Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
ISBN 978-602-98569-1-0
ANALISIS LAJU PERPINDAHAN PANAS PADA FINAL SUPERHEATER PADA INSTALASI STEAM GENERATOR UNTUK SISTIM PEMBANGKIT DAYA 150 MW Joko Sarsetiyanto, Denny M.E Soedjono, Aprilina Deluk Rahmanita D3 TeknikMesin, FakultasTeknologi Industri, InstitutTeknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia Email:
[email protected] ABSTRACT
In the steam power plant installation, the final superheater is a heat exchange, that plays an important role in generating superheated (high temperature) steam. If at the end of the heating process in the final supeheater the steam temperature is low, so the steam enthalpy is also low. Low steam enthalpy will produce low turbine power. Finally resulting low power plant efficiency. Final superheater is a heat exchanger that is highly influenced by the mechanism of convection and conduction heat transfers. Convection heat transfer is influenced by the speed and fluid flow pattern, while conduction is affected by the thermal conductivity of the material/substance of the heat exchanger pipe. The heat exchanger which has been operated for several time, will surely experience change the performance. To find these changes, the analysis/calculation of the heat transfer efficiency in the final superheater has been conducted. The calculation using log mean temperature difference (LMTD) methode. The result shows that the LMTD at commissioning conditions is 529.779 oK and at existing conditions is 502.750 oK. So there was already decrease of 5.10 %. While the rate of heat transfers in the final superheater (qs) at commissioning conditions is 44668.319 kW, while at existing conditions is 42525.977 kW. So there was already decrease of 4.80 %. Key words: kunci : final superheater, rate of heat transfer, LMTD ABSTRAK
Pada instalasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), final superheater adalah alat penukar kalor yang berperan penting dalam menghasilkan uap panas lanjut yang bertemperatur tinggi. Jika pada tahap akhir pemanasan di final supeheater temperatur uap yang dihasilkan rendah, berarti enthalpy uap juga rendah. Akibatnya daya yang dihasilkan oleh turbin juga rendah. Daya turbin yang rendah dapat mengakibatkan effisiensi instalasi instalasi pembangkit daya juga rendah. Final superheater adalah sebuah alat penukar kalor yang kinerjanya sangat dipengaruhi oleh mekanisme perpindahan panas konveksi dan konduksi yang terjadi didalamnya. Perpindahan panas konveksi sangat dipengaruhi oleh kecepatan dan pola aliran fluida. Sedangkan perpindahan panas konduksi dipengaruhi oleh konduktifitas termal material/bahan pipa alat penukar kalor. Pada alat penukar kalor (final superheater) yang sudah dioperasikan beberapa lama tentu akan mengalami perubahan kinerja. Untuk mengetahui perubahan tersebut maka dilakukan analisis/perhitungan effisiensi perpindahan panas. Perhitungan menggunakan metode log mean temperature difference (LMTD) dengan data komisioning dan data eksisting. Dari hasil perhitungan pada saat PLTU mendapat beban penuh (150 MW) dapat diketahui bahwa LMTD pada kondisi komisioning 529,779 oK dan pada kondisi eksisting 502,750 oK. Jadi sudah ada penurunan sebesar 5,10 %. Sedangkan penyerapan kalor pada final superheater (qs) untuk kondisi komisioning 44668,319 kW, sedangkan untuk kondisi eksisting 42525,977 kW. Jadi sudah ada penurunan sebesar 4,80 %. Kata kunci : final superheater, laju perpindahan panas, LMTD
B - 65
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
ISBN 978-602-98569-1-0
PENDAHULUAN
