Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
PEMANFAATAN BIOGAS SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN KULON PROGO (Biogas as Renewable Alternative Energy Source at Prima Tani Location in Kulon Progo District) SINUNG RUSTIJARNO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarata, Jl. Rajawali 28 Demangan Baru, Yogyakarta 55010
ABSTRACT The use of unrenewable energy is becoming limited, whereas requirement of energy is increasing along the population growth. The study of biogas use as an alternative energy sources was carried out in May – June 2008 at Prima Tani location, Kulon Progo District. The study is to assess biogas application at household scale. The study was undertaken by purposive method of field survey at Benggolo group, Banaran village, Galur sub district, Kulon Progo District. Results indicated that number of livestocks were 18 bulls with ownership of livestock 1 bull/person and managed by batch system, source of capital about Rp 117 million was from district government by loan system. The biogas installation was donated by the province government. The use of biogas at household scale used manures from 6 bulls have been applied for cooking. Waste of biogas has been used for crop fertilizer, while manures were processed for organic fertilizer. The use of biogas could be developed for lighting and home industry. Key Words: Biogas, Energy, Alternative ABSTRAK Pemanfaatan energi dari sumber tidak terbarukan semakin terbatas, sementara kebutuhan energi semakin bertambah seiring bertambahnya populasi manusia. Pengkajian pemanfaatan biogas sebagai sumber energi alternatif dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2008 di lokasi Prima Tani kabupaten Kulon Progo. Tujuan pengkajian adalah mengetahui aplikasi pemanfaatan biogas skala rumahtangga. Pengkajian dilaksanakan dengan metode survai dan dilakukan secara purposif pada kelompok tani ternak Benggolo, desa Banaran, kecamatan Galur, kabupaten Kulon Progo. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa jumlah ternak sapi sebanyak 18 ekor dengan kepemilikan ternak 1 ekor/orang dan dikelola dengan sistem kelompok, sumber permodalan senilai Rp 117 juta berasal dari pemerintah daerah kabupaten dengan sistem kredit. Pembuatan instalasi biogas merupakan program hibah dari pemerintah provinsi. Pemanfaatan biogas skala rumah tangga menggunakan kotoran ternak dari 6 ekor sapi sudah dimanfaatkan untuk kebutuhan rumahtangga yaitu memasak. Limbah hasil biogas telah dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, sementara kotoran ternak diolah sebagai pupuk organik. Pemanfaatan biogas masih berpeluang dikembangkan untuk penyedia penerangan dan industri pengolahan makanan skala rumahtangga. Kata Kunci : Biogas, Energi, Alternatif
PENDAHULUAN Perkembangan populasi penduduk yang semakin meningkat, kemajuan teknologi dan pertumbuhan industri menguras berbagai macam sumber energi terutama yang berasal dari bahan bakar fosil. Bahan bakar untuk keperluan industri atau rumah tangga berupa minyak bumi, batu bara, kayu bakar, arang dan
lain-lain menjadi semakin langka. Salah satu upaya mengatasi kelangkaan bahan bakar adalah membuat instalasi biogas yang mampu menghasilkan gas sebagai sumber energi yang dapat digunakan dalam skala rumah tangga maupun skala industri untuk keperluan memasak, penerangan, pemanas air, pembangkit listrik atau penggunaan lainnya di pedesaan.
