PEMANFAATAN KARBONDIOKSIDA (CO2) UNTUK KULTIVASI MIKROALGA Nannochloropsis sp. SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFUEL
FEMI ZUMARITHA
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PEMANFAATAN KARBONDIOKSIDA (CO2) UNTUK KULTIVASI MIKROALGA Nannochloropsis sp. SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFUEL
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
FEMI ZUMARITHA C54050435
ii
RINGKASAN
FEMI ZUMARITHA. Pemanfaatan Karbondioksida (CO2) untuk Kultivasi Mikroalga Nannochloropsis sp. sebagai Bahan Baku Biofuel. Dibimbing oleh DIETRIECH G. BENGEN dan MUJIZAT KAWAROE Penelitian dilakukan berdasarkan pada perkembangan bioteknologi mikroalga dewasa ini yang memanfaatkan mikroalga tidak hanya untuk pakan alami, sel protein tunggal, bidang farmasi dan kesehatan, tetapi juga digunakan sebagai sumber energi alternatif seperti penghasil biofuel. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kelimpahan sel mikroalga pada kultivasi tanpa aerasi, menggunakan aerasi dan menggunakan karbondioksida, serta mengkaji pengaruh pemanfaatan karbondioksida pada pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 2010 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Parameter yang diukur adalah suhu, salinitas dan pH, pada kultivasi dengan menggunakan karbondioksida pengukuran pH dilakukan dua kali untuk menghitung alkalinitas. Selain itu juga dilakukan perhitungan kelimpahan sel mikroalga. Penelitian dilakukan dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Hasil dari penelitian pendahuluan akan dijadikan acuan untuk penelitian utama, pada penelitian pendahuluan didapatkan hasil bahwa pada perlakuan P2 dengan menggunakan karbondioksida peningkatan kelimpahan sel mikroalga merupakan yang tertinggi setiap harinya bila dibandingkan dengan kultivasi kontrol dan kultivasi perlakuan P1. Hasil dari penelitian utama menunjukkan bahwa penggunaan karbondioksida pada perlakuan P2 juga mengalami peningkatan kelimpahan sel tertinggi setiap harinya, pada perlakuan P2 dan P1 puncak kelimpahan sel terjadi pada hari ke-6 sedangkan pada kultivasi kontrol puncak kelimpahan sel terjadi pada hari ke-5. Parameter kualitas air yang diukur antara lain suhu, salinitas dan pH. Suhu kultivasi berkisar antara 26-27 °C, salinitas berkisar antara 30-34 ‰, pH pada kultivasi kontrol dan kultivasi P1 berkisar antara 7-8. Nilai alkalinitas pada kultivasi P2 masih berada pada kisaran alkalinitas yang baik bagi perairan, dari nilai alkalinitas ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan karbondioksida pada kultivasi mikroalga memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan mikroalga. Dilihat dari nilai kelimpahan pada kultivasi P2 yang tinggi setiap harinya dibandingkan dengan kultivasi kontrol dan kultivasi P1.
iii
© Hak cipta milik Femi Zumaritha, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
iv
PEMANFAATAN KARBONDIOKSIDA (CO2) UNTUK KULTIVASI MIKROALGA Nannochloropsis sp. SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFUEL
FEMI ZUMARITHA C54050435
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 v
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: PEMANFAATAN KARBONDIOKSIDA (CO2) UNTUK KULTIVASI MIKROALGA Nannochloropsis sp. SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFUEL
Nama Mahasiswa
: FEMI ZUMARITHA
Nomor Pokok
: C54050435
Departemen
: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dietriech G Bengen, DEA NIP. 19590105 198312 1 001
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si NIP. 19651312 199403 2 002
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal Lulus Ujian: 28 Februari 2011
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Karbondioksida (CO2) untuk Kultivasi Mikroalga Nannochloropsis sp. Sebagai Bahan Baku Biofuel”. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1.
Kedua orangtua, serta kakak atas segala dukungan dan doanya.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA dan Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. atas bimbingan, masukan dan kritik yang sangat berharga selama penyusunan skripsi.
3.
Nur Endah Fitrianto, S.Pi, Dahlia Wulan Sari, S.Pi, Dina Augustine, S.Pi dan Ganjar Saefurahman, S.Pi. atas bantuan selama penelitan dan saransaran untuk penelitian.
4.
Rekan-rekan ITK 42 dan warga ITK atas bantuan, saran, dan semangatnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis
berharap, skripsi ini dapat memberikan kontribusi informasi dan wawasan yang berguna bagi penulis dan pihak yang membacanya.
Bogor, Maret 2011
Femi Zumaritha
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. viii DAFTAR TABEL .........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii 1.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................................
1 1 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3 2.1 Mikroalga ......................................................................................... 3 2.2 Nannochloropsis sp. ......................................................................... 5 2.3 Karbondioksida (CO2)......................................................................... 10 3.
BAHAN DAN METODE ....................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 3.3 Metode Penelitian............................................................................... 3.3.1 Tahap Persiapan ......................................................................... 3.3.3.1 Sterilisasi Alat .............................................................. 3.3.1.2 Sterilisasi Bahan ........................................................... 3.3.2 Metode Penelitian Pendahuluan ................................................. 3.3.3 Metode Penelitian Utama ........................................................... 3.3.4 Metode Analisis Data ................................................................. 3.3.4.1 Perhitungan Sel Mikroalga ........................................... 3.3.4.2 Sidik Ragam ................................................................. 3.3.4.2 Alkalinitas.....................................................................
11 11 11 12 12 12 12 13 15 16 16 17 18
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan ............................................................. 4.2 Hasil Penelitian Utama........................................................................ 4.2.1 Kelimpahan Sel ........................................................................... 4.2.2 Laju Pertumbuhan Spesifik ......................................................... 4.2.3 Alkalinitas ...................................................................................
21 21 24 24 27 33
5.
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 35 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 35 5.2 Saran .................................................................................................. 35
viii
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36 LAMPIRAN .................................................................................................... 39
ix
DAFTAR TABEL Halaman 1. Alat dan Bahan . ..........................................................................................
11
2. Kelimpahan Nannochloropsis sp. Pada Kontrol, P1, dan P2 ......................
22
3. Kelimpahan Nannochloropsis sp. Pada Kontrol, P1, dan P2 ......................
24
4. Kelimpahan dan Laju Pertumbuhan Spesifik (µ) Nannochloropsis sp. .....
27
5. Perubahan Nilai pH dan Nilai Alkalinitas ...................................................
32
x
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Nannochloropsis sp. ...............................................................................
6
2.
Siklus Karbon di Bumi ............................................................................
8
3.
Diagram Alir Prosedur Penelitian Pendahuluan .....................................
14
4.
Diagram Alir Prosedur Penelitian Utama ...............................................
15
5.
Kurva Kelimpahan Nannochloropsis sp. Penelitian Pendahuluan. .........
21
6.
Kelimpahan Nannochloropsis sp.. ..........................................................
26
7.
Kurva Pertumbuhan Nannochloropsis sp.Penelitian Utama ..................
28
8.
Perubahan rata-rata suhu kultivasi Nannochloropsis sp. ........................
30
9.
Perubahan rata-rata salinitas kultur Nannochloropsis sp. .......................
31
xi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Data Kelimpahan Nannochloropsis sp. Penelitian Pendahuluan ............
40
2.
Data Kelimpahan Nannochloropsis sp. Penelitian Utama ......................
41
3.
Data Suhu, Salinitas dan pH Kultivasi Mikroalga ..................................
43
4.
Perhitungan Pertumbuhan Mikroalga .....................................................
45
5.
Perhitungan Laju Pertumbuhan ...............................................................
46
6.
Statistik dan Uji Beda Nyata Terkecil ....................................................
47
7.
Tabel Perhitungan Alkalinitas (αH). ........................................................
49
8.
Tabel Perhitungan Alkalinitas (f). ...........................................................
50
9.
Tabel Perhitungan Alkalinitas (A). .........................................................
51
10.
Tabel Perhitungan Alkalinitas (FT). ........................................................
52
11.
Tabel Perhitungan Alkalinitas (FP). ........................................................
53
12.
Tabel Perhitungan Alkalinitas (γ). ..........................................................
54
13.
Perhitungan Konversi Satuan Alkalinitas. ..............................................
55
14.
Gambar Alat dan Bahan Penelitian. ........................................................
56
15.
Dokumentasi Penelitian Pendahuluan. ....................................................
57
16
Dokumentasi Penelitian Utama. ..............................................................
