Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
PENGARUH VARIASI NORMALITAS AKTIVATOR PADA AKTIVASI NaOH-FISIK ADSORBEN FLY ASH BATUBARA TERHADAP PRESTASI MESIN SEPEDA MOTOR 4-LANGKAH Herry Wardono1,a * dan Mario2,b 1,2
Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung, Jl. S. Brojonegoro no. 1 Bandar Lampung 35145, Indonesia a
[email protected],
[email protected]
Abstrak Waste of coal fly ash produced from the coal combustion in power plants (PLTU) is now a major issue that must be addressed. On the other hand, the availability of fuel energy continues to thin, and the amount of emissions released into the ambient air is sharply increase. The activated fly ash of coal as adsorbent pellets can be used to save fuel consumption and reduce emissions. This research was done with some tests namely stationary, road test, and emission test. Fly Ash pellets were packed in a frame and put in the air filter of a motorcycle. So before the air enterred into the combustion chamber, combustion air firstly contacted with the NaOHactivated pellets which were put in the air filter of the motorcycle. The normalities of NaOH used were 0.25, 0.5, and 0.75N. From the results, it was found that NaOH-activated pellets gave higher engine performance. The best fuel save was 34.48% occurred at 1000 rpm (stationary test) for NaOH 0.25N and 0.50N, 22.38% (road test) for NaOH 0.50N, and reduced 15.81% CO and 18.20% HC for NaOH 0.50N. Kata kunci : Fly ash as adsorbent, activator normality, exhaust gas emission berupa abu (fly ash dan bottom ash), dimana sekitar 10-20% adalah bottom ash dan sekitar 80-90% fly ash dari total abu yang dihasilkan (Wardani, 2008). Dari data ini, maka limbah fly ash yang dihasilkan oleh PLTU sangatlah banyak. Sebagai contoh, PLTU berkapasitas 100 MW mengkonsumsi batu bara sebanyak 40 ton/jam, sehingga fly ash yang dihasilkan adalah sekitar 38 hingga 43 ton/hari atau sekitar 40 ton/hari. Keadaan ini lama kelamaan tentu akan menimbulkan masalah besar, karena lokasi penimbunan yang terbatas, disamping itu menyebabkan pencemaran udara lingkungan sekitar. Oleh karena itu, dirasa sangat perlu untuk mengkaji lebih lanjut dan memasyarakatkan pemanfaatan fly ash dalam banyak terapan, seperti sebagai adsorben udara pembakaran.
Pendahuluan Banyaknya masyarakat yang harus antri di banyak SPBU di seluruh Indonesia merupakan indikasi semakin langkanya ketersediaan bahan bakar. Selain itu, udara atmosfir yang terasa mengganggu indera penciuman dan saluran pernafasan menandakan semakin tercemarnya udara lingkungan, terutama di kota-kota besar, termasuk kota Bandar Lampung. Kondisi memperihatinkan ini mayoritas disebabkan oleh penggunaan alat-alat transportasi, khususnya kendaraan bermotor, juga mesinmesin industri. Pencemaran lainnya yang juga perlu perhatian serius adalah dampak negarif bagi lingkungan yang ditimbulkan oleh aktifitas proses pembakaran bahan bakar batubara di area pembangkit listrik, seperti PLTU, yang menghasilkan limbah fly ash dan bottom ash. Dari pembakaran batubara dihasilkan sekitar 5% polutan padat yang KE-29
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Namun demikian, fly ash batubara ternyata dapat dimanfaatkan untuk mengatasi krisis energi dan mereduksi emisi gas buang. Fly ash memiliki sifat mampu menarik air [5], dan rasio SiO2 dan Al2O3 nya rendah (di bawah 5) [6] sebagaimana halnya zeolit alam Lampung. Sifat ini secara termodinamika sangat menguntungkan untuk meningkatkan kualitas proses pembakaran. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Herry Wardono [2, 3] diperoleh zeolit granular dan zeolit pelet mampu mereduksi emisi gas buang cukup signifikan dan mampu menghemat konsumsi bahan bakar cukup signifikan. Di penelitian lainnya, Dimas Rilham dan Herry Wardono [1] juga telah membuktikan kemampuan fly ash batubara dalam menghemat konsumsi bahan bakar dan mereduksi emisi gas buang. Kemampuan adsorpsi fly ash batubara ini masih dapat ditingkatkan, yaitu dengan memberikan perlakuan aktivasi kimia-fisik, seperti aktivasi NaOH-fisik. Pembuatan pelet fly ash ini sangatlah mudah dan murah, begitu pula pemasangannya pada kendaraan bermotor, dan tidak memerlukan modifikasi pada mesin.
