RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No. 2 Oktober 2015, 352-364 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret
PEMBELAJARAN BAHASA BERBASIS LINGKUNGAN: PERSPEKTIF EKOLINGUISTIK Aron Meko Mbete
Universitas Udayana
[email protected]
Abstrak Tulisan ini ditujukan untuk memberikan konsep pembelajaran bahasa berbasis lingkungan dalam perspektif Ekolinguistik. Perubahan lingkungan kebahasaan, tentu juga lingkungan sosial, kemanusiaan, dan kebudayaan, patut dikaji secara kritis. Demikian pula perkembangan budaya media khususnya, dan perubahan tata nilai kehidupan yang “sangat mendunia” ini perlu dicermati, disikapi, dan dievaluasi kembali secara lebih dalam. Kehidupan ini memang selalu berubah dan berkembang ke tingkat peradaban dan kebudayaan yang lebih tinggi. Akan tetapi, ke arah manakah hidup ini bergerak dan berubah, (secara khusus perubahan peran dan fungsi bahasa serta sikap para pemakainya), itulah sesungguhnya yang perlu direnungkan dan dievaluasi. Pembelajaran bahasa berbasis lingkungan diupayakan agar keanekabahasaan dan juga keberagaman bahasa yang merepresentasikan keanekaragaman hayati di lingkungan tertentu, dapat menjadi sumber penulisan dan upaya pelestarian bahasa-bahasa lokal, bahasa Indonesia, dan penguasaan bahasa asing. Melalui pembelajaran bahasabahasa yang berbasis lingkungan itu, peserta didik memulihkan kembali interaksi, interelasi, dan interdependensi dengan lingkungan hidup mereka, sekaligus mencegah gejala ketidakberakaran hidup mereka.
Kata kunci: pembelajaran bahasa, perspektif ekolinguistik
Abstract This paper is intended to give the concept of language-based learning environment in perspective Ekolinguistik. Linguistic environment changes, of course also the social environment, humanity, and culture, should be examined critically. Similarly, the development of media culture in particular, and changes in the value of life "very global" This needs to be examined, addressed, and be re-evaluated in more depth. This life is always changing and evolving to the level of civilization and culture is higher. However, this life which direction to move and change, (in particular changes in the role and functions of the language and attitude of the wearer), that actually need to be contemplated and evaluated. Based language learning environment aligned to keanekabahasaan and also the diversity of languages that represent the biodiversity in a particular environment, can be a source of the writing and the conservation of local languages, Indonesian, and mastery of foreign languages. Through learning languages based on the environment, learners restore interaction, interrelation, and interdependence with their environment, as well as preventing the symptoms ketidakberakaran their lives. Keywords: language learning, perspective Ekolinguistik
1. PENDAHULUAN
dengan lingkungan alam maupun ling-
Beberapa alasan diajukan sehubungan
kungan sosial yang terkait pula dengan dis-
dengan tajuk tulisan sederhana ini. Per-
fungsi bahasa-bahasa daerah. Ketiga, ket-
tama, kuatnya gejala ketercerabutan akar
erancaman hidup bahasa-bahasa Nusantara,
lokal di kalangan generasi muda terkait
termasuk bahasa Indonesia dalam kaitan
dengan pudarnya fungsi bahasa dan budaya
dengan merebaknya bahasa-bahasa asing.
daerah. Kedua, gejala ketidakserasian hub-
Sudah tentu masih ada alasan-alasan
ungan manusia dengan lingkungan, baik
lainnya yang dapat dikembangkan secara
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 353
lebih empirik.
bahan peran dan fungsi bahasa serta sikap
Pada hakikatnya bahasa adalah tanda
para pemakainya), itulah sesungguhnya
dan simbol yang mewakili sesuatu yang
yang perlu direnungkan dan dievaluasi.
diungkapkan, baik lisan maupun tulis.
Makna perenungan dan harapan untuk
Fungsi utama bahasa adalah sarana in-
menemukan solusi masalah kebahasaan ini
teraksi dan konunikasi masyarakat. Selain
terkandung dalam diskusi dan rangsangan
fungsi itu bahasa adalah tanda jati diri
tulisan ringan ini. Lebih dalam dan lebih
kolektif suatu kelompok masyarakat, sara-
tegas lagi, kekuatan karakter dan ketegaran
na berpikir, dan pengungkap perasaan. Sep-
jati diri sebagai bangsa pada tataran nasion-
erti yang dikatakan oleh Taylor (2002: 21-
al, dan sebagai komunitas etnik pada tata-
122) fungsi designatif dan fungsi ekspresif
ran lokal, adalah taruhan di tengah peru-
bahasa yang sarat makna itu jelas meng-
bahan,
gambarkan hakikat manusia dan kemanusi-
antarbangsa. Karakter keindonesiaan yang
aan yang berkeadaban dan berkebudayaan.
kuat dan jati diri yang kokoh dalam kerang-
Bahasalah yang mengubah manusia men-
ka konsep manusia dan bangsa Indonesia
jadi lebih manusiawi dalam kehidupan so-
yang utuh, termasuk dimensi-dimensi keba-
sial. Akan tetapi, apakah demikian ken-
hasaan di dalamnya, adalah kondisi hidup
yataannya, makalah ringan ini mengajak
kebangsaan yang mutlak ditegakkan dalam
kita untuk merefleksikan kembali fungsi
menjawab tantangan dan persaingan global,
hakiki bahasa, secara khusus bahasa-bahasa
terlebih lagi agar bangsa ini tetap utuh dan
lokal di Indonesia, bahasa Indonesia se-
berakar kuat dalam ruang budaya dan
bagai bahasa kebangsaan dan kenegaraan
Tanah Air Indonesia.
persaingan,
dan
pergulatan
kita, serta bahasa-bahasa asing yang hidup dan berkembang di Indonesia. Perubahan lingkungan kebahasaan, tentu juga lingkungan sosial, kemanusiaan,
2. BEBERAPA PERSOALAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN KONDISI KEBAHASAAN KITA
dan kebudayaan, patut dikaji secara kritis.
