212
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
PEMANFAATAN DAN PEMBUATAN ALAT PENYEDIAAN DAYA LISTRIK SECARA OTOMATIS DENGAN MENGGUNAKAN INVERTER 12V DC MENJADI 220V AC Suharijanto1
1) Dosen Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Isalam Lamongan
ABSTRAKSI Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keinginan penulis pada masalah pemadaman listrik yang sering terjadi di daerah pedesaan, Belum adanya komplain dari masyarakat pedesaan menyebabkan banyak kerusakan alat pada PLN yang menyebabkan pemadaman di limpahkan ke pedesaan. Lokasi penelitian dilakukan di laboratorium Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan, dengan kondisi masih seringnya terjadi pemadaman listrik di desa-desa kecamatan Babat Lamongan, dimana dari hal diatas membuat penulis untuk mencoba membuat alat yang secara otomatis bisa menyala bila terjadi pemadaman arus listrik. Tujuan pembuatan alat ini agar masyarakat di pedesaan bisa menyalakan peralatan yang menggunakan listrik atau minimal bisa menyalakan penerangan dengan menggunakan listrik(lampu). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila menggunakan accu 5AH dan diberi beban sebesar 100VA alat ini bisa bertahan kurang lebih 30-40 menit. Kata Kunci : alat penyedian daya,otomatis, inverter I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa sekarang ini khususnya pada bidang keleistrikkan membawa banyak perubahan dalam pemakaian tenaga listrik. Kebutuhan akan listrik tidak hanya dibutuhkan dikita saja tetapi didesa-desa juga membutuhkannya. Kebutuhan listrik tidak hanya dibutuhkan oleh industri tetapi juga oleh non industri (rumah tangga). Di pedesaan sering terjadi pemadaman aliran listrik dibandingkan diperkotaan. Disamping di pedesaan banyak pepohonan juga karena tadak ada komplain dari masyarakat. Sehingga bila terjadi kerusakan pada pembangkit atau pada jaringan yang dipadamkan adalah pedesaan. Sehingga dengan itu penulis bermaksud untuk membuat inverter ini. Pembuatan alat ini dimaksudkan agar masyarakat pedesaan tidak lagi bingung mencari penerangan apabila terjadi pemadaman listrik dari PLN secara tiba-tiba untuk beberapa waktu. Peralatan ini dirancang dengan otomatis maksudnya bila listrik mati alat ini akan bekerja dengan sendirinya. II. Tinjauan Pustaka 2.1. Inverter Inverter berfungsi sebagai pengubah tegangan dari DC 12V menjadi AC 220V, sebagai pengubah tegangan inverter harus menghasilkan bentuk gelombang sinus yang baik dengan frekuensi 50Hz atau 60Hz. 2.1.2. Rangkaian Flip-Flop
ISSN No. 2085 - 0859
Rangkain Flip-Flop merupakan suatu rangkaian yang mempunyai dua keadaan yang berlainan dan stabil pada saat yang sama. Biasanya rangkaian Flip=Flop ini dipergunakan sebagai rangkain memori, pembagi frekuensi atau penghitung. Adapun jenis=jenis Flip-Flop ini ada empat macam, yaitu SR Flip-Flop, T Flip_Flop, D Flip-Flop, dan JK Flip-Flop. Keempat macam rangkaian ini dibangun dengan menggunakan komponen logic, seperti AND gate, NOR gate, serta kombinasi dari komponen logic tersebut. Dalam inverter ini menggunakan rangkain D Flip-Flop. Tujuannya untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya keadaan output yang tak menentu, seperti terjadi SR Flip-Flop, maka digunakan input D yang diberikan pada AND gate I , sedangkan AND gate II diberikan informasi D yangf sudah melalui inverter terlebih dahulu seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
.
Gambar 1. Rangkaian D Flip-Flop D input tersebut berfungsi sebagai pengontrol input yang menentukan bekerjanya Flip-Flop tersebut.Tabel kebenaran dari gambar 1 dapat dilihat di bawah ini.
213
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Tabel 1. Tabel kebenaran D Flip-Flop Input D 0 1
Q 0 1
Ouput
Q 1 0
efisien menggunakan FET, tetapi untuk frekuensi yang lebih rendah dapat digunakan bipolar. Berikut ini adalah gambar rangkaian inverter yang tidak dilengkapi pengotomatisan dari aki ke inverter dan lampu indikator DC ke AC :
2.1.3. Rangkaian Penguat Rangkaian penguat adalah rangkaian yang terdiri dari beberapa transistor yang dirangkaia parallel dan dalam rangkaian inverter in berfungsi sebagai penguat daya pada transistor switching.
Gambar 2. Rangkaian Penguat Paralel 2.1.4. Switching Transistor Transistor Switching dapat dibentuk oleh transistor bipolar (BJT) atau transistor efek medan (MOSFET). Dalam rancangan ini menggunakan switching tegangan dengan transistor bipolar (BJT). Karakteristik ideal digambarkan pada gambar sebagai berikut : Vcc
0
t1
t2
Gambar 3. Karakteristik Ideal Saklar Transistor Dari t0 ke t1 transistor dalam kondidi ON, melewatkan arus ke beban secara ideal, tidak ada yang jatuh pada transistor, sehingga tidakm terjadi disipasi daya. Pada t1 transistor menjadi OFF. Transistor merespon dengan cepat menjadi keadaan OFF dengan waktu yang dapat diabaikan. Atur wakty t1 dan t2 transistor dalam keadaan OFF (benar0benar OFF), tidak terdapat arus pada transistor, jadi walaupun tegangan masukan penuh dilewatkan pada transistor, transistor tidak terpengaruh oleh daya. Padan waktu t2 transistor menjadi ON kembali. Pada frekuensi rendah, transistor bipolar memiliki sfisiensi yang lebih tinggi. Bila frejuensi naik, switching ON dan OFF bertambah. FET memiliki kemampuan switching yang lebih cepat dari bipolar. Untuk aplikasi 100 KHz, lebih
ISSN No. 2085 - 0859
Gambar 4. Rangkaian Inverter 2.2. Baterai Baterai sebagai sumber arus listrik searah (DC) dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu baterai elemen kering dan elemen basah. Baterai dapat disebut juga dengan istilah accu atau accumulator yang berarti menghimpun. Baterai adalah suatu peralatan yang dapat menghasilkan energy listrik dengan melalui proses kimia. Baterai mempunyai 2 elektroda yaitu elektroda positif dan elektroda negatif. Suatu beban apabila terhubung dengan elektrodaelektroda baterai, maka akan timbul reaksi elektro kimia dan terjadilah aliran arus listrik dari kutub positif menuju negatif. 2.2.1. Konstruksi Aki Aki adalah baterai yang banyak di gunakan untuk kendaraan bermotor. Aki menjadi pilihan yang praktis karena dapat menghasilkan listrik cukup besar dan dapat diisi kembali. Sel aki terdiri atas anoda pb (timbal = timah hitam) dan katoda pbO2 (timbal dioksida), keduanya merupakan zat padat, yang dicelupkan dalam larutan asam sulfat (lihat gambar). Kedua elektroda tersebut, juga hasil reaksinya, tidak larut dalam larutan asam sulfat, sehingga perlu memisahkan anoda dan katoda dan dengan demikian tidak diperlukan jembatan garam, Yang perlu dijaga sampai kedua elektroda tersebut saling bersentuhan.
214
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
2.3. Relay Relay merupak piranti untuk membuka dan menutupnnya kontak atau bisa sebagai saklar oromatis.
Gambar 5. Baterai/Aki yang terdiri atas sel-sel yang dihubungkan seri 2.2.2. Rangkaian pengisi Aki Rangkain ini berfungsi sebagai pengisan aki yang akan digunakan untukmmenyuplai inverter. Rangkain ini menggunakan SCR sebagai pengotomatisasi. Rangkaian ini bekerja menyuplai aki jika tegangan aki bekerja dibawah tegangan nominalnya dan akan memutuskan suplai jika tegangan aki telah mencapai tegangan nominalnya. Sumber dari rangkaian ini adalah jala-jala PLN satu fasa yang tegangannya diturunkan oleh trafon step down dan disearahkan oleh rangkaian rectifier yang outputnya adalah 12 Volt, hal ini dikarenakan tegangan nominal pada aki adalah 12V.
III. METODOLOGI 3.1. Metodologi Metode perancangan ini, akan dibahas langkah-langkah dalam pembuatan alat pada penyediaan daya listrik secara otomatis dengan menggunakan inverter 12V DC menjadi 220V AC yang terdiri dari : perancangan alat, pembuatan alat dan pengujian alat. Perancangan alat meliputi: (1) pembuatan diagram blok alat penyediaan daya listrik secara otomatis dengan inverter 12V DC menjadi 220V AC, dan sekaligus menjelaskan fungsi atau kegunaan dari masing-masing blok diagram tersebut. Pada pembuatan alat, meliputi: (1) pembuatan skema rangkaian tiap diagram blok, dan (2) pembuatan skema rangkain keseluruhan alat penyediaan daya listrik otomatis. Untuk pengujian alat, meliputi: pengujian untuk mengetahui bekerjanya suatu alat penyediaan daya secara otomatis, baik secara per blok rangkaian maupun secara keseluruhan. 3.2. Blok Diagram PLN
Inverte r
Suplemen relay
Trafo stepup Relay
Trafo step-down steep
Gambar 6. Rangkaian Pengisi Aki/Baterai
ISSN No. 2085 - 0859
Pengisian Aki
Aki
Gambar 8. Blok diagram sistem penyediaan daya secara otomatis dengan inverter DC 12V menjadi AC 220V
out
215
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
3.3. Pembuatan Alat Tahap yang kedua setelah kita merancang membuat diagram blok adalah sekarang kita membuat skema rangkaian tiap blok diagram alat dan skema rangkaian keseluruhan, serta pembuatan alat jadinya. Pada tahap pembuatan alat pembuatan skema rangkaian ini meliputi : (1) rangkaian inverter, (2) rangkaian penyearah dan (3) rangkaian keseluruhan 3.3.1. Pembuatan Skema Rangkaian Inverter Gambar 10. Skema Rangkaian Penyearah IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian inverter Gambar 9. Skema Rangkain Inverter
Tabel 2. Pengujian inverter tanpa beban
Rangkaian inverter, digunakan untuk mengubah sinyal DC menjadi sinyal AC. Adapun bentuk skema rangkaian diperlihatkan seperti pada gambar di atas. Daftar komponen : R1 = 10 kΩ L1 = 1μH R2 = 100 kΩ R3 = 100 Ω R4 = VR 50 kΩ C1, C2 = 0,1 μf C3 = 0,01 μf C4 = 2700 μf/25 volt Q1, Q2 = TIP 41A Q3, Q4 = TIP 42A Trafo step up 3.3.1. Pambuatan Skema Rangkaian Penyearah Tegangan Rangkaian ini diperguinakan untuk mengubah arus AC menjadi arus DC, yang nantinya dipergunakan untuk menghidupkan motor.
Pengujian inverter Tegangan Daya
220v >1000VA
Tabel 3. Pengujian inverter dengan beban lampu Beban (VA) 20
Tegangan (V) 220
40
220
60
220
80 100
220 220
Lama / waktu 3 jam 20 menit 2 jam 10 menit 1 jam 7 menit 50 menit 40 menit
Keterangan : Hasil pengujian diatas diambil dengan aki 5AH dan apabila menggunakan aki yang lebih besar (20AH - 60AH) dan kondisi aki yang masih bagus, maka waktunya akan lebih lama. 4.2. Pembahasan Pembuatan sistem penyediaan daya secara otomatis dengan menggunakan inverter DC 12V
ISSN No. 2085 - 0859
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
menjad AC 220V ini memanfaatkan kontak relay yang sebenarnya disesuaikan dengan tegangan masukan pada coilnya sehingga mampu untuk menghubungkan dan memutuskan kontak. Pada sistem penyediaan daya secara otomatis dengan menggunakan inverter DC 12V menjadi AC 22oV ini menggunakan seumber tegangan dari aki. Sebagai pengisian pada aki menggunakan sistem pengisian otomatis yang mendapat suplai dari PLN dan akan berhenti mengisi apabila teganmgan baterai kembali menjadi tegangan nominal. Untuk rangkaian inverter sebagai pengubah tegangan dari DC 12V menjad AC 220V menggunakan IC 4013 yang bekerja secara Flip=Flop dan transistor 2N3005 sebagai saklar penguat yang kemudian tegangan AC yang dihasilkan oleh inverter akan dinaikkan oleh trafo step up 10A. Proses pengujian pada sistem penyediaan daya otomatis ini tegangan yang dihasilkan oleh aki setelah melalui inverter adalah 220V AC dan daya yang kurang lebih 100VA selama 1-2 jam (menggunakan aki 25AH), hal ini terjadi karena kemampuan arus dari aki sangat kecil, selain itu arus dari beban juga saling mendukung terhadap lamanya alat yang digunakan. Perlunya sistem penyediaan daya secara otomatis di pedesaan, sehingga pada waktu listrik PLN mati, maka orang pedesaan tidak perlu bingung untuk mencari penerangan dalam waktu 2 – 3 jam. Di samping itu orang yang berada dipedesaan tidak perlu repot mencari penerangan dengan menggunakan minyakm tanah atau lilin. V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Setelah melakukan pembuatan dan pengujian alat, maka dapat disimpulkan : 1. Alat in (inverter) berfungsi untuk menghasilkan tegangan listrik sebesar 220V Ac dan dapat bekerja secara otomatis jika listrik PLN padam. 2. Pembuatan alat penyediaan daya listrik secara otomatis dapat dilakukan dengan cara menyiapkan bahan/alat yang dibutuhkan, meranncang rangkaian/skema alat yang akan dibuat, merakit bahan/alat yang sudah disiapkan dan pengujian alat yang akan dirakit. 3. Cara kerja alat penyediaan daya listrik secara otomatis dengan menggunakan inverter sebagai pemindah/transfer beban apabila listrik disediakan PLN padam dan aki sebagai sumbernya.
