EMBRYO VOL. 7 NO. 1
JUNI 2010
ISSN 0216-0188
PEMANFAATAN TEORI BUKTI DEMPSTER-SHAFFER UNTUK OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN DATA SPASIAL DAN CITRA MULTISUMBER Iswari Nur Hidayati Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Abstrak This research has aimed to (1) to assess Dempster-Shaffer theory and the uncertainty theory in optimization of farm utilizing classification; (2) to assess the result of farm utilization classification by using the Dempster-Shaffer Theory (DST); (3) to assess the accuracy of farm utilization classification by using the qualitative and quantitative analyses. The maximum likelihood classification is used for land cover mapping made of landsat ETM+ image. The Dempster-Shaffer Theory gives alternative of probabilistic represented by an uncertainty. This theory is used to get an optimal result on land utilization classification by plausibility value (reasonable). The maximum of the plausibility value is recommended to determine the land utilization optimally. The accuracy test of the DST Plausibility Method is 98.60% with Kappa coefficient of 0.98. The result of this research indicates combination of Dempster-Shaffer Proof Theory with multi sources spatial data and the image show an optimal result. Key Words: Dempster-Shaffer Theory,Plausibility, Optimum, Land Utilization
adalah aplikasi-aplikasi praktis yang menunjukkan bahwa penggabungan dengan data-data pendukung yang akan memperkuat hipotesis juga digunakan dalam aturan kombinasi Dempster-Shaffer. Berbeda halnya dengan menggunakan metode-metode secara umum (misal, Bayesian Theory), teori ini juga diaplikasikan untuk data-data yang bersifat multisensor dan atau multisumber termasuk data-data yang berasal dari penginderaan jauh yang digunakan untuk meningkatkan hasil klasifikasi yang didukung oleh berbagai macam data (Lee and al, 1987; Le Hegarat-Mascle et al, 2000; Leduc et al, 2000; Hubert, 2003). Dempster-Shaffer Theory ini memperkenalkan dan membahas tentang uncertainty di dalam pemodelan spasial. DST secara umum mengakomodasi proses pengambilan keputusan tanpa mempertimbangkan aspek spasial dan kompleks wilayah. Hal ini dikarenakan DST dirancang untuk pengambilan keputusan secara umum tanpa harus memperhatikan aspek spasial. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan penggabungan DST dengan kajian secara spasial yang mempertimbangkan kompleksitas wilayah serta didukung oleh software pengolahan data secara spasial, sehingga diharapkan penelitian ini memberikan gambaran mengenai kombinasi DST yang
Pendahuluan Klasifikasi multispektral yang diterapkan pada pengolahan citra digital merupakan hard classification, yaitu klasifikasi multispektral yang diterapkan pada sebaran piksel, dimana satu piksel diberikan label satu macam penutup lahan. Metode klasifikasi terselia (supervised) yang paling umum digunakan adalah Maximum Likelihood. Maximum Likelihood mampu meminimalkan kesalahan klasifikasi dengan mempertimbangkan nilai rata-rata dan keragaman antarkelas dan antarsaluran (kovariansi) (Lillesand, et al., 2004). Meskipun demikian, di sisi lain telah banyak dikembangkan pula metode-metode yang menggunakan pendekatan klasifikasi lunak (soft classification), misalnya dengan menggunakan metode fuzzy dan metode berbasis teori bukti dari Dempster-Shaffer (Dempster-Shaffer Theory of Evidence). Dempster-Shaffer Theory (DST) diperlakukan sebagai suatu formula untuk menangani klasifikasi yang tidak-pasti. DST juga digunakan untuk merepresentasikan keraguan, apakah ketidaktahuan secara total ataupun ketidak-tahuan secara sebagaian. Aturan Dempster-Shaffer merupakan aturan yang sempurna untuk menangani kasus seperti ini (Smets, 1990; Dezert, 2003). Kelebihan lain
53
Pemanfaatan Teori Bukti ...
53 – 66
mempunyai pendekatan secara spasial dan kompleks wilayah.
juga memperhatikan distribusi secara spasial maupun secara temporal (Richards, 1996). Analisis kuantitatif ini menggunakan klasifikasi multispektral untuk mengetahui hasil dari klasifikasi dari citra tersebut. Klasifikasi multispektral dilakukan pixel per pixel secara simultan pada setiap saluran. Klasifikasi multispektral merupakan suatu algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasi tematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu nilai spektral pada beberapa saluran sekaligus. Tiap obyek cenderung memberikan pola respon spektral yang spesifik. Semakin sempit dan banyak saluran yang digunakan, semakin akurat hasil klasifikasi multispektral tersebut. Salah satu cara untuk klasifikasi multispektal adalah klasifikasi terselia yang menggunakan daerah contoh sebagai dasar penentuan klasifikasi. Pola spektral yang terdapat dalam klasifikasi multispektral tersebut menjadi dasar secara numerik dalam mengklasifikasi piksel yang ada. Pengenalan terhadap pola spektral tersebut berkaitan dengan metode klasifikasi yang digunakan sebagai dasar klasifikasi penutup lahan (Lillesand, 2004).
Perumusan Masalah Informasi penutup lahan merupakan salah satu informasi penting yang dapat diperoleh dari data penginderaan jauh untuk digunakan dalam perencanaan pembangunan wilayah. Akan tetapi penutup lahan yang sama pada suatu perekaman dapat mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda. Untuk kasus yang seperti ini, algoritma klasifikasi multispektral mengalami banyak kendala. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut: 1. Aspek ketidakpastian informasi sering tidak terakomodasi dalam proses analisis spektral, khususnya dalam klasifikasi citra penginderaan jauh. 2. Teori Dempster-Shaffer merupakan salah satu metode yang mampu mengakomodasi ketidakpastian dalam klasifikasi multispektral, tetapi jarang digunakan di Indonesia. 3. Penggabungan data secara kuantitatif dan digabungkan dengan data non spektral akan memberikan memberikan masukan dan hasil yang lebih maksimal.
