Darpublic
www.darpublic.com
Pembebanan Nonlinier (Dampak pada Piranti) Sudaryatno Sudirham Komponen Harmonisa Dalam Sistem Tiga Fasa Frekuensi Fundamental. Pada pembebanan seimbang, komponen fundamental berbeda fasa 120 antara masing-masing fasa. Perbedaan fasa 120o antar fasa ini timbul karena perbedaan posisi kumparan jangkar terhadap siklus medan magnet, yaitu sebesar 120o sudut magnetik. Hal ini dijelaskan pada Gb.1. o
180o mekanis = 360o magnetik b1 c11 a1
a11
c1 b11
S U
b22
U
c22
S c2
a2
b2
Gb.1. Skema generator empat kutub
Gb.1. memperlihatkan skema generator empat kutub; 180o sudut mekanis ekivalen dengan 360o sudut magnetik. Dalam siklus magnetik yang pertama sebesar 360o magnetik, yaitu dari kutub magnetik U ke U berikutnya, terdapat tiga kumparan yaitu kumparan fasa-a (a1-a11), kumparan fasab (b1-b11), kumparan fasa-c (c1-c11). Antara posisi kumparan fasa-a dan fasa-b terdapat pergeseran sudut magnetik 120o; antara posisi kumparan fasa-b dan fasa-c terdapat pergeseran sudut magnetik 120o; demikian pula halnya dengan kumparan fasa-c dan fasa-a. Perbedaan posisi inilah yang menimbulkan perbedaan sudut fasa antara tegangan di fasa-a, fasa-b, fasa-c. Harmonisa Ke-3. Hal yang sangat berbeda terjadi pada komponen harmonisa ke-3. Pada harmonisa ke-3 satu siklus komponen fundamental, atau 360o, berisi 3 siklus harmonisa ke-3. Hal ini berarti bahwa satu siklus harmonisa ke-3 memiliki lebar 120o dalam skala komponen fundamental; nilai ini tepat sama dengan beda fasa antara komponen fundamental fasa-a dan fasa-b. Oleh karena itu tidak ada perbedaan fasa antara harmonisa ke-3 di fasa-a dan fasa-b. Hal yang sama terjadi antara fasa-b dan fasa-c seperti terlihat pada Gb.2. 300
V
v1a
200
v1c
v1b
100
v3a
0 0
v3c
v3b 90
180
270
360
o
[]
-100 -200 -300
Gb.2. Tegangan fundamental dan harmonisa ke-3 pada fasa-a, fasa-b, dan fasa-c. Pada gambar ini tegangan v1a, v1b, v1c, adalah tegangan fundamental dari fasa-a, -b, dan -c, yang saling berbeda fasa 120o. Tegangan v3a, v3b, v3c, adalah tegangan harmonisa ke-3 di fasa-a, -b, dan -c; Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
1/25
Darpublic
www.darpublic.com
masing-masing digambarkan terpotong untuk memperlihatkan bahwa mereka sefasa. Diagram fasor harmonisa ke-3 digambarkan pada Gb.3. Jika V3a, V3b, V3c merupakan fasor tegangan fasa-netral maka tegangan fasa-fasa (line to line) harmonisa ke-3 adalah nol. V3a V3b V3c
Gb.3. Diagram fasor harmonisa ke-3. Hal serupa terjadi pada harmonisa kelipatan tiga yang lain seperti harmonisa ke-9. Satu siklus fundamental berisi 9 siklus harmonisa yang berarti lebar satu siklus adalah 40o dalam skala fundamental. Jadi lebar 3 siklus harmonisa ke-9 tepat sama dengan beda fasa antar fundamental, sehingga tidak ada perbedaan sudut fasa antara harmonisa ke-9 di fasa-a, fasa-b, dan fasa-c. Harmonisa ke-5. Gb.4. memperlihatkan kurva tegangan fundamental dan harmonisa ke-5. Tegangan v1a, v1b, v1c, adalah tegangan fundamental dari fasa-a, -b, dan -c. Tegangan v5a, v5b, v5c, adalah tegangan harmonisa ke-5 di fasa-a, -b, dan -c; masing-masing digambarkan terpotong untuk menunjukkan bahwa mereka berbeda fasa. 300
V
v1b
v1a
200
v5a
100
v1c v5c
v5b
0 0
90
180
270
-100
360
[o]
-200 -300
Gb.4. Tegangan fundamental dan harmonisa ke-5 Satu siklus fundamental berisi 5 siklus harmonisa atau satu siklus harmonisa mempunyai lebar 72o dalam skala fundamental. Perbedaan fasa antara v5a dan v5b adalah (2 × 72o − 120o) = 24o dalam skala fundamental atau 120o dalam skala harmonisa ke-5; beda fasa antara v5b dan v5c juga 120o. Diagram fasor dari harmonisa ke-5 terlihat pada Gb.5. Jika V5a, V5b, V5c merupakan fasor tegangan fasa-netral maka tegangan fasa-fasa (line to line) harmonisa ke-5 adalah 3 kali lebih besar dari tegangan fasanetral-nya. V5b
V5a V5c
Gb.5. Diagram fasor harmonisa ke-5. Harmonisa Ke-7. Satu siklus harmonisa ke-7 memiliki lebar 51,43o dalam skala fundamental. Perbedaan fasa antara v7a dan v7b adalah (3 × 51,43o − 120o) = 34,3o dalam skala fundamental atau 240o dalam skala harmonisa ke-7; beda fasa antara v7b dan v7c juga 240o. Diagram fasor dari harmonisa ke-7 terlihat pada Gb.6. Jika V7a, V7b, V7c merupakan fasor tegangan fasa-netral maka tegangan fasa-fasa (line to line) harmonisa ke-7 adalah 3 kali lebih besar dari tegangan fasa-netralnya.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
2/25
Darpublic
www.darpublic.com V7c V7a
V7b
Gb.6. Diagram fasor harmonisa ke-7.
Relasi Tegangan Fasa-Fasa dan Fasa-Netral Pada tegangan sinus murni, relasi antara tegangan fasa-fasa dan fasa-netral dalam pembebanan seimbang adalah V ff = V fn 3 = 1,732 V fn
di mana Vff tegangan fasa-fasa dan Vf-n tegangan fasa-netral. Apakah relasi ini masih berlaku jika tegangan berbentuk gelombang nonsinus. Kita akan melihat melalui contoh berikut. CONTOH-1: Tegangan fasa-netral suatu generator 3 fasa terhubung bintang mengandung komponen fundamental dengan nilai puncak 200 V, serta harmonisa ke-3, 5, 7, dan 9 dengan nilai puncak berturut-turut 40, 25, 20, 10 V. Hitung rasio tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa-netral. Penyelesaian: Dalam soal ini harmonisa tertinggi yang diperhitungkan adalah harmonisa ke-9, walaupun nilai puncak harmonisa tertinggi ini masih 5% dari nilai puncak komponen fundamental. Nilai efektif tegangan fasa-netral fundamental sampai harmonisa ke-9 berturut-turut adalah nilai puncak dibagi 2 : V1 f −n = 141,42 V ; V3 f −n = 28,28 V ; V5 f −n = 17,68 V V7 f −n = 14,14 V ; V9 f −n = 7,07 V
Nilai efektif tegangan fasa-netral total
V f −n = 141,42 2 + 28,28 2 + 17,682 + 14,14 2 + 7,07 2 = 146,16 V Nilai efektif tegangan fasa-fasa setiap komponen adalah V1 f − f = 244,95 V ; V3 f − f = 0 V ; V5 f − f = 26,27 V V7 f − f = 22,11 V ; V9 f − f = 0 V
Nilai efektif tegangan fasa-fasa total
V f − f = 244,95 2 + 0 + 26,27 2 + 22,112 + 0 = 247,35 V Rasio tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa-netral Vf−f 247,35 = = 1,70 V f − n 146,16 Perbedaan nilai perhitungan tegangan efektif fasa-netral dan tegangan efektif fasa-fasa terlatak pada adanya harmonisa kelipatan tiga; tegangan fasa-fasa harmonisa ini bernilai nol.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
3/25
Darpublic
www.darpublic.com
Hubungan Sumber Dan Beban Generator Terhubung Bintang. Jika belitan jangkar generator terhubung bintang, harmonisa kelipatan tiga yang terkandung pada tegangan fasa-netral tidak muncul pada tegangan fasa-fasa-nya. Kita akan melihatnya pada contoh berikut. CONTOH-2: Sebuah generator 3 fasa, 50 Hz, terhubung bintang membangkitkan tegangan fasa-netral yang berbentuk gelombang nonsinus yang dinyatakan dengan persamaan v = 800 sin ω 0 t + 200 sin 3ω 0 t + 100 sin 5ω 0 t V
Generator ini mencatu tiga induktor terhubung segi-tiga yang masing-masing mempunyai resistansi 20 Ω dan induktansi 0,1 H. Hitung daya nyata yang diserap beban dan faktor daya beban. Penyelesaian: Nilai efektif komponen tegangan fasa-netral adalah
V fn1rms = 800 / 2 V ; V fn3rms = 200 / 2 V ; V fn5rms = 100 / 2 V . Tegangan fasa-fasa sinyal nonsinus tidak sama dengan 3 kali tegangan fasa-netralnya. Akan tetapi masing-masing komponen merupakan sinyal sinus; oleh karena itu tegangan fasa-fasa masing-masing komponen adalah 3 kali tegangan fasa-netral-nya.
