Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
Pembakaran Lanjut Sebagai Penyebab Pecahnya Tube Superheater Steam HP dan MP pada Start-Up Kilang PT Medco Methanol Bunyu Setiyadi dan I Dewa Gede Bayu N. Process Engineering, PT Medco Methanol Bunyu Jl. Dermaga no.1 P. Bunyu Kalimantan Timur, 77181, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak PT Medco Methanol Bunyu mengalami masalah pecahnya tube superheater HP dan MPSteam pada startup Oktober 2002. Indikasi yang menunjukkan kegagalan start-up adalah profil temperatur yang tidak wajar pada lorong flue gas dan suara dentuman dari superheater HP steam (E-102 I/II). Indikasi terjadinya masalah ini dipastikan dengan tidak mampunya sistem steam untuk mencapai tekanan operasinya (kehilangan steam). Menurut analisa material yang dilakukan oleh B4T (Balai Besar Bahan dan Barang Teknik) dan ITB, pecahnya tube superheater disebabkan oleh overheating lokal yang menyebabkan penurunan hardness dan tensile strength dari material. Dan berdasarkan data operasi pada saat start-up kedua (22 Oktober 2002) dan inspeksi lapangan, overheating dipastikan akibat pembakaran lanjut (afterburning) disekitar tube superheater E-102 II dan E-103II . PT Medco Methanol Bunyu faced the failure in the plant start-up in October 2002. Rupture in HP and MP steam superheater tubes indicated the failure. The first indication that showed abnormality is the unusual temperature profile at reformer flue gas duct. The following indication is sound of explosion from the HP steam superheater (E-102 I/II) which considered as hammering phenomena of an extreme condensed steam evaporation in the superheater. Moreover, the inability of steam system to reach its operating pressure (steam lost) ensure the failure in steam superheater. According to material analysis conducted by B4T (an independent organization of testing and material research) and Bandung Institute of Technology, the tubes failure was caused by overheating causing material hardness and tensile strength decrease. Based on the operation data of the second start-up (22 October 2002), and field inspection, the overheating was caused by after burning phenomena. 1.
Pendahuluan
PT Medco Methanol Bunyu mengoperasikan kilang metanol milik pertamina yang menggunakan teknologi LURGI Low Pressure Methanol Synthesis. Kapasitas produksi kilang sebesar 1000 ton/hari dengan konsumsi gas alam pada performance Test (Juli 1986) sebesar 34,13 MMBTU/ton (desain : 32,77 MMBTU/ton). Setelah Turn Around kilang pada tahun 2002 dan beberapa perbaikan dalam pengoperasian kilang, kilang ini dapat mencapai konsumsi gas alam di bawah hasil performance test tahun 1986. Konsumsi gas alam pada periode Mei sampai dengan bulan Juli 2003 rata-rata 33,2 MMBTU/ton dengan volume produksi 950 ton/hari. Proses produksi metanol di PT MMB menghasilkan HP dan MP Steam yang digunakan untuk menggerakkan steam turbine. Saturated HP Steam dengan tekanan 105,5 bar dan temperatur 315 oC dihasilkan oleh waste heat boiler dengan memanfaatkan panas dari reformed gas (Outlet Reformer). HP Steam juga diproduksi di additional boiler dengan kapasitas 20 ton/jam. Additional boiler ini memiliki fungsi utama pada saat start-up dan sebagai penyeimbang jika terjadi kebutuhan steam yang tidak normal. Saturated HP Steam kemudian dipanaskan lanjut di superheater E-102 I/II hingga 505 oC. Saturated MP Steam diproduksi pada tekanan 40 bar dan temperatur 250oC di reaktor methanol synthesis memanfaatkan panas reaksi dari sintesa metanol. Pada saat start-up steam MP belum diproduksi sehingga suplainya didapatkan dengan menurunkan tekanan HP Steam. Seluruh MP steam ini dipanaskan lanjut di superheater E-103 I/II hingga 485 oC. Superheater HP dan MP steam ini disusun di dalam lorong flue gas hasil pembakaran reformer dan memanfaatkan flue gas tersebut sebagai media pemanas.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
1
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
TI 1035
TI 1034
TI 1039
TI 1025
TI 1038 TI 1029
TI 1028
B-101 REFORMER
TI 1030
TI 1031
E-105/II
E-101
E-102/II
E-102/I
E-103/II
E-103/I
E-105/I
S-101 Stack
E-104 C-101 Flue Gas Blower
E-116 Boiler Samping
TI 1014 E-106 Waste Heat Boiler
TI 1032
KETERANGAN: E-101: Pemanas Umpan E-102: Superheater Steam HP E-103: Superheater Steam MP E-104: Pemanas Air Umpan Boiler E-105: Pemanas Udara Pembakaran
Reformed Gas
: Pendingin quenching untuk Kontrol Temperatur Steam
Gambar 1. Sistem Flue gas Reformer 2.
