PEMANTAPAN OTONOMI DAERAH UNTUK MENUNJANG KEBERHASILAN PEMBANGUNAN DAERAH (Disampaikan pada acara NATIONAL SUMMIT 2009)
SODJUANGON SITUMORANG DIRJEN OTDA DEPARTEMEN DALAM NEGERI
1
Penataan Daerah Otonom 1. Pemekaran Daerah 2. Evaluasi Penyelenggaraan Pemda 3. Pembinaan dan Pengawasan Penyeleng‐garaan Pemda & Peran Gubernur sbg Wakil Pemerintah 4. Penyempurnaan regulasi otonomi daerah
Pemekaran Daerah 1.
Kebijakan moratorium pemekaran daerah & menyeluruh thdp semua Daerah Otonom Baru.
Evaluasi
2.
Penyusunan Grand Strategy Penataan Daerah yg mengatur ttg Tata Cara Pemekaran, Evaluasi & Pembinaan Daerah Otonom.
3.
Perlu masa transisi bagi suatu calon Daerah Otonom sebelum ditetapkan sbg Daerah Otonom yg definitif (seperti Provinsi/Kab/Kota Administratif).
4.
RUU Pemekaran Daerah dari 2 pintu (DPR‐RI & Pemerintah) atau cukup berasal dari 1 pintu (Pemerintah).
5.
Grand Strategy Penataan Daerah pengaturannya dalam bentuk revisi UUD, UU 32/2004 & PP 78/2007.
Evaluasi Penyelenggaraan Pemda Tahun 2008 atas LPPD 2007 1.
Dilaksanakan berdasarkan PP 6/2008
2.
Telah dilaksanakan Evaluasi thd 411 Daerah Otonom (33 Prov., 301 Kab. & 77 Kota dari 524 DO & 5 Kab/Kota Adm)
3.
Telah dilaksanakan evaluasi thd 148 DOB yang dibentuk periode 1999‐2004 (7 Prov., 113 Kab. & 28 Kota)
4.
Hasil Evaluasi dalam tahap finalisasi
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaran Pemda & Peran Gubernur sbg Wakil Pemerintah 1. 2. 3. 4.
Hubungan antar susunan/tingkat pemerintahan bersifat interkoneksi, interdependensi & saling mendukung dalam satu sistem. Prov. & kab/Kota adalah subsistem dari NKRI Pembinaan & Pengawasan Penyelenggaraan Pemda secara berjenjang oleh Mendagri dan Gubernur (termasuk Punish & reward) Revitalisasi peran Gub sbg Wakil Pemerintah dalam melakukan koordinasi, pembinaan & pengawasan, serta dukungan perangkat Gub & pendanaan Gub sbg Wakil Pemerintah (RPP ttg Kedudukan, Tugas, Wewenang & Keuangan Gub sbg Wakil Pemerintah dalam finalisasi)
PENYEMPURNAAN REGULASI OTONOMI DAERAH
1. Revisi UU 32/2004 menjadi 3 (tiga) UU yaitu UU Pemda, UU Pilkada & UU Desa 2. Harmonisasi Benturan UU Pemda dgn UU Sektor 3. Pelaksanaan PP 38/2007 & Penetapan NSPK oleh sektor.
Isu Pilkada 1.
Apakah pemilihan KDH tetap secara langsung oleh rakyat atau melalui DPRD
2.
Urgensi keberadaan Wakil Kepala Daerah pada setiap DO
3.
Bagaimana cara memperoleh calon KDH yang kapabel memimpin daerah baik yg berasal dari parpol maupun calon perseorangan
4.
Bagaimana cara melaksanakan Pemilihan KDH lebih efisien dari segi anggaran/tidak boros
5.
Penyempurnaan UU 32/2004, UU 22/2007 & UU 12/2008
Isu Dana Perimbangan 1. Dana Perimbangan sebagian besar utk biaya birokrasi, hanya sebagian kecil biaya utk pelayanan publik 2. Masalah penggunaan dana perimbangan secara efisien, efektif, transparan & akuntabel
Isu Sumber Daya Aparatur 1.
Mendorong Reformasi Birokrasi
2.
Isu putra daerah & mobilitas pegawai yg rendah. PNS sbg Perekat Bangsa
3.
Politisasi birokrasi
4.