Patut ditekankan terlebih dahulu bah-
Demikian pula perkembangan budaya me-
wa kenyataan pembelajaran bahasa-bahasa
dia khususnya, dan perubahan tata nilai ke-
di Indonesia setakat ini amat-sangat prag-
hidupan yang “sangat mendunia” ini perlu
matis dan dengan demikian sangat tidak
dicermati, disikapi, dan dievaluasi kembali
idealistis. Adicita (ideology) kebahasaan
secara lebih dalam. Kehidupan ini memang
baru (termasuk pembelajaran dan pendidi-
selalu berubah dan berkembang ke tingkat
kan bahasa) terasa sangat mendesak untuk
peradaban dan kebudayaan yang lebih ting-
dirumuskan kembali. Tulisan ini tidak me-
gi. Akan tetapi, ke arah manakah hidup ini
nyoroti sisi formal dan teknis pembelajaran
bergerak dan berubah, (secara khusus peru-
itu, tidak juga mengulas persoalan (pro-
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 354
kontra) Kurikulum 2013. Kondisi nyata
jelas berkaitan dengan “kegagalan” pem-
bahasa-bahasa daerah sebagai warisan nilai
belajaran dan pendidikan bahasa. Etika ber-
-budaya leluhur, yang menjadi pilar budaya
bahasa adalah bangunan relasi dan harmoni
lokal, perlu dikaji secara mendalam dan
sosial. Pemelajaran dan pendidikan bahasa
disikapi secara lebih kritis dan konstruktif.
sesungguhnya sarat dengan penanaman
Pembiaran, dengan demikian, menjadi
nilai-nilai kehidupan.
kesalahan sosial.
Dalam prinsip keseimbangan ekologi
Adalah kenyataan yang memilukan
kebahasaan, adalah kenyataan bahwa pem-
bahwa telah terjadi orientasi yang keliru
belajaran bahasa di Indonesia sangat tidak
dan “menyesatkan” pada sebagian (besar)
berimbang. Minat dan pilihan untuk belajar
generasi muda bangsa dalam pilihan-
bahasa-bahasa asing (Inggris, Mandarin,
pilahan pembelajaran bahasa dan itu telah
Jepang, Korea, dan sejumlah bahasa asing
menggejala kuat. “Kesesatan” orientasi
lainnya), sangat tinggi. Di sisi lain, minat
yang dimaksudkan itu adalah “Belajar han-
mempelajarai bahasa Indonesia, apalagi
ya demi (target) lulus Ujian Nasional”. Pa-
bahasa-bahasa daerah semakin sepi. Imper-
dahal, Ujian Nasional yang hanya berlang-
alisme bahasa asing telah menggejala kuat.
sung beberapa hari itu sarat dengan
Ini adalah soal nasionalisme kebahasaan
Kecurangan. Kecurangan adalah musuh
yang dihadang oleh kekeliruan orientasi
kejujuran. Kejujuran yang seharusnya men-
pembelajaran bahasa. Selain rendahnya
jadi salah satu karakter manusia dan bangsa
minat generasi muda mempelajari bahasa
Indonesia telah sirna. Kepura-puraan dan
daerah sebagai bahasa ibu, pudarnya infra-
kebohongan menjadi kekuatan penghancur
struktur interaksi dan komunikasi verbal
mental generasi baru. Ujian nasional me-
dalam ranah-ranah sosial (band. Haberman,
mang penting, namun dampak negatif yang
2002) kian memicu tergusurnya bahasa-
dihasilkannya selama bertahun-tahun telah
bahasa daerah di Indonesia. Pembelajaran
menjadi wabah perusak jiwa bangsa. Di-
bahasa daerah dianggap tidak bergengsi
mensi kognitif telah menjadi tujuan yang
dan
utama, sedangkan afeksi dan ketrampilan
ekonomi. Pragmatisme anak bangsa se-
berbahasa yang berpadanan dengan ket-
makin menjadi-jadi. Ketrampilan berbaha-
rampilan bernalar generasi muda, juga
sa asing memang tetap sangat perlu pada
keadaban berbangsa kurang diberi ruang
era global ini namun ketrampilan berbahasa
dan peluang untuk berkembang. Lebih da-
daerah dan ketrampilan berbahasa Indone-
ripada itu, etika dan kesantunan berbahasa
sia adalah dimensi dan segi penting ke-
kurang ditanamkan pada peserta didik kita.
hidupan berbangsa dan berkebudayaan In-
Keluhan generasi tua bahwa anak-anak
donesia yang tidak dapat disepelekan,
bangsa kurang santun dan kurang beretika
jikalau taruhannya adalah jati diri bangsa
tidak
memberikan
keuntungan
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 355
Indonesia yang majemuk.