58
xii
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat. Menurut Mata, et al, (2010), mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh cepat pada kondisi yang sulit. Mikroalga dapat digunakan sebagai pakan rotifer dan artemia. Salah satu cara untuk memproduksi biomassa mikroalga dalam jumlah yang besar maka dilakukan kultivasi. Kultivasi mikroalga dapat dilakukan pada beberapa tingkatan, dari skala yang kecil hingga skala massal. Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) dalam bukunya juga menuturkan bahwa kultivasi mikroalga dimulai dari kegiatan isolasi kemudian dikembangkan sedikit demi sedikit secara bertingkat. Kultivasi skala laboratorium dilakukan pada volume 50 ml-3 liter, lalu dilakukan kultivasi semi outdoor dengan volume 60-100 liter dan kultivasi massal dengan volume ≥ 1 ton. Kultivasi mikroalga dengan penambahan karbondioksida merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kelimpahan sel mikroalga. Pemanfaatan karbondioksida pada kultivasi mikroalga dilakukan untuk meningkatkan kelimpahan sel mikroalga. Menurut Chiu, et al. (2008) dalam penelitiannya penggunaan karbondioksida ke dalam kultivasi mikroalga dapat meningkatan kelimpahan sel mikroalga hingga 50 %. Dengan demikian, mikroalga khususnya mikroalga laut memiliki potensi untuk mengurangi pemanasan global akibat gas karbondioksida.
1
2
1.2
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Membandingkan laju pertumbuhan sel mikroalga antara kultivasi kontrol, perlakuan menggunakan aerasi, dan perlakuan menggunakan karbondioksida.
2.
Mengkaji pengaruh pemanfaatan karbondioksida terhadap pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh mikroorganisme prokariotik adalah Cyanobacteria (Cyanophyceae), dan contoh mikroorganisme eukariotik adalah alga hijau (Chlorella) dan diatoms (Bacillariophyta). Mikroalga dapat ditemukan dihampir semua ekosistem di bumi, tidak hanya di perairan tetapi juga di daratan. Terdapat lebih dari 50.000 spesies akan tetapi hanya sekitar 30.000 saja yang sudah analisis dan dipelajari (Mata, et.al., 2010). Mikroalga Nannochloropsis sp. memiliki sel berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak berflagel. Selnya berbentuk bola, berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. Mikroalga dapat digunakan sebagai pakan untuk rotifer dan artemia. Nannochloropsis sp. memproduksi asam eicosapentanoic (EPA) (Barsanti dan Gualtieri, 2006). Nannochloropsis sp. memiliki satu atau lebih plastid berwarna hijau kuning yang mengandung klorofil a tidak mengandung klorofil c. Violaxanthin merupakan pigmen tambahan yang berfungsi membantu dalam penyerapan cahaya (Graham dan Wilcox, 2000). Nannochloropsis sp. merupakan alga yang hidup bebas, tidak berkoloni dan bersifat kosmopolitan yaitu dapat hidup dimanapun kecuali tempat yang sangat kritis bagi kehidupannya seperti gurun pasir dan salju abadi (Hirata, 1980 in Anonim, 2007).
3
4
Susunan klasifikasi Nannochloropsis sp. (Hibberd, 2000) adalah sebagai berikut: Domain: Eukaryota Kingdom: Chromista Filum: Ochrophyta Class: Eustigmatophyceae Genus: Nannochloropsis Spesies: Nannochloropsis sp.
Komposisi asam lemak dari Nannochloropsis sp. dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti intensitas cahaya. Faktor tersebut juga mempengaruhi proses fotosintesis dan mempengaruhi sel asam lemak sintesis dan metabolismenya. Nannochloropsis sp. juga memiliki pigmen seperti astaxanthin dan canthaxanthin (Hu dan Gao, 2006). Chiu et al. (2008) dalam jurnalnya mengatakan bahwa mikroalga Nannochloropsis sp. Dapat tumbuh dengan baik dengan aerasi karbondioksida daripada aerasi biasa, kaitannya dengan pertumbuhan mikroalga dengan sumber karbon yang cukup tanpa pembatasan sumber karbon. Dibidang budidaya Nannochloropsis sp. banyak dimanfaatkan sebagai tambahan nutrisi untuk pakan larva ikan dan udang. Wujud fisik Nannochloropsis sp. ditunjukkan pada Gambar 1.
5
20µm
Gambar 1. Nannochloropsis sp. (CSIRO, 2009) 2.2 Kultivasi Mikroalga Ada banyak tingkat dari pertumbuhan alga bergantung pada volume kultivasi dan kepadatan alga. Asumsinya antara lain adalah, kumpulan alga ditempatkan pada wadah bervolume besar, dan wadah tersebut tersedia cukup karbondioksida (CO2) dan cahaya matahari untuk memicu pertumbuhan maksimum (Richmond, 2003). Mikroalga dapat dikultivasi dalam kondisi di bawah kondisi iklim yang biasa dan dapat memproduksi dalam jumlah besar dan menghasilkan produk yang komersial seperti lemak, minyak, gula dan senyawa bioaktif. Tujuan dari kultivasi mikroalga adalah meningkatkan kelimpahan sel dan laju pertumbuhan (Rocha et al.,2003). Menumbuhkan mikroalga dalam sebuah kultivasi, lingkungan atau kondisi diharapkan sesuai dengan kebutuhan organisme tersebut. Faktor-faktor lingkungannya seperti, suhu, cahaya dan mineral-mineral dapat mecukupi untuk digunakan oleh sel-sel mikroalga (Becker, 1994).
6
Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain nutrisi, suhu, karbondioksida, pH, dan salinitas. Nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga terdiri dari makro dan mikro nutrien. Untuk makro nutrien terdiri dari C, H, N, P, K, S, Mg dan Ca, sedangkan untuk mikro nutrien antara lain Fe, Cu, Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn dan Si. Dan yang menjadi faktor pembatas untuk mikroalga adalah N dan P. Suhu optimum untuk pertumbuhan mikroalga antara 20-24 °C, dan mikroalga masih dapat mentoleransi suhu antara 16-27 °C. Karbondioksida yang dibutuhkan untuk mikroalga akan digunakan dalam proses fotosintesis. Rata-rata pH untuk seluruh jenis mikroalga antara 7-9 dan pH optimum rata-rata adalah 8.2-8.7. Mikroalga laut memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan salinitas, sebagian besar mikroalga laut dapat tumbuh optimum pada kisaran salinitas 20-35 ‰. Manfaat dan nilai komersial mikroalga bagi kepentingan industri telah cukup lama dikenal. Sejak tahun 1940 penelitian dan pengembangan secara intensif telah dilakukan di beberapa negara, baik dalam skala laboratorium maupun lapang. Mikroorganisme fotosintetik ini telah dimanfaatkan dalam produksi biomassa, produksi energi, produksi berbagai produk bermanfaat, bioakumulasi senyawa tertentu serta berbagai proses biotransformasi. Produk-produk yang dihasilkan mikroalga sebagian besar bersifat ekstraselular, mulai dari metabolit sederhana hingga antibiotik kompleks, toksin, pigmen serta sejumlah produk bermanfaat lainnya (Trevan dan Mak, 1988 dalam Kurniawan dan Gunarto, 1999). Chisti (2007) mengatakan bahwa keuntungan biodiesel dari mikroalga adalah karena mikroalga mudah dikultivasi dan area untuk kultivasi yang tidak terlalu luas.
7
Mikroalga menjadi satu-satunya sumber dari biodiesel yang sangat potensial untuk menggantikan bahan bakar fosil, karena mikroalga berbeda dari tanaman penghasil minyak lainnya yaitu dapat tumbuh dengan cepat dan menjadi dua kali lipat lebih banyak dalam waktu 24 jam (Chisti, 2007).
2.3 Pemanfaatan Karbondioksida (CO2) oleh Mikroalga Karbondioksida merupakan senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon, berbentuk gas pada keadaan suhu dan tekanan standar dan berada di atmosfer bumi, karbondioksida adalah gas yang tidak berwarna dan berbau. Karbondioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbondioksida merupakan komponen penting dalam kultivasi (Borowitzka, 1988). Siklus karbon di bumi adalah atmosfer dan perairan, terutama lautan. Laut mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis mahluk hidup (Effendi, 2003). Siklus karbon di bumi ditunjukkan pada Gambar 2.