831
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Biogas mengandung kurang lebih 60% gas methan (CH4), ± 38% karbon dioksida (CO2) serta ± 2% Nitrogen (N), Oksigen (O2), Hidrogen (H2) dan dan hidrogen sulfida (H2S). Sumber energi biogas yamg utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, babi dan kuda. Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam jumlah banyak dapat dipergunakan sebagai pembangkit listrik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Sebagai bahan energi 1 m3 setara dengan 0,62 liter minyak tanah atau 0, 46 kg elpiji, 0,52 liter solar, 0,80 liter bensin atau 3,50 kg kayu bakar (MUSANIF, 2006). Prinsip kerja pembentukan biogas adalah pengumpulan faeces ternak ke dalam suatu tanki kedap udara yang disebut digester (pencerna). Di dalam digester tersebut kotoran dicerna dan difermentasi oleh bakteri yang menghasilkan gas methan dan gas-gas lainnya (WIDARTO dan SUDARTO, 1997). Gas yang timbul dari proses ini ditampung di dalam digester. Penumpukan produksi gas akan menimbulkan tekanan sehingga dapat disalurkan keluar melalui pipa. Untuk keperluan rumahtangga atau industri, gas yang dihasilkan tersebut dapat dipakai untuk memasak dengan menggunakan kompor gas atau untuk penerangan dengan modifikasi lampu petromak atau listrik. Gas yang dihasilkan sangat baik untuk pembakaran karena mampu menghasilkan panas yang cukup tinggi, apinya berwarna biru, tidak berbau dan tidak berasap. Instalasi biogas mempunyai manfaat ganda, yakni menghasilkan gas untuk bahan bakar memasak dan mengatasi pencemaran lingkungan akibat menumpuknya limbah peternakan yang dapat mengganggu kesehatan. Pembuatan instalasi biogas dengan bahan baku
kotoran ternak sangat tepat diterapkan di lingkungan usaha peternakan (WIDODO et al., 2004). Pengkajian dilakukan untuk mengetahui aplikasi dan pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif di pedesaan melalui Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) di Kabupaten Kulon Progo. HASIL DAN PEMBAHASAN Kelompok tani ternak Benggolo berlokasi di Dusun II Bunder, desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo. Jumlah anggota kelompok sebanyak 18 orang. Bantuan permodalan ternak sapi berasal dari pemerintah daerah (pemda) Kabupaten Kulon Progo sebanyak 18 ekor masing-masing senilai Rp. 6,5 juta sehingga total permodalan mencapai Rp. 117 juta. Permodalan ternak dilakukan untuk perbibitan sapi dengan sistem kredit dengan jangka waktu pengembalian 5 tahun yang dicicil tiap 6 bulan sekali. Pengembalian kredit dilakukan dengan cara mencicil pokok angsuran tiap semester sebesar Rp. 650 ribu dan jasa sebesar 6%. Bantuan kandang kelompok dari pemda kabupaten senilai Rp. 11 juta diberikan untuk memudahkan pemeliharaan, koordinasi dan peningkatan kemampuan anggota kelompok melalui kegiatan pendampingan dan penyuluhan. Data perkembangan dan nilai ternak kelompok Benggolo tercantum dalam Tabel 1. Perkembangan kelompok menunjukkan potensi yang tersedia berupa kotoran ternak dalam jumlah yang berlimpah pada awalnya hanya dijual dalam bentuk pupuk tidak terolah. Potensi produksi pupuk dengan jumlah ternak sapi mencapai 22 ekor sebanyak 330 kg/hari atau 10 ton/bulan pupuk organik kering, dapat dimanfaatkan untuk memupuk tanaman di lahan seluas 5 ha. Pemanfaatan pupuk hanya dijual dalam bentuk tidak terolah
Tabel 1. Perkembangan kelompok tani ternak Benggolo tahun 2007 – 2008 Nama Kelompok/ Lokasi Benggolo/Banaran, Kulon Progo
832
Jumlah anggota 18
Tahun 2007
Tahun 2008
Jumlah (ekor)
Nilai (Rp 000)
Jumlah (ekor)
Nilai (Rp 000)
Penjualan ternak (ekor)
Nilai (Rp 000)
18
117.000
22
143.000
18
117.000
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