(
)
V ff 1rms = 800 / 2 3 = 800 3/2 V ; V ff 3rms = 0 V ; V ff 5rms = 100 3 / 2 V V ffrms = 800 2 (3 / 2) + 100 2 (3 / 2) = 987,4 V Reaktansi beban per fasa untuk tiap komponen
X 1 = 2π × 50 × 0,1 = 31,42 Ω ; X 3 = 3 X 1 = 94,25 Ω ; X 5 = 5 X 1 = 157,08 Ω Impedansi beban per fasa untuk tiap komponen Z f 1 = 20 2 + 31,42 2 = 37,24 Ω Z f 3 = 20 2 + 94,25 2 = 96,35 Ω Z f 5 = 20 2 + 157,08 2 = 158,35 Ω
Arus fasa:
I f 1rms = I f 3rms = I f 5rms =
V ff 1rms Z f1 V ff 3rms Z f1 V ff 5rms Z f5
=
800 3 / 2 = 26,3 A 37,24
=0 A =
100 3 / 2 = 0,77 A 158,35
I frms = 26,3 2 + 0,77 2 = 26,32 A Daya nyata diserap beban Pb = 3 × I 2frms × 20 = 41566 W ≈ 41,6 kW
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
4/25
Darpublic
www.darpublic.com
Daya kompleks beban S b = 3 × V ff × I f = 3 × 987,4 × 26,32 = 77967 W ≈ 78 kW
Faktor daya beban
f .d . =
Pb 41,6 = = 0,53 Sb 78
Generator Terhubung Segitiga. Jika belitan jangkar generator terhubung segitiga, maka tegangan harmonisa kelipatan tiga akan menyebabkan terjadinya arus sirkulasi pada belitan jangkar generator tersebut. CONTOH-3: Sebuah generator 3 fasa, 50 Hz, terhubung segitiga. Resistansi dan induktansi per fasa adalah 0,06 Ω dan 0,9 mH. Dalam keadaan tak berbeban tegangan fasa-fasa mengandung harmonisa ke-3, -7, dan -9, dan -15 dengan amplitudo berturut-turut 4%, 3%, 2% dan 1% dari amplitudo tegangan fundamental. Hitunglah arus sirkulasi dalam keadaan tak berbeban, jika eksitasi diberikan sedemikian rupa sehingga amplitudo tegangan fundamental 1500 V. Penyelesaian: Arus sirkulasi di belitan jangkar yang terhubung segitiga timbul oleh adanya tegangan harmonisa kelipatan tiga, yang dalam hal ini adalah harmonisa ke-3, -9, dan -15. Tegangan puncak dan tegangan efektif masing-masing komponen harmonisa ini di setiap fasa adalah V3m = 4% × 1500 = 60 V ; V3rms = 60 / 2 V V9 m = 2% × 1500 = 30 V ; V9rms = 30 / 2 V V15 m = 1% × 1500 = 15 V ; V15rms = 15 / 2 V
Reaktansi untuk masing-masing komponen adalah X 1 = 2π × 50 × 0,9 × 10 −3 = 0,283 Ω X 3 = 3 × X 1 = 0,85 Ω X 9 = 9 × X 1 = 2,55 Ω X 15 = 15 × X 1 = 4,24 Ω
Impedansi di setiap fasa untuk komponen harmonisa Z 3 = 0,06 2 + 0,85 2 = 0,85 Ω Z 9 = 0,06 2 + 2,54 2 = 2,55 Ω Z 15 = 0,06 2 + 4,24 2 = 4,24 Ω
Arus sirkulasi adalah 60 / 2 I 3rms = = 49,89 A 0,85 I 9rms =
30 / 2 = 8,33 A 2,55
I 15rms =
15 / 2 = 2,5 A 4,24
I sirkulasi( rms ) = 48,89 2 + 8,332 + 2,5 2 = 50,6 A
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
5/25
Darpublic
www.darpublic.com
Sistem Empat Kawat. Pada sistem empat kawat, di mana titik netral sumber terhubung ke titik netral beban, harmonisa kelipatan tiga akan mengalir melalui penghantar netral. Arus di penghantar netral ini merupakan jumlah dari ketiga arus di setiap fasa; jadi besarnya tiga kali lipat dari arus di setiap fasa. CONTOH-4: Tiga kumparan dihubungkan bintang; masing-masing kumparan mempunyai resistansi 25 Ω dan induktansi 0,05 H. Beban ini dihubungkan ke generator 3 fasa, 50Hz, dengan kumparan jangkar terhubung bintang. Tegangan fasa-netral mempunyai komponen fundamental, harmonisa ke-3, dan ke-5 dengan nilai puncak berturut-turut 360 V, 60 V, dan 50 V. Penghantar netral menghubungkan titik netral generator dan beban. Hitung nilai efektif (a) arus saluran (fasa); (b) tegangan fasa-fasa; (c) arus di penghantar netral; (d) daya diserap beban. Penyelesaian: (a) Tegangan fasa-netral efektif setiap komponen V fn1rms = 254,6 V; V fn3rms = 42,4 V; V fn5rms = 35,4 V
Reaktansi per fasa
X 1 = 2 π × 50 × 0,05 = 15,70 Ω X 3 = 3 × X1 = 47,12 Ω X 5 = 5 × X 1 = 78,54 Ω Impedansi per fasa Z 1 = 25 2 + 15,70 2 = 29,53 Ω Z 3 = 25 2 + 47 ,12 2 = 53,35 Ω Z 5 = 25 2 + 78,54 2 = 82,42 Ω
Arus saluran 254,6 = 8,62 A 29,53 42,4 = = 0,795 A 53,35 35,4 = = 0,43 A 82,42
I 1rms =
I 3rms I 5rms
I saluran
rms
= 8.62 2 + 0,795 2 + 0,43 2 = 8,67 A
(b) Tegangan fasa-fasa setiap komponen V1 f − f = 440,9 V; V3 f − f = 0 V; V5 f − f = 61,24 V
Tegangan fasa-fasa
V f − f = 440,9 2 + 0 + 61,2 2 = 445 V Arus di penghantar netral ditimbulkan oleh harmonisa ke-3, yang merupakan arus urutan nol. Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
6/25
Darpublic
www.darpublic.com I netral = 3 × I 3rms = 3 × 0,795 = 2,39 A
(c) Daya yang diserap beban adalah daya yang diserap elemen resistif 25 Ω, yaitu P = 3 × I 2f −n × R . Arus beban terhubung bintang sama dengan arus saluran. Jadi daya yang
diserap beban adalah Pb = 3 × I 2 × R = 3 × 8,67 2 × 25 = 5636 W = 5,64 kW
Sistem Tiga Kawat. Pada sistem ini tidak ada hubungan antara titik netral sumber dan titik netral beban. Arus harmonisa kelipatan tiga tidak mengalir. Kita akan melihat kondisi ini dengan menggunakan contoh berikut. CONTOH-5: Persoalan seperti pada contoh sebelumnya akan tetapi penghantar netral yang menghubungkan titik netral generator dan beban diputus. Hitung nilai efektif (a) arus saluran (fasa); (b) tegangan fasa-fasa; (c) arus di penghantar netral; (d) daya diserap beban. Penyelesaian: (a) Karena penghantar netral diputus, arus harmonisa ke-3 tidak mengalir. Arus fundamental dan harmonisa ke-5 telah dihitung pada contoh-7.4. yaitu 254,6 = 8,62 A 29,53 35,4 = = 0,43 A 82,42
I 1rms = I 5rms
Arus saluran menjadi
I saluran rms = 8,62 2 + 0,43 2 = 8,63 A
(b) Walaupun arus harmonisa ke-3 tidak mengalir, tegangan fasa-netral harmonisa ke-3 tetap hadir namun tegangan ini tidak muncul pada tegangan fasa-fasa. Keadaan ini seperti keadaan sebelum penghantar netral diputus V f − f = 440,9 2 + 0 + 61,2 2 = 445 V
(c) Arus di penghantar netral = 0 A (d) Daya yang diserap beban Pb = 3 × I 2 × R = 3 × 8,63 2 × 25 = 5589 W = 5,59 kW
