KESIAPAN PEMERINTAH DAERAH DALAM ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN UNTUK PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Oleh : Drs.H.M.Arry Djauhari,M.Si.- Dosen Kopertis dpk.FISIP UNLA
ABSTRAK Pelaksanaan Otonomi Daerah yang mengedepankan prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat dan keaneka ragaman Daerah, dalam pelaksanaannya diperlukan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah , maka sumbersumber penerimaan Daerah tersebut harus dapat dioptimalkan dan di berdayakan serta dialokasikan secara proporsional dalam sebuah sistem anggaran yang akomodatif dan menyentuh sektor-sektor riil terutama dalam mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemberdayaan ekonomi rakyat dan lain sebagainya. Oleh karena itu untuk melaksanakan kebijakan ini perlu disiapkan sedini mungkin terutama masalah pembiayaan, karena hal ini merupakan modal dalam melaksanakan Otonomi, selain daripada itu alokasi anggaran pembangunan harus dititik beratkan pada kebutuhan masyarakat dan Daerah terutama yang langsung merryentuh sektor riil. Alokasi Anggaran yang tercermin di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja harus merupakan potret kebijakan pemerintah dalam melaksanakan politik anggaran yang nyata dan akomadatif terhadap kebutuhan Daerah. Oleh karena itu harus bersifat Bottom Of Planing.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Otonomi Daerah, alokasi anggaran, pendapatan asli daerah.
1. LATAR BELAKANG MASALAH Hadirnya Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004) dan Perimbangar Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004) telah memperkukuh /menjustifikasi pelaksanaan Otonomi Daerah yang mengedepankan prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat dan keaneka ragaman Daerah, dengan demikian dalam pelaksanaannya diperlukan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, proporsional dan adanya kewenangan seluruh bidang pemerintahan (tidak termasuk yang dikecualikan oleh UU Nomor 32 tahun 2004). Kondisi demikian memberikan implikasi pada semakin banyaknya urusan dan pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat yang secara langsung menuntut pembiayaan yang tidak sedikit. Pada dasarnya hal itu merupakan sebuah konsekuensi dari implementasi Otonomi Daerah yang menuntut kemandirian. Sebagaimana diketahui bahwa sumber-sumber penerimaan Daerah yang akan dipergunakan sebagai sumber pembiayaan bagi pelaksanaan otonomi Daerah antara lain Dalam pasal 3 Undang Undang Nomor 33 Tahua 2004 yang menyatakan antara lain : 1. Pendapatan Ash Daerah Sendiri (PADS) 2. Dana Perimbangan 3. Pinjaman Daerah 4. Lain-lain penerimaan yang syah. Untuk Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) Pemerintah Daerah memperoleh dana dari. a. Hasil Pajak Daerah b. Hasil Retribusi Daerah c. Hasil Perusahaan Daeran dan hasil pengelolaan Kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan. d. Lain-lain Pendapatan Daerah yang syah. Dana Perimbangan bersumber antara lain dari :
(1) Dana Perimbangan terdiri dari: a. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan dari sumber daya alam; b. Dana Alokasi Umum; c. dana Alokasi Khusus; Secara lebih jelas mengenai Dana perimbangan ini dapat terlihat dalam table di bawah ini:
PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAHBERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1998
PEROLEHAN UNTUK (%) No
1 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11
Sumber Penerimaan 2 Pajak Bumi Dan Bangunan Bea Perolehan atas Hak Kehutanan Iuran HPH Kehutanan Popinsi Pertambangan Umum Pertambangan Umum Iuran Ekplorasi dan Ekploitasi Perikanan Minyak Gas Reboisasi Penerimaan Dalam Negri
Pemerintah Pusat 3
Pemerintah Propinsi 4
Pemerintah Kab./Kota 5
Penghasilan 6
10
-
90
-
20
-
80
-
20
16
-
64
20
16
32
32
20
16
64
-
20
16
32
32
20 85 70 40
3 6 -
80 6 12 60
6 12 -
75
2,5
22,5
-
Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah , maka sumbersumber penerimaan Daerah tersebut harus dapat dioptimalkan dan di berdayakan serta dialokasikan secara proporsional dalam sebuah sistem anggaran yang akomodatif dan menyentuh sektor-sektor riil terutama dalam mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemberdayaan ekonomi rakyat dan lain sebagainya. Secara nyata mengenai alokasi anggaran pembangunan ini akan tercermin pada Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan propinsi, untuk itu perlu ditetapkan skala prioritas yang tentunya setiap daerah mempunyai keaneka ragaman dalam penetapannya meskipun pada umumnya mempunyai visi dan misi yang sama. 2. IDENTIFIKASI MASALAH Untuk mempermudah dalam pembahasan maka dirumuskan Identifikasi masalah antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana strategi Alokasi Anggaran Pembangunan Yang harus dilakukan Oleh Pemerintahan Daerah Dalam melaksanakan Otonomi Daerah. 2. Bagaimana mekanisme penetapan skala prioritas dalam Alokasi Anggaran untuk melaksanakan Otonomi Daerah.
