepada peserta didik (Wenning, 2007). Untuk itu perlu strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi peserta didik untuk mengkonstruk pengetahuannya secara langsung yaitu dengan inkuiri demonstrasi interaktif. Menurut Wenning (2005), inkuiri demonstrasi interaktif mencakup demonstrasi guru, mengembangkan dan mengajukan pertanyaan penyelidikan. Peserta didik diminta mengamati fenomena dan merumuskan penjelasan atau memprediksi untuk menjelaskan fenomena tersebut. Peserta didik diminta untuk memprediksi hasil eksperimen, mengamati, dan mendiskusikan prediksi yang telah dibuat (Zimrot & Ashkenazi, 2007:197). Kemudian peserta didik melakukan penyelidikan untuk mengecek pemahamannya benar atau salah dan menemukan konsep baru berdasarkan pengalamannya secara langsung. Peserta didik juga dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang sudah diketahui hingga memberikan solusi untuk membuat generalisasi. Berdasarkan paparan di atas diyakini bahwa pembelajaran inkuiri dengan demonstrasi interaktif dapat mengurangi bahkan mengatasi masalah-masalah pembelajaran optika geometri yang sudah disebutkan di depan. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik tentang optika geometri melalui pembelajaran demonstrasi interaktif. Garis besar pembelajaran adalah peserta didik mengamati fenomena dan kemudian memberikan respon terhadap fenomena tersebut (observation), peserta didik melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan fenomena melalui demonstrasi secara langsung (manipulation), peserta didik membuat kesimpulan dan menemukan konsep baru berdasarkan hasil penyelidikan (generalization), peserta didik mempresentasikan hasil penyelidikan kepada kelompok lain untuk diperiksa dan ditanggapi (verification), peserta didik mengaplikasikan apa yang telah diperolehnya pada situasi baru (application). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan gabungan metode kuantitatif dan kualitatif (mixed methods) jenis embedded design (Creswell, 2012:544). Data kuantitatif diperoleh dari hasil pretest dan posttest peserta didik. Perbedaan hasil pretest dan posttest ini dianalisis menggunakan statistik. Data kuantitatif ini didukung menggunakan data kualitatif. Data kualitatif diperoleh dari lembar observasi selama proses pembelajaran, wawancara, dan angket respon peserta didik terhadap pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Malang. Subyek penelitian adalah peserta didik kelas X D2 dan E2 SMA Negeri 4 Malang yang berjumlah 67 peserta didik. Dari jumlah tersebut, 25 peserta didik adalah laki-laki dan 42 peserta didik adalah ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-172
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016 perempuan. Peneliti bertindak sebagai perencana tindakan, pelaksana tindakan, penganalisis, dan pelapor hasil penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam 4 tahap. Tahap pertama adalah mengetahui pemahaman konsep peserta didik tentang optika geometri sebelum mengikuti pembelajaran. Tahap ini dilakukan dengan cara meminta peserta didik mengerjakan soal pretest berupa soal pilihan ganda beralasan terbuka. Cakupan materi yang diujikan meliputi konsep pemantulan cahaya, pembiasan cahaya, sifat bayangan nyata dan maya, diagram pembentukan bayangan, serta peran sinar istimewa dalam pembentukan bayangan. Tahap kedua adalah merancang pembelajaran yang sesuai untuk memperbaiki dan mengatasi miskonsepsi peserta didik. Tahap ketiga adalah melakukan pembelajaran di dalam kelas. Strategi yang digunakan dalam pembelajaran adalah inkuiri demonstrasi interaktif. Setelah pembelajaran, tahap keempat dilakukan posttest untuk mengetahui pemahaman konsep peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Soal posttest sama dengan soal pretest. Berdasarkan hasil pretest dan posttest akan diketahui efektivitas pembelajaran demonstrasi interaktif terhadap pemahaman konsep peserta didik pada materi optika geometri sekaligus konsep apa yang dapat dipahami dengan baik dan yang belum dapat dipahami dengan baik. Hal ini dapat diketahui melalui uji beda, d-effect size, dan N-gain. Hasil ini kemudian dianalisis dan dikaitkan dengan pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif yang telah dilakukan peserta didik. Teknik pengumpulan data menggunakan tes untuk memperoleh data pemahaman konsep peserta didik tentang optika geometri sebelum dan sesudah pembelajaran, mengetahui peningkatan pemahaman