Klasifikasi Terselia (Supervised Classification) Klasifikasi terselia yaitu klasifikasi yang berpedoman pada nilai piksel yang sudah diketahui kategori objeknya atau penutup lahannya. Klasifikasi terselia membutuhkan daerah contoh (training area). Pekerjaan klasifikasi terselia tidak dapat dilepaskan dari pemilihan daerah contoh. Pemilihan daerah contoh yang kurang baik dapat menyebabkan kurang optimalnya klasifikasi yang dihasilkan bahkan dapat mengakibatkan rendahnya tingkat akurasi. Untuk itu diperlukan analisis secara statistik dari daerah contoh yang bersangkutan.
Tujuan Penelitian 1. Mengkaji tentang Teori Bukti DampsterShafer dan aspek ketidak-pastian untuk Optimalisasi Klasifikasi Penggunaan Lahan Berdasarkan Citra dan Data Spasial Multisumber. 2. Mengkaji tentang hasil klasifikasi penggunaan lahan yang menggunakan data multitemporal yang dipadukan dengan Dempster-Shafer Theori of Evidence. 3. Mengkaji tentang keakuratan hasil peneltian yang dilakukan dengan analisis kuantitatif yang melibatkan data non spektral. Tinjauan Pustaka Klasifikasi Multispektral Analisis citra digital dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis citra penginderaan jauh yang menggunakan analisis secara kualitatif adalah analisis yang memperhitungkan nilai pantulan spektral dan
(Iswari NH)
54
EMBRYO VOL. 7 NO. 1
JUNI 2010
a a t t t t t s s s
Air Tanah
DN1
Hutan
DN2
Kota
DN3
ISSN 0216-0188
Sawah
a a a a a t t t s s
a a h h h t t t s s
h h h h h h t t s s
h h h h h s s s s s
h h h h h s s s s s
k k k k k s s s s s
k k k k k k k t t k
s s s s k k k t t k
s s s s s s s t t t
Gambar 1. Step Dasar untuk Supervised Classification Lillesand et al (2004) menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan klasifikasi secara terselia tergantung pada strategi pengambilan sampel. Apabila salah satu atau beberapa dari strategi ini diterapkan secara konsisten, maka hasil klasifikasi diharapkan lebih baik dari sisi akuratnya. Strategi itu meliputi: 1. Evaluasi yang tepat atas representasi grafis pola-pola respon spektral obyek yang diwakili oleh beberapa sampel. Sampel yang baik adalah mengelompok secara solid pada feature space, nilai simpangan baku kecil, dan diwakili warna yang sangat homogen pada citra (Danoedoro, 1996). 2. Evaluasi yang tepat atas ekspresi kuantitatif tingkat keterpisahan (separibility index) berbagai kategori yang diwakili oleh beberapa sampel. 3. Menerapkan proses klasifikasi diri (self classification). 4. Menerapkan proses klasifikasi sementara (premilinary classification). 5. Menerapkan klasifikasi pada sub daerah cakupan (subscene).
sampel. Penutup lahan dan penggunaan lahan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh faktor geologi dan geomorfologi, elevasi, jenis tanah, bentuk lahan, iklim. Pada kondisi iklim yang sama, jenis batuan yang berbeda akan menghasilkan jenis tanah yang berbeda. Demikian pula, kondisi topografi mempengaruhi struktur dan komposisi vegetasi (Samudra, 2007). Di sisi lain ada keterkaitan antara pembuatan peta penggunaan lahan dengan resolusi spasial pada citra. Lo (1996) menyebutkan bahwa resolusi spasial dan skala citra akan menentukan ukuran bidang minimum bidang lahan sebagai unit pemetaan yang dapat bervariasi sari suatu kategori ke kategori yang lain. Hal tersebut ditunjukkan dalam tabel 1 di bawah ini yang akan menunjukkan hubungan antara jenis data penginderaan jauh beserta resolusi medannya dan skala peta yang dihasilkan. Tabel 1. Resolusi Medan dan Kesesuaian Skala Peta untuk Peta Citra Resolusi Skala Peta yang Sensor Medan dihasilkan Landsat MSS 80 1: 250.000 Landsat TM 30 1 : 100.000 SPOT XS 20 1 : 100.000 – 1: 50.000 SPOT 10 1:50.000 Pankromatik ERS SAR 30 1:100.000 Sumber: Pohl, 1996
Klasifikasi Penutup Lahan Sistem klasifikasi yang dipergunakan dalam klasifikasi digital yaitu berupa sistem klasifikasi penutup lahan berdasarkan realita bahwa objek yang terekam pada citra digital berupa nilai spektral penutup lahan bukan penggunaan lahan. Kelas-kelas penggunaan lahan dapat diperoleh dengan mengintegrasikan informasi penutup lahan yang diperoleh dari klasifikasi digital. Kalsifikasi ini juga memperhatikan informasi penutup lahan. Danoedoro (1996) menyebutkan bahwa klasifikasi penutup lahan daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang daerah dari interpreter terhadap pemilihan
Danoedoro (2004a) mengembangkan sistem klasifikasi penggunaan multiguna yang menghasilkan kelas penutup lahan/kelas penggunaan lahan yang diperoleh melalaui pendekatan spektral, spasial, temporal, ekologis, dan fungsi sosial ekonomi. Keterkaitan antara resolusi spasal dengan 55
Pemanfaatan Teori Bukti ...