pertumbuhan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa kenegaraan juga tidak
3. PEMBELAJARAN MULTIBAHASA
lepas dari krisis yang bertautan dengan
BERBASIS LINGKUNGAN SEBAGAI
kesadaran dan perasaan memiliki, tanggung
PILIHAN
jawab, dan kesetiaan. Kebanggaan berba-
Persoalan kebahasaan secara nasional
hasa Indonesia tampak suram. Ide dan
khususnya masalah pembelajaran bahasa-
upaya-upaya penggunaan bahasa Indonesia
bahasa yang diuraikan sekilas di atas tidak
yang baik dan benar oleh Prof. Dr. Anton
dibiarkan mewabah, namun perlu dikon-
M. Moeliono dan rintisan Prof. Dr. Amran
sepkan pula upaya-upaya untuk menga-
Halim, dua “Pendekar” Bahasa Indonesia,
tasinya. Beberapa dasar pijakan dalam
kurang bertenaga lagi. Banyak elite negeri
pengembangan konsep layak diperhatikan.
yang lebih gandrung menggunakan kata
Pertama-tama adalah kesadaran tentang
dan istilah bahasa Inggris bahkan berbaha-
hak dasar sebagai bagian dari hak asasi
sa Inggris dalam konteks tutur yang
manusia, khususnya hak asasi kebahasaan
sesungguhnya
mengharuskannya,
kelompok etnik dalam negara-bangsa Indo-
menjadi suasana kebahasaan yang mengge-
nesia dengan kekayaan budaya dan kema-
maskan. Sejumlah pejabat dan petinggi
jemukan yang perlu ditegakkan. Tidak
negeri ini, termasuk insan-insan media el-
boleh diingkari bahwa sesungguhnya di
ektronik (televisi), merasa dirinya lebih
negeri ini, keberadaan secara fungsional
hebat jikalau bahasa yang mereka gunakan
bahasa-bahasa daerah telah lebih dahulu
selalu diselingi dengan istilah asing, yang
hidup dan berperan bagi masyarakat etnik
nota bene konsep maknanya ada dan dapat
daripada bahasa Indonesia, apalagi bahasa
diwadahi dalam bahasa Indonesia. Padahal
Inggris. Bahasa-bahasa daerah kecil atau-
konstitusi kita, mulai dari UUD 1945
pun besar jumlah penuturnya, kuat atau
(Perubahan), hingga “Undang-Undang Re-
lemah daya hidupnya, sesungguhnya telah
publik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009
menjadi sumber daya budaya etnik pen-
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
dukungnya dalam tradisi-tradisi dan ranah-
Negara, serta Lagu Kebangsaan”, telah pu-
ranah hidup keetnikan. Tanpa mengurangi
la menata penggunaan bahasa. Pelanggaran
makna dan fungsi bahasa Indonesia (yang
undang-undang terasa menjadi hal dan per-
berasal dari bahasa Melayu dan sejak ratu-
ilaku
hanya
san tahun berkembang menjadi lingua fran-
penggunaannya yang semakin mengganggu
ca di pelbagai wilayah Indonesia), dalam
pertumbuhan keadaban bangsa, namun arah
perjalanan sejarahnya dan ke depan, bahasa
perkembangan bahasa nasional, secara khu-
Indonesia memang hidup berdampingan
sus wajah kosa kata semakin “merusak”
dengan bahasa-bahasa daerah. Tak dipung-
yang
tidak
biasa.
Tidak
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 356
kiri bahwa bahasa Melayu sebagai lingua
perekat suku-suku bangsa, pembentuk dan
franca, terlebih-lebih setelah menjadi baha-
penguat semangat keindonesiaan, dan men-
sa nasional, bahasa Indonesia telah di-
jadi sarana utama pengembangan perada-
perkaya selain memperkaya bahasa-bahasa
ban dan kebudayaan Indonesia berbasis
lokal di negeri ini. Akan tetapi, jati diri dan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkem-
karakter keetnikan dalam konteks negara-
bangan itu seiring pula dengan peranan ba-
bangsa yang majemuk, negara-bangsa yang
hasa Inggris khususnya dan bahasa-bahasa
disangga oleh ‘suku-suku bangsa’ sebagai
asing lainnya yang menguasai dunia, tidak
komunitas historis, kurang lebih lengkap
hanya sebagai sarana komunikasi terutama
secara institusional, justru telah lama
sebagai sarana pengembangan ilmu penge-
menempati wilayah atau tanah tertentu, dan
tahuan dan teknologi. Akan tetapi, peran
mempunyai
bahasa Inggris khususnya perlu digugat
bahasa
dan
kebudayaan
tersendiri (Kymlicka, 2003: 14). Ini berarti
karena
hak hidup bahasa-bahasa daerah tetap pan-
karagaman bahasa justru dihadang domi-
tas diwujudnyatakan, tidak hanya dil-
nasi bahasa Inggris yang kian meningkat
akukan oleh komunitas etnik sebagai ahli
dan menjadi ‘pembunuh’ bahasa-bahasa
warisnya, melainkan oleh negara sesuai
lainnya (Tove Skutnabb-Kangas, dalam
amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan
Kompas Rabu 27 Juni 2012). Patut disa-
Undang-Undang Republik Indonesia No-
dari pula bahwa tidaklah hanya bahasa
mor 24 Tahun 2009.