Start-Up Oktober 2002
Start-Up Normal Secara umum, start-up di kilang PT MMB dimulai dengan penyalaan burner di reformer dan pemanasan reformer dan sistem lorong flue gas. Laju pemanasan diatur sebesar 10 oC perjam sampai temperatur flue gas mencapai 100 oC dan setelah itu ditahan pada temperatur tersebut selama 10 jam. Setelah penahanan temperatur, pemanasan dilanjutkan dengan laju pemanasan 20 – 30 oC/jam. Jika temperatur flue gas telah mencapai 150 oC, additional boiler diaktifkan untuk memproduksi steam. Beban additional boiler ditingkatkan secara bertahap agar steam dapat mencapai temperatur dan tekanan operasinya. Tahap berikutnya adalah pemasukan umpan steam ke dalam reformer, jika steam proses telah benarbenar kering (superheated). Tahap ini biasanya dilakukan pada saat temperatur flue gas mencapai 325 oC. Dengan masuknya steam ke dalam reformer, boiler HP Steam utama (E-116) mulai memproduksi steam dengan memanfaatkan steam proses keluaran reformer sebagai media pemanas. Ketika tekanan MP steam telah mencapai 35 bar dan temperaturnya telah mencapai 450oC, MP steam telah siap digunakan sebagai penggerak turbin untuk pompa air umpan HP boiler dan turbin pembangkit listrik. Kedua turbin ini menanggung beban kebutuhan energi kilang secara signifikan. Tahap selanjutnya adalah pemanasan reaktor sintesa metanol dan unit desulfurisasi. Laju pemanasan sebesar 10 – 15 oC/jam Ketika temperatur keluaran reformer mencapai 700 oC dan gas alam telah bebas dari sulfur, Gas alam sudah siap untuk diumpankan ke dalam reformer secara bertahap. Langkah terakhir dari tahapan start-up adalah pengaktifan syn gas compressor yang dilakukan ketika temperatur reaktor telah mencapai 200oC. Indikasi permasalahan pada Start-Up Masalah pada start-up teridentifikasi pertama kali dengan indikasi profil temperatur flue gas yang tidak normal. Temperatur flue gas keluaran E-103 I lebih tinggi dari temperatur masuknya (TI-1028). Temperatur HP Steam keluaran E-102 I (TI-1034) turun sangat tajam dibandingkan dengan temperatur masuknya ke E-102 II (TI-1035). Temperatur MP Steam keluaran E-103 I (TI-1038) juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan temperatur masuknya ke E-103 II (TI-1039). Pada saat itu ketidak wajaran indikasi temperatur tersebut dianggap sebagai indikasi yang tidak benar dari instrumentasi (false indication) walaupun sebenarnya instrumen-instrumen tersebut sudah dikalibrasi.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
2
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
TEMP. oC
Pada start-up pertama, terjadi dentuman yang kuat dari arah sistem flue gas. Dentuman tersebut terjadi pada saat tahap pemanasan reformer ditahan karena adanya perbaikan salah satu control valve pada jalur utama steam MP. Pada saat itu, temperatur flue gas dijaga pada 440 – 450 oC dan tekanan MP Steam sebesar 35 bar. Walaupun demikian start-up tetap terus dijalankan.
