Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009
PEMANFAATAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI KOMPOSIT RAMAH LINGKUNGAN BERBASIS FIBER REINFORCED CONCRETE (FRC) 1
2
Kamariah dan Fajriyanto Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Teknologi Industri 2 Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencaan Universitas Islam Indonesia E-mail:
[email protected] 1
Abstrak
Lumpur Lapindo telah menjadi problem lingkungan yang sangat besar. Lumpur Lapindo dapat dimanfaatkan sebagai komposit yang dicampur dengan semen PC dan sabut kelapa sebagai filler. Proses pembuatan komposit Lumpur Lapindo. merujuk dan memodifikasi metode penelitian komposit berbasis fiber reinforced concrete (FRC). Komposit yang dihasilkan bisa digunakan sebagai bahan bangunan, misalnya : panel dinding, plafond, genting dan sebagainya. Bahan baku lumpur lapindo pada proses pembuatan komposit dengan cara dikeringkan, dihaluskan, dan diayak dengan ukuran mesh 50 serta sabut kelapa kering yang sudah dipisahkan dari cocopit (gabus) dipotong-potong dengan ukuran 2-5 cm dan siap menjadi coco fiber yang berfungsi sebagai tulangan mikro untuk meningkatkan karakteristik mekanik komposit bahan bangunan Sebagai matrik semen PC dicampur dengan filler dan reinforcement lumpur lapindo dengan variasi perbandingan tertentu.serta sabut kelapa ,setelah bercampur homogen diaduk dengan air dan compatibilizer PVA. Pasta komposit yang sudah homogen dimasukkan dalam casting (cetakan) dan dilakukan pengepresan dengan tekanan dan didiamkan selama 28 hari Hasil produk komposit dilakukan pengujian terhadap sifat mekanik, fisik dan kimia. Berdasar hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa komposit lumpur lapindo, semen dan sabut kelapa mempunyai karakteristik fisik yang optimal pada komposisi 1semen : 3 lumpur lapindo sedang karakteristik pelepasan logam berat (heavy metal leaching)dari komposit memenuhi syarat untuk air dengan kualitas IV. Sifat kelarutannya dalam air menunjukkan bahwa makin banyak lumpur Lapindo makin tidak kedap air. Karakteristik toksisitas komposit lumpur Lapindo dengan metoda LD50 tidak begitu membahayakan. Kata Kunci : Komposit, Ramah Lingkungan, Fiber Reinforced Concrete 1.
Pendahuluan Lumpur akibat pengeboran PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo Jawat Timur sampai sekarang belum terdapat indikasi untuk berhenti dan diperkirakan akan berakhir sampai 31 tahun yang akan datang. Berbagai usaha telah dilakukan sebagaimana tim ITB dengan metode insersi bola beton, namun hasilnya belum menunjukkan keberhasilan yang siginfikan (Eloni,2006). Menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Bandung, saat ini tidak ada lagi cara untuk menghentikan semburan lumpur. Padahal jumlah lumpur Lapindo akhir 2006 pernah mencapai 148.000
meter kubik perhari, sehingga akan ada gunung baru akibat penumpukan lumpur itu (Agustanto,2007). Deputi Menteri Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup mengatakan semua hasil penelitian menunjukkan bahwa semburan lumpur di Porong masuk kategori B3 (bahan beracun berbahaya). Namun, Kantor Kementerian Lingkungan Hidup memberi rambu, setiap pemanfaatan yang bernilai ekonomis harus aman untuk manusia dan lingkungan hidup. Pemanfaatannya juga harus masif dan dalam waktu singkat dam secara teknis
TPL01-1
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 juga harus mudah dilakukan dan murah (Sunudyantoro, 2006 ). Menurut Taufiqur Rahman (2006), didasarkan penelitiannya menunjukkan bahwa kadar silika dalam lumpur Lapindo cukup signifikan untuk dipisahkan. Silika dapat menghasilkan nano silika yang berguna untuk memperkuat batako maupun batubata. Kebutuhan rumah di Indonesia setiap tahun rata-rata sebesar + 1,1 juta unit dengan pasar potensial di daerah perkotaan sebesar 40 % atau + 440.000 unit. Dari jumlah ini pasokan rumah rata-rata per tahun sebesar 150.000 unit, sehingga mengakibatkan defisit