ISSN No. 2085 - 0859
216
5.2. Saran. Dari uraian diatas pasti banyak sekali kekurangan disana-sini, yang disebabkan oleh keterbatasan penulis dalam proses pembuatan alat penyediaan daya secara otomatis ini. Oleh karena itu, penulis berharap demi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang elektroniak, nantinya ada orang-orang yang dapat mengembangkan alat ini agar lebih sempurna, baik cara kerja alat atau daya yang dihasilkan oleh alat itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Bird, Tong. 1987. Kimia Fisika Untuk Universitas, Jakarta: PT. Granedia Ismail, A. 1991. Rangkaian Elektyronika jilid II. Jakarta : PT. Gramedia Lister, Eugene C. 1989, Mesin Dan Rangkaian Listrik, Jakarta : Edomedia Malvino, 1996, Prinsip-Prinsip Elektronika Jilid II, Jakarta : Erlangga Omron smart otomation control, 1995, Singapura Purba, M. Hidayat, S. 1993, Ilmu Kimia Tentang Baterai<, Jakarta : Erlangga Purwanto, A. 1998, Hobi elektronika, Jakarta : Gramedia Panjaitan, R. 1998. Mesin Listrik Arus Searah, Bandung : Widjaya Karya Sumanto, 1989, Mesin-Mesin Arus Listrik Searah, semarang : Karya Winata Wibisono, A. Hendro. 1991. Baterai Sebagai Sumber tenaga DC di GI Sawahan, Surabaya : FTI ITATS
217
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Membandingkan Metode Trapesium Satu Pias, Banyak Pias Dan Koreksi Ujung Ulul Ilmi 1)
1) Dosen Fakultas Teknik Prodi Teknik Elektro Universitas Islam Lamongan
Abstrak Salah satu persoalan yang dihadapi persoalan perhitungan dunia metode numerik adalah mencari metode yang terbaik dalam penyelesaian sebuah kasus. Dalam kasus ini masalah dihadapi adalah menyelesaikan persoalan integral e pangkat x dx, di mana x dimulai dari 0,1,2, ... dan seterusnya. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut maka digunakan metode trapesium satu pias, banyak bias dan koreksi ujung. Hal ini bertujuan untuk membandingkan hasil akhir dari kedua metode tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode trapesium satu pias memiliki tingkat kesalahan perhitungan lebih besar jika dibandingkan dengan metode trapesium banyak pias. Sedangkan metode trapesium banyak pias memiliki tingkat kesalahan perhitungan lebih besar jika dibandingkan dengan metode trapesium koreksi ujung. Dengan demikian metode n
trapesium koreksi ujung lebih cocok digunakan untuk penyelesaian persoalan
e
x
dx . Hal ini
0
disebabkan metode ini memiliki tingkat kesalahan perhitungan terkecil jika dibandingkan dengan metode trapesium satu pias dan banyak pias. Kata Kunci : Metode trapesium satu pias, metode trapesium banyak pias, metode trapesium koreksi ujung. Pendahuluan Integrasi suatu fungsi adalah operator matematik yang penting dan dipresentasikan dalam bentuk : b
I= ( x)dx
(1)
a
yang merupakan integral suatu fungsi f(x) terhadap variabel x yang dihitung antara batas bawah x = a sampai batas atas x = b. Seperti yang ditunjukkan dalam persamaan (1), yang dimaksud dengan integrasi adalah nilai total atau luasan yang dibatasi oleh fungsi f(x) dan sumbu x, serta antara batas bawah x = a dan batas atas x = b. Integrasi analitis suatu fungsi telah banyak dipelajari dalam mata kuliah kalkulus. Dalam penelitian ini akan dibahas tentang integrasi numerik yang merupakan metode pendekatan dari integrasi analitis. Metode trapesium satu pias Metode trapesium satu pias merupakan metode untuk penyelesaian integrasi numerik. Integrasi numerik dilakukan apabila : 1. Integral tidak dapat diselesaikan secara analitis.
ISSN No. 2085 - 0859
2. Fungsi yang diintegralkan tidak diberikan dalam bentuk analitis, tetapi secara numerik dalam bentuk angka (tabel). Metode integrasi numerik merupakan integral tertentu yang didasarkan pada hitungan perkiraan. Hitungan dilakukan dengan membagi luasan dalam sejumlah pias keci. Luas total adalah jumlah dari semua pias. Metode integrasi numerik dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu metode Newton-cotes dan metode gauss. Metode Newton-Cotes didasarkan pada penggantian fungsi yang kompleks atau tabel data dengan fungsi polinomial sederhana sehingga mudah diintegrasikan. Metode Newton-Cotes membagi absis dalam jarak interval yang tetap. Salah satu metode Newton-Cotes adalah metode trapesium satu pias. Metode tranpesium merupakan metode Newton-Cotes orde pertama. Dalam metode ini kurva lengkung dari fungsi f(x) digantikan oleh garis lurus. Luasan bidang di bawah fungsi f(x) antara x = a dan x = b didekati oleh luas trapesium di bawah garis lurus yang menghubungkan antara f(a) dan f(b). Menuru rumus geometri, luas trapesium adalah lebar kali tinggi rerata,
218
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
I = (b-a)
f (a ) f (b) 2
(2)
Penggunaan garis lurus untuk mendekati garis lengkung menyebabkan terjadinya kesalahan sebesar luasan yang tidak diarsir. Besarnya kesalahan yang terjadi dapat diperkirakan dari persamaan berikut :
1 E= f ' ' ( )(b a) 12
Metode trapesium dengan banyak pias Metode trapesium banyak pias digunakan sama seperti halnya metode trapesium satu pias. Tetapi metode trapesium banyak pias memiliki sebuah kelebihan jika dibandingkan dengan metode trapesium satu pias. Kelebihannya adalah mentode trapesium banyak pias ternyata mampu mengurangi tingkat kesalahan yang terjadi pada perhitungan dari metode trapesium satu pias. Caranya adalah kurva lengkung yang terbentuk pada perhitungan dari metode trapsium satu pias didekati oleh sejumlah garis lurus, sehingga terbentuk banyak pias. Luas bidang adalah jumlah dari beberapa pias tersebut. Semakin kecil pias yang digunakan, hasil yang didapatkan menjadi semakin teliti. Adapun rumus yang digunakan dalam metode trapesium banyak pias adalah : n 1 x [ f (a ) f (b) 2 f ( xi )] 2 i
(4)
x 2 (b a) f ' ' ( ) 12
(5)
Sedangkan persamaan untuk metode trapesium dengan koreksi ujung adalah : 2 n1 I = x[ f (a) f (b) 2f (xi)] x [ f '(b) f '(a)] (6) 2
i1
ISSN No. 2085 - 0859
12
APLIKASI METODE TRAPESIUM
I= e dx x
a
HASILNYA DIBANDINGKAN TINGKAT KESALAHANNY A
Gambar 1. Rencana Penelitian Mula-mula diperoleh persoalan integral dalam bentuk e pangkat x dx. Dari data ini maka dapat digunakan sebagai data input untuk dimasukkan ke dalam rumus metode trapesium. Berdasarkan hasil perhitungan dengan memakai metode trapesium maka didapatkan hasil akhir perhitungan dan tingkat kesalahan. Dari ketiga tingkat kesalahan tersebut maka dapat disimpulkan metode trapesium yang mana yang menghasilkan tingkat kesalahan terendah. Analisa Data Adapun persoalan yang akan dianalisa dalam penelitian ini adalah : 6
I= e x dx dimana untuk menyelesaikan persoalan 1
integral tersebut digunakan tiga metode yaitu metode trapesium satu pias, metode trapesium banyak pias dan metode trapesium koreksi ujung. dengan perubahan deret geometri. Berikut akan disajikan hasil perhitungan antara ketiga metode tersebut. 1.Metode trapesium satu pias 6
Besarnya kesalahan yang terjadi pada penggunaan banyak pias adalah : Et =
b
(3)
Dengan adalah titik yang terletak di dalam interval a dan b Persamaan (3) menunjukkan bahwa apabila fungsi yang diintegralkan adalah linear, maka metode trapesium akan memberikan nilai eksak karena turunan kedua dari fungsi linear adalah nol. Sebaliknya untuk fungsi dengan derajat dua atau lebih, penggunaan metode trapesium akan memberikan kesalahan.
I=
Perancangan Penelitian Pada bagian ini akan dijelaskan tentang perencanaan penelitian seperti terlihat pada Gambar 3.
Hitung I =
e
x
dx
3
Penyelesaian Soal tersebut bisa diselesaikan secara analitis, I= e 6 – e 3 = 403,429 – 20,086 = 383, 343 Dengan memakai integral numerik didapatkan : I = (6-3) 635,2725
e6 e3 403,429 20,086 (3) . = 2 2
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Kesalahan perhitungan dari metode trapesium pias satu adalah :
=
383,343 635,2725 x100% = -65, 719 % 383,343
2.Metode trapesium banyak pias Dimana dalam soal ini ada 3 pias x = 1.
1 2
I= [e 3 e 6 2(e 4 e 5 )] =
1 [20,086 403,429 2(54,598 148,413)] = 2
414,7685
Kesalahan adalah :
=
dari metode trapesium
banyak pias
383,343 414,7685 x100% = -8,197% 383,343
3. Metode trapesium dengan koreksi ujung I = 414,7685 -
1 6 (e e 3 ) = 383,82325 12
Kesalahan dari metode trapesium koreksi ujung adalah : = (383, 343 - 383,82325) x 100% / 383,343 = 0,135 % Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa (1) dari ketiga metode di atas maka metode trapesium koreksi ujung memiliki tingkat kesalahan perhitungan yang terkecil jika dibandingkan dengan metode trapesium satu pias dan banyak pias (2) hal ini dapat dilihat dari nilai kesalahan perhitungan ketiga metode tersebut yaitu tingkat kesalahan dari metode trapesium koreksi ujung sebesar 0,135 %, kesalahan metode trapesium banyak pias sebesar -8,197 %, sedangkan kesalahan dari metode trapesium satu pias adalah -65, 719 %. DAFTAR PUSTAKA Ames. 2002, Numerical Methods for Partial Differential Equations. New York : Academic Press. Bambang Triatmodjo. 2001. Metode Numerik. Yogyakarta : Beta Offset
ISSN No. 2085 - 0859
219 Cheney. 2003. Numerical Mathematics and Computing. California : Prentice-Hall. Dummairy. 2002, Matematika Terapan untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta : BPFE Dwi. 2004. Analisis Real. Jurusan Matematika, FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang. Forsythe. 2001. Computer Methods for Mathematichal Computation. New York : Prentice-Hall. Murray . 2007. Matematika Dasar. Jakarta : Erlangga
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
ISSN No. 2085 - 0859
220
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
ISSN No. 2085 - 0859
221
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
ISSN No. 2085 - 0859
222
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
ISSN No. 2085 - 0859
223
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
ISSN No. 2085 - 0859
224
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
ISSN No. 2085 - 0859
225
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
ISSN No. 2085 - 0859
226
227
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Nur Nafi’iyah1, Yuliana Melita, S.Kom, M.Kom2 Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Teknik Surabaya
Email:
[email protected],
[email protected] ABSTRAK
Segmentasi citra merupakan suatu teknik pengelompokkan (clustering) untuk citra. Dengan kata lain, merupakan suatu proses pembagian citra ke dalam wilayah (region) yang mempunyai kesamaan fitur antara lain : tingkat keabuan (grayscale), teksture (texture), warna (color), gerakan (motion). Integral projection merupakan salah satu metode yang cukup baik untuk mendapatkan suatu objek hasil segmentasi. Sebelum melakukan transformasi perlu dilakukan suatu pre processing dan salah satu teknik yang digunakan adalah thresholding. Dalam penelitian ini dikembangkan suatu penggabungan antara preprocessing citra dan integral projection untuk menghasilkan segmentasi dengan kualitas yang lebih baik. Kata kunci: Segmentasi, Radigraph Dental Panoramic, Transformasi Integral Projection PENDAHULUAN Baru-baru ini, perancangan dan pembuatan Automated Dental Identification System (ADIS) untuk pengidentifikasian manusia dengan menggunakan dental radiograph telah dilakukan. ADIS adalah sebuah sistem automatisasi proses untuk pengidentifikasian PM yang telah didesain untuk mencapai hasil pengidentifikasian yang akurat dan tepat waktu dengan interfensi manusia yang minimum. ADIS memanfaatkan dental radiograph yang telah didigjitalkan untuk memberikan sebuah daftar pendek dari citra yang cocok untuk ahli forensik gigi. Namun demikian, dental radiograph yang digunakan oleh ADIS adalah citra bitewing yang sulit untuk didapatkan PM dari korban. Pada penelitian ini, citra gigi yang digunakan adalah citra dental panoramic radiograph. Citra Masukkan Citra Hasil Enhacement
Gambar 1. Citra Hasil Proses Image Enhancement. Tahapan untuk identifikasi manusia untuk kebutuhan forensik adalah: preprocessing citra gigi, ekstrasi fitur, klasifikasi dan matching. Pada penelitian ini akan dibahas tahapan awal dari citra gigi, yaitu preprocessing citra gigi yang terdiri dari image enhancement (perbaikan citra), binarisasi citra, dan pemisahan gigi. PERBAIKAN CITRA Tujuan dari proses perbaikan citra (image enhancement) adalah mengganti nilai piksel dari tambalan gigi yang terlalu tinggi daripada nilai piksel gigi sekitarnya, dengan tujuan agar tidak mengacaukan proses binarisasi. Pada tahap ini, metode yang digunakan adalah metode image thresholding untuk mengganti
ISSN No. 2085 - 0859
intensitas nilai piksel yang terlalu tinggi, topbottom hat morphological operation untuk mempertajam kontras citra antara gigi dan background, dan Contrast-Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) untuk melakukan ekualisasi histogram dalam tingkat lokal. Proses thresholding dapat ditunjukkan pada persamaan. g (x,y) = 1 if f(x,y) > T g (x,y) = 0 if f(x,y) ≤ T BINARISASI CITRA Citra yang telah diperbaiki melalui proses image enhancement telah siap untuk dilakukan binarisasi menjadi hitam dan putih dengan menggunakan metode threshold canny dan iterative thresholding. Edge Canny detection adalah algoritma pedeteksian tepi dari suatu object. Tujuan dari pengguanaan dari edge canny detection adalah untuk mengetahui tingkat kekontrasan pada kontur gigi. Proses edge canny detection digabungkan dengan proses dilasi dengan square constructing objek sebesar 2. Setelah proses dilasi, tahap selanjutnya adalah dengan melakukan proses masking dengan citra original untuk mendapatkan nilai gray pada edge. Sehingga didapatkan nilai threshold dari nilai rata-rata mask edge. KAJIAN TEORI 1. Pengolahan Citra Digital Pemrosesan citra digital memerlukan satu proses pre processing yang selanjutnya akan digunakan untuk proses yang lain. Proses tersebut adalah segmentasi. Segmentasi merupakan langkah pertama dan menjadi kunci yang penting dalam suatu pengenalan objek (object recognition). Proses segmentasi merupakan suatu proses untuk memisahkan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dengan proses segmentasi masing-masing obyek pada citra dapat diambil secara terpisah sehingga dapat digunakan sebagai masukan proses yang lain.
