1
PEMANFAATAN BIO INHIBITOR DAUN SUKUN TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN 3,5 % NaCl DAN 1 M H2SO4 Fathan Nadhir dan Sulistijono Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS, Keputih, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak— Korosi adalah salah satu masalah besar dalam dunia industri. Salah satu upaya untuk mengendalikan laju korosi adalah dengan menggunakan inhibitor korosi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh ekstrak daun sukun yang mengandung antioksidan sebagai bio inhibitor dalam media korosif H2SO4 dan NaCl. Dalam penelitian ini digunakan baja karbon API 5L Grade B dengan media korosif 1 M H2SO4 dan NaCl 3,5 % dengan variasi konsentrasi dari ekstrak daun sukun 0 mg/L, 100 mg/L, 200 mg/L, 300 mg/L, 400 mg/L dan 500 mg/L. Efektivitas penggunaan inhibitor daun sukun akan diketahui melalui beberapa pengujian yaitu Uji Weight Loss, Uji Electrochemical Impedance Spectroscopy, dan pengujian Fourier Transform Infrared Spectroscopy. Hasil pengujian menunjukan adanya senyawa flavonoid pada daun sukun dan terjadinya penurunan laju korosi pada baja API 5L grade B ketika ditambahkan inhibitor. Pada baja di larutan 3.5% NaCl tanpa inhibitor, nilai laju korosi sebesar 3.872 mpy setelah penambahan inhibitor sebanyak 300 mg/L turun menjadi 0.8534 mpy. Sedangkan pada larutan 1M H2SO4, laju korosi tanpa inhibitor sebesar 2273.366 mpy dan turun menjadi 863.008 mpy ketika ditambahkan inhibitor sebanyak 500 mg/L. Kata Kunci— bio inhibitor, daun sukun, media korosif, API 5L Grade B
I. PENDAHULUAN
I
ndustri minyak dan gas terutama mengenai eksplorasi, operasi produksi, operator lapangan biasanya ingin memiliki pasokan minyak dan gas bumi yang tidak terputus ke titik ekspor atau pengolahan[1]. Pipa-pipa dan komponen perlengkapan dari lining akan mengalami degradasi material dengan berbagai kondisi dari sumur akibat perubahan komposisi fluida, souring sumur selama periode tertentu, perubahan kondisi operasi tekan, dan temperatur. Pemilihan material pipa akan sangat membingungkan sehingga perlu pemahaman mendalam untuk apa saluran/sistem pipa itu dibuat, mengingat setiap material memiliki keterbatasan dalam setiap aplikasinya. Material yang paling umum digunakan adalah pipa baja karbon[2]. Korosi adalah perusakan, penurunan mutu material (logam) akibat terjadinya reaksi dengan lingkungannya[3]. Ada beberapa elemen yang harus ada dalam sebuah mekanisme
korosi, hal-hal tersebut adalah anoda, katoda, elektrolit, dan kontak metalik[4]. Korosi terhadap logam telah menimbulkan permasalahan yang serius di berbagai bidang seperti industri dan konstruksi termasuk industri minyak dan gas serta perusahaan yang bergerak terhadap pelayanan publik seperti pembangkit listrik dan perusahaan air minum. Permasalahan korosi yang sering terjadi pada baja adalah korosi seragam (Unifrom Corrosion), korosi galvanik (Galvanic Corrosion), korosi celah (Crevice Corrosion), korosi sumuran (Pitting Corrosion), Stress Corrosion Cracking (SCC), Hydrogen damage, korosi integranular (Intergranular Corrosion), korosi erosi (Erosion Corrosion)[5]. Untuk mencegah terjadinya bermacam-macam kerusakan tersebut maka beberapa metode dilakukan untuk menghambat atau meminimalkan terjadinya proses korosi, seperti proteksi katodik, anoda korban, arus tanding dan inhibitor. Dari beberapa cara tersebut, untuk melindungi logam dari internal corrosion penggunaan inhibitor korosi merupakan salah satu metode yang paling praktis[6]. Inhibitor korosi adalah suatu zat kimia dan ketika ditambahkan dalam konsentrasi kecil ke dalam suatu lingkungan dapat menurunkan atau mencegah terjadinya proses korosi[7]. Pada umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang mengandung gugus-gugus yang memiliki pasangan electron bebas, seperti nitrit, kromat, fosfat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina. Namun demikian, pada kenyataannya bahwa bahan kimia sintesis tidak ramah lingkungan dan harganya relatif mahal[8]. Akibat hal-hal tersebut maka penelitian untuk menemukan sumber baru inhibitor korosi terutama dari bahan alam mulai banyak dilakukan. Bahan alam dipilih sebagai alternatif karena bersifat aman, mudah didapatkan, bersifat biodegradable, biaya murah, dan ramah lingkungan[9]. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui ekstrak yang berasal dari tumbuhan memiliki kemampuan sebagai inhibitor. Kemampuan untuk menghambat terjadinya proses korosi yang dimiliki oleh ekstrak yang berasal dari tumbuhan diakibatkan di dalam komposisinya terdapat unsur pokok yang bersifat heterosiklik seperti alkaloid dan flavonoid, sedangkan unsur seperti tannin, selulosa dan senyawa polisiklik dapat meningkatkan terjadinya pembentukan film diseluruh permukaan logam[10]. Ekstrak daun sukun mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder, baik berupa senyawa turunan fenol maupun nonfenol. Sampai saat
2 ini telah berhasil diisolasi ratusan senyawa turunan fenol. Senyawa-senyawa tersebut terdiri dari golongan flavonoid, santon dan stilben, serta senyawa-senyawa yang merupakan aduk Diels-Alder, yang umumnya mengandung substituen isoprene[11]. Oleh karena itu, dalam penelitian kali ini peneliti akan memanfaatkan daun sukun yang mengandung senyawa antioksidan sebagai inhibitor korosi. Media yang digunakan pada penelitian ini yaitu lingkungan 3.5% NaCl dan H 2SO4 1 M. Material yang digunakan adalah API 5L Grade B dengan variasi konsentrasi inhibitor 0 mg/L, 100 mg/L, 200 mg/L, 300 mg/L, 400 mg/L, dan 500 mg/L. II. METODOLOGI PENELITIAN A. Preparasi Inhibitor Metode ekstraksi yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak daun sukun adalah maserasi. Serbuk daun sukun direndam selama 3 hari dalam metanol 80% dengan penyaringan setiap 1 hari sehingga didapatkan ekstrak daun sukun dalam bentuk cair. Hasil penyaringan hari pertama, kedua, dan ketiga dicampur agar homogen. Kemudian hasil penyaringan ekstrak daun sukun yang telah homogen dipekatkan menggunakan rotary evaporator untuk memisahkan pelarut dan zat yang terekstrak. Sehingga didapatkan solid ekstrak yang digunakan sebagai inhibitor. B. Preparsi Spesimen Untuk pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy API 5l Grade B dipotong dengan dimensi ø 10 mm dan tebal 3 mm kemudian disolder untuk menyambungkan spesimen tersebut dengan kawat tembaga. Setelah itu spesimen di moulding dengan menggunakan resin epoxy dan cetakan pipa. Setelah moulding benar-benar, bagian spesimen yang tidak tertutup resin (terekspose) dihaluskan dengan kertas gosok (amplas) grade 120, 320, 400, 600, 800,1000 sampai rata. Sedangkan untuk spesimen uji weight loss, baja karbon API 5L Grade B dipotong dengan dimensi 20 x 20 x 3 mm kemudian dibor bagian atasnya (tempat menggantung tali) dengan diameter mata bor 3 mm. Setelah itu spesimen dihaluskan dengan menggunakan kertas gosok untuk meratakan permukaan dan menghilangkan produk korosi sebelumnya. Pada setiap spesimen weight loss harus dilakukan pengukuran berat awal spesimen. C. Preparasi Larutan Larutan yang digunakan adalah 3.5% NaCl dan H2SO4 98%. Untuk mendapatkan 1000 ml larutan 3.5% NaCl, timbang kristal NaCl sebanyak 35 gram kemudian ditambahkan aquades hingga volumenya 1000 ml dalam gelas beker. Sedangkan untuk mendapatkan 1000 ml larutan H 2SO4 1M, diambil 54,64 ml larutan H2SO4 98% kemudian ditambahkan aquades hingga volumenya 1000 ml dalam gelas beker. D. Pengujian Flavonoid Total Tahapan analisis flavonoid dengan metode spektrofotometri UV-Vis menggunakan AlCl3 sebagai pereaksi kromogenik merupakan tahapan analisis yang cukup panjang. Tahapan ini diawali dengan ekstraksi flavonoid oleh