ke perkebunan buah naga di lahan pantai dengan nilai jual Rp. 150 ribu/truk sehingga pemasukan untuk kelompok hanya mencapai Rp. 300 ribu/bulan. Program Prima Tani di lokasi pewakil lahan kering Kabupaten Kulon Progo mengakselerasi pemanfaatan pupuk melalui pembentukan jejaring produsen (pengolah) dan konsumen (pengguna) pupuk organik dengan 1 kelompok produsen dan 4 kelompok konsumen. Nilai jual kotoran sapi sebesar Rp. 200/kg sehingga pendapatan kelompok pemasok bahan baku ke kelompok produsen dapat ditingkatkan menjadi Rp. 2 juta/bulan. WIDARTO dan SUDARTO (1997) menyatakan bahwa manfaat lain sebagai pupuk kandang tidak hilang karena adanya pembuatan instalasi biogas, sebaliknya pupuk yang dihasilkan justru menaikkan kandungan bahan organik sehingga kualitasnya menjadi lebih baik. Pupuk yang terbentuk dari sisa proses fermentasi faeces tadi harus dikeluarkan secara berkala agar tidak terjadi endapan padat yang dapat mengganggu proses pembentukan biogas. Pengadukan dilakukan setiap hari untuk menjaga agar proses fermentasi dapat berjalan dengan baik. Perkembangan lebih lanjut menunjukkan adanya program dari pemerintah Provinsi D. I. Yogyakarta untuk memanfaatkan limbah kotoran ternak sebagai sumber energi terbarukan melalui pembuatan instalasi biogas sebagai sumber energi alternatif di pedesaan. Bantuan pembuatan instalasi biogas dilakukan dengan sistem hibah. Menurut YUNUS (1995) instalasi biogas pada saat ini sudah banyak diperkenalkan kepada masyarakat terutama di pedesaan, namun pembuatan unit biogas yang baik belum banyak diketahui sehingga banyak percontohan yang tidak dapat berjalan, kemudian ditutup dan tidak berkelanjutan. Instalasi biogas yang diintroduksikan dari pemda provinsi D.I. Yogyakarta merupakan instalasi biogas tipe Cina yang modern dengan bentuk bunker terdiri dari tiga bagian yaitu pipa masuk (inlet), digester dan pipa keluar (outlet). Gas yang dihasilkan dari instalasi tersebut disalurkan melalui pipa yang dilengkapi kran ke tempat pembakaran atau kompor gas. Sebelum pembuatan instalasi biogas dimulai terlebih dahulu harus ditentukan kapasitas alat yang akan dibuat. Menurut SOEHARSONO (2007) biogas dapat dihasilkan
dari bioreaktor dalam skala rumah tangga maupun skala industri dengan pertimbangan potensi limbah yang tersedia, model konstruksi bioreaktor dan biaya investasi. Perhitungan didasarkan pada jumlah ternak dan faeces yang dihasilkan sebagai berikut: 1. Tiap ekor sapi menghasilkan 2 ember kotoran per hari 2. Kotoran perlu diencerkan dengan 3 ember air 3. Volume 1 ember 10 liter 4. Jumlah ternak yang diusahakan 2 ekor sapi 5. Lamanya pembentukan gas (fermentasi) sekitar 30 hari Berdasarkan perhitungan tersebut maka setiap hari umpan yang masuk ke dalam digester adalah 2 + 3 ember = 5 ember atau 50 liter campuran faeces dan air untuk tiap ekor sapi. Bila waktu pembentukan gas 30 hari maka tiap sapi membutuhkan ruang digester 30 x 50 liter = 1.500 liler. Berdasarkan jumlah ternak yang direncanakan untuk penghasil biogas sebanyak 6 ekor sapi, maka volume digester yang akan dibuat = 6 x 1.500 liter = 9.000 liter atau 9 m3. Perhitungan pembuatan digester biogas kapasitas 9 m3 di desa Banaran Kabupaten Kulon Progo tercantum dalam Tabel 2. Pemanfaatan satu unit biogas dengan kapasitas 9 m3 baru dimanfaatkan oleh kelompok untuk kebutuhan memasak di saung kelompok, instalasi untuk memasak baru terpasang pada satu unit rumah penduduk di sekitar kandang kelompok, padahal dengan kapasitas terpasang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan tiga Kepala Keluarga (KK) untuk kebutuhan memasak dan penerangan rumah. Hambatan yang ditemui adalah penyediaan dana untuk pemasangan instalasi ke rumahrumah yang mencapai Rp. 150 ribu/KK. Penyuluhan yang intensif dapat dilakukan untuk menginisiasi agar potensi biogas yang tersedia dapat dimanfaatkan lebih maksimal oleh masyarakat sekitar. Berdasarkan Tabel 2, total biaya pembuatan instalasi biogas kapasitas 9 m3 mencapai Rp. 12 juta, sumber pendanaan berasal dari Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta senilai Rp. 9 juta, sedangkan kelompok memberikan kontribusi senilai Rp. 3 juta dalam bentuk tenaga kerja dan instalasi biogas yang disalurkan ke rumah tangga.
833
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 2. Perhitungan pembuatan digester biogas di Desa Banaran, Galur, Kulon ProgoTahun 2007 Uraian
Volume
Satuan
Harga (Rp.)
Jumlah (Rp.)