228
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Segmentasi citra merupakan suatu teknik pengelompokkan (clustering) untuk citra. Dengan kata lain, merupakan suatu proses pembagian citra ke dalam wilayah (region) yang mempunyai kesamaan fitur antara lain : tingkat keabuan (gray scale), teksture (texture), warna (color), gerakan (motion).
rahang atas dengan rahang bawah. Kemudian proses penentuan garis pemisah pada stripse (20x100) ditentukan dengan melakukan penjumlahan secara baris pada masing-masing stripse. Untuk menyatukan digunakanlah fungsi spline untuk menyatukan garis yang terdapat pada tiap stripse.
2. Segmentasi Terdapat dua pendekatan utama dalam segmentasi citra yaitu didasarkan pada tepi (edge-based) dan didasarkan pada wilayah (region-based). Segmentasi didasarkan pada tepi membagi citra berdasarkan diskontinuitas di antara sub-wilayah (sub-region), sedangkan segmentasi yang didasarkan pada wilayah bekerjanya berdasarkan keseragaman yang ada pada sub-wilayah tersebut. Hasil dari segmentasi citra adalah sekumpulan wilayah yang melingkupi citra tersebut, atau sekumpulan kontur yang diekstrak dari citra (pada deteksi tepi). Segmentasi wilayah merupakan pendekatan lanjutan dari deteksi tepi. Dalam deteksi tepi segmentasi citra dilakukan melalui identifikasi batas-batas objek (boundaries of object). Batas merupakan lokasi dimana terjadi perubahan intensitas. Dalam pendekatan didasarkan pada wilayah, maka identifikasi dilakukan melalui wilayah yang terdapat dalam objek tersebut. Pemisahan gigi adalah memisahkan gigi menjadi gigi tunggal sehingga fitur-fitur dapat diekstrasi dari tiap gigi. Terdapat dua buah proses untuk mendapatkan obyek gigi tunggal. Proses pertama menggunakan Horizontal Integral Projection untuk memisahkan antara rahang atas (maxilla) dan rahang bawah (mandible). Selanjutnya, pemotongan pada gigi dilakukan dengan menggunakan Vertical Integral Projection pada masing-masing citra maxilla dan mandible sehingga didapatkan gigi-gigi tunggal yang terpisah dari gigi tetangganya. Setelah dilakukan proses tersebut, garis-garis pembatas antargigi dapat diperoleh. Nilai piksel pada gambar yang terletak pada garis pembatas antargigi akan diubah menjadi 0, kemudian dipertebal dengan proses erosi menggunakan structuring element persegi berukuran tiga piksel.
2.2. Vertical Projection Untuk memisahkan tiap gigi digunakan cara yang sama dengan pemisahan antara rahang atas dengan rahang bawah. Pemisahan tiap gigi dapat dilakukan dengan menggunakan vertical projection. Dengan rumusan sebagai berikut: V(i) = ∑ (, ) Vertical projection adalah penjumlahan matrik citra dari kolom ke n sampai baris ke m. Atau dengan kata lain penjumlahan matik citra dari arah kolom. Hal yang ingin dicapai pada vertical projection adalah mencari nilai local minimal pada kurva penjumlahan kolom. Seperti terlihat di bawah ini:
2.1. Integral Projection Untuk memisahkan antara rahang atas dan rahang bawah digunakan horizontal projection dengan rumusan sebagai berikut: H(i) = ∑ (, ) Horizontal integral projection adalah penjumlahan matrik citra dari baris ke m sampai pada kolom ke n. Atau dengan kata lain penjumlahan matrik citra dengan arah baris. Horizontal projection bertujuan untuk mencari posisi initial baris yang paling minimum atau global minimal. Posisi baris tersebut digunakan untuk membuat garis pembatas antara
ISSN No. 2085 - 0859
Gambar 2 Citra hasil vertical projection Proses pemisahan gigi pada masing-masing rahang memiliki kompleksitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan proses pemisahan rahang. Hal ini dikarenakan pada pemisahan rahang hanya terdapat sebuah garis pemotong. Sedangkan pada proses pemisahan gigi, paling tidak terdapat tiga sampai dengan enam garis pemotong. Oleh karena itu, proses pemisahan gigi diperlukan tambahan proses, yaitu proses mencari garis kandidat pemotong gigi, proses seleksi terhadap garis kandidat pemotong gigi, dan pembentukan garis pemotong antar gigi. Ketiga proses tersebut akan dijelaskan pada subbab berikut. Proses Mencari Garis Kandidat Pemotong Gigi Proses pencarian garis kandidat pemotong gigi dilakukan dengan menjumlahkan piksel kolom pada masing-masing rahang atas dan rahang bawah. Terdapat perbedaan antara proses penjumlahan piksel baris pada rahang atas dan rahang bawah. Khusus pada rahang bawah yang umumnya terdapat akar gigi bercabang yang dapat mengacaukan proses pemisahan, penjumlahan hanya dilakukan pada 3/5 bagian dari atas citra rahang bawah
229
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
sehingga piksel pada akar gigi tidak ikut dijumlahkan. Grafik histogram dibuat dari hasil penjumlahan piksel baris ini. Setelah itu, proses smoothing dilakukan pada grafik histogram tersebut dengan nilai smoothing point 12. Jumlah maksimum iterasi untuk smoothing adalah 30 kali. Selain itu iterasi akan berhenti hanya jika jumlah minimum smoothing point pada grafik histogram kurang dari atau sama dengan 5 ataupun iterasi telah mencapai batas maksimum. Koordinat minimum smoothing point yang tersisa akan digunakan sebagai koordinat untuk kandidat garis pemotong antar gigi. Kemudian, seleksi terhadap kandidat garis pemotong dilakukan sehingga hanya tersisa garis pemotong antar gigi. Proses Seleksi pada Garis Kandidat Pemotong Gigi dengan Menggunakan Integral Projection yang Dimodifikasi Kandidat garis pemotong antar gigi yang didapatkan diseleksi dalam beberapa tahap sehingga hasil akhir dari proses ini didapatkan garis pemotong antar gigi. Proses seleksi pertama dilakukan dengan cara membandingkan koordinat y atau tinggi dari posisi garis kandidat pemotong dengan nilai batasan tertentu. Terdapat perbedaan nilai pembatas untuk maxilla dan mandible. Pada maxilla nilai batas ditentukan dengan mengambil 80 % dari tinggi maksimal penjumlahan nilai piksel secara vertikal pada citra maxilla. Sedangkan untuk mandible, dikarenakan hanya diambil 3/5 bagian dari citra maxilla, maka nilai batas hanya diambil 50% dari total penjumlahan nilai piksel secara vertikal pada citra mandible. Garis kandidat pemotong gigi yang memiliki koordinat y lebih besar dari nilai batasan, atau dengan kata lain terletak diatas nilai batas, akan dihilangkan karena dianggap tidak termasuk dalam garis pemotong antar gigi. Selanjutnya, proses seleksi kedua dilakukan dengan cara mengurutkan posisi koordinat x dari garis kandidat yang telah lolos dalam seleksi pertama. Kemudian menghitung selisih jarak antara garis kandidat pemotong satu dengan tetangganya. Pada penelitian ini, nilai threshold ditetapkan sebesar 55 piksel sebagai anggapan bahwa gigi paling pendek minimal berukuran panjang 55 piksel. Sedangkan antara garis kandidat pemotong gigi satu dengan yang lain tidak boleh berdekatan. Jika terdapat garis kandidat yang memiliki jarak kurang dari 55 piksel dengan tetangga kanannya, maka tetangga kanannya akan dibuang. Kemudian, jarak dengan tetangga sebelah kanannya dihitung lagi sampai diperoleh jarak antar garis pemotong gigi dan tetangga sebelah kanannya lebih dari 55 piksel. Proses Pembentukan Garis Pemotong Antar Gigi Tahap terakhir dari proses pemisahan gigi adalah proses pembentukan garis pemotong antar
ISSN No. 2085 - 0859
gigi. Proses pembentukan garis pemotong antar gigi memiliki alur yang sama dengan proses pemotongan rahang. Pada proses ini garis pemotong antargigi yang telah didapatkan dijadikan garis inisial pemotong antargigi. Kemudian, pemecahan citra dilakukan disepanjang garis inisial tersebut yang disebut dengan stripe. Stripe berbentuk persegi panjang dengan panjang 80 piksel dan lebar 50 piksel. Dari tiap stripe, proses penjumlahan baris secara Vertical Integral Projection dilakukan. Kemudian, titik dipilih pada stripe yang memiliki nilai paling minimum. Titik yang dipilih ini akan menjadi titik pemotong antar gigi. Selanjutnya, koordinat dari beberapa titik pemotong antar gigi dihubungkan dengan metode spline untuk menjadi garis pemotong antar gigi. Bagian citra yang terletak pada koordinat garis pemotong antar gigi akan diubah nilai pikselnya menjadi nol sehingga gigi satu dengan tetangganya akan terpisah. PEMBAHASAN Proses perbaikan citra dilakukan dengan tujuan mempertajam kontras citra asli dengan background, dan menghilangkan piksel yang memiliki intensitas terlalu tinggi. Uji coba juga dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan secara visual antara citra asli dengan citra hasil proses perbaikan citra. Proses uji coba akan mendapatkan hasil yang baik, jika kontras antara gigi dan latar belakangnya semakin tajam. Hasil uji coba ditunjukkan pada Gambar berikut :
Gambar 3 citra asli
Gambar 4 citra hasil perbaikan Proses binarisasi citra digunakan untuk mengetahui kemampuan sistem dalam memisahkan antara bagian obyek gigi dengan latar belakangnya sesuai dengan rancangan dan implementasi yang telah diterapkan. Uji coba juga dilakukan dengan tujuan untuk menbandingkan citra secara visual, antara citra hasil perbaikan citra dengan citra hasil proses binarisasi. Hasil uji coba proses binarisasi citra dapat dilihat pada Gambar 5.
