Pembelajaran Berorientasi Kerja:
Magang Oleh: Ridwan Daud Mahande Mahasiswa S3 PTK PPs UNY
A. Program Magang (apprenticeship) Program magang (apprenticeship) merupakan salah satu program pembelajaran berbasis kerja (work based learning) yang paling lama dan populer. Magang diarahkan untuk mengintegrasikan antara pembelajaran di sekolah dengan kompetensi kerja yang diperlukan suatu organisasi atau perusahaan yang terus mengalami perubahan melalui perencanaan, pengawasan dan on the job training. Program ini menunjukkan perlunya kualitas dan kuantitas perekrutan serta penempatan yang harus direncanakan secara memadai agar program ini tidak lebih seperti pembelajaran dikelas yang hanya diukur melalui kelulusan ujian kejuruan yang tidak memiliki jaminan kompetensi sesuai dunia kerja. Perencanaan magang sebagai bentuk work based learning (WBL) perlu pertimbangan model magang yang akan diterapkan. Model magang yang lebih tepat saat ini adalah model magang yang lebih fleksibel dengan jangka waktu yang ditentukan berdasarkan status/tingkatan pendidikan dan kebutuhan peserta magang. Strategi pembelajaran lebih menekankan pada keterampilan umum (employability skills) seperti, keterampilan komunikasi, kerjasama, memotivasi diri, analisis, pemecahan masalah dibanding hanya mengajarkan keterampilan khusus (technical skills) saja. Pemahaman budaya kerja dan perannya dalam memperoleh keterampilan khusus atau profesi terkait masa depan karir peserta magang. Persiapan tenaga ahli yang berpengalaman dalam membimbing, mentransfer pengetahuan dan keterampilan untuk peserta magang. Sehubungan dengan itu, penempatan kerja peserta magang dalam sebuah tim kerja harus jelas dan terarah sesuai bidang kompetensi peserta magang melalui kerjasama anatara sekolah dan organisasi atau industri. Ridwan Daud Mahande #13702261009#
Page 1
Selain model magang di atas, magang menggunakan berbagai macam metode WBL untuk menghasilkan ahli/profesional tentunya menjadikan peserta magang yang lebih mampu dalam pembelajaran berbasis kerja. Sehubungan dengan itu, (Cunningham, et.al, 2004:62) menguraikan metode pembelajaran berbasis kerja yang menarik dalam program magang, sebagai berikut: (1) adanya kesepakatan/perjanjian (personal
development)
antara
peserta
magang
dan
perusahaan
mengenai pengakuan/pelantikan menjadi ahli dalam pekerjaan atau organisasi dan sumber daya pembelajaran dengan waktu tertentu, (2) pekerja belajar on the job dengan benar dan dapat melakukan melalui proyek, (3) periode pembelajaran dapat dipantau melalui appraisal dan performance reviews, learning review dan learning logs, (4) magang tumbuh untuk memperkuat skill dan knowledge, maka dari itu diperlukan job rotation dan deputizing, (5) peserta magang belajar dibawah bimbingan praktisi yang berkualitas, disertai observation dan listening, questioning dan sangat mungkin shadowing. Praktisi dapat melakukan briefings, presentations dan demonstrations, coaching bahkan bimbingan magang mentoring mengingat proses magang membutuhkan waktu yang relatif lama, (6) selain dari tenaga terampil magang, premi yang lebih tinggi yang dibayarkan kepada perusahaan magang yang menerima pembelajaran dari berbagai keahlian yang berbeda. Maka dari itu, magang perlu memberikan gambaran menyeluruh dari keseluruhan organisasi dan bisnis untuk menempatkan peserta magang sesuai bidang kehalian agar dapat diperhitungkan masa atau rentan waktu baik dari sisi manajemen maupun kebebsan dalam usaha, dan (7) memberikan kontribusi untuk saham suatu organisasi/perusahaan dari modal manusia, dan magang dapat berkontribusi pada pengembangan modal sosial.
