29
Vol. 59, No. 1, Januari 2010, hal. 29-34| ISSN 0024-9548
Pemilihan resin komposit dan fiber untuk meningkatkan kekuatan fleksural Fiber Reinforced Composite (FRC)
(Selection of resin composite and fiber to increase flexural strength of fiber reinforced composite)
Martha Mozartha*, Ellyza Herda,** Andi Soufyan** *Peserta Program Magister Ilmu Kedokteran Gigi Dasar **Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia Jl. Salemba Raya No.4 Jakarta Pusat 10430
Abstract Background: Fiber reinforced composite (FRC) offer a conservative alternative for single tooth replacement. Ultra high molecular weight polyethylene (UHMWPE) fiber are commercially available for dental applications. The longevity of FRC for permanent restorations is still being questioned. Purpose: The aim of this study was to identify the best combination of resin composite commercially available and UHMWPE fiber to increase flexural strength of FRC. Materials and method:Sixty specimens were prepared using stainless mold (2x2x25mm), divided into 6 groups (n=10). Each group was made of two resin composites (nanofilled/microhybrid) reinforced with two different fiber (braided/leno-weave). Control specimens did not contain fiber reinforcement. All groups were subjected to 3-point bending test. Result: Statistical analysis shows a significance difference between specimens with and without fiber reinforcement. Nanofilled composite reinforced with braided fiber (115.87±28.62 MPa) exhibited the statistically sinificant higher flexural strength compared to leno-weave group (89.02±14.25 MPa). However, microhybrid composite showed contrary results, wherein leno-weave fiber reinforcement (110.87±15.35 MPa) exhibited statistically higher strength compare to braided fiber (92.74±17.87 MPa). Conclusion: Fiber reinforcement increased flexural strength of resin composite. The combination of type of resin composite and fiber influenced the flexural strength of composite tested. Keywords: polyethylene fiber, resin composite, flexural strength Correspondence: Martha Mozartha, Ellyza Herda, Andi Soufyan, Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jl. Salemba Raya No.4 Jakarta Pusat 10430
PENDAHULUAN Protesa yang terbuat dari material komposit dapat menjadi pilihan perawatan yang lebih konservatif untuk mengganti satu gigi yang hilang, dengan hasil estetik yang memuaskan. Komposit resin dengan penguatan fiber (fiber reinforced composite resin/FRC) mulai banyak digunakan oleh para praktisi di bidang kedokteran gigi sebagai alternatif yang potensial dari gigi tiruan jembatan (GTJ) konvensional ataupun implant untuk mengganti satu gigi yang hilang baik di anterior maupun posterior. Selain itu, FRC
juga telah digunakan untuk perawatan splinting pada pasien periodontik1, protesa cekat sementara pada bekas pencabutan, dan sebagai alternatif protesa lepasan untuk pasien yang kesulitan finansial atau memiliki penyakit sistemik.2,3 Chan dkk melaporkan penggunaan fiber secara direk dan indirek sebagai perawatan sementara pada dua orang pasien dengan 2 jenis penguatan fiber.4 Fiber yang lazim digunakan di kedokteran gigi di antaranya glass fiber, aramid fiber, carbon/graphite fiber dan ultra high molecular weight polyethylene fiber (UHMWPE). Kelebihan yang ditawarkan oleh
Mozartha et.al.:Pemilihan Resin Komposit dan Fiber untuk meningkatkan kekuatan fleksural Jurnal PDGI 59 (1) hal 29-34 © 2009
30
