PEMANFAATAN KOLONG UNTUK AKUAKULTUR : PENGGUNAAN KOMPOS UNTUK MEMINIMALISASI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMAH HITAM (Pb) PADA MEDIA BUDIDAYA IKAN
Diajukan sebagai salahsatu syarat uk meraih gelar Master Sains di Fakultas Perikanan dan Ilmu K Institut Pertanian Bogor
EVA PRASETIYONO
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis : Pemanfaatan Kolong Untuk Akuakultur : Penggunaan Kompos Untuk Meminimalisasi Kandungan Logam Berat Timah Hitam (Pb) Pada Media Budidaya Ikan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2012
Eva Prasetiyono NRP. C151100191
ABSTRACT EVA PRASETIYONO. Utilization of Kolong for Aquaculture : Use of Compost to Minimize Concentration of Lead (Pb) in Fish Culture Media. Under supervision of KUKUH NIRMALA and ENANG HARRIS. Kolong (lakes formed of ex-tin mining) has good potency to use for aquaculture activity but so many kolong in Bangka Belitung archipelago weren’t used for this purpose because of its low pH, and high heavy metal level, especially lead (Pb). Fish culture in lead containing- water is very risk. Accumulation of lead in the body of fish above safe level of consumption is one of the problems in the field that need to be solved. Compost could be able to minimize lead in aqueous media and increase the pH of water. The purpose of this research was to determine the best material of compost and its level to minimize lead in fish culture media. Minimization of lead metal by compost occurs through cation exchange, electrostatic binding, complex binding and chelating. The treatment with compost of gamal leaf, avicennia leaf, and banana stem with the level of each composts were 5 gr/l, 9 gr/l, and 13 gr/l by aeration for 24 hours. The measurement of lead metal level reduction in the water were repeated in every 1st, 8th, 16th and 24th hour. The treated water (after 24th hour treatment) then been used to culture 14 days aged-seed of catfish for 30 days. The results showed that the compost was able to minimize lead in the media more than 80% with gamal leaf at 9 gr/l and banana stem at 9 gr/l as the best material and level of compost in the media. The compost increasing the pH of media so that the survival rate and the growth rate of the fish were increased.
Keywords : kolong, aquaculture, compost, lead, fish culture media
RINGKASAN EVA PRASETIYONO. Pemanfaatan Kolong untuk Akuakultur : Penggunaan Kompos untuk Meminimalisasi Kandungan Logam Berat Timah Hitam (Pb) pada Media Budidaya Ikan. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan ENANG HARRIS. Danau bekas galian timah atau kolong yang berusia muda banyak terdapat di Kepulauan Bangka Belitung. Kolong-kolong ini memiliki potensi untuk dimanfaatkan bagi kegiatan akuakultur. Namun permasalahan utama yang dihadapi yaitu pH air yang rendah dan tingginya kandungan logam berat di air. Timah hitam (Pb) merupakan salahsatu logam berat berbahaya yang terdapat di air kolong. Logam ini merupakan mineral non esensial yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh tubuh. Air yang mengandung logam berat Pb tentunya tidak layak digunakan untuk budidaya ikan. Oleh karena itu perlu dilakukan treatment terhadap air agar air layak digunakan untuk budidaya ikan. Kompos merupakan salahsatu bahan yang dapat digunakan untuk meminimalisasi logam berat Pb di air. Kandungan substansi humus, seperti : asam humat, asam fulvat dan humin yang jumlahnya dominan merupakan substansi yang berperan dalam proses minimalisasi. Selain itu kandungan mineral yang terdapat pada kompos walaupun jumlahnya tidak dominan dapat mengalami pertukaran dengan ion Pb. Proses minimalisasi logam Pb di air terjadi melalui pertukaran kation, ikatan elektrostatik, pementukan senyawa kompleks dan chelate. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas jenis dan dosis kompos dalam meminimalisasi logam berat timah hitam (Pb) pada media budidaya ikan. Penelitian ini menggunakan tiga jenis kompos dengan karakteristik C/N rasio bahan baku yang berbeda yaitu daun gamal, daun api-api (avicennia) dan batang pisang. Penelitian dibagi kedalam tiga percobaan yaitu percobaan kompos daun gamal, percobaan kompos daun avicennia, percobaan kompos batang pisang. Rancangan pada masing-masing percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap dengan pengamatan berulang yang terdiri atas satu faktor yaitu dosis kompos ( 5 gr/l, 9 gr/l, 13 gr/l) dan tiga ulangan. Waktu pengamatan pada masingmasing percobaan yaitu 1 jam, 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Percobaan dilakukan dengan cara kompos dimasukan kedalam akuarium yang berisi media air
mengandung konsentrasi Pb 6,7964 mg/l. Selama percobaan dilakukan proses aerasi. Setiap percobaan diambil satu jenis kompos terbaik yang kemudian diperbandingkan dengan menggunakan uji t dua sampel independen antar jenis kompos. Selanjutnya air hasil perlakuan (treatment) digunakan untuk percobaan pemeliharaan (budidaya) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Pada percobaan kompos daun gamal didapatkan bahwa dosis kompos 9 gr/l adalah dosis kompos terbaik dalam meminimalisasi logam berat Pb di air. Percobaan kompos daun avicennia didapatkan dosis 5 gr/l adalah dosis terbaik sedangkan dosis 9 gr/l pada percobaan kompos batang pisang adalah dosis terbaik. Selanjutnya dilakukan uji t dua sampel independen untuk memperbandingkan dosis terbaik pada tiap jenis kompos. Berdasarkan uji yang dilakukan didapatkan bahwa kompos daun gamal dan batang pisang dengan dosis masing-masing 9 gr/l adalah dosis kompos terbaik dalam meminimalisasi logam Pb di air. Sisa logam berat di air pada masing-masing kompos ini yaitu 0,2 mg/l. Kompos daun gamal dan batang pisang merupakan dosis yang terbaik dikarenakan kedua kompos ini memiliki kandungan asam humat dan asam fulvat yang lebih tinggi dibandingkan kompos daun avicennia. Selain itu kandungan mineral pada kedua kompos ini juga cukup tinggi untuk bertukar posisi dengan logam Pb di air. Selain mampu meminimalisasi logam Pb, penggunaan kompos juga mampu menaikan pH air. Hal ini terlihat dengan naiknya nilai pH pada setiap percobaan. Pada percobaan selanjutnya pemeliharaan ikan lele dumbo dilakukan pada air yang telah di-treatment oleh kompos. Percobaan ini menunjukan bahwa ikan lele dumbo dapat dipelihara pada media air ini. Kecuali pada kompos daun gamal dosis 5 gr/l dan kompos batang pisang dosis 5 gr/l, tingkat kelangsungan hidup benih yang dipelihara adalah diatas 80% dan laju pertumbuhan harian diatas 10% sedangkan pada media air tanpa perlakuan kompos, semua ikan yang dipelihara mengalami kematian. Pada kompos daun gamal dosis 5 gr/l dan kompos batang pisang dengan dosis 5 gr/l menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan yang rendah dikarenakan rendahnya kualitas air khususnya pH.
Kata Kunci : Kolong, akuakultur, kompos, timah hitam, media budidaya ikan
© HAK CIPTA milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PEMANFAATAN KOLONG UNTUK AKUAKULTUR : PENGGUNAAN KOMPOS UNTUK MEMINIMALISASI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMAH HITAM (Pb) PADA MEDIA BUDIDAYA IKAN
Diajukan sebagai salahsatu syarat uk meraih gelar Master Sains di Fakultas Perikanan dan Ilmu K Institut Pertanian Bogor
EVA PRASETIYONO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
,
-"
'~
~
i
iii
~
~
Judul Tesis
I
I
I
Nama NRP
Pemanfaatan Kolong Untuk Akuakultur: Penggunaan Kompos Untuk Meminimalisasi Logam Berat Timah Hitam Pada Media Budidaya Ikan Eva Prasetiyono C151100191
Disetujui
Komisi Pembimbing
~/
~J!
,',
.
Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS
Anggota
Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc
Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur
,OI:IDtM~kolah
Pascasatjana
-j. Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS
Tanggal Ujian : 12 Oktober 2012
Tanggallulus
2 3 OCT 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc
PRAKATA Segala puji dan rasa syukur penulis haturkan kepada Alloh SWT, pemberi nikmat dan anugrah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini dilakukan sebagai sebuah aplikasi ilmiah terhadap perkuliahan pasca sarjana yang telah ditempuh. Penelitian ini mengambil tema umum tentang kualitas air pada media budidaya ikan dengan judul Pemanfaatan Kolong untuk Akuakultur : Penggunaan Kompos untuk Meminimalisasi Kandungan Logam Berat Timah Hitam (Pb) pada Media Budidaya Ikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS selaku komisi pembimbing atas segala arahan, saran dan bimbingan serta pengajaran tentang ketajaman cara berpikir ilmiah sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Juga kepada Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi atas masukan, saran dan sumbangan keilmuannya untuk kebaikan tesis ini. Tidak lupa yang paling utama penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (Bapak Sarjiyo dan Almarhumah Ibunda Rusminah) Serta mertua (Bapak H. Iskandar AK, SE) atas segala perhatian yang diberikan kepada penulis. Penulis juga secara khusus mengucapkan terima kasih kepada istri tercinta dr. Alia Rahmah dan anakku tersayang Hamizan Sidqi Azzahir atas segala kesabaran, dukungan, kerinduan dan doa yang diberikan. Terima kasih kepada semua pihak yang membantu penelitian ini (M. Iqbal Zamzani SP owner Bangka Hijau Nursery, dosen-dosen S1 Perikanan, kru Laboratorium MIPA Universitas Bangka Belitung) dan juga rekan-rekan dosen S1 Budidaya Perairan UBB (ex-prodi D3 Perikanan) serta teman-teman akuakultur 2010 atas kebersamaannya. Karya ilmiah ini semoga memberikan manfaat.
Bogor, Oktober 2012
Eva Prasetiyono
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Jurung, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 18 Februari 1984 sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari ayah Sarjiyo dan ibu almarhumah Rusminah. Pada tanggal 1 Juli 2011 menikah dengan dr. Alia Rahmah dan hingga saat ini dikaruniai seorang putra bernama Hamizan Sidqi Azzahir. Pendidikan dasar hingga menengah atas penulis jalani di Kabupaten Bangka. Penulis memulai pendidikan dasar di SD N 41 Jurung dan menyelesaikannya tahun 1995. Pendidikan SMP diselesaikan tahun 1998 pada SMP N 1 Merawang. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU N 1 Sungailiat. Pada tahun yang sama penulis diterima di program sarjana Universitas Padjadjaran (Unpad) pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Penulis menyelesaikan program S1 tahun 2006 dan meraih gelar sarjana perikanan. Tahun 2007 penulis diterima sebagai dosen di Universitas Bangka Belitung. Selanjutnya penulis melanjutkan studi di program S2 Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor tahun 2010. Program studi yang penulis ambil yaitu Ilmu Akuakultur dengan biaya pendidikan berasal dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xxiiiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xxiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxvvi PENDAHULUAN ...................................................................................................1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 Perumusan Masalah..................................................................................... 4 Pendekatan Masalah .................................................................................... 4 Tujuan Penelitian......................................................................................... 5 Hipotesis ...................................................................................................... 5 Manfaat Penelitian....................................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................7 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ........................................................ 7 Logam Berat Timah Hitam (Pb).................................................................. 7 Kompos ....................................................................................................... 9 Karakteristik Bahan Baku Pengomposan .................................................. 12 Humus ....................................................................................................... 13 Interaksi Ion Logam Dengan Humus ........................................................ 17 Akuakultur dan Kualitas Air ..................................................................... 20 METODOLOGI .....................................................................................................23 Waktu dan Tempat .................................................................................... 23 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 23 Ikan Uji ...................................................................................................... 23 Metode Penelitian ...................................................................................... 23 Prosedur Penelitian .................................................................................... 25 Tahap 1. Pembuatan Kompos............................................................ 25 Tahap 2. Pembuatan Larutan Logam Berat Pb ................................. 25 Tahap 3. Perlakuan Minimalisasi Logam Berat Pb dengan Menggunakan Kompos ...................................................... 25 Tahap 4. Pemeliharaan Ikan .............................................................. 26 Parameter Pengamatan .............................................................................. 26 Kematangan dan Kandungan C/N rasio Kompos .............................. 26 Kadar Asam Humat dan Asam Fulvat................................................ 27 Kandungan Logam Berat Pb di Air dan Ikan ..................................... 27 Kualitas Fisika dan Kimia Air ............................................................ 28
xii
Kelangsungan Hidup .......................................................................... 28 Laju Pertumbuhan ...................................................................................... 28 HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................29 Hasil .......................................................................................................... 29 Komposisi Bahan Baku Sebelum dan Setelah Dikomposkan ............ 29 Minimalisasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Oleh Kompos ........... 31 Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Daun Gamal ............... 31 Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Daun Avicennia .......... 33 Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Batang Pisang ............ 35 Perbandingan Antar Jenis Kompos Dalam Minimalisasi Logam Pb di Air ................................................................................. 37 Kualitas Air Selama Perlakuan Kompos ............................................ 37 Pemeliharaan Ikan .............................................................................. 39 Kualitas Air Selama Proses Pemeliharaan Ikan ................................. 41 Pembahasan ............................................................................................... 42 SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................51 SIMPULAN .............................................................................................. 51 SARAN ..................................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................52
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Grup Fungsional Pada Substansi Humus............................................................16 2 Komposisi Bahan Baku Daun Gamal, Daun Avicennia dan Batang Pisang Sebelum Dikomposkan.......................................................................................29 3 Komposisi Daun Gamal, Daun Avicennia dan Batang Pisang Setelah Dikomposkan......................................................................................................29 4 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa Di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Gamal Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan..............................................................31 5 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Avicennia Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan........................................................................33 6 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Batang Pisang Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan........................................................................35 7 Kualitas Air Pada Saat Awal Sebelum Diberikan Perlakuan Kompos............. 38 8 Kualitas Air Pada Saat Akhir Setelah Diberikan Perlakuan Kompos............... 38 9 Kondisi Ikan Selama Proses Pemeliharaan 30 hari.............................................39 10 Kisaran Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharaan Ikan........................... 41
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian....................................................................6 2 Skema Proses Pengomposan Secara Aerobik.....................................................10 3 Struktur Kimia Asam humat...............................................................................14 4 Struktur Kimia Asam Fulvat...............................................................................14 5 Komponen Kimia Substansi Humus...................................................................15 6 Ikatan Monodentate Ion Logam Cu dengan Gugus Fungsi Organik.................19 7 Ikatan Bidentate Ion Logam Cu dengan Gugus Fungsi Organik.......................19 8 Penampakan Bahan Baku Setelah Dikomposkan...............................................30 9 Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Gamal Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan...............32 10 Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Avicennia Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan......... 34 11 Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Batang Pisang Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan............ 36 5
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur Pembuatan Kompos............................................................................58 2 Prosedur Uji Kandungan C dan N pada Kompos.............................................59 3 Prosedur Uji Kandungan Logam Berat Pb dengan Menggunakan AAS Thermostat Type Ice 3000 series (berdasarkan panduan manual AAS thermostat type Ice 3000 series)..............................................................60 4 Analisis Kandungan Pb pada Daging Ikan Lele Dumbo(Berdasarkan SNI 2354:5:2011)......................................................................................................62 5 Analisis SPSS Rancangan Percobaan Dengan Pengamatan Berulang (RAL dalam waktu) pada Kompos Daun Gamal..............................................63 6 Analisis SPSS Rancangan Percobaan Dengan Pengamatan Berulang (RAL dalam waktu) pada Kompos Daun Avicennia.........................................66 7 Analisis SPSS Rancangan Percobaan Dengan Pengamatan Berulang (RAL dalam waktu) pada Kompos Batang Pisang...........................................69 8 Analisis SPSS Uji T Dua Sampel Independen Antara Kompos Daun Gamal 9 gr/l Dengan Kompos Daun Avicennia 5 gr/l............................72 9 Analisis SPSS Uji T Dua Sampel Independen Antara Kompos Daun Gamal 9 gr/l Dengan Kompos Batang Pisang 9 gr/l...............................74 10 Analisis SPSS Uji T Dua Sampel Independen Antara Kompos Daun Avicennia 5 gr/l Dengan Kompos Batang Pisang 9 gr/l.........................76 11 Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemeliharaan.......78 12 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa dengan pH Menggunakan Software SPSS 18.............................................................................................79 13 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa dengan DO menggunakan Software SPSS 18..............................................................................................81 14 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb tersisa dengan TOM Menggunakan Software SPSS 18..............................................................................................83 15 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb tersisa dengan Ammonia Menggunakan software SPSS 18......................................................................86
xvi
16 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb tersisa dengan Asam Humat Menggunakan Software SPSS 18....................................................................87 17 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb tersisa dengan Asam Fulvat Menggunakan Software SPSS 18....................................................................89 18 Analisis Korelasi Pearson Antara pH dengan Rata-rata Kelangsungan Hidup Menggunakan Software SPSS 18.................................91 19 Analisis Korelasi Pearson Antara pH dengan Rata-Rata Pertumbuhan Harian Menggunakan Software SPSS 18.................................92 20 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa di Air dengan Rata-Rata Kelangsungan Hidup Menggunakan Software SPSS 18.................................94 21
Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa di Air dengan Rata-Rata Laju Pertumbuhan Menggunakan Software SPSS 18....................................96
xvii
PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan akuakultur dewasa ini semakin berkembang dan marak dilakukan oleh para pembudidaya ikan di Indonesia. Pencanangan peningkatan produksi perikanan budidaya oleh Menteri Kelautan dan Perikanan merupakan salahsatu penyebabnya. Muhammad (2011) menyatakan bahwa target peningkatan produksi budidaya ikan yaitu sebesar 353 % sampai tahun 2015. Konsekuensi yang muncul akibat maraknya kegiatan budidaya ini diantaranya yaitu meningkatnya kebutuhan akan air sebagai media budidaya ikan. Beberapa sumberdaya air yang banyak dimanfaatkan diantaranya yaitu : waduk, sungai dan danau. Pemanfaatan air sebagai media budidaya ikan secara prinsip harus memenuhi persyaratan kualitas fisika, biologi dan kimia air bagi kehidupan organisme budidaya. Logam berat merupakan salahsatu parameter kimia yang penting diperhatikan untuk menilai kelayakan air. Air yang tercemar logam berat sangat berbahaya bagi ikan budidaya dan memiliki potensi berbahaya bagi manusia. Logam berat yang terdapat pada media pemeliharaan ikan dapat menyebabkan gangguan dan kematian pada ikan. Pada konsentrasi logam yang masih dapat ditoleransi, logam berat akan terakumulasi dalam tubuh ikan (bioakumulasi) dan memiliki potensi berbahaya bila dikonsumsi oleh manusia. Pemanfaatan sumber air dan ikan yang tercemar logam berat tidak dibenarkan. Hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya standar biosecurity dan biosafety akuakultur yang merupakan prasyarat mutlak bagi produk akuakultur. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah pertambangan timah yang banyak terdapat lubang besar akibat dari kegiatan penambangan tersebut. Lubang besar kemudian digenangi oleh air dan menjadi danau. Danau bekas galian tambang timah oleh masyarakat disebut dengan istilah ”kolong”. Kolong didefinisikan sebagai kolong tua dan muda. Kolong tua merupakan kolong yang usianya diatas 20 tahun dan banyak dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan budidaya (akuakultur) karena kisaran pH airnya yang relatif lebih tinggi (pH>5). Selain itu kandungan bahan pencemar logam berat di kolom air juga rendah walaupun disedimen dasar perairannya sangat tinggi. Kolong muda
2
merupakan kolong yang usianya dibawah 20 tahun dan sangat jarang yang memanfaatkan untuk budidaya ikan karena nilai pH air yang sangat rendah berkisar 2 – 4,5 dan kandungan logam berat di kolom airnya tinggi (Henny dan Susanti 2009). Padahal kolong muda berpotensi dimanfaatkan untuk kegiatan pembenihan dan pendederan ikan di hatchery. Penelitian yang dilakukan oleh Henny dan Susanti (2009) menemukan bahwa salahsatu logam berat utama berbahaya yang terdapat pada kolong bekas galian tambang timah adalah timah hitam (Pb). Pb merupakan mineral non esensial yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh mahluk hidup termasuk ikan. Logam Pb yang bersifat toksik biasanya dalam bentuk Pb2+. Pb dapat mematikan ikan dan terakumulasi dalam tubuh ikan melalui proses osmoregulasi, penyerapan melalui permukaan kulit dan biomagnifikasi. Ikan yang terakumulasi logam berat Pb apabila dikonsumsi manusia maka akan menghambat proses enzimatik (Widowati et al. 2008), merusak sistem saraf pusat, ginjal, liver, dan sistem reproduksi (Fu dan Wang 2011). Oleh karena itu, air yang akan digunakan dalam perikanan budidaya dan mengandung logam berat Pb harus diberikan perlakuan (treatment) untuk meminimalisasi logam beratnya. Minimalisasi logam berat dapat dilakukan dengan cara : filtrasi membran, elektrodialisis, chemical precipitation, pertukaran ion, dan adsorpsi (Osman et.al 2010; Hanafiah et al. 2007; Anwar et al. 2010; Olayinka et al. 2009; Kucasoy dan Guvener 2009), coagulation, fluctuation, flotation, perlakuan elektrokimia, chelating ion (Fu dan Wang 2011). Kompos merupakan salahsatu bahan yang dapat digunakan untuk meminimalisasi logam berat dengan cara pertukaran ion, adsorpsi dan chelate. Kompos dapat dipertimbangkan karena efektifitas yang cukup tinggi, murah biaya, ketersediaan bahan yang berlimpah, kemudahan teknologi dan penerapan, serta tidak membahayakan organisme budidaya. Kompos merupakan bahan organik matang yang telah mengalami proses perombakan oleh bakteri dan mikroorganisme sehingga mengandung humus. Kucasoy dan Guvener (2009) menemukan bahwa kompos dapat digunakan untuk meminimalisasi logam berat konsentrasi tinggi. Pola penghilangan logam berat oleh humus yaitu dengan mengadsorpsi ion logam dan juga membentuk senyawa kompleks serta chelate sehingga logam tersebut sulit untuk bebas (Anonim 1991).