B. Kekuatan dan Kelemahan Magang Adapun kekuatan dan kelemahan dari magang (Cunningham, et.al, 2004;63), diantaranya sebagai berikut: Ridwan Daud Mahande #13702261009#
Page 2
1. Kekuatan (a) Bagi peserta magang akan mendapatkan kepuasan kerja yang cukup dari berbagai kemampuan dan keterampilan terkait, ditambah lagi memperoleh penghasilan. (b) Bagi sekolah dan masyarakat akan memperoleh manfaat dari tenaga ahli dari pelatihan di bidangnya yang akan menghasilkan kualitas
dan
pelayanan
produksi
terbaik
dan
menghindari
keprihatinan tentang praktik kerja yang buruk. (c) Bagi industri akan memperoleh pengakuan dan dukungan dari Negara dan usaha nasional untuk melatih keterampilan pada tenaga kerja muda untuk menjadi kontributor sosial. 2. Kelemahan: (a) Magang membutuhkan waktu yang lama sehingga sering terjadi penempatan
yang
kurang
tepat
dan
strategi
pembelajaran
cenderung usang. (b) Magang membutuhkan dukungan dari orang lain misalnya, mentor yang akan menguras sumber daya khsusunya dari sebuah organisasi atau perusahaan menyebabkan magang tidak menarik. (c) Selain di atas biasanya ada biaya keuangan yang terkait dengan struktur magang.
C. Program WBL di SMK dan Perguruan Tinggi Work Based Learning (WBL) melalui magang diarahkan agar pembelajar/peserta magang mendekatkan pembelajaran dengan dunia kerja. Oleh karena itu sekolah, perguruan tinggi dan organisasi atau perusahaan seharusnya bersama-sama merancang pembelajaran di sekolah dan tempat kerja, sehingga dapat memenuhi pengetahuan, keterampilan, soft skill siswa dari sekolah atau perguruan tinggi dan berkontribusi
pada
pengembangan
masyarakat,
organisasi
atau
perusahaan nantinya. Hal ini juga telah dipertegas oleh Direktorat Pendidikan
Menengah
Kementerian
Ridwan Daud Mahande #13702261009#
Pendidikan
dan
Kebudayaan Page 3
(Renstra Ditjen Dikmen 2010-2014:86) melalui program kemitraan dan sinergi para pemangku kepentingan, seperti organisasi masyarakat, dunia usaha/industri, dan perguruan tinggi diantaranya menegaskan bahwa, perlu terjalin kerjasama antara sekolah dengan industri
untuk praktek
magang dan menampung lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). Berdasarkan renstra di atas menujukkan bahwa program magang yang merupakan kegiatan belajar berbasis kerja/WBL melibatkan dunia usaha dan industri (DU-DI). Maka dari itu, sekolah dan industri harus dapat bekerjasama dengan sekolah untuk menampung peserta magang khususnya dari SMK. Sehubungan dengan kerjasama ini, diperlukan prinsip saling menguntungkan senada uraian Kemdikbud (2013:193) salah satunya bahwa, SMK dengan DU-DI diharapkan dapat memanfaatkan kerjasama dengan prinsip saling menguntungkan jika DU-DI menjadi tempat praktek kerja SMK dan DU-DI memanfaatkan SMK untuk meningkatkan citra dunia usaha dan industri di masyarakat. Oleh karena itu, perlunya WBL direncanakan sebaik mungkin khususnya dalam program magang yang dilakukan oleh SMK dan Perguruan Tinggi kedepan untuk memperoleh hasil sesuai tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan hasil kajian teori dihubungkan dengan Renstra Ditjen Dikmen Kemdikbud di atas, maka penulis membuat 6 rumusan yang dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan magang sebagai bagian dari WBL sebagai berikut: 1. Menempatkan WBL magang sebagai struktur formal atau informal berdasarkan
dukungan
stakeholder
khususnya
organisasi
atau
perusahaan. 2. Membuat
komitmen
magang
yang
serius
untuk
menyediakan
pembelajaran dan mendorong pendekatan yang strategis sesuai kondisi wilayah. 3. Merencanakan waktu yang lebih fleksibel sesuai status/tingkat pendidikan saat mengikuti magang dan keterampilan yang akan dicapai peserta magang. Ridwan Daud Mahande #13702261009#
Page 4
4. Pelaksanaan WBL magang di bawah bimbingan tenaga kerja berpengalaman agar lebih terarah sesuai keterampilan yang akan diajarkan dan kompetensi yang ingin dicapai. 5. Memastikan kesempatan belajar lebih luas dan mendalam serta menghindari keterampilan usang. 6. Perlunya penilaian yang otentik sesuai kualifikasi untuk membantu dalam bimbingan karir peserta magang, dan menghindari kecurangan dalam penilaian.
Ridwan Daud Mahande #13702261009#
Page 5
Referensi Cunningham, I., et.al, (2004). The handbook of work based learning. USA: Gower Publishing Company Kemdikbud. (2012). Revisi Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah 2010-2014 [Versi elektronik]. Jakarta: Kemdikbud Kemdikbud. 2013. Tantangan Guru SMK Abad 21. Jakarta: Kemdikbud
Ridwan Daud Mahande #13702261009#
Page 6