Sumber Bekerja Paralel Untuk mencatu beban yang besar sumber-sumber pada sistem tenaga harus bekerja paralel. Jika sumber terhubung bintang dan titik netral masing-masing sumber ditanahkan, maka akan mengalir arus sirkulasi melalui pentanahan apabila terdapat tegangan harmonisa kelipatan tiga. CONTOH-6: Dua generator tiga fasa, 20 000 kVA, 10 000 V, terhubung bintang, masing-masing mempunyai reaktansi jangkar 20% tiap fasa. Tegangan terbangkit mengandung harmonisa ke3 dengan amplitudo 10% dari amplitudo fundamental. Kedua generator bekerja paralel, dan titik netral masing-masing ditanahkan melalui reaktansi 10%. Hitunglah arus sirkulasi di pentanahan karena adanya harmonisa ke-3. Penyelesaian: Tegangan kedua generator adalah V ffrms = 10000 V
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
7/25
Darpublic
www.darpublic.com V fnrms = X a = 20% ×
Reaktansi jangkar 20% :
Reaktansi pentanahan 10% : X g = 10% ×
10000 3
= 5774 V
3 × 5774 2 =1 Ω 20 000 ×1000 3 × 5774 2 = 0,5 Ω 20 000 × 1000
Reaktansi pentanahan untuk urutan nol : X 0 = 3 × 0,5 = 1,5 Ω Tegangan harmonisa ke-3 adalah 10% dari tegangan fundamental : V fn3rms = 577,4 V
Kedua generator memiliki Xa dan Xg yang sama besar dengan tegangan harmonisa ke-3 yang sama besar pula. Arus sirkulasi akibat tegangan harmonisa ke-3 adalah I sirkulasi =
V fn 3rms
(X a + X 0 )
=
577,4 = 231 A 2,5
Penyaluran Energi ke Beban Dalam jaringan distribusi, untuk menyalurkan energi ke beban digunakan penyulang tegangan menengah yang terhubung ke transformator dan dari transformator ke beban. Suatu kapasitor dihubungkan paralel dengan beban guna memperbaiki faktor daya. Dalam analisis harmonisa kita menggunakan model satu fasa dari jaringan tiga fasa. Penyulang. Dalam model satu fasa, penyulang diperhitungkan sebagai memiliki resistansi, induktansi, kapasitansi. Dalam hal tertentu elemen ini bisa diabaikan. Transformator. Perilaku transformator dinyatakan dengan persamaan
V1 = E1 + I1R1 + jI1 X1 E2 = V2 + I2 R2 + jI2 X 2 I1 = I f + I2′ dengan I2′ =
N2 I I2 = 2 N1 a
V1, I1, E1, R1, X1 berturut turut adalah tegangan terminal, arus, tegangan induksi kumparan, resistansi, dan reaktansi bocor rangkaian primer. V2 , I 2 , E 2 , R2 , X 2 berturut-turut adalah tegangan terminal, arus, tegangan induksi kumparan, resistansi, dan reaktansi bocor rangkaian sekunder; V2 sama dengan tegangan pada beban. E1 sefasa dengan E 2 karena dibangkitkan (diinduksikan) oleh fluksi yang sama, sehingga nilai masing-masing sebanding dengan jumlah lilitan, N1 dan N2. Jika a = N1 / N 2 maka dilihat dari sisi sekunder nilai E1 menjadi E1 ' = E1 / a , I1 menjadi I 1 ' = aI 1 , R1 menjadi R1/a2, X1 menjadi X1/a2. Rangkaian ekivalen transformator berbeban menjadi seperti pada Gb.7.a. Dengan mengabaikan arus eksitasi If dan menggabungkan resistansi dan reaktansi menjadi RT = R1′ + R 2 dan X T = X 1′ + X 2 maka rangkaian ekivalen menjadi seperti pada Gb.7.b.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
8/25
Darpublic
∼1 V
(a)
www.darpublic.com
R′1
X′1
If
E1 R
c
Ic
R2
X2
B
Xc
RT
∼1 V
V2
XT
B V2
(b)
Gb.7. Rangkaian ekivalen transformator berbeban.
Rangkaian Ekivalen Untuk Analisis Karena resistansi dan reaktansi transformator diposisikan di sisi sekunder, maka untuk menambahkan penyulang dan sumber harus pula diposisikan di sisi sekunder. Tegangan sumber Vs menjadi Vs/a, resistansi penyulang menjadi Rp/a2, reaktansi penyulang menjadi Xp/a2 . Jika resistansi penyulang Rp/a2 maupun resistansi transformator RT diabaikan, maka rangkaian sumber–penyulang– transformator–beban menjadi seperti pada Gb.8. Bentuk rangkaian yang terakhir ini cukup sederhana untuk melakukan analisis lebih lanjut. Vs/a adalah tegangan sumber. Xp/a2
XT
Vs/a
XC
B V2
Gb.8. Rangkaian ekivalen penyaluran energi dari sumber ke beban dengan mengabaikan semua resistansi dalam rangkaian serta arus eksitasi transformator. Apabila kita menggunakan rangkaian ekivalen dengan hanya memandang arus nonlinier, maka sumber tegangan menjadi bertegangan nol atau merupakan hubung singkat seperti terlihat pada Gb.9. Xp/a2
XT
ibeban XC
B
Gb.9. Rangkaian ekivalen pada pembebanan nonlinier. Apabila kita hanya meninjau komponen harmonisa, dan tetap memandang bahwa arus harmonisa mengalir ke beban, arah arus harmonisa digambarkan menuju sisi beban. Namun komponen harmonisa tidak memberikan transfer energi neto dari sumber ke beban; justru sebaliknya komponen harmonisa memberikan dampak yang tidak menguntungkan pada sistem pencatu daya. Oleh karena itu sistem pencatu daya “bisa melihat” bahwa di arah beban ada sumber arus harmonisa yang mencatu sistem pencatu daya dan sistem pencatu daya harus memberi tanggapan terhadap fungsi pemaksa (driving function) ini. Dalam hal terakhir ini sumber arus harmonisa digambarkan sebagai sumber arus yang mencatu sistem seperti terlihat pada Gb.10. Xp/a2
XT XC
sumber arus harmonisa
Gb.10. Rangkaian ekivalen untuk analisis arus harmonisa.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
9/25
Darpublic
www.darpublic.com
Dampak Harmonisa Pada Piranti Dalam analisis rangkaian linier, elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, merupakan idealisasi piranti-piranti nyata yang nonlinier. Di sini kita akan mempelajari pengaruh adanya komponen harmonisa, baik arus maupun tegangan, terhadap piranti-piranti sebagai benda nyata. Pengaruh ini dapat kita klasifikasi dalam dua kategori yaitu: a). Dampak langsung yang merupakan peningkatan susut energi yaitu energi “hilang” yang tak dapat dimanfaatkan, yang secara alamiah berubah menjadi panas. [5,6]. b). Dampak taklangsung yang merupakan akibat lanjutan dari terjadinya dampak langsung. Peningkatan temperatur pada konduktor kabel misalnya, menuntut penurunan pengaliran arus melalui kabel agar temperatur kerja tak terlampaui. Demikian pula peningkatan temperatur pada kapasitor, induktor, dan transformator, akan berakibat pada derating dari alat-alat ini dan justru derating ini membawa kerugian (finansial) yang lebih besar dibandingkan dengan dampak langsung yang berupa susut energi. Dampak taklangsung bukan hanya derating piranti