pelarut polar, pemekatan ekstrak, hidrolisis dengan asam untuk memutuskan gula dari aglikon, pemisahan aglikon dari gula dengan ekstraksi cair-cair, pembentukan kompleks aglikon-AlCl3, hingga pengukuran dengan spektrofotometer [12] . E. Pengujian Weight Loss Pengujian weight loss atau lebih dikenal dengan metode pengurangan berat adalah metode yang dilakukan untuk mengetahui besaran laju korosi (mpy) pada suatu material berdasarkan pengurangan berat awal dan berat akhir. Dalam penelitian ini metode perendaman dilakukan selama 30 hari pada larutan 3.5% NaCl dan 10 hari pada larutan H2SO4 1 M untuk konsentrasi inhibitor 0 mg/L, 100 mg/L, 200 mg/L, 300 mg/L, 400 mg/L, dan 500 mg/L. Pengambilan data berat akhir hasil uji weight loss diambil setiap kelipatan 6 pada larutan 3.5% NaCl dan 2 hari pada larutan H2SO4 1 M. F. Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy Electrochemical Impedance Spectroscopy adalah suatu metode untuk menganalisis respon suatu elektroda terkorosi terhadap suatu sinyal potensial AC sebagai fungsi frekuensi. Metode ini digunakan untuk mengetahui mekanisme inhibisi pada antar logam dengan inhibitor apakah secara kinetika dikontrol oleh perpindahan muatan ataukah perpindahan massa. Gelombang AC pada amplitude rendah 10 Mv pada rentang frekuensi 0.1 Hz sampai 1.000.000 Hz. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian EIS dengan konsentrasi tertinggi dari hasil pengujian weight loss dalam media 3.5% NaCl dan 1 M H2SO4. Pada prinsipnya EIS digunakan untuk menentukan parameter kinetika elektrokimia berkaitan dengan unsur-unsur listrik seperti tahanan, R, kapasitansi, C, dan induktansi, L. G. Pengujian Fourier Transform Infrared Spectroscopy Fourier Transform Infra Red (FTIR) digunakan untuk mengetahui gugus fungsional pada ekstrak daun sukun dan untuk mengetahui apakah inhibitor daun sukun dapat teradsorpsi pada permukaan logam untuk memberikan perlindungan terhadap korosi. III. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil Flavonoid Total Pada gambar 1 memperlihatkan hasil pengujian spektrofotometri UV-Vis untuk mengetahui kadar flavonoid total dalam ekstrak daun sukun dan struktur kimia yang terdapat dalam daun sukun yang dapat dilihat dari spectrum UV-Vis.
3
Gambar 1. Hasil Spektrum UV-Vis pada daun sukun Pada gambar 1 terlihat nilai absorbansi dari ekstrak daun sukun pada 2 kali pengulangan memiliki nilai absorbansi 0.42102 dan 0.42298. Berdasarkan pengukuran pada Spektrofotometri UV-Vis dapat juga diketahui jenis flavonoid yang terkandung dalam daun sukun. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan spektrum serapan maksimum yang terlihat pada pengukuran spektrum flavonoid. Dimana scan rate pada pengukuran spectrum flavonoid yaitu pada rentang 300–500 nm. Dari gambar terlihat bahwa daun sukun memiliki nilai absorbansi tertinggi pada panjang gelombang 425 nm. Hasil pengukuran pada Spektrofotometri UV-Vis menunjukan bahwa pada panjang gelombang 425 nm terdapat senyawa flavonoid berjenis auron. Dimana untuk flavonoid berjenis auron memiliki daerah pita serapan maksimum pada rentang 380–430 nm[13]. B. Hasil Pengujian Weight Loss Hasil pengujian weight loss yang didapatkan digunakan untuk menghitung laju korosi pada larutan 3.5% NaCl dan 1M H2SO4 dengan konsentrasi inhibitor yang digunakan adalah 100 mg/L, 200 mg/L, 300 mg/L, 400 mg/L, dan 500 mg/L ditunjukkan pada gambar 2 dan 3 sebagai berikut.