8
fotosintesis
respirasi
Reservoir CO2 Atmosfer Perairan/Laut kombinasi kimiawi
respirasi
fotosintesis
pembakaran, pelapukan, dan aktivitas vulkanik pembakaran
pembakaran
Batu bara, minyak bumi dan Batuan karbonat
Konsumen
Produsen organisme mati dan limbah
Dekomposer (Pengurai) Gambar 2. Siklus Karbon di Bumi (Effendi, 2003). Keseimbangan CO2 di atmosfer yaitu produksi primer kotor dan respirasi oleh biosfer daratan, dan pertukaran fisik antara atmosfer dan laut. Perubahan yang terus menerus ini kira-kira seimbang setiap tahun, tetapi ketidakseimbangannya dapat mempengaruhi konsentrasi CO2 di atmosfer secara signifikan dari tahun ke tahun. Panah yang tipis menandakan fluks alami tambahan yang cukup penting pada skala waktu yang lebih panjang (IPCC, 2001). Karbondioksida adalah hasil akhir dari organisme yang mendapatkan energi dari penguraian gula, lemak dan asam amino dengan oksigen sebagai bagian dari metabolisme dalam proses yang dikenal sebagai respirasi sel. Pada tumbuh-tumbuhan karbondioksida diserap dari atmosfer pada proses fotosintesis, dalam proses ini tumbuh-tumbuhan dapat mengurangi kadar karbondioksida di atmosfer dengan melakukan proses fotosintesis yang disebut juga dengan
9
asimilasi karbon dengan menggunakan energi cahaya untuk memproduksi materi organik dengan mengkombinasi karbondioksida dengan air. Di atmosfer kandungan karbondioksida semakin meningkat, oleh karena itu dibutuhkan solusi agar karbondioksida di atmosfer dapat digunakan kembali salah satunya untuk proses fotosintesis pada tumbuhan. Fiksasi biologi dari karbondioksida merupakan pilihan yang menarik, karena tumbuhan secara alami mengambil dan menggunakan karbondioksida sebagai bagian dari proses fotosintesis. Mikroalga laut merupakan calon yang sangat baik karena kemampuannya untuk berfotosintesis yang cukup tinggi dan mudah dikultur pada air laut dimana larutan karbondioksidanya cukup tinggi. Fiksasi karbondioksida oleh fotosintesis mikroalga dan konversi biomassa menjadi bahan bakar cair dianggap mudah dan tepat sebagai sirkulasi karbondioksida di bumi (Chiu et al., 2008). Menurut Benemann (1997), penggunaan karbondioksida pada kultivasi mikroalga memiliki beberapa keuntungan, seperti mikroalga tumbuh di air, lebih mudah diamati pertumbuhannya daripada tumbuhan tingkat tinggi, mikroalga dapat tumbuh sangat cepat dan mikroalga tidak membutuhkan tempat atau lahan yang sangat luas untuk tumbuh. Untuk organisme seperti mikroalga, karbondioksida merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolism mikroalga (Hoshida, et al., 2005). Penggunaan karbondioksida pada kultivasi mikroalga juga dilakukan oleh Olaizola et al. (2004), dalam jurnalnya dikatakan bahwa mikroalga dapat menyerap karbondioksida pada kisaran pH dan konsentrasi gas karbondioksida yang berbeda. Efisiensi dari penyerapan karbondioksida oleh mikroalga
10
tergantung dari pH kultivasi tetapi tidak dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi gas. Bentuk karbondioksida di air bergantung pada pH, suhu dan konsentrasi nutrien. Pada sistem buffer yang buruk, sama halnya dengan kultivasi mikroalga, pengaruh karbondioksida atau bikarbonat oleh pertumbuhan mikroalga yang sangat cepat menyebabkan pergeseran kesetimbangan mengakibatkan peningkatan nilai pH oleh mikroalga pada media kultivasi. Brown dan Zeiler (1993) dalam Chiu et al. (2008) mengatakan gas rumah kaca meningkat secara drastis di atmosfer bumi sebagai akibat dari aktivitas manusia dan industrialisasi. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca menyebabkan peningkatan suhu di permukaan udara dan permukaan laut. Karbondioksida (CO2) merupakan gas rumah kaca, banyak percobaan fisika dan kimia untuk melihat kandungan karbon dioksida di atmosfer. Pendekatan biologi yang dilakukan, mikroalga dapat dengan efisien berfotosintesis daripada tanaman darat dan merupakan kandidat terpenting yang efisien untuk fiksasi karbon dioksida.
3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 2010 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dicantumkan pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan Alat dan Bahan
Unit
Erlenmeyer 1000 ml Oven Selang Gas CO2 Batu Pemberat Mikroskop Haemocytometer Pipet tetes
3 buah 1 buah 3 buah 1 3 buah 1 set 1 set 3 buah
Media Guillard Termometer Air Laut Hand-held Refraktometer ATAGO Handylab pH 11 SCHOOT Tisu Kertas label Alumunium foil
10 ml 1 buah 3 liter 1set
Bibit Nannochloropsis sp. Akuades
2.5 liter 1L
1 set 1 rol 1 set 2 rol
Keterangan Wadah kultivasi (1 L) Mengeringkan peralatan-peralatan gelas Aerasi Sumber karbondioksida Aerasi Menghitung kelimpahan mikroalga Menghitung kelimpahan mikroalga Pengambilan sampel kultur untuk perhitungan kelimpahan mikroalga Nutrien Mengukur suhu ruangan Media kultivasi Mengukur salinitas Mengukur pH kultivasi Membersihkan Haemocytometer Pemberian label pada sampel Penutup Erlenmeyer/peralatan ketika disterilisasi Bibit kultivasi Bahan bilasan dan alat pencuci
11
12
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan ini terdiri dari sterilisasi alat dan bahan sebelum proses kultivasi dilakukan.
3.3.1.1 Sterilisasi Alat Kegiatan sterilisasi ini diawali dengan mencuci dan merendam alat-alat yang terbuat dari kaca, yaitu labu erlenmeyer dan pipet tetes, di dalam larutan detergen. Bilas dengan air kran, sebelum dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu erlenmeyer dan pipet tetes ditutup dengan alumunium foil. Erlenmeyer dan pipet tetes dioven selama 5 jam dengan suhu 105 °C (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
3.3.1.2 Sterilisasi Bahan Bahan dan media kultivasi yang digunakan dalam penelitian ini juga dilakukan sterilisasi untuk menghindari kontaminasi. Air laut yang digunakan terlebih dahulu disaring dengan menggunakan kertas saring 0,45 µm, selanjutnya disterilisasi dengan cara direbus hingga mendidih (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Nutrien yang digunakan disimpan dalam botol gelap dan disimpan di dalam kulkas. Jika nutrien akan digunakan, terlebih dahulu dikeluarkan dari kulkas dan didiamkan hingga suhunya sama dengan suhu ruang (27 °C). Bibit mikroalga diperoleh dari koleksi batch mikroalga yang ada di laboratorium Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, IPB.