53 – 66
(Iswari NH)
Tabel 4. Klasifikasi Penutup Lahan Tingkat Jenis Penutup Lahan Klasifikasi / Kode
tingkat kerincian data yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2 yang merujuk pada McCloy (1995). Tabel 2. Hubungan Skala Peta dengan Resolusi Spasial Skala Resolusi Ukuran Peta (ukuran piksel) 1:1.000.000 1 km x 1 km 6’ Long x 4’ Lat 1:250.000 100 m x 100 m 1,5’ Long x 1’ Lat 1:100.000 50 m x 50 m 30’ Long x 30’ Lat 1:100.000 25 m x 25 m 30’ Long x 30’ Lat 1:50.000 25 m x 25 m 15’ Long x 15’ Lat 1:25.000 10 m x 10 m 10 m x 10 m Sumber: McCloy, 1995
C1 C2 C21 C211
Danoedoro (2006) membuat klasifikasi penutup lahan secara detail dijabarkan dalam tabel 4. dibawah ini:
C223
C212 C213 C22 C221 C222
C3 C31 C32 C33 C34 C35 C4 C5 C6
Perairan Tutupan Vegetasi Vegetasi berdaun lebar Vegetasi berdaun lebar – kerapatan rendah Vegetasi berdaun lebar – kerapatan sedang Vegetasi berdaun lebar – kerapatan tinggi Daun Lebar tak berkayu Daun Lebar tak berkayu – kerapatan rendah Daun Lebar tak berkayu – kerapatan sedang Daun Lebar tak berkayu – kerapatan tinggi Lahan Terbangun Lahan Terbangun – Kerapatan sangat tinggi Lahan Terbangun – Kerapatan Agak Tinggi Lahan Terbangun – Kerapatan Sedang Lahan Terbangun – Kerapatan Agak Rendah Lahan Terbangun – Kerapatan Rendah Lahan Terbuka Awan Bayangan Awan
Sumber: Danoedoro, 2006 dengan modifikasi Tabel 5. Klasifikasi Penggunaan Lahan Level 1 Level 2
Pemanfaatan Pertanian
Sawah
Agroforestry Pemanfaatan Hutan Konservasi Dan Rekreasi Permukiman, Industri, Permukiman Dan Perdagangan, Dan Jasa Permukiman Pedesaan Infrastruktur Transportasi
Level 3
Permukiman Kota
Permukiman Kota
Permukiman Pedesaan Transportasi
Permukiman Pedesaan Bandara
Sumber: Danoedoro, 2006 dengan modifikasi
Level 4
2 X Panen Sawah 3x Panen Padi – Padi – Hasil Bumi 2x Panen Dan Hasil Lainnya Bumi Yang Padi – Padi – Multiple Cash Diperdagangkan Crop Padi 1x & Satu Hasil Bumi Padi 1x Dan Hasil Bumi Lainnya Lainnya Padi 1x Dan Beberapa Hasil Bumi Yang Lain Rumah Dan Pekarangan Kebun Campur Hutan Lindung
56
EMBRYO VOL. 7 NO. 1
JUNI 2010
Chen Aiqun (2005) menyatakan bahwa fungsi Plasubility (Pl) dari A, Pl(A), dapat dideskripsikan dibawah ini: Pl (A) = 1 – Bel ( A )
Teori Dempster – Shaffer Teori Dempster-Shafer adalah teori yang mampu menangani berbagai kenungkinan yang mengkombinasikan satu kemungkinan dengan fakta yang ada. Dalam DempsterShafer Theory (DST) ada berbagai konflik yang dipersatukan untuk mengkombinasikan dari berbagai informasi yang ada. Kumpulan informasi yang bersifat berbeda dan menyeluruh dalam teori ini dikenal dengan frame discernment (Θ). Bagian dari himpunan bagian (sub set) Θ juga merupakan hipotesis. Belief dapat diberikan ke dalam semua kemungkinan yang ada dalam setiap subset Θ, yang dianotasikan menjadi 2Θ. Hal ini menggambarkan bahwa himpunan Θ adalah suatu himpunan yang elemennya merupakan semua himpunan bagian dari Θ, termasuk himpunan kosong dan himpunan Θ sendiri. Belief merupakan unsur yang disebut dengan “kepercayaan” yang diberikan sampai label piksel itu hampir tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Sebagai contoh, jika ukuran satu set adalah n, maka akan mempunyai 2n subset (himpunan bagian). Artinya bahwa jika salah satu piksel mempunyai nilai n maka label piksel itu akan mempunyai 2n kemungkinan. Perbedaan-perbedaan dari kemungkinankemungkinan yang disimbolkan 2n tersebut mempunyai fungsi tersendiri yang disebut dengan mass function atau basic probability assignment (BPA). Dalam Chen Aquin (2005), dikatakan bahwa mass function menyebutkan dengan pasti yaitu [0,1] untuk setiap subset dari setiap faktor pembeda. Oleh karena itu, dijabarkan dalam rumus: (a) m (φ) = 0 ...............................................(1)
=
∑ m (A) = 1)
.....................................(2)
Mass function yang dijelaskan di atas, maka belief function (Bel), sesuai dengan nilai spesifik dari m dan memberikan nilai tiap subset A dari Θ yang merupakan fungsi sum of the belief dari setiap subset A yang merupakan B adalah himpunan bagian dari A dan ada dua kemungkinan bahwa B=A atau B ≠ A dengan m. Fungsi ini digambarkan dalam rumus dibawah ini:
∑ m (B)
….....................................….......(3)
B⊆ A
B⊆ A
BlA≠ 0
A merupakan complement dari himpunan A. Bel ( A ) merupakan complement dari Bel (A). Bel ( A ) merupakan himpunan yang mempunyai nilai di luar Bel (A). Bel (A) menandai jumlah dari belief yang terikat dengan nilai A yang berdasarkan pada evidence, sedangkan Pl (A) mempresetasikan nilai maksimum dari bukti-bukti yang mengarah kepada belief A. DST juga mengenal sebagai teori dari fungsi belief, yang merupakan penyamarataan Teori Bayesian dari probabilitas subyektif. DST berdasarkan pada dua gagasan yaitu gagasan untuk memperoleh derajat kepercayaan dari berbagai kemungkinan yang bersifat subyektif dan aturan Dempster sendiri untuk mengkombinasikan derajat tingkat kepercayaan yang berdasarkan bukti yang sudah diperoleh. Setiap sumber (berupa citra dan peta) dipandang sebagai suatu bukti (evidence) keberadaan suatu fakta. Fakta yang dimaksud adalah