3
Hermana dan Nurhayati (2010) menyatakan bahwa kompos yang mengandung substansi humus (asam fulvat, asam humat dan humin) mampu mengadsorpsi kompleks logam berat melalui pertukaran kation, pembentukan chelate dan ikatan elektrostatik. Selain itu, kompos dengan kandungan mineral didalamnya dapat bertukar posisi dengan ion logam bila terjadi kontak. Valls dan Hatton (2003) menyatakan bahwa substansi humus berupa derivat lignin yang berasal dari kompos juga dapat dipertimbangkan untuk menggantikan chelating agent komersial dalam meminimalisasi ion logam berat dari perairan. Penggunaan kompos untuk meminimalisasi logam berat bagi kegiatan akuakultur masih jarang dilakukan. Kompos dengan keberlimpahan bahan bakunya berupa berbagai jenis tanaman dan bahan organik bisa menjadi solusi untuk meminimalisasi logam berat di air. Semua tanaman dan bahan organik pada dasarnya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos. Namun yang harus dijadikan pertimbangan utama dalam memanfaatkan tanaman tersebut adalah ketersediaan dan keberlimpahan bahan tersebut pada suatu daerah dan kandungan C/N rasionya. daun gamal (Gliricidia sepium), daun api-api (Avicennia sp.) dan batang pisang (Musa sp.) merupakan jenis bahan yang ketersediaannya berlimpah di daerah Bangka Belitung dengan karakteristik yang berbeda. Pengomposan dengan bahan-bahan tersebut diharapkan mampu menjadi solusi dalam kegiatan budidaya (akuakultur) yang sumber airnya tercemar logam berat. Penggunaan kompos untuk meminimalisasi logam berat timah hitam perlu diuji efektivitasnya. Selain itu, perlu juga dilihat sejauh mana air yang telah diberikan perlakuan kompos mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada ikan-ikan budidaya. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salahsatu jenis ikan air tawar yang dapat diuji pada media air hasil perlakuan kompos. Ikan lele dumbo digunakan karena ikan ini merupakan ikan air tawar yang sangat populer dibudidayakan dikalangan masyarakat terutama masyarakat Bangka Belitung.
4
Perumusan Masalah Masalah utama pada kegiatan pembenihan ikan dengan memanfaatkan sumber air yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi adalah terjadinya kematian ikan dan terakumulasinya logam berat kedalam tubuh ikan. Logam berat utama yang mencemari perairan sebagai akibat kegiatan pertambangan timah salahsatunya yaitu timah hitam (Pb). Perairan yang mengandung logam berat Pb akan menyebabkan resiko dan ketidaklayakan dalam kegiatan budidaya ikan. Ketidaklayakan tersebut berupa media air yang tidak layak digunakan sebagai media budidaya ikan. Selain itu pada skala pembenihan, benih ikan yang dihasilkan dari media air tercemar logam berat Pb tidak memenuhi standar kelayakan untuk dibudidayakan. Dampak bagi kegiatan akuakultur adalah menurunnya proses produksi. Kompos merupakan salahsatu solusi yang dipilih untuk mengatasi masalah logam berat timah hitam (Pb).
Pendekatan Masalah Kompos dapat digunakan sebagai bahan perlakuan (treatment) untuk menghilangkan logam berat di air dengan humus sebagai peran utamanya. Substansi humus memiliki kemampuan untuk melakukan proses adsorpsi, kapasitas tukar kation dan membentuk senyawa kompleks/chelate dengan logam berat. Kemampuan chelate ini akan mengikat kuat logam berat sehingga tidak mudah lepas ke kolom air. Selain peran humus, kandungan mineral didalam kompos juga dapat bertukar posisi dengan kation logam berat. Beberapa komponen yang perlu dilihat dalam proses adsorpsi logam berat oleh kompos antara lain : jenis kompos dan dosis kompos. Jenis kompos perlu diteliti kemampuannya dalam mengadsorpsi logam berat karena masing-masing jenis kompos memiliki komposisi kimiawi yang berbeda sehingga ketika dikomposkan kandungan humus dan komposisi asam-asam humus akan saling berbeda. Humus inilah yang merupakan substansi utama dalam mengadsorpsi logam berat. Selain itu pengujian dosis kompos perlu dilakukan karena adsorpsi dan ikatan yang terbentuk antara kompos dan logam berat sangat tergantung dari dosis kompos yang digunakan. Dosis yang optimal perlu didapatkan agar efektivitas adsorpsi dan ikatan dengan logam berat diketahui. Dosis optimal didapatkan dengan cara
5
memberikan perlakuan dosis yang berbeda pada setiap jenis kompos yang digunakan. Selanjutnya selama berlangsungnya minimalisasi logam Pb di air oleh kompos dilakukan proses aerasi. Aerasi dilakukan untuk mempercepat waktu kontak antara Pb dengan kompos. Pada selang waktu tertentu selama proses minimalisasi berlangsung dilakukan pengamatan jumlah logam berat tersisa di air. Waktu pengamatan bertujuan untuk melihat tingkat pengurangan logam Pb oleh adsorpsi kompos. Setelah proses perlakuan minimaliasi Pb selesai dilakukan, air hasil perlakuan digunakan untuk memelihara jenis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Pertimbangan digunakan ikan lele dumbo karena ikan ini cukup populer dibudidayakan. Pendekatan penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis kompos dan dosis kompos yang berbeda kemudian dilakukan aerasi yang selanjutnya pada selang waktu tertentu diamati jumlah Pb tersisa di air (skema alur pelaksanaan penelitian disajikan pada Gambar 1).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas jenis dan dosis kompos dalam meminimalisasi logam berat timah hitam (Pb) pada media budidaya ikan.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu jika media air budidaya yang mengandung logam berat Pb diminimalisasi menggunakan kompos dengan jenis dan dosis yang berbeda maka akan didapatkan jenis dan dosis kompos terbaik sehingga air layak digunakan untuk budidaya ikan.
Manfaat Penelitian Menjadi solusi yang efektif pada kegiatan pembenihan ikan yang memanfaatkan media air tercemar logam berat dengan pH rendah sehingga dapat menjamin keamanan produk akuakultur (memenuhi standar HACCP).
Tahap 2 Pembuatan Media Air Mengandung Pb
Tahap 1 Pembuatan Kompos Daun Gamal
Daun Avicennia
Batang Pisang
Larutan Pb standar
Kompos
Kompos
Kompos
Mix dengan air
Tahap 3 Perlakuan Minimalisasi media air mengandung Pb dengan menggunakan kompos yang berlangsung dalam kondisi media air diaerasi
Tahap 4 Pemeliharaan Ikan Penggunaan air hasil perlakuan untuk pemeliharaan ikan lele dumbo Gambar 1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
Gambar 1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Ikan ini banyak dibudidayakan oleh para pembudidaya ikan baik dalam skala pembenihan maupun pembesaran. Tingginya permintaan konsumen dan kisaran toleransinya yang tinggi terhadap kualitas air yang ekstrim merupakan alasan lele dumbo terus dibudidayakan. Selain itu rasa dagingnya yang khas menyebabkan ikan lele terus disukai masyarakat untuk dikonsumsi sehingga budidaya ikan lele terus berlangsung (Shafrudin et al. 2006). Ikan Lele dumbo termasuk dalam famili clariidae dan nama inggrisnya disebut dengan Catfish. Ikan lele dumbo merupakan ikan carnivora yang memiliki bentuk badan memanjang, bagian kepala gepeng atau pipih, batok kepala umumnya keras dan meruncing ke belakang. Lele dumbo memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir dan tidak bersisik. Tanda spesifik lele dumbo lainnya adalah adanya kumis atau sungut di sekitar mulut sebanyak delapan buah atau empat pasang, terdiri dari sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar dua buah, dan sungut maxilar dua buah. Lele dumbo juga mempunyai lima buah sirip yang terdiri dari sirip pasangan (ganda) yaitu sirip dada (pectoral) dan sirip perut (ventral) serta sirip tunggal yaitu sirip punggung (dorsal), sirip ekor (caudal) dan sirip dubur (anal). Logam Berat Timah Hitam (Pb) Logam berat merupakan elemen yang memiliki berat atom antara 63,5 sampai 200,6 serta berat jenis yang lebih besar dari 5 (Srivastava dan Majumder 2008). Logam berat merupakan senyawa yang tidak dapat terdegradasi dan cenderung terakumulasi dalam mahluk hidup serta memiliki sifat toksik dan karsinogenik (Fu dan Wang 2011). Menurut Khan et al. (2011), keberadaan logam berat pada lingkungan berasal dari beberapa sumber yaitu unsur-unsur alami dari kerak bumi dan aktivitas manusia. Logam memiliki karakter bereaksi sebagai akseptor pasangan elektron (asam lewis) dan donor pasangan elektron (basa lewis) untuk membentuk beragam gugus kimia seperti suatu pasangan ion, kompleks logam, senyawa
8
koordinasi dan kompleks donor-akseptor (Connel dan Miller 2006). Berdasarkan karakteristik inilah logam berat dapat diikat oleh bahan lain yang bisa menjadi pasangan atau senyawa koordinasi yang sering disebut dengan ligan. Logam berat timah hitam atau timbal (Pb) merupakan salahsatu logam berat yang berbahaya bagi mahluk hidup. Logam berat ini merupakan elemen non esensial yang ditemukan pada konsentrasi yang tinggi di alam akibat kegiatan manusia, seperti : kegiatan pertambangan (Leston et al. 2010). Sifat berbahaya Pb pada mahluk hidup antara lain dapat menimbulkan penghambatan sintesis hemoglobin, disfungsi pada ginjal, sendi dan sistem reproduksi, sistem kardiovaskular, dan kerusakan akut dan kronis dari sistem saraf pusat (SSP) serta sistem saraf perifer (PNS). Efek lainnya termasuk kerusakan pada saluran pencernaan (GIT) dan saluran kemih, gangguan neurologis, serta kerusakan otak parah dan permanen (Khan et al. 2011). Timah hitam (Pb) merupakan toksik yang paling signifikan dari logam berat (Ferner 2001 dalam Khan et al. 2011). Logam Pb yang bersifat toksik biasanya dalam bentuk Pb2+. Logam berat Pb juga
menyebabkan berbagai
permasalahan termasuk dalam kegiatan perikanan budidaya. Pada berbagai organisme akuatik air tawar, timbal telah terbukti memiliki efek toksik dengan sensitivitas terendah 4 µg/l. Ion Pb masuk kedalam tubuh ikan melalui insang setelah terikat pada lapisan lendir (Ahmed dan Bibi 2010). Tetapi akumulasi dalam jaringan hewan air tergantung pada konsentrasi paparan dan periode serta beberapa faktor lain seperti salinitas, suhu, interaksi agen dan aktivitas metabolik pada jaringan. Selain itu, akumulasi logam berat Pb dalam jaringan ikan tergantung pada tingkat penyerapan, penyimpanan dan depurasi. Menurut Chen dan Chen (2001), Serapan dan bioakumulasi logam berat tersimpan dengan baik di kulit, insang, lambung, otot, usus, hati, otak, ginjal dan organ reproduksi, tetapi organ target utamanya adalah hati, ginjal dan otot tergantung pada konsentrasi dan waktu pemaparan. Menurut Seymore (1995) dalam Ahmed dan Bibi (2010), Pb dimetabolisme melalui jalur metabolik Ca2+. Oleh karena itu Pb terakumulasi dalam jaringan kerangka. Namun, Pb juga dikenal terakumulasi secara biologis dalam jaringan ikan lainnya, termasuk kulit dan sisik, insang, mata, hati, ginjal
9
dan otot . Disamping itu ion Pb juga dapat masuk kedalam tubuh ikan bersama dengan makanan dan air yang akhirnya diserap di usus dan jaringan lainnya. Toksisitas kronis Pb umumnya sama antara ikan dan mamalia terutama yang melibatkan disfungsi neurologis dan hematologi (Mager dan Grossel 2011). Pada ikan, efek sublethal Pb dapat menyebabkan efek orde tinggi, seperti berkurangnya kemampuan renang. Secara neurologis efek sublethal Pb berpotensi melibatkan gangguan respon koordinasi sensorik-motorik yang diperlukan untuk menangkap mangsa dan menghindari predator. Penelitian Olaifa et al. (2003) menemukan bahwa efek sublethal Pb pada ikan yaitu kehilangan keseimbangan, pemutihan kulit dan pelemahan ikan.
Kompos Kompos merupakan bahan organik matang (stabil) yang terbentuk dari proses
dekomposisi
secara
biokimiawi
melalui
peran
mikroorganisme
(Cooperband 2000). Menurut Insam dan Bertoldi (2007), pengomposan merupakan proses biodegradasi dari campuran substrat yang dilakukan oleh komunitas mikroba terdiri dari berbagai populasi dalam kondisi aerobik dan padat (solid). Proses pengomposan membutuhkan mikroorganisme untuk mengurai (break down) bahan organik. Pengomposan akan berjalan dengan baik jika mikroorganisme mendapatkan suplai yang kontinyu
berupa bahan organik
(makanan), air dan oksigen. Menurut Rudnik (2008), proses degradasi bahan organik menjadi kompos melalui tiga fase yaitu : fase mesofilik, termofilik, pendinginan (cooling) dan pematangan (maturity). Fase mesofilik adalah fase dimana kondisi suhu yang terjadi berada pada kisaran antara 20 – 45 oC. Pada fase termofilik suhu yang berlangsung yaitu 45 – 75oC. Bakteri yang hidup pada fase ini adalah bakteri termofilik. Setelah fase termofilik ini, bahan organik akan mengalami penurunan suhu dan kematangan. Kompos dapat dibuat dari semua bahan organik termasuk dari jenis tanaman. Selama pengomposan bahan organik akan terurai dan memproduksi karbondioksida, air, panas dan kompos. Hal ini tunjukan pada reaksi berikut ini (Rudnik 2008) : Organic matter + mikroorganisme + O2 (udara) → H2O + CO2+ kompos + panas
10
Kompos diproses oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, perlu disediakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan baku organik karena hal tersebut merupakan faktor krusial bagi keberhasilan pengomposan. Skema untuk menggambarkan proses pengomposan tersaji pada gambar berikut.
Gambar 2 Skema Proses Pengomposan Secara Aerobik (Copperband 2000) Hasil akhir kompos berupa karbon, energi kimia, protein dan air lebih sedikit daripada bahan baku organik (raw materials). Produk akhirnya memiliki lebih banyak kandungan humus (humic). Chien et al. (2003) menyatakan humus mendominasi produk akhir dari kompos. Volume produk akhir kompos sekitar 50% dari bahan baku organiknya (raw materials). Proses pengomposan selain dilakukan secara aerobik dapat pula dilakukan secara
anaeorobik
dengan
melibatkan
mikroorganisme
anaerob
sebagai
pendegradasi bahan organik. Pada proses anaerob, keberadaan oksigen tidak ada. Persamaan biokimia yang terbentuk adalah sebagai berikut (Stoffella dan Kahn 2001) : Bahan organik+bakteri anaerobik CO2 +H2O + kompos +energy +H2S +CH4 Perbedaan mendasar hasil sistem pengomposan anaerob dengan aerob adalah munculnya sulfur (H2S) dan metana (CH4) pada pengomposan anaerob sedangkan pada pengomposan aeraob tidak terdapat kedua gas tersebut. Kompos yang sudah matang merupakan tujuan akhir dari proses pengomposan. Menurut Copperband (2002), Kompos sudah dianggap matang
11
ketika bahan baku mentah tidak lagi aktif membusuk serta secara biologis dan kimiawi stabil. Kematangan kompos biasanya didefinisikan sebagai tingkat humification (konversi senyawa organik untuk bahan humic, yang paling tahan terhadap kerusakan mikroba). Selama proses pengomposan karena kombinasi transformasi biologis dan kimia, jumlah senyawa organik terfermentasi semakin menurun sedangkan kandungan relatif dari humic meningkat (Scaglia et al. 2000 dalam Diaz et al. 2007). Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Aminah et al. (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan yaitu C/N rasio dalam bahan baku organik (raw organic material), ukuran bahan yang dikompos, aerasi, kelembaban, dan suhu. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang berkaitan dengan daya dukung bagi kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik. Semakin sesuai faktor yang mempengaruhi maka semakin cepat proses dalam pengomposan sehingga mencapai tahap kematangan kompos (maturity). Kualitas kompos salahsatunya terlihat dari stabilitas dan kematangan kompos. Menurut Rudnik (2008), Stabilitas dan kematangan adalah istilah yang sering digunakan untuk mengkarakterisasi kompos. Namun definisi tentang arti istilah-istilah ini sangat bervariasi. Stabilitas kompos mengacu pada resistensi bahan organik kompos untuk lebih lanjut didegradasi cepat dan dapat langsung diukur dengan tingkat respirometric. Kematangan kompos terkait dengan kesesuaian untuk pertumbuhan tanaman dan kaitannya dengan proses humifikasi. Ada beberapa parameter yang digunakan dalam menilai kematangan kompos. Menurut SNI 19-7030-2004, ciri kematangan suatu kompos yaitu : C/N rasio memiliki nilai 10–20,
suhu sesuai dengan suhu air tanah, berwarna
kehitaman dengan tekstur seperti tanah dan berbau tanah. Simamora dan Salundik (2006) menyatakan bahwa berdasarkan analisis laboratorium, ciri kompos yang sudah matang yaitu pH kompos stabil dan berkisar 6,5 – 7,5, C/N rasio sebesar 10 – 20, Kapasitas tukar ion (KTK) tinggi mencapai 110 me/100 gram dan daya absorpsi air tinggi.