13
3.3.2 Metode Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengamati pertumbuhan Nannochloropsis sp. dengan penambahan karbondioksida pada salah satu perlakuan. Hal ini dilakukan untuk menguji apakah penambahan karbondioksida dapat dilakukan pada kultivasi mikroalga. Pengujian dapat dilihat dari jumlah sel mikroalga yang bertambah atau tidak atau bahkan mati dalam kurun waktu tertentu. Tahapan pada penelitian pendahuluan ini adalah kultivasi 1000 ml pada tiga buah erlenmeyer ukuran 1000 ml. Spesies yang digunakan adalah Nannochloropsis sp., lalu dimasukkan air laut steril dan bibit mikroalga dengan perbandingan 2/3 air laut steril dan 1/3 bibit mikroalga (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Ketiga labu erlenmeyer diberi label/tanda agar tidak tertukar; erlenmeyer pertama berisi air laut, bibit mikroalga media Guillard dan tidak diberi aerasi dinamakan kontrol; erlenmeyer kedua berisi air laut, bibit mikroalga media Guillard dan diberi aerasi dinamakan P1; erlenmeyer ketiga berisi air laut, bibit mikroalga media Guillard, diberi aerasi dan penambahan karbondioksida dinamakan P2, selanjutnya dilakukan di kultivasi selama 10 hari. Pada penelitian pendahuluan ini tidak dilakukan ulangan pada tiap kultivasi, karena pada hari ke-8 kultivasi flowmeter mengalami kebocoran. Perhitungan kelimpahan sel dilakukan dengan menggunakan haemocytometer dan mikroskop dihitung setiap hari sejak hari pertama kultivasi. Pengukuran suhu, salinitas dan pH dilakukan 1 kali setiap hari selama 10 hari. Pengukuran suhu pada penelitian pendahuluan menggunakan thermometer, pengukuran salinitas menggunakan hand refraktometer dan pengukuran pH
14
menggunakan indikator pH universal. Perhitungan alkalinitas pada penelitian pendahuluan tidak dilakukan, karena pada hari ke-8 kultivasi terdapat kebocoran pada flowmeter sehingga pengukuran pH tidak dilakukan. Pemberian karbondioksida sebanyak 0,5 cc/min selama 6 jam atau ± 180 cc setiap 2 hari, banyaknya pemberian karbondioksida pada kultur didasarkan pada penelitian Chiu et al. (2008). Hasil yang diperoleh dari penelitian pendahuluan akan dijadikan acuan pada penelitian selanjutnya yaitu penelitian utama. Berdasarkan penelitian pendahuluan didapatkan bahwa dengan penambahan karbondioksida pada perlakuan P2 dapat meningkatkan pertumbuhan mikroalga. Data penelitian pendahuluan disajikan pada Lampiran 1. Ringkasan penelitian pendahuluan tercantum dalam Gambar 3. Sterilisasi Alat dan Bahan
Kontrol (Tanpa Aerasi)
P1 (Menggunakan Aerasi)
P2 (Menggunakan karbondioksida)
Kultivasi (10 hari)
Pengukuran parameter suhu, salinitas dan pH
Perhitungan kelimpahan sel Gambar 3. Diagram Alir Prosedur Penelitian Pendahuluan
15
3.3.3 Metode Penelitian Utama Penelitian utama ini banyak erlenmeyer yang digunakan sama seperti pada penelitian pendahuluan. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil dari penelitian pendahuluan yang menunjukkan bahwa penambahan karbondioksida pada P2 mempengaruhi pertumbuhan sel mikroalga. Pertumbuhan sel mikroalga dengan penambahan karbondioksida lebih tinggi daripada kontrol dan P1 . Data penelitian utama disajikan pada Lampiran 2. Sterilisasi Alat dan Bahan
Kontrol (Tanpa Aerasi)
P1 (Menggunakan Aerasi)
P2 (Menggunakan Karbondioksida)
Kultivasi (10 hari) Pengukuran pH pada P2 dilakukan dua kali, sebelum dan sesudah diberikan karbondioksida
Pengukuran parameter suhu, salinitas dan pH
Perhitungan kelimpahan sel
Gambar 4. Diagram Alir Prosedur Penelitian Utama Tahapan kultivasi pada penelitian ini tidak terlalu berbeda dengan penelitian pendahuluan. Penelitian utama terdiri dari kontrol dan 2 perlakuan yaitu pada erlenmeyer kontrol berisi air laut bibit mikroalga media Guillard dan tidak diberi aerasi, erlenmeyer dua merupakan P1 berisi air laut bibit mikroalga
16
media Guillard dan diaerasi dan erlenmeyer tiga merupakan P2 berisi air laut bibit mikroalga media Guillard diberi aerasi dan penambahan karbondioksida. Sedikit berbeda pada penelitian pendahuluan pada penelitian utama ini penambahan karbondioksida dilakukan setiap hari sebesar 0,5 cc/min selama 5 jam atau ± 150 cc setiap hari. Hal ini dilakukan agar pertumbuhan Nannochloropsis sp. menjadi lebih maksimum. Ulangan yang dilakukan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Data parameter suhu, salinitas dan pH disajikan pada Lampiran 3.
3.3.4 Metode Analisis Data 3.3.4.1 Perhitungan Sel Mikroalga Perhitungan kelimpahan sel mikroalga dari masing-masing Erlenmeyer pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama dilakukan setiap hari. Perhitungan kelimpahan sel menggunakan Haemocytometer dan mikroskop. Kelimpahan mikroalga dihitung dengan menggunakan formula Improved Neubaeur Haemocytometer sebagai berikut: ………………………. (1)
(ind/ml) = dimana, N = jumlah sel mikroalga yang teramati
Perhitungan kelimpahan sel mikroalga disajikan pada Lampiran 4. Selain menghitung kelimpahan sel mikroalga, juga dilakukan penghitungan laju pertumbuhan spesifik (µ) (Krichnavaruk et al, 2004) dengan menggunakan formula:
17
dimana, Nt = kelimpahan populasi pada waktu t No= kelimpahan populasi sel pada waktu o To = waktu awal Tt = waktu pengamatan Laju pertumbuhan spesifik maksimum (µ maks) dihitung dari kelimpahan pada saat awal kultur hingga puncak kelimpahan maksimum. Perhitungan laju pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 5.
3.3.4.2 Sidik Ragam Uji statistik yang dilakukan pada penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan tiap perlakuan dengan kontrol. Untuk sidik ragam (ANOVA) menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). ………………………….. (3)
dimana, Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, kelompok ke-j µ = rata-rata umum populasi τi = pengaruh aditif perlakuan ke-i βj = pengaruh aditif perlakuan ke-j Σij = galat percobaan.
18
Hipotesis yang diuji dalam analisis ini adalah sebagai berikut: Ho : Karbondioksida yang diberikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan Nannochloropsis sp. H1 : Karbondioksida berpengaruh terhadap pertumbuhan Nannochloropsis sp. Perhitungan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.3.4.3 Alkalinitas Alkalinitas merupakan kemampuan suatu larutan untuk menetralkan asam ke titik ekuivalen karbonat atau bikarbonat. Perhitungan alkalinitas dilakukan untuk mendapatkan jumlah total karbondioksida pada larutan. Untuk menentukan alkalinitas dilakukan pengukuran pH pada larutan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus (Strickland dan Parsons, 1972): 1.
Apabila pH < 4 maka menggunakan rumus : Alk tot = 2,5 (1250 H ) ………………….. (4) f
Apabila pH > 4 maka menggunakan rumus : Alk tot = 3 (1300 H ) ………………………(5) f dimana, Alk tot = alkalinitas total αH
= aktivitas ion hidrogen
f
= faktor perhitungan total alkalinitas Nilai αH dan f diperoleh dari tabel pada Lampiran 7 dan 8
19
2.
Hitung alkalinitas karbonat (CA), menggunakan rumus : CA
= Alk tot – A ……………………….. (6)
dimana, CA
= alkalinitas karbonat
A
= konversi alkalinitas total menjadi alkalinitas karbonat Nilai A diperoleh dari tabel pada Lampiran 9
3.
Hitung konsentrasi total karbondioksida dengan rumus : Σ CO2
= CA x FT ………………………….. (7)
dimana, Σ CO2 = karbondioksida total FT
= faktor konversi alkalinitas karbonat menjadi karbondioksida total Nilai FT diperoleh dari tabel pada Lampiran 10
4.
Hitung tekanan parsial dengan rumus : PCO2
= CA x FP …………………………… (8)
dimana, PCO2
= tekanan parsial karbondioksida
Fp
= konversi karbondioksida total menjadi tekanan parsial karbondioksida Nilai FP diperoleh dari tabel pada Lampiran 11
5.
Hitung karbondioksida terlarut dengan menggunakan rumus : [CO2]
= PCO2 x γ ……………………………. (9)
dimana, γ
= daya larut karbondioksida Nilai γ diperoleh dari tabel pada Lampiran 12 Maka akan didapatkan hasil dengan satuan mmol/L CaCO3, agar sesuai
dengan satuan alkalinitas lainnya maka dilakukan konversi menjadi satuan yang
20
diinginkan yaitu mg/L CaCO3. Perhitungan konversi dari mmol/L CaCO3 menjadi mg/L CaCO3 dapat dilihat pada Lampiran 13. Gambar alat dan bahan yang digunakan pada penelitian disajikan pada lampiran 14. Dokumentasi penelitian pendahuluan disajikan pada Lampiran 15 dan dokumentasi penelitian utama disajikan pada Lampiran 16.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida (P2) memperlihatkan hasil yang berbeda. Kelimpahan tertinggi dicapai pada perlakuan P2 dengan penambahan karbondioksida. Kelimpahan sel mikroalga disajikan pada Gambar 5 dan Tabel 2.
Gambar 5. Kurva Kelimpahan Nannochloropsis sp. Penelitian Pendahuluan Menurut Mata et.al (2010), terdapat beberapa faktor abiotik dan biotik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Pengaruh faktor abiotik antara lain cahaya (kualitas dan kuantitas), suhu, konsentrasi nutrien, oksigen (O2), karbondioksida (CO2), pH dan salinitas. Faktor biotik yang mempengaruhi antara lain patogen (bakteri, jamur dan virus) dan kompetisi dari jenis mikroalga yang lain.