per tahun sejumlah 290.000 unit (Simanungkalit, 2004). Pemasok terbesar dalam memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat masih dipegang oleh masyarakat sendiri. Akibatnya ketika masyarakat berpenghasilan rendah semakin banyak maka semakin banyak pula kebutuhan perumahan yang tidak dapat terpenuhi. Belum lagi harga material bangunan yang cenderung meningkat, yang mengakibatkan harga rumah mengalami kenaikan. Harga jual produk rumah sangat dipengaruhi oleh proses produksi (Mutaqi, 2004), salah satunya konstruksi bangunan yang terkait erat dengan bahan bangunan. Untuk memenuhi target tersebut tentu dibutuhkan teknologi bahan alternatif khususnya untuk menyediakan penyediaan genteng yang lebih ekonomis dan efisien dan ramah lingkungan. Olehkarena itu pemanfaatan lumpur lapindo sebagai bahan bangunan, khususnya untuk genteng akan memberikan bahan bangunan yang lebih murah karena bahan baku yang melimpah. Indonesia sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung merupakan penghasil kelapa utama di dunia. Menurut data Coconut Statistic Yearbook, pada tahun 2000 areal kebun kelapa di Indonesia adalah terluas di dunia yakni mencapai 3,76 juta Ha atau 31,4 % dari total luas areal kebun kelapa dunia, dengan total produksi 14 milyar butir kelapa. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun social budaya. Sabut kelapa (Coco fiber) merupakan hasil samping/limbah dan merupakan bagian terbesar dari buah kelapa. Kelimpahan sabut kelapa (Coco fiber) mencapai 1,7 juta ton pertahun dari hasil produksi buah kelapa 5,6 juta ton pertahun. Potensi sabut kelapa (Coco fiber) yang demikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produksi yang mempunyai nilai tambah ekonomi yang tinggi (Intan, et al. 2003). Di Indonesia penelitian tentang produk bahan bangunan seperti: genteng, plafond, dll yang berasal dari komposit limbah masih sangat terbatas, padahal saat sekarang bahan baku yang
berupa limbah lumpur Lapindo jumlah sangat melimpah dan menjadi problem lingkungan yang serius. Oleh karena itu penelitian ini sangat penting untuk dilakukan karena dirancang untuk memberdayakan potensi limbah lumpur Lapindo yang melimpah dan menjadi problem lingkungan untuk dikompositkan dengan semen (PC) dan serat kelapa sebagai bahan utama dalam pembuatan genteng bangunan yang ringan, memiliki karakteristik mekanik tinggi dan ramah lingkungan. Harapan dalam jangka menengah dan panjang setelah terealisasinya penelitian ini adalah dapat ditumbuh-kembangkan industri bahan bangunan yang dapat meningkatkan persediaan bahan bangunan perumahan yang ekonomis/terjangkau oleh masyarakat Indonesia di tingkat menengah ke bawah secara luas dengan memanfaatkan sepenuhnya local resources yang ramah lingkungan (eco-friendly). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi lumpur Lapindo sebagai bahan baku utama pembuatan komposit untuk bahan bangunan yang dikompositkan dengan semen (PC) dan sabut kelapa (coco fiber) berbasis teknologi fiber reinforced concrete (FRC) yang ramah lingkungan dengan mengetahui karaktristik mekanik dan kimia dari komposit, sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif yang besar terhadap penanggulangan bencana lumpur Lapindo yang jumlahnya melimpah dan menjadi pencemar lingkungan yang serius, pengembangan alternatif material banguaan 2. Tinjauan Pustaka Komposit adalah suatu bahan yang terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Jadi, beton bertulang merupakan komposit yang terdiri besi beton dalam matriks beton. Selain itu, dinding panel, plavon, genting yang diperkuat dengan serat (FRC-fiber reinforced concrete) adalah komposit yang banyak digunakan dalam bangunan. Studi karakteristik panel komposit berbasis fiber reinforced concrete (FRC) dari limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS), semen (PC) dan pasir ditambah compatiblizer (PVA/RE), telah dilakukan. Penelitian ini merupakan studi untuk mempelajari karaktreistik panel komposit berbasis fiber reinforced concrete yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panel komposit yang dihasilkan menunjukkan kepadatan/kerapatan (compatibilitas) yang solid dan mempunyai kuat mekanik (lentur dan tekan) yang cukup tinggi. Penambahan serat kelapa sawit (TKKS) dan PVA/RE mempunyai pengaruh yang cukup