tetapi juga umur ekonomis piranti. Pembebanan nonlinier tidaklah selalu kontinyu, melainkan fluktuatif. Oleh karena itu pada selang waktu tertentu piranti terpaksa bekerja pada batas tertinggi temperatur kerjanya bahkan mungkin terlampaui pada saat-saat tertentu tersebut. Kenaikan tegangan akibat adanya harmonisa dapat menimbulkan micro-discharges bahkan partial-discharges dalam piranti yang memperpendek umur piranti, bahkan mal-function bisa terjadi pada piranti. Konduktor. Pada konduktor, komponen arus harmonisa menyebabkan peningkatan daya nyata yang diserap oleh konduktor dan berakibat pada peningkatan temperatur konduktor. Daya nyata yang terserap di konduktor ini kita sebut rugi daya atau susut daya. Karena susut daya ini berbanding lurus dengan kuadrat arus, maka peningkatannya akan sebanding dengan kuadrat THD arus; demikian pula dengan peningkatan temperatur. Misalkan arus efektif nonsinus I rms mengalir melalui konduktor yang memiliki resistansi Rs, maka susut daya di konduktor ini adalah
(
)
(
2 2 Ps = I rms R s = I 12rms + I hrms R s = I 12rms R s 1 + THD I2
(
)
)
(1)
Jika arus efektif fundamental tidak berubah, faktor 1 + THD I2 pada (1) menunjukkan seberapa besar peningkatan susut daya di konduktor. Misalkan peningkatan ini diinginkan tidak lebih dari 10%, maka THDI tidak boleh lebih dari 0,32 atau 32%. THDI besar terjadi misalnya pada arus penyearahan setengah gelombang yang mencapai 100%, dan arus melalui saklar sinkron yang mengalir setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda yang mencapai 61%. CONTOH-7: Konduktor kabel yang memiliki resistansi total 80 mΩ, menyalurkan arus efektif 100 A, pada frekuensi 50 Hz. Kabel ini beroperasi normal pada temperatur 70o C sedangkan temperatur sekitarnya adalah 25o C. Perubahan pembebanan di ujung kabel menyebabkan munculnya harmonisa pada frekuensi 350 Hz dengan nilai efektif 40 A. Hitung (a) perubahan susut daya dan (b) perubahan temperatur kerja pada konduktor. (a) Susut daya semula pada konduktor adalah P1 = 100 2 × 0,08 = 800 W
Susut daya tambahan karena arus harmonisa adalah P7 = 40 2 × 0,08 = 128 W
Susut daya berubah menjadi Pkabel = 800 + 128 = 928 W
Dibandingkan dengan susut daya semula, terjadi kenaikan susut daya sebesar 16%. Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
10/25
Darpublic
www.darpublic.com
(b) Kenaikan temperatur kerja di atas temperatur sekitar semula adalah (70o − 25o) = 45o C. Perubahan kenaikan temperatur adalah ∆T = 0,16 × 45 o = 7,2 o C
Kenaikan temperatur akibat adanya hormonisa adalah T = 45 o C + 7,2 o C ≈ 52 o C
dan temperatur kerja akibat adanya harmonisa adalah
T ′ = 25 o + 52 o = 77 o C 10% di atas temperatur kerja semula. CONTOH-8: Suatu kabel yang memiliki resistansi total 0,2 Ω digunakan untuk mencatu beban resistif Rb yang tersambung di ujung kabel dengan arus sinusoidal bernilai efektif 20 A. Tanpa pengubah resistansi beban, ditambahkan penyearah setengah gelombang (ideal) di depan Rb. (a) Hitunglah perubahan susut daya pada kabel jika penyaluran daya ke beban dipertahankan tak berubah. (b) Hitunglah daya yang disalurkan ke beban dengan mempertahankan arus total pada 20 A; (c) berikan ulasan. Penyelesaian: (a) Sebelum pemasangan penyearah, susut daya di kabel adalah Pk = 20 2 × 0,2 = 80 W
Dengan mempertahankan besar daya tersalur ke beban tidak berubah, berarti nilai efektif arus fundamental dipertahankan 20 A. THDI pada penyearah setengah gelombang adalah 100%. Susut daya pada kabel menjadi
(
)
Pk* = 20 2 × 0,2 1 + 12 = 160 W
Susut daya menjadi dua kali lipat. (b) Jika arus efektif total dipertahankan 20 A, maka susut daya di kabel sama seperti sebelum pemasangan penyearah yaitu
Pk = 20 2 × 0,2 = 80 W Dalam situasi ini terjadi penurunan arus efektif fundamental yang dapat dihitung melalui relasi kuadrat arus efektif total, yaitu 2 2 I rms = I12ms + I hms = I12ms (1 + THD 2 ) = 20 2
Dengan THD 100%, maka I12rms = 20 2 /2 jadi I 1rms = 20 / 2 = 14,14 A Jadi jika arus efektif total dipertahankan 20 A, arus fundamental turun menjadi 70% dari semula. Susut daya di kabel tidak berubah, tetapi daya yang disalurkan ke beban menjadi 0,7 2 ≈ 0,5 dari daya semula atau turun menjadi 50%-nya.
(c) Jika penyaluran daya ke beban dipertahankan tetap, susut pada saluran menjadi dua kali lipat, yang berarti kenaikan temperatur dua kali lipat. Jika temperatur kerja semula 65oC pada temperatur sekitar 25o, maka temperatur kerja yang baru bisa mencapai lebih dari 100oC.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
11/25
Darpublic
www.darpublic.com
Jika susut daya pada saluran tidak diperkenankan meningkat maka penyaluran daya ke beban harus diturunkan sampai menjadi 50% dari daya yang semula disalurkan; gejala ini dapat diartikan sebagai derating kabel. Kapasitor. Kita mulai pembahasan ini dengan melihat ulang tentang kapasitor. Jika suatu dielektrik yang memiliki permitivitas relatif εr disisipkan antara dua pelat kapasitor yang memiliki luas A dan jarak antara kedua pelat adalah d, maka kapasitansi yang semula (tanpa bahan dielektrik) A C0 = ε 0 d berubah menjadi
C = C0 ε r Jadi kapasitansi meningkat sebesar εr kali. Diagram fasor arus dan tegangan kapasitor diperlihatkan pada Gb.11. Arus kapasitor terdiri dari dua komponen yaitu arus kapasitif IC ideal yang 90o mendahului tegangan kapasitor VC , dan arus ekivalen losses pada dielektrik I Rp yang sefasa dengan tegangan. i m
I tot
IC δ
I Rp
VC
r e
Gb.11. Diagram fasor arus dan tegangan kapasitor. Daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik adalah
P = VC I Rp = VC I C tan δ
(2)
atau 2
P = ε r V0 ωC V0 tan δ = 2πf V0 C ε r tan δ
(3)
tanδ δ disebut faktor desipasi (loss tangent) δ disebut faktor kerugian (loss factor) εrtanδ Pengaruh Frekuensi Pada Dielektrik. Nilai εr tergantung dari frekuensi, yang secara umum digambarkan seperti pada Gb.12.