900 850 800 750 700 650 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
TIME, HOUR
0
Start Add. Boiler
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Pengumpanan steam ke reformer
Start Turbin Generator
Pemasukan gas alam ke reformer
Start Compresor Reformed Gas
(Tspp>300°C, P >15 bar)
(Ts>450°C, P>34 bar)
(ROT> 700°C )
(Trector >200°C)
Gambar 2. Kurva start-up normal
Identifikasi masalah Masalah pada start-up pertama baru teridentifikasi 10 jam setelah tahap pemasukan umpan steam proses. Beban additional boiler hampir 100% (setara dengan produksi 30 ton/jam steam), namun steam tersebut seperti hilang sehingga tekanan steam HP dan MP tidak dapat mencapai tekanan operasinya. Berdasarkan indikasi ini dan indikasi-indikasi sebelumnya, disimpulkan adanya kebocoran steam pada superheater E-102 I/II atau E-103 I/II, dan diputuskan untuk menghentikan start-up. Hasil inspeksi lapangan setelah start-up pertama menunjukkan 2 tube pada E-102 I (no. 69 dan 70) dan 2 tube pada E-103 I (no. 73 dan 74) pecah. Keempat tube tersebut kemudian dinon-aktifkan dan dilakukan hidrostatic test terhadap seluruh jalur steam. Namun masalah ini muncul kembali pada start-up selanjutnya. Hasil inspeksi lapangan setelah start-up kedua menunjukkan 3 tube E-102 I (no. 68, 71 dan 72) pecah dan beberapa tube disekitar tube yang pecah tersebut melengkung parah. Selain itu 2 tube E-103 I (no 19 dan 79) juga pecah. Kelima tube yang pecah tersebut kemudian dinon-aktifkan. Tube-tube yang rusak terletak pada baris yang terdekat dengan jalur flue gas dari additional boiler. Hal ini mengindikasikan bahwa indikasi temperatur pada E-102 dan E-103 tidak seragam.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
3
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 F -1 0 1 H P S te a m D ru m H P s te a m S u p e rh e a te d
J a lu r M P s te a m S ta rt-U p
J a lu r M P s te a m S ta rt-U p
E -1 0 3 /I E -1 0 6 W a s te H e a t B o ile r
E -1 0 3 /II
E -1 1 6 A d d itio n a l B o ile r E -1 0 2 /II
F -2 0 1 M P S te a m D ru m
R -2 0 1 M e th a n o l R e a c to r
E -1 0 2 /I
M P s te a m S u p e rh e a te d
J a lu r H e a tin g u p R e a k to r
Gambar 3. Sistem HP dan MP steam 3.
Analisa Masalah Start-Up Oktober 2002
Desain E-102 I/II dan E-103 I/II Temperatur operasi normal dari flue gas sebelum E-102/I adalah 856 oC pada beban 100% dan 777 C pada beban 50%. E-102 terdiri dari tiga jenis material yang berbeda 1.4922 (83 tube), 10 Cr Mo 9 10 (83 tube) dan 15 Mo 3 (83 tube), dengan desain temperatur steam HP 570 oC dan tekanan 116 bar. Temperatur operasi normal dari flue gas sebelum E-103/I adalah 651 oC pada beban 100% dan 590 oC pada beban 50%. E-102 terdiri dari tiga material yang berbeda 13 CrMo 44 (83 tube), 15 Mo3 (83 tube), ST.358.I (83 tube), dengan desain temperatur steam MP 550 oC dan tekanan 44 bar. Sebenarnya kondisi operasi pada saat start up th. 2002 masih cukup jauh dibawah temperatur maupun tekanan design dari E-102 I/II dan E-103 I/II. o
Profil Temperatur Flue gas dan Steam yang Tidak Normal Tidak normalnya profil temperatur flue gas (media pemanas superheater) terlihat dari temperaturnya saat keluar dari superheater lebih tinggi (TI-1029) daripada temperaturnya saat masuk ke superheater (TI1028). Selain itu profil temperatur steam juga menunjukkan ketidak normalan dimana temperatur steam setelah proses quenching turun sangat tajam dibandingkan dengan kondisi normal start-up. Tabel berikut menggambarkan kondisi profil temperatur sistem flue gas dan steam pada saat start-up kedua Oktober 2002 Parameter 23/10/02 13:00 18:00 23:00 Normal s/u Desain
TI-1027 Inlet E-102 440 460 490 572 856
TI-1028 Inlet E-103 470 495 502 388 651
TI-1029 Outlet E-103 651 574 497 347 567
TI-1034 HPS Pre-quench 478 498 525 359 550
TI-1035 HPS Post-quench 464 333 235 353
TI-1038 MPS Pre-quench 441 540 527 364 550
TI-1039 MPS Post-quench 446 505 234 359 -
Ketidaknormalan dari profil temperatur pada sistem flue gas dan steam kemungkinan besar disebabkan oleh pembakaran lanjut (after burning) dari kelebihan bahan bakar additional boiler dan terjadi disekitar tube yang pecah. Data start-up menunjukkan ketidaknormalan ini terjadi beberapa jam setelah additional boiler diaktifkan.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
4
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
650 Temperatur (C)
550 450
Start Additional Boiler
350 250
TI 1025 TI1028 TI1029
150 50 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