230
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
b.jpg
Gambar 5 citra hasil binarisasi Citra uji coba yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari citra Panoramic Dentalg sesuai pada Gambar 6 dan Gambar 7:
Pada uji coba vertical projection juga digunakan citra yang sama seperti pada uji coba horizontal projection. Untuk hasil vertical projection dapat dilihat pada Gambar di bawah ini: Citra a.jpg
Rahang Atas
Rahang Bawah
b.jpg
Gambar 6 Citra Panoramic Dental
Gambar 7 Citra hasil crop Untuk data panoramic pada tahap uji coba adalah 5 data. Sedangkan data hasil crop digunakan sebanyak 10 data. Tahapan proses yang dilakukan pada kedua data tersebut adalah dengan melakukan proses segmentasi diawali dengan threshold kombinasi, untuk memisahkan antara rahang atas dengan rahang bawah digunakan horizontal projection dan untuk memisahkan gigi digunakan vertical projection. Uji coba yang dilakukan pada horizontal projection adalah kemampuan dalam melakukan proses pemisahan antara rahang atas dengan rahang bawah. Uji coba dilakukan pada pada 10 citra hasil crop dan 5 citra panoramic. Proses yang dilakukan adalah dengan melakukan proses perubahan warna, jika yang ditampilkan adalah rahang atas maka rahang bawah yang dirubah menjadi warna hitam, untuk menampilkan rahang bawah, maka rahang atas yang dirubah menjadi warna hitam. Hasil uji coba dari horizontal projection dapat dilihat pada Gambar berikut: Citra a.jpg
Rahang Atas
ISSN No. 2085 - 0859
Rahang Bawah
PENUTUP 1. Kesimpulan Dari hasil uji coba yang didapatkan, beberapa simpulan sebagai berikut: a. Proses segmentasi foreground dan background pada citra sinar-x gigi dapat dilakukan menggunakan threshold kombinasi (gabungan metode Edge Canny & Iterative Thresholding). b. Berdasarkan uji coba, nilai parameter thresholding yang optimal adalah 0,9. c. Proses pemisahan antara rahang atas dengan rahang bawah dapat dilakukan dengan menggunakan algoritma horizontal projection 88% d. Untuk melakukan proses segmentasi pada tiap gigi dapat dilakukan dengan algoritma vertical projection. Hasil akurasi dari vertical projection 80% 2. Saran Oleh karena itu diperlukan adanya percobaan menggunakan metode yang lain pada tahap image enhancement, dan segmentasi karena metode yang saat ini diterapkan kurang optimal dalam memisahkan citra dental radiography dengan bagian tulang rahang, yang memiliki intensitas yang hampir sama. Dan saya sampaikan terima kasih kepada Rumah Sakit Ibnu Sina Gresik yang memberikan data Dental Panoramic. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Usman. 2005. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Graha Ilmu. Basuki, Achmad. 2005. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Visual Basic. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Fadlisyah. 2007. Computer Vision dan Pengolahan Citra. Yogyakarta: Andi. Murni, Aniati. 1992. Pengantar Pengolahan Citra. Jakarta: Gramedia. Putra, Darman. 2010. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Andi. Wijaya, Marvin Ch. 2007. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab. Bandung: Informatika. Yuniarti, Anny. 2012. Classification and Numbering of Dental Radiographs for an Automated Human Identification System. Telkomnika. Vol.10, 137-146
ISSN No. 2085 - 0859
231
232
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Pengenalan Image Wajah Dengan Menggunakan Metode Template Matching 1
Moh. Khayat Subkhan1, Yuliana Melita Pranoto2 Mahasiswa Magister Teknologi Informasi, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya 2 Dosen Magister Teknologi Informasi, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya
[email protected],
[email protected] Abstraksi
Dewasa ini pengolahan citra menjadi trend baru dalam dunia kecerdasan buatan, kemampuannya dalam menginterprestasikan sebuah image dinilai sangat memudahkan aktifitas manusia. Salah satunya image processing dalam pengenalan wajah. Metode template matching merupakan salah satu metode pengenalan citra yang populer saat ini. Komputasinya yang relative sederhana dan akurasinya yang cukup baik, membuat metode ini banyak digunakan. Dalam penelitian ini, dengan sampling wajah sekitar 60 image didapatkan hasil ketepatan mencapai 85%. Faktor jarak, pencahayaan dan pose obyek sangat mempengaruhi hasil dari pengenalan image wajah. Template matching menghasilkan sebuah angka yang akan diperbandingkan jaraknya dengan image training yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Jarak eigenvalue dari image testing yang terpendek akan direkomendasikan sebagai image yang paling mendekati faktor kecocokannya. Keyword : Pengolahan citra, image processing, template matching, eigenvalue PENDAHULUAN Dalam teknologi informasi, biometrics biasanya merujuk kepada teknologi untuk mengukur dan menganalisa karakteristik tubuh manusia seperti sidik jari, retina, mata, pola suara dan pola wajah yang terutama sekali digunakan untuk proses otentikasi. Pengenalan wajah manusia mendapatkan banyak perhatian beberapa tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan banyak aplikasi yang menerapkannya. Proses pengenalan wajah yang dilakukan oleh komputer tidak semudah dan secepat dengan proses pengenalan yang dilakukan oleh manusia. Manusia dengan mudah dapat mengenali wajah seseorang dengan cepat tanpa rasa harus berpikir. Manusia juga tidak terpengaruh oleh orientasi wajah orang tersebut. Kesulitan dalam pembuatan proses pola pun terutama adalah karena kekompleksan dari kondisi wajah, yaitu dalam hal kualitas gambar yang ditangkap, dari segi warna, pencahayaan, hingga posisi gambar yang tertangkap, maupun dalam hal perubahan geometrinya. Untuk mengetahui kemampuan sebuah metode, baik atau kurangnya sebuah metode tidak hanya dilihat dari sisi teoritis, namun diperlukan pengujian dan akan lebih baik jika metode tersebut dilakukan pembanding dengan metode lain yang memiliki kemampuan untuk digunakan dalam sistem pengenalan pola wajah.
ISSN No. 2085 - 0859
Menurut Achmad Basuki, Jozua F. Palandi dan Fatchurrochman (2005 : 1), pengolahan citra (image processing) merupakan suatu sistem dimana proses dilakukan dengan masukan berupa citra (image). Pada awalnya pengolahan citra ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra, namun dengan berkembangnya dunia komputasi yang memungkinkan manusia dapat mengambil informasi dari suatu citra, maka image processing tidak dapat dilepaskan dengan bidang computer vision Dalam perkembangan lebih lanjut dari ilmu komputasi yang memanfaatkan pengolahan citra, ternyata untuk mengidentifikasikan seseorang tidak hanya dengan sidik jari, tetapi juga dilakukan dengan pengenalan wajah (face recognition) atau pengenalan iris pada mata (iris recognition). Dalam model pengenalan wajah dan pengenalan iris, proses pengolahan citra yang dilakukan menjadi tidak sederhana, baik dari sisi capture atau pengambilan citra, sampai pada ekstraksi cirinya.
233
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Template Matching Menurut Darma Putra (2010 : 227), Template Matching adalah proses mencari suatu objek (template) pada keseluruhan objek yang berasal dalam suatu citra. Template dibandingkan dengan D(m,n) =
keseluruhan objek yang belum diketahui pada citra tersebut maka objek tersebut ditandai sebagai template. Perbandingan antara template dengan keseluruhan objek pada citra dapat dilakukan dengan menghitung selisih jaraknya, seperti berikut.
[ f (j,k) – T(j-m,k-n) ]
Dengan f(j,k) menyatakan citra tempat objek yang Menurut Darma Putra (2010 : 311), Jarak digunakan akan dibandingkan dengan template T(j,k) untuk menentukan tingkat kesamaan (similiarity sedangkan D(m,n) menyatakan jarak antara degree) atau ketidaksamaan (dismiliarity degree) template dengan objek pada citra. Pada umumnya dua vektor fitur. Tingkat kesamaan berupa suatu ukuran template jauh lebih kecil dari ukuran citra. nilai (score) dan berdasarkan skor tersebut dua Secara ideal, template dikatakan cocok dengan vektor fitur akan dikatakan mirip atau tidak. objek pada citra bila D(m,n) = 0, namun kondisi Euclidean distance adalah metrika yang paling seperti ini sulit dipenuhi apalagi bila template seraing digunakan untuk menghitung kesamaan 2 merupakan suatu citra grayscale. Oleh karena itu, vektor. Euclidean distance menghitung akar dari aturan yang digunakan untuk menyatakan template kuadrat perbedaan 2 vektor (root of square differences between 2 vectors). cocok dengan objek adalah bila D(m,n) < (m,n) dengan (m,n) merupakan nilai Threshold. Euclidean Distance Rumus dari Euclidean distance
Contoh : Terdapat 2 vektor ciri berikut. A = [0, 3, 4, 5] B = [7, 6, 3, -1] Euclidean distance dari vektor A dan B adalah :
Euclidean distance adalah kasus istimewa dari Minskowski distance dengan λ = 2 Eigenvector dari suatu transformasi adalah vektorvektor yang tidak mengalami perubahan atau hanya Eigenvalue, Eigenvektor dan Eigenface Menurut Hanif Al Fatta (2009 : 10), Transformasi dikalikan dengan scalevector setelah transformasi. ruang seperti translasi, rotasi, refleksi, strechting Eigenvalue dari suatu eigenvector adalah dan kompresi atau kombinasi dari transformasi ini, scalevector dimana eigenvector dikalikan. dapat divisualisasikan dengan efek yang dihasilkan Misalnya akan menghitung eigenvalue dari suatu pada vektor. Vektor divisualisasikan sebagai panah matriks yang diberikan. Jika matriks yang diberikan yang menunjuk 1 titik ke titik yang lain. kecil, maka dapat menghitungnya secara simbolis
dengan karakteristik polynomial. Akan tetapi ini mustahil untuk matriks dengan ukuran yang
ISSN No. 2085 - 0859
234
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
lebih besar. Pada penelitian ini akan digunakan metode numerik. Mencari Eigenvalue Salah satu tool penting dalam mendeskripsikan eigenvalue dari suatu matriks bujursangkar adalah
polynomial karakteristik : jika λ adalah eigenvalue dari A maka akan ekuivalen dengan persamaan linear (A - λI) v = 0 (dimana I adalah matriks identitas) yang memiliki pecahan non zero v (suatu eigenvector), sehingga akan ekuivalen dengan determinan :
det (A - λI) = 0
Fungsi p(λ) = det (A - λI) adalah sebuah polynomial dalam λ karena determinan dengan perhitungan sum of product. Semua eigenvalue dari suatu matriks A dapat dihitung dengan menyelesaikan persamaan
pA(λ) = 0. Jika A adalah matriks ukuran n x n, maka pA memiliki derajat n dan A paling banyak n buah eigenvalue.
Mencari Eigenvector Ketika eigenvalue λ diketahui, eigenvector dapat dicari dengan memecahkan : (A - λI)v = 0. Dalam
beberapa kasus bisa dijumpai beberapa matriks tanpa eigenvalue misalnya A:
Dimana karekteristik polinomialnya adalah λ2 + 1 sehingga eigenvalue-nya adalah bilangan kompleks i, -i. Eigenvector yang berasosiasi juga tidak riil.
Perhatikan lagi contoh berikut ini. Jika diberikan matriks A :
Maka polynomial karakteristiknya dapat dicari sebagai berikut
det
(2 − ) 0
−1 = (3 − )
−5 +6 =0
Ini adalah persamaan kuadrat. Akarnya adalah λ = 2 dan λ = 3 yaitu: = (2 . -λ) . (3 . λ) – (0 . -1) = (2 . 3) + (2 . -λ) + (-λ . 3) + (-λ . - λ) – (0) = 6 - 2λ - 3λ + λ2 – 0 = 6 - 5λ + 6 – 0 = - 5λ + 6 = 0 Adapun eigenvector yang bisa didapat ada 2 buah. eigenvector yang berasosiasi dengan eigenvalue λ = Eigenvector pertama dicari dengan mensubsitusikan 3. Set Yo dengan nilai: λ = 3 ke dalam persamaan. Misalnya Yo adalah
Subsitusikan Yo dengan v pada persamaan:
(A - λI) v = 0 maka akan mendapatkan:
ISSN No. 2085 - 0859
235
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Kita bisa sederhanakan menjadi:
Atau bisa disederhanakan menjadi:
Sehingga eigenvector untuk eigenvalue = 3 adalah
= Eigenface Eigenface adalah kumpulan dari eigenvector yang digunakan untuk masalah computer vision pada pengenalan wajah manusia. Banyak penulis lebih menyukai istilah eigenimage. Teknik ini telah digunakan pada pengenalan tulisan tangan, pembacaan bibir, pengenalan suara dan pencitraan medis. Dalam istilah layman, eigenface adalah sekumpulan standardized face ingredient yang diambil dari analisis statistik dari banyak gambar wajah. Suatu wajah manusia dapat dipandang sebagai kombinasi dari wajah-wajah standar ini. Wajah seseorang bisa saja terdiri dari 10% dari
wajah 1, 20% wajah 2, dan seterusnya sehinga jika ingin merekam wajah seseorang untuk pengenalan wajah maka biasa digunakan jauh lebih sedikit fitur dari pada yang ditangkap oleh foto digital. Untuk menghasilkan eigenface, sekumpulan besar citra digital dari wajah manusia diambil dari kondisi pencahayaan yang sama kemudian dinormalisasi setelah itu diolah pada resolusi yang sama (misalnya m x n), dan kemudian diperlakukan sebagai vector dimensi mn dimana komponennya diambil dari nilai pikselnya. Untuk menentukan eigenface dari sekumpulan citra wajah, banyak alternatif cara yang digunakan. Analisis Komponen Sistem Sistem pengenalan wajah ini terdiri dari beberapa komponen yang dapat digambarkan dalam suatu model seperti pada gambar dibawah ini :
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Gambar 1. Model Sistem Pengenalan Wajah a. Komponen Webcam : piranti masukan yang digunakan dalam sistem dengan 2 fungsi yaitu : 1. Digunakan untuk melengkapi data personal dengan foto, dimana foto ini akan disimpan
ISSN No. 2085 - 0859
dalam database, yang nantinya digunakan untuk proses pencocokan dengan citra wajah yang di-capture.
236
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
2. Digunakan untuk meng-capture citra wajah personal. Dengan menggunakan webcam citra wajah ini akan disimpan dalam bentuk file pada harddisk. b. Komponen capture citra : ini berfungsi untuk melakukan mekanisme pengambilan citra wajah dengan media webcam, baik untuk disimpan dalam bentuk file citra wajah maupun untuk citra wajah yang digunakan sebagai input. c. Komponen antarmuka : komponen ini berfungsi untuk menjembatani komunikasi antara pengguna dengan sistem pengenalan wajah,
Keterangan gambar :
baik untuk proses input data personal ataupun proses pengenalannya. Subsistem Pengenalan Wajah : pengenalan wajah dilakukan dengan mencocokkan citra wajah yang di-capture webcam dengan citra wajah yang ada pada database personal. Proses Identifikasi Citra wajah Langkah-langkah pencocokkan citra wajah yang dicapture dengan data citra yang terdapat dalam database dapat dilihat pada gambar 2 berikut:
Gambar 2. Langkah-langkah proses identifikasi citra wajah
Citra wajah di-capture menggunakan webcam. Hasil dari capturing ini adalah file gambar yang bertipe .bmp 2. Citra wajah ini kemudian dinormalisasi dengan beberapa tahapan. Pertama, citra diturunkan kualitas warnanya menjadi grayscale. Ukuran dari citra wajah juga diseragamkan, menjadi berukuran 80x80 piksel. 3. Setelah didapatkan citra wajah yang ternormalisasi, hitung nilai eigen dari citra wajah tersebut, misalnya diperoleh nilai x. 4. Pada data personal juga terdapat file citra wajah yang telah disimpan pada folder images. Dengan itu masing-masing citra dikalkulasi nilai eigen-nya dan dikumpulkan dalam vektor yang dinamakan eigenvector. Misalkan nilai yang didapatkan (x1, x2, x3,….xn). Proses matching dilakukan dengan mencocokkan mendekati sudah ditemukan, cari data personal yang nilai x dengan nilai-nilai pada eigenvector dan berkorespondensi dengan nilai tadi. mencari nilai yang paling mendekati. Jika nilai yang 1.