Dalam PLTU superheater adalah alat penukar kalor yang berfungsi melakukan pemanasan tahap akhir dari uap air yang dihasilkan boiler sehingga menjadi uap kering yang bertemperatur tinggi. Konstruksi superheater terdiri dari jajaran pipa pipa yang didalamnya berisi uap air dan dilingkungan luarnya gas panas hasil pembakaran yang telah melewati boiler. Boiler menghasilkan uap jenuh, kemudian uap jenuh tersebut dipanaskan lebih lanjut di superheater agar menjadi uap panas lanjut. Permasalahannya adalah: setelah dioperasikan beberapa aka nada kerak yang menghambat laju perpindahan panas. Untuk mengetahui besarnya kalor yang hilang karena terhambat oleh kerak tersebut maka dilakukan analisis perpindahan panas pada superheater. Analisis menggunakan metode log mean temperature difference. TINJAUAN PUSTAKA
Perpindahan panas adalah perpindahan energi panas/kalor sebagai akibat adanya perbedaan temperatur (level energy kalor). Perpindahan panas yang terjadi pada final superheater adalah perpindahan panas konveksi dan konduksi. Perpindahan Panas Konduksi Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas yang bergantung terhadap aktivitas pada level molekuler. Untuk menghitung laju perpindahan panas konduksi satu dimensi pada dinding pipa superheater, digunakan hukum Fourier yaitu : (Ref.3 hal..136) , 1) Keterangan: = Laju perpindahan panas kearah radial ® positif k = Konduktivitas panas (W/moK) adalah karakteristik individu material A = Luasan yang tegak lurus arah perpindahan panas (m2) = Gradient Temperatur Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat dengan fluida yang bergerak. Perpindahan panas konveksi didukung oleh gerakan acak molekuler dan gerakan makroskopik dari fluida diantara permukaan dan lapisan batas. Selain itu konveksi dikategorikan berdasarkan penyebab terjadinya aliran fluida. Jika aliran fluida disebabkan oleh faktor eksternal disebut konveksi paksa. Jika aliran fluida dihasilkan oleh tarikan gaya buoyancy yang dihasilkan oleh adanya variasi massa jenis fluida, maka disebut konveksi bebas. Untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi dapat menggukanan persamaan law of Cooling: (Ref.3 hal. 8) 2) Keterangan : q = Laju Perpindahan Panas (Watt) h = Koefisien konveksi (W/m2 oK) A = Luasan permukaan perpindahan Panas (m2) = Temperatur permukaan padat (oK) = Temperatur fluida pada free stream (oK) Perpindahan Panas Konveksi di Dalam Pipa 1) Aliaran Laminer Untuk aliran laminar korelasi Nusselt yang dapat digunakan adalah: (Ref.3 hal. 538) 3) 2) Aliran Turbulen Untuk aliran turbulen fully developed korelasi untuk menghitung bilangan Nusselt yang dapat digunakan adalah korelasi Dittus Boelter: B - 66
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
(Ref. 3 hal. 544)
dimana n = 0,4 untuk proses heating (Ts dengan:
ISBN 978-602-98569-1-0
4)
m)
dan n = 0,3 untuk proses cooling (Ts< Tm)
keterangan: :beda temperatur rata rata antara fluida panas dan fluida dingin (oK) : temperatur rata rata fluida panas (oK) : temperatur rata rata fluida dingin (oK) Perpindahan Panas Konveksi di Luar Pipa Korelasi untuk menghitung bilangan Nusselt dapat dicari dengan persamaan di bawah ini tergantung pada besarnya Reynolds number dan Prandtl number. (Ref.3, hal. 469)
5)
dimana:
: Nusselt number : Reynolds number : Prandtl number :Prandtl number pada temperatur surface : Konduktivitas termal fluid film (W/m2K) : Diameter luar tube : Jumlah jajaran tube C1 : factor koreksi (tabel Incropera) Untuk mendapatkan koefisien di atas maka perlu dihitung terlebih dahulu variabel penyusunnya. Bilangan Reynolds untuk aliran flue gas (gas buang) dengan Vgmax adalah : Kecepatan aliran sisi shell (Vgmax) dapat dihitung dengan persamaan berikut tergantung pada dimana Vgmax terjadi. Apaakah di A1 atau pada A2.
