Pembahasan KemenKes RI (19 Juli 2012) RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 26, Pasal 27 ayat (5), dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan ketentuan Pasal 15 ayat (3), dan Pasal 19 ayat (5) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan; Mengingat
: 1. Pasal 4 ayat (1), Pasal 18, Pasal 28 C, Pasal 28 H ayat (1), ayat (3), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256); MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PRESIDEN TENTANG JAMINAN KESEHATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. 2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
-23. Dewan Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disingkat DJSN adalah Dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional. 4. Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan. 5. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program Jaminan Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 6. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. 7. Cacat total tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. 8. Manfaat adalah faedah jaminan yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya. 9. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. 10. Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah. 11. Pekerja tidak menerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri. 12. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. 13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 14. Pemutusan Hubungan Kerja yang selanjutnya disebut PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha berdasarkan peraturan perundang-undangan. 15. Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan. 16. Iuran tambahan jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan peserta yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang. 17. Keluarga adalah suami atau istri yang sah dan 3 (tiga) anak yang menjadi tanggungan pekerja yang terdaftar pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
-318. Fasilitas kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat. 19. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 20. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 22. Anggota Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut Anggota TNI adalah personil/prajurit alat negara di bidang pertahanan yang melaksanakan tugasnya secara matra di bawah pimpinan Kepala Staf Angkatan atau gabungan di bawah Pimpinan Panglima TNI. 23. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Anggota POLRI adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melaksanakan fungsi kepolisian. 24. Pegawai Negeri Sipil adalah pegawai negeri yang diserahi tugas dalam jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Catt : Konfirmasi kementerian PAN Askes: perlu definisi pelayanan gawat darurat, pelayanan primer, sekunder, klinik, puskesmas, klinik utama, klinik pratama, pendekatan kedokteran keluarga BAB II PESERTA DAN KEPESERTAAN Bagian Kesatu Peserta Jaminan Kesehatan Pasal 2 Peserta jaminan kesehatan meliputi: a. penerima bantuan iuran jaminan kesehatan; b. pekerja penerima upah dan anggota keluarganya; dan c. pekerja tidak menerima upah dan anggota keluarganya. Pasal 3
-4(1)
(2)
Peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi: a. penduduk yang tergolong kelompok masyarakat fakir miskin dan tidak mampu; b. pekerja yang mengalami PHK lebih dari enam bulan, tetapi belum memperoleh pekerjaan dan tidak mampu; dan c. orang cacat total tetap dan yang tidak mampu. Penentuan kepesertaan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan dan status/kondisi kecacatan peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4 Peserta pekerja penerima upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi: a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiunnya; b. anggota TNI dan penerima pensiunnya; c. anggota POLRI dan penerima pensiunnya; d. penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI; dan e. penerima pensiun bulanan bukan PNS/TNI/POLRI yang iurannya dipotong dari penerimaan pensiun bulanannya. untuk pekerja penerima upah dan non-penerima upah dihitung pajaknya
(1)
(2)
Penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.
Pekerja formal
b. Pekerja yang bekerja pada pekerjaan informal (ex: Pembantu Rumah Tangga, pegawai klinik, karyawan kantor notariat, dll)
Pasal 5 (1)
Peserta pekerja tidak menerima upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c antara lain meliputi: a. pekerja yang tidak memiliki hubungan kerja. b. purna bhakti yang bukan penerima pensiun bulanan; c. bukan pekerja yang mampu membayar iuran
(2)
pekerja yang tidak memiliki hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah …..( aturan Kemenakertrans)
(3)
purna bhakti yang bukan penerima pensiun bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah penerima pensiun dalam bentuk lumpsum.
(4)
bukan pekerja yang mampu membayar iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Pasal 6
-5Anggota keluarga pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan c meliputi : a. satu orang isteri atau suami yang sah dari pekerja; dan b. anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari pekerja dengan kriteria: 1) belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun; atau 2) berusia 21 (dua puluh satu) tahun sampai 25 (dua puluh lima) tahun tetapi masih melanjutkan pendidikan formal, tidak atau belum pernah menikah, tidak mempunyai penghasilan sendiri dan masih menjadi tanggungan pekerja. Bagian Kedua Kepesertaan Jaminan Kesehatan Pasal 7 (1)
Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dikembangkan secara bertahap hingga mencakup seluruh penduduk.
(2)
Pengembangan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a. Tahap pertama meliputi : 1) penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, 2) pegawai negeri sipil dan anggota keluarga; 3) anggota TNI/Polri dan anggota keluarga; 4) penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil, TNI/POLRI dan anggota keluarga; dan 5) peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya sejak tanggal 1 Januari 2014. b. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai peserta BPJS paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan kepesertaan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan roadmap yang ditetapkan oleh Menteri. Alt : …….. Roadmap yang merupakan lampiran dari Perpres.
Bagian Ketiga Peserta Yang Mengalami PHK Pasal 8 (1)
Peserta yang mengalami PHK, tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK tanpa membayar iuran.
(2)
Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran sendiri setelah bekerja kembali.
-6(3)
Dalam hal peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) secara fisik tidak mampu bekerja kembali dan/atau tidak mampu membayar iuran, maka yang bersangkutan berhak menjadi peserta PBI.