Peningkatan kompetensi & kapasitas aparatur Pemda
5.
Masalah pengembangan karier aparatur Pemda
6.
Masalah renumerasi, penghargaan & sanksi
11/12/2009
10
•
MASALAH : Belum optimalnya pembagian urusan antar tingkatan pemerintahan; 9 Belum adanya koherensi antara UU 32/2004 dengan UU sektoral; 9 Masih Potensialnya benturan antara UU Otonomi dgn UU Sektor 9
•
USULAN PERUBAHAN: 9 Membuat pengaturan yang jelas dalam pembagian urusan dengan mengadopsi semangat dari PP 38/2007; 9 Merinci urusan pemerintahan yang dapat didesentralisasikan (31 urusan) : 9 Pemerintah : • • •
Menetapkan NSPK sebagai acuan bagi daerah dalam melaksanakan kewenangannya dalam koridor NKRI Mensinerjikan kegiatan pemerintahan dan pembangunan antara Pusat dan Daerah; memberdayakan daerah, dan melaksanakan Supervisi, Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan otonomi daerah Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan yang berskala internasional dan Nasional (lintas provinsi).
9 Provinsi: • •
Menetapkan kebijakan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yg menjadi kewenangannya dalam NSPK yg ditetapkan Pusat Menyelenggaran urusan pemerintahan yg di desentralisasikan yg berskala Provinsi (lintas Kab/Kota dalam Prov ybs)
9 Kabupaten/ kota: ¾ Menetapkan kebijakan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yg menjadi kewenangannya dgn mengacu kpd NSPK yg ditetapkan Pusat ¾ Menyelenggarakan urusan pemerintahan yg di desentralisasikan yang berskala Kab/Kota.
11/12/2009
11
MASALAH : • •
• •
Pembentukan DOB cenderung kurang terkendali dan hanya didorong oleh kepentingan elit politik dan birokrasi Pembentukan DOB sering berdampak negatif terhadap daerah induk dan daerah baru terkait dengan penurunan kualitas pelayanan publik, konflik yang muncul sebagai ekses dari pemekaran, dan proliferasi kecamatan dan kalurahan/ desa yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan. Biaya pemerintahan cenderung menjadi semakin mahal karena semakin banyak biaya birokrasi dan aparatur yang harus ditanggung oleh pemerintah Pengaturan pemekaran dalam PP 78/2007 seringkali tidak dipatuhi dalam proses pembentukan DOB.
USULAN PERUBAHAN : • •
Pengaturan yang lebih ketat tentang pemekaran dengan mengadopsi persyaratan dalam PP 78/2007 (syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan dsb) Penerapan daerah transisi (administratif) selama 5 th, baru kemudian dievaluasi kelayakannya, jika tidak layak tidak disahkan sebagai daerah otonom, kembali menjadi bagian dari daerah induknya. Daerah yang tidak lolos evaluasi dapat diusulkan kembali sebagai daerah otonom.
11/12/2009
12
MASALAH : • Pilkada secara berpasangan sering menimbulkan masalah karena KDH dan wakilnya merasa memiliki legitimasi yang sama; Sedangkan akses wakil KDH terhadap sumberdaya politik, anggaran dan birokrasi, sangat kecil; • Biaya Pilkada Gubernur yang sangat tinggi dan memberatkan APBD • KDH dan wkl KDH yang berasal dari partai yang berbeda sering membuat keduanya memiliki agenda‐dan kepentingan yang berbeda terkait dengan kepentingan partai politiknya masing‐ masing; • Konflik antara KDH dan wkl KDH sering merembet ke aparatur daerah sehingga membuat birokrasi dan aparatur daerah terkotak‐kotak; USULAN PERUBAHAN :
Alternatif 1: • • • • • •
Pilkada dilakukan hanya pada kepala daerah, wakil kepala daerah dapat (fakultatif) diusulkan oleh gubernur kepada Presiden atau oleh Bupati/ Walikota kepada Mendagri melalui gubernur, jika menghendaki adanya wakil. Jumlah calon wakil kepala daerah maks 4 untuk Prov dan 3 untuk Kab/Kota. Calon yang diusulkan adalah 2 kali lebih banyak dari yang dikehendaki; Wakil KDH ditetapkan atas usulan dan bukan dipilih (elected ) Seandainya KDH berhalangan tetap maka DPRD melakukan pilihan terhadap wakil KDH yang ada untuk menggantikan KDH;apabila wakil KDH lebih dari satu Kalau KDH berhalangan tetap dan tidak memiliki wakil maka dilakukan pilkada baru. Pengaturan tehnisnya dalam PP 11/12/2009
13
PILKADA….. Alternatif 2: • Pemilihan Kepala Daerah tetap berpasangan, tapi kepala daerah diberi kewenangan sepenuhnya untuk memilih wakilnya; • Ada pembagian peran yang lebih jelas dan hak‐hak protokoler yang lebih seimbang antara KDH dan Wakil KDH; • Kalau ada konflik antara KDH dengan Wakil KDH maka penyelesaiannya diserahkan kepada KDH;
11/12/2009
14
PILKADA….. • Untuk pilkada gubernur ada ada dua alternatif; – pertama dipilih secara demokratis (DPRD) dengan pertimbangan lebih efisien, dengan alasan hubungan antara gubernur dengan voters jauh dan mereka tidak mengenal calon gubernur, anggota DPRD lebih rasional daripada warga pada umumnya. – Alternatif kedua; tetap secara langsung karena pilkada langsung lebih partisipatif.