3. KERANGKA PEMIKIRAN a. Desentralisasi : Otonomi Pemerintah suatu negara dibentuk dengan tujuan utama untuk menjaga sistem ketertiban sehingga masyarakat dapat menjalani kehidupannya secara wajar. Oleh karena itu pemerintah mengatur dan menyelenggarakan perbagai kebutuhan hidup yang diperlukan masyarakainya. Perkembangan paling mutakhir dalam kerangka tujuan utama ini adalah bahwa pemerintah tidak semata-mata mengatur dan menyelenggarakan kebutuhan masyarakatnya, namun dituntut lebih mampu memfasilitasi masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Dalam kaitan ini pemerintah tidak dimaksudkan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi berfungsi sebagai pelayan masyarakat, serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat dan juga pemerintah dapat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya untuk mencapai kemajuan bersama, oleh karena itu Osborn dan Geebler ( Reinvinting Government, 1992: 227 ) menyatakan bahwa Pemerintah perlu semakin didekatkan dengan masyarakat, salah satu mekanismenya menurut Smith ialah dengan menerapkan kebijakan desentralisasi. Otonomi Daerah adalah merupakan varian atau konsep turunan dari implementasi desentralisasi, secara konsepsional Otonomi Daerah adalah Hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hak tersebut diperolehnya melalui penyerahan sejumlah urusan dari pemerintah pusat atau pemerintah tingkat atasnya sesuai dengan : keadaan; kemampuan serta kebutuhan Daerah yang bersangkutan. Isu mengenai Otonomi selalu mengundang polemik, dalam banyak kasus hak otonomi bagi suatu Daerah hanya diperoleh dari pemerintah pusat setelah terjadi konflik, namun otonomi juga diakui sebagai suatu prinsip yang diperlukan demi efisiensi dan efektifitas proses pnyelenggaraan pemerintahan di Daerah. Di Indonesia pelaksanaan Otonomi Daerah dijustifikasi dengan hadirnya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomoro 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, secara kongkret diselenggarakan bersama-sama antara Kepala Daerah dan DPRD. Oleh karena itu untuk melaksanakan kebijakan ini perlu disiapkan sedini mungkin terutama masalah pembiayaan, karena hal ini merupakan modal dalam melaksanakan Otonomi, selain daripada itu alokasi anggaran pembangunan harus dititik beratkan pada kebutuhan masyarakat dan Daerah terutama yang langsung merryentuh sektor riil.
b. Desentralisasi Fiskal Persoalan fiskal atau keuangan menjadi hal yang sangat sensitif dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, dimasa lalu sistem ini di Indonesia sangaf ierpusat baik dari segi penerimaan maupun pengeluarannya. Disisi penerimaan , hal ini terjadi karena sebagian besar jenis komponen penerimaan dikuasai oleh pusat, demikian pula
pengeluaran, pusat memiliki peranan yang sangat besar di hampir semua aktivitas sektoral. Hadirnya Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah berusaha untuk mengatasi persoalan ini. Langkah langkah yang diambil antara lain masih terfokuskan pada sisi penerimaan. Hal ini sangat nyata dari adanya perubahan dalam sistem "bagi hasil" penerimaan antara pusat dan Daerah-daerah "kaya" sumber dava alain. Pada saat yang sama terjadi perubahan yang mendasar dalam pemerintahan daerah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru yakni UndangUndang Nomo 32 Tahsu 2004, dalam kaitannya dengan desentralisasi fiskal terdapat dua hal yang paling penting. Pertama, Otonomi Daerah terletak pada tlngkat Kabupaten dan Kota ; sementara itu propinsi mengemban tidak saja fungsi desentralisasi tetai juga fungsi dekonsentrasi. Sebagai fungsi desentralisasi, propinsi harus tetap memiliki penerimaan ash yang tersendiri. Kedua kewenangan Daerah (kabupaten dan Kota) diperluas, yaitu mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pernerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal; Agama; serta kewenangan lain. Lazimnya Finance folows function, tetapi bila ditinjau dari implementasi UU Perimbangan Keuangan, maka tampaknya terjadi tindakan yang sebaliknya;dimana pembagian penerimaan antar pemerintahan dilakukan terlebih dahulu. Dalam hal ini timbul kehawatiran bagi sebagian besar fihak bahwa efisiensi penggunaan dana menjadi tidak tercapai, khususnya bagi Daerah yang memperoleh tambahan dana "bagi hasil" Dari uraian tersebut dapat dikemukankan Pertama : deskripsi pembagian wewenang tersebut belum secara jelas diatur lebih lanjut di tingkat Daerah, sebagai akibatnya besarnya biaya untuk melaksanakan aktivitas tersebut belum dapat diperkirakan, Kedua : Pada umumnya menurut Bahl,kebutuhan pengeluaran pada suatu Daerah sangat tinggi, terlebih-lebih pada negara yang belum berkembang. Dengan demikian tidak terlalu dirisaukan apakah desentralisasi dimulai dari pembagian penerimaan maupun dimulai dari pembagian urusan yang jelas. Bertumpuknya
Urusan
di
Daerah
yang
memerlukan
pembiayaan adalah merupakan konsekwensi dari Otonomi, namun UU Nomor 33 Tahun 2004 telah mengantisipasinya dengan disediakannya dana alokasi umum, yang menjadi persoalan adalah bagaimana dana ini dialokasikan dalam sebuah sistem penganggaran yang akomodatif terhadap kebutuhan Daerah.