TPL01-2
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 siginifikan terhadap kekuatan mekanik (Fajriyanto dan Feris, 2007). Studi karakteristik panel komposit berbasis geopolimer dari limbah abu terbang batu bara (fly ash), sekam padi, resin gypsum, pasir, fibers, dan semen (PC) menunjukkan bahwa secara morfologi dan fisik tampak bahwa panel komposit yang dihasilkan menunjukkan kepadatan/kerapatan (compatibilitas) yang solid tetapi masih berat. Selanjutnya dilakukan rekayasa penurunan berat dengan memperbanyak sekam padinya. Hasilnya menunjukkan penurunan berat yang signifikan tetapi secara morfologi dan fisik terjadi penurunan kepadatan/kerapatan (compatibilitas). Oleh sebab itu rekomendasi dilakukan dalam penelitian selanjutnya kedepan adalah perlu penambahan bahan compatibilizer/aditif yang optimal untuk meningkatkan kompatibilitasnya (Firdaus et al. 2006). Penelitian tentang prospek papan komposit serat tebu-semen sebagai bahan bangunan alternatif berbasis fiber reinforced concrete (FRC) telah dilakukan. Teknologi pembuatan papan komposit serat tebu-semen ini tidak memerlukan keahlian yang tinggi dan tidak memerlukan peralatan yang canggih. Untuk menambah keplastisan adukan dapat ditambahkan abu terbang (fly ash) atau bubuk kapur sehingga dapat mengurangi kuantitas semen yang harganya mahal. Khusus untuk serat tebu, sebelum digunakan harus direndam dalam larutan NaOH 1% selama 3 jam atau direndam dalam larutan kapur 10% selama 48 jam untuk mengurangi atau menghilangkan bahan lain seperti gula yang akan mengganggu proses pengikatan semen (Randing, 1999). Penelitian pengaruh penambahan serat ijuk pada pembuatan genteng beton menunjukkan bahwa penambahan serat organik ijuk pada pembuatan genteng beton dapat memperbaiki sifat fisis-mekanis yang dimiliki seperti meningkatkan kekuatan lentur serta mengurangi sifat regasnya. Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan penambahan ijuk sebanyak 1 - 2 % dari berat semen dapat mengatasi sifat regasnya serta dapat meningkatkan kekuatan lentur sebesar 12 - 16 %. Kekuatan lentur atau beban lentur dari hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini memenuhi syarat mutu tingkat II menurut SK SNI S 04-1989-F. Spesifikasi bahan bangunan bagian A (Randing, 1995). Agus et al (2002), meneliti komposit penguat dari serat alam yang digunakan sebagai bahan bangunan untuk menggantikan serat sintetik berbasis fiber reinforced concrete (FRC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat alam sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan
bangunan karena bersifat renewable dan biodegradable dalam pembangunan jangka panjang. Proses pembuatan dinding komposit berbasis FRC, menurut Fajriyanto (2007) mempunyai tahapan tiga tahapan. Pertama adalah persiapan matriks (Semen PC dan aditif PVA/RE), persiapan reinforcement dan filler (ijuk dan sludge) ditimbang dengan berbagai variasi. Tahap kedua adalah proses blending dimana matriks, filler dan reinforcement di campur dan di aduk hingga rata. Tahap ketiha adalah casting adalah proses pencetakan dimana pasta komposit dimasukkan dalam cetakan, diratakan, ditutup dan diberi pembebanan kemudian pengerasan normal pada suhu kamar dan diamkan 28 hari. Dalam teknologi fiber reinforced concrete (FRC), para ilmuwan telah mengembangkan material bangunan yang elastis, lebih ringan, awet, dan tidak mudah retak dengan cara mencampurkan fiber ke dalam beton. Beton hasil pengembangan tersebut sudah digunakan di Jepang, Korea, Swiss, dan Australia. Hasil pengembangan Universitas Michigan komposit memiliki kemampuan antipecah 500 kali lipat dibandingkan beton biasa, 40 persen lebih ringan dari beton biasa (Kompas, Mei 2005). 