11/12/2009
15
MASALAH : • •
Peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak didefinisikan secara jelas; Gubernur sebagai wakil pemerintah tidak memiliki perangkat dan anggaran untuk menjalankan perannya;
USULAN PERUBAHAN : •
•
• • •
Peran Gubernur sebagai wakil PEMERINTAH diperjelas, yaitu: – Mengkoordinasikan kegiatan pemerintahan dan pembangunan antara Provinsi dan Kab/Kota serta antar Kab/Kota yg ada di wilayahnya – Melakukan monitoring, evaluasi, supervisi terhadap Kab/Kota yg ada di wilayahnya – Memberdayakan dan fasilitasi terhadap Kab/Kota di wilayahnya Menyelenggarakan urusan pemerintahan umum; urusan pemerintahan yg diluar kewenangan mutlak dan diluar kewenangan yg di desentralisasikan seperti menjaga integritas bangsa; melakukan koordinasi instansi Pusat dan Daerah, menjaga kerukunan beragama dll Memberikan persetujuan atas Perda Kab/Kota terkait Tata Ruang, Pajak dan Retribusi Daerah, dan Pengawasan terhadap Perda Kab/kota Memberikan Rekomendasi atas penyaluran DAK dan atau Hibah ke Kab/Kota Gubernur harus memiliki anggaran yang jelas dan perangkat sendiri yang kompeten untuk menjalankan peran sebagai wakil pemerintah.
11/12/2009
16
MASALAH : ¾ ¾ ¾ ¾
Mengedepannya isu putra daerah; Mobilitas pegawai yang rendah; Politisasi birokrasi yang semakin tinggi; Tidak ada korelasi kepegawaian daerah dengan urusan dan kelembagaan;
USULAN PERUBAHAN : Mengembangkan sistem rekrutmen dan promosi yang terbuka, kompetitif, berbasis kompetensi, kontrak kinerja; Mengenalkan konsep senior executive services dan jabatan fungsional strategis yang pengaturannya dilakukan oleh pemerintah pusat (detailnya diatur dengan PP); Rekruitmen pegawai didasarkan atas kebutuhan lembaga dan jabatan (position-based personnel management); Mengenalkan konsep aparatur daerah sebagai bagian dari aparatur nasional dan mengintrodusir tenaga kontrak untuk pekerjaan klerikel ; Mendorong adanya komisi kepegawaian daerah ; 11/12/2009
17
MASALAH : Banyak peraturan daerah (Perda) atau usulan Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi; Perda tidak pernah dilaporkan; Pengawasan perda lemah; Mekanisme pembatalan perda tidak jelas;
USULAN PERUBAHAN : Gubernur selaku wakil pemerintah melakukan pengawasan preventif terhadap 4 perda kab/ kota dengan (Perda Tata Ruang Daerah, Perda tentang Pajak, Perda tentang Retribusi Daerah dan Perda tentang APBD); Untuk Perda lainnya, Kabupaten/Kota harus melaporkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah (pengawasan represif); Gubernur melaporkan summari hasil pengawasan kepada presiden; Pemerintah melakukan pengawasan terhadap Perda Provinsi; Pengendalian perda dilakukan melalui executive review, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa daerah melakukan judicial review ketika tidak puas dengan hasil executive review;
11/12/2009
18
MASALAH : ¾ Sebagian besar APBD (70‐80 %) dialokasikan untuk belanja aparatur dan biaya operasional dan proporsi untuk belanja pelayanan publik sangat rendah; ¾ Penggunaan dana dekonsentrasi dan TP untuk urusan yang telah didesentralisasikan ¾ Efektivitas penentuan dan penggunaan DAK
USULAN PERUBAHAN : Mendorong daerah untuk memperbesar anggaran untuk belanja publik dan kegiatan yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat. Dekonsentrasi hanya dilakukan pada urusan mutlak/ekslusif pemerintah dan urusan concurrent yang menurut kriteria tertentu sebaiknya ditangani oleh pusat (masukkan ketentuan PP 7/ 2008 mengenai dekon dan Tugas Pembantuan) 11/12/2009
