PEMANFAATAN BAKTERI PELARUT FOSFAT DALAM MENYEDIAKAN FOSFAT BAGI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI SENDOK
OLIVIA MERSYLIA TOMBE A154100031
PASCASARJANA BIOTEKNOLOGI TANAH DAN LINGKUNGAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PEMANFAATAN BAKTERI PELARUT FOSFAT DALAM MENYEDIAKAN FOSFAT BAGI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI SENDOK
OLIVIA MERSYLIA TOMBE A154100031
TESIS Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan
PASCASARJANA BIOTEKNOLOGI TANAH DAN LINGKUNGAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN OLIVIA MERSYLIA TOMBE. Pemanfaatan Bakteri Pelarut Fosfat Dalam Menyediakan Fosfat Bagi Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman sawi Sendok. Dibawah bimbingan Dwi Andreas Santosa dan Rahayu Widyastuti. Fosfor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Peranan fosfor pada tanaman untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah, pembentukan bunga, buah dan biji, serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Dalam tanah dijumpai fosfor organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H 2 PO 4 -, HPO 4 2- dan PO 4 3-. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikrob pelarut fosfat (BPF). Sawi sendok merupakan tanaman sayuran yang termasuk famili Brassicaceae. Sawi sendok mempunyai nilai ekonomi tinggi. Jenis tanaman ini berkembang pesat di daerah subtropis maupun tropis. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah yang diaplikasikan baik secara tunggal maupun kombinasinya sebagai Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) , meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi sendok serta mengurangi dosis penggunaan pupuk fosfat anorganik. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2012 sampai Juli 2012 di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan serta Lahan milik CV. Meori Agro Jl.Atang Sanjaya KM 4 Pasir Gauk, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu secara in vitro dan in vivo (rumah kaca). Hasil penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa Burkholderia sp. T9 memiliki nilai Indeks Pelarutan (IP) fosfat dan pelarutan P pada media pikovskaya cair paling besar yaitu sebesar 3,47 dan 4,9 ppm. Hasil yang didapatkan untuk isolat bakteri koleksi menunjukkan bahwa Burkholderia sp. PS4 memiliki nilai IP paling besar diantara isolat bakteri koleksi lainnya yaitu sebesar 1,56 sedangkan Pseudomonas aeruginosa P2 memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat terlarut paling besar yaitu sebesar 1,3 ppm. Nilai aktivitas enzim paling tinggi dimiliki oleh Burkholderia sp. T9 yaitu sebesar 0,268 ppm sedangkan paling rendah dimiliki oleh Bacillus subtilis J2 yaitu sebesar 0,058 ppm. Hasil penelitian secara in vivo menunjukkan bahwa kombinasi bakteri Pseudomonas aeruginosa P2 + Burkholderia sp. PS4 meningkatkan jumlah daun pada tanaman sawi sendok paling besar dibandingkan kontrol yaitu sebesar 17,18%. Pada lebar daun tanaman sawi sendok hasil paling besar diperlihatkan oleh perlakuan Burkholderia sp. PS4 yaitu sebesar 4,83% dibandingkan kontrol. Nilai tertinggi untuk berat basah ditunjukkan oleh Burkholderia sp. PS4 sebesar 0.42% dibandingkan dengan kontrol. Serapan P paling baik ditunjukkan oleh Burkholderia sp. PS4 yaitu sebesar 0,44% dibanding kontrol. Hasil paling baik untuk kandungan P dalam jaringan tanaman ditunjukkan oleh kombinasi bakteri P2 + PS4 + T9 sebesar 0,42%. Nilai paling tinggi untuk P dalam tanah ditunjukkan oleh kombinasi bakteri T9 + P2 bakteri sebesar 1,25%.