εr loss factor
εr εrtanδ power
audio
radio
frekuensi listrik
frekuensi frekuensi optik
Gb.12. εr dan loss factor sebagai fungsi frekuensi. Dalam analisis rangkaian, reaktansi kapasitor dituliskan sebagai
XC =
1 2πfC
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
12/25
Darpublic
www.darpublic.com
Gb.12. memperlihatkan bahwa εr menurun dengan naiknya frekuensi yang berarti kapasitansi menurun dengan naiknya frekuesi. Namun perubahan frekuensi lebih dominan dalam menentukan reaktansi dibanding dengan penurunan εr; oleh karena itu dalam analisis kita menganggap kapasitansi konstan. Loss factor menentukan daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik. Sementara itu, selain tergantung frekuensi, εr juga tergantung dari temperatur dan hal ini berpengaruh pula pada loss factor, walaupun tidak terlalu besar dalam rentang temperatur kerja kapasitor. Oleh karena itu dalam menghitung daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik, kita melakukan pendekatan dengan menganggap loss factor konstan. Dengan anggapan ini maka daya yang terkonversi menjadi panas akan sebanding dengan frekuensi dan sebanding pula dengan kuadrat tegangan. Kapasitor dengan Tegangan Nonsinus. Pada tegangan nonsinus, bentuk gelombang tegangan pada kapasitor berbeda dari bentuk gelombang arusnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan antara tanggapan kapasitor terhadap komponen fundamental dengan tanggapannya terhadap komponen harmonisa. Situasi ini dapat kita lihat sebagai berikut. Misalkan pada terminal kapasitor terdapat tegangan nonsinus yang berbentuk: v C (t ) = v C1 (t ) + v C 3 (t ) + v C 5 (t ) + .........
(4)
Arus kapasitor akan berbentuk iC (t ) = ω 0 Cv C1 (t ) + 3ω 0 Cv C 3 (t ) + 5ω 0 Cv C 5 (t ) + .........
(5)
Dengan memperbandingkan (4) dan (5) dapat dimengerti bahwa bentuk gelombang tegangan kapasitor berbeda dengan bentuk gelombang arusnya. CONTOH-9: Sumber tegangan nonsinus memiliki komponen fundamental dengan nilai puncak 150 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa ke-5 yang memiliki nilai puncak berturut-turut 30 V. Sebuah kapasitor 500 µF dihubungkan pada sumber tegangan ini. Gambarkan bentuk gelombang tegangan dan arus kapasitor. Penyelesaian: Jika persamaan tegangan v C = 150 sin 100 πt + 30 sin 300 πt V
maka persamaan arus adalah iC = 150 × 500 ×10 −6 ×100π cos 100πt + 30 × 500 ×10 −6 × 500π cos 500πt Bentuk gelombang tegangan dan arus adalah seperti terlihat pada Gb.13. 2 00 [
vC
V]
1
[ 00
iC 0 -
100
0.005
0.01
0.015
t [detik]
0.02
200
Gb.13. Gelombang tegangan dan arus pada Contoh-9.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
13/25
Darpublic
www.darpublic.com
CONTOH-10: Sumber tegangan nonsinus memiliki komponen fundamental dengan nilai puncak 150 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa ke-3 dan ke-5 yang memiliki nilai puncak berturut-turut 30 V dan 5 V. Sebuah kapasitor 500 µF (110 V rms, 50 Hz) dihubungkan pada sumber tegangan ini. Hitung: (a) arus efektif komponen fundamental; (b) THD arus kapasitor; (c) THD tegangan kapasitor; (d) jika kapasitor memiliki losses dielektrik 0,6 W pada tegangan sinus rating-nya, hitunglah losses dielektrik dalam situasi ini. Penyelesaian: (a) Reaktansi untuk komponen fundamental adalah X C1 =
1 2π × 50 × 500 × 10 − 6
= 6,37 Ω
Arus efektif untuk komponen fundamental 150 / 2 = 16,7 A 6,37 (b) Reaktansi untuk harmonisa ke-3 dan ke-5 berturut-turut adalah I C1rms =
X C3 =
X C1 X = 2,12 Ω ; X C 5 = C1 = 1,27 Ω 3 5
Arus efektif harmonisa I C 3rms =
30 / 2 = 10 A 2,12
I C 5rms =
5/ 2 = 2,8 A 1,27
THD I =
I hrms 10 2 + 2,8 2 = = 0,62 atau 62% I C1rms 16,7
(c)
THDV =
Vhrms V1rms
30 2 5 2 + 21,5 2 2 = = = 0,20 atau 20 % 106 150 / 2
(d) Losses dielektrik dianggap sebanding dengan frekuensi dan kuadrat tegangan. Pada frekuensi 50 Hz dan tegangan 110 V, losses adalah 0,6 watt.
P50 Hz ,110 V = 0,6 W 2
P150 Hz ,30 V =
150 30 × × 0,6 = 0,134 W 50 110 2
P250 Hz,5V =
250 5 × × 0,6 = 0,006 W 50 110
Losses dielektrik total:
Ptotal = 0,6 + 0,134 + 0,006 = 0,74 W
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
14/25
Darpublic
www.darpublic.com
Induktor. Induktor yang untuk keperluan analisis dinyatakan sebagai memiliki induktansi murni L, tidak kita temukan dalam praktik. Betapapun kecilnya, induktor selalu mengandung resistansi dan kita melihat induktor sebagai satu induktansi murni terhubung seri dengan satu resistansi. Oleh karena itu kita melihat tanggapan induktor sebagai tanggapan beban induktif dengan resistansi kecil. Hanya apabila resistansi belitan dapat diabaikan, relasi tegangan-arus induktor untuk gelombang tegangan dan arus berbentuk sinus murni menjadi
v=L
di f dt
dengan v adalah tegangan jatuh pada induktor, dan if adalah arus eksitasi-nya. Apabila rugi rangkaian magnetik diabaikan, maka fluksi φ sebanding dengan if dan membangkitkan tegangan induksi pada belitan induktor sesuai dengan hukum Faraday dan hukum Lenz. dφ ei = − N dt Tegangan induksi ini berlawanan dengan tegangan jatuh induktor v, sehingga nilai ei sama dengan v. e = ei = N
di f dφ =L dt dt
Persamaan di atas menunjukkan bahwa φ dan if berubah secara bersamaan. Jika φ berbentuk sinus maka ia harus dibangkitkan oleh arus if yang juga berbentuk sinus dengan frekuensi sama dan mereka sefasa. Arus if sendiri berasal dari sumber tegangan yang juga harus berbentuk sinus. Oleh karena itu baik tegangan, arus, maupun fluksi mempunyai frekuensi sama, sehingga kita dapat menuliskan persamaan dalam bentuk fasor V = E i = j ωN Φ = j ωL I f
dengan Φ adalah fluksi dalam bentuk fasor. Relasi ideal ini memberikan V rms =
Vrms =
2π 2 2π
2
fNφ maks = 4,44 fN φ maks
fLi fmaks = 4,44 fL i fmaks
Relasi ideal memberikan diagram fasor dimana arus yang membangkitkan fluksi yaitu I φ sama dengan I f . CONTOH-11: Melalui sebuah kumparan mengalir arus nonsinus yang mengandung komponen fundamental 50 Hz, harmonisa ke-3, dan harmonisa ke-5 dengan amplitudo berturut-turut 50, 10, dan 5 A. Jika daya input pada induktor diabaikan, dan tegangan pada induktor adalah 75 V rms, hitung induktansi induktor. Penyelesaian: Jika induktansi kumparan adalah L maka tegangan efektif komponen fundamental, harmonisa ke-3 dan ke-5 berturut-turut adalah V L1rms = 4,44 × 50 × L × 50 = 11100 × L V V L3rms = 4,44 × 150 × L × 10 = 6660 × L V V L 5 rms = 4,44 × 250 × L × 5 = 5550 × L V
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
15/25
Darpublic
www.darpublic.com
sedangkan V Lrms = V12rms + V32rms + V52rms . Jadi
75 = L × 111002 + 66602 + 55502 = 14084,3 × L Induktansi kumparan adalah
L=
75 = 0,0053 H 14084,3
Fluksi Dalam Inti Induktor. Jika tegangan sinus dengan nilai efektif Vrms dan frekuensi f diterapkan pada induktor, fluksi magnetik yang timbul dalam inti dihitung dengan formula φm =
V rms 4,44 × f × N
φ m adalah nilai puncak fluksi, dan N adalah jumlah lilitan. Melalui contoh berikut ini kita akan melihat fluksi dalam inti induktor bila tegangan yang diterapkan berbentuk nonsinus.