Pasir
3
Rit
400.000
1.200.000
Semen
55
Zak
30.000
1.650.000
Batu putih
1
rit
400.000
400.000
Batu bata
A. Bahan material
4500
buah
450
2.025.000
Besi 8"
4
batang
25.000
100.000
Besi 6"
4
batang
18.000
72.000
Pipa PVC 1/2"
10
batang
12.000
120.000
Pipa PVC 8"
1
batang
600.000
600.000
Pipa galvanis 3/4
1
batang
70.000
70.000
Exosal
6
kg
40.000
240.000
Bendrat
1
kg
8.000
8.000
Stopkran
1
buah
80.000
80.000
Perlengkapan instalasi
1
paket
200.000
200.000
Jumlah A
6.765.000
B. Tenaga kerja Tukang khusus 3 orang
75
HOK
40.000
3.000.000
Tukang biasa 3 orang
75
HOK
30.000
2.250.000
Jumlah B Jumlah A + B
5.250.000 12.015.000
Sumber: SARJIYO (2007) (komunikasi pribadi)
Konstruksi instalasi biogas merupakan inovasi dari Sanggar Solidaritas Petani (SSP) Kabupaten Kulon Progo yang telah memperkenalkan pemanfaatan biogas sebagai alternatif energi di pedesaan sejak tahun 2006. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi alternatif, pemerintah daerah mengadopsi teknologi tersebut pada tahun 2008 di wilayah pedesaan, khususnya lokasi Prima Tani di Provinsi D.I. Yogyakarta. WIDODO dan NURHASANAH (2004) menyatakan bahwa proses pembuatan biogas menghasilkan banyak keuntungan, selain menghasilkan gas methan (CH4) juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan berupa bau tidak sedap, hasil samping berupa kompos dan slurry untuk pupuk tanaman Menurut SOERAWIJAYA (2004), untuk daerah-daerah pedesaan dan pinggir kota, biogas merupakan alternatif yang paling sesuai untuk menggantikan minyak tanah atau (kerosin) sebagai bahan bakar rumah tangga, karena itu
834
aneka program demonstrasi dan penyuluhan tentang manfaat, cara pembuatan dan penggunaannya kepada masyarakat di pedesaan perlu dilakukan. Khusus untuk biogas dari kotoran hewan, program demonstrasi dan penyuluhan harus dapat menyingkirkan keengganan masyarakat untuk memakai produk gas, sebab biasanya ada hambatan psikologis bahwa biogas merupakan gas yang kotor/najis sehingga tidak layak digunakan dalam rumah tangga. Pemanfaatan satu unit biogas dengan kapasitas 9 m3 dapat dimanfaatkan oleh tiga Kepala Keluarga (KK) untuk kebutuhan memasak atau penerangan rumah. Keunggulan energi biogas disamping untuk kebutuhan rumahtangga, kotoran ternak yang sudah diolah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Multiplier effect dari pemanfaatan biogas adalah mendorong petani untuk memiliki ternak sebagai sumber pupuk dan suplai daging, mengurangi pencemaran lingkungan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
dan mengurangi perusakan lapisan ozon. Di sisi lain, pembuatan dan pemanfaatan biogas sebagai sumber energi alternatif di pedesaan merupakan terobosan menuju usahatani yang efisien, berkelanjutan dan diarahkan menuju usaha agribisnis.
SOEHARSONO. 2007. Pengolahan Limbah Ternak Untuk Menghasilkan Sumber Energi Alternatif Dalam Bentuk Biogas di Pedesaan. Pros. Lokakarya Pengembangan Agribisnis Berkelanjutan di Pedesaan. LPPM UGM bekerjasama dengan Bappeda Kab. Kulon Progo dan BPTP Yogyakarta.
KESIMPULAN
WIDARTO, L. dan F.X. SUDARTO. 1997. Membuat Biogas. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Biogas sebagai alternatif sumber energi terbarukan berpeluang besar untuk dikembangkan di pedesaan. Pemanfaatan biogas di lokasi Prima Tani Desa Banaran terbatas untuk kebutuhan memasak dan baru dimanfaatkan untuk satu unit rumah tangga. Pemanfaatan biogas dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan memasak, penerangan, pemanas air, pembangkit listrik atau penggunaan lainnya di pedesaan. DAFTAR PUSTAKA MUSANIF, J. 2006. Reaktor Biogas Sistem Knockdown. Sinar Tani No. 3171 Tahun XXXVII, Edisi 11 – 17 Oktober 2006.
WIDODO, T.W. dan A. NURHASANAH. 2004. Kajian Teknis Teknologi Biogas dan Potensi Pengembangannya di Indonesia. Pros. Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian, Bogor, 5 Agustus 2004. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong. SOERAWIJAYA, T.H. 2004. Prospek Pengembangan Bioenergi di Indonesia. Pros. Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian. Bogor, 5 Agustus 2004. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong. YUNUS, M. 1995. Teknik Membuat dan Memanfaatkan Unit Gas Bio. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
835