FRC sebagai GTJ adalah gigi penyangga tidak perlu diasah terlalu banyak sehingga jauh lebih konservatif.5 Proses pembuatannya di laboratorium lebih sederhana karena tidak membutuhkan proses casting, sehingga biayanya juga lebih murah. 2 Restorasi ini juga dapat dibuat secara langsung oleh dokter gigi, sehingga perawatan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat. Namun ketahanan jangka panjang FRC sebagai material untuk restorasi permanen pada gigi posterior masih diperdebatkan, dan masih belum banyak penelitian tentang sifat mekanisnya. Kekuatan FRC kemungkinan dipengaruhi oleh kekuatan komposit yang melapisi fiber dan adhesi antara komposit dengan fiber.6 Penelitian Pereira dkk membandingkan kekuatan fleksural komposit hybrid, microfill dan kombinasi komposit hybrid dengan fiber. Dari penelitian tersebut, komposit hybrid yang diperkuat fiber ternyata tidak menghasilkan kekuatan fleksural yang lebih tinggi daripada komposit hybrid saja.7 Sifat mekanis resin komposit sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan ukuran partikel filler, serta komposisi monomernya. Yap dan Teoh membandingkan beberapa jenis komposit dan menemukan bahwa komposit microfill dengan persentase kandungan filler paling rendah menunjukkan kekuatan fleksural terendah.8 Salah satu kemajuan penting dalam upaya untuk mengembangkan material resin komposit adalah aplikasi nanoteknologi. Ukuran partikel filler pada komposit hybrid sekitar 8-30 μm dan 0.7-3.6 μm pada microhybrid, dan kini telah dikembangkan resin komposit dengan ukuran filler berkisar 5-100 nm.9 Dengan dimensi partikel yang semakin kecil dan distribusi yang luas, kandungan filler dapat ditingkatkan sehingga mengurangi penyusutan
Tabel 1.
polimerisasi dan meningkatkan sifat mekanis resin komposit.9 Aspek lain yang berperan kritis terhadap penguatan fiber adalah ketebalan dan bentuk fiber. Bentuk polietilen fiber dapat berupa unidirectional seperti helai benang (strands) atau multidirectional seperti woven dan braided di mana serat-serat dijalin seperti kepang atau anyaman. 10 Sejauh ini belum banyak penelitian yang menguji kekuatan fleksural FRC yang mengkombinasikan resin komposit dengan berbagai jenis filler dengan UHMWPE fiber. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kombinasi UHMPE fiber dan resin komposit yang dapat meningkatkan kekuatan fleksural FRC.
BAHAN DAN METODE Material yang digunakan dalam penelitian ini dideskripsikan dalam tabel 1. Sebanyak 60 spesimen dibuat dengan menggunakan split stainless steel mold berukuran 2x2x25 mm (sesuai ISO 4049)11, dibagi menjadi 6 kelompok (masing-masing terdiri dari 10 spesimen) untuk pengujian fleksural. Kelompok tersebut dibedakan berdasarkan jenis komposit dan jenis fiber, serta kelompok kontrol yaitu spesimen resin komposit tanpa penguatan fiber. Deskripsi lengkap mengenai pembagian kelompok spesimen dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Fiber yang digunakan sebagai sampel penelitian berukuran lebar 2 mm dan digunting dengan menggunakan gunting khusus sesuai dengan ukuran spesimen. Fiber lalu ditimbang untuk standarisasi, begitu juga resin komposit yang dibutuhkan untuk membuat satu spesimen. Selapis resin komposit diletakkan dengan ketebalan sekitar 0.5 mm di dasar split stainless steel mold berukuran 2´2´25 mm. Fiber (braided/leno-weave) dibasahi dengan
Informasi produk yang digunakan dalam penelitian
Material
Manufaktur
Klasifikasi
Komposisi Umum
Supreme XT (SU)
3M ESPE
Nanofilled composite
Matriks:Bis-GMA,Bis-EMA, UDMA, TEGDMA; Filler: Zr dan Si 78.5wt% (cluster partikel 0.6-1.4 μm terdiri dari partikel 5-20nm) 12
Filtek Z250 (FZ)
3M ESPE
Microhybrid composite
Matriks:Bis-GMA, UDMA, Bis-EMA; Filler: Zr dan Si 60 vol% (rata-rata 0.19-3.3μm) 12
Kerr
Braided UHMWPE fiber
Fiber difabrikasi dengan gas plasma dingin, disilanisasi resin tanpa filler
Leno-weave UHMWPE fiber
Fiber difabrikasi dengan plasma, ketebalan 0.18 mm dengan pola anyaman “lock-stitch”
Filled adhesive
BisGMA, HEMA, dimetakrilat,ethanol, air, silika nanofiller
Construct Ribbond THM
Ribbond,Inc
Adper Single Bond Plus
3M ESPE
Mozartha et.al.:Pemilihan Resin Komposit dan Fiber untuk meningkatkan kekuatan fleksural Jurnal PDGI 59 (1) hal 29-34 © 2009
Tabel 2.