CONTOH-12: Sebuah induktor dengan 1200 lilitan mendapat tegangan nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental dengan nilai efektif V1rms = 150 V dan harmonisa ke-3 dengan nilai efektif V3rms = 50 V yang tertinggal 135o dari komponen fundamental. Gambarkan kurva tegangan dan fluksi. Penyelesaian: Persamaan tegangan adalah v L = 150 2 sin ω 0 t + 50 2 sin(5ω 0 t − 135 o )
Nilai puncak fluksi fundamental
φ1m =
150 = 563 µWb 4,44 × 50 ×1200
Fluksi φ1m tertinggal 90o dari tegangan (lihat Gb.4.4). Persamaan gelombang fluksi fundamental menjadi φ1 = 563 sin( ω 0 t − 90 o ) µWb
Nilai puncak fluksi harmonisa ke-3 φ 3m =
50 = 62,6 µWb 4,44 × 3 × 50 × 1200
Fluksi φ3m juga tertinggal 90o dari tegangan harmonisa ke-3; sedangkan tegangan harmonisa ke-3 tertinggal 135o dari tegangan fundamental. Jadi persamaan fluksi harmonisa ke-3 adalah φ 3 = 62,6 sin( 3ω 0 t − 135 o − 90 o ) = 62,6 sin(3ω 0 t − 225 o ) µWb
Persamaan fluksi total menjadi φ = 563 sin( ω 0 t − 90 o ) + 62,6 sin( 3ω 0 t − 225) µWb
Kurva tegangan dan fluksi terlihat pada Gb.14.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
16/25
Darpublic
www.darpublic.com 600
[V] 400 [µWb]
φ
200
vL 0
t [detik]
0.01
0.02
0.03
0.04
-200 -400 -600
Gb.14. Kurva tegangan dan fluksi. Rugi-Rugi Inti Induktor. Dalam induktor nyata, rugi inti menyebabkan fluksi magnetik yang dibangkitkan oleh if ketinggalan dari if sebesar γ yang disebut sudut histerisis. Keadaan ini diperlihatkan pada Gb.15. dimana arus magnetisasi I f mendahului φ sebesar γ. Diagram fasor ini dengan memperhitungkan rugi hiterisis adalah sebagai berikut.
V = Ei
Ic
Iφ
γ
If
Φ
Gb.15. Diagram fasor induktor (ada rugi inti) Dengan memperhitungkan rugi-rugi yang terjadi dalam inti transformator, I f dipandang sebagai terdiri dari dua komponen yaitu I φ yang diperlukan untuk membangkitkan φ, dan I c yang diperlukan untuk mengatasi rugi-rugi inti. Jadi arus magnetisasi menjadi I f = I φ + I c . Komponen
I c merupakan arus fiktif yang jika dikalikan dengan V akan memberikan rugi-rugi inti Pc = I c V = VI f cos(90 o − γ ) watt
(6)
Rugi inti terdiri dari dua komponen, yaitu rugi histerisis dan rugi arus pusar. Rugi histerisis dinyatakan dengan (7) Ph = w h vf 3 dengan Ph rugi histerisis [watt], wh luas loop kurva histerisis dalam [joule/m .siklus], v volume, f frekuensi. Untuk frekuensi rendah, dapat digunakan formulasi empiris Steinmetz
(
Ph = vf K h B mn
)
(8)
di mana Bm adalah nilai kerapatan fluksi maksimum, n tergantung dari jenis bahan dengan nilai yang terletak antara 1,5 sampai 2,5 dan Kh yang juga tergantung jenis bahan (untuk silicon sheet steel misalnya, Kh = 0,001). Nilai-nilai empiris ini belum didapatkan untuk frekuensi harmonisa yang tinggi. Demikian pula halnya dengan persamaan empiris untuk rugi arus pusar dalam inti transformator Pe = K e f 2 B m2 τ 2 v
(9)
di mana Ke konstanta yang tergantung material, f frekuensi perubahan fluksi [Hz], Bm adalah nilai kerapatan fluksi maksimum, τ ketebalan laminasi inti, dan v adalah volume material inti.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
17/25
Darpublic
www.darpublic.com
Rugi Tembaga Pada Induktor. Apabila resistansi belitan tidak diabaikan, V ≠ E1 . Misalkan resistansi belitan adalah R1 , maka V = E1 + I f R1
(10)
Diagram fasor dari keadaan terakhir ini, yaitu dengan memperhitungkan resistansi belitan, diperlihatkan pada Gb.16. Ic Ei
Iφ Φ
I f R1
θ If
V
Gb.16. Diagram fasor induktor (ada rugi tembaga). Dalam keadaan ini, daya masuk yang diberikan oleh sumber, selain untuk mengatasi rugi-rugi inti juga diperlukan untuk mengatasi rugi daya pada belitan yang kita sebut rugi-rugi tembaga, Pcu. Jadi
Pin = Pc + Pcu = Pc + I 2f R1 = VI f cos θ
(11)
dengan V dan If adalah nilai-nilai efektif dan cosθ adalah faktor daya. Transformator. Kita awali pembahasan dengan melihat ulang transformator berbeban. Rangkaian transformator berbeban dengan arus beban I 2 , diperlihatkan oleh Gb.17. Tegangan induksi E 2 (yang telah timbul dalam keadaan tranformator tidak berbeban) akan menjadi sumber di rangkaian sekunder dan memberikan arus sekunder I 2 . Arus I 2 ini membangkitkan fluksi magnetik yang melawan fluksi bersama φ (sesuai dengan hukum Lenz) dan sebagian akan bocor, φl2; φl2 yang sefasa dengan I 2 menginduksikan tegangan El 2 di belitan sekunder yang 90o mendahului φl2. φ
I1
φl1 φl2
V1
I2 V2
Gb.17. Transformator berbeban. Dengan adanya perlawanan fluksi yang dibangkitkan oleh arus di belitan sekunder itu, fluksi bersama akan cenderung mengecil. Hal ini akan menyebabkan tegangan induksi di belitan primer juga cenderung mengecil. Akan tetapi karena belitan primer terhubung ke sumber yang tegangannya tak berubah, maka arus primer akan naik. Jadi arus primer yang dalam keadaan transformator tidak berbeban hanya berupa arus magnetisasi I f , bertambah menjadi I1 setelah transformator berbeban. Pertambahan arus ini haruslah sedemikian rupa sehingga fluksi bersama φ dipertahankan dan E1 juga tetap seperti semula. Dengan demikian maka persamaan rangkaian di sisi primer tetap terpenuhi. Karena pertambahan arus primer sebesar I1 − I f adalah untuk mengimbangi fluksi lawan yang dibangkitkan oleh I 2 agar φ dipertahankan, maka haruslah
(
)
N 1 I1 − I f − N 2 I 2 = 0
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
(12)
18/25
Darpublic
www.darpublic.com
Pertambahan arus primer I1 − I f disebut arus penyeimbang yang akan mempertahankan φ. Makin besar arus sekunder, makin besar pula arus penyeimbang yang diperlukan yang berarti makin besar pula arus primer. Dengan cara inilah terjadinya transfer daya dari primer ke sekunder. Arus di belitan primer juga memberikan fluksi bocor di belitan primer, φl1, yang menginduksikan tegangan El1 . Tegangan induksi yang dibangkitkan oleh fluksi-fluksi bocor, yaitu dan El 2 , dinyatakan dengan suatu besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor ekivalen, X1 dan X2, masing-masing di rangkaian primer dan sekunder. Jika resistansi belitan primer adalah R1 dan belitan sekunder adalah R2, maka kita peroleh hubungan untuk rangkaian di sisi primer
V1 = E1 + I1R1 + El1 = E1 + I1R1 + jI1 X1
(13)
untuk rangkaian di sisi sekunder
E2 = V2 + I 2 R2 + El 2 = V2 + I 2 R2 + jI 2 X 2
(14)
Rangkaian Ekivalen Transformator. Secara umum, rangkaian ekivalen adalah penafsiran secara rangkaian elektrik dari suatu persamaan matematik yang menggambarkan perilaku suatu piranti. Untuk transformator, rangkaian ekivalen diperoleh dari tiga persamaan yang diperoleh di atas. Dengan relasi E 2 = E1 / a = E1′ dan I 2 = a I1 = I1′ di mana a = N 1 / N 2 , tiga persamaan tersebut di atas dapat kita tulis kembali sebagai satu set persamaan sebagai berikut. Untuk rangkaian di sisi sekunder, (14) kita tuliskan
E2 =
E1 = V2 + I 2 R2 + jI 2 X 2 a
Untuk rangkaian sisi primer (13), kita peroleh E1 = V1 − I1 R1 − jI1 X 1
sehingga persamaan untuk rangkaian sekunder dapat kita tuliskan
E2 = Karena I1 =
E1 V1 − I1 R1 − jI1 X 1 = = V2 + I 2 R2 + jI 2 X 2 a a
I2 maka persamaan ini dapat kita tuliskan a
V1 I R jI X = V2 + I 2 R 2 + j I 2 X 2 + 2 2 1 + 2 2 1 a a a R X = V2 + R 2 + 21 I 2 + j X 2 + 21 I 2 a a = V2 + (R2 + R1′ ) I 2 + j ( X 2 + X 1′ ) I 2 dengan R1′ =
R1
; X 1′ =
X1
a2 Persamaan (15) ini, bersama dengan persamaan (12) yang dapat kita tuliskan I 2 = a I1 − a I f = I1′ − a I f , memberikan rangkaian ekivalen untuk transformator berbeban. Akan a
2
(15)
tetapi pada transformator yang digunakan pada sistem tenaga listrik, arus magnetisasi hanya sekitar 2 sampai 5 persen dari arus beban penuh transformator. Oleh karena itu, jika I f diabaikan terhadap I1 maka kesalahan dalam menghitung I 2 bisa dianggap cukup kecil. Pengabaian ini akan membuat
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
19/25
Darpublic
www.darpublic.com
I 2 = aI 1 = I 1′ . Dengan pendekatan ini, dan persamaan (15), kita memperoleh rangkaian ekivalen yang disederhanakan dari transformator berbeban. Gb.18. memperlihatkan rangkaian ekivalen transformator berbeban dan diagram fasornya.
