PEMANFAATAN LIMBAH PERTAMBANGAN EMAS KASONGAN UNTUK MENGHASILKAN TITANIUM DIOKSIDA
AHMAD FUAD AZMI TANJUNG Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman No 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373 Naskah masuk : 24 April 2007, revisi pertama : 06 Juli 2007, revisi kedua : 17 Juli 2007, revisi terakhir : September 2007
SARI Di Indonesia, titan ditemukan pada endapan pasir besi dalam bentuk ilmenit (FeTiO 3), seperti yang terdapat di sepanjang pantai selatan pulau Jawa, Bengkulu, Sulawesi Utara serta endapan alluvial di Kasongan, Kalimantan Tengah dengan kadar sekitar 8 % TiO2. Untuk meningkatkan kadar titanium dioksida tersebut, agar dapat dijual ke pasaran dengan kemurnian relatif tinggi (sekitar 80 % TiO 2), perlu dilakukan proses reduksi menggunakan cara hidrometalurgi dengan bahan pelarut asam sulfat. Terlebih dahulu kepada bahan baku dilakukan peningkatan kadar menggunakan proses benefisiasi dengan magnetic separator. Proses reduksi dilakukan menggunakan tanur putar pada 900°C dengan bahan reduktor batubara, untuk mengubah besi bervalensi tiga menjadi besi dua, sehingga lebih mudah larut dalam asam sulfat. Hasil proses pendahuluan berhasil meningkatkan kadar TiO2 dari 8,05 menjadi 15,2%. Proses utama dilakukan dengan cara proses hidrometalurgi, melarutkan bahan baku dengan menggunakan bahan pelarut asam sulfat dengan variabel konsentrasi pelarut 35, 45, 55,dan 65 % (berat), waktu pelarutan (pelindian) 15, 30, 45 dan 60 menit; serta temperatur pelindian 30, 60, 90 dan 105°C. Hasil terbaik dari proses pelindian tersebut diperoleh pada kondisi konsentrasi asam sulfat 45% (berat), waktu pelindian 60 menit serta temperatur 105°C, yang menghasilkan persentase ekstraksi TiO2 sebesar 84,57% TiO2. Kata kunci : Titanium, ilmenit, hidrometalurgi, pelindian
ABSTRACT In Indonesia, titanium is found in iron sand deposit along south Java island, Bengkulu, North Sulawesi, and alluvial deposit at Kasongan, in middle of Kalimantan, with grade of 8% TiO 2. The mineral is ilmenite. In order to increase titanium dioxide grade to be acceptable by the market (about 80% TiO 2), it is necessary to reduce the Fe by hydrometallurgical process using sulfuric acid. It is important to conduct a preliminary process using wet magnetic separator in terms of increasing the Ti grade. Reduction prosess has been conducted using rotary kiln at 900°C. Coal was used as reductor to change the iron from valency 3 to 2, in order easier to react with sulfuric acid. The result of the preliminary process shows an increase of titanium dioxide grade from 8.05 to 15.2% TiO 2.
Pemanfaatan Limbah Pertambangan Emas Kasongan ... Ahmad Fuad Azmi Tanjung
35
The main process is the hydrometallurgical process, leaching raw material using sulfuric acid with some variables such as acid concentration of 35, 45, 55,dan 65 % (weight); leaching time of 15, 30, 45 dan 60 minutes; and temperature of 30, 60, 90 and 105°C. The optimum condition of this process was acid concentration of 45 % (weight), leaching time of 60 minutes and operation temperature of 105°C wich achieved the highest extraction of 84.57% TiO2. Keywords: Titanium, ilmenite, hydrometallurgy, leaching
1.