c. Angaran Penerimaan dan Belanja Yang dimaksud dengan anggaran (budget) adalah suatu daftar atau pemyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran baik negara (APBN) maupun Daerah (APBD) yang diharapkan dalarn jangka waktu tertentu yang biasa adaiah satu tahun. Dengan demikian dala_m Budget ini akan tercermin alokasi-alokasi anggaran pembangunan yang harus merupakan prioritas yang strategis. Dalam konteks pembuatannya biasanya yang menyiapkan rencana Budget ini adalah eksekutif termasuk datam menetapkan alokasi-alokasi anggarannya yang kemudian diajukan kepada lembaga legislatif untuk dipertimbangkan kemudian menetapkan dan memutuskannya sebagai Undang-Undang (.APBN) dan sebagai Peraturan Daerah (APBD). Didalam Anggaran Penerimaan dan Belanja baik Negara maupun Daeran terdapat dua aspek yang sangat penting di dalam menentukan alokasi anggaran yakni: a. Pengeluaran rutin yang terdiri dari: 1. Belanja pegawai/pensiun 2. Belanja barang 3. Subsidi Daerah 4. Subsidi Daerah otonom 5. Bunga/Cicilan hutang 6. Lain-lain b. Pengeluaran Pembangunan yang terdiri dari: 1. Program pembangunan 2. Bantuan proyek Prioritas utama dalam pembuatan budget ini adalah menetukan alokasi-alokasi yang bersifat strategis yang tentunya di luar yang sifatnya rutin yakni alokasi anggran pembangunan, karena hal ini menyangkut kebutuhan Masyarakat dan Daerah. Dalam mencermati hal itu sektorsektor pembargunan yang betul-betul nil
harus nnerupakan prioritas utama dalam alokasi anggaran seperti: a. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia b. Perluasan Kesempatan Kerja c. Usaha ekonomi produktif d. Dan bantuan lainnya yang bersifat non rutin dan non subsidi. Yang jelas pengalokasian anggaran pembangunan tersebut harus mendorong kepada upaya pemberdayaan potensi Daerah baik sumber daya alam maupun manusia, karena Otonumi Daerah menuntut kemandirian dan euntrepreneurship sehingga pada akhimya masyarakat dapat benar-benar merasakan hasil-hasil pembangunannnya.
4. PEMBAHASAN Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa alokasi anggaran pembangunan yang dicerminkan di dalam Anggaran pendapatan dan Belanja dalam kerangka pelaksanaar, O+onomi Daerah harus diarahkan kepada sektor-sektor yang riil seperti Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, Perluasan Kesempatan Kerja, Usaha ekonomi produktif, dan bantuan lainnya yang bersifat non rutin dan non subsidi. Hal tersebut merupakan kondisi ideal yang harus diwujudkan, untuk lebih jelasnya dibawah ini akan diuraikan secara singkat mengenai hal-hal tersebut: a. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Yang harus menjadi prioritas utama dalam alokasi anggaran pembangunan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia karena hal ini merupakan hal yang strategis dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Artinva Daerah tersebut semakin dituntut untuk mandiri maka semakin dituntut pula kualitas sumber daya manusia yang handal. Alokasi anggaran pembangunan ini dapat dilakukan melalui menarnbah alokasi anggaran sektor pendidikan dari tingkat sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, karena perlu disadari bahwa pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat di Daerah-Daerah adalah rendah dan berkecenderuagan kepada buta huruf. Sehingga sulit untuk diberdayakan. Mekanismenya dapat melalui memperbanyak fasilitas-
fasilitas fisik ataupun kembali menggalakkan program Wajib Belajar sampai Sekolah Lanjutan Atas (paket A. B dan C). Selanjutnya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk aparat pemerintahan pun perlu menjadi perhatian dalam kerangka alokasi anggaran pembangunan terutama di daerah Kabupaten dan Kota, karena dalam konteks pelaksanaan Otonomi Daerah, aparatur a1;an semakin dihadapkan kepada persoalan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan terhadaap masyarakat yang semakin komplek. Dengan demikian pemberian kesempatan dan bantuan untuk ijin belajar , tugas belajar (S-1, S-2, S-3) , pelatihan-pelatihan dan penjenjangan karier harus menjadi prioritas dalam alokasi anggaran pembangunan guna menghasilkan aparatur-aparatur yang handal serta acceptable dan kredibel dalam menghadapi tugas-tugasnya sebagai birokrat dimasa depan.