21
22
Gambar 5 menunjukkan pertumbuhan Nannochloropsis sp. selama 10 hari pada saat penelitian pendahuluan. Kontrol dan P1 pada hari ke-2 sempat mengalami penurunan kelimpahan sel, tetapi pada hari ke-3 mengalami peningkatan kembali hingga hari ke-6 pada puncak kelimpahan sel. Kelimpahan sel Nannochloropsis sp. pada P2 terus mengalami peningkatan hingga mencapai puncaknya pada hari ke-6. Tabel 2. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada Kontrol, P1, dan P2
Hari ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kontrol
P1
P2
(106 sel/ml) 9,82 10,08 9,92 10,63 11,10 11,32 12,88 11,07 10,55 9,07
(106 sel/ml) 9,83 11,43 11,40 12,78 14,08 14,95 16,48 15,37 12,47 11,78
(106 sel/ml) 9,97 13,20 15,58 16,75 19,12 20,77 23,37 21,38 18,43 16,43
Keterangan: P1 = kultivasi menggunakan aerasi P2 = kultivasi dengan penambahan karbondioksida Kultivasi Nannochloropsis sp. yang terbaik terdapat pada P2 dengan penambahan karbondioksida. Hal ini dapat dilihat dari kelimpahan sel pada P2 setiap harinya selalu yang tertinggi dibandingkan dengan kontrol dan P1. Nannochloropsis sp. memiliki daya adaptasi yang cukup baik apabila ditambahkan dengan karbondioksida secara langsung (Chiu et al., 2008). Peningkatan kelimpahan sel Nannochloropsis sp. pada kontrol dari awal kultivasi hingga puncak kelimpahan adalah 3,06 x 106 sel/ml, pada P1 peningkatan
23
kelimpahan sel sebesar 6,65 x 106 sel/ml dan pada P2 peningkatan kelimpahan sel sebesar 13,4 x 106 sel/ml. Berdasarkan nilai tersebut terlihat bahwa penambahan karbondioksida pada kultivasi mikroalga memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap pertumbuhan dan kelimpahan sel mikroalga. Parameter kualitas air yang diukur pada saat penelitian antara lain suhu, pH serta salinitas. Ruangan yang digunakan sebagai tempat dilakukannya kultur di atur dengan menggunakan pendingin ruangan dengan suhu sebesar 20 °C. Selama kultivasi dilakukan nilai salinitas mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama kultivasi dari 30-35 ‰, menurut Hu dan Gao (2006) Nannochloropsis sp. dapat berkembang dengan baik pada salinitas 31 dan dapat terus menerus berkembang pada kisaran salinitas 22-49. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH indikator universal, nilai pH yang terukur pada kontrol dan P1 konstan yaitu sebesar 8, sedangkan pada P2 pH berubah-ubah setiap harinya. Hal ini dikarenakan pemakaian karbondioksida tidak konstan yaitu hanya dua hari sekali. Nilai pH pada hari ketika tidak diberikan tambahan karbondioksida berkisar antara 78, sedangkan pada hari ketika ditambahkan karbondioksida pH berkisar antara 4-5.
4.2 Hasil Penelitian Utama 4.2.1 Kelimpahan Sel Nannochloropsis sp. Kelimpahan sel Nannochloropsis sp. pada penelitian utama menunjukkan pola yang hampir sama dengan penelitian pendahuluan. Kelimpahan sel mikroalga dalam bentuk kurva disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 6.
24
Tabel 3. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada Kontrol, P1, dan P2 Kontrol
P1
P2
(106 sel/ml)
(106 sel/ml)
(106 sel/ml)
0
3,40 ± 1,11
3,42 ± 1,19
3,43 ± 1,21
1
3,50 ± 0,88
3,78 ± 1,22
4,00 ± 0,90
2
3,58 ± 0,87
4,18 ± 1,19
4,56 ± 0,99
3
3,71 ± 0,96
4,34 ± 1,09
4,86 ± 0,94
4
3,96 ± 0,95
4,62 ± 1,08
5,13 ± 0,88
5
4,25 ± 0,62
4,95 ± 0,71
5,41 ± 0,55
6
4,22 ± 0,38
5,40 ± 0,81
5,93 ± 0,35
7
4,09 ± 0,18
4,95 ± 0,67
5,04 ± 0,44
8
3,13 ± 0,08
4,62 ± 0,60
4,59 ± 0,40
9
2,64 ± 0,18
3,67 ± 0,94
3,67 ± 0,59
Hari ke-
Keterangan: P1 = kultivasi menggunakan aerasi P2 = kultivasi dengan penambahan karbondioksida Menurut Rocha et al. (2003), salah satu parameter yang mempengaruhi pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah nilai pH. Nilai pH ini dapat membuat pertumbuhan mikroalga menurun bahkan sampai mati, dan ada pula jenis mikroalga lain yang dapat tumbuh lebih baik pada media yang hanya di aerasi dengan blower. Nannochloropsis sp. adalah salah satu mikroalga yang mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan nilai pH dan termasuk yang terbaik bila dikultur dengan menambahkan gas karbondioksida (Chiu et al., 2008). Pada Tabel 3 terlihat bahwa kelimpahan Nannochloropsis sp. lebih tinggi pada P2, sedangkan pada kontrol dan P1 pertumbuhan Nannochloropsis sp. tidak terlalu tinggi. Kelimpahan sel pada kontrol menunjukkan peningkatan yang kurang signifikan (Gambar 6). Hal ini mungkin disebabkan karena tidak adanya aerasi pada
25
perlakuan ini sehingga tidak semua mikroalga mendapat asupan cahaya dan nutrien yang cukup. Puncak kelimpahan sel mikroalga terjadi pada hari ke-5 yaitu sebesar 4,25 x 106 sel/ml. Kelimpahan sel pada P1 terlihat mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan mengalami puncak kelimpahan pada hari ke-6 yaitu sebesar 5,40 x 106 sel/ml (Gambar 6). Peningkatan kelimpahan sel mikroalga pada hari ke-1 hingga puncak kelimpahan diduga karena pada hari-hari tersebut kandungan mineral pada air media kultivasi masih cukup tinggi, sehingga mikroalga dapat memanfaatkan secara maksimal untuk pertumbuhannya. Penurunan kelimpahan sel mikroalga pada hari ke-7 hingga hari ke-9 diduga disebabkan karena nilai alkalinitas yang mengalami penurunan, nilai alkalinitas yang kecil berarti bahwa air media kultivasi mikroalga menjadi asam sehingga kandungan mineral pada media kurang menyebabkan kematian pada sel mikroalga.
Gambar 6. Kelimpahan Nannochloropsis sp. Kelimpahan sel mikroalga pada P2 menunjukkan peningkatan yang paling signifikan dan memiliki puncak kelimpahan tertinggi dari ketiga perlakuan yaitu sebesar 5,93 x 106 sel/ml (Gambar 6). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
26
Nannochloropsis sp. cepat memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang baru dan juga cepat beradapatasi dengan masukan karbondioksida. Hal ini diduga karena air laut kultivasi media, bibit dan nutrien berasal dari laboratorium yang sama sehingga mikroalga cepat beradaptasi. Peningkatan kelimpahan sel Nannochloropsis sp. pada kontrol dari awal kultivasi hingga puncak kelimpahan adalah 0,85 x 106 sel/ml, pada P1 peningkatan kelimpahan sel sebesar 1,98 x 106 sel/ml dan pada P2 peningkatan kelimpahan sel sebesar 2,50 x 106 sel/ml. Berdasarkan nilai tersebut terlihat bahwa penambahan karbondioksida pada kultivasi mikroalga memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap pertumbuhan dan kelimpahan sel mikroalga.
4.2.2 Laju Pertumbuhan Spesifik Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada kontrol tanpa aerasi, perlakuan menggunakan aerasi dan perlakuan menggunakan karbondioksida memiliki daya adaptasi yang berbeda, hal ini dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan spesifik.
27
Tabel 4. Kelimpahan dan Laju Pertumbuhan Spesifik (µ) Nannochloropsis sp. Hari ke-
Kontrol (10 sel/ml) 6
µ
P1 (10 sel/ml) 6
µ
0 3,40 -3,42 -1 3,50 0,03 3,78 0,10 2 3,58 0,02 4,18 0,10 3 3,71 0,04 4,34 0,04 4 3,96 0,06 4,62 0,06 5 4,25 0,07 4,95 0,07 6 4,22 -0,01 5,40 0,09 7 4,09 -0,03 4,95 -0,09 8 3,13 -0,27 4,62 -0,07 9 2,64 -0,17 3,67 -0,23 Keterangan: P1 = kultivasi menggunakan aerasi P2 = kultivasi dengan penambahan karbondioksida
P2 (10 sel/ml) 6
3,43 4,00 4,56 4,86 5,13 5,41 5,93 5,04 4,59 3,67
µ -0,16 0,13 0,06 0,05 0,05 0,09 -0,16 -0,09 -0,23
Fase lag dari Nannochloropsis sp. pada kontrol diduga terjadi kurang dari 24 jam, hal ini dapat dilihat dari kelimpahan pada awal kultivasi sebesar 3,40 x 106 sel/ml menjadi 3,50 x 106 sel/ml pada hari ke-1. Fase eksponensial diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam hingga hari ke-5, fase ini menunjukkan pertumbuhan pada Nannochloropsis sp. yang tinggi hingga mencapai puncaknya pada hari ke-5, pada fase ini mikroalga sudah dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi kultivasi yang diberikan. Pada periode ini intensitas cahaya tidak terbatas dan perubahan konsentrasi nutrien disebabkan oleh penyerapan mikroalga (Becker, 1994). Fase stasioner diduga terjadi dari hari ke-5 hingga hari ke-6, terlihat dari nilai kelimpahan sel dan laju pertumbuhan yang menurun dengan nilai µ sebesar -0,01 dan kelimpahan sel sebesar 4,22 x106 sel/ml pada hari ke-6. Fase deklinasi terjadi pada hari ke-6 hingga hari ke-9 dimana nilai µ semakin menurun dengan nilai µ sebesar -0,17 pada
28
hari ke-9. Hal ini juga dapat dilihat dari kelimpahan sel mikroalga yang sangat kecil yaitu sebesar 2,64 x106 sel/ml. Fase deklinasi dapat terjadi karena nutrisi kultur telah habis dan terjadi akumulasi senyawa NH4+ dalam konsentrasi tinggi dan adanya produk ekstraseluler dari mikroalga yang meracuni diri sendiri sehingga dapat meningkatkan mortalitas (Fogg, 1965 dalam Suantika, 2009).