fenomena yang akan dilakukan klasifikasi. Dalam teori ini pula diperkenalkan belief (konsep kepercayaan) dan plausibility (kemasuk-akalan). Kepercayaan secara umum merupakan nilai yang diperoleh dari hasil ketidak percayaan (belief-againts), dan nilai ketidak percayaan inilah yang dapat diestimasi secara langsung dengan dilandasi dengan tingkat kepakaran tertentu. Perhitungan untuk kepercayaan, ketidakpercayaan, maupun kemasuk-akalan diperhitungkan dalam presentase (%) (Ferson, 2002). Keutamaan dari DST ini adalah model dirancang untuk mengatasi bermacam-macam tingkat kepastian mengenai suatu informasi dan tidak ada asumsi-asumsi lebih lanjut yang diperlukan untuk merepresentasikan informasi. DST juga mempertimbangkan penyajian ketidak-pastian dari sistem untuk menanggapi suatu masukan yang tidak jelas yang dapat ditandai oleh interval tertentu. Ada tiga fungsi penting di dalam DST yaitu: Basic Probability Assignment (BPA atau m), belief function (Bel), dan plausibility function (Pl). Basic Probability Assignment tidak mengacu pada
A-Θ
Bel (A) =
∑ m (B) − ∑ m( B) = ∑ m( B) ..........(4)
B⊆Θ
W
(b)
ISSN 0216-0188
57
Pemanfaatan Teori Bukti ...
53 – 66
(Iswari NH)
m : P( X ) → [0,1] .........................................(5) m(φ ) = 0 ∑ m( A) = 1 ...............................................(6)
kemungkinan di dalam Traditional Probability Theory. BPA diwakili oleh m yang menggambarkan atau memetakan himpunan yang mempunyai interval antara 0-1. BPA dengan nilai 0 adalah BPA dengan himpunan 0, dan tambahan BPA dai semua himpunan bagian yang merupakan power set yang mempunyai nilai 1. Nilai BPA untuk satu set yang diberi notasi a maka akan diwakili dengan m(a) yang menyakan proposri dari semua bukti yang tersedia dan relevan untuk mendukung suatu justifikasi unsure tertentu akan tetapi tidak mempunyai subset tertentu dari A, dalam hal ini diwakili dengan notasi X (Klir, 1998; Rhicard, 2006). Nilai dari m(A) dipergunakan untuk himpunan bagian dan membuat tidak ada justifikasi tambahan di sekitar subset-subset dari A. Bukti-bukti yang menguatkan pada subset-subset tersebut akan diwaklili oleh BPA yang lain, yaitu bukti pada subset-subset dari lebih lanjut A akan diwakili oleh bpa lain, yaitu. B^a, m(B) akan BPA untuk subset B. Secara formal, uraian ini m dapat diwakili dengan persamaan berikut:
A∈P ( X )
di mana P (X) merepresentasikan power set dari X, 0 adalah himpunan nol, dan A adalah bagian dari power set P(X). (Klir, 1998). Metode Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 1. Software Image Processing. 2. Global Positioning System (GPS) Receiver 3. Kamera Digital 4. Komputer. 5. Landsat ETM+ tahun 2001 (tanggal perekaman 1 Juli 2001) path/row 120/065. 6. Citra IKONOS Yogyakarta digunakan untuk panduan dalam melakukan training area sebelum klasifikasi multispektral dan untuk ground check.
Penentuan Nilai Plausibilitas
Gambar 2. Ilustrasi pengambilan keputusan untuk Penentuan Nilai Plausibilitas kemudian dicari nilai rata-rata mendapatkan hasil yang lebih optimal.
Hal yang paling utama untuk menentukan nilai plausibilitas yang mempunyai interval nilai 0-1 adalah menggunakan IKONOS sebagai dasar untuk penentuan plausibilitas. Satu piksel dalam Landsat diplotkan ke dalam 30 piksel dalam IKONOS yang kemudian digunakan untuk menentukan nilai plausibilitas untuk masing-masing penggunaan lahan. Pengeplotan ini dilakukan untuk 50 titik sampel. Dari 50 sampel ini
untuk
Pembuatan Model Penggunaan Lahan Landsat ETM+ menjadi data primer yang digunakan untuk ekstraksi untuk klasifikasi penutup lahan. Hasil klasifikasi penutup lahan digunakan untuk klasifikasi penggunaan lahan. 58
EMBRYO VOL. 7 NO. 1
JUNI 2010
Plausibility_penggunaan Lahan_Metode1 = pl_land cover
Peta Rupabumi Digital
ISSN 0216-0188
(maksimal)
Citra Landsat ETM+ Tahun 2001
Koreksi Geometrik IKONOS Citra Landsat Terkoreksi UJI AKURASI Penentuan Daerah Contoh Uji Separabilitas Sampel
TIDAK
DITERIMA
Daerah Contoh Mean, Varian, untuk tiap kelas penutup lahan Exekusi dengan algoritma Maximum Likelihood Peta Penutup Lahan Sementara Tahun 2001
Dempster-Shafer Rule
Peta Plausibilitas untuk masing-masing Penggunaan Lahan Tahun 2001 Perhitungan Plausibilitas Total untuk Peta Penggunaan Lahan Metode : Pl (total) = Plaus_PL (nilai maksimal)
Peta Plausibilitas Total untuk Peta Penggunaan Lahan menggunakan nilai tertinggi dalam perhitungan matriks
Penelitian ini terdiri dari 12 klasifikasi penutup lahan yang diperoleh dari klasifikasi Maximum Likelihood. Masing-masing klasifikasi penggunaan lahan mempunyai 8 tingkat nilai plausibilitas. Sebagai contoh, penutup lahan dengan klasifikasi lahan terbangun 1, mempunyai 8 tingkat plausibilitas sehingga klasifikasi penutup lahan untuk lahan terbangun
Pendekatan yang digunakan adalah justifikasi dari klasifikasi penutup lahan dan pendekatan plasubilitas maksimum. Pembuatan klasifikasi penggunaan lahan ini membutuhkan beberapa tahap penelitian. Hal pertama yang dilakukan adalah memasukan nilai plausibilitas ke dalam klasifikasi penutup lahan yang akan menghasilkan berbagai macam plausibilitas.