12
Karakteristik Bahan Baku Pengomposan Beberapa bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku (raw material) untuk pengomposan yaitu Daun Gamal (Gliricidia sepium), Daun api-api (Avicennia sp.) dan batang pisang (Musa sp.). Bahan-bahan ini merupakan bahan yang berasal dari tumbuhan hijau yang keberadaannya cukup berlimpah. Proses pengomposan pada bahan-bahan ini relatif singkat karena kandungan C/N rasionya yang rendah. Daun gamal dan daun api-api sebagaimana daun tanaman tingkat tinggi lainnya memiliki dinding sel yang dibuat dari karbohidrat dan protein. Kandungan karbohidrat pada daun lebih banyak daripada protein. Tiap-tiap tumbuhan memiliki perbandingan komposisi jumlah karbohidrat dan protein yang berbedabeda. Karbohidrat dan protein inilah yang menentukan tinggi rendahnya C/N rasio daun. Unsur utama karbohidrat dalam tumbuhan menurut Heldt dan Piechulla (2011) adalah selulosa. Unsur penting lainnya yaitu hemiselulosa dan pektin. Protein yang terdapat pada dinding sel daun biasanya dalam bentuk glicoprotein. Batang pisang (Musa sp.) merupakan salahsatu hasil perkebunan yang tidak dimanfaatkan. Komponen utama yang terdapat dalam batang pisang ialah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Menurut Li et al. (2010), kandungan utama yang terdapat pada batang pisang yaitu selulosa 39,12%, holoselulosa (campuran semua selulosa dan hemiselulosa) 72,71%, pektin 0,27%, lignin (klason lignin 8,8 % dan acid soluble lignin 1,90 %). Selulosa merupakan polimer tidak bercabang yang terdiri dari molekul Dglukosa yang terhubung satu sama lain dengan β -1,4 glycosidic linkages. Selulosa berbeda dengan hemiselulosa yang mengandung berbagai jenis polisakarida selain D-glukosa, seperti: heksosa D-manosa, D-galaktosa, D-fukosa, dan pentosa Dxylosa and L-arabinosa. Sedangkan pektin adalah campuran polimer dari asam gula seperti asam D-galakturonik yang dihubungkan oleh jaringan α -1,4 glikosidik. Disamping itu pada daun terdapat protein berupa Glikoprotein yang merupakan protein struktural dari dinding sel dihubungkan oleh ikatan glikosidik. Struktur kimia lainnya yang sangat sedikit terdapat di daun dan banyak terdapat pada batang adalah lignin. Lignin merupakan komponen penyusun tumbuhan yang banyak terdapat pada batang pohon atau tangkai pohon termasuk tandan. Lignin terbentuk oleh polimerisasi dari phenylpropane derivatif alkohol cumaryl, alkohol coniferyl, dan alkohol sinapyl, menghasilkan struktur yang sangat padat
13
Humus Humus merupakan fraksi bahan organik yang resisten dan relatif tahan terhadap proses biodegradasi dan memiliki warna coklat gelap sampai hitam (Tate 1987). Humus muncul dari degradasi kimia dan biologi bahan organik dari aktivitas sintetik mikroorganisme. Salahsatu sumber utama dari bahan organik tanah adalah tumbuhan sehingga proses pengomposan yang berasal dari tumbuhan dapat menghasilkan humus. Komponen humus dibentuk oleh sebuah proses yang disebut humifikasi. Humus terdiri atas substansi non humus dan substansi humus (Tipping 2004). Substansi non humus seperti lipid, asam amino, karbohidrat dan Substansi humus diantaranya yaitu asam humat, asam fulvat dan humin. Substansi humus muncul dari degradasi biokimia yang membentuk bahan yang cenderung terasosiasi kedalam kedalam struktur kimia yang kompleks dan lebih stabil dibandingkan dengan bahan baku (raw material) (Schnitzer dan Khan 1978). Karakteristik pentingnya yaitu kemampuan untuk membentuk kompleks yang larut dalam air dan tidak larut dengan ion logam. Substansi humus mempunyai kontribusi dalam pertukaran anion dan kation, kompleks atau chelate beberapa ion logam, dan berperan sebagai pH buffer. Aiken et al. (1985) menyatakan bahwa fraksi utama dari substansi humus yaitu asam humat, asam fulvat dan humin memiliki kelarutan yang berbeda. Fraksi substansi ini dibedakan berdasarkan kelarutannya dalam suasana asam (acid) atau basa (base). Menurut Schnitzer dan Khan (1978), Struktur tiga fraksi substansi humus terlihat mirip tetapi berbeda dalam berat molekul, analisis pokok, dan kandungan gugus fungsi. Asam humat terdiri dari campuran aliphatic lemah (rantai karbon) dan aromatic (cincin karbon) yang tidak larut di air pada kondisi pH asam tetapi larut pada kondisi pH basa. Substansi ini akan mengendap pada cairan ketika pH dibawah dua. Asam humat merupakan bahan makromolekul yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH karboksilat, -OH fenolat maupun –OH alkoholat. Hal ini menyebabkan asam humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonisasi pada pH yang relatif tinggi.
14
Gambar 3 Struktur Kimia Asam humat (Stevenson 1994) Asam fulvat merupakan campuran dari aliphatic lemah dan bahan organik aromatik yang larut pada semua kondisi pH (asam, netral dan alkali). Substansi humus ini memiliki kandungan oksigen dua kali lipat dari asam humat tetapi rendah karbon dan nitrogen. Asam fulvat memiliki muatan yang banyak mengandung gugus fungsi oksigen yaitu karboksil (-COOH) dan hidroksil (COH) sehingga jauh lebih reaktif secara kimia. Kapasitas pertukaran asam fulvat lebih dari dua kali lipat dari asam humat. Kapasitas tukar tinggi karena jumlah karboksil (-COOH) lebih tinggi.
Gambar 4 Struktur Kimia Asam Fulvat (Schinitzer dan Khan 1978)
15
Humin fraksi dari susbtansi humus yang tidak larut pada air di beberapa pH. Humin merupakan substansi yang paling tahan terhadap dekomposisi (lambat dirombak) dibandingkan substansi humus yang lainnya. Humin juga memiliki warna yang paling gelap. Humin mirip dengan asam humat. Substansi ini memiliki lebih sedikit aromatic daripada asam humat tetapi mengandung muatan polysakarida yang lebih tinggi. Menurut Stevenson (1982), asam humat, asam fulvat dan humin dapat dibedakan berdasarkan perbedaan berat molekul, pigmentasi polimer dan keberadaan grup fungsional seperti : karboksil dan fenolik dengan tingkat polimerasi (gambar 5).
Gambar 5 Komponen Kimia Substansi Humus (Stevenson 1982) Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa berat molekul asam fulvat lebih rendah dibandingkan dengan asam humat dan humin. Perubahan intensitas warna menjadi lebih gelap dengan semakin tingginya berat molekul. Kandungan karbon dan oksigen, asiditas dan derajat polimerisasi semuanya berubah secara sistematik dengan peningkatan berat molekul. Asam fulvat memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi dan kandungan karbon yang rendah jika dibandingkan dengan asam humat. Kandungan utama substansi humus adalah gugus fungsional carboxyl dan phenolic (Sparks 2003; Liu dan Gonzalez, 2000). Kandungan-kandungan lainnya yaitu enolic, quinone, hydroxyquinone, lactone, ketone, ether, alcoholic, amine dan amide (Chien et al. 2006; Plaza et al. 2006; Steinberg et al. 2008). Struktur
16
gugus fungsional dari substansi humus terlihat dalam Tabel 1 berikut ini (Stevenson 1994) : Tabel 1 Grup Fungsional Pada Substansi Humus Grup Fungsional
Struktur Acidic groups
Carboxyl
R–C=O (–OH)
Enol
R–CH=CH–OH
Phenolic OH
Ar–OH
Quinone
Ar=O
Hydroxyquinone
Ar=OH Neutral groups
Alcoholic OH
R–CH2–OH
Ether
R–CH2–O–CH2–R
Ketone
R–C=O(–R)
Aldehyde
R–C=O(–H)
Ester
R–C=O(–OR) Basic groups
Amine
R–CH2–NH2
Amide
R–C=O(–NH–R)
Substansi humus yang merupakan fraksi bahan organik dapat terlarut didalam air bersamaan dengan bahan organik yang larut dalam air (Dissolved Organic Matter) (Guo dan Chorover 2003). Selain bagian dari Dissolved Organic Matter (DOM), substansi humus juga terdapat dalam Dissolved Organic Carbon (DOC) (Garces et al 2008). DOC merupakan fraksi dari bahan organik terlarut didalam air yang ikut berperan dalam proses pengikatan dan pembentukan senyawa kompleks dengan logam berat (Wright et al 2005). DOM dan DOC merupakan kesatuan bahan yang memiliki peran besar pengikatan logam berat di air. Peran DOM dan DOC dikarenakan pada fraksi bahan ini terkandung substansi humus (asam humat dan asam fulvat) yang mengandung gugus-gugus fungsi seperti : gugus karboksilat dan oksalat didalamnya.
17
Ikatan kompleks ion logam oleh substansi humus sangat penting dalam mempengaruhi penyimpanan dan mobilitas dari kontaminan pada air dan tanah. Jika dua atau lebih grup fungsional (misalkan karboksil) berkoordinat dengan ion logam, maka akan membentuk struktur cincin internal chelation yang merupakan bentuk kompleks (Sparks 2003). Sparks (2003) juga menjelaskan bahwa kapasitas total pengikatan dari asam humat terhadap ion logam sekitar 200-600 µmol/g. Sekitar 33% dari total ini meretensi bagian kompleks kation. Bagian kompleks yang paling utama adalah karboksil dan fenolik.
Interaksi Ion Logam Dengan Humus Menurut Evangelou (1998) interaksi antara ion logam dengan bahan organik padatan (substansi humus) terjadi atas dasar penjerapan permukaan (adsorpsi), pertukaran ion, dan reaksi chelate. Proses adsorpsi antara ion logam dengan bahan organik humus diawali dengan adsorpsi fisik yaitu ion logam mendekat ke permukaan padatan organik humus melalui gaya van der Waals atau ikatan hidrogen. Selanjutnya terjadi proses adsorpsi kimia setelah adsorpsi fisik berupa ion logam melekat ke permukaan padatan dengan membentuk ikatan kimia kovalen dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan padatan (Atkins 1999). Potensi substansi humus untuk membentuk kompleks dan chelate dengan logam berat dikarenakan substansi ini mengandung gugus fungsional seperti karboksil (COOH), hidroksil (OH), dan karbonil (C=O). Tingkat retensi logam berat dengan campuran koloid organik bervariasi tergantung dari kekuatan ion, pH, jenis mineral bahan organik, jenis kelompok fungsional, dan kompetisi kation (Schinitzer dan Khan 1978). Pada umumnya proses yang terjadi antara ion logam dan kompleks organik dalam berinteraksi terdiri atas tiga kejadian yaitu : Proton H+ berkompetisi dengan kation untuk mengikat dinding organik, ion hidroksil (OH-) berkompetisi dengan substansi humus untuk mengikat kation ion logam, logam lemah berkompetisi dengan logam keras terhadap grup fungsional organik. Menurut Tan (1998) gaya yang terbentuk dalam proses adsorpsi ion yaitu : gaya fisik (gaya van der waals), ikatan hidrogen (jembatan dua atom yang
18
elektronegatif), ikatan elektrostatik, dan ikatan koordinasi (ligan menyumbang pasangan elektron pada ion logam). Metode adsorpsi untuk logam berat umumnya berdasarkan pada interaksi ion logam dengan gugus fungsional yang ada pada senyawa organik melalui interaksi pembentukan kompleks. Ion logam dengan bahan organik humus ketika berinteraksi akan membentuk persenyawaaan kompleks dan chelate. Senyawa kompleks merupakan suatu senyawa kation yang memiliki orbital kosong (atom pusat) dengan anion yang memiliki pasangan elektron bebas (ligan) saling berikatan dengan memakai bersama pasangan elektron bebas dari ligan tersebut. Senyawa kompleks akan terikat secara chelate bila senyawa koordinasi yang ion logam pusatnya terikat oleh ligan dengan dua atau lebih ikatan (Hadiat et al. 2004). Tan (1998) mendefenisikan chelate sebagai bentuk formasi komplek (complex formation) yang muncul akibat reaksi dari ion logam dan ligan sebagai pasangan elektron. Ion logam adalah pasangan elektron penerima (acceptor) dan ligan adalah pasangan elektron donor. Ion logam berfungsi sebagai ion pusat dan ion organik berkoordinasi disekitarnya dalam lingkup koordinasi pertama. Jumlah ligan terikat pada atom pusat dalam geometri tertentu disebut bilangan koordinasi. Beberapa ligan organik dapat mengikat ion logam dengan lebih dari satu kelompok donor fungsional. Ion logam yang terikat lebih dari satu kelompok donor fungsional dari gugus fungsi ligan organik mengalami proses pembentukan cincin chelate disebut dengan chelation. Pada proses ion logam yang hanya terikat dengan satu kelompok donor fungsional dari gugus fungsi pada ligan disebut persenyawaan kompleks. Satu molekul ligan yang terlibat dalam pembentukan suatu ikatan tersebut disebut monodentate (Gambar 6). Jika dua molekul ligan membentuk ikatan dengan logam disebut bidentate (Gambar 7). Berdasarkan jumlah ligan yang berpartisipasi dalam formasi chelate, maka senyawa kompleks dapat berbentuk tridentate, tetradentate, dan pentadentate. Formasi persenyawaan kompleks dengan lebih dari satu ligan (chelation) memberikan stabilitas yang tinggi pada persenyawaan.
19
Gambar 6 Ikatan Monodentate Ion Logam Cu dengan Gugus Fungsi Organik (Tan 1998)
Gambar 7 Ikatan Bidentate Ion Logam Cu dengan Gugus Fungsi Organik (Tan 1998) Secara umum ion logam (kation) dapat berinteraksi dengan semua anion. Namun afinitas interaksinya tergantung dari sifat keras lemahnya dari logam dan bahan pengompleks (adsorban). Proses interaksi antara kation logam dengan kompleks peng-chelate pada media air tawar dapat dilihat berdasarkan konsentrasi ligan dan logam. Menurut Buffle (1994) dalam Sparks (2003), pengompleks atau ligan bahan organik dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian. Pertama ligan inorganik sederhana seperti : Cl-, CO32-, SO42-, S-OH, F- dan PO43-. Kedua hard ligan (LH) yang gugus utamanya adalah karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH). Ketiga soft ligan (LS) yang mengandung bagian utama N (nitrogen) dan S (sulfur). Sparks (2003) menyatakan bahwa grup logam I memilih berikatan dengan Hard ligand (LH) tetapi membentuk kompleks yang lemah dengan ligan tersebut. Ikatan kompleks akan terjadi ketika konsentrasi logam dan ligan tinggi serta bahan pengompleks utamanya berupa ligan inorganik sederhana. Grup logam I (logam keras) menurut Pearson (1963) diantaranya yaitu: H+, Li+, Na+, Cr3+, Sn2+, Ca2+, Mg2+, Be2+. Grup logam II (logam transisi) khususnya logam transisi divalen memiliki afinitas terhadap bagian hard ligand (LH) dan soft ligand (LS). Logam ini akan berkompetisi dengan grup logam I terhadap bagian hard ligan. Disamping itu juga logam ini akan berkompetisi dengan Grup logam III untuk berikatan dengan soft ligan. Grup logam II (logam transisi) menurut Peterson (1963) antara lain: Pb2+, Zn2+, Fe2+,Cu2+, Ni2+, Co2+. Grup logam III merupakan grup logam lemah. Grup logam III memiliki afinitas yang lebih besar pada bagian soft ligan daripada hard ligan atau ligan
20
inorganik sederhana. Grup logam III (grup lemah) diantaranya adalah: Cu+, Ag+, Pd2+, Cd2+, Hg2+. Tan (1998) menyatakan bahwa substansi humus memiliki kemampuan membentuk kompleks yang larut dan tidak larut dengan ion logam. Kompleks logam dari asam fulvat pada umumnya lebih larut daripada asam humat. Hal ini mungkin dikarenakan berat molekul asam humat yang lebih rendah dan kelarutan asam fulvat yang lebih tinggi dalam air. Jika dua atau lebih kelompok fungsional organik (misalnya, karboksilat) mengkoordinasikan ion logam maka akan membentuk struktur cincin internal, chelation, suatu bentuk kompleksasi (Sparks 2003). Komponen pengompleks utama dari substansi humus adalah gugus karboksil dan fenolik. Konstanta stabilitas antara logam dengan kompleks substansi humus antara lain dipengaruhi oleh sumber substansi humus dan prosedur kerja ekstraksi atau isolasi, konsentrasi substansi humus, kekuatan ionik dari padatan, suhu, dan pH. Schnitzer dan Hansen (1970) dalam Sparks (2003) menghitung kondisi konstanta stabilitas (Kicond) pada logam–kompleks asam fulvat, berdasarkan variasi kontinyu dan metode pertukaran ion ekuilibrium. Urutan stabilitas logam yang terikat dengan asam fulvat adalah Fe3+> Al3+> Cu2+> Ni2+> Co2+> Pb2+> Ca2+> Zn2+> Mn2+> Mg2+. Konstanta stabilitas sedikit lebih tinggi pada pH 5,0 dari pada pH 3,5. Hal ini disebabkan pemisahan yang lebih tinggi pada gugus fungsional terutama gugus karboksil pada pH 5.0. Disamping itu H+ dan ion logam bersaing untuk mengikat dinding ligan dan logam kurang terikat pada pH rendah.
Akuakultur dan Kualitas Air Akuakultur merupakan kegiatan memelihara/membudidayakan ikan dalam wadah yang terkontrol untuk mendapatkan keuntungan (profit). Berdasarkan definisi tersebut, dasar (basis) kegiatan akuakultur terdiri atas beberapa komponen, antara lain : ikan (organisme budidaya), air (media budidaya/habitat hidup) dan wadah (tempat budidaya untuk mengontrol kehidupan ikan) serta keuntungan (tujuan akhir dari akuakultur). Proses produksi kegiatan akuakultur yang bertujuan menghasilkan ikan untuk dikonsumsi atau dipasarkan, terdiri atas
21
kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Keseluruhan kegiatan ini dapat dilakukan melalui teknologi atau sistem produksi baik secara ekstensif, intensif maupun semi intensif. Pada setiap proses produksi dan sistem produksi yang digunakan, kualitas air merupakan salahsatu prasyarat utama untuk keberhasilan kegiatan akuakultur. Ikan membutuhkan lingkungan hidup yang nyaman agar dapat tumbuh secara optimal. Gangguan-gangguan lingkungan yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti limbah kegiatan manusia, akan menyebabkan ikan mengalami stress, mudah terserang penyakit hingga akhirnya mengalami kematian (Kordi dan Tancung 2007). Penilaian kualitas air pada kegiatan akuakultur membutuhkan beberapa parameter. Parameter-parameter yang dijadikan untuk menilai kualitas air pada kegiatan akuakultur yaitu parameter fisika, biologi dan kimia. Menurut Wedemeyer (1996), parameter fisika yang digunakan untuk menilai kualitas air antara lain : suhu, kekeruhan (TSS), dan total bahan terlarut (TDS). Parameter biologinya yaitu bakteri, virus, jamur, parasit, predator, kompetitor dan plankton. Parameter kimia merupakan parameter yang cukup banyak dibandingkan dengan parameter lainnya. Parameter ini diantaranya yaitu : Oksigen terlarut, pH, Total Organic Matter (TOM), ammonia, nitrit, nitrat, BOD, COD, kesadahan, alkalinitas dan logam berat. Kualitas air yang sesuai dengan persyaratan hidup ikan merupakan faktor yang menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan budidaya. Menurut Royce (1973), turunnya jumlah suatu populasi organisme disebabkan oleh kematian yang terjadi. Kelangsungan hidup merupakan persentase banyaknya organisme yang hidup dibandingkan dengan jumlah yang mati selama masa pemeliharaan. Kelangsungan hidup pada ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Kualitas air yang mengandung unsur-unsur yang tidak dibutuhkan oleh ikan menyebabkan
kelangsungan
hidup
ikan
menjadi
terganggu.
Disamping
kelangsungan hidup, pertumbuhan merupakan salahsatu hal yang dijadikan ukuran baiknya kualitas air pada proses budidaya. Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran volume dan berat suatu organisme yang dapat dilihat dari perubahan ukuran panjang dan berat dalam satuan waktu (Effendie 1997).
22
Menurut Huet (1971), terdapat dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berhubungan dengan keadaan ikan itu sendiri, seperti : umur, sifat genetik ikan, kemampuan memanfaatkan pakan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternalnya terkait dengan lingkungan tempat ikan hidup (air) yang meliputi sifat fisika dan kimia air.