Gambar 7. Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. (Penelitian Utama) Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada P1 diawal kultivasi hingga hari ke-1 menunjukkan peningkatan yang drastis dari 3,42 x106 sel/ml menjadi 3,78 x106 sel/ml. Diduga dalam waktu kurang dari 24 jam fase lag terjadi, lalu fase eksponensial terjadi dari hari ke-1 hingga hari ke-6 yaitu pada saat puncak kelimpahan terjadi. Fase stasioner dimulai ketika terjadi keterbatasan mineral dan akumulasi toksik, sehingga dapat menurunkan laju pertumbuhan dan kelimpahan sel menurun (Becker, 1994). Fase stastioner pada P2 diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, dapat dilihat dari menurunnya nilai µ. Fase deklinasi yaitu fase dimana
29
terjadi penurunan kelimpahan sel diduga terjadi dari hari ke-7 hingga hari ke-9 dilihat dari nilai µ yang semakin kecil mencapai nilai -0,23 pada hari ke-9. Turunnya laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. dapat disebabkan oleh berkurangnya mikronutrien sebagai faktor pembatas karena telah banyak dimanfaatkan selama fase eksponensial. Selain itu adanya toksik yang dihasilkan oleh spesies mikroalga itu sendiri, sebagai hasil samping dari metabolisme dapat meracuni mikroalga itu sendiri dan berkurangnya proses fotosintesis akibat bertambahnya jumlah sel sehingga hanya bagian permukaan kultur saja yang memperoleh cahaya (Riley dan Chester, 1971 dalam Nugraheny, 2001). Fase lag pada P2 diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, hal ini dapat dilihat dari peningkatan kelimpahan sel yang terjadi pada hari ke-1 dari 3,43 x 106 sel/ml menjadi 4,00 x 106 sel/ml. Fase eksponensial terjadi dari hari ke-1 hingga hari ke-6, terlihat dari Kelimpahan sel yang terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada hari ke-6 yaitu sebesar 5,93 x 106 sel/ml. Fase stasioner diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, hal ini dikarenakan pada hari ke-7 sel mengalami penurunan yang cukup signifikan dengan nilai µ sebesar -0,16, lalu fase deklinasi terjadi hingga hari ke-9 dimana kelimpahan sel mulai menurun hingga mencapai kelimpahan sebesar 3,67 x 106 sel/ml dan nilai µ yang juga menurun hingga mencapai nilai -0,23. Fase deklinasi terjadi ketika sel mikroalga mulai mati, ditandai dengan menurunnya kelimpahan sel. Kondisi lingkungan tidak lagi menguntungkan, umur kultivasi yang terlalu lama, terjadinya keterbatasan cahaya dan nutrien atau dapat disebabkan oleh tumbuhnya mikroorganisme lain (Becker, 1994).
30
Kisaran suhu kultivasi selama kultivasi mikroalga berlangsung pada ketiga perlakuan berkisar antara 26-27 °C (Gambar 10).
Menurut Rocha et al. (2003)
Nannochloropsis sp. memiliki rentang suhu yang cukup besar untuk dapat tumbuh, yaitu 25 ± 5 °C, sehingga dengan rentang suhu tersebut Nannochloropsis sp. masih dapat bertumbuh dengan baik dan tidak menjadi faktor pembatas pertumbuhan. Menurut Hu dan Gao (2006) Nannochloropsis sp. masih dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 14-30 °C.
Gambar 8. Perubahan rata-rata suhu kultivasi Nannochloropsis sp. Secara umum, kisaran salinitas kultivasi mukroalga pada setiap perlakuan menujukkan karakteristik yang hampir sama. Salinitas kultivasi masing-masing perlakuan semakin meningkat setiap harinya selama kultivasi, perubahan rata-rata salinitas pada kultur Nannochloropsis sp.selama penelitian, besarnya salinitas berkisar antara 30-34 ‰. Nannochloropsis sp. dapat berkembang dengan baik pada salinitas 31 ‰ dan dapat terus menerus berkembang pada kisaran salinitas 22-49 (Hu dan Gao, 2006) (Gambar 11).
31
Gambar 9. Perubahan rata-rata salinitas kultivasi Nannochloropsis sp. Sidik ragam yang dilakukan pada penelitian menunjukkan bahwa pemberian karbondioksida pada kultivasi mikroalga memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada pertumbuhan mikroalga. Dan uji lanjut yang dilakukan memperlihatkan bahwa tiap kultivasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada pertumbuhan mikroalga. Perhitungan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6. 4.2.3 Alkalinitas Alkalinitas merupakan jumlah basa yang terkandung dalam sebuah perairan, yang umumnya ditentukan oleh CO32- dan HCO3 dengan satuan CaCO3 (Dongoran, , 2003). Menurut Effendi (2003) alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen, serta sebagai kapasitas penyangga terhadap perubahan pH perairan. Menurut Chiu et al. (2008), Nannochloropsis sp. merupakan salah satu mikroalga yang sangat baik bila dikultur dengan tambahan gas karbondioksida,
32
karena spesies ini mampu beradaptasi dengan cepat sehingga pertumbuhannya juga sangat signifikan bila dibandingkan dengan kultur hanya menggunakan aerasi biasa. Pada penelitian ini perhitungan alkalinitas hanya dilakukan pada kultivasi dengan penambahan karbondioksida, karena pada kultivasi tanpa aerasi dan kultivasi dengan aerasi, pH yang terukur tidak dapat masuk dalam kisaran rumus yang digunakan. volume gas karbondioksida yang digunakan adalah 15 % CO2 (v/v), dengan laju alir rata-rata sebesar 0.5 cc/min atau 0.5 ml/min selama 5 jam. Perubahan nilai pH dan nilai alkalinitas disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Perubahan Nilai pH dan Nilai Alkalinitas Hari ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
pH sebelum ditambahkan CO2 7,57 7,81 7,73 7,89 7,56 7,50 7,50 7,41 7,76 7,65
pH sesudah ditambahkan CO2 5,38 5,53 5,38 5,34 5,38 5,25 5,46 5,37 5,68 5,86
Alkalinitas (mg/L CaCO3) 70,00 38,30 46,03 29,88 70,71 71,94 72,03 99,15 39,18 52,73
Terlihat pada Tabel 5 bahwa kisaran nilai alkalinitas pada penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh pH setelah ditambahkan dengan karbondioksida, tetapi juga dipengaruhi oleh pH sebelum ditambahkan karbondioksida. Selama kultur kisaran nilai alkalinitas adalah antara 29,88-99,15 mg/L CaCO3, nilai tersebut masih cukup baik bagi kehidupan organisme perairan dengan kisaran 30-500 mg/L CaCO3 (Effendi, 2003).