59
Pemanfaatan Teori Bukti ...
53 – 66
ini memiliki 8 tingkat plausibilitas. Peta-peta plausibilitas yang dihasilkan ini mempunyai kecenderungan untuk menjadi penggunaan lahan yang berbeda. Kecenderungan ini berdasarkan nilai input dari masing-masing nilai plausibilitas. Perolehan hasil peta plausibilitas ini diperoleh dengan memasukkan nilai input yang disesuaikan dengan interval nilai plausibilitas.
(Iswari NH)
Besarnya nilai uji akurasi sangat mempengaruhi besarnya kepercayaan pengguna terhadap setiap jenis data maupun metode analisisnya. Nilai overall accuracy 98,59% dengan nilai indeks Kappa 0,98. Perhitungan Belief dan Plausibilitas Metode perhitungan belief dan plausibilitas mempunyai dua cara. Cara yang pertama adalah dengan local adjustment dan cara yang kedua adalah melakukan perhitungan secara matematis. Perhitungan nilai belief ini berdasarkan pada knowledge-based approach yang dimiliki dan ditambahkan dengan factorfaktor geografis yang mendukung untuk perhitungan nilai belief. Perhitungan nilai belief dan plausibility ini menggunakan nilai 0,9 – 0,1 dengan asumsi bahwa nilai yang lain digunakan untuk uncertainty. Penentuan nilai plausibilitas ini juga dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah penelitian serta faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya, diantaranya adalah elevasi, lereng, dan penggunaan lahan.
Pembahasan Hasil Klasifikasi Penutup Lahan Klasifikasi penutup lahan untuk tahun 2001 mempunyai 12 kelas penutup lahan. Hasil klasifikasi ini diperoleh dari perhitungan daerah contoh yang diperoleh dari indeks keterpisahan dengan nilai 1.999 – 2.000. Uji akurasi hasil klasifikasi dilakukan dengan menggunakan matriks kesalahan untuk membandingkan hubungan antara data lapangan dan hasil klasifikasi (peta penutup lahan), sehingga nilai producer accuracy, user accuracy,overall accuracy, dan indeks kappa dapat dihitung.
Tabel 6. Perhitungan Nilai belief untuk Penutup Lahan Tahun 2001 Hutan Kebun Permukiman Permukiman Sawah 2 Sawah 1 Tegalan Bandara Lindung Campur Kota Desa kali Padi kali Padi 1 2 3 4 5 6 7 8
Belief V1A
1
0,1
0,6
0,9
08
0,7
0,8
0,8
0,9
V3A
2
0,6
0,3
0,7
0,2
0,4
0,4
0,4
0,9
V2A
3
0,2
0,6
0,8
0,7
0,5
0,3
0,3
0,9
LTB1A
4
0,9
0,8
0,1
0,5
0,7
0,8
0,8
0,9
AA
5
0,8
0,7
0,2
0,5
0,6
0,7
0,7
0,9
LTBK1A
6
0,9
0,9
0,9
0,9
0,9
0,9
0,9
0,1
LTB2A
7
0,9
0,7
0,1
0,4
0,5
0,7
0,7
0,9
V4A
8
0,9
0,5
0,4
0,4
0,5
0,1
0,1
0,9
LTB3A
9
0,9
0,5
0,3
0,4
0,5
0,4
0,4
0,9
LTB4A
10
0,9
03
0,7
0,2
0,3
0,5
0,5
0,9
LTB5A
11
0,9
0,7
0,2
0,4
0,5
0,3
0,3
0,9
bayangan 12
0,8
0,8
0,2
0,4
0,8
0,6
0,6
0,9
Sumber : Pengolahan Citra dan Analisis Data, 2008. Keterangan: V1A V2A V3A V4A
Vegetasi berdaun lebar, berkayu, vegetasi 1 Vegetasi berdaun lebar, berkayu, : vegetasi 2 Vegetasi berdaun lebar, tak : berkayu, vegetasi 1 : Vegetasi berdaun lebar, tak :
60
LTB1A LTB2A LTB3A LTB4A
Lahan terbangun 1 Lahan terbangun : 2 Lahan terbangun : 3 : Lahan terbangun :
EMBRYO VOL. 7 NO. 1
AA
:
JUNI 2010
berkayu, vegetasi 2 Awan
ISSN 0216-0188
4 Lahan terbangun LTB5A : 5 LTBK1A : Lahan Terbuka
Bayangan : Bayangan awan
mempunyai nilai kemasuk akalan sedang, 0,2 – 0, 39 mempunyai kemasuk akalan rendah, dan 0 – 0, 19 mempunyai nilai kemasuk akalan sangat rendah.
