PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH Nurmansah, Halifrian.1)Karnaningroem, Nieke.2) 1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS Surabaya, email:
[email protected]
Abstrak - Metode alternatif yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi proses koagulasi dan flokulasi adalah dengan memanfaatkan kembali lumpur yang telah mengendap. Pemanfaatan lumpur ini juga dilakukan untuk mengurangi pembungan lumpur endapan ke lingkungan. Sampel yang digunakan adalah sampel buatan. Sampel tersebut di variasikan kekeruhannya yaitu dengan nilai kekeruhan 40 NTU, 60 NTU, dan 80 NTU. Koagulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alumunium sulfat (Al2(SO4)3. Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah kekeruhan dan pH. Dosis optimum pada masing-masing variasi kekeruhan adalah 30 mg/l. Kekeruhan 40 NTU dengan melakukan resirkulasi flok sebesar 60% dapat meningkatkan efisiensi removal untuk kekeruhan sebesar 97,5%. Kekeruhan 60 NTU dengan melakukan resirkulasi flok sebesar 60% dapat meningkatkan efisiensi removal unuk kekeruhan sebesar 98,33%. Kekeruhan 80 NTU dengan melakukan resirkulasi flok sebesar 60% dapat meningkatkan efisiensi removal untuk kekeruhan sebesar 98,75%. Kata Kunci: Dosis Optimum, Koagulan, Resirkulasi Flok. I. PENDAHULUAN Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Ngagel II merupakan salah satu perusahaan daerah yang melayani dan bertanggung jawab dalam penyediaan air bersih di Surabaya. Salah satu proses pengolahan yang ada di PDAM Ngagel II adalah proses koagulasi dan flokulasi. Proses koagulasi dan flokulasi belum berjalan dengan optimum seiring dengan semakin meningkatnya beban pengolahan akibat dari perubahan kualitas dari sumber air baku. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan efisiensi dalam proses koagulasi-flokulasi. Dengan asumsi lumpur tersebut masih memiliki kemampuan untuk mengikat flok-flok yang terbentuk setelah pemberian koagulan atau dengan kata lain Recycle lumpur. Recycle lumpur secara langsung dapat menguntungkan dalam pengontrolan dan optimasi proses flokuasi-pengendapan (Masschelein, 1992). PDAM Ngagel II belum memanfaatkan kembali lumpur yang telah mengendap. Pada bak sedimentasi lumpur yang terendap tersebut langsung dibuang ke badan air. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penentuan dosis optimum koagulan dan upaya memanfaatkan kembali lumpur dengan menggunakan jar test. Dari penelitian ini diharapkan pemanfaatan lumpur tersebut dapat mengurangi pembuangan limbah lumpur ke badan air. Koagulasi dan flokulasi merupakan suatu proses penambahan koagulan yang bertujuan untuk pembentukan flok. Selanjutnya flok yang terbentuk akan diendapkan dengan cara sedimentasi. Koagulasi merupakan proses penambahan koagulan dengan pengadukan cepat yang hasil dari proses koagulasi tersebut adalah destabilisasi partikel/ koloid dan partikel-partikel halus lainnya yang terdapat dalam air. Sedangkan flokulasi adalah proses pengadukan lambat tarhadap partikel yang terdestabilisasi dan membentuk flok yang dapat mengendap dengan cepat. Keberlangsungan proses flokulasi diukur dari distribusi ukuran flok dan struktur flok (Gurses, 2003). Koagulan yang umum digunakan adalah koagulan yang berupa garam logam, seperti alumunium sulfat, ferri klorida, dan ferri sulfat. Adapun koagulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alumunium sulfate (Al2(SO4)3). Efisensi proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, temperature, alkalinitas, jenis koagulan, dan intensitas pengadukan (Lee dkk, 2008). Berdasarkan uraian diatas diharapkan dapat dijadikan dasar dalam optimasi proses koagulasi-flokulasi dengan cara pemanfaatan flok sehingga dapat mengurangi pembuangan lumpur flok ke badan air. 1
II. METODE Metodologi penelitian adalah langkah-langkah teknis yang akan dilakukan selama penelitian. Dalam metodologi penelitian ini akan dibahas tentang alat, bahan, dan metode yang akan dilakukan selama penelitian. Langkah-langkah penelitian dimulai dari munculnya ide penelitian, studi literatur, persiapan penelitian, penentuan variabel, analisa dan pembahasan, hingga kesimpulan. Sampel Air Baku Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah air keran yang ditambahkan bentonit sehingga terbentuk kekeruhan yang diinginkan yaitu 40, 60, dan 80 NTU (berdasarkan karakteristik kekeruhan PDAM Ngagel II pada inlet Predicantir). Persiapan Koagulan Jenis koagulan yang digunakan dalam bentuk bubuk adalah aluminum sulfate (Al (SO ) . Masing-masing 2 4 3 larutan koagulan dibuat konsentrasi 1% dengan mengencerkan 10 gram koagulan dengan larutan aquades hingga volume air menjadi 1 liter. Penentuan Dosis Optimum Penentuan dosis optimum bertujuan untuk mengetahui dosis koagulan optimum yang nantinya akan digunakan untuk proses penelitian lumpur dan resirkulasi lumpur. