Artikel tentang
Pemanfaatan Pesawat Nir-Awak untuk Pemetaan Garis Pantai Kerjasama BIG dan LAPAN
Pemanfaatan Pesawat Nir-awak untuk Pemetaan Garis Pantai Oleh: Nadya Oktaviani (Ndy) - 2015 Tempuran, Jawa Barat- Berita Geospasial BIG. Teknologi pemetaan menggunakan pesawat tanpa awak sudah bukan barang asing lagi bagi beberapa kalangan. Teknologi ini sering disebut dengan Unmanned Aerial Vehicycle (UAV) atau Drone. Namun pemotretan untuk wilayah pantai menggunakan teknologi ini, masih sangat jarang dilakukan. Hal ini yang mendorong Bidang Pemetaan Lingkungan Pantai BIG terus melakukan kajian untuk percepatan pemetaan garis pantai. Maret lalu, PKLP melakukan kegiatan swakelola pemetaan LPI skala 1:10.000. Kegiatan ini dilaksanakan bekerjasama dengan PPKS BIG. Salah satu bagian dari kegiatan tersebut adalah melakukan pemotretan garis pantai menggunakan UAV. Meskipun hal kegiatan ini masih merupakan hal yang baru dilakukan di PKLP, namun kajian dan berbagai percobaan terus dilakukan untuk melihat wahana tipe apa yang tepat digunakan untuk wilayah pantai. Seperti yang diungkapkan Kepala Bidang Pemetaan Lingkungan Pantai, Y.D. Sigit Purnomo, bahwa PKLP harus memiliki metode alternatif untuk percepatan pemetaan khususnya saat ini pemetaan garis pantai. Hal ini dikarenakan PKLP BIG memiliki salah satu tugas pokok dalam penyediaan data garis pantai. Sebelumnya penentuan garis pantai dilakukan secara teristris dengan menyusuri langsung kawasan pantai. Jika metode teristris tidak bisa dilakukan langsung, maka digitasi on screen diatas citra yang mutakhir menjadi pilihan lain untuk melengkapi akuisi data yang kosong. Kelemahan dari metode inilah terus dilengkapi dengan melakukan kajian untuk mencari metode alternatif yang dinilai bisa merepresentasikan kondisi dilapangan dengan tingkat akurasi lebih baik. Akuisisi data garis pantai menggunakan metode photogrametri (UAV) yang kemudian menjadi pilihan. Namun untuk menggunakan metode ini lebih lanjut perlu dilakukan kajian dan percobaan. Percobaan pertama dilakukan bulan maret tanggal 25 Maret 2015 pada saat kondisi air surut terendah bulan itu dengan menggunakan pesawat tipe Sky Walker 2010 milik Bidang Penelitian PPKS. Wahana yang diterbangkan sendiri oleh tim teknis PKLP gagal mendapatkan data yang diinginkan pada saat itu. Pesawat yang digunakan jatuh pada jarak 500 meter dari lokasi take off pesawat. Asumsi awal karena tipe pesawat yang digunakan tidak cocok dengan situasi lapangan.
Kondisi pesawat Sky Walker sesaat setelah jatuh
Tidak berhenti sampai disitu saja. Percobaan masih terus direncanakan. Hingga muncul tawaran kerjasama dari PT. Central Plotter Indonesia. Pertemuan demi pertemuan dilakukan dalam bentuk rapat koordinasi. Sampai mendapatkan kata sepakat untuk uji coba wahana yang ditawarkan oleh PT CPI pada tanggal 12 Mei 2015. Pemilihan tanggal tetap mempertimbangkan kondisi air pada saat surut terendah pada bulan itu. Lagi-lagi pengambilan data yang diharapkan tidak berjalan sesuai harapan. Pesawat tanpa awak dengan tipe Sky Walker X-8 pun gagal melayang dikawasan pesisir Tempuran. Automasi pesawat sempat berfungsi, namun karena kecepatan angin pada ketinggian sekitar 300-400 meter sangat besar pesawat hilang kendali dan jatuh ditengah hutan bakau.