Perhitungan plausibilitas ini mempunyai range antara 0-1. Nilai 0,8 – 1 mempunyai arti bahwa nilai kemasuk akalannya sangat tinggi, 0,6 – 0,79 mempunyai nilai kemasuk akalan tinggi, 0,4 – 0,59
Tabel 7. Perhitungan Nilai Plausibilitas untuk Tahun 2001 Hutan Kebun Permukiman Permukiman Sawah 2 Tegalan Lindung Campur Kota Desa kali Padi 1 2 3 4 5 6
Plausibility
Sawah 1 Bandara kali Padi 7 8
V1A
1
0,9
0,4
0,1
0,2
0,3
0,2
0,2
0,1
V3A
2
0,4
0,7
0,3
0,8
0,6
0,6
0,6
0,1
V2A
3
0,8
0,4
0,2
0,3
0,5
0,7
0,7
0,1
LTB1A
4
0,1
0,2
0,9
0,5
0,3
0,2
0,2
0,1
AA
5
0,2
0,3
0,8
0,5
0,4
0,3
0,3
0,1
LTBK1A
6
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,9
LTB2A
7
0,1
0,3
0,9
0,6
0,5
0,3
0,3
0,1
V4A
8
0,1
0,5
0,6
0,6
0,5
0,9
0,9
0,1
LTB3A
9
0,1
0,5
0,7
0,6
0,5
0,6
0,6
0,1
LTB4A
10
0,1
0,7
0,3
0,8
0,7
0,5
0,5
0,1
LTB5A
11
0,1
0,3
0,8
0,6
0,5
0,7
0,7
0,1
bayangan 12
0,2
0,2
0,8
0,6
0,2
0,4
0,4
0,1
Sumber : Pengolahan Citra dan Analisis Data, 2008.
Gambar 4. Nilai plausibilitas Penggunaan Lahan. a). Nilai Plausibilitas untuk Penggunaan Lahan Hutan, b). Nilai Plausibilitas untuk Penggunaan Lahan Kebun campur. di atas 600 m, dan mempunyai jenis vegetasi yang rapat dan berupa tanaman keras. Data lapangan juga menunjukkan bahwa hal tersebut di atas merupakan hutan lindung. Tanaman yang dijumpai adalah tanaman karet.
Plausibilitas vegetasi berdaun lebar, berkayu, dan vegetasi 1 (vegetasi rapat) untuk menjadi hutan lindung adalah 0,9. Hal ini dikarenakan letak dari vegetasi berdaun lebar, berkayu, dan vegetasi 1 ini terdapat pada lereng
61
Pemanfaatan Teori Bukti ...
53 – 66
melakukan evaluasi terhadap dampak yang dihasilkan dan juga digunakan untuk melakukan penelitian di masa datang. Nilai yang dihasilkan dari belief dari citra yang mempunyai range antara 0-255. Nilai ini merupakan nilai asli yang dihasilkan dari perekaman citra. Nilai tersebut diolah yang kemudian akan menghasilkan nilai plausibility dan nilai belief yang mempunyai range 0-1. Belclass ini dibuat sebelum melakukan belief image. Tidak seperti dengan hard classification, soft classifier mempunyai satu hal kelebihan yaitu melakukan justifikasi tentang membership class dalam setiap pikselnya yang akan dijadikan dalam klasifikasi tertentu. Seperti klasifikasi supervised secara tradisional, membutuhkan informasi training site, untuk tujuan tertentu dalam melakukan klasifikasi setiap pikselnya. Bagaimanapun juga tidak seperti traditional hard classifier, output dari belclass ini bukan hasil yang tunggal, melainkan hasil dari belclass ini berjumah sama dengan kelas yang diinginkan. Setiap kelas yang dihasilkan mempunyai nilai belief class dan plausibility kelas masingmasing. Oleh karena itu semakin banyak kelas yang dihasilkan maka akan semakin banyak belief image dan plausibility image yang dihasilkan. Sebagai tambahan mengenai konsep dari hal yang masuk dalam belief dan plausibility, logika teori Dempster-shaffer menyatakan tentang derajat yang menyatakan mengenai ilmu pengetahuan yang menjadi dasar sebagai hipotesis. Pembuatan peta penggunaan lahan -1 ini mempunyai nilai overall accuracy sebesar 76,43%. Peta penggunaan lahan-1 ini melibatkan Peta Plausibilitas Penggunaan Lahan untuk hutan lindung, plausibilitas untuk kebun campur, plausibilitas untuk permukiman kota, plausibilitas untuk permukiman desa, plausibilitas sawah 2 kali padi, plausibilitas sawah 1 kali padi, dan plausibilitas untuk bandara. Kesalahan banyak terjadi di permukiman desa dan kebun campur. Hal ini dikarenakan nilai piksel serta letak yang hampir sama sehingga menghasilkan plausibilitas yang sama. Untuk memperbaiki hasil peta penggunaan lahan – 1, peneliti membuat peta penggunaan lahan – 2 metode 1. Peta penggunaan lahan ke – 2 ini melibatkan plausibilitas hutan lindung, plausibilits kebun campur 2, plausibilitas permukiman kota 2, plausibilitas permukiman desa 2, plausibilitas
Sedangkan nilai derajat kepercayaan 0,1 diserahkan kepada uncertainty yang menyatakan ketidakpastian. Untuk ke – 12 penutup lahan yang didapatkan dari klasifikasi multispketral yang menggunakan klasifikasi maximum likelihood vegetasi berdaun lebar, berkayu, dan vegetasi 1 mempunyai plausibilitas yang paling tinggi untuk dikategorikan sebagai hutan lindung. Peringkat kedua adalah vegetasi berdaun lebar, berkayu, dan vegetasi 2 yang dimungkinkan juga mempunyai jenis vegetasi rapat dan merupakan tanaman keras. Nilai plausibilitas 1 menunjukkan bahwa mempunyai kemasuk akalan yang kuat. Pembuatan Peta Penggunaan Lahan Pembuatan peta penggunaan lahan ini menggunakan tiga motode. Metode ini merupakan modifikasi Teori Dempster-Shaffer. Teori bukti Dempster-Shaffer, merupakan variant dari Bayesian Probability Theory dengan tegas mengenali ketidakpastian yang berkaitan dengan informasi yang kurang sempurna. Derajat dari bukti tersebut dikenal dengan nama kepercayaan. Tidak seperti Bayes teori, belief tidak berasumsi bahwa mempunya informasi yang