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan koagulan alumunium sulfat (Al2(SO4)3). Penelitian dosis optimum tiap koagulan dilakukan dengan dosis koagulan yaitu 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, dan 80 mg/l. Pembubuhan dosis koagulan dilakukan sebelum proses pengadukan cepat. Resirkulasi Flok Pada pemanfaatan lumpur ini dilakukan menggunakan lumpur yang dihasilkan dari proses koagulasi flokulasi. Lumpur yang akan dimanfaatkan berasal dari uji penentuan dosis optimum koagulan menggunakan jartest yang dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan menggunakan koagulan alumunium sulfat (Al2(SO4)3) dan variasi kekeruhan buatan. Lumpur yang diresirkulasi berasal dari endapan lumpur basah dengan menggunakan dosis koagulan optimum dengan prosentase dosis lumpur 20%, 40%, 60%, dan 80%. Pembubuhan prosentase dosis lumpur dilakukan bersamaan dengan dosis optimum koagulan sebelum pengadukan cepat. Dalam menyiapkan prosentase volume lumpur yang akan diresirkulasi. Lumpur tersebut diendapkan terlebih dahulu selama 30 menit. Setelah 30 menit barulah lumpur diambil menggunakan pipet volumetrik sesuai dengan prosentase volume lumpur yang divariasikan. Dalam waktu 30 menit tersebut dianggap lumpur yang telah mengendap memiliki konsistensi yang sama pada masing-masing variasi prosentase. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Dosis Optimum Jartest pertama ini menggunakan variabel kekeruhan yaitu 40, 60, 80 NTU. Tiap-tiap sampel pada nilai kekeruhan tersebut diperlakukan sama meliputi variasi dosis penambahan alum, dan perlakuan jartest. Hasil dari perlakuan tersebut kemudian dilakukan analisis parameter untuk kekeruhan dan pH sehinggan diperoleh dosis optimum alum. Dosis optimum alum merupakan nilai penurunan kekeruhan terkecil dari setiap dosis penambahan alum dan penambahan alum yang paling kecil sehingga dapat menghemat penggunaan alum. Berikut ini adalah hasil analisis kekeruhan dengan menggunakan koagulan aluminum sulfate (Al2(SO4)3) pada masing-masing variasi kekeruhan.
2
Gambar 1 Dosis Alum terhadap Kekeruhan Akhir 40 NTU
Gambar 2 Dosis Alum Terhadap Kekeruhan Akhir 60 NTU
Gambar 3 Dosis Alum Terhadap Kekeruhan Akhir 80 NTU 3
Dari Gambar 1 sampai dengan Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa penambahan alum pada sampel kekeruhan 40 NTU, 60 NTU, dan 80 NTU dapat menurunkan kekeruhan. Hal ini disebabkan penambahan alum pada air akan membentuk ion Al3+ yang dilepaskan oleh alum menempel pada partikel koloid, menetralisir muatan koloid, mereduksi gaya tolak-menolak antar partikel dan sebagian lagi akan mengendap membentuk Alumunium hidroksida yang mudah mengendap. Ikatan antara koagulan dan partikel koloid membentuk flok yang semakin lama ukurannya semakin bertambah besar dan bermuatan stabil yang akan mengendap sehingga kualitas air mengalami peningkatan. Kualitas sampel menjadi semakin baik karena terjadi penurunan kekeruhan yang semakin lama semakin bertambah besar seiring dengan penambahan dosis alum sampai mencapai dosis optimum. Penurunan kekeruhan di atas, terjadi secara konstan sampai mencapai titik optimum pada sampel dengan dosis alum sebesar 30 mg/L. Pada kekeruhan 40 NTU dan 80 NTU mencapai nilai kekeruhan 2 NTU, dan pada kekeruhhan 80 NTU mencapai nilai kekeruhan 1,5 NTU. Selanjutnya kualitas sampel mengalami penurunan dan semakin lama makin menurun seiring dengan penambahan dosis alum lebih dari 30 mg/L. Ini terjadi diakibatkan oleh tercapainya kondisi jenuh sehingga proses pengendapan berjalan kurang baik. Penambahan koagulan justru menciptakan kondisi restabilisasi dan meningkatkan kekeruhan sehingga kualitas sampel mengalami penurunan kembali. Sehingga setelah mencapai dosis optimum penambahan koagulan lebih dari 30 mg/L justru meningkatkan kekeruhan. Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa dari jartest I (penentuan dosis optimum) ini, pada kekeruhan 40 NTU, 60 NTU, dan 80 NTU dosis optimum pembubuhan alum adalah sama sebesar 30 mg/l ini diakibatkan karena range kekeruhan dalam penelitian ini berada pada range kekeruhan rendah yaitu <100 NTU. Derajat keasaman (pH) adalah salah satu parameter yang sangat penting dalam mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi. Muatan hasil hidrolisis dan hidroksida dapat dikontrol dengan pH. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengontrolan pH. pH pada penelitian ini adalah pH asli yang yang tedapat pada air sampel. Tabel 4.4 dibawah ini menunjukkan hasil analisis pH dengan menggunakan koagulan alumunium sulfate (Al2(SO4)3) pada tiap variasi kekeruhan.