Usulan Kemenakertrans: Pasal... (1) Ketentuan peserta jaminan kesehatan yang mengalami PHK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dilaksanakan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Adanya perjanjian bersama antara pengusaha dengan pekerja; b. Adanya surat keterangan PHK dari perusahaan bahwa yang bersangkutan mengalami PHK disertai dengan bukti alasan PHK; atau c. Adanya putusan pengadilan hubungan industrial yang telah memenuhi kekuatan hukum tetap. (2) Perjanjian bersama atau surat keterangan PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus diketahui oleh dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. (3) Pada saat pekerja yang mengalami PHK melaporkan kepada dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan harus menyampaikan surat pernyataan bahwa yang bersangkutan belum bekerja lagi. Pasal... (1) Peserta jaminan kesehatan yang mengalami PHK karena tidak mampu melakukan pekerjaan disebabkan cacat total harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Dibuktikan dengan surat keterangan dokter mengenai kecelakaan dan kecacatan; b. Adanya surat keterangan PHK dari perusahaan bahwa yang bersangkutan mengalami kecelakaan kerja yang disahkan oleh instansi yang membidangi ketenagakerjaan setempat. (2) Dalam hal pekerja yang mengalami kecelakaan kerja sehingga tidak mampu melakukan pekerjaan setelah melebihi waktu 12 (dua belas) bulan tidak mengajukan permohonan PHK, maka pekerja tetap membayar iuran yang menjadi kewajibannya. (3) Dalam hal upah yang pekerja terima setelah mengalami cacat dan tidak mampu melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi untuk membayar iuran yang menjadi kewajibannya, maka iuran jaminan kesehatan yang bersangkutan ditanggung oleh pemerintah. Pasal... (1) Dalam hal pekerja yang mengalami PHK telah menjadi peserta PBI dan telah bekerja kembali, maka yang bersangkutan wajib melaporkan kepada kepala desa atau lurah setempat dengan melampirkan bukti telah bekerja termasuk besarnya
-7upah yang diterima dengan tembusan kepada Kepala instansi yang membidangi ketenagakerjaan setempat. Penjelasan: Yang dimaksud dengan bukti telah bekerja kembali adalah perjanjian kerja atau surat pengangkatan termasuk besarnya upah. (2) Dalam hal pekerja yang di PHK dan telah menjadi peserta PBI telah bekerja kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka yang bersangkutan wajib membayar iuran jaminan kesehatan.
Bagian Keempat Perubahan Status Kepesertaan Pasal 9 (1)
Perubahan status kepesertaan dari peserta PBI menjadi bukan peserta penerima PBI atau sebaliknya tidak mengakibatkan terputusnya hak atas jaminan kesehatan.
(2)
Mekanisme perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh BPJS setelah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait. BAB IV PENDAFTARAN PESERTA Bagian Kesatu Pendaftaran Peserta Penerima Bantuan Iuran Pasal 10
(1)
Pemerintah mendaftarkan penerima bantuan iuran dan anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS.
(2)
Pendaftaran peserta penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Catt: disesuaikan dengan RPP PBI Bagian Kedua Pendaftaran Peserta Pekerja Penerima Upah Pasal 11 Seluruh pemberi kerja, baik yang telah menyediakan jaminan kesehatan maupun yang belum menyediakan jaminan kesehatan bagi pekerjanya, wajib mendaftarkan pekerjanya. Pasal 12
-8(1)
(2)
Pemerintah mendaftarkan Pegawai Negeri Sipil Pusat dan anggota keluarganya, Anggota TNI/POLRI dan anggota keluarganya, penerima pensiun PNS Pusat, PNS daerah, TNI/POLRI dan anggota keluarganya sebagai peserta jaminan kesehatan per tanggal 1 Januari 2014 kepada BPJS. Pemerintah Daerah mendaftarkan Pegawai Negeri Sipil daerah dan anggota keluarganya sebagai peserta jaminan kesehatan per tanggal 1 Januari 2014 kepada BPJS.
(3)
PT Jamsostek (Persero) mendaftarkan seluruh peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek sebagai peserta jaminan kesehatan per tanggal 1 Januari 2014 kepada BPJS.
(4)
Setiap pemberi kerja selain Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pemberi kerja peserta jaminan kesehatan PT Jamsostek (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta program jaminan kesehatan pada BPJS disertai pembayaran iuran pertama. Bagian Ketiga Pendaftaran Pekerja Yang Tidak Menerima Upah Pasal 13
Setiap pekerja yang tidak menerima upah wajib mendaftarkan dirinya dan keluarganya secara sendiri-sendiri atau berkelompok sebagai peserta program jaminan kesehatan pada BPJS disertai pembayaran iuran paling lambat 1 Januari 2019.
Bagian Keempat Perubahan Data Kepesertaan Pasal 14 (1)
Peserta pekerja penerima upah wajib menyampaikan perubahan daftar susunan keluarga kepada pemberi kerja paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi perubahan data kepesertaan.
(2)
Pemberi kerja wajib melaporkan perubahan data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada BPJS paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya perubahan data peserta. Peserta pekerja tidak menerima upah wajib menyampaikan perubahan daftar susunan keluarga kepada BPJS paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi perubahan data kepesertaan.
(3)
(4)
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) meliputi perubahan: a. tempat kerja; b. tempat tinggal;
-9c. jumlah dan identitas anggota keluarga dan peserta tambahan; dan b. besarnya penghasilan. (5)
Peserta yang pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal masih menjadi peserta program jaminan kesehatan selama kewajiban membayar iuran terpenuhi.
(6)
Penyampaian laporan perubahan data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BPJS. Catt: apakah BPJS akan diberikan kewenangan ini? Pasal 15
Mekanisme pelaporan perubahan data kepesertaan peserta untuk penerima bantuan iuran yang dibayar pemerintah, baik perubahan data kepesertaan yang menyangkut susunan keluarga beserta identitasnya, maupun perubahan alamat tempat tinggal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16 (1)
Pemberi kerja wajib melaporkan dan menyampaikan surat keterangan untuk peserta yang mengalami PHK kepada BPJS.
(2)
Peserta yang mengalami PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah bekerja kembali, wajib melaporkan perubahan status kepesertaannya kepada BPJS dan pemberi kerja yang baru dengan menunjukkan kartu peserta yang masih berlaku. Pasal…
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pendaftaran, verifikasi kepesertaan, dan perubahan status kepesertaan, dan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BPJS. Catt: akan dicari tempat yang sesuai Bagian Keenam Kartu Peserta Pasal 17 (1)
Kartu peserta adalah kartu yang diterbitkan oleh BPJS bagi peserta yang digunakan sebagai identitas tunggal peserta dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan.