Gambar 3. Pengaruh konsentrasi terhadap laju korosi pada larutan 1 M H2SO4 hasil uji weight loss Penambahan inhibitor dari 0 mg/L sampai 500 mg/L terjadi penurunan laju korosi yang fluktuatif pada setiap waktu perendaman. Gambar 2 pada larutan 3.5% NaCl dapat dilihat laju korosi tertinggi berada pada konsentrasi 0 mg/L yaitu sebesar 4.7155 mpy, sedangkan laju korosi terendah berada pada konsentrasi 300 mg/L yaitu sebesar 0.8534 mpy. Gambar 3 pada larutan 1 M H2SO4 dapat dilihat laju korosi tertinggi berada pada konsentrasi 0 mg/L yaitu sebesar 2273.3669 mpy, sedangkan laju korosi terendah berada pada konsentrasi 500 mg/L yaitu sebesar 796.8069 mpy. Dilihat dari sistem yang diberi penambahan inhibitor dan tanpa penambahan inhibitor, menunjukan bahwa inhibitor ekstrak daun sukun mampu memperlambat laju korosi pada sampel meskipun masih terjadi pengurangan berat sampel. Laju korosi yang didapat digunakan untuk menghitung efisiensi inhibitor yang ditunjukkan pada gambar 4 dan 5 sebagai berikut.
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi terhadap efisiensi inhibitor pada larutan 3.5% NaCl hasil uji weight loss
Gambar 2. Pengaruh konsentrasi terhadap laju korosi pada larutan 3.5% NaCl hasil uji weight loss
Gambar 5. Pengaruh konsentrasi terhadap efisiensi inhibitor pada larutan 1 M H2SO4 hasil uji weight loss
4 Gambar 4 dapat dilihat efisiensi tertingginya pada larutan 3.5% NaCl adalah 77.958% dengan penambahan 300 mg/L ekstrak daun sukun. Gambar 5 dapat dilihat efisiensi tertingginya pada larutan 1 M H2SO4 adalah 66.687% dengan penambahan 500 mg/L ekstrak daun sukun. C. Hasil Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme inhibisi suatu material melalui parameterparameter elektrokimia dalam equivalent circuit yang dihasilkan oleh fitting grafik hasil EIS. Mulanya grafik hasil pengujian EIS dieksport ke software ZMAN. Berikut gambar 6 dan 7 merupakan hasil memfitting kurva Nyquist pada ZMAN.
Gambar 8 Equivalent circuit dalam larutan 1 M H2SO4
Gambar 9. Equivalent circuit dalam larutan 3.5% NaCl Dalam equivalent circuit diperoleh element-elemen yang nilainya ditampilkan pada tabel 1 dan 2. Tabel 1. Data hasil Equivalent Circuit inhibitor daun sukun pada larutan 1 M H2SO4 Konsentrasi (mg/L) Parameter Elektrokimia 0 500 Gambar 6. Hasil fitting pengujian EIS Baja API 5L konsentrasi inhibitor 0 mg/L dan 500 mg/L dalam larutan 1 M H2SO4
Rs (ohm) Qydl (µF) Qadl Rp (ohm) Qy2 (µF) Qa2
1.885 165.884 0.871 11.979 6.343µ 2.946
2.01 140.532 0.899 35.959 1.39µ 2.512
Tabel 2 Data hasil Equivalent Circuit inhibitor daun sukun pada larutan 3.5% NaCl Parameter Elektrokimia
Gambar 7. Hasil fitting pengujian EIS Baja API 5L konsentrasi inhibitor 0 mg/L dan 300 mg/L dalam larutan 3.5% NaCl Hasil fitting kurva Nyquist dengan menggunakan program ZMAN menghasilkan equivalent circuit yang berbeda antara 1 M H2SO4 dengan 3.5% NaCl. Pada equivalent circuit diperoleh element-elemen R-resistor, Ckapasitor, L-Induktor, dan Q-Constant Phase element. Equivalent circuit pada larutan 1 M H2SO4 dan 3.5% NaCl dapat dilihat pada gambar 8 dan 9.