Proses Pemasukan Data ke dalam Database Proses pemasukan data/citra wajah personal ke dalam database dapat duraikan dengan algoritma berikut. Inisialisasi webcam
ISSN No. 2085 - 0859
Proses ini adalah dengan melakukan penginstalan driver kamera yang akan digunakan. Setelah melakukan penginstalan driver kamera akan dikenali PC sehingga kamera dapat digunakan. Setting resolusi webcam dengan ukuran resolusi 160 x 120 piksel. Proses capture obyek wajah
237
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Pada proses ini obyek wajah akan di capture dengan cara wajah menghadap kamera dan posisi tegak lurus dengan kamera. Crop citra
Proses merubah citra wajah normal diturunkan nilai intensitas warnanya menjadi citra berwarna grayscale (keabuan). Pemasukan citra dalam database
Proses ini untuk penyeragaman dengan file yang ada pada database dengan meng-crop citra wajah menjadi ukuran 80 x 80 pixel. Proses Grayscale
Citra yang telah dinormalisasi atau proses dari crop citra dan grayscale akan dimasukkan dalam database dalam bentuk file berformat .jpg ke dalam folder image.
Untuk lebih jelasnya keterangan dapat dilihat pada gambar 3 berikut Mulai
Inisialisasi webcam
Capture wajah
Crop citra 80x80 pixel
Grayscale
Database
Selesai
Gambar 3. Flowchart pemasukan data citra ke database
Proses Euclidean Pada proses ini citra wajah yang di-capture berupa file .bmp akan diproses menjadi matrik dan akan dikalkulasi menggunakan metode Eigenface dan
Euclidean Distance. Adapun algoritmanya dimulai dengan membuat matriks kolom dari wajah yang diinput ke dalam database. Rata-rata vector citra (mean) dari matriks kolom dihitung dengan cara membaginya dengan
ISSN No. 2085 - 0859
jumlah banyaknya citra yang disimpan di dalam database. Contoh perhitungan eigenvalue 2 (dua) citra: a.) Penyusunan flatvector matriks citra Seperti pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan langkah-langkah pengenalan wajah dengan pendekatan eigenvalue dan eigenvector, representasikan semua matriks training menjadi matriks dengan bentuk n × 1 atau matriks linier seperti yang ditunjukkan berikut ini :
238
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Wajah training-1
Wajah training-2 Dari kedua matriks training tersebut, diperoleh matriks n × 1 dari matriks A dan matriks B sebagai berikut:
+
=
2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4
b.) Perhitungan rataan flatvector (mean) matriks citra Dari flatvector yang diperoleh, jumlahkan seluruh barisnya sehingga diperoleh matriks berukuran 1 x (W x H). Setelah itu bagi matriks dengan jumlah
=
citra (N) yang dalam contoh adalah dua untuk mendapatkan rataan flatvector (mean) sebagai berikut: Dari kedua matriks tersebut akan diperoleh matriks ψ yang diperoleh dengan cara :
=
A+B 2
=
6 6 6 6 6 6 6 6 6 2 = 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 ÷2 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Jadi mean flatvector adalah = (3 3 3 3 3 3 3 3 3) Nilai flatvector citra akan digunakan untuk menghitung nilai eigenface citra wajah untuk training (pembelajaran).
ISSN No. 2085 - 0859
239
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
c.) Perhitungan Nilai Eigenface Dengan memakai nilai mean citra di atas nilai eigenface untuk matriks flatvector yang sudah disusun tersebut dapat dihitung dengan mengurangi
baris-baris pada matriks flatvector dengan nilai mean flatvector. Jika diperoleh nilai negatif, maka ganti nilainya dengan 0 (nol). Perhitungan nilai eigenface adalah sebagai berikut:
Matriks citra wajah -1 Mean flat vector Matriks x -1
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Matriks citra wajah -2 Mean flat vector 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Matriks x -2
Matriks x-1 sampai matriks x-2 digabung untuk mendapatkan matriks eigenface untuk pembelajaran (training) dalam proses pengenalan. d.) Penghitungan Euclidean Distance matriks testface dengan cara sebelumnya untuk Untuk mengenali citra tes (testface), langkah penentuan nilai eigenface dan flatvector citranya. identifikasinya adalah hitung nilai eigenface untuk
Matriks yang berkorespondensi
Citra tesface-1
(4 4 4 4 1 4 4 4 4)
Citra testface-1 Matriks yang berkorespondensi
Citra tesface-2
(5 5 5 5 5 5 5 5 5) Citra testface-2
Selanjutnya flatvector yang diperoleh testface dikurangi dengan mean flatvector :
ISSN No. 2085 - 0859
240
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
1 1 1 1 0 1 1 1 1
Nilai eigenvalue citra tesface-1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 Jadi nilai eigen dari testface-1 adalah 111101111. Sedangkan nilai eigen dari testface-2 adalah 222222222. Citra testface-1 dan testface-2 merupakan citra capture, citra testface-2 adalah citra yang belum ada di dalam database. Nilai eigen (eigenvalue) dari testface digunakan untuk identifikasi dengan menentukan jarak
Nilai eigenvalue citra tesface-2 terpendek dengan eigenface dari eigenvector training dengan cara menentukan nilai absolut dari pengurangan baris i pada matriks eigenface training citra dengan eigenface dari testface dan jumlahkan dengan elemen penyusun vector yang dihasilkan dari pengurangan dan didapat jarak d indeks i dan cari nilai d yang paling kecil.
0 0 0 0 0 0 0 0 0 Eigenvalue citra wajah-1
Eigenface training
1 1 1 1 1 1 1 1 Eigenvalue 1 1 1 1 citra 1 wajah-2 Perhitungan jarak pada testface-1 Perhitungan jarak antara Citra Wajah-1 dengan testface-1 :
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 0 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 = 8 Perhitungan jarak antara Citra Wajah-2 dengan testface-1:
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0
-
0 0 0 0 1 0 0 0 0 = 1 Dari perhitungan tersebut diperoleh : a. Jarak citra-1 dengan testface-1 = 8 b. Jarak citra-2 dengan testface-1 = 1
ISSN No. 2085 - 0859
241
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Perhitungan jarak pada testface-2 Perhitungan jarak antara Citra Wajah-1 dengan testface-2 : 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 = 18 Perhitungan jarak antara Citra Wajah-2 dengan testface-2 : 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
= 9
Dari perhitungan tersebut diperoleh : a. Jarak citra-1 dengan testface-2 = 18 b. Jarak citra-2 dengan testface-2 = 9 Proses Template matching Dilakukan pencocokan hasil citra wajah yang telah di-capture dan diubah bentuk matrik dengan database yang awalnya capture wajah berupa file .bmp menjadi matrik. Pada proses ini terdapat proses pencocokkan antara hasil capture wajah .
dengan database yaitu dengan dari hasil perhitungan, diperoleh jarak citra wajah-1 dan wajah-2 memiliki nilai yang terkecil. Citra yang paling mirip dengan testface-1 dan testface-2 adalah citra wajah wajah-2, ambil citra tersebut sebagai citra wajah yang paling mirip dengan citra testface seperti pada gambar berikut:
Gambar Citra wajah yang paling mirip dengan citra testface-1 dan testface-2 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada pengujian ini dilakukan percobaan individual dengan menggunakan database yang terdiri dari 60 citra wajah. Pada pengetesan ini jarak subjek dengan kamera dibuat konstan yaitu 30 sampai 35 cm.
ISSN No. 2085 - 0859
Dengan percobaan yang telah dilakukan didapatkan beberapa analisis sebagai berikut: 1. Perubahan pose tidak terlalu mempengaruhi akurasi pengenalan wajah. 2. Pengenalan pada pencahayaan yang kurang memberikan hasil yang lebih baik, ini disebabkan pada pencahayaan yang tinggi, detail wajah yang lebih jelas, sehingga
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
kompleksitas warna wajah lebih tinggi. Kompleksitas ini menyebabkan sensitivitas pengenalan meningkat karena algoritma eigenface menitikberatkan pada ciri warna dari objek sehingga muncul citra wajah lain atau data lain dengan nilai yang paling mendekati. 3. Pengenalan pada pencahayaan yang normal ternyata memberikan hasil yang lebih baik, Dari sini bisa ditentukan hasil analisisnya, yaitu bahwa keberhasilan pengenalan dipengaruhi beberapa hal, diantaranya: 1. Jarak antara subjek dan kamera Untuk pengenalan yang baik, jarak antara subjek dan kamera sebaiknya dibuat konstan. 2. Pencahayaan Pencahayaan yang terlalu tinggi akan membuat detail gambar yang lebih rumit, mengakibatkan matriks dari gambar menjadi lebih kompleks, sehingga pengenalan menjadi lebih sensitif dan menurunkan kualitas pengenalan wajah. 3. Pose Wajah Untuk pengenalan pose wajah dari diam ke ekspresif dan aksesoris seperti kacamata tidak terlalu mempengaruhi hasil pengenalan. Sedangkan distorsi pose (menghadap ke kiri atau ke kanan 45° dan ke atas atau ke bawah), jika sudut kemiringan cukup banyak, akan menurunkan kualitas pengenalan wajah. DAFTAR PUSTAKA 1) R. C. Gonzales and R. E. Woods, Digital Image Processing (third edition), Reading, Massachusetts:Addision-Wesley, 1992. 2) Torralba A, Fergus, W. T. Freeman. 80 million tiny images: a large dataset for nonparametric object and scene recognition. In press, IEEE Transaction on Pattern Analysis and Machine Intellligence, 2008. 3) Riyanto Sigit, Sistem Pengenalan Ekspresi Wajah Secara Real Time, Tesis, Teknik Informatika ITS, 2005. 4) Quoc Le, Morgan Quigley and Andrew Y. Ng. Visual Servoing by Template Matching. 5) Http://www.google.com/Image preprocessing .
ISSN No. 2085 - 0859
242
243
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Pengenalan Tanaman Sayuran Melalui Bentuk Daun Dengan Menggunakan Metode Transformasi Hough Retno Wardhani1, Yuliana Melita2 1
, Mahasiswa Pascasarjana Teknik Informatika STTS Surabaya 2 , Dosen Pascasarjana Teknik Informatika STTS Surabaya
ABSTRAK Metode transformasi Hough mampu mendeteksi bentuk berbagai objek dalam citra dengan memanfaatkan edge-edge objek tersebut. Lebih awamnya, metode ini mampu mengenali garis pada objek, dan dalam pengembangannya sudah mampu pula mengenali bentuk elips dan lingkaran pada objek citra. Dalam penelitian ini akan menggunakan transformasi hough untuk mendeteksi atau mengenali bentuk daun pada beberapa sayuran. Image daun sayuran akan diubah dahulu ke grayscale dengan nilai threshold tertentu untuk mendapat pola tulang daun. Dari hasil thresholding, dengan menggunakan detektor tepi sobel akan diperoleh pixel-pixel tertentu untuk kemudian diolah menggunakan transformasi hough yang akan menghasilkan nilai-nilai yang bisa digunakan untuk mengenali pola bentuk daun di tanaman-tanaman sayuran tertentu. Kata kunci: citra digital,threshold, detektor tepi sobel, transformasi hough
PENDAHULUAN Daun merupakan bagian dari tumbuhtumbuhan yang mempunyai fungsi dan peran penting untuk melangsugkan kelangsungan hidup tumbuh-tumbuhan itu sendiri. Ciri khas dari daun salah satunya adalah bentuk daun itu sendiri. Dengan melihat bentuk dan pola tulang daunnya, kita bisa menentukan daun dari tanaman apakah itu. Tetapi tidk menutup kemungkinan juga bila bentuk dan pola tulang daun antara satu tanaman dengan tanaman lain hampir memiliki kesamaan sehingga kadang susah menentukan daun dari tanaman apakah itu. Terlebih lagi, apabila daun yang perlu kita kenali adalah berbentuk gambar daun. Penggunaan teknik pengolahan citra dalam bidang pertanian telah banyak digunakan. Penerapan pada berbagai sistem pertanian, baik Analisis citra bertujuan mengidentifikasi parameter-parameter yang diasosiasikan dengan ciri (feature) dari objek dalam citra, untuk selanjutnya parameter tersebut digunakan dalam menginterpretasi citra. Analisis citra pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan : ekstraksi ciri (feature extraction), segmentasi dan klasifikasi. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mendeteksi untuk menentukan posisi titik pusat target. Metode yang paling konvensional adalah dengan mengukur atau mendigitasi pada media cetak kertas (hardcopy). Metode Hough Transform, metode yang populer dalam
ISSN No. 2085 - 0859
penghampiran (approximation) kurva. Metode ini dikenal memiliki keunggulan dala mendeteksi keberadaan objek yang memiliki pola tertentu walaupun tidak diketahui posisinya, serta relatif tidak terpengaruh oleh derau (noise) maupun data yang tidak lengkap atau hilang. Kemampuannya dalam melakukan deteksi objek bahkan menyamai template matching, tetapi jauh lebih cepat. RUANG LINGKUP Dalam penelitian ini, daun sayuran yang akan dijadikan sample data hanya lima jenis sayuran, yaitu : daun bayam, daun sawi hijau, daun kangkung, dan daun ketela pohon. Semua sample daun yang diambil adalah sample daun yang berkeadaan baik atau daun sehat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pengidentifikasian tulang daunpada masing-masing sample datanya. Untuk metode-metode yang akan digunakan adalah thresholding, detektor tepi canny, dan transformasi hough. Sedangkan dalam pengindentifikasi termasuk tanaman sayuran apa daun tersebut, akan digunakan teori plant morphology yang membahas tentang ciri-ciri tanaman berdasarkan keadaan fisiknya. Keadaan fisik tanaman antara lain meliputi batang, daun, akar, dan bunga.