19
KEUANGAN DAERAH (2)
UNTUK PERBAIKAN EFEKTIFITAS DAK : Penguatan peran gubernur sebagai budget optimizer dalam alokasi DAK: K/L menentukan arah dan prioritas, pagu indikatif setiap provinsi setelah mendengar pendapat gubernur. Sebelum gubernur memberi pendapat gubernur harus mendengar bupati/ walikota Gubernur mengkoordinasi K/L untuk merumuskan perencanaan akhir dari DAK provinsi Depdagri mengkordinasikan dan melakukan monitoring pelaksanaan DAK di provinsi Pengaturan tentang peluang daerah untuk melakukan investasi jangka panjang, jangka menengah, dan pendek Pengaturan yang lebih detail tentang BUMD
11/12/2009
20
MASALAH : Tidak ada pengaturan tentang bagaimana sebaiknya pelayanan publik diselenggarakan oleh daerah ( jenis‐jenisnya, mekanisme persyaratan dan kualitas pelayanan) Kesenjangan kualitas pelayanan antar daerah sangat besar
USULAN PERUBAHAN : ¾ Mendefinisikan pelayanan dasar dan mengharuskan daerah untuk menyelenggarakan sesuai dengan SPM yang dibuat pemerintah pusat ¾ Mengharuskan daerah membuat standar proses pelayanan yang mencakup hak‐hak warga atas informasi, hak untuk berpartisipasi, standar waktu dan biaya dan memasukannya dalam maklumat atau kontrak pelayanan ¾ Melindungi hak warga untuk menyampaikan keluhan, perlindungan sebagai pelapor, dan memperoleh tanggapan yang wajar dari penyelenggara pelayanan. ¾ Mendorong terbentuknya komisi pelayanan publik atau ombudsman daerah
11/12/2009
21
MASALAH : • Banyak kawasan perbatasan yang tidak terurus dengan baik, karena seringkali secara politis tidak menguntungkan bagi kepala daerah untuk peduli kepada kawasan perbatasan • Kawasan perbatasan yang tidak terurus dengan baik dapat menimbulkan dampak geo‐politik yang luas dan merugikan kepentingan nasional USULAN PERUBAHAN : ¾ Perlu ada pengaturan yang mendorong/ memberi insentif kepada daerah untuk peduli pada kawasan perbatasan ¾ Pendekatan terhadap kawasan perbatasan harus mencakup kepentingan pertahanan, identitas nasional, dan kesejahteraan ¾ Perlu pengaturan mengenai pengelolaan kawasan perbatasan salah satunya melalui Badan Pengelola Perbatasan; badan ini dapat melibatkan multi‐pihak atau kerjasama pusat dan daerah ¾ Pengaturan tentang kawasan perbatasan harus dapat mengurangi keinginan untuk pemekaran dan perdangan illegal ¾ Perlu dibuka kemungkinan kerjasama dengan negara tetangga ¾ Perlu dipikirkan kemungkinan peran instansi vertikal tertentu di perbatasan ¾ Kemungkinan dibuat pemda didaerah perbatasan 11/12/2009
22
MASALAH : • Keengganan daerah untuk kerjasama dalam penyeleggaraan pelayanan; • Kerjasama antara daerah dengan swasta belum diatur dengan jelas; USULAN PERUBAHAN : Perlu menciptakan mekanisme insentif dan disinsentif untuk mendorong kerjasama antar daerah; Beberapa pengaturan dalam PP 50/2007 dapat dimasukan dalam UU; prinsip kerjasama: efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan eksternalitas, saling menguntungkan, kepentingan publik, penyelesaian konflik sebagai akibat dari kerjasama; JENIS KERJASAMA : • WAJIB : Apabila urusan yang mencakup lintas batas daerah otonom, urusan yang eksternalitasnya melewati batas daerah otonom, kepentingan lingkungan dan masyarakat luas, efisiensi ( kawasan perkotaan, pembangunan infrastruktur, konservasi, DAS, pengelolaan air, dan kawasan khusus); • SUKARELA : urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan dapat berupa penyediaan pelayanan publik;