3. Metodologi Metode penelitiannya menggunakan desain penelitian eksperimen murni di laboratorium (true experimental research). Metode penelitiannya merujuk dan memodifikasi metode penelitian berbasis fiber reinforced concrete (FRC) yang pernah dilakukan peneliti sebelumnya: Fajriyanto dan Firdaus, 2007; Fajriyanto dan Firdaus, 2005; Fajriyanto dan Firdaus, 2006; Firdaus et al. 2006; Prihatmaji, 2007; Prihatmaji, 2005; Prihatmaji, 2003, Prihatmaji, 2002; Agus et al. (2005); Randing (1999), Amir (1999), Randing (1995). Referensi tersebut diperlukan untuk mendukung metode dan proses penelitian yang direkayasa/dimodifikasi sedemikian rupa untuk mengkaji potensi lumpur Lapindo sebagai genteng berkualitas, ringan dan ramah lingkungan (eco-friendly) berbasis fiber reinforced concrete (FRC) dengan teknologi sederhana (aplicable technology). Bahan baku lumpur lapindo yang masih basah dijemur kemudian di oven dalam suhu 60 o C untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah kering, lumpur lapindo dilembutkan dengan peralatan Los Angeles Abrasion sampai mencapai ukuran 50-100 mesh dan merupakan filler yang siap untuk dilakukan proses berikutnya (lihat gambar 1)
TPL01-3
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 siap untuk dilakukan pengujian sifat mekanik, dan kimianya Alur proses pembuatan komposit berbasis FRC dapat dilihat pada gambar 1 berikut : MATRIKS Semen PC -
Gambar 1. Lumpur Lapindo sebelum dan sesudah dilembutkan Persiapan bahan baku sabut kelapa dilakukan dengan cara mengurai sabut kelapa kering menjadi serat-serat yang terpisah dari cocopitnya (gabus) sehingga menjadi serat-serat panjang. Serat-serat kelapa kemudian di potongpotong dengan panjang 2 – 5 cm dan siap menjadi coco fiber yang berfungsi sebagai tulangan mikro yang berfungsi meningkatkan karakteristik mekanik komposit . Semen yang digunakan merupakan semen jenis portland cement (PC) Uji kandungan bahan-bahan yang terdapat dalam lumpur lapindo dilakukan sebelum dilakukan proses pembuatan komposit. Tujuannya adalah untuk mengetahui komposisi logam yang terdapat dalam lumpur lapindo. Proses produksi komposit meliputi kegiatan penimbangan berat bahan baku, proses blending dan casting untuk pembentukan komposit. Berat bahan baku berupa lumpur lapindo, semen, pasir, sabut kelapa, PVA dan air ditentukan sesuai dengan desain penelitian. Komposisi dibedakan antara komposit lapindo, semen, sabut kelapa, PVA dan air . Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat perbedaannya karakteristik mekaniknya. Proses blending dilakukan melalui beberapa tahapan : pertama, lumpur lapindo dan semen dicampur dalam kondisi kering. Kedua, mempersiapkan air dan PVA dengan cara dicampur dan diaduk secara merata. Ketiga, setelah semen dan lumpur tercampur secara merata dan sempurna, ditambahkan air dan dilakukan pengadukan secara merata. Terakhir, penambahan sabut kelapa pada adonan komposit dan dilakukan pengadukan secara merata. Peralatan casting dan hysprolic presser dipersiapan. Adonan komposit dituangkan dalam casting secara bertahap hingga penuh sesuai dengan berat yang telah ditentukan. Setelah itu dilakukan pengepresean dengan tekanan sesuai dengan desain penelitian. Hasil proses casting ini merupakan produk komposit, terlihat cukup solid, menyatu dan mempunyai ikatan yang cukup kuat. Hasil produksi komposit ini merupakan benda uji yang
REINFORCEMENT DAN FILLER - Lumpur Lapindo di oven dan diseragamkan ukurannya 50-100 mesh - Sabut kelapa di oven dan diseragamkan ukurannya (0,5cm-2cm) dg bobot 2 % DITIMBANG Variasi komposisi bahan
BLENDING Matriks, filler dan reinforcement di campur kondisi kering kemudian di aduk dengan air dan PVA
CASTING Pasta komposit dimasukkan dalam cetakan, diratakan, ditutup dan diberi pembebanan yang bervariasi, pengerasan normal: suhu kamar, diamkan 28 hari.