31
Deskripsi pembagian kelompok berdasarkan jenis fiber dan resin komposit Kelompok
Jumlah spesimen
Deskripsi
S01
10
Microhybrid RK (FZ) + braided UHMWPE fiber (CU)
02
10
Microhybrid RK (FZ) + leno-weave UHMWPE fiber (RB)
03
10
Microhybrid RK (FZ) tanpa penguatan fiber
04
10
Nanofiller RK (SU) + braided UHMWPE fiber (CU)
05
10
Nanofiller RK (SU) + leno-weave UHMWPE fiber (RB)
06
10
Nanofiller RK (SU) tanpa penguatan fiber
*RK=Resin Komposit ; FZ=Filtek Z250 ; SU=Supreme XT ; CU=Construct ; RB=Ribbond
bahan adhesive (Adper Single Bond Plus Adhesive, 3M ESPE) menggunakan microbrush sebelum diletakkan di dalam mold. Fiber dipegang menggunakan pinset tidak dengan tangan untuk menghindari kontaminasi. Fiber tersebut diletakkan diatas lapisan resin komposit yang telah berada di dalam mold (Gbr.1), kemudian dipolimerisasi menggunakan LED light curing unit (Hilux LEDmax) dengan penyinaran dibagi menjadi 3 bagian sepanjang spesimen, masing-masing selama 20 detik. Kemudian fiber dilapis dengan resin komposit (nanofilled/microhybrid) hingga memenuhi mold. Permukaan atas mold ditutup dengan glass slide lalu ditekan dengan tekanan ringan dan dijepit di tiap sisi utk menekan resin yg berlebih, diantara glass slide dan mold letakkan matriks strip. Kemudian dipolimerisasi menggunakan light curing unit dengan langkah yang sama dengan lapisan resin komposit pertama. Spesimen dilepas dari mold dan disimpan di dalam inkubator pada temperatur 37±1 °C selama 24 jam sebelum pengujian. Satu jam setelah dikeluarkan dari inkubator, spesimen diuji 3-point bending dengan menggunakan Universal Testing Machine (Shimadzu) untuk menentukan beban maksimum yang dibutuhkan hingga spesimen fraktur. Spesimen diletakkan pada alat uji dengan bending span 20 mm, loading piston tegak lurus
Gambar 1. Cara peletakan fiber di dalam mold dan arah pemberian gaya
dengan lebar fiber. Beban akan jatuh pada lapisan resin komposit (nanofilled/microhybrid) sedangkan fiber berada di bagian dasar mendekati sisi yang mengalami tensile stress. Pengujian dilakukan dengan kecepatan cross head 0.5 mm/mnt dengan beban maksimum 50 kgf hingga spesimen fraktur atau hingga mencapai beban puncak. Hasil tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus 3FL/2BH 2 untuk mendapatkan nilai kekuatan fleksural (Flexural strength) dimana F = beban maksimum yang diberikan pada spesimen (kgf), L = panjang span / support (mm), B= lebar spesimen (mm), dan H= ketebalan spesimen (mm). Rerata dan standar deviasi dari tiap kelompok dibandingkan dan dianalisa dengan menggunakan Independent-Samples t-test.