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu dari bulan Januari sampai Mei 2012 di Laboratorium Perikanan Universitas Bangka Belitung. Pembuatan kompos dilakukan di Bangka Hijau Nursery. Analisis kandungan logam berat timah hitam dilakukan di Laboratorium MIPA Universitas Bangka Belitung. Analisis Kandungan C/N rasio dan humus dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan IPB dan Laboratorium Perikanan Universitas Bangka Belitung.
Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Akuarium, aerator, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer merk Thermostat tipe Ice 3000 series), pH meter, DO meter dan peralatan titrasi. Bahan-bahan yang digunakan yaitu air tawar, larutan Pb standar, kompos, dan ikan.
Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) berumur 2 minggu (panjang : ± 2 cm, berat : ± 0,053 gram) yang diperoleh dari pembudidaya ikan di daerah Kabupaten Bangka Tengah. Padat penebaran ikan uji adalah 15 ekor pada setiap akuarium. Pakan yang diberikan untuk ikan adalah pakan ikan komersil berbentuk pelet terapung yang biasa digunakan oleh para pembudidaya ikan dan cacing sutera beku (frozen blood worm). Pemberian dilakukan sebanyak 3 kali sehari secara at satiation.
Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan yaitu : percobaan kompos daun gamal, kompos daun avicennia dan kompos batang pisang. Rancangan percobaan pada masing-masing percobaan yaitu rancangan percobaan dengan pengamatan berulang (repeated measurement). Rancangan ini mengacu pada Matjik dan
24
Sumertajaya (2002). Rancangan perlakuan pada percobaan ini yaitu satu faktor. Rancangan lingkungannya yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dalam waktu (completly randomized design in time). Faktor perlakuan yaitu : dosis kompos. Waktu pengamatannya yaitu selang waktu 1 jam, 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Waktu pengamatan dilakukan untuk melihat tingkat pengurangan Pb selama selang waktu tersebut. Masing-masing perlakuan memiliki tiga ulangan. Formulasi rancangan percobaan yaitu : 1. Rancangan percobaan kompos daun gamal Perlakuan A : Dosis kompos 5 g/L Perlakuan B : Dosis kompos 9 g/L Perlakuan C : Dosis kompos 13 g/L 2. Rancangan percobaan kompos daun api-api (Avicennia sp.) Perlakuan A : Dosis kompos 5 g/L Perlakuan B : Dosis kompos 9 g/L Perlakuan C : Dosis kompos 13 g/L 3. Rancangan percobaan kompos batang pisang Perlakuan A : Dosis kompos 5 g/L Perlakuan B : Dosis kompos 9 g/L Perlakuan C : Dosis kompos 13 g/L Konsentrasi awal logam berat Pb yang digunakan pada tiap perlakuan semua rancangan percobaan yaitu sebesar 6,65 mg/l. Rentang dosis kompos mengacu pada penelitian Hermana dan Nurhayati (2006) sedangkan konsentrasi awal logam berat Pb mengacu pada hasil penelitian Henny dan Susanti (2009) yang meneliti tentang kandungan logam berat di kolong. Waktu pengamatan ditetapkan berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan. Kecepatan udara yang dihasilkan oleh aerator untuk masing-masing akuarium berukuran 15x15x40 cm3 sebesar 1,67 liter/menit. Pada setiap rancangan percobaan diambil satu perlakuan dosis kompos terbaik. Dosis terbaik tiap rancangan percobaan saling diperbandingkan satu dengan yang lain. Uji perbandingan ini dilakukan untuk melihat apakah terjadi perbedaan antar dosis kompos terbaik dari varian (jenis) yang berbeda. Uji perbandingan yang digunakan adalah uji t sampel independen. Selanjutnya untuk
25
melihat hubungan (korelasi) antara logam berat tersisa di air dengan parameter kualitas air dan kandungan Pb digunakan analisis korelasi pearson. Selain itu untuk melihat hubungan antara kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan terhadap pengaruh sisa Pb di air ataupun kualitas air juga dilakukan analisis korelasi Pearson. Semua analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan program SPSS 18.
Prosedur Penelitian Tahap 1 Pembuatan Kompos Pembuatan kompos dilakukan dengan mengumpulkan bahan baku yang diperlukan. Selanjutnya dengan menggunakan bantuan bioaktifator, bahan baku tersebut dibuat menjadi kompos. Penggunaan bioaktifator bertujuan untuk mempercepat proses pematangan kompos. Bioaktifator yang digunakan yaitu EM4 (effective microorganism 4). Proses pengomposan dilakukan secara aerobik. Setelah bahan baku menjadi kompos, maka kompos tersebut dikeringkan dengan cara dijemur dibawah cahaya matahari. Prosedur pengomposan terdapat pada Lampiran 1. Tahap 2 Pembuatan Larutan Logam Berat Pb Logam berat Pb dibuat secara artificial. Pembuatan secara artificial bertujuan agar didapatkan konsentrasi logam berat pada air sesuai dengan yang diharapkan. Pembuatan air yang mengandung logam berat dilakukan dengan menggunakan bahan larutan Pb standar 1000 ppm dalam bentuk cairan. Larutan Pb standar yang digunakan merupakan larutan Pb(NO3)2 dalam HNO3 0,5 mol/l. Larutan ini didapatkan dari toko kimia. Larutan Pb standar 1000 ppm dilarutkan kedalam air sehingga didapatkan konsentrasi Pb sebesar 6,65 mg/l.
Tahap 3
Perlakuan Minimalisasi Logam Berat Pb dengan Menggunakan Kompos
Media air sebanyak 4 liter yang mengandung logam berat Pb dimasukan kedalam akuarium. Selanjutnya kompos dimasukan juga ke dalam akuarium tersebut dan dilakukan proses aerasi. Aerasi merupakan salahsatu treatment umum pada kegiatan budidaya ikan yang biasanya dilakukan pada media penampungan air (tandon) sebelum air tersebut dialirkan ke wadah pemeliharaan ikan. Proses
26
aerasi dilakukan selama 24 jam. Kandungan Pb yang terserap oleh kompos diamati pada 1 jam, 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Pertimbangan analisis kandungan logam berat Pb dilakukan dalam rentang waktu 24 jam karena pada jam tersebut logam berat diperkirakan sudah terserap oleh kompos. Hal ini berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan.
Tahap 4 Pemeliharaan Ikan Pada akhir perlakuan (treatment) logam berat dengan menggunakan kompos, air hasil perlakuan digunakan sebagai media pemeliharaan benih ikan lele dumbo. Air sebelum digunakan terlebih dahulu disaring untuk mengambil kompos. Sebelum ikan lele dumbo digunakan sebagai hewan uji, benih ikan lele dumbo diseleksi terlebih dahulu agar didapatkan ukuran dan bobot yang relatif seragam. Wadah pemeliharaan ikan yang digunakan adalah akuarium dengan ukuran 30 x 30 x 40 cm. Sistem pemeliharaan dilengkapi dengan aerasi. Penggantian air dilakukan dengan menyaring kotoran yang terdapat di air (sifon) dan air yang telah disaring tersebut digunakan kembali untuk pemeliharaan ikan. Prose penggantian air dilakukan setiap seminggu sekali. Ikan lele dumbo dipelihara selama 30 hari yang selanjutnya diamati tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan kandungan logam berat pada daging ikan dan kualitas air selama pemeliharaan. Parameter Pengamatan Kematangan dan Kandungan C/N rasio Kompos Analisa kematangan kompos dilakukan secara fisik dan kimiawi. Secara fisik kematangan kompos ditandai dengan perubahan warna menjadi kehitaman dengan tekstur seperti tanah dan berbau tanah. Disamping itu suhu yang terbentuk adalah suhu yang sesuai dengan suhu air tanah dengan pH yang stabil berkisar 6,5 – 7,5. Kandungan C/N rasio yang terdapat pada kompos memiliki nilai kurang dari 20 yang berarti aktivitas bakteri heterotrof sebagai pengurai bahan organik (kompos) menjadi berkurang. Bila C/N rasionya kurang dari 20 berarti kompos yang telah dibuat sudah matang. Analisa kandungan C/N rasio dilakukan di laboratorium. Prosedur analisa terdapat pada Lampiran 2.
27
Kadar Asam Humat dan Asam Fulvat Uji kadar asam humat dan asam fulvat bertujuan untuk mengetahui kadar atau jumlah asam humat dan asam fulvat pada masing-masing kompos. Perbedaan kondisi bahan baku (raw material) pada masing-masing kompos akan menyebabkan kandungan asam humat dan asam fulvat juga berbeda. Menurut Eviati dan Sulaiman (2006), prinsip dalam penentuan kadar asam humat, asam fulvat dan humin yaitu kompos diekstrak dengan campuran larutan basa kuat dan natrium pirofosfat. Asam humat dan asam fulvat larut dalam ekstrak sedangkan humin tidak larut. Larutan asam humat dipisahkan dari asam fulvat dengan pengendapan pada pH 2.
Kandungan Logam Berat Pb di Air dan Ikan Analisa logam berat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorption Spectrophotometer). AAS merupakan prosedur spectroanalytical untuk penentuan kualitatif dan kuantitatif dari unsur-unsur kimia menggunakan penyerapan radiasi optik (cahaya) oleh atom bebas dalam bentuk gas. Prinsip analisanya berdasarkan Hukum Lambert-Beert yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Persamaan garis antara konsentrasi logam berat dengan absorbansi adalah persamaan linier dengan koefisien arah positif: Y = a + bX. Nilai absorbansi larutan contoh dimasukan ke persamaan garis larutan standar maka kadar logam berat contoh dapat diketahui (Hutagalung et al. 1997). Tujuan penggunaan AAS untuk analisis logam berat yaitu menentukan kadar suatu unsur logam dari campurannya berdasarkan serapan atomnya. Cara kerjanya yaitu berdasarkan atas penguapan larutan sampel yang kemudian logam terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur target. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya. Uji kandungan logam berat Pb terdapat pada Lampiran 3 dan 4.
28
Kualitas Fisika dan Kimia Air Analisa kualitas fisika dan kimia air meliputi pH, ammoniak, DO, TOM, alkalinitas dan kesadahan diukur pada pagi hari (pukul 08.00 – 09.00 WIB) saat awal dan akhir penelitian. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air sebelum dan sesudah diberikan perlakuan kompos serta mengetahui kualitas air selama proses budidaya ikan lele dumbo.
Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dihitung dengan mengamati jumlah ikan lele dumbo yang dipelihara pada awal pengamatan dan jumlah ikan lele dumbo yang dipelihara pada akhir pengamatan. Penghitungan kelangsungan hidup pada ikan menggunakan rumus Effendie (1979) :
SR
Nt 100% No
Keterangan : SR = Survival Rate (%) Nt = Jumlah ikan pada akhir pengamatan (ekor) N0 = Jumlah ikan pada awal pengamatan (ekor)
Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan menggunakan data yang diperoleh dengan mengambil ikan lele dumbo pada awal dan akhir percobaan dan ditimbang bobotnya. Laju pertumbuhan dihitung dengan menggunakan rumus Zooneveld et al. (1991) :
Wt 1 100% Wo
t
Keterangan : Wt = Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (gram) Wo = Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0 (gram)
t
= Waktu (hari)
α = Laju pertumbuhan spesifik (% berat badan/hari)
29
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi Bahan Baku Sebelum dan Setelah Dikomposkan Bahan baku yang dikomposkan memiliki kandungan C/N rasio yang berbeda (Tabel 2). Pengomposan terhadap bahan baku (raw material) selama 20 hari menghasilkan kondisi C/N rasio, asam humat, dan asam fulvat yang saling berbeda pula (Tabel 3). Tabel 2 Komposisi Bahan Baku Daun Gamal, Daun Avicennia dan Batang Pisang Sebelum Dikomposkan Komposisi
Jenis Bahan Baku Daun Avicennia Batang Pisang 50,99 52,79
C (%)
Daun Gamal 54,06
N (%)
3,51
2,01
0,61
C/N rasio
15,40
25,37
86,54
Tabel 3 Komposisi Daun Gamal, Daun Avicennia dan Batang Pisang Setelah Dikomposkan
C (%)
Daun Gamal 45,67
Jenis Kompos Daun Avicennia 34,19
Batang Pisang 48,78
N (%)
3,05
2,08
2,69
C/N rasio kompos
14,97
18,13
16,44
Asam humat (%)
3,84
1,55
2,84
Asam fulvat (%)
6,45
2,82
6,53
Komposisi
Tabel 2 menunjukan bahwa C/N rasio pada ketiga bahan baku yang digunakan saling berbeda. C/N rasio bahan baku ini mempengaruhi lamanya waktu untuk pendegradasian bahan baku dan komposisi kompos yang dihasilkan. Pengomposan yang dilakukan selama 60 hari ternyata mampu menurunkan C/N rasio sehingga berada pada nilai dibawah 20. Pada bahan baku batang pisang, C/N rasionya sangat tinggi dan kurang ideal untuk dibuat kompos karena membutuhkan waktu yang lama untuk mendekomposisi. Namun waktu
30
pengomposan selama 60 hari ternyata cukup mampu merombak bahan baku batang pisang menjadi kompos dengan C/N rasio kompos dibawah 20. Perbedaan C/N rasio setiap kompos sebagai hasil aktivitas bakteri perombak (heterotrof) saling berbeda karena C/N rasio bahan baku yang saling berbeda pula. Bakteri heterotrof merupakan bakteri yang memanfaatkan kandungan karbon pada bahan baku sebagai sumber energi dan nitrogen untuk sintesis protein. C/N rasio kompos merupakan hasil akhir perombakan karbon dan nitrogen bahan baku oleh bakteri.
(Kompos Daun Gamal) (Kompos Daun Avicennia) (Kompos Batang Pisang) Gambar 8. Penampakan Bahan Baku Setelah Dikomposkan Asam humat dan asam fulvat merupakan substansi humus yang terdapat pada kompos disamping humin. Berdasarkan Tabel 3, Nilai asam humat pada kompos daun gamal lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya sedangkan asam fulvat kompos daun gamal dan batang pisang tidak terlalu berbeda jauh. Asam humat dan fulvat pada daun avicennia merupakan yang paling rendah. Kandungan asam humat dan asam fulvat memiliki kemampuan mengadsorpsi logam berat oleh kompos karena gugus fungsi pada kedua substansi tersebut. Hermana dan Nurhayati (2010) menyatakan bahwa substansi humus berupa asam humat dan asam fulvat memiliki kapasitas untuk membentuk kompleks dengan logam melalui pembentukan senyawa kompleks dan chelate. Selain asam humat dan asam fulvat kandungan substansi humus lainnya yaitu humin. Humin merupakan subtansi yang ikut berperan dalam pengikatan logam berat karena pada humin juga terkandung gugus fungsi pengikat logam berat.
31
Minimalisasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Oleh Kompos Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan Atomic Absorben Spectrofotometer (AAS) yaitu sebesar 6,7964 mg/l. Konsentrasi awal Pb pada semua percobaan sama. Hasil yang diharapkan dari percobaan setiap jenis kompos dalam meminimalisasi logam Pb adalah dosis terbaik dalam meminimalisasi logam Pb di air.
Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Daun Gamal Jumlah logam Pb tersisa di air oleh proses minimalisasi kompos daun gamal menunjukan jumlah yang semakin sedikit dengan semakin banyaknya dosis dan semakin lamanya waktu pengamatan (Tabel 4). Tabel 4 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Gamal Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan Konsentrasi Rata-rata Logam Berat Pb Yang Tersisa di Air Pada Dosis Setiap Waktu Pengamatan (mg/l) Kompos (gr/l) 1 Jam 8 Jam 16 Jam 24 Jam a 0 6,7948±0 6,8545±0,1232 6,8326±0,1431 6,8855±0,1089 5b
2,4733±0,3006
0,8531±0,0439
0,6911±0,0379
0,5416±0,0352
9c
0,7254±0,1628
0,2668±0,0647
0,2460±0,0899
0,2082±0,0430
13c
0,4716±0,0728
0,2486±0,0413
0,2608±0,0169
0,2193±0,0453
Keterangan : Huruf superscript yang sama dibelakang jumlah dosis menunjukan tidak berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 4 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb yang tersisa di air oleh proses minimalisasi kompos daun gamal pada setiap dosis dan waktu pengamatan. Grafik ini disajikan pada Gambar 9.
32
Gambar 9
Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Gamal Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan
Percobaan minimalisasi logam berat Pb dengan menggunakan kompos daun gamal menunjukan bahwa kompos daun gamal mampu mengadsorpsi logam berat Pb yang terlihat dari rendahnya logam Pb tersisa di air. Ada kecenderungan bahwa semakin banyak dosis kompos dengan waktu pengamatan yang lebih lama menyebabkan jumlah logam berat Pb yang tersisa semakin sedikit. Berdasarkan uji statistik didapatkan bahwa terdapat perbedaan antar dosis kompos, ada pengaruh waktu pengamatan dan ada interaksi dosis kompos dengan waktu pengamatan dalam proses minimalisasi logam Pb di air. Uji lanjut dengan menggunakan uji duncan menunjukan bahwa dosis kompos 0 gr/l berbeda nyata dengan dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l. Dosis kompos 5 gr/l juga berbeda nyata dengan dosis 9 gr/l dan 13 gr/l. Tetapi dosis kompos 9 gr/l tidak berbeda nyata dengan 13 gr/l. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa dosis kompos daun gamal sebesar 9 gr/l adalah dosis terbaik dalam meminimalisasi logam berat Pb di air. Uji statistik percobaan kompos daun gamal terdapat pada Lampiran 5. Grafik pada Gambar 9 menunjukan bahwa terjadi penurunan jumlah logam berat Pb yang tersisa di air oleh pengaruh dosis dan lamanya waktu pengamatan. Dosis yang berbeda menyebabkan jumlah logam Pb yang tersisa di air juga berbeda. Dosis kompos 0 gr/l (tanpa kompos) merupakan dosis yang menyisakan logam Pb paling tinggi. Dosis 5 gr/l terlihat sedikit lebih tinggi dalam menyisakan logam Pb bila dibandingkan dengan dosis 9 gr/l dan 13 gr/l sedangkan antara
33
dosis 9 gr/l dan 13 gr/l terlihat tidak terlalu berbeda. Perbedaan yang terjadi antar dosis ini menunjukan bahwa jumlah dosis kompos sebagai bahan adsorpsi memberikan berpengaruh terhadap logam Pb tersisa di air. Dosis kompos berpengaruh karena pada dosis yang lebih rendah kandungan substansi humus (asam humat, asam fulvat dan humin) terlalu sedikit untuk dapat mengikat logam Pb di air. Pada dosis 9 gr/l dengan 13 gr/l tidak terlalu berbeda dikarenakan kapasitas maksimum adsorpsi logam Pb sudah terjadi pada dosis 9 gr/l. Berdasarkan grafik 9 terlihat pula bahwa pada setiap dosis kompos, sisa logam Pb di air pada waktu pengamatan 1 jam lebih tinggi dibandingkan waktu pengamatan selanjutnya. Terjadinya hal ini dikarenakan stabilitas adsorpsi Pb oleh gugus fungsi kompos pada waktu pengamatan 1 jam belum terjadi. Seiring dengan waktu pengamatan yang semakin lama, stabilitas adsorpsi semakin tinggi.
Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Daun Avicennia Hasil
percobaan
dengan
menggunakan
kompos
daun
avicennia
menunjukan bahwa terjadi penurunan konsentrasi logam berat pada setiap dosis dan waktu pengamatan yang berbeda ( Tabel 5). Tabel 5 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Avicennia Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan Konsentrasi Rata-rata Logam Berat Pb Yang Tersisa di Air Pada Dosis Setiap Waktu Pengamatan(mg/l) Kompos (gr/l) 1 Jam 8 Jam 16 Jam 24 Jam a 0 6,7948±0 6,8545±0,1232 6,8326±0,1431 6,8855±0,1089 5b
2,8185±1,8229
1,4135±0,4089
1,0087±0,1867
0,8913±0,1874
9b
2,4630±0,7159
0,9854±0,0627
0,8941±0,0559
0,8911±0,0428
13b
3,3674±1,6558
1,3660±0,5467
1,0544±0,3361
0,8660±0,2050
Keterangan : Huruf superscript yang sama dibelakang jumlah dosis menunjukan tidak berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 5 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb yang tersisa di air oleh proses minimalisasi kompos daun avicennia pada berbagai dosis dan waktu pengamatan. Grafik ini disajikan pada Gambar 10.