konsep peserta didik, serta konsep fisika apa yang dapat dikuasai dengan baik dan apa yang belum dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Tes ini berupa soal pilihan ganda beralasan terbuka sebanyak 9 butir yang dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada materi optika geometri dalam kurikulum SMA 2013. Pengembangan instrumen tes dapat dijelaskan sebagai berikut. Mula-mula instrumen yang terdiri dari 11 butir soal direview oleh dua dosen dan seorang guru fisika untuk melihat validitas isi dan keterbacaannya. Secara isi dan keterbacaan, instrumen dinyatakan valid. Selanjutnya instrumen digunakan untuk pretest dan posttest. Analisis instrumen mencakup dua hal, yaitu analisis item korelasi setiap butir soal terhadap skor total dan reliabilitas instrumen. Analisis instrumen secara statistik didasarkan pada skor posttest. Hal serupa juga dilakukan oleh Nieminen et al. (2010) yang menguji validitas instrumen soal menggunakan skor posttest. Setelah dianalisis secara statistik, terdapat dua soal yaitu soal nomor 2, dan 11 yang digugurkan karena tidak memiliki korelasi yang signifikan terhadap skor total sehingga dianggap tidak valid. Soal nomor 8 juga tidak memiliki korelasi, tetapi soal tersebut dipertahankan karena dianggap dapat mengukur pemahaman konsep peserta didik. Sehingga hanya 9 soal yang valid yang selanjutnya dianalisis reliabilitasnya. Reliabilitas instrumen diukur dengan Cronbach’s Alpha (Morgan et al. 2004). Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai Cronbach’s Alpha adalah 0,633. Reliabilitas instrumen tersebut termasuk dalam kategori “tinggi” (Arikunto, 2012). Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini berupa analisis data kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan pada hasil pretest dan posttest. Berdasarkan data hasil pretest dan posttest maka dilakukan uji beda. Sebelumnya, skor pretest dan posttest ini disajikan dalam statistik deskriptif. Statistik deskriptif ini meliputi mean, standar deviasi, skewness, standar deviasi skewness, minimum, dan maximum. Skewness digunakan untuk menentukan uji beda mana yang akan digunakan. Nilai skewness pada pretest maupun posttest berada dalam interval -1 sampai +1, oleh karena itu data dianggap normal (Morgan et al. 2004). Selanjutnya dapat dilakukan uji t-test dengan model paired sample t-test. Hal ini dipilih karena digunakan untuk membandingkan mean dari suatu sampel yang berpasangan.
ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-173
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016 Keefektifan pembelajaran diukur dengan menggunakan d-effect size (Morgan et al. 2004) dan rata-rata gain ternormalisasi (Hake, 1998). Nilai d-effect size dapat dihitung menggunakan persamaan (1) (Morgan et al. 2004) Rata-rata gain ternormalisasi juga mendeskripsikan seberapa kuat peningkatan skor pretest ke posttest. Nilai gain score dapat dihitung dengan cara (2) (Hake, 1998) Analisis data deskripsi pelaksanaan pembelajaran bersumber dari hasil observasi dan rekaman video selama pembelajaran. Kegiatan peserta didik dan guru selama pembelajaran diuraikan secara rinci pada setiap subtopik. Uraian pelaksanaan pembelajaran ini juga dilengkapi dengan dokumentasi foto yang diambil oleh observer saat pembelajaran. Kesulitan peserta didik pada materi optika geometri dapat dilihat dari hasil pretest dan posttest. Jawaban pretest dan posttest peserta didik ini dianalisis menggunakan crosstabulation. Hasil crosstabulation dapat digunakan untuk melihat kesulitan peserta didik dan perubahan pilihan jawaban peserta didik dari hasil pretest ke posttest setelah mengikuti pembelajaran. Selanjutnya, perubahan pilihan jawaban peserta didik dikaitkan dengan pembelajaran yang telah dilakukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri Demonstrasi Interaktif Pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif dilaksanakan berdasarkan tahap observation, manipulation, generalization, verification, dan application. Ringkasan kegiatan pembelajaran tentang pemantulan dan pembentukan bayangan oleh cermin disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Ringkasan Kegiatan Pembelajaran tentang Pemantulan dan Pembentukan Bayangan oleh Cermin. Kegiatan Pembelajaran
Aspek Inkuiri
Guru mengambil sebuah cermin datar dan meletakkannya di atas meja, lalu guru menempatkan sebuah spidol di depan cermin datar, kemudian melakukan tanya jawab dengan peserta didik.