Tujuan dari penelitian ini adalah pemanfaatan limbah industri, khususnya PLTU, yang hari demi hari menimbulkan polemik bagi industri dan masyarakat, karena semakin menumpuk. Pemanfaatan Limbah yang melimpah ini sebagai adsorben udara pembakaran hemat bahan bakar dan ramah lingkungan nantinya dapat diaplikasikan tidak hanya pada kendaraan bermotor, tapi juga pada mesin skala besar/industri, sehingga yang tadinya limbah akan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sedangkan tujuan khususnya adalah agar diperoleh data proses aktivasi NaOH-fisik yang tepat/ optimal untuk aplikasi pada kendaraan bermotor, dalam hal ini motor bensin 4-langkah.
Metode Penelitian Persiapan Pelet Fly Ash Batubara Bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan pelet fly ash batubara ini adalah fly ash batubara, air rendaman zeolit, perekat tepung tapioka, NaOH, saringan mesh, timbangan digital, kompor, pengaduk, ampia, cetakan pelet 10 mm, dan oven.
Dilatarbelakangi berbagai keunggulan fly ash sebagai adsorben udara pada motor bakar dan mesin skala besar/industri dan ketersediaan fly ash yang melimpah di Indonesia (khususnya di Propinsi Lampung) seperti telah diuraikan di atas, maka penelitian peningkatan kinerja fly ash menjadi sangat penting untuk dilakukan, sehingga diperoleh adsorben udara pembakaran yang ekonomis, efektif, dan ramah lingkungan, serta dapat dijadikan potensi unggulan daerah dalam rangka mendukung otonomi daerah, pembangunan nasional, terutama dalam menanggulangi masalah krisis energi bahan bakar, pencemaran udara (khususnya perkotaan), dan bahkan pengentasan kemiskinan serta pengangguran yang kian hari kian meningkat.
Setelah bahan dan alat dipersiapkan, pertama-tama air rendaman zeolit harus dibuat terlebih dahulu, yaitu dengan cara merendam zeolit di dalam air sumur dengan perbandingan 20% zeolit : 80% air sumur selama 12 jam. Langkah selanjutnya adalah membuat larutan aktivator NaOH pada berbagai normalitas (0,25N, 0,5N, dan 0,75N), dengan ketentuan: Larutan NaOH 0,25N membutuhkan 10 gram per liter larutan. Larutan NaOH 0,50N membutuhkan 20 gram per liter larutan. Larutan NaOH 0,75N membutuhkan 30 gram per liter larutan. Sebagai contoh, untuk membuat larutan NaOH 0,25N, maka 10 gr NaOH dimasukkan ke dalam gelas berisi air rendaman zeolit, lalu diaduk hingga larut seluruhnya sambil KE-29
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
menambahkan air hingga volume total larutan menjadi 1 lt. Setelah larutan dibuat, fly ash dicampurkan ke dalam larutan tersebut dengan perbandingan rasio fly ash - larutan NaOH 1:1 (1 gr fly ash : 1 ml larutan NaOH), lalu diaduk selama 45 menit agar pencampuran keduanya merata. Fly ash yang telah selesai diaktivasi ini dicuci terlebih dahulu, dengan tujuan untuk menetralkan kembali pH fly ash. Proses pencucian ini menggunakan air rendaman zeolit hingga air cucian fly ash mendekati pH 7. Setelah itu, fly ash tersebut dikeringkan menggunakan panas matahari selama 3 jam atau dipanaskan di dalam oven pada suhu 110 o C selama 1 jam. Fly ash yang telah dikeringkan, selanjutnya diayak kembali untuk mendapatkan partikel yang seragam, dan mudah dibentuk menjadi pelet. Fly ash yang telah diayak ukuran 100 mesh kemudian ditimbang dengan berat 64 gram (a) dan dituang ke wadah untuk membuat adonan. Setelah itu, aquades dan tapioka