34
Gambar 10
Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Avicennia Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan
Minimalisasi logam berat Pb pada percobaan dengan menggunakan kompos daun avicennia berdasarkan Tabel 5 didapatkan bahwa logam berat Pb mampu diminimalisasi oleh kompos daun avicennia. Uji statistik menunjukan bahwa terdapat perbedaan antar dosis kompos. Selain itu waktu pengamatan juga berpengaruh namun tidak ada interaksi dosis kompos dengan waktu pengamatan. Uji lanjut dengan menggunakan uji duncan didapatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara dosis kompos 0 gr/l (kontrol) dengan dosis kompos 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l dalam meminimalisasi jumlah logam berat Pb yang tersisa di air. Tetapi dosis kompos 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l tidak berbeda nyata. Bedasarkan uji statistik ini maka dosis kompos daun avicennia yang terbaik dalam meminimalisasi logam berat Pb adalah 5 gr/l. Uji statistik percobaan kompos daun gamal terdapat pada Lampiran 6. Grafik pada Gambar 10 menunjukan bahwa terjadi perbedaan signifikan antara tidak digunakan kompos (dosis 0 gr/l) dengan digunakannya kompos dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l. Pada dosis kompos 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l terlihat tidak terlalu berbeda jumlah Pb tersisa di air terutama pada waktu pengamatan 24 jam. Tidak terjadinya perbedaan ini karena kandungan substansi humus sebagai substansi pengikat logam Pb pada setiap dosis tidak jauh berbeda. Berdasarkan grafik 10 terlihat pula bahwa pada setiap dosis kompos, waktu pengamatan 1 jam
35
lebih tinggi dibandingkan waktu pengamatan 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Terjadinya hal ini karena terkait dengan stabilitas adsorpsi. Pada waktu pengamatan 1 jam, kontak antara logam Pb dengan kompos belum optimal sehingga banyak logam Pb yang tersisa di air dan belum terikat di kompos. Semakin lama berlangsungnya kontak antara kompos dengan logam Pb di air (waktu pengamatan) maka proses adsorpsi logam Pb oleh kompos semakin optimal dan stabil.
Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Batang Pisang Percobaan dengan menggunakan kompos batang pisang ternyata mampu meminimalisasi logam Pb pada media air. Perbedaan dosis dan waktu pengamatan memiliki pengaruh terhadap proses adsorpsi logam berat Pb ( Tabel 6). Tabel 6 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Batang Pisang Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan Konsentrasi Rata-rata Logam Berat Pb Yang Tersisa di Air Pada Dosis Setiap Waktu Pengamatan (mg/l) Kompos (gr/l) 1 Jam 8 Jam 16 Jam 24 Jam a 0 6,7948±0 6,8545±0,1232 6,8326±0,1431 6,8855±0,1089 5b
3,1909±1,1852
1,4500±1,3839
1,5385±0,8195
1,2321±0,5338
9c
0,8672±0,3332
0,3162±0,0396
0,2573±0,0729
0,2462±0,0477
13c
0,5351±0,1671
0,2797±0,0125
0,2457±0,0370
0,2189±0,0171
Keterangan : Huruf superscript yang sama dibelakang jumlah dosis menunjukan tidak berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 6 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb yang tersisa di air oleh proses minimalisasi kompos daun avicennia pada berbagai dosis dan waktu pengamatan. Grafik ini disajikan pada Gambar 11.
36
Gambar 11 Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Batang Pisang Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan Percobaan kompos batang pisang untuk meminimalisasi logam berat Pb di air menunjukan bahwa logam berat Pb mampu diminimalisasi oleh kompos batang pisang. Konsentrasi logam berat Pb di air semakin berkurang seiring dengan semakin banyaknya dosis kompos dengan waktu pengamatan yang lebih lama. Secara statistik terdapat perbedaan antar dosis kompos, waktu pengamatan berpengaruh dan ada interaksi antara dosis kompos dengan waktu penamatan. Uji lanjut dengan menggunakan uji duncan didapatkan bahwa dosis kompos 0 gr/l (kontrol) berbeda nyata dengan dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l. Dosis kompos 5 gr/l juga berbeda nyata dengan dosis 9 gr/l dan 13 gr/l. Tetapi dosis kompos 9 gr/l tidak berbeda nyata dengan 13 gr/l. Dengan demikian maka dosis kompos 9 gr/l adalah dosis kompos batang pisang terbaik dalam meminimalisasi logam berat Pb di air. Uji statistik kompos batang pisang terdapat pada Lampiran 7. Grafik pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa perbedaan dosis dan lamanya waktu pengamatan menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah logam Pb yang tersisa di air. Dosis 0 gr/l (tanpa kompos) menyisakan logam berat Pb di air sangat tinggi dan berbeda nyata dengan dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l. Ini menunjukan bahwa kompos dengan dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l mampu meminimalisasi logam Pb di air. Pada dosis 5 gr/l masih menyisakan logam Pb yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 9 gr/l dan 13 gr/l. Namun dosis 9 gr/l dan 13 gr/l terlihat tidak berbeda nyata. Hal ini berarti dosis 5 gr/l merupakan
37
dosis yang masih terlalu rendah untuk meminimalisasi logam Pb di air. Pada dosis 9 gr/l dan 13 gr/l terlihat bahwa terdapat kapasitas maksimum jumlah kompos dalam meminimalisasi Pb yaitu sebesar 9 gr/l. Berdasarkan grafik 9 terlihat pula bahwa pada setiap dosis kompos, kecenderungan waktu pengamatan yang semakin lama menyebabkan jumlah logam Pb tersisa semakin rendah. Hal ini terkait dengan stabilitas adsorpsi yang dipengaruhi oleh lamanya waktu pengamatan.
Perbandingan Antar Jenis Kompos Dalam Minimalisasi Logam Pb di Air Perbandingan minimalisasi logam Pb antar jenis kompos dilakukan untuk membandingkan dosis kompos terbaik pada setiap jenis kompos. Uji ini untuk melihat apakah terdapat perbedaan antar kompos dalam meminimalisasi logam Pb di air. Uji perbandingan yang digunakan adalah uji t sampel independen. Uji t sampel independen antara jenis kompos daun gamal dosis 9 gr/l dengan kompos daun avicennia dosis 5 gr/l menunjukan terjadi perbedaan antara kedua jenis kompos tersebut. Tetapi uji t sampel independen antara kompos daun gamal dosis 9 gr/l dengan kompos batang pisang dosis 9 gr/l tidak berbeda nyata. Kemudian uji t sampel independen jenis kompos daun avicennia dosis 5 gr/l dengan kompos batang pisang dosis 9 gr/l menunjukan terjadi perbedaan diantara kedua kompos tersebut. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa jenis kompos daun gamal dosis 9 gr/L dan kompos batang pisang dosis 9 gr/l adalah jenis kompos terbaik dalam meminimalisasi logam berat Pb di air. Uji t sampel independen antar jenis kompos daun gamal dosis 9 gr/l, kompos daun avicennia dosis 5 gr/l dan kompos batang pisang dosis 9 gr/l terdapat pada Lampiran 8, 9 dan 10.
Kualitas Air Selama Perlakuan Kompos Kualitas air selama proses adsorpsi logam berat oleh kompos pada saat awal dan akhir menunjukan hasil yang berbeda. Hal ini tergantung dari banyak sedikitnya kompos yang digunakan sebagai bahan adsorpsi logam berat. Pada saat awal sebelum diberikan perlakuan dengan kompos, kualitas air pada semua perlakuan jenis kompos dan dosis kompos adalah sama. Nilai pH pada air saat awal ini rendah yang diakibatkan penggunaan larutan Pb standar yang bersifat
38
asam kedalam air. Tabel 7 menunjukan kualitas air sebelum diberikan perlakuan kompos. Setelah diberikan perlakuan dosis kompos selama 24 jam, kualitas air pada masing-masing jenis kompos dan dosis menunjukan nilai yang saling berbeda (Tabel 8). Tabel 7 Kualitas Air Pada Saat Awal Sebelum Diberikan Perlakuan Kompos pH 3
DO (mg/l) 3,5
TOM (mg/l) 0,5
Ammonia (mg/l) 0
Tabel 8 Kualitas Air Pada Saat Akhir (24 jam) Setelah Perlakuan Kompos Jenis Kompos
Daun Gamal
Daun Avicennia
Batang Pisang
Dosis kompos (gr/l) 0 5 9 13 0 5 9 13 0 5 9 13
Asam Humat (gr/l) 0 0,192 0,3456 0,4992 0 0,0775 0,1395 0,2015 0 0,142 0,2556 0,3692
Asam Fulvat (gr/l) 0 0,3225 0,5805 0,8385 0 0,141 0,2538 0,3666 0 0,3265 0,5877 0,8489
Pb tersisa di air 6,7964 0,5416 0,2028 0,2193 6,8172 0,8913 0,8911 0,8660 6,7675 1,2321 0,2462 0,2128
pH
DO (mg/l)
TOM (mg/l)
Ammonia (mg/l)
3 4,0 5,7 5,7 3 6,0 6,8 7,1 3 4,2 6,8 7,0
3,8 4,1 4,1 4,0 3,9 4,1 4,0 4,0 3,8 3,9 4,0 3,9
0,50 7,15 6,40 6,06 0,50 4,09 7,45 7,67 0,50 8,10 6,42 7,37
0 5 3 0,25 0 0,25 1,5 1,5 0,25 3 0,25 3
Perbandingan antara kualitas air awal dengan akhir perlakuan menunjukan bahwa terjadi perubahan kualitas air akibat perlakuan kompos. Nilai pH pada saat awal dan akhir perlakuan kompos meningkat. Hal ini dikarenakan kompos memiliki kemampuan untuk menaikan pH karena kompos memiliki banyak gugus fungsi negatif yang dapat mengikat ion H+(penyebab pH rendah) pada air. Selain itu ion-ion positif (kation) pada kompos dapat lepas ke air yang dapat meningkatkan pH air. Disisi lain nilai TOM (Total Organic Matter) juga mengalami kenaikan. Kenaikan ini disebabkan karena pada saat akhir perlakuan kondisi air lebih keruh yang diakibatkan bahan organik kompos. Pada komponen ammonia, hampir semua kualitas air pada setiap dosis kompos, nilai ammonia meningkat. Peningkatan ini terjadi karena pengaruh kompos. Secara umum kualitas air saat akhir perlakuan kompos masih layak digunakan untuk pemeliharaan ikan kecuali pada tanpa kompos ( dosis 0 gr/l), kompos daun gamal dosis 5 gr/l dan batang pisang dosis 5 gr/l. Pada kedua dosis kompos ini nilai pH berada dibawah kisaran toleransi ikan lele dumbo (pH<5).
39
Berdasarkan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara Jumlah Pb tersisa di air dengan pH, DO, TOM dan ammonia didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara penurunan Pb di air terhadap pH, DO, TOM dan ammonia. Hal ini menunjukan bahwa Jumlah Pb tersisa di air bukan disebabkan oleh parameter kualitas air tersebut namun oleh peran substansi humus yang terdapat pada kompos. Analisis korelasi pH, DO, TOM dan ammonia dengan Kandungan Pb di air tersaji dalam Lampiran 12, 13, 14, dan 15. Analisis korelasi antar kandungan asam humat dan asam fulvat di kompos dengan kandungan logam Pb di air menunjukan bahwa terdapat hubungan antara asam humat dan asam fulvat dengan kandungan Pb di air. Hal ini menunjukan bahwa asam humat dan asam fulvat berperan dalam proses minimalisasi logam Pb di air. Analisis korelasi asam humat dan asam fulvat dengan kandungan Pb di air tersaji dalam Lampiran 16 dan 17. Pemeliharaan Ikan Proses pemeliharaan ikan dilakukan dengan menggunakan media air yang logam beratnya sudah diadsorpsi oleh kompos selama 24 jam. Proses pemeliharaan ikan dilakukan selama 30 hari menghasilkan kondisi ikan sebagaimana yang terdapat pada Tabel 9. Tabel 9 Kondisi Ikan Selama Proses Pemeliharaan 30 hari Jenis Kompos
Daun Gamal
Daun Avicennia
Batang Pisang
Dosis Kompos (gr/l)
Ratarata pH air
0 5 9 13 0 5 9 13 0 5 9 13
3 4.25 5.6 5.55 3 5.9 6.1 7.2 3 4.45 6.2 6.55
Pb Tersisa di Air (mg/l) 6,7964 0,5416 0,2028 0,2193 6,8172 0,8913 0,8911 0,8660 6,7675 1,2321 0,2462 0,2128
Pb di tubuh Ikan (mg/kg) 0,0646 0,0068 0,0060 0,0073 0,0070 0,0087 0,0730 0,0049 0,0068
Rata-rata Kelangsungan Hidup (%) 0 26,67 93,3 93,3 0 93,3 80 100 0 26,67 100 100
Rata-rata Pertumbuhan Harian (%) 0 7,58 11,07 11,36 0 11,28 11,63 11,17 0 5,46 10,69 11,47
40
Pemeliharaan ikan pada sebagian besar perlakuan menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan yang cukup baik (diatas 75%). Pada air hasil perlakuan tanpa kompos (dosis 0 gr/l), tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhannya adalah yang paling rendah (nol). Hal ini disebabkan karena kualitas pH yang sangat rendah. Selain itu, tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan yang rendah lainnya terdapat pada perlakuan kompos daun gamal dengan dosis 5 gram dan kompos batang pisang dengan dosis 5 gram. Penyebab rendahnya kedua perlakuan ini dikarenakan rendahnya kualitas air yang digunakan (kualitas air awal) untuk memelihara ikan. Rendahnya kualitas air terlihat dari nilai pH awal yang berada jauh dibawah 5. Pada perlakuan yang lain selain perlakuan kompos daun gamal dosis 5 gram dan batang pisang dosis 5 gram, tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan cukup baik (diatas 75%) bahkan ada yang sampai 100%. Hal ini menunjukan bahwa secara prinsip penggunaan kompos sebagai bahan perlakuan untuk mengurangi logam berat di media budidaya tidak terlalu mempengaruhi proses dan hasil kegiatan budidaya ikan. Pengukuran laju pertumbuhan harian pada masing-masing perlakuan menunjukan hasil yang tinggi yang cukup baik. Laju pertumbuhan rendah hanya terdapat pada kontrol yang kelangsungan hidupnya nol, serta perlakuan kompos daun gamal dan batang pisang dengan dosis masing-masing 5 gram. Hal ini menunjukan bahwa laju pertumbuhan harian berkorelasi dengan kelangsungan hidup pada ikan. Berdasarkan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan terhadap Pb tersisa di air dan pH ternyata kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh pH bukan karena Pb tersisa di air. Ada korelasi antara pH dengan kelangsungan hidup sedangkan korelasi antara Pb tersisa dengan kelangsungan hidup tidak terjadi. Pada hubungan antara pH dan Pb tersisa di air dengan laju pertumbuhan ternyata pH dan Pb tersisa di air tidak memiliki hubungan dengan laju pertumbuhan. Terhambatnya laju pertumbuhan dimungkinkan dipengaruhi oleh nafsu makan ikan terhadap pakan yang diberikan. Analisis korelasi antara pH dengan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan, Pb
41
tersisa di air dengan kelangsungan hidup dan pertumbuhan terdapat pada Lampiran 18, 19, 20, dan 21. Selain itu, Jumlah Pb tersisa di air secara keseluruhan masih berada diatas ambang batas maksimum sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP No. 20 tahun 1990). Berdasarkan peraturan tersebut dijelaskan bahwa baku mutu kualitas air untuk peruntukan perikanan pada logam berat Pb adalah 0,03 mg/l. Namun ikan yang dipelihara selama 30 hari pada air tersebut ternyata jumlah konsentrasi Pb yang intrusi kedalam tubuh ikan budidaya nilainya masih berada dibawah ambang batas SNI (Standard Nasional Indonesia). Berdasarkan SNI 7387:2009 dinyatakan bahwa batas maksimum kandungan Pb pada ikan adalah 0,4 mg/Kg. Oleh karena itu penggunaan benih ikan lele dumbo yang dipelihara dengan menggunakan air hasil perlakuan kompos aman untuk digunakan.
Kualitas Air Selama Proses Pemeliharaan Ikan Kualitas air selama pemeliharaan ikan lele dumbo di akuarium menggunakan media air hasil perlakuan kompos menunjukan kisaran parameter yang ditunjukan pada Tabel 10. Tabel 10 Kisaran Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharaan Ikan Jenis Kompos
Daun Gamal
Daun Avicennia
Batang Pisang
Dosis kompos (gr/l)
pH
DO (mg/l)
TOM (mg/l)
Ammonia (mg/l)
0 5 9 13 0 5 9 13 0 5 9 13
3 4,0-4,5 5,5-5,7 5,4-5,7 3 5,8-6,0 5,5-6,7 7,1-7,3 3 4,2-4,7 5,9-6,5 6,1-7,0
3,8-4,0 3,8-4,1 4,0-4,1 3,9-4,0 3,8-3,9 3,8-4,1 4,0-4,1 3,8-4,0 3,8-3,9 3,8-3,9 3,9-4,0 3,8-3,9
0,50-2,30 7,15-7,88 6,40-6,13 6,06-6,21 0,50-2,30 3,94-4,09 5,18-7,45 5,04-7,67 0,50-2,30 6,94-8,10 6,42-9,64 6,28-7,37
1,5 0,25-5 3-5 0,25-5 1,5 0,25-5 1,5-5 0-5 1,5 0,25-3 0,25-5 3-5
Kualitas air selama proses pemeliharaan ikan menunjukan kisaran yang masih dapat ditoleransi oleh ikan lele dumbo untuk hidup kecuali pada beberapa air hasil perlakuan. Air tanpa perlakuan kompos (dosis 0 gr/l) menghasilkan
42
kualitas air yang paling rendah. Disamping itu, air hasil perlakuan kompos daun gamal dan batang pisang dengan dosis 5 gr/l juga memiliki kualitas air terutama pH yang rendah yaitu dibawah 5. Padahal menurut Udeze et al. (2012), kisaran toleransi pH ikan lele dumbo adalah 5 – 10.