Gambar 4 Dosis Alum terhadap pH Akhir Pada Tiap Kekeruhan Dari Gambar 4 terlihat bahwa semakin besar penambahan dosis alum, maka pH yang dihasilkan semakin menurun. Pada kekeruhan 40 NTU terjadi penurunan dari pH 8,42 semakin menurun hingga pH 8,31. Pada kekeruhan 60 NTU terjadi penurunan dari pH 8,67 semakin menurun sampai dengan pH 8,54. Sedangkan pada kekeruhan 80 NTU terjadi penurunan dari pH 8,71 semakin menurun hingga 8,63. Penurunan pH tersebut terjadi karena adanya reaksi hidrolisis Al yang akan membebaskan ion H+ sehingga dapat menekan nilai pH. Alkalinitas akan bereaksi dengan ion H+ untuk menjaga nilai pH tetap stabil, dimana reaksi yang terjadi: 4
Al3+ + 3H2O → Al(OH)3 + 3H+ HCO3- + H+ → H2CO3 Reaksi di atas menunjukkan bahwa jika alkalinitas air menjadi rendah dan tidak adanya penambahan buffer akan membuat ion H+ dari reaksi hidrolisis bebas. Ion H+ tersebut yang menyebabkan terjadinya penurunan pH setelah penambahan dosis koagulan. Alkalinitas yang rendah membutuhkan basa, sedangkan alkalinitas tinggi membutuhkan asam untuk mencapai range pH netral. Resirkulasi Lumpur Dalam koagulasi dan flokulasi penambahan kekeruhan biasanya digunakan untuk mendapatkan efisiensi yang lebih tinggi dan untuk membentuk flok yang lebih kuat. Untuk mengurangi penggunaan zat kimia yang tinggi dan biaya untuk pembuangan lumpur yang terendap maka diperlukan metode alternatif baru dengan meningkatkan efisiensi dengan menambahkan penggunaan bahan kimia serta dapat mengurangi biaya pengolahan lumpur yang dihasilkan. Oleh karena itu penambahan kekeruhan sebelum pengadukan cepat juga akan membantu meningkatkan pertumbuhan flok. \Dalam penelitian tugas akhir ini metode yang digunakan adalah dengan memanfaatkan kembali lumpur endapan dengan cara diresirkulasi. Upaya resirkulasi ini menggunakan flok yang dihasilkan dari proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi dalam skala laboratorium. Dosis koagulan yang digunakan adalah dosis optimum yang telah diperoleh pada jartest I yaitu pada variasi kekeruhan 40 NTU, 60 NTU, dan 80 NTU sebesar 30 mg/L.