HASIL Rata-rata nilai kekuatan fleksural dari masingmasing kelompok dengan dan tanpa penguatan fiber diperlihatkan pada Tabel 3. Hasil analisa statistik yang menggunakan Independent Sample t-test didapat bahwa spesimen resin komposit baik microhybrid (Filtek Z250) maupun nanofilled composite (Filtek Supreme XT) tanpa penguatan fiber menunjukkan nilai kekuatan fleksural yang berbeda bermakna (p<0.05), yaitu lebih rendah dibandingkan spesimen dengan penguatan fiber. Kekuatan fleksural kedua jenis resin komposit tanpa penguatan fiber menunjukkan perbedaan meski tidak bermakna secara statistik, dimana Filtek Z250 lebih tinggi dibandingkan Filtek Supreme XT. Pada kelompok resin komposit Filtek Z250, kekuatan fleksural tertinggi ditunjukkan pada kelompok dengan penguatan Ribbond, yang berbeda bermakna dengan kelompok yang diperkuat Construct. Sementara itu kelompok resin komposit Filtek Supreme XT menunjukkan hasil
Mozartha et.al.:Pemilihan Resin Komposit dan Fiber untuk meningkatkan kekuatan fleksural Jurnal PDGI 59 (1) hal 29-34 © 2009
32
Tabel 3.
Nilai rata-rata kekuatan fleksural (MPa) dan simpangan baku (SD) dari hasil analisis Independent Sample t-test Kekuatan fleksural ± SD (Mpa)
Resin Komposit
Tanpa Fiber
+ Construct
+ Ribbond
Filtek Z250
84.97±17.81*
92.74±17.87*
110.87±15.35
Supreme XT
71.22±15.87*
115.87±28.62
89.02±14.25
*=tidak berbeda bermakna pada α<0.05.
yang sedikit berbeda,di mana kelompok yang diperkuat Construct justru menunjukkan kekuatan fleksural yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang diperkuat Ribbond dengan perbedaan nilai yang bermakna secara statistik. Nilai rata-rata kekuatan fleksural tertinggi ditunjukkan oleh Filtek Supreme XT yang diperkuat dengan Construct.
PEMBAHASAN Kekuatan fleksural merupakan kemampuan suatu restorasi untuk menahan gaya fleksural, yaitu kombinasi dari gaya tarik dan kompresi, saat sedang berfungsi di dalam mulut baik sebagai restorasi di daerah anterior maupun posterior. Kekuatan fleksural suatu material penting untuk diketahui oleh para klinisi sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan material untuk restorasi. Cara pengujian kekuatan fleksural yang direkomendasikan oleh spesifikasi ISO 4049 untuk material berbasis polimer adalah 3-point bending test yang telah digunakan secara luas. Penelitian ini mengidentifikasi kombinasi resin komposit microhybrid dan nanofilled dengan UHMWPE fiber dengan susunan anyaman yang berbeda (braided dan leno-weave). Kekuatan fleksural resin komposit diharapkan dapat meningkat dengan ditambahkannya fiber. Resin komposit yang digunakan dalam penelitian ini diproduksi oleh manufaktur yang sama, dengan perbedaan berat dan ukuran filler, serta komposisi matriks. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa kekuatan fleksural semakin meningkat dengan bertambahnya kandungan filler pada komposit yang diuji. 13,14,15 Namun pada penelitian ini, kekuatan fleksural Supreme XT (71.22±15.87 MPa) yang memiliki persentase berat filler yang lebih tinggi justru lebih rendah