Pembahasan Bahan organik dapat disebut sebagai kompos jika telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme dan memenuhi karakteristik diantaranya yaitu warnanya berubah menjadi coklat kehitaman dan berbau tanah serta memiliki C/N rasio 10 – 20 (SNI 19-7030-2004). Pengomposan selama 2 bulan terhadap tiga bahan baku tumbuhan dengan karakteristik dan C/N rasio yang berbeda pada penelitian ini telah berhasil mencapai kondisi kompos yang diharapkan. C/N rasio merupakan perbandingan antara kandungan karbon (C) dan nitrogen (N) pada suatu bahan. Karbon dan nitrogen merupakan unsur yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mendegradasi suatu bahan organik. C/N rasio bahan baku yang ideal untuk pengomposan adalah 20 – 30. Daun gamal pada penelitian ini memiliki C/N rasio bahan baku yang paling rendah dibandingkan yang lainnya yaitu dibawah 20. Bahan baku dengan C/N rasio yang rendah (dibawah 20) pada daun gamal ternyata setelah dikomposkan tidak mengalami penurunan yang signifikan dibawah C/N rasio asal. Disisi lain kandungan C/N rasio bahan baku batang pisang yang sangat tinggi (diatas 30) mampu terdegradasi menjadi kompos sehingga C/N rasionya berada dibawah 20. Penyebab utama terjadinya hal ini karena waktu pengomposan selama 2 bulan merupakan waktu pengomposan yang cukup untuk mendegradasi bahan baku batang pisang tersebut. Disamping itu proses pencacahan dan penambahan bioaktivator EM4 turut pula mempercepat proses pengomposan ini. Bahan baku daun avicennia merupakan bahan baku yang paling ideal untuk pengomposan (C/N rasio 20 – 30). Walaupun demikian C/N rasio kompos daun avicennia yang dihasilkan tidak terlalu rendah. Rudnik
(2008)
menyatakan
bahwa
pada
proses
pengomposan
mikroorganisme sangat berperan penting, diantaranya yaitu : bakteri heterotrof, actinomycetes, fungi, protozoa dan mikroorganisme lainnya. Penambahan bioaktivator berupa EM4 dilakukan dengan tujuan untuk menambah jumlah
43
bakteri yang mendekomposisi bahan baku pada pengomposan. Pada fase mesofilik jumlah bakteri yang mendekomposisi bahan baku cukup tinggi. Selanjutnya seiring dengan proses pengomposan yang mengalami fase termofilik (suhu 45 – 75 oC) banyak mikroorganisme yang mati. Fase pendinginan dan pematangan kompos, C/N rasio kompos menjadi rendah (dibawah 20) yang menyebabkan mikroganisme terutama bakteri banyak pula yang mati dikarenakan sumber energi berupa karbon semakin berkurang jumlahnya. Oleh karena itu, jumlah mikroorganisme pada kompos yang matang sangat sedikit. Selain itu, pada saat perlakuan dengan memasukan kompos kedalam kedalam air yang mengandung logam berat Pb konsentrasi tinggi dan pH air yang sangat rendah, bakteri akan mengalami kematian karena tidak sesuai dengan habitat hidupnya. Kaitannya dengan proses adsorpsi logam berat oleh kompos, bakteri menjadi tidak terlalu berperan dalam pengikatan logam berat namun yang berperan adalah substansi bahan pada kompos. Kompos dapat digunakan untuk meminimalisasi logam berat timah hitam (Pb) dikarenakan memiliki kandungan humus yang mampu mengadsorpsi dan mengikat logam berat dengan cara pertukaran kation, pembentukan ikatan elektrostatik, pembentukan ikatan kompleks dan chelate (Kocasoy dan Guvener 2009; Guo et al. 2008; Wu et al. 2008; ; Hermana dan Nurhayati 2006; Anonim 1991). Selain itu kandungan mineral positif pada padatan kompos juga dapat bertukar dengan kation logam Pb (Hermana dan
Nurhayati 2006). Menurut
Tipping (1991) Kandungan humus terdiri atas substansi non humus dan substansi humus. Substansi non humus terdiri atas : karbohidrat, protein, peptida, asam amino, lemak, lilin dan asam organik dengan berat molekul yang rendah. Sebagian besar substansi ini keberadaannya dalam jangka waktu yang pendek karena masih bisa dan relatif mudah didegradasi oleh mikroorganisme (Schnitzer dan Khan 1978). Lebih lanjut Schnitzer dan Khan (1978) menjelaskan bahwa kondisi sebaliknya terjadi pada substansi humus yang sangat tahan terdegradasi oleh mikroorganisme. Substansi ini memiliki karakteristik penting yaitu mampu membentuk kompleks yang larut dan tidak larut dengan ion logam. Selain itu, Substansi humus juga mempunyai kontribusi dalam pertukaran anion dan kation, kompleks atau chelate dan berperan sebagai pH buffer. Oleh karena itu, pada
44
proses adsorpsi logam berat dengan bahan kompos, substansi humus yang paling berperan pada proses adsorpsinya. Secara umum substansi humus terdiri atas tiga fraksi utama yaitu : asam fulvat, asam humat dan humin. Perbedaan utama antar tiga fraksi ini yaitu kelarutannya dalam beberapa kondisi pH. Asam humat larut dalam kondisi pH yang basa dan tidak larut pada kondisi pH asam. Asam fulvat larut pada kondisi pH basa dan asam sedangkan humin tidak larut pada kondisi semua pH dan sangat tahan terhadap proses degradasi (Tipping 2004). Asam humat, asam fulvat dan humin merupakan substansi yang memiliki struktur sama tapi berbeda dalam hal berat molekul dan elemen serta kadar/jumlah gugus fungsional. Gugus fungsi yang banyak terdapat pada asam humat, asam fulvat dan humin adalah -COOH, OH,-COH dan C=O (Stevenson 1994). Proses adsorpsi logam berat pada media air oleh asam humat, asam fulvat dan humin terjadi dengan cara ion H+ pada gugus-gugus fungsi kedua asam tersebut mengalami deprotonisasi (lepas dari gugus persenyawaannya) sehingga gugus fungsi menjadi bermuatan negatif dan kation logam akan terikat pada gugus fungsi yang bermuatan negatif tersebut (Schnitzer dan Khan 1978). Pada asam humat, kondisi ini akan terjadi bila lingkungan berada dalam kondisi pH yang basa (pH>3) (Stevenson 1994). Penelitian Hermana dan Nurhayati (2010) menunjukan bahwa minimalisasi logam berat Cr3+ dan Hg2+ dengan menggunakan kompos pada media air menyebabkan terjadinya penurunan pH (pH lebih asam). Penurunan pH dapat terjadi karena jumlah ion H+ meningkat di air yang disebabkan oleh terlepasnya ion H+ tersebut dari kompos dan digantikan oleh ion logam. Pada penelitian ini media air mengandung logam Pb yang diberikan perlakuan kompos memiliki nilai pH yang rendah. Perlakuan dengan menggunakan kompos yang mengandung asam humat, fulvat dan humin menyebabkan terjadinya kenaikan pH (ion H+ berkurang). Disisi lain ion logam Pb konsentrasinya juga ikut berkurang di air. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hal ini dapat terjadi. Menurut Antelo et al. (2006) dan Stevenson (1994) pada semua kondisi pH, asam humat, asam fulvat dan humin memiliki muatan negatif. Muatan negatif inilah mengikat dengan ion logam dan ion H+
45
pada media air sehingga ion logam terminimalisasi dan pH meningkat. Selain dikarenakan banyaknya ion negatif pada gugus-gugus fungsi kompos, meningkatnya pH di air juga dapat diakibatkan oleh lepasnya ion-ion positif (kation) yang terdapat pada kompos ke media air sehingga kation tersebut dapat meningkatkan pH di media air. Banyaknya muatan negatif pada ketiga substansi humus ini dikarenakan selama proses pengomposan gugus –COOH, -OH dan –COH sebagian besar akan mengalami proses deprotonisasi. Deprotonisasi yang terjadi selama proses pengomposan disebabkan karena selama proses pengomposan, air ditambahkan untuk mempercepat proses dekomposisi. Penambahan air menyebabkan ion H+ pada substansi humus kompos akan terlepas melalui limbah air (lindi) yang merupakan limbah pengomposan. Noor (2001) yang menyatakan bahwa asam humat dan asam fulvat merupakan substansi yang mudah terlindi. Selain itu seiring dengan kondisi kompos yang semakin matang, maka pH yang terbentuk pada kompos adalah pH basa (6,5 – 7,5). Pada pH basa ion H+ akan mengalami deprotonisasi. Menurut Sparks (2003), bahan organik humus akan bermuatan negatif bila berada pada pH basa dan pH yang lebih besar dari 3. Kondisi pH lingkungan pada tahap akhir pengomposan yang meningkat menyebabkan tingkat muatan negatif humus meningkat karena deprotonasi atau disosiasi H+ dari gugus fungsi. Proses deprotonisasi menyebabkan kompos yang sudah matang memiliki gugus fungsi yang banyak mengandung ion negatif, seperti –COO- dan –O-. Gugus fungsi ini ketika dimasukan kedalam air yang mengandung ion Pb2+ dan pH airnya rendah (ion H+ tinggi), maka gugus fungsi negatif ini akan mengikat ion Pb2+ dan ion H+ karena adanya gaya elektrostatik antar ion. Terikatnya ion terutama ion logam Pb2+ bisa oleh satu atau lebih dari satu gugus fungsi yang bermuatan ion negatif. Ikatan inilah yang disebut sebagai ikatan kovalen koordinasi yang dapat membentuk senyawa kompleks atau chelate. Proses chelate menyebabkan ion logam terikat kuat di kompos dan menyebabkan Pb berkurang. Adsorpsi logam berat pada substansi humin hampir sama dengan yang terjadi pada asam humat. Humin adalah bentuk utama dari bahan organik (Jorge et al. 2005). Noor (2001) menyatakan bahwa humin merupakan fraksi asam humat dan asam fulvat yang telah berubah bentuk umumnya karena kekeringan. Humin
46
Humin sebagaimana asam humat, merupakan senyawa alami yang terkandung dalam kompos yang memiliki gugus-gugus fungsional yang sama dengan gugus fungsional pada asam humat berupa asam karboksilat, fenolat dan hidroksilat. Gugus fungsi ini juga akan mengalami deprotonisasi jika berada pada suasana basa sehingga muatan ion negatif banyak terdapat pada substansi ini. Selain gugus fungsi pada substansi humus, kandungan mineral ion-ion positif yang terdapat pada kompos, seperti : K, Na, Ca, Zn, Mg, Fe dapat mengalami pertukaran dengan ion Pb pada air. Mineral-mineral ini jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan substansi humus (Copperband 2000 dan Chien et al. 2003). Proses pertukaran kation mineral ini terjadi melalui pertukaran antar kation logam berat dengan kation yang lebih ringan pada kompos. Kation Pb2+ yang merupakan ion divalen akan mudah tertukar dengan ion monovalen positif yang terkandung dalam kompos. Kompleks persenyawaan yang terbentuk oleh pertukaran kation ini merupakan kompleks persenyawaan outsphere yang sifat ikatannya lemah (Evangelou 1998). Secara prinsip ion logam dapat bereaksi dan berikatan dengan semua ligan organik yang mengandung ion negatif dengan membentuk senyawa kompleks atau chelate. Namun afinitas yang kuat akan terjadi bila ion logam berpasangan dengan ligan (gugus fungsional pada kompos) yang kompeten dan membentuk chelate. Pasangan logam berat dan ligan yang kompeten didasarkan sifat keras dan lemahnya berdasarkan pada polarisabilitas unsur. Peterson (1963) menyatakan bahwa Pb2+ merupakan logam transisi. Grup logam transisi pada air tawar menurut Sparks (2003) dapat berikatan dengan baik pada hard ligan (-COOH dan -OH). Hanya saja bila terdapat grup logam I (logam keras) seperti H+, Li+, Na+, Cr3+ maka logam transisi akan berkompetisi terhadap grup logam I yang ikatannya lemah. Senyawa-senyawa organik lainnya yang terdapat pada kompos dapat pula berikatan dengan Pb2+ selama senyawa organik tersebut memiliki muatan ion negatif atau muatan ion positif yang lebih rendah dan dapat dipertukarkan. Semakin banyak ion negatif yang terikat pada satu ion Pb maka akan membentuk ikatan kovalen koordinasi atau chelate. Pengikatan antara gugus fungsi substansi humus kompos dengan logam Pb baik secara adsorsi, pertukaran ion, ikatan elektrostatik maupun pembentukan
47
senyawa kompleks dan chelate dapat terjadi melalui peran partikulat ataupun bahan organik terlarut (Dissolved Organic Matter). Kompos yang berbentuk partikulat dan terlarut (Dissolved Organic Matter dan Dissolve Organic Carbon) mengandung substansi humus (asam humat, fulvat dan humin) yang didalamnya terkandung gugus fungsi dan dapat berikatan dengan logam Pb di air. Adsorpsi logam berat oleh kompos diawali dengan adsorpsi secara fisik. partikel-partikel logam yang mendekat ke permukaan kompos melalui gaya Van der Waals atau melalui ikatan hidrogen, kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Pada adsorpsi kimia partikel melekat ke permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat (Atkins, 1999). Penelitian adsorpsi logam berat dengan menggunakan beberapa jenis kompos dengan dosis yang berbeda dalam kondisi yang diaerasi menunjukan hasil yang positif. Logam berat berhasil dihilangkan dengan menggunakan model adsorpsi kompos sebagaimana penelitian yang dilakukan. Percobaan penggunaan kompos daun gamal untuk meminimalisasi logam Pb didapatkan bahwa dosis kompos 9 gr/l adalah dosis kompos terbaik. Pada percobaan kompos daun avicennia, dosis 5 gr/l adalah yang terbaik sedangkan percobaan kompos batang pisang, dosis 9 gr/l adalah yang terbaik. Berdasarkan uji perbandingan antar dosis terbaik pada percobaan masing-masing kompos didapatkan bahwa kompos daun gamal dosis 9 gr/l dan batang pisang dosis 9 gr/l adalah dosis kompos terbaik dibandingkan kompos daun avicennia dosis 5 gr/l. Kompos daun gamal dosis 9 gr/l dan batang pisang dosis 9 gr/l ini lebih baik dalam hal minimalisasi logam Pb disebabkan karena kandungan asam humat dan asam fulvat yang lebih tinggi. Selain itu perbedaan ini dapat terjadi dikarenakan pada kompos daun gamal dan batang pisang jumlah gugus fungsi yang mengandung ion negatifnya kemungkinan cukup tinggi dibandingkan pada kompos daun avicennia. Secara statistik antara jenis kompos daun avicennia berbeda nyata dengan jenis kompos daun gamal dan batang pisang sedangkan kompos daun gamal dan batang pisang tidak berbeda nyata.
48
Berdasarkan komposisi bahan baku, daun avicennia merupakan jenis bahan baku yang cukup ideal untuk dikomposkan karena C/N rasio bahan bakunya berada pada rentang 20 – 30. Berbeda dengan dengan bahan baku daun gamal yang terlalu rendah (dibawah 20) dan batang pisang yang terlalu tinggi (diatas 30). C/N rasio bahan baku yang ideal akan memudahkan kerja mikroorganisme terutama bakteri heterotrof dalam mendegradasi bahan baku menjadi kompos. Namun walaupun bahan baku kompos daun avicennia merupakan bahan baku yang ideal untuk dikomposkan, kandungan akhir berupa kompos yang mengandung asam humat dan asam fulvat pada kompos avicennia adalah yang paling rendah. Inilah penyebab kompos avicennia bukan kompos terbaik bila dibandingkan dengan kompos daun gamal dan batang pisang yang asam humat dan asam fulvatnya lebih tinggi. Faktor yang menyebabkan rendahnya kandungan asam humat dan fulvat pada kompos avicennia ini terkait dengan waktu pengomposan dan aktivitas mikroorganisme. Adsorpsi logam berat akan lebih cepat bila terjadi kontak langsung antara ion logam dengan bahan pengadsorpsi (adsorban). Kontak langsung ini menyebabkan ion logam bersentuhan dan berdekatan dengan adsorban sehingga jaraknya menjadi dekat. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan aerasi bertujuan untuk mempercepat waktu kontak antara ion logam Pb dengan kompos. Selama proses aerasi, dilakukan pengamatan pada selang waktu tertentu untuk melihat sejauhmana perkembangan adsorpsi logam berat oleh kompos pada setiap waktu. Minimalisasi logam berat Pb pada semua jenis kompos berdasarkan waktu pengamatan diketahui bahwa semakin lama waktu pengamatan, maka jumlah logam berat yang tersisa di air semakin rendah. Hal ini berarti semakin banyak logam Pb yang diikat oleh kompos. Namun ada kecenderungan bahwa kompos memiliki kapasitas maksimal dalam mengadsorpsi logam berat (binding capacity) sehingga walaupun waktu pengamatan aerasi yang semakin lama, jumlah logam berat yang terminimalisasi tidak terlalu berbeda jauh dengan waktu pengamatan sebelumnya. Waktu pengamatan 1 jam pada semua perlakuan, logam berat sudah bisa terserap pada kompos. Namun adsorpsi yang optimal terjadi pada waktu pengamatan 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Model penghilangan logam berat dengan menggunakan aerasi sangat aplikatif pada kegiatan akuakultur. Pada kegiatan
49
akuakultur yang memanfaatkan sumber air dari perairan umum, sebelum air digunakan untuk kegiatan budidaya maka air terlebih dahulu diberikan perlakuan yang salahsatunya dengan pemberian aerasi. Hal terpenting dalam adsorpsi logam berat di air adalah kualitas air yang dihasilkan masih berada pada kisaran kehidupan bagi organisme budidaya. Penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa air yang diberikan perlakuan kompos mampu menghasilkan kualitas air sesuai dengan habitat hidup ikan lele dumbo kecuali pada perlakuan jenis kompos daun gamal dan batang pisang yang masing-masing dosisnya 5 gram. Rendahnya kualitas air pada kedua perlakuan ini terlihat dari nilai pH yang sangat rendah berada dibawah 5 (pH=3). Bila dihubungkan dengan kenyataan lapangan, banyak perairan yang terbentuk akibat kegiatan penambangan memiliki kandungan logam berat yang tinggi dan pH yang rendah. Kompos merupakan pH buffer. Penggunaan kompos ternyata maupun menaikan pH pada air. Hal ini terjadi karena ion H+ terikat oleh gugus fungsi yang bermuatan ion negatif pada kompos. Kompos memiliki banyak gugus bermuatan negatif dikarenakan pada proses pengomposan, suasana basa yang terbentuk menyebabkan ion H+ pada kompos terlepas. Selain dikarenakan gugus fungsi yang bermuatan negatif, pH pada air meningkat dapat diakibatkan oleh lepasnya ion-ion positif (kation) yang terdapat pada kompos ke air sehingga kation tersebut dapat meningkatkan pH media air. Pada perlakuan kompos daun gamal dan batang pisang yang masingmasing dosisnya 5 gram, pH air sangat rendah dibandingkan dengan yang lain. Ini terjadi karena jumlah gugus-gugus fungsi bermuatan negatif pada kompos lebih sedikit dan terjadi kompetisi dengan ion Pb2+ di air. Ion Pb2+ mungkin lebih banyak terikat pada gugus fungsi ion negatif kompos daripada ion H+. Hal ini dapat terjadi karena menurut Sparks (2003), Kompetisi pengikatan terjadi antara ion H+ (ikatannya lemah) dengan Pb2+. Pembuktian kesesuaian kualitas air hasil perlakuan kompos terhadap habitat hidup ikan dan logam berat yang tersisa tidak terakumulasi di tubuh ikan, maka dilakukan pemeliharaan benih ikan lele dumbo pada air tersebut. Tingginya tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan pada sebagian besar ikan yang dipelihara menunjukan bahwa kualitas air masih sesuai untuk budidaya ikan.
50
Kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan yang rendah terjadi pada perlakuan jenis kompos daun gamal dan batang pisang dengan dosis 5 gram. Hal ini sejalan dengan rendahnya kualitas air pada kedua perlakuan tersebut. Kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan pada perlakuan yang kompos yang lainnya menunjukan bahwa ikan bisa hidup pada kondisi air hasil treatment. Logam Pb yang masih tersisa di air hasil minimalisasi
dengan
menggunakan kompos sangat rendah. Kompos mampu menurunkan konsentrasi logam berat dari 6,7964 mg/l hingga mencapai nilai terendah hanya 0,2 mg/l (3 % tersisa). Konsentrasi ini ternyata masih diatas ambang batas baku mutu kualitas air untuk perikanan yaitu sebesar 0,03 yang ditetapkan oleh pemerintah. Walaupun demikian, pemeliharaan ikan pada konsentrasi logam berat tersebut ternyata jumlah logam berat yang intrusi kedalam tubuh ikan pada semua perlakuan sangat rendah. Konsentrasi logam berat di tubuh ikan ini masih jauh dibawa ambang batas yang ditetapkan oleh SNI (SNI 7387:2009). Penggunaan beberapa jenis kompos dengan dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l mampu meminimalisasi logam berat Pb walaupun masih diatas baku mutu. Kondisi ini dapat terjadi karena konsentrasi logam Pb di air yang sangat tinggi (6,7964 mg/l). Walaupun demikian berdasarkan hasil yang didapatkan, konsentrasi logam berat Pb terendah yang tersisa cenderung stagnan pada kisaran 0,2 mg/l dengan waktu aerasi 24 jam. Hal ini dapat terjadi karena kompos mengalami titik kejenuhan pada adsorpsi logam berat dengan waktu aerasi tersebut. Metode yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan proses adsorpsi kompos secara
berulang. Caranya yaitu kompos
digunakan untuk mengadsorpsi logam berat selama 24 jam selanjutnya diganti dengan kompos baru untuk mengadsorpsinya.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan sebagai berikut : 1. Kompos mampu meminimalisasi logam berat timah hitam (Pb) pada media budidaya ikan sebesar lebih dari 80 %, tetapi jenis kompos daun gamal dan batang pisang dengan dosis masing-masing 9 gr/l lebih efektif meminimalisasi logam berat Pb sebesar lebih dari 96 %. 2. Kompos memiliki kapasitas yang cukup tinggi dalam meminimalisasi logam Pb yaitu 1 gram kompos per 1 liter media budidaya mampu meminimalisasi logam Pb sebesar 0,73 miligram pada kondisi air yang diaerasi 24 jam. 3. Penggunaan kompos mampu meningkatkan nilai pH media air budidaya sehingga tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan harian ikan tinggi. 4. Minimalisasi logam Pb dengan menggunakan kompos pada waktu pengamatan 1 jam menyisakan logam Pb yang sangat rendah yaitu 0,07 mg/l – 1,8 mg/l. Efisiensi proses minimalisasi logam Pb dapat dilakukan secara bertingkat yaitu dengan memasukan kompos kedalam media air selama 1 jam yang selanjutnya kompos diangkat dan dimasukan lagi kompos yang baru selama 1 jam.