Observation
Masing-masing kelompok melakukan demonstrasi sesuai dengan instruksi dari guru, peserta didik meletakkan cermin datar di atas meja kemudian menempatkan sebuah benda di depan cermin datar. Selanjutnya peserta didik yang lain mengamati bayangan yang terbentuk dari depan cermin. Kemudian pengamat diminta bergeser posisinya ke kanan dan ke kiri dengan tetap mengamati posisi bayangan yang terbsntuk pada cermin datar.
Manipulation
Setelah peserta didik berdiskusi bersama kelompoknya, perwakilan satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas, sementara itu kelompok lain mengecek jawaban kelompoknya dan diberi kesempatan untuk bertanya kepada kelompok yang presentasi sehingga terjadi diskusi kelas. Guru memberikan suatu permasalahan atau kasus yang berkaitan dengan konsep posisi bayangan bergantung pada posisi sumber cahaya.
Verification
Berdasarkan kegiatan demonstrasi dan diskusi kelas, peserta didik menyimpulkan bahwa posisi bayangan tidak bergantung pada posisi pengamat dan sumber cahaya, sifat bayangan maya karena bayangan tidak bisa ditangkap oleh layar dan terbentuk dari perpotongan garis semu hasil perpanjangan sinar pantul.
Generalization
Application
Ringkasan kegiatan pembelajaran tentang pembiasan dan pembentukan bayangan oleh lensa disajikan dalam Tabel 2. ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-174
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016 Tabel 2. Ringkasan Kegiatan Pembelajaran tentang Konsep Pembiasan dan Pembentukan bayangan oleh Lensa. Kegiatan Pembelajaran Peserta didik mengamati demonstrasi lensa plan paralel dan sinar laser
Aspek Inkuiri Observation
Peserta didik melakukan penyelidikan dan mengolah data kuantitatif dari hasil pengukuran sudut datang dan sudut bias menggunakan microsoft excel Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan ditanggapi oleh kelompok lain. Guru memberikan penguatan.
Manipulation
Peserta didik menyimpulkan bahwa ketika sebuah cahaya melalui dua medium yang berbeda maka cahaya akan mengalami pembelokkan atau pembiasan, cahaya yang datang dari medium yang renggang menuju ke medium yang lebih rapat maka cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal Peserta didik mengerjakan soal analisis tentang konsep pembiasan ketika kita melihat suatu benda di dalam kolam
Generalization
Verification
Application
Ringkasan pembelajaran subtopik peran sinar istimewa pada pembentukan bayangan dan sifat bayangan nyata yang dibentuk oleh lensa diuraikan di bawah ini. Guru mengawali pembelajaran dengan meminta peserta didik menggambarkan diagram pembentukan bayangan pada lensa cembung. Kemudian guru melakukan tanya jawab berkaitan dengan diagram yang digambar oleh peserta didik. Kemudian guru meminta peserta didik melakukan demonstrasi. Peserta didik meletakkan sebuah lensa cembung di atas meja, kemudian menempatkan sebuah lilin yang menyala di depan lensa cembung tersebut, lalu bayangan yang terbentuk di belakang lensa ditangkap oleh layar. Layar digeser-geser sampai menemukan bayangan bentuk nyala lilin yang paling jelas. Kemudian peserta didik diminta menutup separuh bagian lensa menggunakan karton dan mengamati bayangan yang terbentuk pada layar. Selanjutnya peserta didik melakukan demonstrasi dengan meletakkan lensa cembung di atas meja dan menempatkan lilin menyala di depan lensa cembung. Bayangan yang dihasilkan ditangkap dengan layar yang ditempatkan di belakang lensa cembung. Peserta didik mengamati bayangan yang terbentuk pada lensa dengan cara melihat langsung menggunakan mata setelah layar disingkirkan. Pemahaman Konsep Peserta Didik pada Materi Optika Geometri Skor hasil pretest dan posttest peserta didik disajikan dalam bentuk grafik sebaran (scatter plot) seperti ditunjukkan pada Gambar 1, sedangkan hasil perhitungan statistik deskriptif menggunakan SPSS 17.00 for Windows ditunjukkan oleh Tabel 3.