244
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
TINJAUAN PUSTAKA Thresholding Thresholding merupakan salah satu teknik segmentasi yang digunakan untuk citra dengan perbedaan nilai intensitas yang signifikan antara latar belakangdan objek utama (Katz,2000). Dalam pelaksanaannya Thresholding membutuhkan suatu nilai yang digunakan sebagai nilai pembatas antara objek utama dengan latarbelakang, dan nilai tersebut dinamakan dengan threshold. Thresholding digunakan untuk mempartisi citra dengan mengatur nilai intensitas semua piksel yang lebih besar dari nilai threshold Tsebagai latar depan dan yang lebih kecil dari nilai threshold T sebagai latar belakang. Biasanya pengaturan nilai threshold dilakukan berdasarkan histogram grayscale (Gonzales danWoods, 2002; Fisher, dkk, 2003; Xiaoyi dan Mojon, 2003). Fungsi T pada thresholding: , dimana adalah gray level titik (x,y) dan p(x,y) menunjukkan beberapa local property pada titik ini. Batasan image g(x,y):
kemunculan terhadap pertemuan dua permukaan yang melereng (ridge) dalam jarak gradien citra. Transformasi Hough Kemampuan dari transformasi ini untuk mendeteksi garis dari yang terpendek hingga terpanjang menjadikannya sebagai solusi tepat untuk melakukan filter garis pada citra. Transformasi ini pada perkembangannya dapat digunakan untuk mendeteksi kurva pada citra, dengan demikian dia juga bisa digunakan untuk mendeteksi lingkaran. Transformasi hough bekerja dengan memproyeksikan objek dari koordinat x dan y ke koordinat lingkaran. Sehingga sebuah garis bisa diwakilkan oleh 2 komponen, yakni jarijari (rho) dan sudut (theta). Dengan kemampuannya mengembalikan 2 variabel ini kita bisa juga menggunakannya untuk rekonstruksi citra yakni perbaikan geometri kemiringan (tilt). HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pengolahan Sample Dalam penelitian ini, alur kerja yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
Im a g e A sli D a u n S a yu r a n S e h a t
pixel yang diberi label 1 mengacu pada object sedangkan yang berlabel 0 merupakan background.
Deteksi Tepi Canny Deteksi tepi Canny diperkenalkan oleh John Canny pada tahun 1986. Deteksi tepi Canny didesain untuk memenuhi tiga kriteria untuk deteksi tepi: (1) error rate deteksi yang rendah (2) Lokalisasi tepi dan (3) respon tunggal. Algoritma tidak seharusnya mengembalikan lebih dari satu tepi jika hanya ada satu tepi (McAndrew 2004). Metode ini pertama kali akan menghaluskan citra menggunakan filter Gaussian dengan standar deviasi σ untuk mengurangi noise. Kemudian dengan Gradien lokal, dan
arah
tepi,
dihitung pada setiap titik. Setelah titik ditentukan, akan memberikan
ISSN No. 2085 - 0859
P r o se s T h r e sh o ld in g
P r o se s d e te ksi te p i Sobel
P r o se s T r a n sfo r m a si H o u g h
H a sil d ia g r a m tr a n sfo r m a si hough
Gambar 1. Alur kerja penelitian Hal pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengambilan image data sample, yaitu foto daun sayuran bayam, kangkung, sawi dan ketela. Dari image asli akan dilakukan proses thresholding dengan nilai threshold antara 100-125 tergantung
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
245
image aslinya, untuk pemaksimalan dalam langkah deteksi tepi selanjutnya. Deteksi tepi sobel dipilih karena kemampuannya dalam mengurangi noise sebelum pendeteksiannya dilakukan. Setelah dilakukan deteksi tepi, akan dilakukan proses transformasi hough. Hasil Pengolahan Sample Dari proses yang telah dilakukan, berikut hasil yang diperoleh dari penelitian ini : Daun Bayam
Bagan 1. Transformasi Hough pada daun bayam
Daun Kangkung
Daun Ketela
Bagan 2. Transformasi Hough pada daun kangkung
Daun Sawi
Dengan menggunakan rho dan theta yang sama untuk transformasi hough pada keempat data sample daun diatas, diperoleh diagram transformasi hough sebagai berikut :
Bagan 3. Transformasi Hough pada daun ketela
Bagan 4. Transformasi Hough pada daun sawi
ISSN No. 2085 - 0859
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Dari keempat diagram transformasi hough di atas diketahui bahwa pengenalan garis untuk masingmasing daun terdapat perbedaan untuk setiap image yang dikenalinya. KESIMPULAN DAN SARAN Transformasi Hough untuk pendeteksian garis akan bekerja lebih baik pada image yang tanpa noise dan pada citra dengan bi-level yang jelas. Oleh karena itu, digunakan dahulu deteksi tepi sobel karena deteksi ini mampu mengurangi noise daripada deteksi tepi yang lain. Dengan menggunakan rho serta theta yang sama, diagram yang dihasilkan pada proses transformasinya menghasilkan pola yang berbeda antara satu daun sayuran dengan daun lainnya. DAFTAR PUSTAKA Eko Prasetyo; ‘Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya Menggunakan Matlab’; ANDI Yogyakarta; 2011. Iqbal Saputra; ‘Pengembangan Sensor Warna Daun Untuk Pemetaan Kepadatan Serangan Gulma Pada Lahan Terbuka’; Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor; 2011. Jyotismita Chaki, Ranjan Parekh; ‘Plant Leaf Recognition Using Shape Based Features and Neural Network Classifier’; International Journal of Advanced Computer Science and Applications; 2011.
ISSN No. 2085 - 0859
246
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Halaman ini sengaja dikosongi
ISSN No. 2085 - 0859
247
248
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Simulasi dan Analisis Transient Hibrid Diesel dan Tenaga Surya Zainal Abidin *)
*) Dosen Teknik pada Program Studi Teknik Elektro Universitas Islam Lamongan email :
[email protected]
ABSTRAK
Artikel ini menyajikan simulasi Matlab dari sistem hibrid pembangkit tenaga surya dengan diesel. Keduanya dioperasikan pararel. Sistem ini lebih efektif daripada sistem generator diesel bekerja sendiri. Agar sebuah integrasi sistem yang efektif dari tenaga surya pada sistem, dianjurkan menggunakan metode pengaturan operasi dengan inverter. Besarnya daya tergantung dari jaringan yang dipantau dan pengaturan sudut dan magnitude sinyal tegangan inverter. Simulasi ini memantau perubahan perubahan beban akibat beban yang berbeda. Sebaiknya, untuk membangun sistem yang lebih baik diperlukan kontrol digital untuk menyediakan kecepatan dan respon dinamik yang stabil dari sistem daya hibrid. Kata kunci : transient, hibrid, beban, inverter I. Pendahuluan Analisis dari sebuah sistem hibrid dan sistem kontrol secara bersamaan akan membutuhkan waktu dan mahal tanpa menggunakan sebuah model dan simulasi. Dari sebuah simulasi terdapat aturan penting dalam sebuah desain dan analisis sistem tenaga, converter dan pengendalinya. Simulink, adalah software modeling dinamis pada program Matlab yang khusus diciptakan untuk mendesain simulasi sistem dinamik [1]. Matlab merupakan paket software untuk komputasi matrik dengan penampilan yang tinggi. Pada Simulink, model-model dibangun dari blok diagram dengan interface grafik dan satu set blok dengan interkoneksi sinyal yang dimanipulasikan sebuah sistem. Pustaka blok sistem dapat dengan mudah dibuat sistem yang dinamis. Dengan simulink akan terasa mudah melakukan studi tentang sistem yang dinamis. Dalam tulisan ini penulis mencoba melakukan pemodelan dan studi simulasi hibrid sel surya dengan pembangkit tenaga diesel. Konversi tegangan DC ke AC dan diesel generator dioperasikan secara pararel, yang dapat dianalisis aliran beban dan pembagian beban dari sistem daya, karena harganya relatif murah dibandingkan sebuah generator diesel yang beroperasi sendiri. Karena generator diesel adalah produk komersial, maka memiliki kontrol kecepatan sendiri dan tidak dapat diakses secara eksternal. Pengendalian suatu sistem terpadu terbukti sangat menarik untuk dikaji. Simulasi ini adalah untuk mengetahui perilaku perubahan perilaku beban yang berbeda. Sehingga sangat perlu dikembangkan pengendali
ISSN No. 2085 - 0859
digital canggih untuk memberikan respon dinamik cepat dan stabil dari sebuah sistem hibrid. 2. Model Komponen Sistem Model yang tepat digunakan untuk mensimulasikan sel surya dengan diesel yang umum dan mampu memberikan hasil yang akurat. Untuk selanjutnya dijelaskan untuk masingmasing sistem baik inverter sel surya maupun diesel generator. 2.1. Model Diesel Untuk mensimulasikan dinamika lengkap dari sistem mesin diesel, diperlukan model urutan yang kompleks. Namun untuk sebagian besar studi tentang dinamika kecepatan mesin pembakaran internal, itu sudah cukup untuk menggunakan model orde yang lebih rendah. Pendekatan serupa telah diadopsi dalam studi simulasi mesin diesel [2, 3, 4]. Model matematis dari tipe diesel kecil yang dikendalikan prime over ditunjukkan pada gambar 1, dimana input ke sistem adalah sinyal kontrol ke aktuator, output dari model adalah kecepatan, 0.035 ≤ α ≤ 0.2 detik, 0= 0.04 , 0.1 ≤α≤ 2 kecepatan per detik, 0.01 ≤≤ 0.1, dan beban = 0 atau 1. Waktu akhir θ pada Gambar 1 merupakan waktu murni terkait dengan mesin. Kali ini batas akhir adalah hasil dari kerja beberapa silinder. Tidak semua silinder akan berada dalam posisi untuk menerima lebih banyak bahan bakar pada suatu saat tertentu. Waktu akhir θ sebagian besar terdiri dari waktu yang dibutuhkan untuk semua silinder menuju posisi yang akan diisi dengan bahan bakar lebih atau kurang. Parameter ini tetap
249
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
dalam model ini, dan ditetapkan untuk 0,04 detik. Sebuah kontroler PID self-tuning telah dikembangkan untuk mesin diesel berukuran kecil dan genset dan terbukti bekerja dengan baik.
Gambar 1. Blok diagram diesel 2.2. Generator Sinkron Persaman generator sinkron didapatkan dari persamaan Park [6]. Yang paling penting dalam rangkaian ini adalah transient pada stator diabaikan dibandingkan ke rotor. Dalam presentasi model rotor mesin sinkron terdiri dari 3 lilitan. Sebuah medan dan kumparan redam pada poros langsung memperhitungkan transient dan sub transient masing-masing. Kumparan redam berada pada sumbu quadrature juga memiliki waktu transient dan subtransient konstan. Persamaan stator dihitung menggunakan per unit.
2.3. Model Inverter Inverter terdiri atas induktor, kapasitor, transformator dan komponen elektronika daya seperti IGBTs, MOSFETs. Masing-masing rangkaian switch jembatan dari inverter dioperasikan oleh sinyal PWM (pulse width modulation). Perangkat elektronika daya menyalakan sinyal dari sumber daya. Fungsi dari inverter adalah mengubah tegangan DC menjadi gelombang sinus AC. Input DC diasumsikan sebuah sumber konstan (baterai dengan kapasitas besar). Transfer daya antara sumber inverter DC dan sumber AC dapat dicapai dengan mengatur sudut fase () dan magnitude dari tegangan output inverter. Sebuah kontroler juga digunakan untuk memantau seluruh sistem. Pada kondisi normal, inverter menghasilkan secara paralel tegangan output dan harus disimpan disinkronkan dengan sistem listrik. 2.4. Aliran Beban Genetarot Diesel dan sebuah konverter dihubungkan secara pararel untuk mensuplay beban. Diesel dan konverter sumber tegangan dipisahkan dengan induktor Xm. Aliran daya dapat dijelaskan dengan referensi pada rangkaian ekivalen single line pada gambar 2 berikut :
Persamaan diferensial pada kumparan dinamis rotor diformulasikan dalam per unit :
Gambar 2. Rangkaian ekivalen single line hibrid solar dan diesel Daya aktif dapat dihitung :
Persamaan torsi elektromagnetik dalam pu :
ISSN No. 2085 - 0859
(PM) dan daya reaktif (QM)
250
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Dimana 'δ' adalah sudut fase antara dua sumber tegangan, sudut fase berhubungan dengan tegangan diesel bervariasi untuk aliran listrik. Hal ini dapat dilihat bahwa daya yang disediakan oleh inverter dari baterai atau dipasok ke baterai dapat dikendalikan dengan mengendalikan 'δ' sudut fase. Tegangan konverter secara terpisah dikendalikan oleh indeks modulasi PWM. Sistem kerja hibrid tergantung dari beban. Pada beban rendah, generator diesel dimatikan. Listrik dari baterai dan sel surya ditransfer ke beban melalui inverter. Untuk beban menengah, generator diesel akan memasok beban langsung. Kelebihan daya dari generator diesel yang digunakan untuk mengisi baterai melalui inverter bi-directional. Oleh karena generator diesel
beroperasi dalam kapasitas optimum 80% -100% kapasitas beban. Saat beban puncak, generator diesel berjalan secara paralel dengan inverter yang mengubah listrik DC dari baterai ke daya AC.