Rs (ohm) C1 (µF) Rct (ohm) L1 R1 (ohm) C2 (µF) R2 (ohm)
Konsentrasi (mg/L) 0 -26.076 2.407m 302.894 117.475µ 331.106 5.692 9.408
300 -29.452 1.943m 450.89 150.046µ 361.121 -7.681m -53.211
Pengujian EIS dapat mengetahui mekanisme inhibisi pada daun sukun dari rangkaian equivalent circuit pada Nyquist plot hasil pengujian EIS. Equivalent circuit pada larutan 1 M H2SO4 menunjukkan bahwa adanya lapisan pasif yang terbentuk pada permukaan logam. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Rct yang semakin besar seiring penambahan inhibitor. Sedangkan untuk nilai Cdl harganya semakin menurun. Nilai Cdl dapat dihubungkan dengan adsorpsi senyawa inhibitor pada permukaan logam[14]. Sehingga inhibitor daun sukun pada larutan 1 M H2SO4 merupakan inhibitor adsorpsi. Sedangkan equivalent circuit pada larutan
5 3.5% NaCl lebih kompleks dari equivalent circuit 1 M H2SO4. Hal ini disebabkan karena larutan 3.5% NaCl merupakan larutan garam yang mempunyai pH netral. Diagram pourbaix pada baja menunjukkan bahwa pada pH netral proses tidak tergantung dari pH, namun bergantung pada kecepatan difusi oksigen ke permukaan logam. Hal inilah yang menyebabkan equivalent circuit pada larutan 3.5% NaCl sangat kompleks. Di mana pada elektrolit terdapat Rs dan C1 pada permukaan luar logam. Pada frekuensi tinggi di permukaan luar logam terdapat Rct dan L1[15]. Pada frekuensi medium terdapat hambatan R1 pada C2. Pada frekuensi rendah terdapat hambatan sebesar R2[16]. Pada equivalent circuit menunjukkan bahwa adanya lapisan pasif yang terbentuk pada permukaan logam. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Rct yang semakin besar seiring penambahan inhibitor. Lapisan pasif yang terbentuk menghambat difusi oksigen ke permukaan logam. Sehingga mekanisme inhibisi daun sukun pada larutan 3.5% NaCl adalah inhibitor teradsorpsi dengan membentuk lapisan pasif yang menghambat difusi oksigen. D. Hasil Pengujian FT-IR Spektrometer FTIR merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan jenis ikatan gugus fungsi, khususnya gugus fungsi yang terkandung dalam senyawa-senyawa organik. Inhibitor yang digunakan adalah ekstrak daun sukun yang digunakan sebagai inhibitor organik pada dasarnya mengandung senyawa organik yaitu berupa senyawa fenol dan ketika senyawa organik tersebut digunakan sebagai inhibitor diharapkan akan terjadi proses adsorpsi sehingga logam terlindung dari korosi. Oleh karena itu spektrometer FTIR digunakan untuk mengidentifikasikan apakah terdapat proses adsorpsi pada permukaan baja API 5L grade B setelah dilakukan perendaman didalam larutan 3,5% NaCl dan 1 M H2SO4 sekaligus untuk memberikan informasi adanya ikatan baru yang terbentuk. Gambar dan tabel dibawah ini menunjukkan hasil pengujian FTIR yang dilakukan pada ekstrak daun sukun dan baja API 5L grade B setelah dilakukan perendaman pada kedua larutan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Tabel 3. Analisa FTIR pada daun sukun[18]
No
Bilangan Gelombang daun sukun (cm-1)
Bilangan Gelombang Tabel Korelasi (cm-1)
1
3252.4
3200-4000
2
2926.65
2800-3000
3
1597.33
1450-1600
4
1396.51
1150-1490
5
1031.3
1020-1310
O-H C-H stretch (aromatic) C=C stretch (aromatic) C-H (Methyl) C-O (Ether aromatic)