penuh, akan tetapi merupakan satu informasi yang kurang sempurna. Teori Dempster-shaffer merupakan teori yang menerangkan tentang pengambilan keputusan yang lebih kompleks. Knowledge base berisikan tentang hirarki yang dikombinasikan oleh masing0masing hipotesis yang akan digunakan sebagai penentu keputusan. Basic probability assignment dalam citra merupakan nilai asli yang bernilai antara 0-1. Hasil dari pembuatan belief dalam citra merepresentasikan mengenai derajat yang mendukung hipotesis yang lebih spesifik. Ini sangat penting untuk melakukan interpretasi yang akan memperoleh nilai plausibility dan belief dalam suatu citra. Citra plausibility menggambarkan tentang bukti yang tidak menyangkal hipotesis. Belief menyediakan kesempatan untuk menjelaskan evaluasi tentang apa yang diketahui dan hal yang tidak diketahui. Belief juga bermanfaat untuk melakukan evaluasi ketika ada bukti lain yang ditambahkan. Knowledge based membutuhkan beberapa bagian yang terdiri dari space belief, belief, dan belief interval value untuk mengubah hasil dari hipotesis. Hal ini menyediakan gagasan untuk
(Iswari NH)
62
EMBRYO VOL. 7 NO. 1
JUNI 2010
plausibilitas kebun campur 1 dan plausibilitas kebun campur 2 menjadi plausibilitas total kebun campur, dan menggabungkan plausibilitas permukiman kota – 1 dan plausibilitas permukiman kota – 2 menjadi plausibilitas permukiman kota. Plausibilitas tegalan, plausibilitas kebun campur, plausibilitas permukiman kota ini digabungkan dengan plausibilitas hutan lindung, plausibilitas permukiman desa, plausibilitas sawah 2 kali padi, plausibilitas 1 kali padi, dan plausibilitas bandara. Peta penggunaan lahan-3 metode 1 ini menghasilkan koeffisien kappa sebesar 0,90 dan overall accuracy sebesar 91,36%.
sawah 2 kali padi, plausibilitas sawah 1 kali padi, plausibilitas bandara 1, dan plausibilitas tegalan 2. Pembuatan peta penggunaan lahan 2 ini menghasilkan koeffisien kappa sebesar 0,72 dan overall accuracy sebesar 76,43%. Peta penggunaan lahan – 2 ini juga masih memiliki akurasi yang sangat rendah. Kesalahan masih terdapat pada permukiman kota, permukiman desa, dan kebun campur. Kesalahan-kesalahan ini diharapkan masih bisa direduksi untuk penggunaan lahan – 3 metode 1. Penggunaan lahan – 3 metode 1 menggabungkan antara tegalan 1 dan tegalan 2 menjadi plausibilitas untuk tegalan, kemudian menggabungkan
ISSN 0216-0188
63
Pemanfaatan Teori Bukti ...
53 – 66
(Iswari NH)
untuk menjadi sawah 2 kali padi dan sawah 1 kali padi. Plausibilitas ini dikarenakan terdapat permukiman desa yang terletak diantara sawahsawah atau sebaliknya, sawah-sawah yang berada di lingkungan permukiman pedesaan. Overall accuracy sebesar 91,36% ini masih belum baik untuk kategori klasifikasi penggunaan lahan. Kesalahan masih terlalu banyak. Oleh karena itu, pembuatan klasifikasi penggunaan lahan yang lebih optimal dibandingkan dengan penggunaan lahan 1, penggunaan lahan 2, dan penggunaan lahan 3 masih diperlukan.
Penggunaan lahan ke 3 ini masih terdapat kesalahan walaupun mempunyai overall accuracy sebesar 91,36%. Kesalahan ini bergeser pada penggunaan lahan sawah 2 kali padi dan penggunaan lahan sawah 1 kali padi. Kesalahan ini dikarenakan adanya faktor uncertainty pada penelitian ini. Keberadaan sawah 2 kali padi dan sawah 1 kali padi mempunyai uncertainty 0,4 untuk penggunaan lahan permukiman desa. Klasifikasi penutup lahan yang menyatakan tentang lahan terbangun 4 dan lahan terbangun 5 mempunyai banyak vegetasi sehingga ada plausibilitas
Peta Penggunaan Lahan Optimal: Penggunaan Lahan Optimal 3 (koeffisien kappa 0,723 dan overall accuracy 76,438%). Penggunaan Lahan Optimal 2 (koeffisien kappa 0,90 dan overall accuracy 91,36%). Penggunaan Lahan Optimal 1 (koeffisien kappa 0,98 dan overall accuracy 98,68%). Rekomendasi: Penggunaan Lahan Optimal 1
dapat menjadi masukan yang paling efektif untuk klasifikasi penggunaan lahan. 2. Hasil klasifikasi dari Dempster-Shafer mempunyai beberapa plausibilitas yang menjadi input untuk pengolahan. Nilai maksimal dari pengolahan tersebut yang digunakan sebagai out put. Perhitungan nilai plausibilitas untuk masing-masing penggunaan lahan memerlukan local knowledge dan pengetahuan yang bagus
Kesimpulan 1. Teori bukti Dempster Shafer dan aspek ketidak pastian dapat digunakan untuk Optimalisasi Klasifikasi Penggunaan Lahan, hal ini dikarenakan memuat unsur kualitatif dan kuantitatif dalam melakukan klasifikasi. Aspek-aspek ketidak pastian yang tidak termuat dalam klasifikasi digital
64
EMBRYO VOL. 7 NO. 1
JUNI 2010
Pemodelan Lingkungan. Sains Informasi Geografis: dari Perolehan dan Analisis Citra hingga Pemetaan dan Pemodelan Spasial. Fakultas Geografi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
mengenai kondisi geografis wilayah penelitian. 3. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa modifikasi teori Demspter-Shaffer dapat menjadikan klasifikasi penggunaan lahan lebih optimal.