Inggris yang ‘membunuh’ bahasa-bahasa
Kenyataan hidup kebahasaan pada era
upaya
pemeliharaan
keane-
daerah melainkan juga bahasa Indonesia.
global ini memang perlu dikaji dan disikapi
Jikalau pembelajaran dan pendidikan
secara kritis. Memang, pada era global ini,
bahasa dikelola secara benar, dan dengan
keberagaman budaya dan keanekaan baha-
memperhatikan
sa menjadi kenyataan dan keniscayaan.
sungguh-sungguh talenta dan kemampuan
Yang perlu disadari kembali adalah bahwa
(sebagian) anak didik untuk menguasai
kendati keberagaman itu telah menjadi jati
lebih daripada satu bahasa, niscaya pem-
diri masyarakat nusantara sejak dahulu ka-
belajaran dan pendidikan aneka bahasa
la. Masyarakat Indonesia di daerah pada
(multilingual education) turut melestarikan
masa lalu yang umumnya ekabahasa,
kehidupan bahasa-bahasa lokal, mengem-
kecuali di kawasan-kawasan perbatasan
bangkan bahasa Indonesia, dan tetap mem-
antaretnik,
menjadi
beri ruang pula bagi bahasa-bahasa asing.
masyarakat anekabahasa. Kondisi keaneka-
Juga, apabila kehidupan sosial-tradisional
bahasaan yang demikian itu semakin
keetnikan tetap diberi ruang dan peluang
meluas sejak perkembangan bahasa nasion-
untuk hidup dan berperan, niscaya bahasa-
al bahasa Indonesia yang berperan sebagai
bahasa daerah tidak mesti terancam punah.
telah
berkembang
dan
mendayagunakan
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 357
Kepunahan bahasa-bahasa di dunia dalam
lihat Mbete 2010). Dan, lingkungan bahasa
perjalanan waktu dikarenakan oleh banyak
yang sesungguhnya adalah lingkungan so-
faktor, namun, faktor disfungsi yakni me-
sial tempat bahasa dan setiap penutur baha-
nyusutnya fungsi-fungsi sosial budaya se-
sa hidup dan berinteraksi, berinterelasi, dan
hingga terasing di tanah sendiri, dan
berinterdependensi dengan sesama penutur
pudarnya penggunaan bahasa di kalangan
dan tentunya dengan alam di lingkungan
ahli waris muda dalam sejumlah ranah pa-
itu (Haugen, 1972:325-326). Ini berarti,
kai, merupakan faktor-faktor penentu ke-
lingkungan hidup bahasa tertentu, terwujud
punahan bahasa. Oleh karena itu, upaya-
nyata dalam lingkungan sosial mini yang
upaya untuk lebih menggairahkan kembali
bermula dari keluarga, di lingkungan ke-
fungsi dan penggunaan bahasa-bahasa dae-
tetanggaan, lingkungan kampung dan desa,
rah yang didampingi secara berimbang
sedangkan lingkungan hidup yang nyaris
dengan penggunaan bahasa Indonesia dan
tanpa batas adalah lingkungan hidup men-
bahasa-bahasa asing, menjadi upaya yang
tal yang lebih luas. Lingkungan hidup na-
sangat adil dan strategis.
sional atau lingkungan hidup keindonesi-
Selanjutnya,
baik
dalam
konteks
aan (antara lain lewat fungsi bahasa Indo-
pembelajaran jalur formal di sekolah mau-
nesia)
sebagai
adicita
yang
pun jalur informal di lingkungan keluarga
“terbayangkan” (lihat Anderson, 2004),
sebagai lingkungan perdana dan utama da-
adalah kesadaran mental bercakupan luas.
lam membangun dunia primordial, juga
Sebaliknya, lingkungan hidup kebahasaan
lingkungan masyarakat sekitarnya, pem-
daerah boleh dikatakan relatif lebih ter-
belajaran dan pendidikan bahasa-bahasa
jangkau di sekitar ruang hidup guyub tutur
berbasis lingkungan layak ditawarkan.
(speech community).
Lingkungan sosial (mikrokosmos) keba-
Di lingkungan tertentu itu, selain
hasaan adalah masyarakat dengan ruang
keberagaman watak insani setiap individu
dan dengan batas-batasnya yang walau tid-
dalam konteks hidup keluarga (antara
ak tegas benar namun dapat diancang-
bapak, ibu, dan anak-anak) dan watak
ancangkan,
alam
masyarakat lokal berbasis keetnikan, perbe-
1972),
daan antara individu dalam lingkungan so-
semuanya dapat disimak dan diacu dalam
sial yang lebih luas semakin menampakkan
pendidikan dan pembelajaran bahasa.
keberbedaan atau keberagaman. Semuanya
dan
(makrokosmos)
lingkungan
(lihat
Haugen,
Lingkungan (environment) tertentu,
layak menjadi perhatian dalam kehidupan
interaksi, interelasi, interdependensi, dan
dan dalam upaya pendidikan nilai-nilai ke-
keberagaman (diversity) sebagai parameter
hidupan. Dalam konsep lingkungan itu, di-
ekologi
pengembangan
mensi sosiologis dengan prinsip keserasian
ekolinguistik (Fill dan Muhlhausler, 2001,
(harmony) dalam jejaring interaksi, in-
dipakai
dalam
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 358
terelasi, dan interdependensi untuk me-
tahuan tentang “isi” lingkungan dengan
rawat kebersamaan berlandaskan kasih
keanekaragaman
(Bundsgaard & Steffenson, 2000) dalam
dengan dan dalam kemasan bahasa-bahasa
menciptakan harmoni menjadi sangat pent-
daerah itu semestinya menjadi pijakan
ing. Dalam kaitan dengan dimensi sosial ini
hidup dan sumber daya cipta, bahkan juga
kondisi “tidak atau kurang saling kenal
menjadi sumber inspirasi pengembangan
secara mendalam antaranggota keluarga”
ekonomi
karena disingkirkan oleh media mutakhir
keaneragaman hayati di lingkungan terten-
(tv, PS, HP, BB, dan sebagainya), media
tu, misalnya bambu, sagu, atau aren dengan
yang menciptakan setiap individu sibuk
karakteristiknya, juga bebatuan dan pasir
dengan diri sendiri, adalah persoalan ling-
(yang diwahanai oleh bahasa daerah), serta
kungan yang tidak kondusif. Adalah ken-
dengan teknologi tardisional yang ramah
yataan kekinian bahwa interaksi verbal an-
lingkungan warisan leluhur mereka (Mbete,
taranggota keluarga saja kini kian redup
2010), sangat penting bagi generasi muda
karena gesekan budaya media mutakhir.