PENDAHULUAN
Kegiatan pertambangan emas aluvial di sekitar wilayah Sungai Kasongan, Kalimantan Tengah dilakukan dengan metode kuari pada tambang terbuka. Endapan pasir tersebut selanjutnya diolah secara konsentrasi gravitasi menggunakan palong. Peta lokasi kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Kegiatan pertambangan emas ini menimbulkan dampak terhadap lingkungan dengan menumpuknya
limbah buangan sisa kegiatan pengolahan emas. Jumlah buangan pengolahan emas tersebut sangat besar volumenya, karena hanya sebagian kecil perolehan yang diambil mengandung emas. Sebagai contoh, untuk mendapatkan emas dari endapan pasir aluvial dengan kadar sekitar 15 gram/ton Au, akan menghasilkan limbah sekitar 999,985 kg. Limbah tersebut dibiarkan begitu saja di sekitar pinggir sungai sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa tumpukan besar pasir buangan, padahal limbah
LOKASI KEGIATAN
Gambar 1.
36
Peta lokasi kegiatan di Kasongan, Kalimantan Tengah
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 41, Tahun15, September 2007 : 35 – 42
tersebut masih mengandung mineral berharga yaitu mineral titan (8%) dan zirkon. Potensi kandungan titan yang cukup tinggi pada limbah pengolahan emas Kasongan, cukup baik untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor dan industri lokal yaitu bahan pigmen pada industri cat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan kadar titan, agar material tersebut dapat dipakai sebagai bahan baku pigmen pada industri cat. Proses ekstraksi titan dapat dilakukan secara proses pirometalurgi dan hidrometalurgi. Bahan baku dilarutkan dengan asam sulfat dan hasilnya diuapkan untuk mendapatkan endapan titanium oksida. Endapan yang terbentuk dikalsinasi pada temperatur tertentu untuk mendapatkan serbuk titanium oksida. Tujuan penelitian adalah mengkaji kemungkinan proses ekstraksi titan dari limbah pengolahan emas aluvial yang mengandung ilmenit dengan asam sulfat.
2.
pelarut asam sulfat, serta proses kalsinasi produk akhir pada temperatur 900°C. Bagan alir kegiatan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Kegiatan penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa alat utama dan pendukung, sebagai berikut: -
peralatan pemercontohan bahan baku di lapangan menggunakan pipe sampling pada beberapa titik lokasi serta peralatan untuk proses coning&quartering;
-
preparasi percontoh untuk analisis kimia menggunakan splitter dan penggerus ring mill dan oven listrik untuk pengeringan;
-
proses benefisiasi menggunakan magnetic separator cara basah;
-
proses pirometalurgi yaitu mereduksi ilmenit dari valensi tiga menjadi valensi dua menggunakan tanur pada 900°C;
-
proses hidrometalurgi dengan pelarut asam sulfat menggunakan labu kaca leher tiga;
-
proses kalsinasi endapan titanium dioksida menggunakan dapur listrik pada 900°C;
-
peralatan penganalisisan mineralogi menggunakan perangkat x-ray difraction (XRD);
-
peralatan analisis kimia menggunakan AAS.
METODE DAN ALAT
Metodologi penelitian yang dilakukan merupakan rangkaian dari beberapa kegiatan penelitian proses, mulai dari studi bahan baku limbah penambangan emas, proses reduksi bahan baku dengan menggunakan tanur putar, proses benefisiasi titanium dioksida dengan menggunakan metoda konsentrasi magnetic separator, proses ekstraksi dengan menggunakan
BAHAN BAKU
3.
HASIL PENELITIAN
3.1
Analisis Bahan Baku
ANALISIS MINERALOGI DAN KIMIA
KONSENTRASI DENGAN MAGNETIC SEPARATOR
REDUKSI DENGAN TANUR PUTAR
EKSTRAKSIDENGAN ASAM SULFAT
KALSINASI 900°C BUBUK
TITANIUM DIOKSIDA
Gambar 2.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah limbah hasil kegiatan pengolahan pasir aluvial yang mengandung emas. Ukuran bahan baku pada fraksi -140+200 mesh. Hasil analisis dengan X-Ray Diffractometer (XRD), menunjukkan yang terkandung adalah rutile (TiO2), zirkon (ZrSiO 4) dan kuarsa (SiO2). Analisis mineralogi dengan mikroskop optik menunjukkan beberapa mineral seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.