Posisi jatuhnya pesawat Sky Walker X-8 milik PT. CPI Tantangan untuk pemotretan garis pantai berbeda dengan pemotretan yang biasa dilakukan di wilayah lain. Mulai dari kondisi kecepatan angin yang besar, lokasi take off dan landing pesawat yang sempit, hingga waktu pemotretan yang disesuaikan dengan waktu air laut pasang dan surut. Melihat tantangan yang dihadapi selama percobaan akuisisi data garis
pantai menggunakan UAV sangat banyak, maka perlu terus dilakukan kajian dan uji coba wahana yang tepat. Kali ini pihak PKLP dan PPPKS menjalin kerjasama dengan LAPAN untuk melakukan kajian dan uji coba wahana UAV yang dimiliki LAPAN. Kegiatan tersebut juga merupakan realisasi Perjanjian Kerjasama antara BIG dan LAPAN yang ditanda tangani pada 1 Juni 2105. Pihak LAPAN terlihat bersemangat untuk menunjukan kehebatan beberapa unit UAV yang mereka miliki. Wahana udara nir-awak ini kerap dinamakan LSU (Lapan Surveillance Unmanned), karena wahana ini merupakan hasil dari penelitian dan pengembangan teknologi pesawat udara di LAPAN. Koordinasi sebelum eksekusi uji coba dilapangan beberapa kali dilakukan. Sehingga pada 7-8 Agustus lalu menjadi tanggal yang dipilih untuk uji coba pesawat yang dimiliki LAPAN tersebut. Ada 3 wahana yang diujikan, yakni LSU-01a tipe sky walker, LSU-01b tipe sky hunter, dan LSU-02 tipe engine yang meggunakan bahan bakar pertamax plus sebagai energinya. Diungkapkan oleh Kepala Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN, Gunawan Setyo Prabowo, bahwa LAPAN sendiri sudah menghasilkan 5 jenis prototype wahana UAV hingga LSU-05. Namun ketiga wahana yang diuji cobakan dengan BIG saat itu kemampuannya sebelumnya sudah diujikan untuk keperluan pemetaan kebencanaan, pemetaan resolusi tinggi, keperluan pertahanan. Pemanfaatan LSU untuk wilayah pantai sendiri masih dalam tahap uji kelayakan terbang di wilayah Pameungpek – Pantai Selatan Jawa. Sehingga jika akan ada kerjasama untuk pemetaan wilayah pantai, maka dengan BIG inilah yang pertama kali dilakukan LAPAN. “LAPAN sendiri belum konsen melakukan pemetaan menggunakan LSU, masih hanya sebatas untuk pengembangan wahana saja, sehingga nanti perlu adanya masukan dari BIG untuk standar pemetaan yang baik seperti apa” tutur Gunawan. Selain Gunawan, uji coba LSU dihadiri juga oleh Kepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai – Muhtadi Ganda Sutrisna, Koordinator tim Survei LAPAN –Ari Sugeng, perwakilan Inspektorat BIG, serta tim teknis BIG dan LAPAN.
Tim survei BIG dan LAPAN Pukul 10.00, unit LSU-02 yang dipasangkan kamera dengan model perekaman gambar setiap 3 detik sekali siap diterbangkan. Semua tim berkumpul bersama membentuk lingkaran berdoa untuk kelancaran uji coba yang akan dilakukan. Selama lebih kurang 1 jam, pesawat dapat
terbang dan mendarat dengan baik. Tidak ada gangguan pada pesawat dengan kecepatan terbang 30,4 m/s pada kecepatan angin 30 km/jam tersebut. Meski pada saat hendak diterbangkan Gunawan, sempat merasa sedikit was-was, “meskipun sudah sering diterbangkan, saya tetap saja deg-deg-an setiap mau mulai” kata Gunawan sambil tertawa. Setelah LSU-02 berhasil mendarat dengan sempurna, selanjutnya persiapan untuk penerbangan unit lainnya yaitu LSU01b. pesawat dengan tipe sky hunter ini prinsip kerjanya sama dengan LSU-02. Take-off dan landing pesawat yang dikendalikan secara manual oleh sang pilot, kemudian automatisasi ketika sudah mencapai ketinggian tertentu sesuai way point yang direncanakan sebelumnya. Namun pada saat percobaan kedua ini, pesawat mengalami lost contact dengan operator ketika hendak mendarat. Terlihat pada layar monitor koordinat posisi pesawat mendarat diluar lokasi yang diharapkan. Meskipun mendarat dilokasi yang tidak direncanakan, posisi pesawat masih dalam keadaan baik dengan mesin dan sensor yang masih aktif. Kegagalan mendarat diprediksi karena mesin pesawat terlalu panas karena beroperasi terlalu keras pada saat pesawat melaju berlawanan arah angin. Sedangkan untuk unit ketiga, LSU-01a tipe sky walker, diterbangkan sore hari pada saat kondisi air laut pasang. Pukul 16.30 persiapan penerbangan dilakukan. Pesawat ini terlihat begitu elok melaju diudara sore itu. Proses take-off dan landing pesawat berjalan lancar. Padahal tipe ini sempat sedikit dikhawatirkan akan tumbang karena bentuk fisik pesawat yang kecil dan ringan sedangkan kondisi angin cukup besar saat itu. Kekhawatiran berubah menjadi senyum lebar semua tim survei ketika pesawat mendarat indah dihadapan banyak orang. “Semoga mendatang LAPAN bisa memanfaatkan teknologi inframerah untuk mendeteksi beda darat dan air pada hasil foto dengan LSU” celetuk Nursugi sambil tertawa kepada Kepala Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN.(Ndy)