dibandingkan Filtek Z250 (84.97±17.81MPa) . Hasil yang serupa didapati pada penelitian Rodrigues Jr. dkk., yaitu resin komposit dengan persentase berat filler tertinggi tidak menunjukkan kekuatan fleksural yang tertinggi pula.12 Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa ada faktor lain selain persentase kandungan filler yang mempengaruhi karakteristik material. Supreme XT yang relatif baru beredar di pasaran merupakan nanokomposit pertama, terdiri dari nanopartikel silika dan zirkonia dengan ukuran berkisar 5-20 μm. Ukuran filler berskala nanometrik ini menyulitkan proses pelapisan matriks resin untuk dapat menyelubungi permukaan filler secara sempurna, sehingga kedua jenis partikel tersebut diproses menjadi kelompokkelompok kecil (clusters) yang berdiameter 0.6-1.4 mm. 16 Dalam penelitiannya, Rodrigues Jr dkk. mengemukakan bahwa partikel filler berukuran kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar untuk dilapisi oleh silane, sehingga proses silanisasi menjadi lebih kritis dan meningkatkan kemungkinan terjadinya kegagalan pada interface.12 Dalam penelitian ini digunakan Supreme XT yang mengandung TEGDMA, sedangkan Filtek Z250 tidak mengandung monomer tersebut dalam komposisinya. Tujuan ditambahkannya TEGDMA ke dalam komposisi matriks adalah sebagai monomer pengencer untuk mengurangi viskositas Bis-GMA yang tinggi. Selain itu TEGDMA juga meningkatkan derajat konversi karena monomer ini memiliki rantai yang lebih fleksibel. Penelitian yang memvariasikan rasio komposisi monomer dan melihat efek UEDMA, BisGMA dan TEGDMA terhadap sifat mekanis resin komposit eksperimental menunjukkan bahwa kekuatan tarik diametral, kekuatan fleksural dan modulus elastisitas dipengaruhi oleh komposisi monomer dan sifat dari kopolimer yang menyusun matriks. Substitusi BisGMA oleh TEGDMA mengurangi kekuatan fleksural namun meningkatkan kekuatan diametral. Penemuan yang kontradiktif tersebut menunjukkan bahwa derajat konversi tidak selalu berkorelasi positif dengan semua sifat mekanis. 17 Temuan tersebut serupa dengan penelitian ini, Filtek Supreme XT menunjukkan kekuatan fleksural lebih rendah dibandingkan Filtek Z250. Hal ini menegaskan bahwa sifat mekanik material dapat bervariasi karena kombinasi mikrostruktural yang kompleks dan perbedaan dalam proses pembuatan.
Mozartha et.al.:Pemilihan Resin Komposit dan Fiber untuk meningkatkan kekuatan fleksural Jurnal PDGI 59 (1) hal 29-34 © 2009
Penelitian ini didapat bahwa penguatan fiber pada kedua jenis resin komposit mampu meningkatkan nilai kekuatan fleksural dibandingkan resin komposit jenis yang sama tanpa fiber. Temuan ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang mengevaluasi pengaruh berbagai jenis fiber terhadap sifat fleksural resin komposit, seluruh kelompok kontrol tanpa fiber menunjukkan kekuatan fleksural yang lebih rendah.18 Semua spesimen resin komposit dengan penguatan fiber mengalami deformasi yang signifikan, namun tidak mengalami “brittle fracture” seperti yang diamati pada resin komposit tanpa penguatan fiber. Spesimen FRC mengalami deformasi ireversibel dengan defleksi yang terjadi di bagian tengah spesimen, namun kedua belah patahan tetap menyatu dengan adanya fiber. Menurut Karbhari dkk, persimpangan anyaman serabut yang saling tumpang-tindih dapat menjadi hambatan bagi perambatan retakan yang terjadi di sekitarnya dan bertindak sebagai “crack arrestor”.19 Perbedaan kekuatan fleksural antara FRC dengan pemakaian jenis resin komposit yang berbeda dapat menunjukkan bahwa jenis resin komposit mempengaruhi sifat mekanis FRC secara keseluruhan. Pada spesimen resin komposit yang diperkuat fiber, hasil