Gambar 1. Susunan Tube (a) Aligned, (b) Staggered (Ref.3 hal. 469) Pada susunan aligned kecepatan maksimum terjadi pada A1, oleh karena itu dicari dengan menggunakan persamaan berikut: (Ref.3 hal. 471) 6)
B - 67
dapat
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
ISBN 978-602-98569-1-0
Sedangkan untuk susunan staggred kecepatan maksimum dapat terjadi di A1 atau dapat pula terjadi pada A2. Dan bila terjadi di A2 maka: ([4], hal 471) (Ref.3 hal. 471) 7) terjadi pada A2, jika:
8)
(Ref.3 hal. 471)
Kecepatan gas masuk pada jajaran pipa yang diukur pada temperatur gas buang masuk 9)
Keterangan: : laju aliran massa gas buang gas buang : massa jenis gas buang
: Kecepatan maksimum fluida : Diameter hidrolis : jumlah pipa dalam satu row/baris : panjang pipa Overall Heat Transfer Coefficient Overall heat transfer coeficient adalah total koefisien perpindahan panas yang terjadi pada suatu sistim perpindahan panas yang ditinjau. Secara umum overall heat transfer coeficient dapat dicari dengan rumus berikut: 10) Pada superheater tahanan termal total untuk sistem di atas adalah penjumlahan tahanan konveksi aliran di dalam pipa, tahanan konduksi pada material pipa dan tahanan konveksi aliran di luar pipa. 11) keterangan: : Overall heat transfer coefficient : koefisien konveksi di dalam pipa : koefisien konveksi di luar pipa : Jari jari luar pipa : Jari jari dalam pipa
pada kondisi komisioning
Laju Perpindahan Panas pada Alat Penukar Kalor Perbedaan temperatur yang terjadi di sepanjang pipa alat penukar kalor tidak linier. Perbedaan temperatur rata-rata dicari dengan metode LMTD (log mean temperature difference). Oleh karena itu laju perpindahan panas yang terjadi dihitung berdasarkan persamaan berikut: 12) Tlm : adalah log mean temperature difference (LMTD) A : adalah luan permukan perpindahan panas keseluruhan (m2) 13) 14)
Dengan nilai F faktor koreksi. (correction factor for a shell and tube heat exchanger with one shell and any multiple of two tube phases).
B - 68
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
ISBN 978-602-98569-1-0
Gambar 2. Faktor Koreksi LMTD untuk Heat Exchanger Aliran Silang dengan Satu Fluida Bercampur dan yang lain Tidak Bercampur. Ref.3 hal.556 3th ed. Proses Pembakaran Bahan Bakar Pembakaran adalah reaksi kimia yang terjadi antara material yang dapat terbakar dengan oksigen pada volume dan temperatur tertentu. Reaksi Kimia Pembakaran Dalam proses pembakaran, unsur-unsur dalam bahan bakar yang dapat membentuk reaksi pembakaran dengan oksigen adalah karbon, hidrogen dan sulfur. Karena itu proses pembakaran bahan bakar tidak lain adalah terbentuknya reaksi pembakaran antara ketiga unsur tersebut dengan oksigen. Reaksi pembakaran untuk ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut:(Ref. 5) Reaksi Pembakaran Karbon - Pembakaran karbon sempurna Karbon + Oksigen Karbon Dioksida C + O2 CO2 (panas yang dihasilkan sebesar 8100 ) - Pembakaran karbon tidak sempurna Karbon+ Oksigen Karbon Monoksida 2 C + O2 2 CO (panas yang dihasilkan sebesar 2370 ) Reaksi Pembakaran Hidrogen Hidrogen + Oksigen 2 H2 + O2 (panas yang dihasilkan sebesar 34000
Air 2 H2O
)
Reaksi Pembakaran Sulfur Sulfur + Oksigen Sulfur Dioksida S + O2 SO2 (panas yang dihasilkan sebesar 2500 ) Kebutuhan Udara Bahan Bakar Jika susunan bahan bakar diketahui, maka dapat dihitung jumlah kebutuhan udara pembakaran untuk pembakaran yang sempurna. (Ref. 2 hal 71) Pembakaran Sempurna Karbon (C) Karbon + Oksigen Karbon Dioksida C + O2 CO2 1 atom C + 1 mol O2 1 mol CO2 12 kg C+ 32 kg O2 44 kg CO2 1 kg C memerlukan Pembakaran Sempurna Hidrogen (H) Hidrogen + Oksigen Air B - 69
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
2 H2 + O2 2 atom H2+ 1 mol O2 4 kg H2+ 32 kg O2 1 kg H2 memerlukan
ISBN 978-602-98569-1-0
2 H2O 2 mol H2O 36 kg H2O