SARAN 1. Kolong sebagai media budidaya ikan yang mengandung logam berat timah hitam sebaiknya diberikan perlakuan kompos untuk meminimalisasi logam berat tersebut dan menjamin keamanan produk akuakultur. 2. Perlu
penelitian
lebih
lanjut
tentang
penggunaan
meminimalisasi jenis logam berat yang lainnya di kolong.
kompos
dalam
52
DAFTAR PUSTAKA Agarwal H, Sharma D, Sindhu SK, Tyagi S, Ikram S. 2010. Removal of mercury from wastewater use of green adsorbents - a review. EJEAFChe 9: 15511558. Ahmed MS, Bibi S. 2010. Uptake and bioaccumulation of water borne lead (Pb) in the fingerlings of a freshwater cyprinid, Catla catla L. The Journal of Animal and Plant Sciences 20(3): 201-207. Aiken GR, McKnight DM, Wershaw RL, MacCarthy P. 1985. Humic Substances in Soil, Sediment, and Water. John Wiley & Sons Aminah S, Soedarsono GB, Sastro Y. 2003. Teknologi Pengomposan. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. [Anonim]. 1991. Kimia Tanah. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Antelo J et al. 2006. Adsorption of humic acid at the surface of Goethie and its competitive interaction with phosphat. Gederma, Argentina. Anwar, J et al. 2010. Removal of Pb(II) and Cd(II) from Water by adsorption on peels of banana. Biosource Technology 1010: 1752-1755. Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga. Babel S, Kurniawan TA. 2002. Low-cost adsorbents for heavy metals uptake from contaminated water: a review. Journal of Hazardous Materials B97: 219243. Chen YC, Chen MH. 2001. Heavy metal concentrations in nine species of fishes caught in coastal waters off Ann-Ping, S.W. Taiwan. Journal of Food and Drug Analysis 9: 107-114. Chien SWC, Huang CC, Wang MC. 2003. Analytical and spectroscopic characteristics of refuse compost-derived humic substances. International Journal of Applied Science and Engineering 1 : 62-71. Chien SWC, Wang MC, Huang CC. 2006. Reactions of compost-derived humic substances with lead, copper, cadmium, and zinc. Chemosphere 64: 1353-1361. Cooperband LR. 2000. Composting: Art and science of organic waste conversion to a valuable soil resource. Laboratory Medicine 31 (6):283-290.
53
Copperband L. 2002. The Art and Science and Science of Composting. Madison: Center for Integrated Agricultural Systems. Cornell, DW, Miller GJ. 2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI Press. Jakarta. Diaz LF, Bertoldi M, Bidlingmaier W, Stentiford E, editor. 2007. Compost Science and Technology. Ed ke 25-48. Elsevier Ltd. Djuarnani N, Kristian, Setiawan BS. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta. Effendi MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama. [EPA] Environmental Protection Agency. 1997. Innovative uses of compost bioremediation and pollution prevention. EPA 530. Evangelou VP. 1998. Environmental Soil and Water Chemistry : Principles and Applications. Kanada: John Wiley and Sons, Inc. Eviati, Sulaeman. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian Tanah. Fu F, Wang Q. 2011. Removal of heavy metal ions from wastewaters: a review. Journal of Environmental Management 92: 407 - 418. Garces DMC, Cano AF, Arocena JM. 2008. Dissolved organic carbon and metals release in amanded mine soils. Macla 10 : 115-117. Giannis A, Nikolaou A, Pentari D, Gidarakos E. 2009. Chelating agent-assisted electrokinetic removal of cadmium, lead and copper from contaminated soils. Environmental Pollution 157: 3379-3386. Guo M, Chorover J. 2003. Transport and fractionation of dissolved organic matter in soil columns. Soil Science 168 (2) : 108-118. Guo X, Zhang S, Shan XQ. 2008. Adsorption of metal ions on lignin. Journal of Hazardous Materials 151: 134–142. Hadiat, Moedjadi, Kertiasa N, Sukarno, Soepomo S. 2004. Kamus Sains. Jakarta: Balai Pustaka. Hanafiah, MAKM, Ngah WS, Zakaria H, Ibrahim SC. 2007. Batch study of liquid-phase adsorption of lead ions using lalang (Imperata cylindrica) Leaf Powder. Journal of Biological Sciences 7: 222-230.
54
Hartemink AE, Sullivan JNO. 2001. Leaf litter decomposition of Piper aduncum, Gliricidia sepium and Imperata cylindrica in the humid lowlands of Papua New Guinea. Plant and Soil 230 : 115-124. Heldt HW, Piechulla B. 2011. Plant Biochemistry. Ed ke-4. USA: Elselvier. Henny C, Susanti E. 2009. Karakteristik limnologis kolong bekas tambang timah di Pulau Bangka. Limnotek 26: 119-131. Hermana J, Nurhayati E. 2006. Potensi kompos sebagai media penukar ion untuk mereduksi logam berat dalam air limbah. Jurnal Purifikasi 7: 169-174. Hermana J, Nurhayati E. 2010. Removal of Cr3+ and Hg2+ using compost derived from muncipal solid waste. sustain. Environ. Res 20: 257-261. Huet M. 1971. Textbook of Fish Culture, Breeding, and Cultivation of Fish. London: Fishing News (Books) Ltd. Hutagalung HP, Setiapermana D, Riyono SH. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Jakarta: Puslitbang Oseanologi LIPI. Insam, H., and M., de Bertoldi, 2007. Microbiology of composting process. Didalam : Diaz LF, Bertoldi M, Bidlingmaier W, Stentiford E, editor. Compost Science and Technology. Ed ke 25-48. Elsevier Ltd. Joker D. 2002. Gamal (Gliricidia sepium). Bandung: Indonesia Forest Seed Project. Jorge et al. 2005. Flow rate and interference studies for copper binding to a silicaimmobilized humin polymer matrix: column and batch experiments. Bioinorganic chemistry and applications (3): 1-14. Khan MS, Zaidi A, Goel R, Musarrat J. 2011. Bionagement of MetalContaminated Soils. New York: Springer. Kordi MGHK, Tancung AB. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Jakarta : Rinneka Cipta. Kucasov G, Guvener Z. 2009. Efficiency of compost in the removal of heavy metals from the industrial wastewater. Environ Geol 57: 291-296. Leston JG, Mendez J, Passaro E, Laffon B. 2010. Genptoxic effect of lead: an updated review. Environmental International 36(6): 623-636. Li K, Fu S, Zhan H, Zhan Y, Lucia LA. 2010. Analysis of the chemical composition and morphological structure of banana pseudostem. BioResources 5 (2), 576-585.
55
Liu A, Gonzalez RD. 2000. Modeling adsorption of copper(II), cadmium(II) and lead(II) on purified humic acid. Langmuir 16: 3902-3909. Lu XQ, Johnson WD. 1997. The reaction of aquatic humic substances with copper (II) ions: an ESR study of complexation. The science of the total environment 203: 199-207. Lupa L, Lovi A, Negrea P, Negrea A, Radu I. 2005. Studies concerning the heavy metals removal from residual waters resulted from thermal zinc coating. Chem. Bull 50: 104 – 107. Mager EM, Grossel M. 2011.Effects of acute and chronic waterborne lead exposure on the swimming performance and aerobic scope of fathead minnows (Pimephales promelas). Comparative Biochemistry and Physiology, Part C 154 : 7-13. Matjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor : IPB Press. Muhammad F. 2011. Sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia pada Acara Temu Koordinasi Pemantapan Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Perikanan Budidaya. http://www.kkp.go.id/ index.php/arsip/c/3831/Sambutan-Menteri-Kelautan-dan-PerikananRepublik-Indonesia-Pada-Acara-Temu-Koordinasi-PemantapanPelaksanaan-Kegiatan-Pembangunan-Perikanan-Budidaya/? [13 Oktober 2012]. Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Welands International Indonesia Programme. Noor M, 2001. Pertanian Lahan Gambut, Potensi dan Kendala. Jakarta : Kanisius Olaifa FE, Olaifa AK, Lewis OO. 2003. Toxic stress of lead on Clarias gariepinus (African catfish) fingerlings. African Journal of Biomedical Research 6 : 101-104. Olayinka OK, Oyedeji OA, Oyeyiola OA. 2009. Removal of chromium and nickel ions from aqueous solution by adsorption on modified coconut husk. African Journal of Environmental Science and Technology 3: 286-293. Osman HE, Badwy RK, Ahmad HF. 2010. Usage of some agricultural byproducts in the removal of some heavy metals from industrial wastewater. Journal of Pathology 2: 51-62. Pearson RG. 1963. Hard and soft acids and bases. Journal of The American Chemical Society 85 (3): 3533-3540.
56
Plaza C, Brunetti G, Senesi N, Polo A. 2006. Molecular and Quantitative analysis of metal ion binding to humic acids from sewage sludge and sludgeamended soils by fluorescence spectroscopy.Environ.Sci.Technol 40: 917-923. Rao RG et al. 1994. Carbon, nitrogen contents and stable carbon isotope abundance in mangrove leaves from an east African coastal lagoon (Kenya). Aquatic Botany 47: 175-183. Royce WF. 1973. Introduction of Fishery Science. New York : Academic Press. Rudnik E. 2008. Compostable Polymer Materials. New York : Elselvier. Schnitzer M, Khan SU, editors. 1978. Soil Organic Matter. New York: Elselvier Scientific Publishing Company. Shafrudin D, Yuniarti, Setiawati M. 2006. Pengaruh kepadatan benih ikan lele dumbo (Clarias sp.) terhadap produksi pada sistem budidaya dengan pengendalian nitrogen melalui penambahan tepung terigu. Jurnal Akuakultur Indonesia 5(2): 137-147. Simamora S, Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: AgroMedia. [SNI] Standar Nasional Indonesia 19-7030-2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional (BSN). [SNI] Standar Nasional Indonesia 7387:2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional (BSN). [SNI] Standar Nasional Indonesia 2354.5:2011. Penentuan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Produk Perikanan. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional (BSN). Sparks DL, 2003. Environmental Soil Chemistry. London: Academic Press Elselvier. Srivastava NK, Majumder CB. 2008. Novel biofiltration methods for the treatmenr of heavy metals from industrial wastewater. J. Hazard. Mater (151): 1-8. Steinberg CWE, Meinelt T, Timofeyev MA, Bittner M, Menzel R. 2008. Humic Substances. Part 2: Interactions with Organisms. Environ Sci Pollut Res Int 15: 128–135. Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry. USA: John Wiley dan Sons.
57
Stoffella PJ, Kahn BA. 2001. Compost Utilization in Horticultural Cropping System. US: CRC Press. Sutrisno R. 2011. Perbaikan Kinerja Produksi Biogas dari Bahan Baku Limbah Batang Pisang dengan Proses Hidrolisis dan Kotoran Sapi.(Tesis) : Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tan KH. 1994. Environmental Soil Science. New York: Marcel Dekker, Inc. Tan KH. 1998. Principles of Soil Chemistry. USA : Marcel Dekker Inc. Tate RL. 1987. Soil Organic Matter. USA: John Wiley dan Sons. Tipping E. 2004. Cation Binding by Humic Substances. UK: Cambridge University Press. Udeze AO et al.. 2012. The Effect of Escherichia coli on Catfish (Clarias gariepinus). Report and Opinion (4) : 36-42. Valls RG, Hatton TA. 2003. Metal ion complexation with lignin derivatives. Chemical Engineering Journal 94: 99–105. Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. London: Chapman dan Hall. Widowati W, Sastiono A, Jusup RR. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta: Andi Publisher. Wright AL, Provin TL, Hons FM, Zuberer DA, White RH. 2005. Copper(II) binding to dissolved organic matter fractions in municipal solid waste incinerator bottom ash leachate. Hortscinece 40 : 830-835. Wu Y, Zhang S, Guo X, Huang H. 2008. Adsorption of chromium(III) on lignin. Bioresource Technology 99: 7709–7715. Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
56
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Kompos 1.
Penyiapan alat dan bahan berupa wadah berupa karung plastik berkapasitas sekitar 50 kg, bahan baku tumbuhan (daun avicennia, batang pisang dan daun gamal), EM4, gula dan dedak.
2.
Dipotong-potong/dicincang-cincang bahan baku kompos hingga menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
3.
Dibuat starter EM4 dengan cara memasukan gula, EM4 dan air kedalam ember kemudian dilakukan pengadukan.
4.
Diambil sebagian bahan baku kompos yang sudah dipotong kecil-kecil diletakkan secara memanjang (ditebar) dengan panjang penebaran ± 1 – 1,5 m dan ketebalan ± 2 – 3 cm di lantai, ditaburkan diatas bahan baku tersebut dengan dedak hingga menutupi bahan baku kompos tersebut. Selanjutnya disiram secukupnya dengan starter EM4. Setelah itu, diletakkan lagi sebagian kompos diatasnya, disiram lagi dengan starter EM4 secukupnya dan ditaburkan dedak. Begitu seterusnya hingga bahan baku kompos habis.
4.
Setelah itu dimasukkan kedalam karung plastik.
5.
Setiap hari dipantau suhunya dan dibolak-balik kompos tersebut.
6.
Masukan air apabila suhu terlalu tinggi dan kelembaban berkurang.
7.
Jika kompos sudah berwarna kehitaman dengan tekstur seperti tanah berarti indikasi awal kompos sudah matang.
8.
Selanjutnya analisis di laboratorium untuk membuktikan tingkat kematangan kompos.
59
Lampiran 2. Prosedur Uji Kandungan C dan N pada Kompos A. Prosedur uji kandungan C 1.
Ditimbang 1 g sampel, kering udara, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml, sediakan juga untuk penetapan blanko
2.
Ditambahkan padanya 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N
3.
Ditambahkan 20 ml asam sulfat pekat
4.
Digoyangkan dan dinginkan campuran di atas papan asbes selama 30 menit
5.
Ditambahkan lagi berturut-turut 200 ml akuades, 5 ml asam fosfat pekat (85%) dan 1 ml larutan difenilamin
6.
Blanko dan sampel masing-masing dititrasi dengan larutan FeSO4 1 N, sampai warna hijau
7.
Ditambahkan lagi 0,5 ml larutan K2Cr2O7 1 N, titrasi kembali dengan larutan FeSO4 1 N sampai timbul kembali warna hijau
B. Prosedur uji kandungan N 1.
Ditimbang 0,5 g sampel kering udara, masukkan ke dalam sebuah tabung reaksi mikro, siapkan juga untuk blanko
2.
Untuk koreksi berat, tetapkan juga kadar air sampel
3.
Kepada sampel dan blanko masing-masing tambahkan berturut-turut: 1 g campuran selenium, 2,5 ml asam sulfat pekat
4.
Dipanaskan pada penangas listrik khusus mula-mula pada suhu rendah perlahan-lahan suhu dinaikkan hingga terbentuk suspensi putih
5.
Setelah destruksi selesai, tabung diangkat dan didinginkan
6.
Dipindahkan suspensi sampel ke dalam labu alat destilasi secara kuantitatif
7.
Ditambahkan 2–3 tetes indikator Fenolfthalein 1%, 5 ml larutan NaOH 50% hingga warna suspensi sampel berubah jadi merah
8.
Destilat ditampung dengan larutan larutan asam boraks 3% dalam sebuah labu erlenmeyer
9.
Diencerkan dengan akuades kira-kira 15 ml agar ujung pipa gelas tercelup ke dalam larutan asam boraks
10. Dilakukan destilasi selama 15 menit, destilat dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N hingga terbentuk larutan berwarna merah jambu
60
Lampiran 3. Prosedur Uji Kandungan Logam Berat Pb dengan Menggunakan AAS Thermostat type Ice 3000 Series (berdasarkan panduan manual AAS thermostat type Ice 3000 series) 1. Disiapkan larutan Pb Standar sebanyak 6 konsentrasi yaitu 0 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm 2. Dipasang lampu untuk Pb yang akan digunakan. 3. Dinyalakan komputer, AAS, software SOLAAR pada komputer serta gas asetilen (0,62 bar), udara dari kompresor (2 bar) dan N20 (2,75 bar). 4. Diatur (disetting) metode pada software SOLAAR di komputer: - Ditekan tombol Method untuk membuka lembar kerja. - Diklik kanan pada baris kedua untuk menampilkan menu sequence lalu pilih insert action. - Dipilih Sample (s) dan dimasukan jumlah sampel yang telah disiapkan pada kotak Number of Samples. - Diklik OK untuk kembali ke halaman property sequence. - Diatur parameter method analisa umum dengan cara dipilih Technique Flame, ditekan tombol New untuk membuat sebuah method baru dan tabel periodik akan muncul. - Dipilih elemen Pb yang akan dianalisa, klik OK. - Diketik nama Method untuk Method analisa. - Diklik Sequence Tab untuk menampilkan halaman property sequence method - Keempat actions sample ditampilkan dibaris kedua sampai kelima dan secara default solution akan diberi nama sample ID 1, sample ID2 dan seterusnya. - Diklik sample details untuk menampilkan kotak dialog sample details, diklik OK dan kembali ke halaman property sequence. - Diklik tab spectrometer untuk menampilkan halaman property spectrometer - Dipastikan measurement mode terpilih Absorption. - Dipilih background Correction D2 Quadline atau OFF. - Ditampilkan method flame parameter dengan cara diklik tab Flame. - Direview parameter standard.
61
- Diatur Parameter Calibration dengan cara diklik tab Calibration. - Dipastikan bahwa Method Calibration adalah Normal Linear Least Square Fit. - Dipastikan kolom Concentration Units adalah mg/l. - Diatur jumlah deret standard. - Dimasukan konsentrasi standard master ( 0 , 2, 4, 6, 8, 10 ppm). 5. Setelah diatur Method di komputer, instrument siap untuk melakukan analisis. 6. Di Set up optik dengan menekan tombol set up otic. 7. Dibiarkan lampu dan instrument stabil setidaknya 10 menit. 8. Dibuka jendela result untuk melihat hasil analisa. 9. Dibuka jendela signal untuk memonitor signal absorbansi. 10. Ditekan tombol analyse untuk memulai analisa 11. Diikuti petunjuk yang muncul pada layar 12. Setelah selesai analisa akan muncul jendela pemberitahuan. Tekan OK.
62
Lampiran 4. Analisis Kandungan Pb pada Daging Ikan Lele Dumbo (Berdasarkan SNI 2354:5:2011) (A) Preparasi sampel daging ikan (dengan cara destruksi basah menggunakan microwave) 1. Ditimbang contoh basah sebanyak 2 g atau contoh kering sebanyak 0,2 g – 0,5 g ke dalam tabung sampel (vessel) kemudian dicatat beratnya (W). 2. Untuk kontrol positif (spiked 0,1 mg/kg), ditambahkan masing – masing 0,2 ml larutan standar Pb 1 mg/l atau larutan standar Pb dan Cd 200 µg/l sebanyak 1 ml ke dalam contoh kemudian di vortex. 3. Ditambahkan secara berurutan 5 ml – 10 ml HNO3 65% dan 2 ml H2O2. 4. Dilakukan destruksi dengan mengatur program microwave (sesuaikan dengan microwave yang digunakan). 5. Dipindahkan hasil destruksi kelabu takar 50 ml dan tambahkan larutan matrik modifier, tepatkan sampai tanda batas dengan air deionisasi. (B) Pembacaan kurva kalibrasi dan contoh pada AAS 1. Disiapkan larutan standar kerja Pb masing – masing minimal 0 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm. 2. Dibaca larutan standar kerja, contoh dan spiked pada alat spektrofotometer serapan atom (AAS) graphite furnace pada panjang gelombang 283,3 nm.