(2)
Kartu peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangya memuat Nama, Nomor Induk Kependudukan, tempat/tanggal lahir, status dalam keluarga (pekerja, isteri/suami, anak menurut urutan), dan alamat peserta.
- 10 (3)
Nomor Induk Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nomor yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)
Kartu peserta dinyatakan tidak berlaku apabila: a. peserta meninggal dunia; dan b. peserta tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur Peraturan ini.
(5)
di dalam
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberlakukan kartu peserta sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur oleh BPJS. BAB V IURAN Bagian Kesatu Sumber Iuran Pasal 18
(1)
Iuran jaminan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat, TNI dan POLRI baik aktif maupun penerima pensiun, termasuk penerima pensiun PNS daerah ditanggung bersama antara peserta dan pemerintah.
(2)
Iuran jaminan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil daerah ditanggung bersama antara peserta dan pemerintah daerah.
(3)
Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI secara bertahap ditanggung bersama antara peserta dan pemberi kerja. catt: akan dibahas pentahapannya
(4)
Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dibayarkan sampai batas usia pensiun normal yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundangan.
catt: sesudah pensiun? Ditambah ketentuannya pekerja yang tidak menerima pensiun bagaimana? Apakah sewaktu aktif besar iurannya lebih? (5)
Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah yang tidak memenuhi kriteria pensiun normal atau berpindah menjadi peserta penerima bantuan iuran akan diatur lebih lanjut oleh BPJS dengan persetujuan DJSN. catt: ketentuan ini memberi peluang banyaknya jumlah PBI ditinjau kembali apa perlu mengatur ini
(6)
Iuran jaminan kesehatan bagi peserta bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja yang mampu membayar iuran ditanggung oleh peserta yang bersangkutan.
- 11 -
Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada 2 (dua) tahun pertama dibayar seluruhnya oleh pemberi kerja.
==================akhir pembahasan tanggal 16 juli 2012===================
Bagian Kedua Besar Iuran Pasal 20 (1)
Besarnya iuran jaminan kesehatan maupun penerima pensiun adalah bulan dengan ketentuan iuran pemerintah daerah sebesar 3%, dan Penerima pensiun
bagi peserta Pegawai Negeri Sipil, baik aktif 5% dari gaji pokok atau uang pensiun per yang ditanggung oleh Pemerintah atau peserta sebesar 2%.
(2)
Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi peserta TNI dan POLRI baik aktif maupun penerima pensiun adalah 5% dari gaji pokok per bulan dengan ketentuan iuran yang ditanggung oleh Pemerintah sebesar 3%, dan peserta sebesar 2%.
(3)
Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi peserta yang tidak menerima upah dan peserta bukan pekerja yang mampu membayar iuran, ditanggung oleh peserta yang bersangkutan sebesar Rp 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) per bulan per keluarga.
(4)
Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi penerima bantuan iuran yang ditanggung oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebesar Rp 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) per bulan per keluarga.
catt: besarnya iuran bagi pekerja penerima upah di luar PNS/TNI/Polri belum ada veteran/perintis kemerdekaan menurut UU No. 6/67 harus mendapat jaminan yang sama seperti pensiunan PNS juga belum diatur Pasal ... (1) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI adalah sebesar 5% dari upah perbulan dengan ketentuan sebagai berikut:
Comment [F1]: Iuran untuk PBI diusulkan 2 alternatif yaitu TIGHT and FLEXIBLE Untuk premi biasa diusulkan 2 alternatif yang meningkat sesuai masa : –PBI = Rp 19, 286,- dgn Rp 22,201 –Non PBI = Rp 36,921,- dgn Rp 42, 454 –Non PBI = Rp 57, 204 .- dgn Rp 59, 413
- 12 a.
iuran seluruhnya ditanggung oleh pemberi kerja untuk periode 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2014.
b.
Iuran yang ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 4% dan peserta sebesar 1% untuk periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
c.
Iuran yang ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 3% dan peserta sebesar 2% sejak 1 Januari 2016.
(2) Iuran jaminan kesehatan bagi penerima pensiun bulanan selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI adalah sebesar 5% dari uang pensiun perbulan dengan ketentuan iuran yang ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 3%, dan peserta sebesar 2% Catt: bila ini tidak mungkin karena hubungan pekerja dengan pemberi kerja telah putus maka gunakan ketentuan seperti ayat (3) (3) Iuran jaminan kesehatan bagi pekerja yang telah memasuki masa pensiun tetapi tidak menerima pensiun bulanan ditanggung oleh peserta yang bersangkutan sebesar Rp 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) per bulan per keluarga. Catt: bagi pekerja penerima upah selain PNS dan TNI/POLRI, apakah iuran sebesar 5% dari upah ataukah dari penghasilan bersih perbulan? Catt: Memberlakukan penambahan jumlah iuran semasa aktif untuk memperoleh manfaat di masa pensiun, harus melalui perhitungan yang matang, termasuk ketentuan bila pekerja meninggal atau pindah kerja sebelum masa pensiun, bila berubah jumlah tanggungannya, dll
Pasal 21 (1)
Dalam hal program jaminan pensiun sudah berjalan secara nasional maka iuran peserta program kesehatan dipotong dari dana jaminan pensiun pekerja yang bersangkutan.
(2)
Dalam hal pekerja belum diikutkan dalam program pensiun, maka bagi peserta jaminan kesehatan setelah memasuki usia pensiun maka iurannya dibayar oleh yang bersangkutan yang besarnya ditetapkan oleh pemerintah.