Pembakaran Sempurna Sulfur (S) Sulfur + Oksigen Sulfur Dioksida S + O2 SO2 1 atom S + 1 mol O2 1 mol SO2 32 kg S+ 32 kg O2 64 kg CO2 1 kg S memerlukan Kebutuhan O2 teoritis adalah jumlah O2 teoritis yang diperlukan oleh karbon, O2 teoritis yang diperlukan oleh hidrogen dan O2 teoritis yang diperlukan oleh sulfur. Tetapi biasanya didalam bahan bakar juga terdapat sedikit oksigen dan dianggap akan bereaksi dengan hidrogen dalam bahan bakar tersebut. Karena itu hidrogen yang bereaksi dengan oksigen yang berasal dari udara akan berkurang sebanyak , sehingga kebutuhan oksigen teoritis total menjadi: Karena 100 kg udara mengandung 23,2 kg O2, maka 1 kg oksigen dikandung dalam 4,31034 kgudara, sehingga kebutuhan udara teoritis (TA) dapat dihitung dengan persamaan: dimana: C : % karbon per kg bahan bakar H : % hidrogen per kg bahan bakar O : % oksigen per kg bahan bakar S : % sulfur per kg bahan bakar Kebutuhan Udara Lebih (Excess Air) Dalam prakteknya, pembakaran sempurna dengan udara teoritis sangat sulit dicapai karena pada kenyataannya, disebabkan oleh beberapa faktor bahwa tidak semua oksigen dapat bertemu dan bereaksi dengan unsur unsur dalam bahan bakar. Karena itu, untuk menjamin terlaksananya proses pembakaran sempurna, maka diberikan sejumlah udara lebih (excess air). Tetapi jika excess air terlalu tinggi maka akan membawa panas keluar cerobong dan jumlah udara harus merupakan kompromi antara bertujuan untuk menciptakan pembakaran sempurna serta usaha untuk mengurangi kerugian panas ke cerobong sekecil mungkin. Pemberian udara lebih, yakni dengan memasukkan lebih banyak udara kedalam ruang bakar akan mengurangi kerugian panas dalam hal kerugian karbon yang tidak terbakar. Tambahan oksigen akan bereaksi dengan karbon sehingga akan menurunkan kadar karbon dalam abu. Selain itu juga akan mengurangi kandungan CO dalam gas buang, sehingga mengurangi kerugian gas yang tidak terbakar. Jika udara lebih ditingkatkan lagi, kerugian pembakaran akan menurun tetapi keuntungan tersebut akan dikompensasi oleh kenaikan daya fan serta peningkatan kehilangan panas karena gas buang.(Ref.5 hal 46) Excess air dapat diketahui dengan rumus: 15) atau jika kadar CO2 dalam flue gas dapat terdeteksi, maka excess air dapat dihitung dengan persamaan: 16)
dimana: B - 70
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
EA : excess air (kebutuhan udara lebih) AA : actual air (udara sebenarnya) TA : theoritical air (kebutuhan udara teoritis)
ISBN 978-602-98569-1-0
17)
METODE
Menghitung prosentase produk pembakaran bahan bakar (gas). Prosentase ini akan digunakan untuk menghitung/mendapatkan properties gas. Selanjutnya properties gas digunakan untuk menghitung koefisien konveksi. 1. Menghitung koefisien konveksi rata-rata di luar pipa. 2. Menghitung temperatur rata-rata uap panas lanjut di dalam pipa. 3. Mendapatkan properties uap panas lanjut menghitung nilai perpindahan panas dalam pipa. 4. Menghitung koefisien konveksi rata-rata di dalam pipa. 5. Menghitung laju perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor. 6. Menghitung prosentase penyerapan kalor pada final superheater. 7. Membandingkan hasil perhitungan dengan data komisioning dan data eksisting. Boiler pada PLTU yang dibahas di desain untuk bahan bakar minyak. Kemudian pada 1994 boiler dimodifikasi menjadi bahan bakar gas (gas firing) maupun kombinasi keduanya. Berikut merupakan spesifikasi boiler PLTU yang dimaksud: Type : IHI-FW SR single drum type Reheat steam flow : 523.000 kg/jam Superheater outlet : 173,8 kg/cm2gx 541 °C Reheat outlet : 31,2 kg/cm2g x 541 °C Reheat inlet : 32,9 kg/cm2g x 316 °C Bahan bakar :Residual oil/natural gas Temperatur udara luar : 32 °C Temperatur gas buang : 131 °C Tekanan udara luar : 1 atm Tahun pembuatan : 1987 Kapasitas : 643 ton/jam Draft System : Forced Draft HASIL DAN PEMBAHASAN Data Perhitungan
Tabel 1 Data Performance Final Superheater Boiler Kondisi Komisioning dan Kondisi Eksisting Sampling Location : PLTU unit 4 9 9 Agustus Februari No. Keterangan Satuan 1994/ 2016/ 09:00 09:00 MW 150 150 1 Generator load
B - 71
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
2
3
4
5
6
A. final superheater inlet temperatur B. final superheater inlet temperatur A. final superheater outlet temperatur B. final superheater outlet temperatur Steam flow
ISBN 978-602-98569-1-0
o
C
435
445,905 5
o
C
444
449,785 2
o
C
540,3
540,966 2
o
C
545,2
539,924 7
448,50
472,138
525400, 00 1084,00
523600
T/h
3 Burner flue Nm /h gas flow 8 Burner flue gas pressure Kg/cm2g Kg /h 9 Flue gas flow o 10 Flue gas C temperature inlet
7
Hasil Perhitungan No. 1 2 3 4
NO. 1. 2. 3.