I2 = I′1
∼
Re = R2+R′1 V1/a
V1/a V2
jXe = j(X2+ X′1) V2 I2
jI2Xe
I2Re
Gb.18. Rangkaian ekivalen transformator dan diagram fasor. Fluksi Dan Rugi-Rugi Karena Fluksi pada Transformator. Seperti halnya pada induktor, transformator memiliki rugi-rugi inti, yang terdiri dari rugi hiterisis dan rugi arus pusar dalam inti. Fluksi magnetik, rugi-rugi histerisis, dan rugi-rugi arus pusar pada inti dihitung seperti halnya pada induktor. Selain rugi-rugi tembaga pada belitan sebesar Pcu = I 2 R pada belitan ini juga terjadi rugi-rugi tambahan arus pusar, Pl , yang ditimbulkan oleh fluksi bocor. Sebagaimana telah dibahas, fluksi bocor ini menimbulkan tegangan induksi El1 dan El 2 , karena fluksi ini melingkupi sebagian belitan;
El1 dan El 2 dinyatakan dengan suatu besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor ekivalen, X1 dan X2. Selain melingkupi sebagian belitan, fluksi bocor ini juga menembus konduktor belitan dan menimbulkan juga arus pusar dalam konduktor belitan; arus pusar inilah yang menimbulkan rugi-rugi tambahan arus pusar, Pl . Berbeda dengan rugi arus pusar yang terjadi dalam inti, yang dapat diperkecil dengan cara membangun inti dari lapisan-lapisan lembar tipis material magnetik, rugi arus pusar pada konduktor tidak dapat ditekan dengan cara yang sama. Ukuran konduktor harus tetap disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengalirkan arus; tidak dapat dibuat berpenampang kecil. Oleh karena itu rugirugi arus pusar ini perlu diperhatikan. Rugi arus pusar Pl diperhitungkan sebagai proporsi tertentu dari rugi tembaga yang ditimbulkan oleh arus tersebut, dengan tetap mengingat bahwa rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat ferkuensi. Proporsi ini berkisar antara 2% sampai 15% tergantung dari ukuran transformator. Kita lihat dua contoh berikut. Contoh-13: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,05 Ω mengalir arus sinusoidal murni bernilai efektif 40 A. Hitung rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar yang diakibatkan oleh arus ini adalah 5% dari rugi tembaga Pcu = I2R. Penyelesaian: Rugi tembaga Pcu = 40 2 × 0,05 = 80 W Rugi arus pusar 5% × Pcu = 0.05 × 80 = 4 W Rugi daya total pada belitan 80 + 4 = 84 W.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
20/25
Darpublic
www.darpublic.com
Contoh-14: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,05 Ω mengalir arus nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental bernilai efektif 40 A, dan harmonisa ke-7 bernilai efektif 6 A. Hitung rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar diperhitungkan 10% dari rugi tembaga Pcu = I2R. Penyelesaian: Rugi tembaga total adalah 2 Pcu = I rms R = ( 40 2 + 6 2 ) × 0,05 = 81,8 W
Rugi arus pusar komponen fundamental Pl1 = 0,1× I 12rms R = 0,1× 40 2 × 0,05 = 8 W
Rugi arus pusar harmonisa ke-7 Pl 7 = 0,1× 7 2 × I 72rms R = 0,1 × 7 2 × 6 2 × 0,05 = 8,8 W
Rugi daya total adalah Ptotal = Pcu + Pl1 + Pl 7 = 81,8 + 8 + 8,8 = 98,6 W
Contoh-14 ini menunjukkan bahwa walaupun arus harmonisa memiliki nilai puncak lebih kecil dari nilai puncak arus fundamental, rugi arus pusar yang ditimbulkannya bisa memiliki proporsi cukup besar. Hal ini bisa terjadi karena rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat frekuensi. Faktor K untuk Transformator. Faktor K digunakan untuk menyatakan adanya rugi arus pusar pada belitan transformator. Ia menunjukkan berapa rugi-rugi arus pusar yang timbul secara keseluruhan. Nilai efektif total arus nonsinus yang dapat menimbulkan rugi arus pusar adalah k
2 ∑ I nrms
I Trms =
(16)
A
n =1
dengan k adalah tingkat harmonisa tertinggi yang masih diperhitungkan. Dalam relasi (16) kita tidak memasukkan komponen searah karena komponen searah tidak menimbulkan rugi arus pusar. Rugi arus pusar total adalah jumlah dari rugi arus pusar yang ditimbulkan oleh tiap-tiap komponen arus dan tiap-tiap komponen arus menimbulkan rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat frekuensi dan kuadrat arus masing-masing. Jika arus nonsinus ini mengalir pada belitan yang memiliki resistansi R0, dan rugi-rugi arus pusar tiap komponen arus dinyatakan dalam proporsi g terhadap rugi tembaga yang ditimbulkannya, maka rugi arus pusar total adalah PK = gR0
k
2 ∑ n 2 I nrms
(17)
W
n =1
Rugi tembaga total yang disebabkan oleh arus ini adalah Pcu = R0
k
2 2 = R0 I Trms ∑ I nrms
W
(18)
n =1
Dengan (18) maka (17) dapat ditulis sebagai 2 PK = gKR 0 I Trms W
(19)