(3)
Dalam hal pekerja yang telah memasuki masa pensiun dan tidak mampu membayar iuran, maka yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai peserta PBI setelah memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah. iurannya di bayar oleh pemerintah. Bagian Ketiga Iuran untuk Anggota Keluarga Tambahan Pasal 22
(1)
Peserta Pekerja penerima upah dan perserta bukan pekerja yang mampu membayar iuran, yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 orang, wajib mengikutsertakan anggota keluarga yang lain atau anggota keluarga tambahan
- 13 -
(2)
(3)
dengan membayar iuran tambahan sebesar 1% dari upah per bulan per orang, dibayar oleh peserta dan dipotong langsung oleh pemberi kerja. Peserta pekerja tidak menerima gaji atau upah yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 orang wajib mengikutsertakan anggota keluarga yang lain atau anggota keluarga tambahan dengan membayar iuran tambahan Rp 15.000,(lima belas ribu rupiah) per bulan per orang. Anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri dari: a. anak ke 4 dan seterusnya, b. ayah, ibu, dan mertua,; c. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau d. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Bagian Keempat Batas upah Pasal 23
Batas atas gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besarnya iuran adalah sebesar 2 x penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan status kawin dengan 3 orang anak. Bagian Kelima Pembayaran Iuran Pasal 24 (1)
Pemberi kerja wajib melunasi iuran jaminan kesehatan setiap bulan berdasarkan seluruh jumlah pekerja pada bulan tersebut, dan dibayarkan paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berjalan kepada BPJS.
(2)
Iuran jaminan kesehatan yang ditanggung peserta diperhitungkan langsung dari upah bulanan peserta/buruh bersangkutan, dan penyetorannya kepada BPJS dilakukan oleh pemberi kerja langsung ke rekening BPJS.
(3)
Keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan denda dan ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja.
(4)
Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar 1 % per bulan dengan denda maksimal 10 %.
(5)
Iuran jaminan kesehatan yang belum dibayar dan denda keterlambatan membayar iuran merupakan utang pemberi kerja kepada BPJS.
(6)
Pembayaran iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah dilakukan oleh peserta yang bersangkutan, dapat dibayarkan setiap bulan atau secara berkala dan dibayar dimuka.
Comment [F2]: Perlu disepakati
Comment [F3]: Perlu disepakati
- 14 (7)
Mekanisme dan besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi iuran yang dibayar pemerintah disesuaikan dengan mekanisme anggaran. Bagian Keenam Peninjauan Besaran iuran Pasal 25
Besarnya iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud Pasal 20 dan Pasal 21, ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Bagian Ketujuh Kelebihan dan Kekurangan Iuran Pasal 26 (1)
BPJS menghitung kelebihan atau kekurangan iuran jaminan kesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta.
(2)
Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan atau peserta selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya iuran.
(3)
Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya. Bagian Kedelapan Pengembangan Mekanisme Penarikan Iuran Pasal 27
(1)
BPJS wajib mengembangkan mekanisme penarikan iuran yang efektif dan efisien bagi peserta pekerja tidak menerima upah, yang terlambat membayar iuran.
(2)
Peserta yang lalai membayar iuran wajib sesegera mungkin memenuhi kewajibannya membayar iuran beserta denda keterlambatan.
(3)
Dalam hal peserta lalai membayar iuran dan setelah dilakukan teguran atau peringatan tertulis oleh BPJS peserta tetap tidak membayar iuran, maka BPJS dapat menghentikan sementara penjaminan bagi peserta dan atau anggota keluarganya.
Catt: Mungkinkah BPJS bekerjasama dengan credit card dalam rangka memastikan penagihan/pembayaran. BAB VI MANFAAT JAMINAN Usulan Askes: Bab Manfaat Jaminan:
- 15 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Manfaat dasar Manfaat khusus pelayanan pencegahan pelayanan kesehatan yang dijamin Pelayanan dengan urun biaya Pelayanan yang tidak dijamin Pengembangan jenis pelayanan yang dijamin Koordinasi manfaat
Bab Penyelenggaraan: 1. Prosedur pelayanan kesehatan dan obat 2. Kelas standar pelayanan 3. Penyediaan obat dan bahan medis habis pakai 4. Pelayanan dalam keadaan gawat darurat 5. Pelayanan dalam keadaan tidak ada faskes Bab Faskes: 1. Tanggung jawab ketersediaan faskes 2. Kerjasama BPJS kesehatan dengan faskes 3. Asosiasi faskes 4. Pola dan besaran pembayaran faskes Bab Kendali Mutu dan Kendali Biaya: 1. Kendali mutu 2. Kendali biaya Bab Kelembagaan: 1. Lembaga penilaian teknologi kesehatan 2. Dewan pertimbangan medik
Bagian Kesatu Manfaat Dasar Pasal 28 (1)
Setiap peserta memperoleh manfaat pemeliharaan Jaminan kesehatan. dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Usulan Askes: Setiap peserta memiliki hak untuk memperoleh jaminan atas manfaat dasar kesehatan pada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
(2)
Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan, kecuali manfaat akomodasi rawat inap yang dibedakan berdasarkan skala besaran iuran yang dibayarkan.
(3)
Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kesehatan perorangan yang komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis.
- 16 Manfaat dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan kesehatan perorangan yang komprehensif sesuai kebutuhan medis peserta yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk obat dan alat medis habis pakai yang Bagian Kedua Penyelenggaraan Askes: Definisi pelayanan primer, sekunder, tersier perlu dimasukkan dalam KU Pasal 29 (1)
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada peserta, baik rawat jalan maupun rawat inap, harus dilakukan secara berjenjang melalui pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer), pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder) dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier) dengan mengikuti sistem rujukan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(2)
Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat non-spesialistik dan sebagai penyaring rujukan utama berperan sebagai gate keeper, yang dalam hal ini dapat diberikan oleh Puskesmas atau Balai Kesehatan Masyarakat dan jejaringnya, klinik pratama, praktik dokter umum dan/ atau praktik dokter keluarga.
(3)
Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat spesialistik, yang dalam hal ini dapat diberikan oleh Puskesmas dan Balai Kesehatan Masyarakat yang menyediakan praktik dokter spesialis, klinik utama, rumah sakit. Catt:
Comment [a4]: bila definisi belum jelas, jangan dicantumkan dahulu, untuk ODC juga, pelayanan nonspesialistik, perlu dikonfirmasi ke BUK. Comment [a5]: perlu konfirmasi ke BUK batasan pelayanan Balkesmas primer atau sekunder
BUKD: puskesmas merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (4)
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat sub-spesialistik, yang dalam hal ini dapat diberikan oleh rumah sakit.