Gambar 5 Prosentase Resirkulasi Lumpur Terhadap Kekeruhan Akhir Dari Kekeruhan 40 NTU
5
Gambar 6 Prosentase Resirkulasi Lumpur Terhadap Kekeruhan Akhir Dari Kekeruhan 60 NTU
Gambar 7 Prosentase Resirkulasi Lumpur Terhadap Kekeruhan Akhir Dari Kekeruhan 80 NTU Gambar 5 sampai dengan Gambar 7 di atas dapat dilihat bahwa resirkulasi lumpur pada sampel kekeruhan awal 40 NTU, 60 NTU, dan 80 NTU dapat menurunkan kekeruhan kembali menjadi 1 NTU. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan bahan kimia yaitu alum yang terdapat pada lumpur yang diresirkulasi sebagaimana diketahui bahwa penambahan alum pada air akan membentuk ion Al3+ menempel pada partikel koloid, menetralisir muatan koloid, mereduksi gaya tolak-menolak antar partikel dan sebagian lagi akan mengendap membentuk Alumunium hidroksida yang mudah mengendap. Ikatan antara koagulan dan partikel koloid membentuk flok yang semakin lama ukurannya semakin bertambah besar dan bermuatan stabil yang akan mengendap sehingga kualitas air mengalami peningkatan. Kualitas sampel menjadi semakin baik karena terjadi penurunan kekeruhan yang bertambah besar seiring dengan penambahan prosentase resirkulasi flok yang tepat. Penurunan kekeruhan di atas, terjadi secara konstan sampai mencapai titik optimum pada sampel dengan prosentase resirkulasi flok 60%, yaitu mencapai nilai kekeruhan 1 NTU. Selanjutnya kualitas sampel 6
mengalami penurunan dan semakin lama makin menurun seiring dengan penambahan dosis alum lebih dari 60%. Ini terjadi diakibatkan tercapainya kondisi jenuh sehingga proses pengendapan berjalan kurang baik. Penambahan prosentase resirkulasi flok justru menciptakan kondisi restabilisasi dan meningkatkan kekeruhan sehingga kualitas sampel mengalami penurunan kembali. Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa dari jartest II ini, dosis optimum resirkulasi lumpur untuk setiap variasi kekeruhan adalah 60%. Resirkulasi dengan prosentase dosis lumpur yang berbeda-beda memberikan perubahan pada parameter pH air sampel setelah dilakukan proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi skala laboratorium. Resirkulasi ini berfungsi untuk menambahkan kekeruhan pada air sebelum proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi. Hasil analisis pH akhir setelah proses resirkulasi lumpur dengan menggunakan dosis optimum alumunium sulfat (Al2(SO4)3) yaitu 30 mg/L dengan variasi kekeruhan awal yang berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Gambar 8 Grafik Analisis pH Terhadap Resirkulasi Lumpur Pada Gambar 8 di atas dapat dilihat penurunan pH pada masing-masing kekeruhan tidak mengalami penurunan yang signifikan. Pada kekeruhan 40 NTU tejadi penurunan dari 8,36 semakin menurun hingga 8,29, sedangkan pada kekeruhan 60 NTU terjadi penurunan dari 8,63 semakin menurun hingga 8,5 dan pada kekeruhan 80 NTU terjadi penurunan dari 8,65 semakin menurun hingga 8,54. Penurunan ini terjadi diakibatkan adanya penambahan dosis koagulan optimum alum dan adanya penambahan lumpur yang masih mengandung koagulan alum hasil dari jartes I. Efisiensi Removal Resirkulasi Lumpur Upaya resirkulasi untuk menambahkan kekeruhan dengan prosentase dosis lumpur yang berbeda nampaknya memberikan perubahan pada parameter kekeruhan air sampel. Dari gambar 7 di bawah ini menunjukkan hasil analisis dan efisiensi removal kekeruhan setelah resirkulasi lumpur dengan menggunakan koagulan alumunium sulfat (Al2(SO4)3).