BENDA UJI KOMPOSIT GENTENG BERBAGAI VARIASI KOMPOSISI SEMEN DAN LUMPUR
UJI AND ANALiSIs Uji dan analisis karakteristik mekanik, kimia, toksisitas, dan heavy metal leaching
Gambar 1. Proses pembuatan komposit dari Lumpur Lapindo, semen (PC) dan serat kelapa
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Penentuan kndungan logam berat dalam lumpur lapindo dilakukan dengan alat Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Tujuan utama analisis ini adalah mengetahui kandungan logam berat dalam lumpur. Adapun hasil uji kandungan logam berat dalam lumpur lapindo seperti terlahat pada tabel 1.
TPL01-4
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 Tabel 1. Kandungan unsur-unsur dalam Lumpur Lapindo No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Parameter Al (ppm) Ca (ppm) Cr (ppm) Mn (ppm) Pb (ppm) Si (ppm) Zn (ppm) As (ppb) Hg (ppb)
tetap adalah tekanan (2000psi) dan komposisi dan berat bahan. Tabel 3. Kuat Lentur berdasarkan variasi volume air Volume Beban Kuat Lentur Air (%) maksimal (lt) P maks (kg) (kg/cm2)
Hasil Pengukuran 138,098.427 1,175.506 14.377 653.846 105.169 236,817.104 330.927 ttd ttd
18,5 23.5 28,5 32,5
Ttd = tidak terdeteksi, As= 0,50 ppb; Hg=0,25 ppb. Perlakuan perbedaan tekanan pada saat pembuatan (casting) dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kekuatan mekanik dari komposit lumpur lapindo apabila terjadi perbedaan tekanan. Dalam perlakuan ini sebagai variabel tetap adalah komposisi bahan dan ukuran dibanding lumpur lapindo. Komposisi bahan = 50 % lumpur lapindo : 50 % semen Ukuran lumpur lapindo = 50 mesh Hasil pengujian beban maskimal (Pmaks) dan perhitungan kuat lentur (lt) seperti tersebut pada Tabel 2. Berdasarkan pada tabel 2 nampak bahwa besarnya tekanan pada saat pencetakan berpengaruh terhadap kuat lentur komposit. Semakin besar tekanan pada saat casting, maka semakin rendah Pmaks yang dapat diterima benda uji, sehingga semakin besar pula kuat lentur (lt) komposit.
Beban maksimal P maks (kg)
Kuat Lentur (lt) 2 (kg/cm )
2000 3000 4000
333.00 188.54 176.23
59.9 33.9 31.72
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan kuat lentur (lt) maksimal dicapai pada pengepresan saat casting sebesar 2000 psi, sehingga pada komposisi ini akan digunakan sebagai variabel tetap dalam pengepresan saat casting. Perlakuan perbedaan volume air pada pembuatan komposit dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kekuatan mekanik dari komposit apabila terjadi perbedaan voleme air. Dalam perlakuan ini sebagai variabel
31,4 34,44 35,33 20,33
Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat disimpulkan kuat lentur (lt) maksimal dicapai pada volume air 28,5% pada saat pencampuran, sehingga pada volume air ini akan digunakan sebagai variabel tetap dalam pencampuran. Perlakuan perbedaan berat sabut kelapa dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kekuatan mekanik dari komposit. Dalam perlakuan ini sebagai variabel tetap adalah tekanan (2000psi) dan komposisi dan berat bahan. Tabel 4. Kuat Lentur berdasarkan variasi berat sabut kelapa Berat Sabut Beban Kuat Lentur Kelapa (%) maksimal (lt) P maks (kg) (kg/cm2) 2 4 6 8 10,0
Tabel 2 Kuat Lentur berdasarkan variasi beban pengempaan Tekanan/ Beban (Psi)
174,67 191,33 196,26 112,96
196.28 88.61 135.83 160.83 113,00
35.33 15.95 24.45 28.95 20,34
Volume air berpengaruh signifikan terhadap kekuatan mekanik komposit, hal ini karena lumpur lapindo menyerap air cukup besar dibandingkan dengan komposit semen-pasir yang hanya 16 %. Namun kondisi optimal pada volume air 28,5 %. Sabut kelapa berfungsi sebagai tulangan dalam komposit dan berat sabut kelapa berpengaruh signifikan terhadap kekuatan mekanik komposit Setelah dilakukan orientasi karakteristik mekanik komposit berdasarkan pada variasi tekanan dan volume air, maka ditetapkan variabel tetap dalam pembuatan benda uji komposit. Adapun variabel tetap tersebut adalah sebagai berikut : Tekanan : 2000 psi Volume Air : 28,5 % Sabut kelapa :2% PVA : 0,1 %