Bagan alir penelitian
Pemanfaatan Limbah Pertambangan Emas Kasongan ... Ahmad Fuad Azmi Tanjung
37
Tabel 1. Hasil analisis mineralogi bahan baku
Contoh bahan baku (%) No
Komposisi mineral
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ilmenit Zirkon Magnetit Hematit Pirit Limonit Magnetit-hematit Kuarsa Kasiterit Piroksen
S-1
S-2
0,78 6,6 1,69 0,83 0,81 7,43 2,59 71,08 1,39 6,85
0,99 11,58 2,13 12,48 67,33 1,8 3,69
S-3 1,7 18,89 3,68 1,78 16,15 45,91 6,35 5,54
S-4 2,22 14,24 7,24 2,31 21,16 2,42 38,72 10,11 4,58
Dari analisis kimia diperoleh data seperti terlihat pada Tabel 2.
menggunakan peralatan wet magnetic separator pada kekuatan magnit 10,5x10 3 gauss. Selanjutnya, dilakukan proses reduksi pada rotary furnace.
Tabel 2. Hasil analisis kimia bahan baku
3.3
Kadar (%) No
1 2 3 4 5 6 7 8
Contoh
C-1 C-2 C-3 C-4 C-5 C-6 C-7 C-8
Ti
Zr
Fe
Si
6,52 8,05 5,53 7,46 5,98 7,49 5,4 7,37
6,44 15,07 5,66 11,7 6,7 13,36 5,74 11,7
1,8 2,1 1,69 2,13 2,01 2,24 1,8 2,24
32,7 18,19 33,3 27,3 32,2 25 32,9 26,8
3.2. Benefisiasi Mineral ilmenit termasuk kelompok strongly magnetic particles dengan nilai relatif ketertarikan magnit 24,70, sedangkan mineral pengotornya mempunyai nilai ketertarikan magnit di bawah 1,32 sehingga dapat dengan mudah dipisahkan. Bahan baku dimasukkan bersama aliran air yang akan membawa umpan tersebut meluncur turun dalam tabung kaca, melewati suatu medan magnit ladam yang dapat diatur daya kemagnitannya. Partikel mineral yang bersifat magnit akan tertahan di antara magnit ladam, sedangkan partikel mineral pengotor akan terbawa oleh aliran air keluar dari tabung kaca. Proses benefisiasi bahan baku dilakukan dengan
38
Proses Reduksi dengan Rotary Furnace.
Proses reduksi dilakukan terhadap bahan baku untuk mereduksi besi bervalensi 3 menjadi besi bervalensi 2. Proses reduksi dilakukan pada Tanur putar skala laboratorium dengan menggunakan bahan reduktor batubara. Proses reduksi dioperasikan pada suhu 900°C selama 30 menit. Reaksi pereduksian bakan baku adalah sebagai berikut: 2 Fe2O3.TiO2 + C J 4 FeO.TiO2 + CO2 .......... (6) Hasil reduksi dalam bentuk besi bervalensi dua diharapkan lebih mudah untuk dipisahkan pada proses pelindian. Proses pra-operasi secara benefisiasi bahan baku dengan menggunakan peralatan Wet Magnetic Separator dan proses reduksi, memberikan hasil kenaikan kadar titanium oksida dari 8,05% menjadi 15,2% TiO2. 3.4
Proses Pelindian
Proses pelindian menggunakan 3 variabel, yaitu konsentrasi pelarut, waktu pelindian dan temperatur. Hasil pelindian dapat dilihat pada Tabel 3 (konsentrasi pelarut), 4 (waktu pelindian) dan 5 (variabel temperatur). 3.4.1 Variabel Konsentrasi Pelarut Proses pelindian dengan variabel konsentrasi asam sulfat, dilakukan pada konsentrasi 35, 45, 55 dan 65 % berat. Hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 41, Tahun15, September 2007 : 35 – 42
Tabel 3.
