PEMANTAUAN PERTAMA PUNCAK MERAPI SETELAH ERUPSI 2010 MENGGUNAKAN PESAWAT NIR AWAK
Pada tanggal 25-26 April 2012 lalu, sekelompok peneliti dari Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) –LAPAN, F MIPA UGM, F Geografi UGM, serta Engineer dari R Botix Bandung. Telah berhasil mendapatkan gambar puncak Gunung Merapi untuk yang pertama kali -sejak Merapi mengalami letusan cukup besar tahun 2010- . Pada taanggal itu, juga menjadi catatan tersendiri, bahwa untuk pertama kali pula pengambilan gambar puncak Merapi menggunakan pesawat terbang tanpa awak ( Unmanned Aerial Vehicle ). Hal ini sangat penting mengingat kebutuhan pemantauan spasial yang harus dilakukan secara berkala terhadap Gunung Api yang paling aktif di dunia tersebut. Kegiatan tersebut sebenarnya merupakan rangkaian kegiatan penelitian yang dibiayai Ristek dengan bendera Riset Peningkatan Kapasitas Peneliti dan Perekayasa ( PKPP ) TA 2012. Judul penelitiannya adalah “ Membangun Kapasitas Daerah Sleman untuk Mitigasi Bencana Alam dengan Menggunakan Teknologi UAV ” dengan Peneliti Utama Gunawan S. Prabowo dari Pustekbang – LAPAN, yang bekerja sama dengan peneliti Merapi dari Jurusan Geofisika ( Prof. DR Kirbani dan Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc ), serta didukung oleh beberapa peneliti dari Fakultas Geografi UGM serta bekerja sama dengan Industri Kecil Dirgantara ( IKM) R-Botix dari Bandung. Tujuan dari penelitian tersebut adalah melakukan upaya mitigasi bencana gunung Merapi dengan basis data informasi 3D dari bentuk kubah serta penumpukan limpahan lahar sehabis Erupsi 2012. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan pemotretan kubah dan sungai-sungai yang dilalui lahar, foto-foto tersebut diambil dengan cara yang aman yaitu dengan menggunakan pesawat tanpa awak, dan dengan mengatur sudut pemotretan yang bervariasi, agar foto tersebut dapat diolah dalam 3 dimensi ( Digital Elevation Model ). Dengan 3 Dimensi, maka volume lahar dingin dan volume kubah dapat diperhitungkan, maka sumber primer bencana berupa besarnya guguran lahar dapat diperhitungkan sehingga proses mitigasi, evakuasi dan peringatan dini tentang besarnya bencana yang timbul dapat diinformasikan. Dengan aktifitas merapi yang tinggi dengan frekuensi letusan yang sering, maka diperlukan system pemantauan yang “ready” dengan tingkat keamanan yang tinggi serta persyaratan terbang yang murah dan mudah. Maka pemilihan pesawat terbang nir awak (UAV) adalah pilihan menantang. Yang menarik dari kegiatan ini adalah dengan digunakannya pesawat terbang nir awak yang tergolong kecil, yaitu pesawat terbang nir awak dengan bahan stereoform dengan pajang sayap 1,6 meter dengan pajang badan sekitar 1.2 meter, pesawat ini dilengkapi dengan system terbang otomatis ( autonomous flying system ) sehingga dapat terbang secara indpenden dan otomatis dengan program sasaran dan jalur terbang yang telah ditentukan ( way point navigation system ).
Pesawat Terbang nir Awak yang digunakan
Dengan dimuati kamera pocket biasa, maka system surveillance ini ternyata mampu merekam gambargambar yang cukup menakjubkan di atas gunung Merapi yang mengerikan. Pesawat ini mampu terbang vertical dengan ketinggian hingga 3300-masing m, sekitar 400 meter dari Puncak Merapi yang mempunyai ketinggian sekitar 2900 m dan melakukan misinya dengan endurance ( lama terbang) hingga 30 menit Ada sekitar 900 gambar dengan resolusi tinggi yang berhasil di dapat, dengan masing berdimensi sekitar 600 m x 500 meter di darat. Sekanjutnya gambar-gambar tersebut nantinya akan diolah oleh Tim Prof Kirbani, untuk menghasilkan informasi yang lebih detil, sehingga dapat dipergunakan untuk bahan kebijakan mitigasi bencana jika terjadi erupsi kembali. Dan Informasi tersebu akan diserahkan ke Pemda sebagai informasi awal yang diharpkan berguna.
Gambar 3D Puncak Merapi ( Gambar pertama kali setelah erupsi 2010 )
Gambar-gambar lain yang sudah diolah dilihat dari sudut yang lain adalah sebagai berikut :
Puncak Kubah Merapi
Gambar Puncak
Selain gambar yang diolah di atas, ada gambar-gambar lain yang belum diolah sebagai berikut :
Beberapa gambar puncak Merapi
Masih banyak gambar lagi, yang akan diolah menjadi informasi yang berguna. Juga masih akan direncanakan lagi uji terbang sekaligus pemotretan dengan area yang lebih luas, sehingga mencakup seluruh area bahaya dan potensi bahaya Merapi. Dengan keberhasilan uji coba in, maka penggunaan pesawat nir awak untuk pengamatan gunung api dan merapi pada khususnya terbukti sangat memungkinkan dan dengan biaya yang cukup murah dibanding dengan system pemantauan lain, misalnya menggunakan satelit, system lidar dan hasil yang didapat cukup menjanjikan (Gunawan S Prabowo)