Tabel 4. Analisa FTIR pada Baja API 5L grade B setelah perendaman[18]
No
Bilangan Gelomba ng NaCl (cm-1)
Bilangan Gelomba ng H2SO4 (cm-1)
Bilangan Gelombang Tabel Korelasi (cm-1)
1
2352.6
2359.77
2000-2500
2
2342.72
2341.64
2000-2500
3
-
2188.92
2000-2500
4
-
2154.09
2000-2500
5
1975.99
1977.38
-
X=Y, X=Y=Z stretch X=Y, X=Y=Z stretch X=Y, X=Y=Z stretch X=Y, X=Y=Z stretch -
6
1654.09
-
1610-1655
-O-NO2
7
1559.65
-
1510-1600
-NO2
8
668.93
668.8
500-850
C-W stretch
9
657.56
-
500-850
C-W stretch
10
Gambar 10. Spektra FTIR ekstrak daun sukun dan Baja API 5L grade B setelah perendaman
Perkiraan Gugus Fungsi
Perkiraan Gugus Fungsi
550.84 500-850 C-W stretch Berdasarkan hasil pengamatan spektra FTIR pada tabel 3 dapat diketahui bahwa ekstrak daun sukun memiliki gugus O-H, C=C dan C-H dan C-O, sehingga diperkirakan bahwa golongan senyawa aktif pada ekstrak daun sukun merupakan senyawa aromatik atau fenolik yaitu suatu jenis dari golongan senyawa flavonoid dan tripernoid. Gugus OH dari Fenol memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya oksidasi dengan menangkap radikal bebas sehingga bisa disimpulkan bahwa ekstrak daun sukun adalah jenis inhibitor organik[17]. Pada tabel 4 dapat diketahui baja API 5L grade B setelah perendaman pada larutan 3.5% NaCl dan 1 M H2SO4 memiliki gugus X=Y, X=Y=Z, dan C=X. X, Y, dan Z dapat diartikan sebagai atom C, N, O, dan S. Dimana bio inhibitor biasanya mengandung atom N, S, atau O, sehingga diperkirakan bahwa terdapat gugus baru yang terbentuk akibat logam yang berikatan dengan inhibitor. Gugus C-W dimana W dapat diartikan sebagai atom Cl, Br, or I[18].
6 Pada tabel 4 dalam larutan 3.5% NaCl terdapat gugus –NO2 dan -O-NO2 merupakan gugus baru yang terbentuk dengan logam sehingga membentuk suatu senyawa baru dengan logam M- NO2 dan M-O-NO2[18]. Dari gambar 10 perbandingan spektrum FTIR antara ekstrak daun sukun dan Baja API 5L grade B setelah perendaman pada larutan 3.5% NaCl dan 1 M H2SO4 diketahui terdapat gugus gugus baru yang terbentuk akibat logam berikatan dengan inhibitor. Hal ini disebabkan terdapat atom N, S, atau O pada ikatan yang terbentuk antara ekstrak inhibitor daun sukun dengan logam. Pada larutan 3.5% NaCl terdapat gugus –NO2 dan -O-NO2 merupakan gugus baru yang terbentuk dengan logam sehingga membentuk suatu senyawa baru dengan logam, sedangkan pada larutan 1 M H2SO4 inhibitor tidak membentuk senyawa dengan logam. Sehingga inhibitor daun sukun pada larutan 3.5% NaCl teradsorpsi secara kimiawi atau Chemisorption, sedangkan inhibitor daun sukun pada larutan 1 M H2SO4 teradsorpsi secara fisikal atau Physical Adsorption.
DAFTAR PUSTAKA Naili.K.(2010). Corrosion and its Mitigation in the Oil & Gas Industry - An Overview. Petromin Pipeliner. pp. 10-16 [2] Jaya, H., Rini Riastuti. Pengaruh Komposisi Kimia Terhadap Ketahanan Korosi Pada Materialapi 5l Grade B Seamless. Skripsi. Teknik Metalurgi Dan Material. UI. 2011. [3] Sulistijono. 1999. Diktat Kuliah Korosi. FTI-ITS Surabaya. [4] Roberge, Pierre R. (2000). Handbook of Corrosion Engineering. New York: Mc Graw-Hill Book Company. [1]
[5]
Jones, Denny A. 1992. Principles and Prevention of Corrosion. Toronto : Maxwell Macmillan Canada.