Pengaruh konsentrasi H2SO 4 terhadap ekstraksi TiO2
90 80 70
TiO2
(% berat)
(%)
(%)
35 45 55 65
2,50 5,00 5,06 5,13
16,45 32,90 33,24 34,45
1 2 3 4
Ekstraksi TiO2
60 % EKSTRAKSI
No
Konsentrasi H2SO4
50
% TiO2
40
% Ekstraksi TiO2
30 20 10 0 0
15
30
45
60
75
WAKTU PELINDIAN (menit)
Gambar 4.
Hasil pelindian dengan variabel konsentrasi asam sulfat digambarkan dalam bentuk grafik (Gambar 3).
Grafik hubungan antara waktu pelindian dengan persen ekstraksi TiO2
3.4.3 Variabel Temperatur Pelindian 40
% EK STR AK SI
35 30 25 20
% TiO2
15
% Ekstraksi TiO2
Proses pelindian dengan variabel temperatur pelindian, dilakukan pada temperatur 30, 60, 90 dan 105°C. Hasil pelindian dengan variabel temperatur dapat dilihat pada Tabel 5.
10 5 0 35
45
55
65
75
Tabel 5.
KONSENTRASI H2SO4 (%BERAT)
Gambar 3.
Grafik hubungan antara konsentrasi pelarut dengan persen ekstraksi TiO2
3.4.2 Variabel Waktu Pelindian Proses pelindian dengan variabel waktu pelindian, dilakukan pada waktu 15, 30, 45 dan 60 menit. Hasil pelindian dengan variabel waktu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
No 1 2 3 4
Pengaruh temperatur pelindian terhadap ekstraksi TiO2
No
Temperatur Pelindian (°C)
TiO2 (%)
Ekstraksi TiO2 (%)
1 2 3 4
30 60 90 105
8,30 9,35 10,90 12,85
54,68 62,33 71,71 84,57
Hasil pelindihan dengan variabel temperatur pelindian, digambarkan dalam bentuk grafik (Gambar 5).
Pengaruh waktu pelindian terhadap ekstraksi TiO2
Waktu Pelindian
TiO2
(menit)
(%)
90
Ekstraksi TiO2
80 70 60
15 30 45 60
5,10 5,70 8,25 12,15
(%) 33,55 47,50 59,43 79,93
Hasil pelindian dengan variabel waktu pelindian, digambarkan dalam bentuk grafik (Gambar 4).
% EKSTRAKSI
0
50
% TiO2
40
% Ekstraksi TiO2
30 20 10 0 0
30
60
90
105
120
TEMPERATUR PELINDIAN (Celcius)
Gambar 5.
Pemanfaatan Limbah Pertambangan Emas Kasongan ... Ahmad Fuad Azmi Tanjung
Grafik hubungan antara temperatur pelindian dengan persen ekstraksi TiO2
39
4.
PEMBAHASAN
4.1
Bahan Baku
Titanium dioksida terdapat dalam bentuk mineral ilmenit yang bersenyawa dengan besi. Senyawa ini tidak bisa dipisahkan secara fisik sampai ukuran terhalus sekalipun, karena bersifat senyawa paduan FeTiO3. Pemisahan secara proses benefisiasi hanya bisa dilakukan dengan cara mengkonsentrasikan mineral ilmenit, dan memisahkan mineral pengotornya (kuarsa dan zirkon serta mineral nonmagnetik lainnya) menggunakan magnetic separator. Sebelum dilakukan konsentrasi, terlebih dahulu dilakukan proses reduksi menggunakan tanur putar pada 900°C dengan menambahkan reduktor batubara. Proses pereduksian ini ditujukan untuk merubah besi yang terdapat pada bahan baku yang mengandung besi bervalensi tiga menjadi bervalensi dua. Besi bervalensi dua termasuk grup mineral yang sifat kemagnitannya lemah (weakly magnetic), sehingga dapat dipisahkan dari mineral ilmenit yang mengandung TiO2 yang mempunyai sifat kemagnitan yang lebih kuat (Kelly, 1982). Weiss (1985) mengelompokkan mineral ilmenit sebagai kelompok Diamagnetic Minerals dengan relatif ketertarikan magnit (relative attractibility) bernilai sedang. Kelly (1982) mengelompokkan ilmenit sebagai kelompok moderately magnetic, dengan nilai relatif ketertarikan magnit 9,139. nilai ini bersifat relatif, tergantung pada asal ilmenit, serta tingkat kemurniannya. Taggart (1954) mengelompokkan mineral ilmenit sebagai kelompok strongly magnetic particles dengan nilai relatif ketertarikan magnit (relative attractibility) 24,70. Sedangkan Kelly (1982) mengelompokkan ilmenit sebagai kelompok moderately magnetic, dengan nilai relatif ketertarikan magnit 9,139. Perbedaan nilai ini mungkin didasarkan pada asal ilmenit, serta tingkat kemurniannya.