kekuatan fleksural yang ditunjukkan bervariasi. Pada kelompok Z250, spesimen dengan penguatan Ribbond menunjukkan kekuatan fleksural yang berbeda bermakna (110.87±15.35 MPa) dibandingkan Construct (92.74±17.87 MPa). Sementara pada kelompok Supreme XT yang diperkuat Construct justru menunjukkan kekuatan fleksural yang lebih tinggi secara bermakna (115.87±28.62 MPa) dibandingkan Ribbond. Berdasarkan temuan tersebut dapat diduga bahwa tiap jenis fiber dapat berinteraksi dengan cara yang berbeda dengan resin komposit yang melapisinya. Menurut Peltonen dan Jarvela (dalam Ellakwa dkk, 2002)20, salah satu faktor penting yang mempengaruhi kekuatan FRC adalah efektivitas impregnasi fiber dengan bahan adhesif resin, dimana matriks resin berkontak rapat dengan permukaan fiber. Pada penelitian ini, impregnasi fiber dilakukan secara manual menggunakan microbrush. Ada kemungkinan impregnasi yang sempurna sulit tercapai terutama pada Ribbond yang dianyam dengan sistem lock-stitch, dimana susunan fiber lebih rapat dengan celah-celah antara serabut yang lebih sempit, sehingga bahan adhesif mungkin
33
lebih sulit untuk membasahi permukaan fiber. Perbedaan pola anyaman dapat mempengaruhi pembasahan, dan impregnasi yang tidak sempurna dapat berujung kepada defek dan penurunan kekuatan FRC. Fiber yang digunakan dalam penelitian ini diletakkan di bagian dasar spesimen, yaitu mendekati sisi yang menerima gaya tarik. Pemilihan posisi peletakan fiber ini berdasarkan hasil yang diperoleh Ellakwa dkk. dalam penelitiannya, fiber yang diletakkan di dasar spesimen tepat pada sisi yang menerima beban tarik menunjukkan kekuatan fleksural tertinggi.21 Jika fiber diletakkan menjauhi sisi tersebut dan lebih mendekati ke arah permukaan spesimen yng mengalami beban kompresi maka kekuatan fleksural semakin menurun. Temuan ini sesuai dengan teori Griffith (dalam Ellakwa dkk, 2003) mengenai terjadinya retakan dan perambatannya melalui material yang “brittle”, bahwa selama retakan berkembang dibutuhkan energi untuk menciptakan permukaan yang baru.21 Sebaran data dalam penelitian ini cukup luas, menandakan luasnya variasi nilai secara statistik. Sebaran data ini bergantung pada matriks resin komposit dan kondisi penyinaran, dan juga dapat dipengaruhi oleh jenis fiber yang digunakan. Dalam penelitian Karbhari dkk yang membandingkan penguatan glass, braided, dan lenoweave fiber, nilai kekuatan fleksural dengan standar deviasi terendah adalah resin komposit yang diperkuat oleh leno-weave fiber.19 Temuan tersebut sejalan dengan penelitian ini, dan dapat dikaitkan dengan susunan anyaman leno-weave fiber. Kesimpulan yang diambil bahwa penguatan fiber dapat meningkatkan kekuatan fleksural resin komposit. Selain itu, jenis resin komposit dan fiber yang digunakan pada FRC mempengaruhi kekuatan fleksural yang dihasilkan. Resin komposit yang memperoleh kekuatan fleksural tinggi saat dikombinasikan dengan jenis fiber tertentu belum tentu menghasilkan kekuatan fleksural yang sama saat dikombinasikan dengan jenis fiber dengan bentuk anyaman yang berbeda. Spesimen Filtek Z250 yang diperkuat Ribbond memperlihatkan kekuatan fleksural yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan Construct. Sementara untuk Supreme XT, kekuatan fleksural spesimen yang diperkuat Construct lebih tinggi secara bermakna dibandingkan Ribbond.