33
Nilai alkalinitas pada awal kultivasi adalah 70,00 mg/L CaCO3, diduga pada awal kultivasi mikroalga air media bersifat sadah atau air memiliki kadar mineral yang tinggi. Pada hari ke-1 hingga hari ke 3 terjadi penurunan nilai alkalinitas, diduga air media memiliki kadar mineral yang rendah. Berarti pada hari ke-1 hingga hari ke-3 mikroalga memanfaatkan karbondioksida dan mineral-mineral. Hal ini dapat dilihat dari kelimpahan sel hari ke-1 hingga hari ke-3 yang mengalami peningkatan dan berada pada fase eksponensial. Pada hari ke-4 hingga hari ke-7 nilai alkalinitas mengalami peningkatan, hal ini mungkin disebabkan karena kelimpahan sel mikroalga sedang mengalami peningkatan, sel mikroalga tersebut selain melakukan fotosintesis juga melakukan respirasi yang mengeluarkan karbondioksida sehingga jumlah karbondioksida di air media menjadi jenuh dan mikroalga kurang memanfaatkan karbondioksida. Dan pada hari ke 8 dan hari ke-9 nilai alkalinitas mengalami penurunan, hal ini mungkin terjadi karena kelimpahan sel mikroalga mengalami penurunan sehingga karbondioksida yang dihasilkan oleh mikroalga menjadi sedikit sehingga mikroalga memanfaatkan karbondioksida yang dimasukkan. Menurut Effendi (2003) perairan dengan nilai alkalinitas > 40 mg/L CaCO3 disebut perairan sadah (hard water), sedangkan perairan dengan nilai alkalinitas < 40 mg/L CaCO3 disebut perairan lunak (soft water). Semakin tinggi nilai alkalinitas maka perairan tersebut cenderung bersifat alkali. Menurut Zooneveld et al (1991) dalam Anggraeni (2002), nilai alkalinitas yang tinggi dan cenderung bersifat alkali lebih produktif daripada perairan dengan nilai alkalinitas yang rendah atau cenderung masam. Lebih produktifnya perairan dengan nilai alkalinitas tinggi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen
34
esensial lainnya yang meningkat kadarnya dengan meningkatnya nilai alkalinitas. Alkalinitas tidak hanya dipengaruhi oleh pH juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu dan kekuatan ion (Effendi, 2003).
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kelimpahan sel mikroalga dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. pada kultivasi dengan menggunakan karbondioksida memiliki nilai tertinggi daripada kultivasi dengan aerasi maupun tanpa menggunakan aerasi. Kelimpahan sel Nannochloropsis sp. pada hari ke-6 pada kultivasi menggunakan karbondioksida memiliki jumlah tertinggi bila dibandingkan dengan kultivasi tanpa aerasi dan kultivasi menggunakan aerasi. Kelimpahan sel mikroalga pada kultivasi menggunakan karbondioksida meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan dengan kultivasi tanpa aerasi. Nilai alkalinitas pada kultivasi menggunakan karbondioksida masih berada pada kisaran yang cukup baik bagi kehidupan biota perairan. Penggunaan karbondioksida pada kultivasi mikroalga memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan dan kelimpahan sel mikroalga. Hal ini dapat dilihat dari kelimpahan sel mikroalga pada kultivasi P2 setiap harinya yang selalu mengalami kelimpahan tertinggi bila dibandingkan dengan kultivasi tanpa aerasi dan kultivasi menggunakan aerasi.
5.2 Saran Penelitian dengan menggunakan jenis mikroalga yang lain perlu dilakukan untuk melihat pengaruh penggunaan karbondioksida terhadap pertumbuhan beragam jenis mikroalga.
35
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, I. 2002. Kualitas Air Perairan Laut Teluk Jakarta selama Periode 1996-2002. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anonim. 2007. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Barsanti, L., dan P. Gualtieri. 2006. Algae : Anatomy, Biochemistry and Biotechnology. CRC Press. New York. Becker, E.W. 1994. Microalgae Biotechnology and Microbiology. University Press. Cambridge. Benemann, J.R. 1997. CO2 Mitigation with Microalgae Systems, Energy Convers. 38: S475-S479. Borowitzka, M. A, Lesley J. B. 1988. Microalgal Biotechnology. University Press. Cambridge. Chisti, Y. 2007. Biodiesel from Microalgae, Biotechnol Adv. 25: 294-306. Chiu, S. Y, Y. K. Chien, T.T. Ming, C.O. Seow, H.C. Chiun, dan S.L. Chih. 2008. Lipid Accumulation and CO2 Utilization of Nannochloropsis oculata in Response to CO2 Aeration, Bioresource Tech. 100: 833-838. CSIRO. 2009. Microalgae – Nannochloropsis sp.. http://www.scienceimage.csiro.au/index.cfm?event=site.image.detail&id= 11605. [17 Maret 2011] Dongoran, R.K. 2003. Pengaruh Alkalinitas Total dari Kalsium Karbonat (CaCO3) terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Jambal Siam (Pangasius sp.). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB Bogor.
36
37
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Graham, L.E dan L.A. Wilcox. 2000. Algae. Prentice Hall, New Jersey. Hibberd, B. 2000. Systema Naturae Classification. http://taxonomicon.taxonomy.nl/TaxonTree.aspx. [9 Oktober 2009] Hoshida, H, T. Ohira, A. Minematsu, R. Akada dan Y. Nishizawa. 2005. Accumulation of Eicosapentaenoic Acid in Nannochloropsis sp. in Response to Elevated CO2 Concentrations, Applied Phycology. 17: 29-34. Hu, H dan K. Gao. 2006. Response of Growth and Fatty Acid Compositions of Nannochloropsis sp. to Environmental Factors Under Elevated CO2 Concentration, Biotechnol Lett. 28: 987-992. IPCC. 2001. The Carbon Cycle and Atmospheric Carbon Dioxide. The Scientific Basis. In Climate Change 2001. 185-237. Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta. Krichnavaruk, S., L, Worapanne., P, Sorawit., P, Prasert. 2004. Optimal Growth Conditions and the Cultivation of Chaetoceros calcitrans in Airlift Photobioreactor. Chemical Enginering. 105(2005): 91-98. Kurniawan, H. dan G. Lukman. 1999. Aspek Industri Sistem Kultivasi Sel Mikroalga Imobil. Jurnal Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian. 2 (2). Mata, T.M., A.A Martins dan N.S Caetona. 2010. Microalgae for Biodiesel Production and Other Applications : A Review, Renewable and Sustainable Energy Reviews. 14: 217-232 Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. IPB Press.
38
Nugraheny, N. 2001. Ekstraksi Bahan Anti-bakteri dari Diatom Laut Skeletonema costatum. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Olaizola, M, T. Bridges, S. Flores, L. Griswold, J. Morency dan T. Nakamura. 2004. Microalgal Removal of CO2 from Flue Gases : CO2 Capture from a Coal Combuster, Biotech. Bioproc. Eng. 8: 360-367 Punchard, N.A. Haemocytometer Instructions. Haemocytv3.doc. http://search?haemocytometer+neubauer [9 Oktober 2009] Richmond, A. 2003. Handbook of Microalgal Culture Biotechnology and Applied Phycology. Blackwell Publishing. Rocha, J.M.S, J.E.C Garcia dan M.H.F. Henriques. 2003. Growth Aspect of the Marine Microalga Nannochloropsis gaditana, Biomolecular Engineering. 20 : 237-242. Strickland, J.D.H dan T.R Parsons. 1972. A Practical Handbook of Seawater Analysis. Fisheries Research Board of Canada. Ottawa. Suantika, G., A. Pingkan, dan S. Yusuf. 2009. Pengaruh Kepadatan Awal Inokulum terhadap Kualitas Kultur Chaetoceros gracilis (Schuut) pada Sistem Batch. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Sutomo. 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp., dan Chaetoceros gracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal terhadap Pertumbuhan C. Gracilis di Laboratorium. Oseaonologi dan Limnologi 37 : 43-58.