11/12/2009
23
KERJASAMA ANTAR DAERAH (2) • •
Perlu ada kebijakan Insentif dan disinsentif fiskal untuk mendorong kerjasama antar daerah; Kriteria larangan kerjasama yang merugikan kepentingan masyarakat luas, misalnya, kerjasama dengan swasta dalam pengelolaan air yang merugikan petani dan masyarakat luas;
PENGATURAN BENTUK KERJASAMA : • Tipe kerjasama, fihak yang bekerjasama, antar daerah, antara daerah dengan pusat, antar pemerintah dengan swasta; MEKANISME KERJASAMA : Untuk penyelenggaraan urusan tertentu yang memiliki dampak luas melewati batas daerah pemda wajib melakukan kerjasama. Jika daerah tidak melakukan kerjasama maka pusat dapat mengambil alih urusan dengan biaya dari daerah yang bersangkutan; Inisiatif kerjasama dapat berasal dari salah satu pihak; Dilakukan oleh kepala daerah tetapi dapat didelegasikan kepada kepala SKPD; Harus ada persetujuan dari DPRD bila kerjasama membebani masyarakat; Perlu ada mekanisme pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kerjasama antar daerah;
11/12/2009
24
12. DESA PERMASALAHAN:
1. Kedudukan Desa dalam sistem Pemerintahan 2. Kewenangan Desa yg belum jelas antara kewenangan asli dan kewenangan atas dasar penyerahan dari Kab/Kota 3. Pembentukan Desa (size area dan populasi) 4. Masalah Penyeragaman Desa 5. Sumber Keuangan Desa yg terbatas 6. Badan Permusyawaratan Desa 7. Penetapan Sekdes yg sering menimbulkan kecemburuan perangkat Desa lainnya 8. Usaha Desa yg diambil alih oleh Kab/Kota seperti pasar desa 9. Hubungan Kades dgn BPD yg sering kurang harmonis 10.Pembangunan Desa yg kurang melibatkan pemerintah Desa 11/12/2009
25
DESA (lanjutan) USULAN PERUBAHAN: 1. Kejelasan antara kewenangan asli Desa dan kewenangan hasil penyerahan dari Kab/Kota 2. Kewenangan mengelola aset desa (asli atau diserahkan) 3. Pengakuan hukum nasional mengakui hukum ulayat (definisi Ulayat) 4. Penentuan batas jumlah dan batas minimum area dan penduduk Desa 5. Pengaturan bentuk, susunan dan status pemerintahan Desa oleh Provinsi untuk menghindari variasi antar Kab/Kota yg terlalu luas. 6. Kewenangan asli dibiayai pendapatan asli desa; tugas tambahan dibiayai oleh APBD Kab/Kota atau yang menugaskan sesuai peraturan perundangan 7. Adanya kewenangan yang jelas melalui TP ke Desa dan sumber pembiayaannya (money follows functions) 8. BPD diserahkan pengaturannya kepada Provinsi mempertimbangkan kearifan lokal 9. Bumdes dikelola sebagai Usaha Desa 10. Sinerji program Desa dengan program pemerintahan atasan
11/12/2009
26
13. PERANGKAT DAERAH PERMASALAHAN: 1. Kecenderungan daerah meng‐adopsi struktur gemuk shg membengkakkan overhead cost. 2. Adanya desakan dari Departemen/LPND untuk membentuk lembaga sejenis oleh daerah dengan iming2 bantuan dari Dept/LPND ybs 3. Struktur gemuk akan mendesak pertambahan PNS yg sering kurang relevan dgn kebutuhan kesejahteraan masy lokal dan menambah overhead cost dan mengurangi biaya pelayanan publik ARAH PERUBAHAN: 1. Mengupayakan adanya kebijakan insentif bagi daerah yg menerapkan struktur ramping dan dis‐insentif bagi yg menerapkan struktur gemuk. 2. Mendorong daerah menerapkan struktur yg sesuai dgn urusan wajib dan pilihan yg benar2 prioritas sesuai kebutuhan mensejahterakan masyarakat.