Waktu (jam) Gambar 4. Indikasi temperatur pada start-up ke-2 Oktober 2002
Temperature (C)
800 700 600 500 400 300 TI-1031
TI-1030
TI-1029
TI-1028
TI-1027
TI-1026
TI-1025
TI-1024
200
Indicator
Normal Temperature Profile (1 Nov 2002 jam 21.00) Abnormal Temperature Profile (23 Okt 2002 jam 13.00)
TI-1039
TI-1035
TI-1038
550 500 450 400 350 300 250 200 TI-1034
Temperature (C)
Gambar 5. Profil temperatur flue gas pembakaran
Indicator Normal Temperature Profile (2 Nov 2002 jam 09.00) Abnormal Temperature Profile (23 Okt 2002 jam 23.00)
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
5
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 Gambar 6. Profil temperatur steam setelah proses pendinginan quenching Pembakaran Lanjut akibat Kesalahan Indikasi Sistem pembakaran pada additional boiler dilengkapi dengan sistem interlock yang menjamin agar kondisi operasi tidak akan merusak peralatan pabrik. Dalam kasus ini, additional boiler dilengkapi dengan interlock yang akan mematikan burner di additional boiler jika udara pembakaran menuju additional boiler terlalu rendah (Flow Alarm Low). Namun, sistem tersebut terkadang tidak bekerja secara normal, terutama pada saat start-up atau setelah plant stop. Kejadian pembakaran dari bahan bakar diluar ruang pembakaran menunjukkan rasio bahan bakar dan udara pembakaran yang tidak tepat pada additional boiler. Hal ini menyebabkan aliran udara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan stokiometri dari pembakaran. Bahan bakar berlebih yang meninggalkan ruang bakar additional boiler dan mengalir ke lorong flue gas, terbakar dengan ekses udara dari ruang bakar reformer di sekitar tube yang pecah. Rasio udara pembakaran dan bahan bakar berupa gas alam di additional boiler dikontrol dengan sistem kontrol rasio FFIC-1011B yang dipasang secara cascade dengan control valve aliran bahan bakar. Rasio tersebut diatur untuk menghasilkan ekses air kira-kira 15% dimana semua bahan bakar diharapkan habis terbakar. Sayangnya, tidak ada analisa laboratorium yang bisa dilakukan untuk menunjukkan kondisi tersebut. Pemeriksaan pada control valve udara pembakaran dan indikasi laju aliran (FR-1011) menunjukkan kesalahan indikasi pada sistem kontrol. Indikasi menunjukkan bahwa laju alir udara pembakaran sebesar 80% (20.000 Nm3/jam) dimana ekses udara sekitar 15%. Namun pada saat itu bukaan control valve hanya 20%. Pada normal operasi, bukaan control valve sebesar 20% (pada tekanan dan temperatur udara yang sama) seharusnya menunjukkan laju alir udara 4.000 – 5.000 Nm3/jam atau ekses udara sebesar –70%. Kesimpulan terjadinya ekses udara negatif yang mengawali pembakaran lanjut ini diperkuat melalui inspeksi lapangan dimana terbentuk lapisan karbon dipermukaan tube air dan saluran flue gas pada additional boiler. FIC-1011
Udara Pembakaran FFIC-1011
HIC-1010
FIC-1010
Gas Alam burner
Gambar 7. Skema kontrol pembakaran pada additional boiler. Load additional boiler diatur dengan HIC-1010 Setelah perbaikan dan kalibrasi control valve menggunakan korelasi normal, start-up kilang ketiga berjalan lancar dan kilang beroperasi normal hingga shut-down berikutnya. Namun sebagai akibat dari dinonaktifkannya tube superheater HP, steam HP tidak pernah mencapai temperatur desain (505oC) dan mengurangi seluruh efisiensi kilang terutama konsumsi steam pada turbin generator
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
6
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
Gambar 8. Pembentukan lapisan karbon pada tube additional boiler 4. Analisa Material Dari inspeksi visual ditemukan pada superheater HP (E-102 I) ditemukan 5 tube pecah dan 3 tube bengkok parah sehingga harus dipotong, dan hampir setengah dari tube sisa telah mengalami deformasi plastik. Sementara pada superheater MP (E-103 I) ditemukan 4 tube pecah. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, tube yang mengalami deformasi plastik mengalami penurunan surface hardness jika dibandingkan dengan tube normal.
HARDNESS (HB)
150,00
Tube mengalami deformasi
100,00 50,00
Tubes tidak mengalami deformasi
1
2
3
4
5
TUBES SAMPLE
Gambar 9. Perbandingan hardness (hardness) tube yang terdeformasi plastik dan tube normal Dari gambar 6 terlihat bahwa tube yang telah mengalami deformasi plastik mengalami penurunan surface hardness sebesar 27,3%. Lebih lagi, berdasarkan hasil analisa laboratorium material ITB, ditemukan bahwa tube yang terdeformasi plastik memiliki ketidak seragaman hardness pada sisi dalam, bagian tengah, dan sisi luar tube.