bangsa ini. Sangat disayangkan jikalau
Secara khusus parameter-parameter
sumber
kreatif.
daya
Pengetahuan
lokal,
tentang
warisan pengetahuan akan sumber daya
ekolinguistik, konsep “ekologi bahasa dan
lokal, juga
kearifan lokal itu
justru
bahasa ekologis” diusulkan untuk diterap-
ditelantarkan dan digusur pula oleh para
kan dalam membangun model pembelaja-
ahli warisnya pula.
ran bahasa-bahasa. Dalam hal ini pembela-
Parameter keberagaman (diversity)
jaran bahasa-bahasa berbasis lingkungan.
dalam ekolinguistik juga menjadi sumber
Pengalaman lapangan beberapa tahun silam
kekayaan
mendorong penulis untuk mengajukan kon-
leksikon maupun tataran gramatikal, secara
sep tersebut. Pertama, banyak anak bangsa,
khusus gramatika-metafora. Satuan-satuan
khususnya di lingkungan perkotaan yang
leksikal dengan kekayaan medan makna
setiap hari menikmati aneka pangan asli
referensial ekstralingual (lihat Verhaar,
dari lingkungan (beras, umbi-umbian, biji-
2006) memperkaya kategori nomina dalam
bijian, sayur-sayuran, dan sebagainya), tid-
bahasa itu. Setiap bahasa pada dasarnya
ak mengenal lagi tetumbuhan (flora) dan
menyediakan
hewan (fauna) yang ada di lingkungan
secara indeksikal merepresentasikan khaza-
hidup mereka dalam wujud kode-kode lin-
nah pengetahuan guyub tutur tentang
gual bahasa daerahnya, seiring dengan
keanekaragaman
kemiskinan
(local
hidup mereka (band. Haugen, 1972, 2001).
knowledge) mereka yang seharusnya ber-
Tidak hanya kelompok nomina dengan
sumberkan
lokal
subklasifikasinya itu yang memperkaya
(Kutnabb-Kangas, 2002). Padahal, penge-
bahasa tertentu. Kategori verba proses
pengetahuan bahasa
dan
lokal budaya
bahasa,
baik
kode-kode
hayati
pada
lingual
di
tataran
yang
lingkungan
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 359
ataupun tindakan khusus manusia terhadap
daerah atau bahasa ibu mereka, mengenal
sumber daya lingkungan yang di antaranya
dan memahami kekayaan pengetahuan ten-
menggambarkan daya “eksploitasi”, daya
tang sumber daya lingkungan, baik yang
adaptasi, dan menghasilkan “teknologi
berkategori biotik (tumbuhan, hewan, dan
tradisi yang ramah lingkungan”, merupa-
manusia di lingkungannya), maupun yang
kan kekayaan budaya setempat. Lebih da-
berkategori abiotik (air, udara, cakrawala,
ripada kelompok nomina dan verba itu, pa-
bebatuan, tanah, dan pasir). Pengetahuan
da tataran lebih tinggi, guyub tutur telah
tentang isi lingkungan sebagai isi (content)
menciptakan dan mewariskan bahasa ling-
bahasa yang direkam dalam bahasa daerah
kungan (green speak) berupa ungkapan-
dan dijadikan bahan pembelajaran itu
ungkapan metaforik yang berfungsi me-
membelajarkan dan terutama mendidik
lestarikan lingkungan hidup mereka, baik
generasi muda untuk mengenali, menghor-
lingkungan natural maupun kultural. Baha-
mati,
sa lingkungan yang metaforik (Inggris)
‘memanfaatkan’ sumber daya lingkungan
semisal “uang itu air” yang mengandung
secara terkendali, dan tentu pula demi tum-
makna bahwa uang memang lincah dan
buhnya kesadaran untuk melestarikannya.
mengalir ke mana-mana termasuk ke kan-
Para kaum bijak-bestari di setiap guyub
tong Koruptor, atau ke swalayan, dalam
etnik masih memiliki ungkapan-ungkapan
konteks ini, air adalah contoh komponen
tentang cara-cara memanfaatkan dan men-
lingkungan yang menjadi sumber pencip-
golah sumber daya alam, merawat, dan me-
taan bahasa secara gramatikal-metaforik.
lestarikannya demi anak cucu, serta demi
Di sisi lain, metafora mutakhir, “air adalah
keberlanjutan sumber daya di lingkungan
uang” menyiratkan betapa sumber daya
mereka. Termasuk di dalamnya adalah
alam yang dieksploitasi berlebihan dan
ungkapan-ungkapan yang merawat kehar-
yang dimanfaatkan sebesar-besarnya hanya
monisan atau keserasian relasi sosial.