Gambar 3. Model Simulasi SIMULINK hibrid solar cell dan diesel 3. Model Simulasi Matlab Simulink digunakan untuk memodelkan sistem dan membagi produksi listrik antara inverter dan generator mesin diesel. Secara umum, model Simulink dapat digunakan untuk mempelajari kinerja dari setiap sistem tenaga hibrid. Dengan Simulink untuk sumber energi terbarukan, operasi dinamis dan strategi sistem kontrol dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam sistem model hibrid power listrik yang ada untuk mempelajari kinerja sistem secara keseluruhan. Simulasi dilakukan inverter dan mesin diesel generator yang berbagi beban aliran dan respon dinamis. Hasil simulasi digunakan untuk merancang sistem kontrol yang komprehensif dan
ISSN No. 2085 - 0859
memprediksi dampak sistem tenaga untuk mengintegrasikan sistem listrik tenaga surya dan diesel. Sebuah model dari sistem pembangkit listrik tenaga diesel dan inverter dibangun menggunakan Matlab Simulink. Model Simulink dikembangkan sehingga dapat digunakan untuk mempelajari kinerja sistem beban aliran daya. Dengan Simulink, blok-blok dibangun mewakili komponen sistem dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam model daya sistem hibrid. Simulink juga memungkinkan operasi dinamis dan strategi kontrol yang akan
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Model Simulasi 10 KVA power konverter :
Gambar 4. Regulator tegangan sub sistem
251
merubah beban pada 10 detik yang ditunjukkan pada gambar 8, 9 dan 10. Arus utama dari konverter naik selama perubahan beban dan membutuhkan waktu sekitar 6 siklus hingga mencapai kondisi steady state. Demikian pula, ketika tegangan kembali ke normal, arus konverter masih mempertahankan seperti ditunjukkan pada Gambar. 8b. Karena beban 5 kW ditarik dari sistem daya, konverter juga mengurangi daya tetapi generator tetap mempertahankan tingkat yang sama seperti gambar 9.
Model 8 KVA generator set diesel :
Gambar 5. Governor dan mesin diesel
Gambar 7. (a) Output daya generator (pu), (b) Tegangan Eksitasi (pu), (c) Kecepatan mesin/ frekuensi (pu)
Gambar 6. Sub sistem Tegangan dan Kontrol Kecepatan Blok mesin sinkron dapat dioperasikan dalam mode generator. Rangkaian setara model diwakili dalam kerangka acuan rotor (qd). Semua parameter rotor dan jumlah listrik yang dilihat dari stator dan model parameter yang ditetapkan. 4. Simulasi dan Hasil Tegangan utama dari sistem hibrid adalah 400 Volt (single fase 230 volt rms). Diasumsikan bahwa tegangan DC dari sistem konverter adalah sumber tegangan DC konstan. Generator diesel mensuplai 7 kW beban resistif setelah 0.5 detik saat mesin stabil. Generator diesel secara konstan bertegangan 220 volt. Pada frekuensi stabil 50 Hz konverter dan diesel secara sinkron pada waktu 7.1 detik dan arus konverter bergeser 31. Saat beban resistif 5 KW naik
ISSN No. 2085 - 0859
Gambar 8. (a) Vab Output PWM inverter , (b) Vab Tegangan Inverter, (c) Arus Inverter, (d) Indeks Modulasi
252
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
[3]
[4]
[5]
[6] [7]
[8] Gambar 9. (a) daya output inverter, (b) daya output generator diesel, (c) konsumsi beban
5. Kesimpulan Simulasi hibrid solar energi dan diesel dengan Simulink Matlab telah dimodelkan dan dilakukan pengujian dengan beberapa langkah simulasi. Hasil simulasi untuk membantu dan mengevaluasi perilaku transien aliran daya dalam sistem. Investigasi telah dikhususkan untuk mempelajari perilaku dinamis dalam perubahan beban normal dan langkah dalam kondisi berbeban. Oleh karena itu, osilasi dalam daya dan frekuensi terjadi dengan periode yang ditimbulkan oleh sumber dengan konstanta waktu terbesar. Osilasi ini mungkin berlebihan untuk pengoperasian sistem daya. Osilasi dan ketidakstabilan dapat dihindari dengan menggunakan inverter dengan kontrol digital yang lebih baik. Pustaka [1] “MATLAB Simulink, dynamic system simulation software”. The Maths Works Inc., 1994-2005 [2] S. Roy, O. P. Malik and G. S. Hope, An adaptive control scheme for speed control of diesel driven
ISSN No. 2085 - 0859
power plants, IEEE Transactions on Energy Conversion, Vol.6., No.4, 1991. S. Roy, O. P. Malik and G. S. Hope, A k-step predictive scheme for speed control of diesel driven power plants, IEEE Transactions on Industry Applications, Vol. 29, No. 2, 1993. B. Kuang, Y. Wang and Y.L. Tan, An H∞ Controller Design for Diesel Engine Systems, IEEE Transactions on Industry Applications, Vol., No., 2000. D. W. Augustine and K.S. P. Kumar, A method for self-tuning a PID controller for control of small to medium sized diesel engines, IEEE International Conference on System Engineering, P.85-88 1-3 Aug. 1991. Paul C. Krause, Analysis of Electric Machinery, McGraw Hill, 1987. Ashari M., Nayar C.V., Islam S., Steady-state performance of a grid interactive voltage source inverter, IEEE Power Engineering Society Summer Meeting, 2001. Vol. 1, P.650 – 655 July 2001 Nayar C.V., Ashari M., Keerthipala, W.W.L., A grid-interactive photovoltaic uninterruptible power supply system using battery storage and a back up diesel generator, IEEE Transaction on Energy Conversion, Vol. 15, Issue 3, Ps. 348 – 353, Sept. 2000
253
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad1, Yuliana Melita2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi Surabaya 1
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Filtering merupakan proses awal yang digunakan untuk mengurangi bagian – bagian yang tidak diperlukan (noise) pada citra untuk proses berikutnya. Low-Pass filter merupakan salah satu filtering linear yang bekerja dengan menggantikan intensitas nilai pixel dengan rata-rata dari nilai pixel tersebut dengan nilai pixel-pixel tetangganya. Sedangkan median filter merupakan salah satu teknik peningkatan kualitas citra dalam domain spasial, median filtering ini merupakan kategori non linier filtering. Perbaikan citra tidak meningkatkan kandungan informasi dari citra tersebut, melainkan memperlebar jangkauan dinamik dari suatu fitur sehingga bisa dideteksi atau diamati dengan lebih mudah dan tepat. Pada saat ini informasi sangat penting dan diperlukan, terutama yang terdapat dalam suatu citra. Walaupun demikian, seringkali citra yang kita miliki mengandung noise seperti bercak putih dan hitam. Dari noise tersebut, dapat dilakukan penghalusan citra sehingga citra dapat lebih mudah diinterpretasikan oleh mata manusia untuk pengenalan objek. Metode penghalusan citra yang digunakan dalam Penelitian ini adalah metode Low-Pass Filter dan Median Filter. Dari hasil penelitian, gambar yang dihasilkan dengan metode Median Filter memiliki kualitas citra yang lebih baik dibandingkan metode LowPass Filter . Dari analisa hasil penelitian ini, gambar yang dihasilkan dengan metode Median Filter memiliki kualitas citra yang lebih baik dibandingkan metode Low-Pass Filter baik secara subjektif (memiliki nilai subjektif rata-rata yaitu 4 (baik) untuk metode Median Filter dan nilai 3 (cukup) untuk metode Low-Pass Filter) maupun menggunakan perhitungan PSNR (nilai rata-rata yang dihasilkan untuk Median filter yaitu 15,115291 db dan Low-Pass filter yaitu 12,286619 db). Kata Kunci : filtering, noise, Low-pass filter, median filter 1. Pendahuluan Pada saat ini sebuah Informasi tidak hanya disajikan dalam bentuk data teks tetapi juga dapat berupa gambar, audio, dan video. Informasi pada saat ini sangat penting dan sangat diperlukan, begitu pula informasi yang terdapat pada sebuah citra. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki data teks yaitu citra kaya dengan informasi, namun seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan mutu atau pada umunya mengandung derau (noise). Derau pada umumnya berupa variasi intensitas (derajat keabuan) suatu pixel yang tidak bekaitan dengan titik-titik tetangganya. Derau ini mudah dilihat oleh mata, karena tampak sangat berbeda dengan titik-titik tetangganya, seperti citra yang mengalami gangguan berupa bercak-bercak putih atau hitam. Gangguan tersebut biasanya muncul sebagai akibat pencuplikan (Image Sampling) yang tidak bagus atau akibat saluran transmisi (pada pengiriman data). Oleh sebab itu perbaikan citra dibutuhkan, dengan meningkatkan kualitas suatu citra dapat lebih mudah diinterpretasikan oleh mata manusia.
ISSN No. 2085 - 0859
Dalam sebuah citra, intensitas atau tingkat kecerahan atau derajat keabuan merupakan informasi yang sangat penting. Melalui derajat keabuan ini kita dapat melakukan berbagai macam metode untuk melakukan proses pengolahan citra seperti Low-Pass Filter dan Median Filter. Melalui metode ini kualitas citra masukan dapat diperbaiki dan diharapkan dapat lebih mudah mendekati bentuk aslinya. Dan membandingkan diantara kedua filter tersebut mana yang lebih baik digunakan. 2. Dasar Teori 2.1 Pengertian Citra Digital Citra digital adalah citra yang dinyatakan secara diskrit (tidak kontinu), baik untuk posisi koordinatnya maupun warnanya. Dengan demikian, citra digital dapat digambarkan sebagai suatu matriks, dimana indeks baris dan indeks kolom dari matriks menyatakan posisi suatu titik di dalam citra dan harga dari elemen matriks menyatakan warna citra pada titik tersebut. Dalam citra digital yang dinyatakan sebagai susunan
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
matriks seperti ini, elemen-elemen matriks tadi disebut juga dengan istilah piksel yang berasal dari kata picture element. Citra juga dapat didefenisikan fungsi dua variabel, f(x,y), di mana x dan y adalah koordinat spasial sedangkan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut. Ilustrasi citra digital dapat dilihat pada berikut.
Gambar 2.1 Illustrasi Citra Citra digital merupakan suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar/ piksel/ pixel/ picture element) menyatakan tingkat keabuan/ warna pada titik tersebut. Citra digital dinyatakan dengan matriks berukuran N x M (baris/ tinggi = N, kolom/ lebar = M). Setiap titik memiliki koordinat dan biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yaitu 0 atau 1 bergantung pada sistem yang digunakan. Format nilai piksel sama dengan format citra keseluruhan. Pada kebanyakan sistem pencitraan, nilai ini biasanya berupa bilangan bulat positif juga. Citra digital dinyatakan dengan matriks berukuran N x M dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan Ilustrasi sistem koordinat piksel dilihat pada Gambar 2.3.