dimasak menggunakan kompor listrik kurang lebih 5 menit dengan perbandingan komposisi air aquades 32 ml (= 32 gr) dan tapioka 4 gr hingga campuran tersebut berbentuk seperti lem. Kemudian pindahkan campuran tapioka dan aquades yang berbentuk lem tersebut ke wadah berisi 64 gr fly ash. Campuran tersebut diaduk hingga merata sampai terjadi sebuah campuran adonan yang kalis. Campuran tersebut kemudian diratakan menggunakan ampia. Setelah merata bisa dilakukan pencetakan fly ash pelet dengan ukuran diameter lebar 10 mm dan tebal 3 mm (lihat Gambar 1). Hasil cetakan fly ash yang telah berbentuk pelet tersebut didiamkan pada temperatur ruangan (secara alami) selama kurang lebih 24 jam. Setelah itu, baru dilakukan aktivasi fisik menggunakan oven pada temperatur 150oC selama 1 jam.
alami). Pelet fly ash yang sudah dingin dimasukkan ke dalam plastik kedap udara agar tidak terkontaminasi oleh udara luar. Setelah diaktivasi fisik pelet fly ash tersebut ditimbang dan kemudian diletakkan di dalam frame kawat strimin untuk dibentuk sesuai dengan filter udara motor yang diuji. Pelet fly ash yang digunakan dalam percobaan ini menggunakan variasi massa yaitu 40 gram, 30 gram, dan 20 gram. Kemudian filter yang telah dibentuk dan ditimbang sesuai variasi massanya, dijahit agar letak pelet fly ash merata dan tidak bertumpukan. Selanjutnya pelet fly ash siap digunakan untuk pengujian. Persiapan Sepeda Motor Untuk Pengujian Motor yang diuji dipasangkan tachometer, dan di selang bensin yang mengalirkan bensin menuju karburator dipasangkan keran untuk menutup laju aliran bensin dari tangki, kemudian membuat tangki bahan bakar buatan dari botol susu bayi sehingga dapat lebih mudah mengukur laju konsumsi bahan bakar (lihat Gambar 2).
Gambar 2. Persiapan Sepeda Motor Untuk Pengujian
Sebelum pengujian, motor di-tune up secara berkala agar dalam kondisi baik. Menjelang pengujian mesin dipanaskan beberapa menit lalu pengujian dilakukan. Selama dilakukannya proses pengujian, sepeda motor diservis rutin dalam rentang waktu tertentu untuk menjaga kondisinya agar selalu prima pada setiap pengujian.
Gambar 1. Proses pembuatan Pelet Fly Ash Setelah 1 (satu) jam berlalu, oven dibuka kembali, pelet fly ash yang telah dipanaskan dikeluarkan yang kemudian diletakkan di temperatur ruangan (pendinginan secara
Prosedur Pengujian Pengujian Stasioner Pengujian stasioner dilaksanakan pada putaran mesin 1000, 3000, dan 5000 rpm. KE-29
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Pengujian ini dilakukan untuk melihat konsumsi bahan bakar pada kondisi diam (idle). Persiapan pertama yang dilakukan adalah memanaskan mesin agar kondisi mesin pada saat pengujian sudah stabil. Kemudian putar setelan gas di bagian karburator untuk mengatur putaran mesin yang diinginkan. Pengujian dimulai dengan mengisi bahan bakar ke dalam tangki , dimana bahan bakar tersebut telah diukur terlebih dahulu melalui skala yang ada pada tangki buatan. Pengujian diawali dengan pengujian tanpa menggunakan pelet fly ash. Sepeda motor dihidupkan selama 5 menit, lalu bahan bakar yang tersisa dalam tangki buatan tersebut dicatat. Dari data ini diperoleh jumlah bahan bakar yang dikonsumsi. Selanjutnya pengujian dilaksanakan menggunakan pelet fly ash yang diletakkan pada saringan udara. Semua data bahan bakar yang tersisa dalam tangki buatan dicatat.