11/12/2009
27
• Masalah: Tidak adanya forum koordinasi penyelenggara pemerintahan umum(pembinaan ideologi dan kesatuan bangsa; kordinasi pusat dan daerah, menjaga kerukunan beragama, persatuan dan kesatuan bangsa dll) di daerah sering menghambat sinerji kegiatan pemerintahan umum di daerah • Tidak ada sumber pembiayaan yang jelas mempersulit koordinasi dan sinerji •
• Usulan Perubahan: • •
•
Daerah dapat membentuk forum penyelenggara pemerintahan umum di daerah Keanggotaan forum melibatkan semua pimpinan lembaga penyelenggara pemerintahan umum di daerah seperti perwakilan TNI, Polri, Kejaksaan, dan instansi Pusat lainnya yg ada di daerah Sumber pembiayaan berasal dari APBN
• Masalah: • Banyak pejabat publik takut melakukan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat • Tidak adanya pengaturan yang jelas tentang diskresi dan penyelesaian hukum dari kesalahan dalam pengambilan diskresi • Usulan perubahan: • Perlu ada pengaturan yang jelas tentang diskresi pejabat publik di daerah (tidak menimbulkan kerugian negara, tidak ada konflik kepentingan, bertujuan untuk kepentingan umum) • Mendorong penggunaan hukum acara administrasi negara untuk menyelesaikan masalah hukum yang muncul sebagai akibat dari diskresi yang diambil oleh para pejabat publik • Mencegah kriminalisasi masalah administrasi
16. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN • Masalah: • Tidak jelasnya antara pembinaan yg dilaksanakan Depdagri dan Departemen Tehnis thd Daerah. • Pengawasan cenderung hanya terbatas aspek keuangan saja shg menyebabkan tumpang tindih antar instansi pengawas (Itjen, BPKP dan BPK) • Usulan perubahan: • Adanya kejelasan bahwa Depdagri berperan melakukan binwas umum dan Departemen tehnis melakukan binwas tehnis • Ada kejelasan kordinasi antara binwas umum an binwas tehnis
17. BINWAS GUBERNUR TERHADAP KABUPATEN/KOTA • Masalah: • • •
Bupati/Walikota sering tidak mengindahkan rapat atau undangan dari Gubernur karena merasa bukan bawahan Gubernur akibat otonomi yg tidak hirarkhis Kecenderungan munculnya tudingan munculnya raja2 kecil di daerah Gubernur sering ragu2 menindak Bupati/Walikota yg bermasalah
• Usulan perubahan: • • •
Revitalisasi peran Gubernur sbg wakil Pusat untuk bertindsak lebih decisive Adanya sanksi yg tegas thd Bupati/Walikota yg mengabaikan binwas yg dilakukan Gubernur sbg Wakil Pusat Secepatnya membuat pengaturan mengenai peran Gubernur sbg wakil Pusat di daerah
18. OTONOMI KHUSUS • Masalah: • • • •
Otsus khususnya Otsus Papua belum menghasilkan kesejahteraan masyarakat walaupun dana Otsus cukup signifikan jumlahnya Kecenderungan pemekaran di Papua untuk mendapatkan akses dana Otsus yg sering hanya menguntungkan elite lokal dan sering jarang ditempat setelah pemekaran Otsus Aceh; memerlukan akselerasi penyelesaian aspek regulasinya agar penyelenggaraan Otsus berjalan optimal Otsus DIY revisinya belum selesai
• Usulan perubahan: • • • •
Perlunya binwas dan fasilitasi khusus terhadap Otsus Papua agar memacu kesejahteraan masy. Adanya sanksi bagi Kepala Daerah yg jarang ada ditempat Otsus Aceh; secepatnya menyelesaikan aspek regulasinya Otsus DIY; secepatnya menyelesaikan UU DIY