mencintai,
merawat,
termasuk
demi memperkaya orang atau kelompok
Melalui pembelajaran bahasa berbasis
kapitalis tertentu, sekaligus merusak ling-
lingkungan itu, niscaya adicita (ideology)
kungan, adalah contoh bahasa lingkungan,
antroposentrisme lama yang tamak ter-
semula tergolong metafora green speak
hadap
yang telah berubah dan kemudian dikate-
merusak relasi dengan sesama manusia,
gorikan sebagai brown/black speak.
perlu diganti dengan adicita biosentrisme,
sumber
daya
alam,
sekaligus
Bahasa lingkungan seperti yang diu-
dan ekosentrisme. Biosentrisme menghar-
raikan secara singkat di atas perlu dijadikan
gai dan menghormati hak hadir dan hak
bahan pembelajaran bagi para peserta
hidup semua organisme yang ada di ling-
didik. Pembelajaran yang demikian itu ber-
kungan. Boleh memanfaatkannya secara
tujuan agar generasi muda, melalui bahasa
terbatas dan terkendali demi kebutuhan
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 360
manusia, namun juga harus memperhatikan
4. BEBERAPA SEGI TEKNIK PENU-
keberlanjutannya, sedangkan adicita atau
LISAN BAHAN PEMBELAJARAN BA-
paham ekosentrisme, selain menjaga kese-
HASA BERBASIS LINGKUNGAN
imbangan dan keserasian lingkungan, san-
Penulisan bahan ajar secara lebih kre-
gat dibutuhkan untuk mencegah dominasi
atif, khususnya penulisan bahan-bahan
dan hegemoni pihak yang kuat dan besar.
bacaan yang meningkatkan ketrampilan
Demikian juga penekanan pada kesetaraan,
membaca dan menulis para peserta didik,
keharmonisan, dan keseimbangan secara
juga ketrampilan mendengarkan dan ber-
nyata di lingkungan, menjadi adicita-
bicara dengan menggunakan bahan-bahan
adicita yang sangat penting. Dalam konteks
bacaaan anekabahasa, disarankan untuk
lingkungan hidup kebahasaan yang multi-
memanfaatkan pendekatan ekolinguistik.
lingual, hak hidup setiap bahasa, baik baha-
Konsep lingkungan bahasa, ecology of lan-
sa daerah, bahasa Indonesia, maupun baha-
guage (lingkungan manusia dengan bahasa
sa-bahasa
prinsip
dan semua organisme di lingkungannya),
kesetaraan dan keseimbangan. Semua ba-
juga konsep bahasa lingkungan, ecological
hasa yang hidup itu harus “berbagi fungsi”
language, dianjurkan untuk digunakan.
pada ranah-ranah pakai, tidak saling men-
Dengan memperhatikan dan memanfaatkan
caplok yang bermula dari kedwibahasaan
kondisi nyata kebahasaan di lingkungan
yang bocor, dan berujung pada keterg-
tertentu yang mencakupi semua bahasa
eseran dan akhirnya kepunahan bahasa-
yang ada, dan dengan khazanah keba-
bahasa kecil. Kendati secara politik, nilai
hasaan tentang lingkungan yang terwaris
kebahasaan bahasa Indonesia memang ha-
seperti khazanah leksikon lingkungan,
rus lebih tinggi, akan tetapi kedudukan itu
ungkapan-ungkapan,
tidaklah harus “membunuh” bahasa-bahasa
semuanya dapat diramu menjadi bahan-
daerah. Demikian juga kendati bahasa
bahan bacaan, bahkan bahan pembelajaran
Inggris
bahasa yang bernuansa ekolinguistis.
asing,
(dan
memiliki
beberapa
bahasa
asing
dan
teks-teks,
lainnya) bergengsi dan membangun jem-
Beberapa hal yang layak diperhatikan
batan dunia, bagaimanapun, bahasa-bahasa
dalam pengembangan pembelajaran bahasa
asing “hanyalah” bernilai instrumental, se-
berbasis lokal, khususnya penulisan bahan-
batas sarana komunikasi semata. Pijakan
bahan bacaan antara lain: (1) segi kemasan
lokal dan nasional selayaknya harus kokoh
kebahasaan yang anekabahasa sebagai wa-
sebagai bangsa yang berjati diri di rumah
dah yang menggambarkan kekayaan ling-
sendiri, bangsa yang memiliki karakter
kungan, interaksi, independensi, dan keane-
kuat
karagaman linguistik; (2) isi (content) ba-
kemajemukan
dengan toleransi tinggi.
bangsa
Indonesia
han pembelajaran, khususnya bahan bacaan yang
menggambarkan
keanekaragaman
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 361
hayati dan keberagaman budaya yang ada
abahasa (multilingual) dan anekabudaya
di lingkungan, dan (3) kerjasama para lin-
(multikultural). Seperangkat leksikon khu-
guis dan para pengelola pembelajaran ba-
sus
hasa (Indonesia, daerah, dan asing).