dengan k
2 ∑ n 2 I nrms
K=
n =1
2 I Trms K disebut faktor rugi arus pusar (stray loss factor).
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
(20)
21/25
Darpublic
www.darpublic.com
Faktor K dapat dituliskan sebagai K=
k
∑n n =1
2
2 I nrms 2 I Trms
=
dengan I n( pu ) =
k
∑ n 2 I n2( pu )
(21)
n =1
I nrms I Trms
Faktor K bukanlah karakteristik transformator melainkan karakteristik sinyal. Walaupun demikian suatu transformator harus dirancang untuk mampu menahan pembebanan nonsinus sampai batas tertentu. CONTOH-15: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,08 Ω mengalir arus nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental, harmonisa ke-3, dan harmonisa ke-11 bernilai efektif berturut-turut 40 A, 15 A, dan 5 A. Hitung: (a) nilai efektif arus total; (b) faktor K; (c) rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar diperhitungkan 5% dari rugi tembaga. Penyelesaian: (a) Nilai efektif arus total adalah I Trms = 40 2 + 15 2 + 5 2 = 43 A
(b) Faktor K adalah K=
40 2 + 3 2 × 15 2 + 112 × 5 2 43 2
= 3,59
(c) Rugi daya total Ptot, terdiri dari rugi tembaga Pcu dan rugi arus pusar Pl. Pcu = 43 2 × 0,08 = 148 W Pl = gPcu K = 0,05 × 148 × 3,59 = 26,6 W Ptot = 148 + 26,6 = 174,6 W
Tegangan Maksimum Pada Piranti Kehadiran komponen harmonisa dapat menyebabkan piranti mendapatkan tegangan lebih besar dari yang seharusnya. Hal ini bisa terjadi pada piranti-piranti yang mengandung R, L, C, yang mengandung harmonisa sekitar frekuensi resonansinya. Berikut ini kita lihat sebuah contoh. CONTOH-16: Sebuah sumber tegangan 50 Hz, 12 kV mempunyai resistansi internal 1 Ω dan reaktansi internal 6,5 Ω. Sumber ini mencatu beban melalui kabel yang mempunyai kapasitansi total 2,9 µF. Tegangan terbangkit di sumber adalah e = 17000 sin ω 0 t + 170 sin 13ω 0 t . Dalam keadaan tak ada beban terhubung di ujung kabel, hitunglah tegangan maksimum pada kabel. Penyelesaian: Tegangan mengandung harmonisa ke-13. Pada frekuensi fundamental terdapat impedansi internal Z 1int ernal = 1 + j 6,5 Ω ;
Z1int = 12 + 6,5 2 = 6,58 Ω
Pada harmonisa ke-13 terdapat impedansi Z 13 int = 1 + j13 × 6,5 Ω ;
Z 13 int = 12 + (13 × 6,5) 2 = 84,5 Ω
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
22/25
Darpublic
www.darpublic.com
Impedansi kapasitif kabel −j Z C1 = = − j1097,6 Ω ; ω 0 × 2,9 × 10 −6
Z C13 =
−j
= − j84,4 Ω
13 × ω 0 × 2,9 ×10 −6
Impedansi total rangkaian seri R-L-C Z 1tot = 1 + j 6,5 − j1097 ,6 Ω ; Z 1tot = 1091,1 Ω Z 13tot = 1 + j13 × 6,5 − j84,4 Ω ; Z 13tot = 1,0 Ω
Tegangan fundamental kabel untuk frekuensi fundamental Z C1 1097,6 V1m = × e1m = × 17000 = 17101 V Z 1tot 1091,1 V13m =
Z C13 Z 13tot
× e13m =
84,4 ×170 = 14315 V 1,0
Nilai puncak V1m dan V13m terjadi pada waktu yang sama yaitu pada seperempat perioda, karena pada harmonisa ke-13 ada 13 gelombang penuh dalam satu perioda fundamental atau 6,5 perioda dalam setengah perioda fundamental. Jadi tegangan maksimum yang diterima kabel adalah jumlah tegangan maksimum fundamental dantegangan maksimum harmonisa ke-13. V m = V1m + V13m = 17101 + 14315 = 31416 V ≈ 31,4 kV
Tegangan ini cukup tinggi dibanding dengan tegangan maksimum fundamental yang hanya 17 kV. Gambar berikut ini memperlihatkan bentuk gelombang tegangan. [kV]
40
v1+v13
30 20 10 0 -10 -20
0
0.005
0.01
0.015
v1
0.02 [detik]
-30 -40
Gb.19. Bentuk gelombang tegangan. Partial Discharge. Contoh-16 memberikan ilustrasi bahwa adanya hamonisa dapat menyebabkan tegangan maksimum pada suatu piranti jauh melebihi tegangan fundamentalnya. Tegangan lebih yang diakibatkan oleh adanya harmonisa seperti ini bisa menyebabkan terjadinya partial discharge pada piranti, walaupun sistem bekerja normal dalam arti tidak ada gangguan. Jika hal ini terjadi, umur piranti akan sangat diperpendek yang akan menimbulkan kerugian finansial besar. Alat Ukur Elektromekanik. Daya sumber dihitung dengan mengalikan tegangan sumber dan arus sumber. Proses ini dalam praktik diimplementasikan misalnya pada alat ukur tipe elektrodinamis dan tipe induksi. Pada wattmeter elektrodinamis, bagian pengukurnya terdiri dari dua kumparan, satu kumparan diam dan satu kumparan berputar. Satu kumparan dihubungkan ke tegangan dan satu kumparan dialiri arus beban. Jika masing-masing arus di kedua kumparan adalah i v = k1 I v sin ωt dan ii = k 2 I i sin( ωt + ϕ) , maka kedua arus menimbulkan medan magnit yang sebanding dengan arus di kedua kumparan. Momen sesaat yang terjadi sebagai akibat interaksi medan magnetik kedua kumparan sebanding dengan perkalian kedua arus m e = k 3 I v sin ωt × I i sin( ωt + ϕ)
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
23/25
Darpublic
www.darpublic.com
Momen sesaat ini, melalui suatu mekanisme tertentu, menyebabkan defleksi jarum penunjuk (yang didukung oleh kumparan yang berputar) ζ yang menunjukkan besar daya pada sistem arus bolak balik. ζ = kI vrms I irms cos ϕ
Pada alat ukur tipe induksi, seperti kWh-meter elektromekanik yang masih banyak digunakan, kumparan tegangan dihubungkan pada tegangan sumber sementara kumparan arus dialiri arus beban. Bagan alat ukur ini terlihat pada Gb.20. S1
S2
S1
S2 piringan
Gb.20. Bagan KWh-meter tipe induksi. Masing-masing kumparan menimbulkan fluksi magnetik bolak-balik yang menginduksikan arus bolak-balik di piringan aluminium. Arus induksi dari kumparan arus ber-interaksi dengan fluksi dari kumparan tegangan dan arus induksi dari kumparan tegangan berinteraksi dengan fluksi magnetik kumpran arus. Interaksi arus induksi dan fluksi magnetik tersebut menimbulkan momen putar pada piringan sebesar M e = kfΦ v Φ i sin β
di mana f adalah frekuensi, Φv dan Φi fluksi magnetik efektif yang ditimbulkan oleh kumparan tegangan dan kumparan arus, β adalah selisih sudut fasa antara kedua fluksi magnetik bolak-balik tersebut, dan k adalah suatu konstanta. Momen putar ini dilawan oleh momen lawan yang diberikan oleh suatu magnet permanen sehingga piringan berputar dengan kecepatan tertentu pada keadaan keseimbangan antara kedua momen. Perputaran piringan menggerakkan suatu mekanisme penghitung. Hadirnya arus harmonisa di kumparan arus, akan muncul juga pada Φi. Jika Φv berbentuk sinus murni sesuai dengan bentuk tegangan maka Me akan berupa hasil kali tegangan dan arus komponen fundamental. Frekuensi harmonisa sulit untuk direspons oleh kWh meter tipe induksi. Pertama karena kelembaman sistem yang berputar, dan kedua karena kWh-meter ditera pada frekuensi f dari komponen fundamental, misalnya 50 Hz. Dengan demikian penunjukkan alat ukur tidak mencakup kehadiran arus harmonisa, walaupun kehadiran harmonisa bisa menambah rugi-rugi pada inti kumparan arus.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
24/25
Darpublic
www.darpublic.com
Daftar Pustaka 1. Sudaryatno Sudirham, “Analisis Rangkaian Listrik”, Bandung, 2002.
Penerbit ITB,
2. Sudaryatno Sudirham, “Analisis Rangkaian Listrik Jilid-1”, Darpublic, Bandung, 2010. 3. Sudaryatno Sudirham, “Analisis Rangkaian Listrik Jilid-2”, Darpublic, Bandung, 2010. 4. Sudaryatno Sudirham, “Analisis Harmonisa Dalam Permasalahan Kualitas Daya”, Catatan Kuliah El 6004, ITB, Bandung, 2008. 5. Vincent Del Toro : “Electric Power System”, Prentice-Hall International, Inc., 1992. 6. Charles A. Gross : “Power System Analysis”, John Willey & Son, 1986. 7. Turan Gönen: ”Electric Power Transmission System Engineering”, John Willey & Son, 1988.
Sudaryatno Sudirham, “Pembebanan Nonlinier (Dampak Pada Piranti)”
25/25