Proses reduksi menggunakan tanur putar dilakukan pada 9000C selama 30 menit dengan menambahkan bahan reduktor batubara. Hasil proses konsentrasi, memberikan kenaikan kadar titanium dioksida pada bahan baku hampir dua kali lipat, yaitu dari 8,05 menjadi 15,2% TiO 2. Kenaikan kadar tersebut berhasil memisahkan mineral pengotor dengan nilai perolehan konsentrat sekitar 19,06%. Hal tersebut berarti bahwa sekitar 80% bahan baku termasuk ke dalam mineral pengotor. 4.2 Proses Pelindian Proses utama dilakukan dengan cara hidrometalurgi, yaitu dengan cara mengekstraksi mineral ilmenit yang mengandung senyawa titanium oksida dengan asam sulfat (Bockris, 1993). Reaksi kimia yang diperkirakan terjadi adalah sebagai berikut: FeO(s) + H2SO4(aq) J FeSO4(aq) + H2O(aq) .. (1) Fe2O3(s) + 3H2SO4(aq) J Fe2(SO4)3(aq) +3H2O(aq) ....................................................................... (2) FeTiO3(s) + 2H2SO4(aq) J FeSO4(aq) + TiOSO4(aq) + 2H2O(aq) ......................................................... (3) Larutan yang terbentuk dari hasil proses ekstraksi selanjutnya dipisahkan dengan pengendapan dan penyaringan. Filtrat hasil penyaringan kemudian diencerkan dengan penambahan air, sehingga terbentuk endapan titanium oksida, seperti reaksi berikut: TiOSO4(aq) + 2H2O(aq) J TiO2.H2O(s) + H2SO4(aq) ....................................................................... (4) Kemudian endapan titanium oksida tersebut di kalsinasi dengan cara pemanasan pada temperatur 900°C sehingga diperoleh serbuk titanium oksida yang berwarna putih, menurut reaksi berikut: TiO2.H2O(s) J TiO2(s) + H2O(g) ....................... (5)
Proses pemisahan dengan magnetic separator ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan medan magnit 10,5x103 gauss, dalam hal ini mineral ilmenit yang mempunyai nilai relatif ketertarikan magnit (relative attractibility) 9,139 dapat dipisahkan dari mineral yang mempunyai nilai relatif ketertarikan magnit lebih rendah. Mineral pengotor yang dominan adalah kuarsa dan zirkon dengan nilai relatif ketertarikan magnit masing-masing 0,0005 dan 0,134.
40
Analisis kimia dilakukan terhadap setiap hasil proses reduksi awal, pemisahan dengan magnetic separator, ekstraksi dengan asam sulfat serta hasil kalsinasi yang merupakan hasil akhir dari proses keseluruhan. Khusus terhadap bahan baku sebelum proses keseluruhan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan analisis mineralogi untuk mengetahui jenis mineral yang terdapat dalam bahan baku.