karagaman hayati dan keberagaman sosial-
yang
berkaitan
dengan
keane-
Di setiap wilayah administrasi negara
budaya di lingkungan tertentu dalam baha-
di Indonesia ini, umumnya hidup lebih dari
sa-bahasa itu, perlu diberi ruang untuk dit-
dua bahasa, bahasa (-bahasa) daerah dan
ampilkan. Dengan demikian, selain inti
bahasa Indonesia. Ada wilayah kabupaten
bersama kebahasaan dan kebudayaan, vari-
dan atau juga provinsi yang hanya ada satu
asi-variasi lokal dalam setiap bahasa perlu
bahasa daerah (seperti Bali dengan bahasa
disajikan dalam buku bacaan yang aneka-
Bali), Banten, atau beberapa daerah lain, di
bahasa (multilingual) itu.
samping bahasa Indonesia. Akan tetapi,
Pembelajaran anekabahasa, karena
sangat banyak wilayah Indonesia, baik
ditulis dalam semua bahasa yang ada, baik
tingkat kabupaten maupun provinsi yang
bahasa-bahasa daerah, bahasa Indonesia,
anekabahasa (multilingualism). Yang pent-
maupun (intisari atau ringkasannya) dalam
ing ialah bahwa setiap bahasa daerah (yang
bahasa Inggris atau bahasa asing lain,
semestinya masih dipelihara oleh para ahli
merupakan pilihan yang sangat penting ka-
warisnya) diberi kesempatan dan dijamin
rena semua bahasa dijamin hak hidup yang
hak hidup yang sama, hak dipelihara yang
setara. Sesuai pula dengan perkembangan
sama, dan tentunya hak untuk dipelajari
bahasa anak dan remaja, penyajian pun
secara bersistem oleh para ahli warisnya.
sepatutnya menggunakan “ragam bahasa
Selain itu variasi-variasi dialektal dan so-
anak dan remaja” dengan ciri-ciri bangunan
sial perlu diperhatikan.
kalimat sederhana dan pilihan kata yang
Bertolak dari prinsip kesetaraan dan
sederhana pula. Kata dan kalimat yang
keseimbangan itu, maka semua bahasa dae-
agak
rah mempunyai hak yang sama untuk di-
perkembangan usia pula.
tulis dalam teks cerita rakyat misalnya. Un-
kompleks
disesuaikan
dengan
Kemasan isi (content) bahan pem-
tuk itu, hasil kajian dan kodifikasi setiap
belajaran
yang
beraneka
ragam,
bahasa yang hidup di wilayah itu, perlu dil-
esuaikan dengan kekayaan alam dan bu-
akukan terlebih dahulu. Tidak hanya inti
daya di lingkungan itu. Sejarah singkat
tata bahasa yang secara gramatikal dijadi-
masyarakatnya, struktur sosial yang ada,
kan pilihan dan tumpuan, namun unsur-
seni-budaya, dan rumah-rumah adat (lopo,
unsur dialektal, baik leksikon, fonetis,
mbaru niang, sa’oria), permainan rakyat
maupun unsur gramatikal, perlu ditampil-
yang nyaris tenggelam, jenis-jenis makanan
kan dalam bahan-bahan bacaan yang
tradisi yang mulai tergeser oleh jenis-jenis
disusun. Jadi, ada bahan bacaan yang anek-
makanan instan yang diimpor, semuanya
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
dis-
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 362
dapat dijadikan sumber penulisan bahan-
makna dan nilai kebudayaannya.
bahan bacaan. Legenda tentang gunung dan sungai yang ada, misalnya tentang Gunung
5. SIMPULAN
Agung dan Gunung Batur di Pulau Dewata,
Pembelajaran bahasa berbasis ling-
Gunung Rinjani di lingkungan Lombok,
kungan diupayakan agar keanekabahasaan
Gunung Semeru di Jawa Timur, Gunung
dan juga keberagaman bahasa yang merep-
Merapi di Jawa Tengah misalnya, dapat
resentasikan keanekaragaman hayati di
pula dikemas sebagai bahan bacaan dan
lingkungan tertentu, dapat menjadi sumber
bahan pembelajaran bahasa. Yang penting,
penulisan dan upaya pelestarian bahasa-
semuanya disatubukukan dalam kemasan
bahasa lokal, bahasa Indonesia, dan pen-
dua atau tiga bahasa, termasuk ringkasann-
guasaan bahasa asing. Melalui pembelaja-
ya dalam bahasa Inggris.
ran bahasa-bahasa yang berbasis ling-
Lingkungan alam di sekitar dengan
kungan itu, peserta didik memulihkan kem-
aneka biotanya menjadi sumber penulisan
bali interaksi, interelasi, dan interdepen-
bahan bacaan dan pembelajaran bahasa
densi dengan lingkungan hidup mereka,
yang sangat menarik. Sejumlah fauna atau
sekaligus
flora yang endemik dan khas, seperti juga
akberakaran hidup mereka.
mencegah
gejala
ketid-
komponen budaya yang unik, dijadikan
Dikaitkan dengan sisi pragmatisnya,
bahan pembelajaran dan bahan bacaan.
generasi muda Indonesia memang harus
Jadi, tidak hanya pembelajaran terintegrasi
menjelajahi dunia dengan penguasaan ba-
dan kontekstual untuk pembelaran bahasa
hasa-bahasa asing, namun mereka tidak
Indonesia atau bahasa Inggris saja, melain-
hanya trampil menggunakan bahasa-bahasa
kan pembelajaran sejumlah mata pelajaran
asing untuk memenuhi kebutuhan mereka,
dalam kurikulum dapat diintegrasikan dan
tetapi juga trampil berkomunikasi dengan
dikemas secara multilingual.