idle 1500 rpm dan probe sensor sudah dimasukkan ke dalam knalpot. Nilai yang terbaca pada fuel gas analyzer diprint out untuk mendapatkan data hasil pengujian. Dengan langkah yang sama, pengujian dilaksanakan pada putaran mesin lainnya yaitu 3500 rpm. Pengulangan pengujian juga dilaksanakan sebanyak 3 kali. Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil pengujian, selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik agar memudahkan dalam menganalisa, dan menentukan kondisi terbaik. Hasil dan Pembahasan Hasil yang diperoleh dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu pengujian konsumsi bahan bakar, dan pengujian emisi gas buang. Pengujian Konsumsi Bahan Bakar Konsumsi bahan bakar pada pengujian stasioner ditampilkan pada Gambar 3.
Pengujian Berjalan Pengujian berjalan (road test) dilaksanakan pada kecepatan rata-rata 50 km/jam dengan jarak tempuh sejauh 5 km. Pengujian diawali dengan mengisi bahan bakar ke dalam tangki buatan. Kemudian dilakukan pengujian dengan kondisi tanpa menggunakan pelet fly ash. Bahan bakar yang tersisa dalam tangki buatan dicatat. Pengujian dilanjutkan dengan pelet fly ash terpasang pada filter sepeda motor. Bensin yang tersisa langsung dicatat.
Gambar 3. Konsumsi Bahan Bakar Pengujian Stasioner Dari Gambar 3 terlihat bahwa pada seluruh pengujian menggunakan pelet fly ash memberikan konsumsi bahan bakar yang lebih rendah (terjadi penghematan konsumsi bahan bakar). Pada pengujian putaran rendah 1000 dan 3000 rpm, peningkatan normalitas aktivator tidak memberikan pengaruh yang signifikan, penghematan yang terjadi hampir sama, kecuali pada operasi putaran 1000 rpm dengan normalitas aktivator 0,75N dimana hampir tidak terjadi penghematan konsumsi bahan bakar. Berbeda halnya pada kondisi operasi putaran tinggi 5000 rpm. Semakin tinggi normalitas aktivator yang digunakan, semakin boros konsumsi bahan bakarnya. Penghematan konsumsi bahan bakar tertinggi terjadi pada operasi 1000 rpm menggunakan NaOH 0,25N massa 40 dan 30 gr, juga NaOH
Menentukan Filter Fly Ash Terbaik Setelah dilakukan pengujian seluruhnya, dengan pengulangan pengujian sebanyak 3 kali, maka selanjutnya dianalisa untuk menentukan pelet fly ash terbaik. Selanjutnya pelet fly ash terbaik yang digunakan pada pengujian emisi gas buang. Pengujian Emisi Gas Buang Pada pengujian ini, sepeda motor dioperasikan pada putaran mesin 1500 dan 3500 rpm. Pengujian ini dilakukan dengan cara menggunakan satu bentuk filter fly ash terbaik saja. Sebagaimana pengujian sebelumnya, pengujian emisi gas buang ini diawali dengan tanpa menggunakan pelet fly ash. Sepeda motor dihidupkan pada kondisi KE-29
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
0,5N massa 40 dan 20 gr, yaitu sebesar 34,48%. Pada operasi 3000 rpm, penghematan tertinggi terjadi sebesar 31,75% menggunakan NaOH 0,75N (massa 20 gr). Sementara itu, NaOH 0,25N (massa 30 gr) mendominasi penghematan konsumsi bahan bakar pada operasi 5000 rpm, dimana penghematan tertinggi terjadi sebesar 27,59%.
Gambar 5. Konsentrasi gas CO Sedikit berbeda dengan hasil pengujian konsumsi bahan bakar tadi, penggunaan aktivator 0,75N operasi putaran rendah 1500 rpm, menghasilkan emisi gas buang yang lebih tinggi, yaitu sebesar 10,30%. Reduksi emisi gas buang tertinggi terjadi pada penggunaan aktivator 0,5N, baik pada putaran 3500 rpm, maupun putaran 1500 rpm, yaitu sebesar 15,81% dan 14,70%, secara berturutturut (lihat Gambar 5).