TPL01-5
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 Komposisi semen dan lumpur Komposisi semen dan lumpur dibuat variasi sedangkan variabel lain tetap, yaitu : Komposisi 1 : 1 kg semen : 1 kg lumpur Komposisi 2 : 1 kg semen : 2 kg lumpur Komposisi 3 : 1 kg semen : 3 kg lumpur Komposisi 4 : 1 kg semen : 4 kg lumpur Data hasil pengujian kuat lentur dan kuat tekan dapat dilihat pada tabel 5 dan 6 Tabel 5. Hasil pengujian kuat lentur Komp Ke
Komposisi Semen : Lumpur
1
1:1
2
1:2
3
1:3
4
1
Kuat Lentur (lt) (kg/cm2) 57.02
2
53.72
3
33.80
1
22.69
2
26.77
3
19.36
1
24.19
2
22.34
3
21.40
1
15.51
2
16.13
3
12.89
Uji ke
1:4
Rata-rata Kuat Lentur (lt)(kg/cm2 48.18
22.94
Tabel 7. Hasil Uji pH komposit Komposisi Rata2 bahan Uji ke pH pH komposit 1 semen : 1 8,443 8,446 3 lumpur 2 8,446 3 8,448
22.64
14.84
Pengujian kelarutan produk komposit dalam air dilakukan dengan cara merendam produk komposit ke dalam aquades dan didiamkan selama waktu tertentu sampai produk komposit rusak/hancur. Data terhadap uji kerusakan komposit dilakukan pengamatan secara kualitatif. Uji interaksi produk komposit terhadap air menunjukkan bahwa komposit yang berkualitas transram (kedap air) Semakin banyak kandungan semen maka produk komposit semakin tahan terhadap air (transram). Pada perbandingan semen : Lumpur =1:3 mulai terjadi kerusakan komposit
Tabel 6. Hasil pengujian kuat tekan Komp Ke
Komposisi Semen : Lumpur
Uji ke
1
1=1
1
Kuat tekan (tk) (kg/cm2) 59.73
Rata-rata Kuat Tekan (tk) (kg/cm2) 57.53
2 58.65 3 54.22 2
1=2
1 57.93
kuat lentur komposit serta semakin rendah kuat tekan komposit. Proses uji karakteristik kimia produk komposit yang dihasilkan dilakukan secara komprehensif terhadap kondisi tingkat keasaman (pH) dalam kondisi normal dan interaksi poduk komposit terhadap air atau kelarutannya dalam air. Pengujian kondisi keasaman produk komposit dilakukan menggunakan pH-meter dengan cara menghaluskan produk komposit yang dihasilkan kemudian dimasukkan dalam aquabides yang memiliki pH 7,00 diaduk merata. Selanjutnya pH-meter dicelupkan kedalamnya untuk mengetahui perubahan pH-nya. Hasil uji pH larutan rendaman komposit seperti tercantum pada tabel 12. Hasil pengujian pH lapindo basah sebelum dikompositkan dengan semen : 7,41 dan pH lapindo kering: 7,40.
56.74
2 57.33 3 54.94 3
1=3
1 54.94
50.30
2 42.81 3 53.14 4
1=4
1 51.83
50.30
2 49.33
Gambar 2. Kelarutan komposit dalam aquades
3 49.74
Berdasarkan data hasil pengujian pada table 5 dan table 6 diketahui bahwa semakin tinggi kandungan lumpur maka semakin rendah
Untuk mengetahui karakteristik toksisitas komposit genteng mencakup uji dan analisis racunnya terhadap makhluk hidup yang
TPL01-6
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 ada disekitarnya (metode LD50). LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistic diharapka akan membunuh 50% hewan coba. Secara umum, dalam penetuan LD50 digunakan tikus atau mencit. Untuk uji toksisitas komposit genteng lapindo dengan menggunakan mencit sebanyak 10 dengan prosedur seperti berikut : 1. Komposit genteng dipanasi diatas kompor gas selama 5 menit 2. Mencit yang terlebih dahulu ditimbang beratnya, dikontakkan dengan uap hasil pemanasan komposit genteng selama 5 menit 3. Mencit yang sudah diasapi diletakkan dalam rotarot selama 5 menit 4. Diamati jatuhnya mencit dari rotaropt 5. Sebagai pembanding dilakukan pengujian rotarot dengan menggunakan mencit yang tidak mendapat perlakuan apapun (kelompok kontrol negatif) dan mendapat perlakuan pengasapan dengan batubata (kelompok kontrol positif). Hasil pengujian toksisitas dengan rotarot dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8. Berat badan mencit (gram) No.