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 41, Tahun15, September 2007 : 35 – 42
4.2.1 Konsentrasi Pelarut Proses pelindian dengan variabel konsentrasi asam sulfat, dilakukan pada konsentrasi 35, 45, 55 dan 65 % berat. Hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 3 dan secara grafis ditampilkan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa persen ekstraksi semakin menaik tajam dengan semakin tingginya konsentrasi asam sulfat yang digunakan. Juga dapat terlihat bahwa dengan semakin tingginya konsentrasi pelarut, kenaikan kadar TiO 2 juga semakin meningkat. Kenaikan kadar TiO2 tersebut searah dengan kenaikan persentase ekstraksi TiO2 yang terdapat dalam larutan kaya. Kinetika reaksi pelarutan yang sesuai dengan reaksi (3), menunjukkan bahwa semakin tingginya konsentrasi asam sulfat akan memperkuat pereaksian pelarutan titanium dioksida membentuk ion TiO2+2 yang terkonsentrasi dalam larutan kaya. Ion TiO2 +2 yang terbentuk sebagai ion positif, berada pada posisi tidak stabil, cenderung bereaksi dengan ion negatif yang ada, yaitu ion SO 42, sehingga terjadi reaksi lanjutan dengan ion SO -2 4 membentuk senyawa larutan TiOSO4. Semakin tinggi konsentrasi pelarut, semakin besar pula kemungkinan unsur-unsur pengotor mineral lainnya yang terlarut. Hal tersebut mengakibatkan terganggunya reaksi pelarutan titanium dioksida dengan asam sulfat. Berkurangnya kemampuan asam sulfat untuk melarutkan titanium dioksida, mengakibatkan semakin sedikit terbentuk senyawa larutan TiOSO4, sehingga kenaikan persen ekstraksi tidak terlalu banyak. Hal tersebut ditunjukkan dalam Tabel 3 dan Gambar 3. Pada awalnya, grafik tingkat kenaikan persen ekstraksi pada konsentrasi asam sulfat 35 dan 45%, terdapat kenaikan persentase ekstraksi sebesar 16,45%, akan tetapi pada konsentrasi asam sulfat 55 dan 65% kenaikan persentase ekstraksi semakin rendah yaitu masingmasing 0,34 dan 1,21%, ditunjukkan dengan semakin datarnya grafik tersebut sesudah konsentrasi 45%. Dari hasil percobaan dengan konsentrasi asam sulfat, kondisi optimum percobaan adalah pada konsentrasi asam sulfat 45% yang ditunjukkan oleh perbedaan tingkat kenaikan persentase ekstraksi terbesar yaitu 16,45% dengan kadar TiO2 mencapai 5% dan persentase eksraksi TiO2 sebesar 32,90%. 4.2.2 Waktu Pelindian Proses pelindian dengan variabel waktu pelindian dilakukan pada 15, 30, 45 dan 60 menit. Hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 4. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa kadar TiO 2 pada larutan kaya semakin meningkat dengan
semakin lamanya proses pelindian. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pereaksian pelarut asam sulfat untuk dapat melarutkan mineral yang mengandung titanium dioksida memerlukan waktu, karena partikel mineral tersebut berupa butiran padatan, sehingga reaksi pelarutan berlangsung mulai pada permukaan butiran mineral tersebut terlebih dahulu, baru selanjutnya lapisan mineral yang lebih dalam, sesuai dengan kaidah shringking core model (Carberry, 1987). Proses reaksi ini membutuhkan waktu untuk dapat dengan sempurna melarutkan keseluruhan butiran partikel mineral. Oleh sebab itu, dengan semakin lamanya proses pereaksian, akan semakin banyak titanium dioksida yang terlarut, dan semakin besar pula tingkat persentase ekstraksi yang dihasilkan. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa kenaikan kadar TiO2 dengan waktu pelindian dari 15 ke 30 menit hanya 0,6% TiO2. Perbedaan kenaikan kadar TiO 2 semakin besar pada waktu pelindian 45 dan 60 menit yaitu 2,55 dan 3,90%. Kenaikan kadar TiO2 yang dihasilkan sejalan dengan kenaikan persentase ekstraksi TiO 2. Persentase ekstraksi TiO2 yang tertinggi dicapai pada kondisi waktu pelarutan 60 menit, yaitu 79,93%. Dari keempat variabel waktu pelindian tersebut di atas, dapat diambil kondisi terbaik yaitu pada waktu pelindihan terlama (60 menit) dengan nilai persentase ekstraksi TiO2 79,93% dan kadar TiO2 sebesar 12,15%. 