(C) Penghitungan
D
E V W 1000
Keterangan : D = Konsentrasi contoh mg/l dari hasil pembacaan AAS E = Konsentrasi blanko contoh mg/l dari hasil pembacaan AAS V = Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml), harus diubah ke dalam satuan liter. W = Berat contoh (mg)
63
Lampiran 5. Analisis SPSS Rancangan Percobaan Dengan Pengamatan Berulang (RAL dalam waktu) pada Kompos Daun Gamal a. Data logam berat tersisa di air oleh penyerapan kompos daun gamal (dalam satuan mg/l) 1 jam 6.7967 6.7997 6.7880
Waktu pengamatan 8 jam 16 jam 6.7652 6.7988 6.8032 6.9896 6.9952 6.7093
24 jam 6.7724 6.9898 6.8944
1 2 3
2.3570 2.2483 2.8147
0.8553 0.8082 0.8959
0.6987 0.6500 0.7246
0.5761 0.5057 0.5430
9
1 2 3
0.7120 0.8945 0.5698
0.2535 0.3371 0.2098
0.1951 0.3498 0.1931
0.1932 0.2567 0.1747
13
1 2 3
0.4785 0.5407 0.3956
0.2540 0.2869 0.2049
0.2412 0.2708 0.2703
0.2676 0.2125 0.1777
Dosis kompos (gr/l)
Ulangan
0
1 2 3
5
b. Uji normalitas
Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov menunjukan bahwa hampir semua data menyebar tidak normal karena nilai Signifikasi < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk uji F (Anova). Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data logam berat tersisa di air oleh penyerapan kompos daun gamal dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : Sin X
64
d. Uji normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikasi > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan uji F (Anova). e. Tabel ANOVA
Nilai signifikasi dosis kompos < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antar dosis kompos dalam meminimalisasi jumlah logam berat Pb yang tersisa di air.
- Nilai signifikasi waktu pengamatan (linear) < 0,05. Hal ini berarti bahwa dengan waktu pengamatan aerasi yang berbeda, maka jumlah logam berat yang tersisa di air juga berbeda signifikan (waktu berpengaruh)
65
- Nilai signifikasi waktu pengamatan dan dosis kompos < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa dengan waktu pengamatan dan dosis kompos yang berbeda, maka jumlah logam berat tersisa di air juga berbeda signifikan (ada interaksi dosis kompos dan waktu) f. Uji lanjut (Uji Duncan)
Berdasarkan Uji Duncan didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara dosis kompos 0 gr/l dengan 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l serta dosis kompos 5 gr/l dengan 9 gr/l dan 13 gr/l. Tetapi dosis kompos 9 gr/l tidak berbeda nyata dengan 13 gr/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dosis kompos daun gamal 9 gr/l merupakan dosis kompos terbaik.
66
Lampiran 6. Analisis SPSS Rancangan Percobaan Dengan Pengamatan Berulang (RAL dalam waktu) pada Kompos Daun Avicennia a. Data logam berat tersisa di air oleh penyerapan kompos daun avicennia (dalam satuan mg/l) 1 jam 6.7967 6.7997 6.7880
Waktu pengamatan 8 jam 16 jam 6.7652 6.7988 6.8032 6.9896 6.9952 6.7093
24 jam 6.7724 6.9898 6.8944
1 2 3
4.7774 1.1719 2.5061
1.8477 1.0358 1.3571
0.8439 0.9708 1.2115
0.6808 0.9532 1.0399
9
1 2 3
2.6650 3.0562 1.6678
0.9912 1.045 0.9200
0.8645 0.9586 0.8592
0.8422 0.9213 0.9099
13
1 2 3
1.6620 4.9687 3.4716
1.1761 1.9824 0.9396
1.0795 1.3773 0.7065
1.0325 0.9286 0.6370
Dosis kompos (gr/l)
Ulangan
0
1 2 3
5
b. Uji normalitas
Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov menunjukan bahwa hampir semua data tidak menyebar normal karena nilai Signifikasi < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk uji F (Anova). Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data logam berat tersisa di air oleh penyerapan kompos daun gamal dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : Cos X
67
d. Uji normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikasi > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan uji F (Anova). e. Tabel ANOVA
Nilai signifikasi dosis kompos < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antar dosis kompos dalam meminimalisasi jumlah logam berat Pb yang tersisa di air.
- Nilai signifikasi waktu pengamatan (linear) < 0,05. Hal ini berarti bahwa dengan waktu pengamatan aerasi yang berbeda, maka jumlah logam berat yang tersisa di air juga berbeda signifikan (waktu berpengaruh).
68
- Nilai signifikasi waktu pengamatan dan dosis kompos > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa dengan waktu pengamatan dan dosis kompos yang berbeda, maka jumlah logam berat tersisa di air tidak berbeda signifikan (tidak ada interaksi dosis kompos dan waktu pengamatan)
f. Uji lanjut (Uji Duncan)
Berdasarkan Uji Duncan didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara dosis kompos 0 gr/l dengan 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l Sedangkan dosis kompos 5 gr, 9 gr/l, 13 gr/l tidak saling berbeda nyata. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dosis kompos daun avicennia 5 gr/l merupakan dosis kompos terbaik.
69
Lampiran 7. Analisis SPSS Rancangan Percobaan Dengan Pengamatan Berulang (RAL dalam waktu) pada Kompos Batang Pisang a. Data logam berat tersisa di air oleh penyerapan kompos batang pisang (dalam satuan mg/l) 1 jam 6.7967 6.7997 6.7880
Waktu pengamatan 8 jam 16 jam 6.7652 6.7988 6.8032 6.9896 6.9952 6.7093
24 jam 6.7724 6.9898 6.8944
1 2 3
2.5081 2.5052 4.5595
1.2472 0.1787 2.9242
1.0492 1.0818 2.4846
0.8909 0.9582 1.8473
9
1 2 3
0.9712 1.1359 0.4944
0.3585 0.3102 0.28
0.2994 0.2995 0.1731
0.1967 0.2918 0.2501
13
1 2 3
0.4844 0.3992 0.7217
0.2655 0.2846 0.289
0.2505 0.2066 0.2801
0.2051 0.2135 0.238
Dosis kompos (gr/l)
Ulangan
0
1 2 3
5
b. Uji normalitas
Uji normalitas Kolmogorov Smirnov menunjukan bahwa hampir semua data tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk uji F (Anova). Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data logam berat oleh penyerapan kompos batang pisang dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi 1 yang digunakan yaitu : Log X 1
70
d. Uji normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan uji F (Anova). e. Tabel ANOVA
Nilai signifikasi dosis kompos < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antar dosis kompos dalam meminimalisasi jumlah logam berat Pb yang tersisa di air.
- Nilai signifikasi waktu pengamatan (linear) < 0,05. Hal ini berarti bahwa dengan waktu pengamatan aerasi yang berbeda, maka jumlah logam berat yang tersisa di air juga berbeda signifikan (waktu pengamatan berpengaruh)
71
- Nilai signifikasi waktu pengamatan dan dosis kompos < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa dengan waktu pengamatan dan dosis kompos yang berbeda, maka jumlah logam berat tersisa di air juga berbeda signifikan (ada interaksi dosis kompos dan waktu pengamatan) f. Uji lanjut (Uji Duncan)
Berdasarkan Uji Duncan didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara dosis kompos 0 gr/l dengan 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l serta dosis kompos 5 gr/l dengan 9 gr/l dan 13 gr/l. Tetapi dosis kompos 9 gr/l tidak berbeda nyata dengan 13 gr/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dosis kompos batangpisang 9 gr/l merupakan dosis kompos terbaik.
72
Lampiran 8.
Analisis SPSS Uji T Dua Sampel Independen Antara Kompos Daun Gamal 9 gr/l Dengan Kompos Daun Avicennia 5 gr/l
a. Rata-rata jumlah logam berat tersisa di air oleh penyerapan kompos daun gamal 9 gr/l dan kompos daun avicennia 5 gr/l Waktu pengamatan Kompos Daun Gamal Kompos Daun Avicennia (jam) Dosis 9 gr/l Dosis 5 gr/l 1 0,7254 2,8185 8 0,2668 1,4135 16 0,2460 1,0087 24 0,2082 0,8913 b. Uji normalitas
Uji Normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk karena jumlah data yang sedikit. Berdasarkan uji normalitas didapatkan bahwa ada data yang tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk uji T. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : 1 X d. Uji Normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas Shapiro-Wilk menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan uji T.
73
e. Uji T dua sampel independen
Nilai signifikasi (2-tailed) < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa dosis kompos daun gamal 9 gr/l berbeda dengan dosis kompos daun avicennia 5 gr/l.
74
Lampiran 9.
Analisis SPSS Uji T Dua Sampel Independen Antara Kompos Daun Gamal 9 gr/l Dengan Kompos Batang Pisang 9 gr/l
a. Rata-rata jumlah logam berat tersisa di air oleh penyerapan kompos daun gamal 9 gr/l dan kompos batang pisang 9 gr/l Waktu Pengamatan Kompos Daun Gamal Kompos Daun Avicennia (jam) Dosis 9 gr/l Dosis 9 gr/l 1 0,7254 0,8672 8 0,2668 0,3162 16 0,2460 0,2573 24 0,2082 0,2462 b. Uji normalitas
Uji Normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk karena jumlah data yang sedikit. Berdasarkan uji normalitas didapatkan bahwa ada data yang tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk uji T. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : 1 X d. Uji Normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas Shapiro-Wilk menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan uji T.
75
e. Uji T dua sampel independen
Nilai signifikasi (2-tailed) > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa dosis kompos daun gamal 9 gr/l tidak berbeda dengan dosis kompos batang pisang 9 gr/l.
76
Lampiran 10. Analisis SPSS Uji T Dua Sampel Independen Antara Kompos Daun Avicennia 5 gr/l Dengan Kompos Batang Pisang 9 gr/l a. Rata-rata jumlah logam berat tersisa di air oleh penyerapan kompos daun avicennia 5 gr/l dan kompos daun gamal 9 gr/l Waktu Pengamatan Kompos Daun Avicennia Kompos Batang Pisang (jam) Dosis 5 gr/l Dosis 9 gr/l 1 2,8185 0,8672 8 1,4135 0,3162 16 1,0087 0,2573 24 0,8913 0,2462 b. Uji normalitas
Uji Normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk karena jumlah data yang sedikit. Berdasarkan uji normalitas didapatkan bahwa ada data yang tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk uji T. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : 1 X d. Uji normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas Shapiro-Wilk menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan uji T.
77
e. Uji T dua sampel independen
Nilai signifikasi (2-tailed) < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa dosis kompos daun avicennia 5 gr/l berbeda dengan dosis kompos daun gamal 9 gr/l.
78
Lampiran 11. Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemeliharaan
Jenis Kompos Daun Gamal Daun Avicennia Batang Pisang Kontrol
Dosis 5 9 13 5 9 13 5 9 13 0
Ikan Ikan awal akhir 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
4 14 14 14 12 15 4 15 15 0
SR
Wo
Wt
26,67 93,33 93,33 93,33 80 100 26,67 100 100 0
0,06 0,08 0,07 0,08 0,08 0,07 0,07 0,06 0,08 0,06
0,54 1,87 1,76 1,98 2,17 1,68 0,35 1,26 2,08 0
Keterangan :
Ikan awal = Jumlah rata-rata ikan awal Ikan akhir= Jumlah rata-rata ikan akhir SR
= Tingkat kelangsungan hidup
Wt
= Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t
Wo
= Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0
α
= Laju pertumbuhan
α 8,24 13,67 11,93 12,36 13,39 12,42 7,45 10,69 12,54 0
79
Lampiran 12. Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa dengan pH Menggunakan Software SPSS 18. a. Rata-rata jumlah Pb tersisa di air dan pH air Pb Tersisa di Air (mg/l) 6,7964 0,5416 0,2028 0,2193 6,8172 0,8913 0,8911 0,8660 6,7675 1,2321 0,2462 0,2128
pH 3 4,0 5,7 5,7 3 6,0 6,8 7,1 3 4,2 6,8 7,0
b. Uji normalitas
Berdasarkan uji Normalitas yang digunakan didapatkan bahwa data tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : Sin X d. Uji Normalitas pada data transformasi
80
Uji Normalitas menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan analisis korelasi. e. Analisis Korelasi
Nilai signifikasi (sig. 2-tailed) > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah Pb tersisa di air dengan nilai pH.
81
Lampiran 13. Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa dengan DO Menggunakan Software SPSS 18. a. Rata-rata jumlah Pb tersisa di air dan DO Pb Tersisa di Air (mg/l) 6,7964 0,5416 0,2028 0,2193 6,8172 0,8913 0,8911 0,8660 6,7675 1,2321 0,2462 0,2128
DO 3,8 4,1 4,1 4,0 3,9 4,1 4,0 4,0 3,8 3,9 4,0 3,9
b. Uji normalitas
Berdasarkan uji Normalitas yang digunakan didapatkan bahwa data tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : Sin X d. Uji Normalitas pada data transformasi
82
Uji Normalitas menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. e. Analisis Korelasi
Nilai signifikasi (sig. 2-tailed) > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah Pb tersisa di air dengan nilai DO.
83
Lampiran 14. Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa dengan TOM Menggunakan Software SPSS 18. a. Rata-rata jumlah Pb tersisa di air dan TOM Pb Tersisa di Air (mg/l) 6,7964 0,5416 0,2028 0,2193 6,8172 0,8913 0,8911 0,8660 6,7675 1,2321 0,2462 0,2128
TOM 0,50 7,15 6,40 6,06 0,50 4,09 7,45 7,67 0,50 8,10 6,42 7,37
b. Uji normalitas
Berdasarkan uji Normalitas yang digunakan didapatkan bahwa data tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : 0,242432 + 0,333939 x log ((X0,201901)/(8,10384-X))
84
d. Uji Normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. e. Analisis Korelasi
Nilai signifikasi (sig. 2-tailed) > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah Pb tersisa di air dengan nilai TOM.
85
Lampiran 15. Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa dengan Ammonia Menggunakan Software SPSS 18. a. Rata-rata jumlah Pb tersisa di air dan Ammonia Pb Tersisa di Air (mg/l) Ammonia 6,7964 0 0,5416 5 0,2028 3 0,2193 0,25 6,8172 0 0,8913 0,25 0,8911 1,5 0,8660 1,5 6,7675 0,25 1,2321 3 0,2462 0,25 0,2128 3 b. Uji normalitas
Berdasarkan uji Normalitas yang digunakan didapatkan bahwa data tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : 1,27432+0,498939xlog((X+0.0363396)/(10,6530-X))
86
d. Uji Normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. e. Analisis Korelasi
Nilai signifikasi (sig. 2-tailed) > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah Pb tersisa di air dengan nilai Ammonia.
87
Lampiran 16. Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa dengan Asam Humat Menggunakan Software SPSS 18. a. Rata-rata jumlah Pb tersisa di air dan Asam Humat Pb Tersisa di Air (mg/l) Asam Humat 6,7964 0 0,5416 0,192 0,2028 0,3456 0,2193 0,4992 6,8172 0 0,8913 0,0775 0,8911 0,1395 0,8660 0,2015 6,7675 0 1,2321 0,142 0,2462 0,2556 0,2128 0,3692 b. Uji normalitas
Berdasarkan uji Normalitas yang digunakan didapatkan bahwa data tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : -0,765953+0,421209xAsinh((X-0,171559)/0,0459683)
88
d. Uji Normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. e. Analisis Korelasi
Nilai signifikasi (sig. 2-tailed) < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara jumlah Pb tersisa di air dengan nilai Asam Humat.
89
Lampiran 17. Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa dengan Asam Fulvat Menggunakan Software SPSS 18. a. Rata-rata jumlah Pb tersisa di air dan Asam Fulvat Pb Tersisa di Air (mg/l) Asam Fulvat 6,7964 0 0,5416 0,3225 0,2028 0,5805 0,2193 0,8385 6,8172 0 0,8913 0,141 0,8911 0,2538 0,8660 0,3666 6,7675 0 1,2321 0,3265 0,2462 0,5877 0,2128 0,8489 b. Uji normalitas
Berdasarkan uji Normalitas yang digunakan didapatkan bahwa data tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : -0,669618+Asinh((X-0,189461)/0,0833163)
90
d. Uji Normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. e. Analisis Korelasi
Nilai signifikasi (sig. 2-tailed) < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara jumlah Pb tersisa di air dengan nilai Asam Fulvat.
91
Lampiran 18. Analisis Korelasi Pearson Antara pH dengan Rata-rata Kelangsungan Hidup Menggunakan Software SPSS 18. a. Rata-rata pH Air dan Kelangsungan Hidup Ikan Rata-rata Rata-rata pH Air Kelangsungan Hidup Ikan 0 3 26,67 4.25 93,3 5.6 93,3 5.55 0 3 93,3 5.9 80 6.1 100 7.2 0 3 26,67 4.45 100 6.2 100 6.55 b. Uji normalitas
Uji Normalitas menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. e. Analisis Korelasi
Nilai signifikasi (sig. 2-tailed) < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada korelasi yang signifikan antara jumlah Pb tersisa di air dengan kelangsungan hidup.
92
Lampiran 19. Analisis Korelasi Pearson Antara pH dengan Rata-Rata Pertumbuhan Harian Menggunakan Software SPSS 18. a. Rata-rata pHdi air dan Pertumbuhan Harian pH 3 4,25 5,6 5,55 3 5,9 6,1 7,2 3 4,45 6,2 6,55
Rata-rata Pertumbuhan Harian 0 7,58 11,07 11,36 0 11,28 11,63 11,17 0 5,46 10,69 11,47
b. Uji normalitas
Berdasarkan uji Normalitas yang digunakan didapatkan bahwa data tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : Sin X
93
d. Uji Normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. e. Analisis Korelasi
Nilai signifikasi (sig. 2-tailed) > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah Pb tersisa di air dengan nilai Ammonia.
94
Lampiran 20. Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa di Air dengan Rata-Rata Kelangsungan Hidup Menggunakan Software SPSS 18. a. Rata-rata Pb tersisa di air dan Kelangsungan Hidup Rata-rata Pb tersisa di Air Kelangsungan Hidup 6,7964 0 0,5416 26,67 0,2028 93,3 0,2193 93,3 6,8172 0 0,8913 93,3 0,8911 80 0,8660 100 6,7675 0 1,2321 26,67 0,2462 100 0,2128 100 b. Uji normalitas
Berdasarkan uji Normalitas yang digunakan didapatkan bahwa data tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : Sin X
95
d. Uji Normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. e. Analisis Korelasi
Nilai signifikasi (sig. 2-tailed) > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah Pb tersisa di air dengan nilai Kelangsungan Hidup.
96
Lampiran 21. Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa di Air dengan Rata-Rata Laju Pertumbuhan Menggunakan Software SPSS 18. a. Rata-rata Pb tersisa di air dan Laju Pertumbuhan Rata-rata Laju Pb tersisa di Air Pertumbuhan 6,7964 0 0,5416 7,58 0,2028 11,07 0,2193 11,36 6,8172 0 0,8913 11,28 0,8911 11,63 0,8660 11,17 6,7675 0 1,2321 5,46 0,2462 10,69 0,2128 11,47 b. Uji normalitas
Berdasarkan uji Normalitas yang digunakan didapatkan bahwa data tidak menyebar normal karena nilai Signifikan < 0,05. Hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. Oleh karena itu data harus ditransformasi. c. Transformasi data Transformasi data dilakukan untuk memenuhi persyaratan normalitas data. Formula transformasi yang digunakan yaitu : Sin X
97
d. Uji Normalitas pada data transformasi
Uji Normalitas menunjukan bahwa semua data menyebar normal karena nilai Signifikan > 0,05. Hal ini telah memenuhi persyaratan untuk analisis korelasi. e. Analisis Korelasi
Nilai signifikasi (sig. 2-tailed) > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah Pb tersisa di air dengan nilai Kelangsungan Hidup.