Kontrol
1:3
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
25 30 25 30 30 25 25 30 25 30
Tabel 9. Jumlah jatuh mencit dari rotarot Mencit tidak mendapat perlakuan apapun (Kelompok Kontrol Negatif) No Jmlh
1 -
2 -
3 1
4 1
5 -
6 -
7 -
8 -
9 10 - -
Tabel 10. Jumlah jatuh mencit dari rotarot Mencit mendapat perlakuan pengasapan dengan batu bata Kelompok kontrol Positif No.
1 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Juml
- -
-
-
-
2
-
-
-
-
Tabel 4.14 Jumlah jatuh mencit dari rotarot (Kelompok komposit 1 semen : 3 lumpur) No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jml
-
-
2
1
2
1
3
-
2
-
Mencit mendapat perlakuan pengasapan Berdasarkan pengujian tersebut diketahui bahwa mencit yang mendapatkan perlakuan pengasapan dengan komposit 1 semen : 3 lumpur mempunyai tingkat frekuensi jatuh lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol positif maupun negatif. Hal ini menunjukkan bahwa komposit semen-lumpur mempunyai pengaruh terhadap frekuensi jatuh mencit. Namun bila dilihat dari frekuensinya, maka 40% mencit tidak jatuh, 40% mencit jatuh sebanyak 1 sampai dua kali dan hanya 10% mencit yang jatuh lebih dari 2 kali. Hal ini menunjukkan komposit belum terlalu berbahaya bila dilihat dari frekuensi jatuhnya mencit. 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan analisis dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Dalam lumpur lapindo tidak terdeteksi adanya logam berat As dan Hg 2) Lumpur lapindo, semen, sabut kelapa dan air dapat dibuat komposit berbasis FRC yang digunakan untuk bahan bangunan. Karakteristik mekaniknya optimal dicapai pada komposisi 1 semen : 3 lumpur dengan jumlah 2% sabut kelapa. dengan kekuatan lentur sebesar 22,64 kg/cm2 dan tekan sebesar 50.30 kg/cm2. 3) Karakteristik pelepasan logam berat (heavy metal leaching) dalam air dari komposit lumpur Lapindo memenuhi persyaratan air dengan kriteria air kelas IV berdasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 82 Tahun 2001, Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. 4) Karakteristik kimia komposit berbahan baku lumpur Lapindo adalah rata-rata pH = 8,446. Uji interaksi produk komposit terhadap air menunjukkan bahwa komposit yang berkualitas transram (kedap air) adalah komposit dengan komposisi semen: lumpur dengan perbandingan 1:1; 1:2; 1:3 dan 1:4. Semakin banyak kandungan semen maka produk komposit semakin tahan terhadap air (transram 5) Karakteristik toksisitas komposit berbahan baku lumpur Lapindo, diuji menggunakan metode LD50 . Hasilnya menunjukkan bahwa komposit semen-lumpur mempunyai
TPL01-7
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 pengaruh terhadap frekuensi jatuh mencit. Namun bila dilihat dari frekuensi jatuhnya mencit yang hanya 10% yang jatuh lebih dari dua (2) kali, maka komposit belum terlalu berbahaya. Daftar Pustaka [1] Agus, H.S.W. et al, 2002, The Use of Natural Fibre Reinforced Composites in Building Materials, ProceedingsInternational Symposium; Building Research and The Sustainability of The Built Environment in The Tropics, Tarumanagara University Indonesia. P. 598-610. [2] Agustanto, BP. 2007. Pemerintah Tidak Bisa Hentikan Semburan Lumpur Lapindo. Media Indonesia Online Minggu, 25 Maret 2007. [3] Amir, A. 1999, Penggunaan Papan Semen dengan Serat Bambu sebagai Partisi, Wahana Komunikasi Jasa Konstruksi dan Lapangan Kerja, Gelar Tekno Nusa ’99 di Graha Sabha Pramana. [4] Eloni. 