254 2.2 Perbaikan Kualitas Citra Perbaikan kualitas citra merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mendapatkan kondisi tertentu pada citra. Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai macam metode tergantung pada kondisi yang diharapkan pada citra, seperti mempertajam bagian tertentu pada citra, menghilangkan noise atau gangguan, manipulasi kontras dan skala keabuan, dan sebagainya. Secara umum metode-metode yang digunakan dapat digolongkan kedalam dua kelompok yaitu metode domain frekuensi dan metode domain spasial. Pada metode domain frekuensi, teknik pemrosesannya berdasarkan pada transformasi Fourier terhadap nilai pixel. Sedangkan pada metode domain spasial prosesnya dioperasikan langsung terhadap pixel, dimana untuk memproses sebuah pixel harus mengikut sertakan pixel-pixel tetangganya. Fungsi matematis dari metode domain spasial adalah sebagai berikut : g (x,y) = T [f (x,y)] (2.1) f (x,y) adalah fungsi citra masukan, g (x,y) adalah citra hasil atau keluaran, sedangkan T adalah operator atas f, yang didefinisikan terhadap kumpulan tetangga-tetangga (x,y). Contoh dari metode ini adalah operasi filtering citra yaitu penghalusan citra dengan cara menghilangkan noise pada citra. 2.3 Metode Low-Pass Filter Metode Low-Pass filter adalah satu teknik filtering yang bekerja dengan cara menggantikan intensitas suatu pixel dengan rata-rata nilai pixel dari pixel-pixel tetangganya. Jika suatu citra f(x,y) yang berukuran M x N dilakukan proses filtering dengan penapis h(x,y) maka akan menghasilkan citra g(x,y), dimana penapis h(x,y) merupakan matrik yang berisi nilai 1/ukuran penapis. Secara matematis proses tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: g(x,y) = f(x,y) * h(x,y) (2.2) Operasi diatas dipandang sebagai konvolusi antara citra f(x,y) dengan penapis h(x,y), dimana * menyatakan operator konvolusi dan prosesnya dilakukan dengan menggeser penapis konvolusi pixel per pixel. 2.4 Metode Median Filter Metode median filter ini merupakan filter non-linear yang dikembangkan Tukey, pada median filter ini berfungsi untuk menghaluskan dan mengurangi noise atau gangguan pada citra. Dikatakan nonlinear karena cara kerja penapis ini
ISSN No. 2085 - 0859
255
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
tidak termasuk kedalam kategori operasi konvolusi. Operasi nonlinear dihitung dengan mengurutkan nilai intensitas sekelompok pixel, kemudian menggantikan nilai pixel yang diproses dengan nilai tertentu. Pada median filter suatu window atau penapis yang memuat sejumlah pixel ganjil digeser titik per titik pada seluruh daerah citra. Pada setiap pergeseran dibuat window baru, titik tengah dan window ini diubah dengan nilai median dari window tersebut. Jika suatu window ditempatkan pada suatu bidang citra, maka nilai pixel pada pusat bidang window dapat dihitung dengan mencari nilai median dari nilai intensitas sekelompok pixel yang telah diurutkan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: G(x,y)= Median {f(x-i, y-j),(i,j)€ w} dimana g(x,y) merupakan citra yang dihasilkan dari citra f(x,y) dengan w sebagai window yang ditempatkan pada bidang citra dan (i,j) elemen dari window tersebut. 3. Penilaian Kualitas Citra Untuk mendapatkan nilai kualitas citra dilakukan dengan cara penilaian secara objektif dengan menggunakan besaran MSE dan PSNR kedua besaran tersebut membandingkan pixel-pixel pada posisi yang sama dari dua citra yang berlainan. 3.1 MSE (Mean Square Error) Secara matematis rata-rata kuadrat nilai kesalahan antara citra asli dengan citra hasil pengolahan didapat sebagai berikut:
MSE
1 MN
M 1 N 1
( f ( x, y ) g ( x, y )
2
x 0 y 0
3.2 PSNR (Peak Signal to Noise Ratio) untuk nilai perbandingan antara harga maksimum warna pada citra hasil filtering dengan kuantitas gangguan (noise) didapat dengan PSNR, yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB), Bercak (noise) yang dimaksud adalah akar rata-rata kuadrat nilai kesalahan ( MSE ). Secara matematis, nilai PSNR dapat dirumuskan sebagai berikut:
255 PSNR 20 log 10 MSE
ISSN No. 2085 - 0859
4.Algoritma Penghalusan Citra Citra masukan adalah citra RGB dengan format bitmap. Pemrosesan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak VB 6.0 RGB ke YCbCr
Gambar Asli
Y
Ditambah Noise
CbCr
Y Noise
Low-Pass Filter
CbCr
Y'
YCbCr ke RGB
Gambar Hasil
Gb 4.1 Blok Diagram Proses Penghalusan citra Langkah–langkah Low-Pass Filter : 1. Gambar terlebih dahulu dikonversi dari RGB ke YCbCr dan menghasilkan Y dan CbCr. 2. Setelah dikonversi data gambar (Y) ditambah dengan noise 3. Hasil data gambar (Y dengan noise) yang akan diproses dengan metode Low-Pass Filter 4. Setelah dilakukan proses Low-Pass Filter maka akan dihasilkan data Gambar Y’ 5. Data Gambar Y’ dan CbCr akan dikonversi kembali ke RGB 5. Konversi RGB Ke YCbCr Model warna RGB (red, green, blue) digunakan dengan luminance yang terdapat dalam divice seperti tabung televisi dan monitor komputer. Model warna RGB mencampur warna primer yaitu merah, hijau dan biru untuk menciptakan seluruh kemungkinan warna. Dengan mencampur 100% semua warna RGB menghasilkan warna putih, sebaliknya jika tidak ada warna yng digunakan akan menghasilkan warna hitam. Konversi RGB ke YCbCr merupakan proses pemisahan warna berdasarkan tingkat kecerahan luminance (Y) dan pemisahan berdasarkan komponen warna crominance, dimana Cb adalah crominance terhadap warna biru dan Cr adalah crominance terhadap warna merah. Konversi warna RGB ke dalam YCbCr, warna luminance atau dikenal dengan istilah gray scale yaitu gambar dengan derajat keabuan yang memiliki instensitas 0 sampai 255, dimana 0 adalah untuk merepresentasikan warna hitam dan 255 warna putih. Karena mata manusia lebih sensitive pada warna luminance (Y) dibandingkan warna Chrominance (CbCr) sehingga informasi warna chrominance tidak diikut sertakan pada proses Low Pass filter dan Median Filter dan hanya
256
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
warna luminance (Y) yang selanjutnya di proses sebagai masukan gambar. Warna YCbCr diperoleh dengan menggunakan transformasi sebagai berikut: Y = 0,299 * R + 0,587 * G + 0,114*B Cb = 0,1687 * R – 0,3312 * G + 0,5 * B Cr = 0,5 * R – 0,4183 * G – 0,0816 * B Untuk membentuk kembali warna YCbCr ke warna RGB digunakan transformasi sebagai berikut: R = Y +1,4022 * Cr G = Y – 0,3456 * Cb -0,7145 * Cr B = Y + 1,7710 * Cb 6.Perancangan Sistem Diagram Alir Sistem Flowchart merupakan suatu cara untuk menggambarkan langkah-langkah kerja program yang meliputi input, proses, dan output. Untuk Mengintegrasikan metode–metode yang sudah ditentukan untuk proses Low–Pass Filter maupun Median Filter dapat digambarkan alir proses dengan diagram alir sebagai berikut : Gambar 4.1. menjelaskan tahap–tahap Low– Pass Filter yang dilakukan di dalam sistem, tahap– tahap Low–Pass Filter itu sebagai berikut: 1. Pertama masukan gambar lalu dibaca per pixel untuk di proses 2. Gambar yang dibaca dikonversi ke YCbCr 3. Hasil konversi dalam bentuk gray scale, kemudian gambar di tambah noise. 4. Gray scale gambar dengan noise yang akan diproses ke Low-Pass Filter 5. Setelah Low-Pass Filter dilakukan proses konversi dari YCbCr ke RGB 6. Hasil Low – Pass Filter disimpan ke file 7. Setelah proses penyimpanan selanjutnya tahapan proses kembali lagi ke tahap awal untuk mengambil pixel gambar yang akan diproses Low– Pass Filter, begitu seterusnya sampai semua pixel diproses.
ISSN No. 2085 - 0859
Mulai
Masukan Gambar
Baca Gambar per pixel
RGB ke YCbCr
Ambil Komponen Y
Tambah Noise
Low-pass filter
YCbCr ke RGB
Tulis Ke file
Tidak
EOF? Ya Selesai
Gambar 4.1. Flowcart Low – Pass Filter
257
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Tabel 4.1. Skala Kriteria Subjektif Kualitas Citra
Mulai
Skala Kriteria Subjektif
Masukan Gambar
Baca Gambar
per pixel
RGB ke YCbCr
Ambil Komponen Y
Median filter
Good (Baik)
(4)
Fair
(Cukup)
(3)
Poor (Buruk)
(2)
Unsatisfactory (Buruk Sekali)
(1)
Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa metode Median Filter memiliki rata-rata nilai skala kriteria subjektif kualitas citra adalah 4 (Baik) sedangkan Low-Pass Filter memiliki rata-rata nilai skala Kriteria subjektif kualitas citra adalah 3 (Cukup).
YCbCr ke RGB
Tulis Ke file Tidak
Ya Selesai
Gambar 4.2 Flowchart Median Filter
7.Analisis Hasil Dari hasil yang diperoleh dari penghalusan citra dapat dilihat bahwa metode low-pass filter dan median filter menghaluskan citra yang mengalami noise (derau). Secara kasat mata dapat dilihat bahwa dengan menggunakan metode lowpass filter suatu citra yang mengalami noise (derau) dapat diperbaiki walaupun gambar yang dihasilkan kabur. Sedangkan dengan median filter gambar yang dihasilkan lebih baik dibandingkan menggunakan low-pass filter. Ada dua kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas citra, yaitu subjektif dan perhitungan PSNR. Kriteria subjektif berdasarkan kelas skala tertentu ( dari kelas baik sekali sampai dengan buruk sekali ). Berikut ini tabel skala yang sering digunakan dalam kriteria subjektif :
ISSN No. 2085 - 0859
(5)
Analisis yang dilakukan secara subjektif yaitu dengan membuat angket untuk diberikan penilaian terhadap metode Median filter dan Low-Pass Filter dengan 6 buah gambar berformat bmp.
Tambah Noise
EOF?
Excelent ( Baik sekali)
Dari hasil ini dapat dilihat bahwa metode Median filter merupakan metode yang dapat menghaluskan citra lebih baik dibandingkan dengan Low-Pass Filter. Namun secara perhitungan dapat dihitung dengan menggunakan PSNR (Peak Signal to Noise Ratio). Parameter ini dipahami sebagai tingkat kemiripan antara citra terekonstruksi dengan citra asli. PSNR memanfaatkan persamaan galat terkuadrat rerata (mean squared error /MSE). Jika MSE antara citra terekonstruksi dengan citra asli semakin kecil maka sebaliknya PSNR akan bertambah besar. Perhitungan PSNR dapat dilihat pada persamaan (4.1) dan (4.2).
PSNR 10Log
MSE
1 MN
255 1 f '(x, y) f (x, y) MNx0 y0
M 1 N 1
M1N1
f ' ( x, y ) f ( x, y )
2
2
N 1 y 0
dimana, M menyatakan baris dari suatu citra N menyatakan kolom dari suatu citra f’(x,y) menyatakan citra asli dengan dimensi MxN f(x,y) menyatakan citra terkonstruksi
258
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
Dari hasil keluaran sistem dapat dilihat bahwa PSNR untuk citra yang telah diproses dengan citra asli, penghalusan citra dengan metode median filter memiliki nilai PSNR yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode low-pass filter. Jika PSNR bernilai besar maka kualitas citra semakin bagus jika dibandingkan dengan citra asli.
yang lebih besar yaitu 4 (Baik) sedangkan LowPass filter adalah 3 (Cukup). 5. dengan perhitungan PSNR pun dapat dilihat metode Median Filter memikil nilai PSNR lebih besar yaitu 15.115291 db sedangkan LowPass Filter yaitu 12.2.86619 db.
KESIMPULAN Setelah mempelajari metode Low - Pass Filter dan Median Filter dalam penghalusan citra yang digunakan untuk perbaikan kualitas citra dan juga mengimplementasikan metode Low - Pass Filter dan Median Filter menjadi sebuah program dan dari hasil analisis keluaran program maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Metode Low – Pass Filter dan Median Filter merupakan metode yang mampu dalam menghaluskan citra yang mengalami noise (derau). 2. Metode Low-Pass Filter walaupun mampu dalam menghaluskan citra dalam menghilangkan derau namun gambar yang di hasilkan kabur. 3. Metode Median Filter merupakan metode yang lebih baik digunakan dalam menghaluskan citra baik secara kasat mata maupun secara matematis dibandingkan dengan Low-Pass Filter. 4. Metode Median Filter merupakan metode yang lebih baik jika dibandingkan dengan Low-Pass Filter karena memiliki rata-rata nilai subjektif
1.
ISSN No. 2085 - 0859
DAFTAR PUSTAKA
2.
3.
4. 5.
6.
A.K.Jain, Fundamentals of Digital Image Processing, Prentice-Hall International,Inc., 1989 M.Agus. J. Alam, Belajar sendiri Mengolah Database dengan Borland Delphi 7 Menjadi Mahir Tanpa Guru, Elex media komputindo., 2003 Priatiningrum, Tantri, Implementasi Pengubahan Derajat Keabuan dengan Teknik Penyamaan Histogram (Histrogam Equalization) Untuk Peningkatan Kualitas Citra (Image Enhancement), Skripsi Teknik Informatika, Universitas Komputer Indonesia., 2004 Munir, Renaldi, Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik, Informatika, Bandung.,2004 Wibisono, Gunawan, Implementasi Kompresi Gambar dengan Format JPEG, Teknik Informatika, Universitas Komputer Indonesia., 2003 http://en.wikipedia.org/wiki/peak_signal-tonoise_ratio
Jurnal Teknika Vol.4 No.2 September 2012
259
Petunjuk bagi (Calon) Penulis TEKNIKa 1.
2.
3.
Artikel yang ditulis untuk TEKNIKa meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian atau kajianpustaka yang mempunyai kontribusi baru di bidang Teknik. Naskah diketik degan huruf TimesNew Roman, ukuran 11 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas HVS kuarto sepanjang maksimum15 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta disketnya. Berkas( file) dibuat dengan Microsoft word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attacment e-mail kealamat:
[email protected] Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judul artikel. Jikapenulis terdiri 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama;nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam halnaskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yangnamanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untukmemudahkan komunikasi. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masingmasingbagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikeldicetak dengan huruf besar ditengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atautebal dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri) Peringkat 3 (Huruf
Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)
Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atauruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup ataukesimpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk). 5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata) yang berisi tujuan, metode dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpajudul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil;pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk) 6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yangdiutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi)atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah. 7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurang (nama, tahun). Pencantuman sumberpada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan.Contoh: (Davis, 2003: 47). 8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dankronologis. Buku: Anderson, D, W., Vault, V. D. & Dickson, C. E. 1999. Problem and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publising Co. Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke1). Malang: UM Press. Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Represensation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge. Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61. Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos, hlm. 4 & 11. Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri , hlm. 3. Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya. Buku terjemahan: Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional. Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian: Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung : Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG. Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus. Internet (karya individual) Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995 : The Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html, diakses 12 Juni 1996) Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (Online), jilid 5,No. 4,(http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000). Internet (bahan diskusi): Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), (
[email protected], diakses 22 November 1995). Internet (e-mail pribadi): Naga, D.S (
[email protected]). 1 Oktober 1997. Artikel Untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah (
[email protected]). 9. Tata cara penyajian kutipan, table, dan gambar mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan BahasaIndonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel bahasa Inggris menggunakan ragam baku. 10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari reviewers yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting, kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis. 11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Segala sesuatu yang menyangkut perjanjian pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi huku m yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut. 4.
ISSN No. 2085 - 0859