Gambar 1. Grafik Sebaran (Scatter Plot) Skor Pretest dan Posttest Peserta Didik. ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-175
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016 Gambar 1 menunjukkan sebanyak 43 peserta didik (64,18%) memperoleh skor pretest di atas rata-rata. Skor rata-rata kelas baik pretest maupun posttest ditunjukkan oleh garis putus-putus. Sebanyak 35 peserta didik (52,24%) memperoleh skor posttest lebih tinggi dari rata-rata kelas. Sebanyak 24 peserta didik (35,82%) memperoleh skor baik pretest maupun posttest di atas rata-rata kelas. Rata-rata skor pretest sebesar 3,00 dengan standar deviasi 1,243, sedangkan rata-rata skor posttest sebesar 4,73 dengan standar deviasi 2,057. Tabel 3 Statistik Deskriptif Statistik
Pretest
Posttest
Mean
3.00
4.73
Std. Deviation
1.243
2.057
Skewness
.049
-.337
Std. Error of Skewness
.293
.293
1
0
Minimum Maximum
6 Nilai tes dalam skala 1-9
8
Nilai Skewness pada pretest adalah 0,049 dan pada posttest adalah -0,337. Nilai tersebut berada di dalam interval -1 sampai +1 sehingga data dianggap terdistribusi normal. Data tersebut dapat diuji beda menggunakan paired sample t-test dengan hasil ditunjukkan oleh Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji t (Paired Sample t-Test). Paired Differences
Mean Pre-Post -1.731
Std. Deviation
95% Confidence Interval of the Std. Error Difference Mean Lower Upper
2.280
.279
-2.288
-1.175
t -6.215
df
Sig(2tailed)
66
.000
Berdasarkan hasil t-test di atas diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.000. Nilai tersebut kurang dari 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan skor pretest dan posttest adalah signifikan. Dengan kata lain skor posttest lebih tinggi daripada skor pretest. Ini berarti bahwa pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada materi optika geometri. Kekuatan peningkatan pretest ke posttest diukur menggunakan nilai d-effect size dan rata-rata gain ternormalisasi. Berdasarkan perhitungan d-effect size didapatkan hasil sebagai berikut. (3) Hasil perhitungan tersebut termasuk kategori “lebih besar sekali dari standar” atau tinggi. Peningkatan melalui perhitungan rata-rata gain ternormalisasi (N-gain) diperoleh hasil sebagai berikut. (4) Hasil perhitungan tersebut termasuk kategori medium bawah. Sebagian besar peserta didik (50,7%) memperoleh nilai gain yang termasuk kategori rendah dan 1 peserta didik (1,5%) memperoleh nilai gain kategori tinggi. Distribusi frekuensi N-gain peserta didik secara lengkap tampak pada Tabel 5. ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-176
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016 Tabel 5. Distribusi Frekuensi N-gain Peserta Didik. Kategori
Frekuensi
Presentase (%)
tinggi
1
1.5
medium-atas
14
20.9
medium-bawah
18
26.9
Rendah
34
50.7
Berdasarkan analisis jawaban peserta didik diketahui bahwa rendahnya nilai Ngain terjadi karena penurunan jumlah peserta didik yang menjawab benar pada soal nomor 1 dan 7 dari sembilan soal (lihat Gambar 2). Oleh sebab itu, analisis dilakukan secara kualitatif untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pembelajaran yang telah diterapkan. Berikut respon peserta didik terhadap soal nomor 1 dan 7.
Gambar 2. Diagram Jumlah Peserta Didik yang Menjawab Benar pada Setiap Butir Soal.