b. Perluasan Kesempatan Kerja Perluasan Kesempatan Kerja merupakan salah satu konsep yang harus dikedepankan guna memberdayakan ekonomi rakyat karena. sangat disadari bahwa pasca runtuhnya rezim orde baru perekonomian di Indonesia mengalami krisis yang sampai dengan sekarang masih dalam proses penataan, oleh karena itu alokasi anggaran Pembangunan harus dapat mendorong penciptaan lapangan kerja pada sektor informal baik melalui pembinaan-pembinaan keterampilan kerja (home industn,, teknologi tepat guna) maupun dengan pemberian bantuan-bantuan proyek yang bersifat padat karya yang tentunya mempunyai urgensi dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam konteks Otonomi Daerah kenyataan di atas sangat kontekstual karena harapan dari program ini selain dapat mengatasi pengangguran juga dapat memberikan kontribusi bagi penerimaan Daerah, sehingga alokasi anggaran pembangunan dapat berjalan seimbang antara suply dan demand. c. Usaha Ekonomi Produktif. Usaha ekonomi produktif merupakan salah atu program yang harw digalakkan serta mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah terutama dalam alokasi anggaran pembangunan , karena
usaha ekonomi produk-tif merupakan satu sarana dari penguatan mekanisme ekonomi kerakvata. Bantuan-bantuan untuk program ini bisa dialokasikan melalui pembinaan, pemberian bantuan modal bergulir, dan terutama dalam hal pemasaran. Karena pada umumnya kemadegan program selain faktor modal juga pemasaran. Dari uraian ini dapat dijelaskan, bahwa dengan prioritas utama alokasi anggaran pada hal-hal yang sifatnya non rutin bukan berarti hal yang bersifat rutin dihilangkan, namun kiranya dapat dikurangi sehingga pada akhimya alokasi anggaran dalam implementasinya dapat efektif dan efisien.
5. KESIMPULAN Alokasi Anggaran yang tercermin di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja harus merupakan potret kebijakan pemerintah dalam melaksanakan politik anggaran yang nyata dan akomadatif terhadap kebutuhan Daerah. Oleh karena itu harus bersifat Bottom Of Planing. Dalam penyusunan dan penetapan alokasi anggaran dalam kontek pelaksanaan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah harus dapat membuat prioritas terhadap usaha-usaha yang dapat mendorong ke arah pemberdayaan potensi rakyat dan Daerah baik dalam peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia maupun dalam peningkatan dibidang ekonomi melalui usaha yang mendorong kepada perluasan kesempatan kerja maupun peningkatan usaha ekonomi produktif Yang dalam kenyataannya, tentunya harus dapat mengurangi pengeluaran yang sifatnya rutin terutama yang berakaitan dengan subsidi-subsidi yang dianggap tidak efisien. Hal itu perlu dilakukan selain dalam rangka pemberdayaan potensi Daerah juga dalam rangka efsiensi dan efektifitas politik anggaran yang betul-betul menyentuh kepentingan masyarakat yang sedang gelisah karena multi krisis yang terjadi dan berkepanjangan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahl Roy, 1998 , Implementation Rules for Fiscal Decentralization" dalam Raksaka Mahi Desentralisasi Fiskal: Implementasi UU perimbangan keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah, Jakarta: Cansil, CST, 1994. Sistem Pemerintahan Republik Indonesia, Jakarta:Rineka Suparmoko, 1987, Keuangan Negara. BPFE : Yogyakarta Republik Indonesia, 1999, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Eksemplar lepas ________________, 1999, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah _________________, 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Eksemplar Lepas