2007. Dosen ITB Dalam Penanggulangan Lumpur Lapindo. News Portal ITB Jumat, 23 - Maret – 2007. [5] Fajriyanto dan Firdaus F. (2007). Potensi Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Sebagai Panel Dinding Bangunan Berbasis Fiber Reinforced Concrete (FRC). Progress Report of Foundamental Research, Pusat Sains dan Teknologi DPPM UII. [6] Fajriyanto dan Firdaus, (2006)b. Panel Dinding Partisi Dan Plafon Tahan Air Dari Komposit Sabut Kelapa (Coco Fiber) Dan Sampah Plastik (Thermoplastics). Laporan Penelitian Interdisipliner yang dibiayai oleh DPPM UII Yogyakarta. [7] Firdaus F, Widodo, dan Mutaqi A.S. (2006). Studi Awal Karakteristik Panel Komposit Berbasis Geopolimer Dari Limbah Abu Terbang Batu Bara (Fly Ash), Sekam Padi, Resin Gypsum And Fibers, Semen (PC). Progress Report Penelitian yang Diseponsori oleh PT. Anindya M.I, Yogyakarta. [8] Firdaus F. dan Fajriyanto (2006)a, Komposit Sampah Plastik (thermo plastics)-Sabut Kelapa (coco fiber) untuk Produksi Plafon Tahan Air (water proof) : Analisis Sifat Mekanik, Fisiko-Kimiawi dan Ketahanan Airnya. Laporan Penelitian Dosen Muda Dikti/Mendiknas. [9] Firdaus F. dan Fajriyanto (2006)b. Komposit Sampah Plastik-Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Material Utama Untuk Produksi Fiberboards. Riset Unggulan Terpadu XII yang dibiayai
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
TPL01-8
Menristek RI 2005-2006. Prosiding Seminar Nasional 19 Agustus 2006 Kimia FMIPA UII. Intan, A.H., Said, E.G., dan Saptono, I.T. 2003. Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Sabut Kelapa Nasional. Jurnal Manajemen dan Agrobisnis, Vol.1, No.1, Hal. 42-54. Kompas, Sabtu 08 Mei 2005, Beton Elastis Tingkatkan Kualitas Jembatan, http://www.kompas.com/teknologi/news/05 05/08/010708.htm Maclaren, Douglas C. and Mary Anne White, 2003. Cement : Its Chemistry and Properties. Journal of Chemical Education, Volume 80, no. 6, page 623-635 Mutaqi, A. Saifudin, (2004), Peran Teknologi Konstruksi dalam Kompetisi Pasar Properti, Prosiding Seminar Nasional Prospek dan Kendala Bisnis Properti di Indonesia, Magister teknik Sipil UII, 15 Juni 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 82 Tahun 2001, Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, Presiden Republik Indonesia. Prihatmaji Y.P., (2005), Alternatif Papan Panel Interior-Eksterior Dari Limbah Kerajinan Bambu Dan Batu. Laporan Penelitian Laboratorium Teknologi Bahan FTSP/Arsitektur UII Yogyakarta. Prihatmaji Y.P., (2002), Alternatif Bahan Dinding Permiabel Untuk Daerah Tropis Lembab. Simposium Internasional on“Builidng Research and the Sustainability of theBuilt Environmentin theTropics”UNTAR,2002,51-60. Randing, 1999. Prospek Papan Komposit Serat Tebu-Semen Sebagai Bahan Bangunan Alternatif, Laporan Penelitian Litbangkim Bandung. Randing. 1995. Pengaruh Penambahan Serat Ijuk Pada Pembuatan Genteng Beton. Journal Penelitian Permukiman Vol 111/1995 Simanungkalit P., (2004), Prospek dan Kendala Bisnis Properti di Indonesia, Prosiding Seminar Nasional Prospek dan Kendala Bisnis Properti di Indonesia, Magister teknik Sipil UII, 15 Juni 2004
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 Bandung, 19-20 Oktober 2009 [20] SNI 03-1727-1989. Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Bahan Bangunan Rumah dan Gedung. 2SNI 03-1736-2000. Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung. [21] SNI 03-1740-1989. Metode Pengujian Bakar Bahan Bangunan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung. [22] Sunudyantoro. 2006. Pemerintah Rumuskan Pemanfaatan Lumpur Lapindo. Tempointeraktif. Jum'at, 14 Juli 2006. [23] Taufiqur Rahman, Nurul. 2006. Nanoteknologi Dapat Diterapkan Atasi Lumpur Lapindo. Pusat Penelitian Fisika, LIPI.
TPL01-9
ISBN 978-979-98300-1-2