bahasa daerah atau bahasa ibu mereka di
Kerjasama guru-guru bahasa, para
lingkungan asali mereka, sekaligus men-
ahli bahasa, para guru bidang biologi, para
guatkan jati diri dan karakter mereka se-
guru ilmu sosial, para guru seni, olahraga,
bagai anak bangsa yang majemuk. Di sisi
dan kesehatan, sangat diperlukan dan dapat
itu
membentuk tim kerja atau tim penulis. Di
menggunakan bahasa Indonesia dalam pen-
sisi lain, para guru yang menjadi anggota
alaran dan penulisan karya ilmiah, terma-
tim penulisan bahan bacaan itu tidak hanya
suk pengembangan kreasi kesusastraan In-
mahir berbahasa Indonesia atau berbahasa
donesia dan daerah. Dengan demikian, ke-
Inggris, tetapi juga mahir berbahasa daerah,
hidupan bangsa Indonesia yang majemuk,
sekaligus mencintai dan mewarisi kembali
“Bhinneka Tunggal Ika” tetap menjadi pi-
bahasa-bahasa daerah dengan kandungan
lar
generasi
muda
negara-bangsa.
trampil
Untuk
itu,
pula
adicita
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 363
(ideology) kebahasaan secara nasional
kepada
Mitra
Bestari
atas
masukan-
perlu dikembangkan secara lebih konseptu-
masukan yang telah diberikan untuk per-
al. Di dalamnya tercakup penegakan hak
baikan substansi artikel saya ini.
hidup semua bahasa dengan mencegah
dominasi bahasa Indonesia terhadap bahasa
DAFTAR PUSTAKA
-bahasa daerah, dengan membangun dan
Anderson, Benedict 2002. Imagined Communities. Komunitas-komunitas Terbayang. Yogyakarta: Kerjasama Insist dan Pustaka Pelajar. Azra, Azyumardi 2007. Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia. Yogyakarta: Impluse. Bundsgaard, Jeppe & Sune Steffensen 2000. ‘The Dialectical of Ecological Morphology’ dalam Anna Vibeke Lindo, & Jeppe Bundsgaard 2000. Cassirer, Ernst 1987. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Manusia. Diindonesiakan oleh Alois A. Nugroho. Jakarta: Gramedia. Fill, Alwin, Peter Muhlhausler (Eds.). The Ecolinguistics Reader: Language, Ecology and Environment. London and New York: Continuum. Gibbons, Michael T. 2002. Tafsir Politik. Penerjemah, Ali Noer Zaman. Yogyakarta: Qalam. Haugen, Einer 1972. The Ecology of Language. Essays by Einer Haugen. California: Stanford University Press. Kymlicka, Wil 2003. Kewargaan Multikultural. Terjemahan Edlina H. Eddin. Jakarta: LP3ES. Mbete, Aron Meko 2010. “Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan yang Prospektif”. Denpasar: Program Magister dan Doktor Linguistik. ----------- 2008 (Penyunting). Bahan Ringan Pembelajaran Etnisitas, Pluralisme, dan Multikulturalisme: Perspektif Kajian Budaya. Denpasar: Progran Doktor Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana. Odum, Eugene P. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh Tjahjono Samingan. Yogyakarta: Gadjah Mada Univerity Press. Sapir, Edward 2001 ‘Language and Environment’ dalam Alwin Fill, Peter Muhhausler (Eds.) 2000. The Ecolinguisics Reader: Language, Ecology and Environment. London & New York: Continuum. Skutnabb-Kangas, Tove 2004. On Biolinguistic Diversity-linking language, culture, and (traditional) ecological knowledge. Reg-
mengembangkan
kedwibahasaan
yang
berimbang dan dinamis, mencegah dominasi dan imperialisme bahasa-bahasa asing terhadap bahasa Indonesia dan bahasa-
bahasa daerah. Sehubungan dengan gagasan-gagasan di atas, pendekatan ekolinguistik dapat digunakan. Mensyukuri dan merayakan keanekabahasaan dan keberagaman budaya, tiada dapat dipisahkan dari upaya mensyukuri dan merayakan karunia keanekaragaman
hayati
sebagai
sumber
keberagaman bahasa dan budaya. Melestarikan bahasa daerah di lingkungan lokal, berarti melestarikan keberagaman budaya yang juga bersumber pada keanekaragaman hayati. “Saling melestarikan” antara bahasa, budaya daerah, dan keanekaragaman hayati daerah, adalah frasa kunci yang menyangga keberadaan bangsa Indonesia yang majemuk. Jadi, penegasan Azyumardi Azra (2007) yang menjadi tajuk pustaka karyanya: Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia, termasuk merawat bahasa dan budaya lokal, dan tentunya merawat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, menjadi keniscayaan. Semoga. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 364
strup, Denmark: University of Roskilde. ------------ 2012. “Peran Bahasa Inggris Digugat” dalam Kompas edisi Rabu, 27 Juni 2012. Taylor, Charles 2002 ‘Bahasa dan Hakikat Manusia’ dalam Michael T. Gibbons (Ed) 2002. Tafsir Politik. Telaah Hermeneutis Wacana Sosial-Politik Kontemporer. Yogyakarta: Qalam. Verhaar, L. W. M. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Vibeke Lindo, Anna & Jeppe Bundsgaard (Eds) 2000. Dialectical Ecolinguistcs. Three Essays for The Symphosium 30 Years of Language and Ecology in December 2000. Odense: University of Odense. Research Group for Ecology, Language & Ideology. Nordisk Institut December 2000. ------------ 2011 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TETANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional.
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668