180,00 170,00 160,00 150,00 140,00 130,00 120,00 110,00 100,00
175,40 155,30
123,40
Dalam
Tengah
Luar
LOKASI PENGUKURAN
SAMPLE 1 - LOKASI B Hardness ( VHN )
KEKERASAN (VHN)
SAMPLE 1 LOKASI A
180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 Dalam
Tengah
Luar
Lokasi pemeriksaan
Gambar 10. Hasil pengukuran hardness sepanjang tebal tube pada tube yang terdeformasi plastik Namun, penurunan hardness sepanjang dinding tube ini juga ditemui pada tube normal. Hanya saja pada tube yang telah terdeformasi plastik, penurunan ini nampak lebih tajam. Hardness dari tube yang
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
7
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
HARDNESS (VHN)
terdeformasi plastik juga lebih rendah dibandingkan dengan tube yang normal, seperti ditunjukkan pada gambar berikut:
190,00 180,00 170,00 160,00 150,00 140,00 130,00 120,00 110,00 100,00
181,10
176,00 175,40 167,70
156,80 155,30
Sample 1B Sample 1A
142,20 136,90
Pembanding
123,40
1
2
3
4
LOKASI PEMERIKSAAN
Gambar 11. Pengukuran Hardness sepanjang ketebalan tube dibandingkan dengan tube normal Dengan mengkonversikan hasil pengukuran hardness ke dalam nilai tensile strength dari tiap sampel, dapat dilihat bahwa terjadi penurunantensile strength dari tube yang terdeformasi jika dibandingkan dengan tube yang normal dan dibandingkan dengan nilai desainnya seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
Tensile Strength (MPa)
600 490.5
500 400
380.7
385.05
sample 1-A
sample 1-B
412.25
300 200 100 0 normal tubes
minimum requirement
Gambar 12. Tensile Strength dari tiap sampel dibandingkan dengan kebutuhan minimum Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi sehingga menyebabkan penurunan surface hardness dan tensile strength. Salah satunya yang disimpulkan adalah kemungkinan perubahan mikrostruktur dari logam yang berpindah dari bentuk pearlite menjadi ferrite yang disebabkan migrasi dari komponen karbon di permukaan tube (dekarburasi). Hilangnya komponen karbon ini sebenarnya dapat disebabkan karena tube tersebut telah beroperasi pada temperatur yang tinggi selama bertahun-tahun. Namun pada tube yang pecah dan mengalami deformasi plastik, dekarburasi diperkirakan dipercepat oleh overheating yang ekstrem akibat pembakaran lanjut. Sehingga nilai hardnessnya lebih rendah dibandingkan dengan tube normal. 5. Kesimpulan Kerusakan pada superheater steam HP dan MP pada start-up kilang MMB Oktober 2002 kemungkinan besar disebabkan oleh fenomena pembakaran lanjut (afterburning) yang disebabkan kegagalan pada sistem udara pembakaran additional boiler. Akibatnya terjadi overheating lokal pada
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
8
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 beberapa tube superheater. Hal ini diperkuat oleh ketidaknormalan profil temperatur dan pembentukan lapisan karbon pada evaporation tube di additional boiler. Hasil dari analisa material menunjukkan bahwa tube yang terdeformasi plastik mengalami penurunan surface hardness, hardness sepanjang dinding tube dan penurunan tensile strength. Kehilangan hardness dan tensile strength kemungkinan disebabkan oleh dekarburasi yang dipercepat oleh overheating lokal yang ekstrem. Akibat kejadian ini PT MMB mengalami kehilangan 23 hari produksi dan penuruna area perpindahan panas pada superheater E-102 I sebesar 12%. 6. Saran Start-up adalah hal yang krusial dalam pengoperasian kilang, karena pada saat itu ada beberapa instrumentasi yang tidak bekerja secara normal setelah shutdown yang lama. Ketidak normalan profil temperatur dan laju alir terhadap bukaan valve harus dianalisa sedini mungkin dan secara menyeluruh. Analisa laboratorium juga penting untuk memastikan bahwa pembakaran berjalan semestinya.
Daftar Pustaka Operasi PT Medco Methanol Bunyu, ”Data operasi start-up Oktober 2002”, Memo internal PT Medco Methanol Bunyu Inspeksi PT Medco Methanol Bunyu, "Laporan Perbaikan E-102 dan E-103", Memo internal PT Medco Methanol Bunyu
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
9