7
Gambar 9 Analisis Setiap Kekeruhan Gambar 9 diatas menunjukkan analisis kekeruhan akhir setelah terjadi resirkulasi lumpur dengan menggunakan koagulan alumunium sulfat (Al2(SO4)3). Pada gambar terlihat bahwa terjadi penurunan kekeruhan setelah resirkulasi. Penurunan kekeruhan setelah resirkulasi disebabkan oleh adanya kandungan silika yang cukup besar yang ada di lumpur. Selain kandungan silika, lumpur juga mengandung bahan kimia yang membantu mengikat koloid penyebab kekeruhan. IV.KESIMPULAN Dari hasil analisis dan pembahasan dari penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan yaitu dosis optimum koagulan alumunium sulfat (Al2(SO4)3) pada masing-masing variasi kekeruhan adalah 30 mg/l. Prosentase volume flok tiap koagulan yang diresirkulasi dengan dosis optimum koagulan yang sudah di dapat untuk memperoleh efisiensi terbesar pada masing-masing variasi kekeruhan buatan adalah 60 % yaitu dengan rentang efisiensi removal 97,5% sampai dengan 98,75%. DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G., dan Santika, S.S. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Ayguna, A., dan Yilmazb, T. 2010. Improvement of Coagulation-Floculation Process for Treatment of Detergent Wastewaters Using Coagulant Aids. International Journal of Chemical and Environmental Engineering, Volume 1, No.2.. Benefield, L.D., Judkins, J.E., and Weand, B.L. 1996. Process Chemistry For Water and Wastewater Treatment. Prentice-Hall. New Jersey. Camp T.R and Stein P.C. 1990. Velocity Gradients and Internal Works in Fluid Motion. J. Boston Soc, Civil Engineering. Cox.C.R. 1994. Operation and Control of Water Treatment Processes. World Health Organization. Geneva. Degremont. 1978. Water Treatment Plant Hand Book. Fifth Edition. John Willey and Sons. New York. Edzwald , J.K., and Benschoten, J.E.V. 1990. Water Research 24, 1519. Gurses, Ahmet. 2003. Removal of Remazol Red RB by Using Al(III) As Coagulant-Flocculant Effect of Some Variables on Settling Velocity. Turkey: Ataturk University. Water, Air, and Soil Pollution Volume 146: 297-318. Hadi, W. 2001. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Hendricks, D.W. 2005. Water Treatment Unit Processes: Physical and Chemical. Taylor and Francis Groups. USA. 8
Herlambang, Dandy Kurnia. 2011. Evaluasi Kinerja Pengolahan Air Minum PDAM Surabaya (Studi Kasus PDAM Ngagel II Surabaya. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknilogi Sepuluh November. Surabaya. Jangkorn, S., Kuhakaew, S., dan Theantanoo, S. 2011. Evaluation of Reusing Alum Sludge For The Coagulation of Industrial Wastewater Containing Mixed Anionic Surfactant. Journal of Environmental Sciences 2011, 23(4) 587-594. Larasati, Putranti Niken. 2005. Pengaruh Resirkulasi Flok Terhadap Efisiensi Penurunan Kekeruhan Buatan Pada Air Baku. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknilogi Sepuluh November. Surabaya. Lee, dkk. 2008. Improvement in the Coagulation by Combining Al and Fe Coagulants in Water Purification. Korea. Korean J.Chem.Eng Volume 25, Number 3: 505-512. Masschelein, W.J. 1992. Unit Processes in Drinking Water Treatment. Marcel Dekker, Inc. New York. Matilainen, A., Vepsalainen, M., dan Sillanpaa, M. 2010. Natural Organic Matter Removal by Coagulation During Drinking Water Treatment: A review. Advance in Colloid and Interface Science 159 (2010) 189-197. McLane, J.C. 2004. Water Quality Improves by Recycling Settled Sludge. 2003@American Waste Work Association 15-18. Metcalf and Eddy. 2003. Wastewater Enggineering Treatment Disposal Reuse. McGraw-Hill. New York. Peavy, 1985. Environmental Engineering, Singapore: McGraw-Hill, Inc. Reynold, T.D. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering. Brooks/Cole Engineering Division. Monterey. California. Sank, R.L. 1979. Water Treatment Plant Design. Ann Arbor Science. Michigan. Schulz.C.R and Okun.D.A. Surface Water Treatment for Communities in Developing Countries. John Wiley and Sons. New York. Shaw, D.J. 1992. Colloid and Surface Chemistry. Fourth Edition. Butterworth- Heinemann, England. Sutjahno, Gandhi. 1996. Uji Keefektifan Sodium Aluminat Sebagai Koagulan Untuk Menurunkan Warna dan Kekeruhan Effluen Pengolahan Limbah PT. Multi Bintang Indonesia Surabaya. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknilogi Sepuluh November. Surabaya. Tan, K.H. 1982. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker. New York. Welasih, Tjatoer, 2008. Penurunan BOD dan BOD Limbah Industri Kertas dengan Air Laut Sebagai Koagulan. UPN. Surabaya. Widyaningsih, Hesti Ayu. 2011. Resirkulasi Flok Untuk Kekeruhan Rendah Pada Air Baku Kali Pelayaran Sidoarjo Dengan Sistem Batch. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknilogi Sepuluh November. Surabaya. Williams, B.R. 1990. Handbook of Public Water System. Van Nostrand Reinhold. New York. Zonoozi, M.H., Moghaddam , M.RA., dan Arami, M. Removal of Acid Red 398 Dye from Aqueous Solutions by Coagulation/ Floculation Process. November/ Desember 2008, Vol.7, No.6, 695-699.
9