40
Lampiran 1 Data Kepadatan Nannochloropsis sp. Penelitian Pendahuluan
Tabel Kelimpahan Mikroalga (juta ind/ml) Hari ke- Tanpa Aerasi Menggunakan Aerasi Menggunakan CO2 0 9.82 9.83 9.97 1 10.08 11.43 13.20 2 9.92 11.40 15.58 3 10.63 12.78 16.75 4 11.10 14.08 19.12 5 11.32 14.95 20.77 6 12.88 16.48 23.37 7 11.07 15.37 21.38 8 10.55 12.47 18.43 9 9.07 11.78 16.43
41
Lampiran 2 Data Kepadatan Nannochloropsis sp. Penelitian Utama Tabel Kelimpahan Mikroalga Ulangan Pertama (106 ind/ml) Hari/Tanggal/Tahun
Tanpa Aerasi
Aerasi
CO2
15/03/2010
3.7750
3.8083
3.8500
16/03/2010
3.8667
4.3917
4.6250
17/03/2010
4.1250
4.8750
5.0000
18/03/2010
4.2833
4.8500
5.3833
19/03/2010
4.4000
5.1083
5.4333
20/03/2010
4.5667
5.1417
5.4917
21/03/2010
4.5917
5.2333
5.8250
22/03/2010
4.2917
4.9167
5.3417
23/03/2010
3.2250
4.5583
4.7167
24/03/2010
2.7500
3.6833
3.7750
Tabel Kelimpahan Mikroalga Ulangan Kedua (106 ind/ml) Hari/Tanggal/Tahun
Tanpa Aerasi
Aerasi
CO2
15/03/2010
4.2833
4.3750
4.3667
16/03/2010
4.1333
4.5750
4.4167
17/03/2010
4.0417
4.8500
5.2583
18/03/2010
4.2500
5.0750
5.4250
19/03/2010
4.6083
5.3667
5.8167
20/03/2010
4.6500
5.5417
5.9167
21/03/2010
4.2417
6.2750
6.3167
22/03/2010
3.9917
5.6333
5.2333
23/03/2010
3.0750
5.2500
4.9167
24/03/2010
2.7417
4.6000
4.2000
42
Tabel Kelimpahan Mikroalga Ulangan Ketiga (106 ind/ml) Hari/Tanggal/Tahun
Tanpa Aerasi
Aerasi
CO2
29/03/2010
2.1500
2.0833
2.0583
30/03/2010
2.4917
2.3750
2.9667
31/03/2010
2.5750
2.8000
3.4333
01/04/2010
2.6000
3.0833
3.7750
02/04/2010
2.8667
3.3833
4.1417
03/04/2010
3.5417
4.1667
4.8250
04/04/2010
3.8333
4.6833
5.6333
05/04/2010
3.9833
4.3000
4.5333
06/04/2010
3.0833
4.0583
4.1500
07/04/2010
2.4333
2.7167
3.0250
Rataan Kepadatan Mikroalga Tabel Kelimpahan Mikroalga (106 ind/ml) Hari ke- Tanpa Aerasi Menggunakan Aerasi Menggunakan CO2 0 3.40 3.42 3.43 1 3.50 3.78 4.00 2 3.58 4.18 4.56 3 3.71 4.34 4.86 4 3.96 4.62 5.13 5 4.25 4.95 5.41 6 4.22 5.40 5.93 7 4.09 4.95 5.04 8 3.13 4.62 4.59 9 2.64 3.67 3.67
43
Lampiran 3 Data Suhu, Salinitas dan pH Kultivasi Mikroalga Suhu Hari ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tanpa Aerasi 27.00 27.00 26.00 26.67 26.00 26.00 26.00 26.00 26.67 26.33
Menggunakan Aerasi 27.00 27.00 26.00 26.33 26.00 26.00 26.00 26.00 26.67 26.33
Menggunakan CO2 27.00 26.67 26.00 26.33 26.00 26.00 26.00 26.00 26.33 26.33
Salinitas Hari ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tanpa Aerasi 30.00 30.00 30.00 30.67 31.00 31.67 32.00 33.00 33.00 33.33
Menggunakan Aerasi 30.00 30.00 30.00 30.67 30.67 31.33 32.00 32.33 32.33 33.33
Menggunakan CO2 30.00 30.00 30.33 31.00 31.33 32.00 32.33 32.67 33.33 33.67
44
pH Hari ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tanpa Aerasi 7.99 8.05 8.08 7.99 7.94 7.97 8.00 8.07 8.10 8.03
Menggunakan Aerasi 7.60 7.64 7.63 7.58 7.54 7.55 7.59 7.63 7.66 7.59
Menggunakan CO2 5.38 5.53 5.38 5.34 5.38 5.25 5.46 5.37 5.68 5.86
45
Lampiran 4 Perhitungan Pertumbuhan Mikroalga Perhitungan pertumbuhan mikroalga menggunakan Haemocytometer, diamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40x. Perhitungan pertumbuhan mikroalga dengan cara sebagai berikut : N
= 579
(ind/ml) = N x
25 x 10 4 ………………… (1) 5
(ind/ml) = 579 x
25 x 10 4 5
= 579 x (5 x 104) = 579 x (5x104) = 28950000 (dibagi 6, karena dilakukan 6 kali pengamatan) = 4825000 ind/ml
46
Lampiran 5 Perhitungan Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan spesifik (µ) mikroalga dihitung dengan rumus berikut menurut Krichnavaruk et al (2004). ................................................................. (2)
Contoh : kepadatan Nannochloropsis sp. pada perlakuan menggunakan karbondioksida hari ke-0 = 3,43×106 ind/ml, kepadatan hari ke-1 = 4,00×106 ind/ml, kepadatan hari ke-2 = 4,56×106 ind/ml dan kepadatan maksimum pada hari ke-6 = 5,93×106 ind/ml. Laju pertumbuhan spesifik (µ) pada hari ke-1 adalah = 0,16 Laju pertumbuhan spesifik (µ) pada hari ke-2 adalah = 0,13 Laju pertumbuhan spesifik maksimum (µ maks) adalah = 0,09
47
Lampiran 6 Statistik dan Uji Beda Nyata Terkecil Anova: Two-Factor Without Replication SUMMARY Row 1 Row 2 Row 3 Row 4 Row 5 Row 6 Row 7
Count
Row 8 Row 9 Row 10 Column 1 Column 2 Column 3
ANOVA Source of Variation Rows Columns Error Total
SS 10.13958359 5.508506687 1.375022119 17.0231124
Sum 3 3 3 3 3 3 3
10.25 11.28055556 12.31944444 12.90833333 13.70833333 14.61388889 15.54444444
Average 3.416666667 3.760185185 4.106481481 4.302777778 4.569444444 4.871296296 5.181481481
3 3 3
14.075 12.34444444 9.975
4.691666667 4.114814815 3.325
0.27435957 0.73087449 0.35020833
10 10 10
36.48333333 43.91944444 46.61666667
3.648333333 4.391944444 4.661666667
0.26232373 0.40317635 0.61390055
df 9 2 18
MS 1.126620399 2.754253344 0.076390118
F 14.748248 36.0551001
Variance 0.0001466 0.06420782 0.2452572 0.33145833 0.34540123 0.34007973 0.75977109
P-value 1.345E-06 5.0639E-07
F crit 2.45628 3.55456
29
Karena f critical< F ; maka tolak H0
Perlakuan karbondioksida memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan Nannochloropsis sp.
48
Lampiran 6 (lanjutan) LSD = 0.08 Nilai Tengah Perlakuan 1. Tanpa Aerasi
= 3.65
2. Aerasi
= 4.39
3. Menggunakan CO2
= 4.66
Selisih Nilai Tengah Perlakuan
1 2
1
2
3
0
0.74
1.01
0
0.27
3
0
Selisih > LSD ; tolak H0 Setelah dilakukan uji lanjut diketahui bahwa setiap perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan Nannochloropsis sp.
49
Lampiran 7 Tabel Perhitungan Alkalinitas (αH)
50
Lampiran 8 Tabel Perhitungan Alkalinitas (f)
51
Lampiran 9 Tabel Perhitungan Alkalinitas (A)
52
Lampiran 10 Tabel Perhitungan Alkalinitas (FT)
53
Lampiran 11 Tabel Perhitungan Alkalinitas (Fp)
54
Lampiran 12 Tabel Perhitungan Alkalinitas (γ)
55
Lampiran 13 Perhitungan Konversi Satuan Alkalinitas Satuan alkalinitas yang didapat adalah mmol/L CaCO3 akan diubah menjadi mg/L CaCO3. Misal : nilai alkalinitas = 0.6952 mmol/L Jawab : mmol akan diubah terlebih dahulu menjadi mol (x10-3) maka : 0.6952 x 10-3 6.952 x 10-4 mol mol akan diubah menjadi gram (x berat atom CaCO3) berat atom CaCO3 adalah : Ca : 40.08 C : 12 O : 16 berat atom CaCO3 adalah : 100.8 maka, 6.952 x 10-4 mol x 100.8 = 0.0700 gram gram akan diubah menjadi mg (x103) maka, 0.0700 gram x 103 = 70.00 mg/L CaCO3
56
Lampiran 14 Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Tabung CO2
Mikroskop
Erlenmeyer
Flow meter
Aerator
Bibit Nannochloropsis sp.
Pipet tetes
Haemocytometer
Hand Refraktometer
57
Lampiran 15 Dokumentasi Penelitian Pendahuluan
Kultivasi Mikroalga
Tanpa Aerasi Sumber: Koleksi Pribadi
Menggunakan Aerasi
Menggunakan CO2
58
Lampiran 16 Dokumentasi Penelitian Utama
Kultivasi Mikroalga
Tanpa Aerasi Sumber: Koleksi Pribadi
Menggunakan Aerasi
Menggunakan CO2
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Maret 1987 dari pasangan ayah Fauzan Mansoer dan ibu Suminten. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 112 Jakarta . Pada Tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun akhirnya penulis di terima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Selama menempuh pendidikan sarjana di IPB penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA-IPB) 2007-2009 sebagai Biro Kesekretariatan dan Anggota Divisi PSDM dan mengikuti berbagai kepanitiaan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pemanfaatan Karbondioksida (CO2) untuk Kultivasi Mikroalga Nannochloropsis sp. sebagai Bahan Baku Biofuel”.
59