31503,0 0 1,81
35396,7 50 2,139
1060
Tabel 2. Analisis Hasil Bahan Bakar Keteranga Satuan Komisioning Aktual n % 23,64 23,12 % 17,47 18,06 % 28,15 27,90 % 30,74 30,92 Tabel 3. Properties Uap DATA DATA KOMISIONI SEKARAN KETERANG NG G AN TC = 764,125 TC = K 764,1475 K 2,1280
2,1300
92,4700
93,2500
0,2877
B - 72
0,2864
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
4. 5. 6.
ISBN 978-602-98569-1-0
1,0130
56,1000
265,5000
1,0130
56,4000
266,6000
Tabel 4: Properties Flue Gas
No. 1.
Data Eksistin Data Komisioning Keterangan g Th= 1357 K Th= 1333 K 1,4854
1,414
2.
0,2125
0,2217
3.
186,3425
162,88
4.
0,7876
0,790
5.
92,4119
84,498
6.
484,222
444,49
Tabel 5. Hasil Perhitungan PERPINDAHAN PANAS DI DALAM PIPA No. Keterangan Kondisi Kondisi komisioning eksisting 1. ReD 80028,710 83898,870 2. NUD 193,449 200,898 3. hi 347,836 363,162 PERPINDAHAN PANAS DI LUAR PIPA No. Kondisi Kondisi Komisioning eksisting 1. Tho 1230,9711 1207,217 2. ReDmax 3066,1523 3321,774 3. qt 68603,7040 64823,426 4. Prs 0,8068 0,779 5. NUD 38,2580 41,168 6. hO 92,7950 91,302 PERPINDAHAN PANAS FINAL SUPERHEATER No. Kondisi Kondisi Keterangan komisioning eksisting 1. U ( 69,228 69,094 2. 529,779 502,750 (K) 3. 44.668,319 42.525,977 ( kW) 4. (kW) 414.945,060 448.800,264
B - 73
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
5.