4.2.3 Temperatur Pelindian Proses pelindian dengan variabel temperatur pelindian dilakukan pada temperatur 30, 60, 90 dan 105°C. Data hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 5. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa kadar TiO 2 pada larutan kaya semakin meningkat dengan semakin naiknya temperatur proses pelindian. Asam sulfat akan semakin reaktif bila temperatur proses dinaikkan. Kecepatan reaksi akan semakin meningkat dengan semakin tingginya temperatur proses. Hal tersebut sesuai dengan kaidah standard free energy pereaksian yang berbanding lurus dengan temperatur, sesuai dengan rumus : G = - RT ln K Kenaikan temperatur akan menimbulkan pereaksian yang semakin cepat sehingga akan semakin banyak titanium dioksida yang dapat diekstraksi dari mineral induknya. Proses pelindian yang dilakukan pada 30°C menghasilkan persentase ekstraksi titanium dioksida sebesar 54,68%. Dari keempat variabel temperatur yang dilakukan pada penelitian
Pemanfaatan Limbah Pertambangan Emas Kasongan ... Ahmad Fuad Azmi Tanjung
41
menunjukkan bahwa kenaikan tertinggi terjadi pada 105°C ditunjukkan oleh kenaikan persentase ekstraksi mencapai 84,57%. Variabel dengan temperatur yang lebih tinggi tidak dapat dilakukan karena terbatasnya kemampuan peralatan.
5.
KESIMPULAN
Hasil analisis bahan baku dengan menggunakan pengamatan mokroskopis dan XRD menunjukkan bahwa titanium dioksida terdapat dalam bentuk senyawa ilmenit (FeTiO3) yang sulit untuk dipisahkan secara proses benefisiasi (pengolahan bahan galian), karena titanioum dioksida saling bersenyawa (intergrowth) dengan unsur besi. Percobaan pendahuluan yang dilakukan menggunakan proses konsentrasi magnetik dengan kekuatan magnit 10,5x103 gauss, serta proses reduksi pada 900°C selama 30 menit menaikkan kadar titanium oksida dari 8,05 menjadi 15,2% TiO2. Percobaan utama menggunakan proses pelindian dengan asam sulfat yang dilakukan dengan variabel konsentrasi asam sulfat, waktu pelindian dan temperatur pelindian, memberikan hasil terbaik pada kondisi konsentrasi asam sulfat 45% (berat), waktu pelindian 60 menit serta temperatur pelindian 105°C, persentase ekstraksi TiO2 adalah 84,57%.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada rekan-rekan di Laboratorium Pengolahan dan Metalurgi dan Laboratorium Pengujian Kimia Mineralogi yang telah membantu dalam melakukan preparasi percontoh, penyiapan peralatan dan percobaan. Terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan peneliti serta tim editor dan publikasi yang telah banyak memberikan saran, masukan, dan koreksi untuk pengangkatan mutu tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA Bockris, J.O., and Khan, S.U.M., 1993. Surface Electrochemistry: A Molecular Level Approach, Plenum Publishing Corporation, New York. Carberry, J.J. and Varma, A., (eds) 1987. Chemical Reaction and Reactor Engineering, CRC Press, New York. Kelly, E.G., 1982. Introduction to Mineral Processing, John Wiley & Sons., New York, 465 pp. Taggart, A.F., 1954. Handbook of Mineral Dressing, John Wiley & Sons Inc., New York, 1302 pp. Weiss, N.L., (ed), 1985. SME Mineral Processing Handbook, SME, American Institute of Mining, Metallurgical, and Petroleum Engineers Inc., New York.
42
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 41, Tahun15, September 2007 : 35 – 42