34
Mozartha et.al.:Pemilihan Resin Komposit dan Fiber untuk meningkatkan kekuatan fleksural Jurnal PDGI 59 (1) hal 29-34 © 2009
DAFTAR PUSTAKA 1. Strassler H, Brown C. Periodontal Splinting with a Thin High-Modulus Polyethylene Ribbond. Compendium of Continuing Education 2001;22:696-708. 2. Meiers JC, Freilich MA. Design and use of a prefabricated fiber-reinforced composite substructure for the chairside replacement of missing premolars. Quintessence Int 2006;37:449-54. 3. Ferreira ZA, Carvalho EK, Mitsudo RS, Bergamo PMS. Bondable reinforcement ribbond :clinical applications. Quintessence Int 2000;31:547-52. 4. Chan DCN, Giannini M, De-Goes MF. Provisional anterior tooth replacement using nonimpregnated fiber and fiber-reinforced composite resin materials:A clinical report. J Prosthet Dent 2006;95:344-8. 5. Rappelli G, Coccia E. Fiber-reinforced composite fixed partial denture to restore missing posterior teeth. J Contemp Dent Pract 2005;4(6):168-177. 6. Nakamura T, Waki T, Kinuta S, Tanaka H. Strength and Elastic Modulus of Fiber-Reinforced Composites Used for Fabricating FPDs. Int J Prosthodont 2003;16 (5):549553. 7. Pereira CL, Demarco FF, Cenci MS, Osinaga PWR, Piovesan EM. Flexural strength of composites: Influences of polyethylene fiber reinforcement and type of composite. Clin Oral Invest 2007:116-119. 8. Yap AUJ, Teoh SH. Comparison of flexural properties of composite restoratives using the ISO and miniflexural tests. J Oral Rehab 2003;30:171-7. 9. Beun S, Glorieux T, Devaux J, Vreven J, Leloup G. Characterization of nanofilled compared to universal and microfilled composites. Dent Mater 2007;23:51-9. 10. Lonèar A, Vojvodiæ D, Jerolimov V, Komar D, •abaroviæ D. Fibre Reinforced Polymers Part II: Effect on Mechanical Properties. Acta Stomatol Croat 2008;42(1):49-63. 11. International Organization for Standardization:ISO 4049. Dentistry - Polymer-based filling, restorative and luting materials 3rd ed. 2000.
12. Rodrigues-Junior SA, Zauchi CH, Carvalho RV, Demarco FF. Flexural strength and modulus of elasticity of different types of resin-based composites. Braz Oral Res 2007;21:16-21. 13. Ikejima I, Nomoto R, McCabe FM. Shear punch strength and flexural strength of model composites with varying filler volume fraction, particle size and silanation. Dent Mater 2003;19:206-11. 14. Marchan S, White D, Smith W, Coldero L, Dhuru V. Comparison of mechanical properties of two nanofilled composite materials. Rev Clin Pesq Odontol 2009;5:241-6. 15. Kim K, ong JL, Okuno O. The effect of filler loading and morphology on the mechanical properties of contemporary composites. J Prosthet Dent 2002;87:642-9. 16. Ernst CP, Brandenbusch M, Meyer G, Canbek K, Gottschalk F, Willershausen B. Two-year clinical performance of a nanofiller vs a fine-particle hybrid resin composite. Clin Oral Invest 2006;10:119-25. 17. Asmussen E, Peutzfeldt A. Influence of UEDMA, BisGMA and TEGDMA on selected mechanical properties of experimental resin composites. Dent Mater 1998;14:51-6. 18. Ellakwa AE, Shortall AC, Marquis PM. Influence of fiber type and wetting agent on the flexural properties of an indirect fiber reinforced composite. J Prosthet Dent 2002;88:485-90. 19. Karbhari VM, Strassler H. Effect of fiber architecture on flexural characteristics and fracture of fiberreinforced dental composites. Dent Mater 2007;23:9608. 20. Ellakwa AE, Shortall AC, Shehata MK, Marquis PM. Influence of bonding agent composition on flexural properties of an ultra-high molecular weight polyethylene fiber-reinforced composite. Oper Dent 2002;27:184-91. 21. Ellakwa A, Shortall A, Marquis P. Influence of fiber position on the flexural properties and strain energy of a fibre-reinforced composite. Journal of Oral Rehabilitation 2003;30:679-82.