(5)
Pelayanan di rumah sakit bagi peserta jaminan kesehatan harus atas dasar rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kasus keadaan darurat tidak diperlukan rujukan.
(6)
Fasilitas kesehatan lainnya akan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Pasal 30
(1)
Rawat jalan tingkat pertama bagi penerima PBI diberikan di puskesmas atau puskesmas pembantu
(2)
Rawat jalan tingkat pertama bagi peserta pembayar iuran diberikan di puskesmas atau puskesmas pembantu, praktik dokter umum atau dokter keluarga, dan klinik yang bekerja sama dengan BPJS.
Comment [a6]: penambahan ayat baru yang berisi: “faskes lainnya akan ditetapkan dalam permenkes” Comment [a7]: perlu ditambahkan pada pasal pembayaran, kapitasinya dibedakan antara PBI dan non PBI Comment [a8]: untuk pelayanan tingkat pertama sesuaikan dengan pasal 32
- 17 Pasal 31 Kelas perawatan untuk rawat inap bagi peserta, terdiri dari:
a. Bagi Peserta PBI dan anggota keluarganya di ruang perawatan Kelas III b. Bagi Pegawai Negeri Sipil Golongan I, Golongan II dan Anggota TNI/POLRI yang setara beserta anggota keluarganya di ruang perawatan kelas II
c. Bagi Pegawai Negeri Sipil Golongan III, Golongan IV dan Anggota TNI/POLRI yang setara beserta anggota keluarganya di ruang perawatan kelas I d. Bagi peserta bukan penerima bantuan iuran dengan upah bulanan sampai dengan satu kali Rp3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) PTKP di ruang perawatan kelas II dan disesuaikan setiap 2 (dua) tahun. e. Bagi peserta bukan penerima bantuan iuran dengan upah bulanan lebih dari satu kali Rp3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) PTKP di ruang perawatan kelas I. Dan disesuaikan setiap 2 (dua) tahun. f. Bagi peserta bukan penerima upah yang membayar iuran sendiri dengan penghasilan dibawah Rp3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) dirawat di ruang perawatan kelas II g. Bagi peserta bukan penerima upah yang membayar iuran sendiri dengan penghasilan di atas Rp3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) dirawat di ruang perawatan kelas I Bagian Ketiga Manfaat Khusus Pelayanan Pencegahan Pasal 32 (1)
Peserta pembayar iuran yang berusia diatas 40 tahun diberikan manfaat khusus pelayanan pencegahan berupa pemeriksaan kesehatan rutin (medical check up) pelayanan screening minimal tiap tiga tahun.
(2)
Pemeriksaan kesehatan rutin (medical check up) Pelayanan screening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk pengurangan faktor risiko dan deteksi dini dan pengenalan kesehatan.
(3)
Untuk jenis penyakit yang termasuk kedalam pelayanan screening akan diatur dalam peraturan BPJS Bagian Keempat Pelayanan Kesehatan yang Dijamin Pasal 33
(1)
Pelayanan yang diberikan dalam jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perseorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.
(2)
Pelayanan kesehatan promotif dan preventif perorangan diberikan terintegrasi oleh provider yang bekerja sama dengan BPJS.
(3)
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
- 18 a. pelayanan kesehatan yang diberikan pada jenjang pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi: 1. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi dokter; 2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi oleh dokter gigi meliputi penambalan, pencabutan, perawatan syaraf gigi dan pembersihan karang gigi; 3. Tindakan medis baik yang bersifat operatif maupun non operatif sederhana dalam rangka diagnosis dan atau pengobatan a) Penjahitan luka, pembersihan luka, balut, insisi, eksisi dan tindakan medis layanan primer lainnya; dan b) Alveolektomi, insisi dan eksisi. c) Insisi dan eksisi 4. Pemberian obat/resep dokter sesuai dengan kebutuhan medis peserta dalam rangka pelayanan primer maupun rujuk balik. peserta yang disediakan oleh fasilitas kesehatan yang telah dibayar secara kapitasi, atau DRG dan atau obat yang masuk dalam daftar dan Plafon Harga obat yang dijamin yang ditetapkan oleh Menteri DJSN. 5. Pelayanan KIA termasuk pertolongan persalinan normal, pemeriksaan ibu hamil, pemeriksaan bayi/anak balita dan pemberian imunisasi dasar. Bagian Kelima Pelayanan Kesehatan dengan Urun Biaya Pasal 34 (1)
Pelayanan kesehatan dengan urun biaya adalah pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan/moral hazard dengan tujuan untuk pengendalian biaya.
(2)
Urun biaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) diberlakukan pada pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan rawat jalan pada pelayanan kesehatan lanjutan berupa kewajiban peserta membayar sejumlah uang untuk setiap kali pengobatan.
(3)
Jumlah uang untuk setiap kali pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh BPJS atas persetujuan DJSN.
(4)
Pembayaran Urun biaya dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan hanya berlaku untuk kelompok peserta bukan penerima bantuan iuran.
(5)
Bagi kelompok peserta penerima bantuan iuran tidak dikenakan Urun biaya. Bagian Keenam Pengembangan Jenis Pelayanan yang Dijamin Pasal 38
(1)
Pengembangan jenis pelayanan kesehatan yang dijamin dengan menggunakan Teknologi harus disesuaikan dengan kebutuhan medis sesuai hasil penilaian teknologi kesehatan (Health Technology Assessment (HTA)).
Comment [a9]: istilah dasar dan lanjutan disesuaikan dengan pasal sebelumnya.