[6]
Khaled, K. F. (2008). new synthesized guanidine derivative as a green corrosion inhibitor for mild steel in acidic soutions. international journal of electrochemical science, 3, 462-475. Uhlig, H. H. (2000). Uhlig's Corrosion Handbook (2nd ed.). New York: Wiley & Sons, Inc. Umoren, S.A., Eduok, U.M, Solomon, M.M, Udoh, A.P. 2011. Corrosion inhibition by leaves and stem extracts of Sida Acuta for mild steel in 1 M H2SO4 solutions investigated by chemical and spectroscopic techniques : Arabian Journal of Chemistry. A. Ostovari, et al. 2009. “Corrosion Inhibition of Mild Steel in 1 M HCl solution by Henna Extract : A comparative study of the Inhibition by Henna and Its Constituents (Lawsone, Gallic Acid, Glucosed, and Tannic Acid). Corrosion Science. Vol 51, issue 9, pp. 1935-1949. Raja, P. B., & Sethuraman, M. G. (2008). Natural products as corrosion inhibitor for metals in corrosive media - a review. Materials Letters, 62, 113 - 116. Djamilah, A., Soleh Kosela, Jamilah Abbas. Isolasi dan penentuan struktur molekul serta uji bioaktivitas senyawa dari ekstrak etil asetat daun sukun (artocarpus altilis). Tesis. Matematika dan ilmu pengetahuan alam. UI. 2010. Rohaeti, E., Heryanto, R., Rafi, M. dkk. 2011. Prediksi Kadar Flavonoid Total Tempuyung (sonchus arvensis l.) Menggunakan Kombinasi Spektroskopi IR dengan Regresi Kuadrat Terkecil Parsial. Departemen Kimia. Institut Pertanian Bogor. Neldawati, Ratnawulan, & Gusnedi. (2013). Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Jurusan Fisika, Universitas Negeri Padang. Wahyuningsih, A., Sunarya, Y., Aisyah, S. 2010. Merenamina Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Sesuai Kondisi Pertambangan Minyak Bumi. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas Pendidikan Indonesia. Qiong, J.I.A.N.G., Qiang, M.I.A.O., Wen-ping, L.I.A.N.G., dkk. 2013. Corrosion behavior of arc sprayed Al-Zn-Si-RE coatings on mild steel in 3.5 wt% NaCl solution. Electrochimica Acta. Widyantoro, A. T. T., Susanti, D. 2013. Pengaruh Variasi Temperatur Kalsinasi Terhadap Sifat Kapasitif Kapasitor Elektrokimia Tungsten Trioksida (Wo3) Hasil Sintesa Sol Gel. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi. ITS. Pramana, R. I. 2012. Studi Ekstrak Daun Beluntas (pluchea indica less.) Sebagai Inhibitor Korosi Ramah Lingkungan Terhadap Baja Karbon Rendah di Lingkungan 3,5% NaCl. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi. UI. Wiley, J., and Sons. (2001). Infrared and Raman Characteristic Group Frequencies, 3 Ed. George Socrates, The University of West London, Middlesex, UK.
[7] [8]
[9]
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap baja API 5L Grade B dengan variasi konsentrasi inhibitor daun sukun dalam media korosif 1M H2SO4 dan 3.5% NaCl, dapat disimpulkan bahwa : 1. Penambahan inhibitor daun sukun dalam lingkungan 1M H2SO4 dan 3.5% NaCl dapat menurunkan laju korosi pada baja API 5L Grade B. Pada lingkungan lingkungan 1M H2SO4 laju korosi pada konsentrasi 500 ppm daun sukun adalah sebesar 863.008 mpy dan 2273.366 mpy saat tidak ditambahkan inhibitor dengan efisiensi inhibitor sebesar 66.687%. Sedangkan untuk konsentrasi 300 ppm dalam larutan 3.5% NaCl laju korosi baja API 5L Grade B sebesar 0.8534 mpy dan 3.872 mpy kondisi tanpa inhibitor dengan efisiensi inhibitor sebesar 77.958%. 2. Mekanisme inhibisi dari inhibitor daun pada larutan 3.5% NaCl teradsorpsi secara kimiawi atau Chemisorption, sedangkan inhibitor daun sukun pada larutan 1 M H2SO4 teradsorpsi secara fisikal atau Physical Adsorption. Hal ini dibuktikan dari equivalent circuit pada EIS terjadi kenaikan nilai Rct dan pada FTIR terdapat ikatan baru yang terbentuk antara inhibitor dengan logam. B. Saran 1. Larutan 1 M H2SO4 sangat tidak relevan digunakan sebagai media korosif dimana memiliki pH 1-2 sehingga tidak aplikatif dalam industri migas. 2. Perlu adanya variasi temperatur dan kecepatan aliran fluida pada pengujian selanjutnya karena penggunaan inhibitor tidak hanya di daerah fluida statis saja tetapi juga fluida dinamis. 3. Perlu adanya percobaan pada konsentrasi inhibitor yang lebih tinggi sehingga dapat diketahui konsentrasi optimum untuk menurunkan laju korosi.
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]