Gambar 4. Konsumsi Bahan Bakar Pengujian Berjalan Sama halnya seperti pengujian stasioner, pada pengujian berjalan ini mampu memberikan penghematan konsumsi bahan bakar, seperti terlihat pada Gambar 4. Penghematan tertinggi didominasi pada penggunaan aktivator 0,5N, terutama untuk massa 30 gr, yaitu sebesar 22,38%, dan sebesar 19,05% untuk massa 20 gr. Penghematan tertinggi berikutnya terjadi pada penggunaan aktivator 0,25N dengan massa 20 dan 30 gr, yaitu sebesar 17,62% dan 16,67%, secara berturutturut. Sementara itu, penggunaan aktivator NaOH 0,75N hanya mampu menghemat sebesar di bawah 15%, bahkan di bawah 10%. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin tinggi normalitas aktivator yang digunakan mampu memberikan daya adsorpsi yang lebih tinggi. Namun, untuk normalitas aktivator yang lebih tinggi dikhawatirkan dapat merusak struktur penyusun fly ash. Dari hasil yang diperoleh, disimpulkan bahwa pengggunaan massa fly ash 30 gr mampu memberikan penghematan konsumsi bahan bakar tertinggi, oleh karena itu, pada pengujian emisi gas buang hanya menggunakan massa 30 gr untuk semua normalitas.
Gambar 6. Konsentrasi Gas HC Konsentrasi gas HC pada operasi putaran tinggi 3500 rpm tidak mampu direduksi pada saat menggunakan pelet fly ash keseluruhan (polusi lebih besar 10%). Namun demikian, pada operasi putaran rendah 1500 rpm, konsentrasi gas HC mampu direduksi sebesar 18,20% dan 14,79% pada saat menggunakan aktivator 0,5N dan 0,25N (lihat gambar 6). Kesimpulan Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terbukti bahwa penggunaan seluruh pelet fly ash mampu meningkatkan prestasi mesin sepeda motor bensin 4-langkah. Hasil terbaik KE-29
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
terjadi pada penggunaan aktivator NaOH 0,5N, disusul NaOH 0,25N, dan NaOH 0,75N. Massa pelet fly ash terbaik terjadi pada operasi menggunakan 30 gr, disusul massa 20 gr, dan 40 gr.
Lainnya Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.
Referensi [1] D. Rilham dan H. Wardono, Pengaruh Aplikasi Fly ash Bentuk Pelet Perekat Yang Diaktivasi Fisik Terhadap Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sepeda Motor Bensin 4-Langkah, Skripsi Sarjana, Jurusan Teknik Mesin FT Unila, Bandar Lampung, 2012. [2] H. Wardono dan S. Br Ginting, Pemanfaatan Zeolit Alam Lampung Sebagai Adsorben Udara Pembakaran Ramah Lingkungan Untuk meningkatkan Prestasi Kendaraan Bermotor Bensin 4Langkah, Laporan Penelitian Hibah Bersaing-DIKTI, Bandar Lampung, 2007. [3] H. Wardono, S. Br Ginting, dan H. Supriadi, Pengembangan Filter Udara Alternatif Hemat Bahan Bakar Dari Zeolit Asal Lampung Untuk Aplikasi Mesin Skala Besar Dan Industri, Laporan Penelitian Hibah Kebijakan StrategisDIKTI, Bandar Lampung, 2010. [4] Kementerian Ristek, Panduan Insentif Riset Edisi-5, Dewan Riset Nasional, Jakarta, 2010. [5] L.K.A. Sear, The Properties and use of coal fly ash. Thomas Telford Ltd., London, 2001, https://books.google.co. id/books?id=gtrMZpQn72QC&printsec=f rontcover&hl=id&source=gbs_ge_summ ary_r&cad=0#v=onepage&q=absorb%20 water&f=false. [6] S.P.R. Wardani, Pemanfaatan Limbah Batubara (Fly ash) Untuk Stabilisasi Tanah Maupun Keperluan Teknik Sipil KE-29