- 19 (2)
Penggunaan jenis pelayanan kesehatan hasil pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh BPJS. Bagian Ketujuh Pelayanan yang Tidak Dijamin Pasal 35
(1)
Jenis pelayanan yang tidak dijamin: a. Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas yang bukan jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS, kecuali kasus gawat darurat; c. Kecelakaan akibat kecelakaan kerja dan penyakit atau cedera yang diakibatkan karena hubungan kerja; d. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri kecuali rawat inap dan/atau rawat jalan di luar negeri yang biayanya lebih murah daripada biaya pengobatan yang sama di dalam negeri; e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik; f. kondom; g. Check up dan atau general check up bagi peserta berusia kurang dari 40 tahun; h. Sirkumsisi tanpa indikasi medis; i. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas; j. Usaha meratakan gigi (ortodonsi); k. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat, dan/atau zat adiktif lainnya; l. Gangguan kesehatan/penyakit akibat usaha bunuh diri atau dengan sengaja menyakiti diri sendiri, hobi yang membahayakan diri sendiri; m. pengobatan alternatif dan tradisional, akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (Health Technology Assessment/HTA); n. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai eksperimen; o. Kosmetik, toilettries, makanan bayi, obat gosok, vitamin, susu; p. Obat di luar daftar dan Plafon Harga Obat SJSN; q. Pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan langsung dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan, yaitu: 1. Biaya perjalanan/transportasi; 2. Biaya sewa ambulans kecuali untuk untuk rujukan dari jenjang pelayanan kesehatan tingkat dua ke jenjang pelayanan kesehatan tingkat tiga; 3. Biaya pengurusan jenazah; 4. Biaya pembuatan VER (visum et repertum); 5. Biaya fotokopi; 6. Biaya telekomunikasi; dan 7. biaya kartu berobat untuk rumah sakit.
- 20 r. Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan kerja dan kecelakaan lalu lintas yang diatur oleh pemerintah. (2)
(3)
Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin yaitu pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri, dikecualikan untuk rawat inap dan rawat jalan peserta yang sedang melakukan perjalanan dinas atau peserta yang dirujuk ke luar negeri karena tidak adanya fasilitas kesehatan di Indonesia. Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin yaitu check up dan atau general check up, tidak berlaku untuk pemeriksaan rutin peserta yang berasal dari TNI dan POLRI Bagian Kedelapan Pelayanan Dalam Keadaan Gawat Darurat Pasal 36
(1)
Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat.
(2)
Prosedur penggantian biaya layanan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh BPJS atas persetujuan DJSN
(3)
Biaya yang timbul akibat pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditagihkan langsung oleh fasilitas pelayanan kesehatan kepada BPJS.
(4)
Fasilitas pelayanan kesehatan tidak diperkenankan menarik biaya kepada peserta.
(5)
BPJS memberikan pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan setara dengan tarif yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
(6)
Kriteria kegawatdaruratan ditetapkan Tim Penilai Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessmen (HTA)) yang dibentuk oleh BPJS bersama DJSN. Bagian Kesembilan Pelayanan Dalam Keadaan Tidak Ada Fasiltas Kesehatan Yang Memenuhi Syarat Pasal 37
(1)
Dalam keadaan belum ada fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan pelayanan yang dijamin, BPJS wajib memberikan kompensasi penggantian biaya berobat dengan ketentuan jumlah maksimum tertentu dan/atau mengirimkan tenaga kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan yang diperlukan.
(2)
Kompensasi penggantian biaya berobat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencakup biaya rawat jalan rawat jalan tingkat pertama, kedua maupun ketiga. Bagian Kesepuluh Penyediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai Pasal 38
- 21 (1)
(2)
Pelayanan obat dan bahan habis pakai untuk peserta jaminan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat tiga maupun pelayanan gawat darurat berpedoman pada Daftar dan plafon Harga Obat SJSN. Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah obat generik yang bioavailability dan bio-equvalent-nya tidak berbeda dengan obat originator-nya kecuali obat yang diperlukan tidak ada dalam bentuk generik atau padanannya/golongan sejenis yang kurang lebih sama.
(3)
Ketersediaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan tanggung jawab BPJS.
(4)
Proses ketersediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyangkut penunjukan distributor yang dapat menjamin memenuhi kebutuhan peserta.
(5)
BPJS menyiapkan Daftar dan Plafon Harga Obat untuk dikonsultasikan ke DJSN dan selanjutnya ditetapkan Menteri.
(6)
DJSN melaksanakan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Plafon Harga Obat SJSN.
(7)
Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), DJSN membentuk tim khusus monitoring yang terdiri dari unsur DJSN, BPJS dan perguruan tinggi.
(8)
Evaluasi terhadap Daftar dan Plafon Harga Obat ditinjau setiap 1 (satu) tahun sekali.
Daftar dan
Bagian Kesebelas Koordinasi Manfaat Pasal 39 (1)
BPJS mengintegrasikan manfaat yang dibayarkan oleh lebih dari satu program jaminan/asuransi, sehingga manfaat yang diterima oleh peserta dapat diperoleh dari semua sumber dan tidak melebihi biaya medis yang diperkenankan.
(2)
Koordinasi manfaat dimaksud khusus untuk pelayanan kesehatan akibat kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf s.
(3)
Ketentuan tentang koordinasi manfaat akan diatur lebih lanjut oleh BPJS bersama DJSN. BAB VII PROSEDUR PELAYANAN Bagian Kesatu Prosedur Pelayanan Kesehatan Pasal 40
- 22 (1)
Untuk memperoleh pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu peserta jaminan kesehatan.
(2)
Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama peserta harus terdaftar di salah satu fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) setempat. Dalam hal diperlukan pemeriksaan tingkat lanjutan bagi peserta, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus memberikan surat rujukan kepada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang ditunjuk.
(3)
(4)
BPJS menempatkan tenaga di tiap rumah sakit untuk melakukan otorisasi rawat inap
(5)
Dalam hal tidak ada petugas BPJS di rumah saki untuk melakukan otorisasi, rumah sakit meminta otorisasi kepada BPJS untuk peserta yang membutuhkan rawat inap.