Respon Peserta Didik terhadap Soal Nomor 1 Soal nomor 1 dimaksudkan untuk mengases pemahaman peserta didik tentang konsep pemantulan cahaya oleh cermin serta pemahaman peserta didik tentang sifat bayangan yang terbentuk. Berikut soal nomor 1 yang diberikan. 1. Pada siang hari yang cerah kita bisa “bercermin” dengan memanfaatkan permukaan air kolam yang tenang. Bayangan wajah kita tersebut merupakan … A. Bayangan maya yang terbentuk akibat pemantulan cahaya oleh permukaan air. B. Bayangan maya yang terbentuk akibat pembiasan cahaya dari udara ke air. C. Bayangan maya yang terbentuk akibat gabungan pemantulan dan pembiasan cahaya oleh permukaan air. D. Bayangan nyata yang terbentuk akibat pemantulan cahaya oleh permukaan air. E. Bayangan nyata yang terbentuk akibat pembiasan cahaya dari udara ke air. Pada soal nomor 1 terdapat 50 peserta didik menjawab benar saat pretest, namun pada saat posttest hanya 43 peserta didik yang menjawab benar. Hanya terdapat 38 peserta didik yang memilih jawaban benar pada pretest maupun posttest. 18 peserta didik yang menjawab benar pada pretest dan memilih jawaban yang salah pada saat posttest, yaitu 7 peserta didik memilih jawaban B, 5 peserta didik memilih jawaban C, 1 peserta didik memilih jawaban D dan 5 peserta didik memilih jawaban E. Jawaban terbanyak yang dipilih peserta didik yang menjawab salah pada soal nomor 1 baik pada saat pretest maupun posttest adalah pilihan jawaban B yaitu bayangan maya yang ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-177
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016 terbentuk akibat pembiasan cahaya dari udara ke air. Hal ini disebabkan karena peserta didik kurang memahami konsep pemantulan pada cermin. Berdasarkan pilihan jawaban B sebenarnya peserta didik sudah tahu bahwa sifat bayangan yang dihasilkan oleh cermin adalah maya, tetapi peserta didik beranggapan bahwa bayangan maya tadi terbentuk akibat pembiasan cahaya. Hal ini dipertegas dengan alasan terbuka peserta didik pada saat mengerjakan soal tes pilihan ganda beralasan terbuka yaitu sebagian besar peserta didik menjawab bahwa ketika cahaya dari udara menuju ke air maka cahaya tersebut akan dibiaskan. Hal ini juga dipertegas dengan hasil wawancara dengan peserta didik yang memilih jawaban B. Guru : Menurut pemahaman kamu apa syarat terjadinya pemantulan dan pembiasan? Siswa : Pemantulan terjadi jika cahaya mengenai benda yang tidak tembus cahaya Pak, sedangkan pembiasan terjadi ketika cahaya mengenai benda yang tembus cahaya. Guru : Ketika cahaya mengenai cermin, cahaya itu dipantulkan apa dibiaskan? Siswa : Dipantulkan Pak. Guru : Benar sekali. Tetapi mengapa pada soal posttest kamu menjawab bahwa ketika kita bercermin dengan memanfaatkan permukaan air maka bayangan wajah kita terbentuk akibat pembiasan cahaya dari udara ke air? Siswa : Saat saya membaca soal itu saya langsung ingat kalau cahaya mengenai air maka cahaya akan dibiaskan dari udara ke air karena air merupakan benda yang tembus cahaya. Dari hasil wawancara di atas, sebenarnya peserta didik sudah benar dalam memahami konsep pemantulan, tetapi pada saat dihadapkan pada sebuah soal penerapan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik kurang memahami konteks yang dimaksud oleh soal sehingga mereka salah dalam mengaplikasikan konsep yang sudah mereka pahami. Pembelajaran tentang konsep pemantulan cahaya telah dilakukan peserta didik melalui demonstrasi secara langsung. Berdasarkan hasil demonstrasi tersebut, peserta didik telah bisa mendefinisikan konsep pemantulan dengan benar, menggambar diagram pembentukan bayangan dan memahami sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin dengan benar. Perlu pemberian masalah yang lebih sering lagi kepada peserta didik terkait konsep pemantulan cahaya yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik dapat dengan mudah menerapkan konsep yang sudah mereka pahami dengan benar untuk mengerjakan soal atau permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Respon Peserta Didik terhadap Soal Nomor 7 Soal nomor 7 dimaksudkan untuk mengases pemahaman peserta didik tentang konsep pembiasan cahaya yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Berikut soal nomor 7 pada pretest dan posttest. 7. Objek O berada di dasar bak berisi air. Jika diamati dari posisi vertikal (A), objek tersebut tampak seperti berada di I.
ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-178
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
A
B
I O Jika pengamat memindahkan posisi pengamatannya ke B, dimana letak bayangan yang akan didapatkan? A. Tetap di posisi I. B. Di bawah posisi I, masih pada satu garis lurus vertikal. C. Di atas posisi I, masih pada satu garis lurus vertikal. D. Di atas posisi I tetapi bergeser ke kiri (mendekati dinding). E. Di atas posisi I tetapi bergeser ke kanan (menjauhi dinding). Pada soal nomor 7 ini terdapat 9 peserta didik menjawab benar saat pretest, namun pada saat posttest hanya 1 peserta didik yang menjawab benar. Peserta didik yang menjawab benar pada saat pretest, semuanya menjawab salah pada saat posttest. 6 peserta didik menjawab salah (D), 2 peserta didik menjawab salah (A), dan 1 peserta didik menjawab salah (E). Dalam kasus ini sebagian besar peserta didik yang menjawab (D) sudah benar dalam memahami bahwa ketika diamati dari posisi B bayangan yang terbentuk berada di atas posisi I, tetapi mereka mempunyai anggapan yang salah bahwa bayangan bergeser ke kiri mendekati dinding. Peserta didik yang menjawab (A) beranggapan bahwa posisi pengamat tidak berpengaruh pada posisi bayangan. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan peserta didik yang memilih jawaban (A), berikut petikan tanya jawab guru dengan peserta didik. Guru : Mengapa pada saat mengerjakan soal nomor 7 kamu memilih jawaban A? Siswa : Karena menurut saya kasus tersebut sama halnya dengan kita mengamati bayangan benda di depan cermin dari berbagai poisisi, sehingga posisi pengamat tidak mempengaruhi posisi bayangan jika posisi bendanya tetap Pak. Dari petikan tanya jawab antara guru dengan peserta didik, dapat diketahui bahwa sebenarnya peserta didik sudah memahami konsep yang didapatnya pada saat pembelajaran dengan benar, namun mereka masih merasa kesulitan ketika harus mengaplikasikan konsep tersebut pada fenomena atau kejadian dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mungkin bisa dikurangi dengan cara lebih sering lagi memberikan kasus atau permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Kesulitan Peserta Didik pada Materi Optika Geometri Saat memasuki kelas, peserta didik telah memiliki konsepsi awal yang mungkin benar atau salah. Hal ini dapat dilihat dari hasil pretest dan tanya tawab guru dengan peserta didik di awal pembelajaran. Jawaban salah yang telah dipilih dan diungkapkan peserta didik pada saat pretest dan saat di awal pembelajaran dapat mengungkap konsepsi-konsepsi salah yang ada dalam pikirannya. Konsepsi-konsepsi salah tersebut antara lain (1) peserta didik beranggapan bahwa posisi bayangan yang dibentuk oleh cermin datar bergantung pada posisi pengamat dan posisi sumber cahaya meskipun posisi benda tetap, (2) peserta didik juga beranggapan bahwa bayangan hanya bisa digambarkan dengan tiga sifat sinar istimewa saja,. Selain itu (3) peserta didik juga menganggap bahwa sifat bayangan nyata hanya dapat ditangkap oleh layar dan tidak ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-179
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016 dapat dilihat langsung oleh mata. Hal ini penting untuk segera diatasi agar tidak menimbulkan kesalahan pada proses belajar peserta didik selanjutnya. Oleh karena itu, perlu dicermati kesulitan-kesulitan yang dimiliki oleh peserta didik dan bagaimana pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik. Pada saat pretest, hanya 16,4% peserta didik (11 orang) yang memiliki konsepsi benar bahwa posisi bayangan tidak bergantung pada posisi pengamat jika posisi benda tetap. Sisanya, sebanyak 83,6% peserta didik (56 orang) beranggapan bahwa posisi bayangan bergantung pada posisi pengamat. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sangat banyaknya peserta didik yang mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan pemahaman yang mereka bawa dari jenjang pendidikan sebelumnya tidak benar-benar mereka pahami dengan baik, peserta didik cenderung hanya menghafalkan konsep tanpa mengkonfirmasi kebenaran konsep tersebut. Sehingga saat mereka benar-benar dituntun melakukan demonstrasi untuk mengkonfirmasi konsep yang mereka pahami, mereka baru menyadari bahwa konsep yang mereka pahami selama ini adalah salah. Setelah peserta didik mengetahui bahwa konsep yang mereka pahami salah, peserta didik dapat dengan mudah menerima konsep yang benar dari hasil temuan mereka sendiri melalui demonstrasi yang dilakukan secara langsung. Ini berarti pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik. Pembelajaran inkuiri tentang konsep pemantulan dan pembentukan bayangan oleh cermin diawali dengan guru menghadirkan sebuah permasalahan kemudian melakukan tanya jawab dengan peserta didik. Peserta didik diminta memprediksi jawaban dari permasalahan tersebut. Setelah itu peserta didik melakukan demonstrasi yang sesuai dengan permasalahan tersebut secara langsung dan berdiskusi dengan kelompoknya. Setelah diskusi kelompok selesai, perwakilan satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan pendapatnya sehingga terjadi diskusi kelas. Di akhir pembelajaran peserta didik diminta menyimpulkan apa saja yang dipelajarai hari ini. Setelah memperoleh pembelajaran seperti di atas, sebanyak 46,3% peserta didik (31 orang) memiliki konsep yang benar tentang pengaruh posisi pengamat terhadap posisi bayangan. Hasil ini meningkat 29,9% dari hasil pretest. Meskipun demikian, masih perlu dikembangkan lagi pembelajaran yang dapat memfasilitasi peserta didik mengkonstruksi konsep pemantulan dan pembentukan bayangan oleh cermin dengan benar. Peserta didik mengalami kesulitan pada peran sinar istimewa pada diagram pembentukan bayangan. Peserta didik menganggap bahwa bayangan hanya bisa digambarkan dengan sifat sinar istimewa saja. Padahal bayangan dibentuk oleh semua pantulan sinar dari benda yang mengenai cermin ataupun lensa, tidak hanya oleh tiga sifat sinar istimewa saja. Hal ini terlihat dari jawaban peserta didik pada saat pretest, hanya terdapat 25,4% peserta didik (17 orang) menjawab benar pada soal nomor 5. Setelah mengikuti pembelajaran inkuiri, terjadi peningkatan jumlah peserta didik yang menjawab benar pada saat posttest sebanyak 88,1% peserta didik (59 orang). Peserta didik juga mengalami kesulitan pada konsep sifat bayangan nyata. Peserta didik beranggapan bahwa sifat bayangan nyata hanya bisa ditangkap oleh layar saja dan tidak bisa dilihat langsung oleh mata. Hal ini terlihat dari jawaban peserta didik pada saat prestest, hanya terdapat 50,7% peserta didik (34 orang) yang menjawab benar. Setelah mengikuti pembelajaran inkuiri, terjadi peningkatan jumlah peserta didik yang menjawab benar pada saat posttest sebanyak 64,2% peserta didik (43 orang). Hal ini berlanjut pada soal selanjutnya yaitu hanya terdapat 40,3% peserta didik (27 orang) yang menjawab benar pada soal pretest. Setelah mengikuti pembelajaran inkuiri, terjadi peningkatan jumlah peserta didik yang menjawab benar pada saat posttest sebanyak 47,8% peserta didik (32 orang). ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-180
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016 Berdasarkan persentase hasil pretest dan posttest, dapat diketahui bahwa pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada setiap subtopik materi. Hal ini dilihat dari meningkatnya persentase peserta didik yang menjawab benar pada saat posttest. Hal ini juga didukung dari hasil angket yang diberikan kepada peserta didik, sebagian besar mengungkapkan bahwa dengan demonstrasi secara langsung dapat memudahkan peserta didik memahami dan membuktikan konsep dengan benar. KESIMPULAN Pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik kelas X D2 dan kelas X E2 SMA Negeri 4 Malang pada materi optika geometri. Hal ini dapat dilihat dari hasil pretest ke posttest. Kekuatan peningkatan skor pretest ke posttest diukur menggunakan nilai d-effect size dan ratarata gain ternormalisasi. Berdasarkan perhitungan d-effect size didapatkan hasil 1,05 yang termasuk dalam kategori tinggi. Peningkatan melalui perhitungan rata-rata gain ternormalisasi (N-gain) diperoleh hasil 0,29 yang tergolong kategori medium bawah. Kesulitan-kesulitan peserta didik yang muncul dan dapat diperbaiki atau dikurangi melalui pembelajaran inkuiri demonstrasi interaktif antara lain (1) peserta didik beranggapan bahwa posisi bayangan yang dibentuk oleh cermin datar bergantung pada posisi pengamat dan posisi sumber cahaya meskipun posisi benda tetap, (2) peserta didik juga beranggapan bahwa bayangan hanya bisa digambarkan dengan tiga sifat sinar istimewa saja. Selain itu (3) peserta didik juga menganggap bahwa sifat bayangan nyata hanya dapat ditangkap oleh layar dan tidak dapat dilihat langsung oleh mata. Meskipun kesulitan-kesulitan ini berkurang, namun masih terdapat beberapa peserta didik yang masih memiliki kesulitan setelah pembelajaran. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan penelitian ini yaitu kepada: 1. Dr. Sutopo, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar dan penuh keikhlasan mengarahkan, memberikan bimbingan, dan bantuan serta saran-saran yang sangat bermanfaat sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Pembimbingan yang beliau lakukan selama ini banyak merubah pola pikir penulis, meluruskan konsep-konsep Fisika penulis yang kurang benar, dan selalu memandang suatu permasalahan dalam kerangka berpikir yang positif. 2. Sulur, S.Pd, M.Si, M.TD, selaku dosen pembimbing II yang juga dengan sabar dan penuh keikhlasan memberikan bimbingan dan saran-saran yang sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Beliau selalu mengarahkan penulis untuk selalu berpikir logis dalam setiap permasalahan serta memberikan semangat selama penyusunan skripsi ini. 3. Drs. Kadim Masjkur, M.Pd, selaku dosen penguji utama yang memberikan saran dan kritik yang sangat membangun terhadap skripsi ini. 4. Kepala sekolah, guru dan siswa kelas X D2 dan E2 SMA Negeri 4 Malang yang telah membantu selama penelitian. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: PT Bumi Aksara Ashkenazi, G., & Weaver, G. C. 2007. Using lecture demonstrations to promote the refinement of concepts: the case of teaching solvent miscibility. Chemistry Education Research and Practice, 8(2), 186-196. Aydin, S., Keles, U. P., & Hasiloglu, A. M. 2012. Establisment for misconceptions that science teacher candidates have about geometric optics. The online journal of new horizons in education, 2(3), 7-15. ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-181
SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016 Chen, C. C., Lin, H. S., & Lin, M. L. 2002. Developing a two-tier diagnostic instrument to assess high school students' understanding-The formation of images by a plane mirror. Proceedings-National Science Council Republic Of China Part D Mathematics Science And Technology Education, 12(3), 106-121. Creswell, J.W. 2012. Educational Research. United States of America: Pearson Education. Goldberg, F. M., & McDermott, L. C. 1987. An investigation of student understanding of the real image formed by. American journal of Physics, 55(2), 2. Hake, R. R. 1998. Interactive-engagement versus traditional methods: A six-thousandstudent survey of mechanics test data for introductory physics courses. American journal of Physics, 66(1), 64-74. Kutluay, Y. 2005. Diagnosis of Eleventh Grade Student’s Misconceptions about Geometric Optic by a Three-Tier Test. Skripsi tidak diterbitkan. Turkey: Middle East Technical University. Morgan, A. G., Leech, L. N., Gloeckner, W. G. & Barret, C. K. 2004. SPSS for Introductory Statistic Use and Interpretation (Second edition). London: Lawrence Erlbaum Associates Inc. Nieminen, P., Savinainen, A., & Viiri, J. 2010. Force Concept Inventory-based multiplechoice test for investigating students’ representational consistency. Physical Review Special Topics-Physics Education Research, 6(2), 020109. Serway, R., & Jewett, W. 2010. Fisika untuk Sains dan Teknik, edisi 6, alih bahasa oleh Sungkono. C, Salemba Teknika. Sutopo. 2014. Miskonsepsi pada Optika Geometri dan Remidiasinya. J-TEQIP, 5 (2), 356-368. Taslidere, E., & Eryilmaz, A. 2015. Assessment of Pre-Service Teachers' Misconceptions in Geometrical Optics via a Three-Tier Misconception/Ögretmen Adaylarinin Geometrik Optik Konusundaki Kavram Yanilgilarinin Üç-Asamali Kavram Yanilgisi Testi ile Degerlendirilmesi. Bartin Üniversitesi Egitim Fakültesi Dergisi, 4(1), 269. Wenning, C. J. 2005. Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. Journal of Physics Teacher Education Online. Online. Wenning, C. J. 2007. Assessing inquiry skills as a component of scientific literacy. Journal of Physics Teacher Education Online, 4(2), 21-24. Young, H. D., & Freedman, R. A. 2004. Sears dan Zemansky Fisika Universitas Edisi Ke10 Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Zimrot, R., & Ashkenazi, G. 2007. Interactive lecture demonstrations: a tool for exploring and enhancing conceptual change. Chemistry Education Research and Practice, 8(2), 197-211.
ISBN 978-602-71279-1-9
PFMO-182