Danoedoro, P., McDonald, G., Phinn, S. and Pullar, D. 2003. Imade-based Versatile LU Information: A Multidimensional Classification Scheme to Support Local Planning in Indonesia. School of Geography, Planning and Architecture, StLucia: The University of Queensland
Daftar Pustaka Aiqun, Chen. 2003. Application of the Information Fusion Based o Evidence Theory in Urban Development. Wuhan University Library
David P. Paine., 1981, Aerial Photography and Image Interpretation for Resources Management, New York: John Wiley and Sons Inc
Aswin, Finny Wardiny. 2005. Penggabungan Citra Landsat ETM+ dan SPOT Panrkoramtik Untuk Kajian Ketelitian Hasil Interpretasi. Tesis. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Dezert J,. 2003. Land Cover Change Prediction with a new Theory of Plausible and Paradoxial Reasoning. ONERA. France: DTIM/IED 29 Avenue de la Division Leclere Chatillon
Bakosurtanal, 2000, Spesifikasi Teknis, Metodologi, dan Kontrol Kualitas Pemetaan tematik Dasar dalam Mendukung Perencanaan Tata Ruang, BAKOSURTANAL, Bogor: Pusat Sumber Daya Alam
Ferson, Scott. 2002. Combination of Evidence in Dempster-Shaffer Theory. Sandia Report. Alberqueque. Mexico-California: Sandia National Laboratories. Department of Energy
Borghys, D., and Pernel, C,. 2002. Combining Multi-Variety Statistics and DempsterShafer for Edge Detection in MultiChannel SAR Image. Brussels: Royal Military Academy, Signal, and Image Centre. Av.de la Renaissance 30, B-1000
Forster, Malcom R,. 2006. Counterexamples to a Likelihood Theory of Evidence. Department of Philosophy. USA: University of Wisconsin-Madison Huang. Zhi,. 2000. Combining Non Parametric Based Models for Multisource Predictive Forests Mapping. Australia: Geography. School of Resources Environment and Society. Australia National University
Campbell, J.B. 2002. Introduction to Remote Sensing (Third Edition). New York: The Guilford Press Comber, AJ,. Fisher P,F,. Brown, A,. 2000. Uncertainly Vogue ness and Indiscermenibilty: The Impact of Spatial Scale in Rotation to the Landscape Element. The International Archives of The Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information. Sciences. Vol. 34. Part XXX
Jensen, J.R. 1996. Introductory Digital Image Processing: A Remote Sensing Perpspective (Second Edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Upper Saddle River Jensen, L, L, F, et al. 2000. Principles of Remote Sensing. Netherland: ITC
Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital : Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada
Lillesand, T.M., Kiefer R.W. and Chipman, J.W. 2004. Remote Sensing and Image Interpretation (fifth Edition). New York: John Wiley & Sons, Inc
Danoedoro, P. 2004. Informasi Penggunaan Lahan Multidimensional: Menuju Sistem Klasifikasi Penggunaan Lahan Multiguna untuk Perencanaan Wilayah dan
ISSN 0216-0188
McCloy, Keith, Management 65
R,. 1995. Information
Resource System:
Pemanfaatan Teori Bukti ...
53 – 66
Swain, P.H. 1978. Fundamentals of Pattern Recognition in Remote Sensing. In Swain, P.H. and Davis, S.M. (eds): Remote Sensing: The Quantitative Approach. New York: McGraw-Hill
Process and Practise. London: Taylor & Francis Prahasta. Eddy., 2002, Sistem Informasi Geografis: Tutorial Arc View, Bandung: Penerbit Informatika
Petrou, Maria,. And Ahmadzaleh, Muhammad Reza,. 2002. Use of Demspter-Shaffer Theory to Combine Classifiers which use Different Class Boundaries. School of electronics Computation and Mathematics. Guilford: University of Surrey
Rhicards, J.A. and Jia, X. 2006. Remote Sensing Digital Image Analysis: An Introduction (Fourth Edition). Berlin: Springer-Verlag Sandy. I.M., 1977, Penggunaan Tanah (Land Use) di Indonesia, Direktorat Tata Guna Tanah, Publikasi No 75, Jakarta: Dirjen Agraria Departemen Dalam Negeri
Wibowo. Rudi dkk., 2004, Konsep Teori dan Landasan Analisis Wilayah, Jawa Timur: Bayumedia Publishing
Samudra, Imanda Surya. 2007. Kajian Kemampuan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Klasifikasi Penutup Lahan dengan Menggunakan Citra Aster. Tesis. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Wu, Huadong,. (2007). Sensor Fusion using Dempster-Shafefer Theory. Interactive System Laboratories. Robotics Institute. Cornegic Mellon University Yonghong, Jia. 2003. Feature Fusion Based on Dempster-Shaffer Evidential Reasoning for Image Texture Classification. Wuhan-China: School Of Remote Sensing. Information of Engineering. Wuhan University
Subroto. T. Yoyok Wahyu., 2003, Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Pemberdayaan Potensi Daerah di Indonesia, Populasi, 14(2), hal. 3-23 Sukandarrumidi, 2002, Metode Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
(Iswari NH)
Zahnd. Markus., 1999, Perancangan Kota Secara Terpadu Teori Perancangan Kota dan Penerapannya, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
66