(6)
Mekanisme otorisasi rawat inap diatur bersama antara BPJS dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Bagian Kedua Prosedur Pelayanan Obat Pasal 41
Fasilitas kesehatan wajib menjamin peserta yang dirawat mendapatkan obat-obatan yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis dalam waktu yang dibutuhkan tanpa harus menebus dari luar Bagian Keempat Mutu Pelayanan Pasal 42 Untuk pelayanan kesehatan baik rawat jalan maupun rawat inap berlaku kompensasi jasa medis atau gaji yang sama bagi tenaga pemberi pelayanan tanpa memandang kelas pelayanan. BAB VIII FASILITAS KESEHATAN Bagian Kesatu Tanggung Jawab Ketersediaan Pasal 43 (1)
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan program jaminan kesehatan.
- 23 (2)
Dalam hal penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas tidak dapat terpenuhi, pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut berperan serta. Bagian Kedua Fasilitas Kesehatan Pelaksana Program Jaminan Kesehatan Pasal 44
(1)
Fasilitas pelayanan kesehatan pelaksana program jaminan kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah dan atau swasta yang menjalin kerjasama dengan BPJS.
(2)
Fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan pemerintah daerah wajib bekerjasama dengan BPJS.
(3)
Fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta dapat menjalin kerjasama dengan BPJS setelah melalui proses seleksi.
(4)
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan membuat perjanjian tertulis antara BPJS dengan fasilitas pelayanan kesehatan.
(5)
Fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan atau swasta dapat menjalin kerjasama dengan BPJS setelah melalui proses seleksi.
(6)
Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat bekerja sama dengan BPJS, antara lain: a. Rumah sakit pemerintah dan atau swasta; termasuk milik TNI/POLRI; b. Puskesmas/dokter keluarga/dokter praktik umum/klinik c. Dokter spesialis/dokter subspesialis; d. Klinik; e. Laboratorium; f. Apotik; dan g. Fasilitas kesehatan lainnya.
(7)
Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah fasilitas yang diakui dan memiliki izin dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
(8)
Dalam hal disuatu wilayah fasilitas kesehatan yang ada belum mencukupi, fasilitas kesehatan swasta yang ditunjuk oleh BPJS wajib bersedia melakukan kerjasama dengan BPJS dengan menerima besarnya pembayaran sesuai ketentuan pelaksanaan program jaminan kesehatan ini. Bagian Ketiga Pelayanan Kedokteran Keluarga Pasal 45
(1)
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama meliputi upaya pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan kemampuan pelayanan dengan pendekatan sistem pelayanan kedokteran keluarga.
- 24 (2)
Untuk menjamin terlaksananya pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan mekanisme pembiayaan secara prabayar dengan besaran nilai nominal kapitasi per peserta berdasarkan unit cost yang rasional.
(3)
Besaran biaya kapitasi untuk setiap wilayah ditetapkan atas kesepakatan asosiasi fasilitas kesehatan atau asosiasi profesi kesehatan dengan BPJS dengan mengacu pada besaran maksimum dan minimum yang ditetapkan oleh Menteri.
(4)
Untuk pertama kalinya peraturan ini menentukan biaya kapitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, minimal sebesar Rp. 3.000. (tiga ribu) rupiah per peserta per bulan untuk puskesmas dan Rp 7.000 per kapita per bulan untuk dokter keluarga.
(5)
Dalam upaya mencapai pelayana kesehatan yang berkualitas, organisasi profesi dan Kementerian Kesehatan wajib memberikan pelatihan kepada pelaksana pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bagian Keempat Asosiasi Fasilitas Kesehatan Pasal 46
(1)
Asosiasi fasilitas kesehatan untuk dokter praktik pribadi (solo practice) adalah Ikatan Dokter Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
(2)
Asosiasi fasilitas kesehatan untuk rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang lain di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri. Bagian Kelima Seleksi Fasilitas Kesehatan Pelaksana Program Jaminan Kesehatan Pasal 47
(1)
Proses seleksi dilakukan oleh BPJS berdasarkan kriteria yang terstandar, transparan dan akuntabel yang ditetapkan oleh DJSN.
(2)
Dalam melakukan seleksi BPJS dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki kompetensi yang sesuai kebutuhan.
(3)
seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan standar pelayanan yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan dan kesesuaian biaya pelayanan yang berlaku di setiap wilayah.
(4)
Biaya pelayanan yang berlaku di setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara BPJS dengan asosasi fasilitas pelayanan
(5)
Fasilitas pelayanan kesehatan yang lulus seleksi melakukan kontrak kerjasama dengan BPJS yang sifatnya sama untuk satu wilayah layanan yang sama. Bagian Keenam
- 25 Besaran dan Waktu Pembayaran Pasal 48 (1) Besarnya pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan BPJS dengan asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan asas kendali mutu, kendali biaya dan kecukupan pendanaan untuk kelangsungan program jaminan kesehatan. (2) Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJSN bersama-sama Menteri memutuskan rentang besaran pembayaran atas program jaminan kesehatan yang diberikan. (3) BPJS wajib membayar fasilitas pelayanan kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak klaim diterima. Bagian Ketujuh Pola Pembayaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pasal 49 (1) BPJS melakukan pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar difasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. (2) BPJS melakukan pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat tiga berdasarkan pola DRG (Diagnosa Related Group) atau tarif kelompok diagnosis terkait. (3) Evaluasi atas kapitasi dan DRG ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Menteri bersama DJSN. BAB IX KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA Bagian Kesatu Kendali Mutu Pasal 50 Pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanan dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta, tanpa memandang kelas perawatan. Pasal 51 (1) Kebijakan pengembangan sistem pelayanan kesehatan, kendali mutu pelayanan dan pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas jaminan kesehatan ditetapkan oleh Menteri.