ISBN 978-602-98569-1-0
10,770
(%)
9,480
Berdasarkan hasil perhitungan perpindahan panas pada final superheater untuk kondisi komisioning dan kondisi eksisting pada sata PLTU mendapat beban penuh 150 MW dapat dilakukan interpretasi sebagai berikut: Dari tabel 7.5 diperoleh koefisien konveksi di sisi dalam pipa hi =347,836 W/m2K untuk kondisi komisioning dan hi = 363,162 W/m2K untuk kondisi eksisting. Naiknya hi ini karena laju massa uap yang diproduksi ditingkatkan. Hal ini terdeteksi dari ReD yang meningkat tajam dari 80028,71 kondisi komisioning menjadi 83898,87 kondisi eksisting. Sedangkan koefisien konveksi disisi luar pipa ho telah terjadi penurunan dari 92,795 W/m2K untuk kondisi komisioning menjadi 91,302 W/m2K untuk kondisi eksisting. Hal ini jelas menunjukkan bahwa sudah ada hambatan termal (kerak) dii dinding luar pipa. Selanjutnya dari hasil perhitungan koefisien perpindahan panas total U = 69,228 W/m2K untuk kondisi komisioning menjadi 69,094 W/m2K. Penurunan nilai U ini mempertegas bahwa telah terjadi penambahan hambatan perpindahan panas pada final superheater. Faktor-faktor tersebut diatas mengakibatkan penyerapan kalor pada final superheater menjadi menurun seperti terlahat pada diagram berikut ini:
Penyerapan Kalor (%)
12 10 8 6 4 2
Perbandingan Panas yang Dihasilkan Bahan Bakar dengan Penyerapan Panas pada Final Superheater Komisioning Eksisting
Gambar 3. Grafik Perbandingan Kalor yang dihasilkan Bahan Bakar dengan Penyerapan Kalor pada Final Superheater boiler Kondisi Komisioning dengan Kondisi Eksisting Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa penyerapan kalor pada kondisi komisioning sebesar 44.668,319 kW dan penyerapan kalor pada kondisi eksisting sebesar 42.525,977 kW. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa telah terjadi penurunan penyerapan kalor sebesar 2142,342 kW atau 4,80 %. Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat dianalisis sebagai berikut: terjadinya penurunan penyerapan kalor pada final superheater dikarenakan adanya penurunan laju perpindahan panas pada kondisi eksisting. Faktor utama penyebab terjadiinya penurunan laju perpindahan panas adalah menurunnya nilai overall heat transfer coefficient dan nilai log mean temperature difference. Penyebab menurunnya nilai overall heat transfer coefficient adalah adanya kerak yang melapisi baik sisi luar maupun sisi dalam dinding pipa uap. Kerak tersebut bersifat menghambat laju perpindahan panas atau memperkecil koefisien perpindahan panas (Us), berdasarkan persamaan berikut: dimana: s : Overall heat transfer coefficient (W/m2K) kondisi eksisting : koefisien konveksi di dalam pipa : koefisien konveksi di luar pipa : Jari jari luar pipa : Jari jari dalam pipa Rf i : Faktor hambatan panas pada kerak dalam pipa (m2K/W) Rfo: Faktor hambatan panas pada kerak di luar pipa (m2K/W) B - 74
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
ISBN 978-602-98569-1-0
Penurunan nilai overall heat transfer coefficient tersebut akan mempengaruhi temperatur uap yang keluar dari final superheater sehingga pada akhirnya juga berkontribusi dalam penurunan nilai log mean temperature difference. Jadi pada akhirnya laju perpindahan panas (laju penyerapan kaor) yang terjadi pada final superheater juga mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari persamaan: , dimana adalah log mean temperature difference. KESIMPULAN
1. Dengan beban plan 150 MW, laju perpindahan panas pada final superheater pada kondisi komisioning sebesar kW. Sedangkan pada kondisi eksisting sebesar kW. Jadi telah terjadi penurunan sebesar 2142,342 kW atau terjadi penurunan sebesar 4,80 %. 2. Dengan beban plan 150 MW, prosentase penyerapan kalor pada final superheater (q) dengan panas yang dihasilkan bahan bakar (qbb) pada kondisi komisioning sebesar 10,77 % dan kondisi eksisting sebesar 9,48 %. Jadi telah terjadi penurunan sebesar 1,34 %. Penurunan tersebut disebabkan sudah terjadi kerak yang bersifat menghambat laju perpindahan panas pada dinding pipa final superheater. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Analisa Unjuk Kerja Boiler terhadap Penurunan Daya pada PLTU PT. Indonesia Power UBP Perak (url:http://digilib.its.ac.id/public/ITS-undergraduate-9675paper.pdf) Djokosetyardjo, M.J. 2003, Ketel Uap , Jakarta. Incropera, Frank P. Bregman Theodore L, Lavine Andrinne S, Dewitt David P, 2011, Fundamental of Heat and Mass Transfer 7th United State of America: John Willey & Sons, Inc. Marpaung, Ir. Parlindungan, Prinsip Teknik Konservasi Energi Pada Boiler (url:http://www.uplftindonesia.com/media/CEMseminar7Cprinsip.pdf) Bahan Bakar . Unit Pendidikan dan Pelatihan Suralaya. UNEP 2008, United Nation Environment Program.
B - 75
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
-
ISBN 978-602-98569-1-0
Halaman ini sesengaja dikosngkan -
B - 76