- 26 (2) Kendali mutu pelayanan kesehatan dilakukan oleh BPJS dengan melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan melalui program audit medik. (3) Program kendali mutu pelayanan dalam bentuk tinjauan pemanfaatan secara regular merupakan bagian dari kontrak antara BPJS dan fasilitas pelayanan kesehatan. Bagian Kedua Kendali Biaya Pasal 52 (1) Menteri menetapkan standar biaya pelayanan kesehatan yang menjadi acuan bagi mekanisme penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. (2) Dalam pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya BPJS membentuk Badan Pertimbangan Medis (Medical Advisory Board). (3) Badan Pertimbangan Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas melakukan penilaian terhadap: a. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang berlebihan atau sebaliknya; b. Ketidaktepatan diagnosis dan prosedur terapi dan intervensi; c. Pengobatan dan peresepan yang tidak rasional; dan d. Perujukan yang tidak tepat (4) Badan Pertimbangan Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara berkala melaporkan hasil penilaian kepada BPJS. (5) BPJS wajib menindaklanjuti hasil penilaian Badan Pertimbangan Medis. BAB X PENANGANAN KELUHAN Pasal 53 (1) Semua pengaduan keluhan harus memperoleh penanganan dan penyelesaian secara memadai dan dalam waktu yang singkat serta diberikan umpan balik ke pihak yang menyampaikan. (2) Dalam hal peserta tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh BPJS, peserta dapat menyampaikan keluhan kepada BPJS. (3) Dalam hal peserta dan/atau fasilitas pelayanan kersehatan tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari BPJS, dapat menyampaikan keluhan kepada DJSN. (4) Penanganan keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib ditanggapi BPJS paling lambat 30 hari kerja sejak keluhan diterima. (5) Penanganan keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditanggapi DJSN paling lambat 30 hari kerja sejak keluhan diterima. BAB XI
- 27 PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 54 (1) Dalam hal terjadi sengketa antara peserta dengan fasilitas pelayanan kesehatan atau antara peserta dengan BPJS atau antara BPJS dengan fasilitas pelayanan kesehatan atau antara BPJS dengan asosiasi fasilitas kesehatan, maka sengketa diselesaikan oleh Dinas Kesehatan setempat melalui proses mediasi. (2) Apabila proses mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diselesaikan maka dapat ditempuh proses hukum BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 55 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan presiden ini dilakukan oleh Menteri dan DJSN dengan melibatkan organisasi profesi dan/atau asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsi masingmasing. (2) Pembinaan dan pengawasan didaerah dilakukan oleh pemerintah daerah, dengan melibatkan organisasi profesi dan/atau asosiasi fasilitas pelayanan kesehat sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. BAB XIII KETENTUAN LAIN LAIN Bagian Kesatu Pelayanan kesehatan di Lingkungan TNI dan POLRI Pasal 60 (1) BPJS membentuk unit khusus yang menangani Jaminan kesehatan anggota TNI dan POLRI yang mempunyai kekhususan tersendiri. (2) Unit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan manfaat tambahan bagi peserta TNI dan POLRI. Bagian Kedua Jasa untuk Tenaga Pelayanan Kesehatan
Comment [F10]: Berdasarkan ketentuan Pasal 57 huruf c dan Pasal 60 ayat (2) huruf b UU BPJS, bahwa Program Pelayanan Kesehatan tertentu bagi operasional TNI dan POLRI akan diatur dalam Perpres tersendiri, oleh karena itu Pasal ini dianggap sdh tidak diperlukan lagi .
Pasal 56 (1) Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan medis, maka diberikan kompensasi jasa medis. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri dengan mempertimbangkan usulan dari asosiasi fasilitas kesehatan dan asosiasi profesi. Bagian Ketiga
Comment [F11]: Perlu ditambahkan persentase jasa medis
- 28 Pemberlakuan Daftar dan Plafon Harga Obat SJSN dan Prosedur Pelayanan Obat Pasal 57 (1) BPJS pelaksana program jaminan kesehatan wajib melakukan sosialisasi langsung secara rutin dan terprogram tentang pelaksanaan peraturan presiden ini kepada seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan. (2) BPJS pelaksana program jaminan kesehatan wajib melakukan upaya proaktif terhadap validitas data-data kepesertaan khususnya data PBI agar sesuai dengan kelompok sasaran yang membutuhkan. (3) Penerimaan Fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah yang menjadi pelaksana pelayanan kesehatan untuk peserta program jaminan sosial, dilaporkan pada kantor kas daerah (tidak secara fisik), untuk dicatat dan dana tersebut dapat digunakan langsung untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan keperluan kegiatan-kegiatan lainnya. (4) Pemerintah berwenang mengatur lebih lanjut dana-dana bantuan sosial dari masyarakat dan dana coorporate social responsibility BUMN/BUMD dan perusahaan swasta dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kesehatan peserta jaminan kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan pada kasus-kasus khusus yang tidak termasuk dalam pelayanan kesehatan yang dijamin dalam peraturan presiden ini. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 58 (1) Untuk program jaminan kesehatan yang saat ini sudah berjalan, jenis pelayanan kesehatan yang dijamin harus disesuaikan dengan ketentuan peraturan presiden ini paling lama dua tahun sejak ditetapkan. (2) Untuk program jaminan kesehatan yang saat ini sudah berjalan, kelas perawatan rawat inap harus disesuaikan dengan ketentuan peraturan presiden ini secara bertahap. (3) Bagi pemberi kerja yang telah menyelenggarakan jaminan kesehatan sendiri kepada karyawannya wajib menyesuaikan dengan ketentuan peraturan presiden ini secara bertahap. (4) Untuk memenuhi rasa keadilan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan dan standar pelayanan kesehatan yang sama menurut peraturan perundangan yang berlaku secara bertahap, program jaminan kesehatan menyesuaikan pada kelas III Perawatan rumah sakit pemerintah. (5) Peserta program jaminan kesehatan dapat menggunakan kelas yang lebih tinggi dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin BPJS dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan atau dibayar oleh BPJS sebagai manfaat tambahan
- 29 yang diberikan BPJS berdasarkan tata-kelola pembiayaan yang diatur secara khusus oleh masing-masing BPJS.
BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 59 Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka pelaksanaan program jaminan kesehatan yang dilaksanakan berdasarkan peraturan yang ditetapkannya sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional harus menyesuaikan dengan Peraturan Presiden ini. Pasal 60 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal .................................... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, ttd Dr. M. Iman Santoso