ABSTRACT OLIVIA MERSYLIA TOMBE. The Utilization Of Phosphate Solubilizing Bacteria To Providing Phosphate For The Growth And Production Of Pakchoy Plant. Mentored by Dwi Andreas Santosa and Rahayu Widyastuti. Phosphorus is an essential macro nutrient needed for plant growth and has an important function in the metabolic process. The function of phosphorus in plants for cell growth, the formation of fine roots and root hairs, the stems to strengthen the standing crop for not easy to fall, the formation of flowers, fruits and seeds, and strengthen resistance to disease. In soil, organic and inorganic phosphorus, both of which are an important source for plants. Plants absorb phosphorus in the form of H 2 PO 4 -, HPO 4 2- dan PO 4 3-. One of the alternative to improving the efficiency of phosphate fertilizer to utilize the phosphate solubilizing microbial groups. Pakchoy is a vegetable crops, including to Brassicaceae family. Pakchoy have a high economic value. These plants thrive in tropical and subtropical regions. This research aims to study about the four isolates of phosphate solubilizing microbes (BPF) applied either single or in combination to enhance the growth and production of pakchoy plant and in reducing the use of inorganic phosphates.This research was started from January 2012 to July 2012 in the Soil Biotechnology Laboratory Departement of Soil Science and Land Resources and Land owned by CV. Agro Meori Jl.Atang Sanjaya KM 4 Sand Gauk, Bogor and implemented in two stages, i.e. in vitro and in vivo (greenhouse). The results of in vitro studied showed that Burkholderia sp. T9 has a high value of Solubilization Index (SI) (3.47) and the solubilizing of phosphate in Pikovskaya liquid medium (4.9 ppm). The results for CV.Meori Agro bacterial isolates collection showed that the Burkholderia sp. PS4 has a high value of Solubilization Index (SI) (1.56) and Pseudomonas aeruginosa P2 has a high value for solubilizing of phosphate in Pikovskaya liquid medium (1.3 ppm). A high value of enzyme activities showed by Burkholderia sp. T9 (0,268 ppm). The results of in vivo studied showed that the best value of leaves number was the combination of Pseudomonas aeruginosa P2 + Burkholderia sp. PS4 (17.18%). The highest average leaf width was shown by Burkholderia sp. PS4 ( 4.83%). Wet weight of plants with the best results was shown by Burkholderia sp. PS4 i.e. 0.42%. The highest nutrient uptake of P was shown by Burkholderia sp. PS4 (0,44%) .The best average P in plant tissues was shown by a combination of P2 + PS4 + T9 i.e. 0,42%. The best average of P in soil was shown by the combination T9 + P2 i.e. 1,25%.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Bakteri Pelarut Fosfat Dalam Menyediakan Fosfat Bagi Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi Sendok adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Judul Nama NRP
: Pemanfaatan Bakteri Pelarut Fosfat Dalam Menyediakan Fosfat Bagi Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi Sendok : Olivia Mersylia Tombe : A154100031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS Ketua
Dr. Rahayu Widyastuti, MSc Anggota
Diketahui
Koordinator Mayor Bioteknologi Tanah dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian :
Tanggal Lulus :
i
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 September 1988 dari ayah Prof. Dr. Ir. Mesak Tombe, MSc dan Ibu Sylvia Orpa Rundupadang. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Budi Mulia Bogor dan pada tahun yang sama masuk pada perguruan tinggi Universitas Pakuan Bogor. Penulis memilih jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam. Tahun 2010 penulis lulus dari Universitas Pakuan Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk sekolah Pascasarjana IPB. Penulis memilih Mayor Bioteknologi Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian.
ix
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul : PEMANFAATAN BAKTERI PELARUT FOSFAT DALAM MENYEDIAKAN FOSFAT BAGI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI SENDOK. Dalam penulisan Tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan moril serta bimbingan, baik berupa saran maupun petunjuk dengan cara yang sangat berharga. Pada kesempatan ini penulis banyak menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang baik kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Tesis ini. 2. Ibu Dr. Rahayu Widyastuti, MSc selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang baik kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Tesis ini. 3. Ibu Dr. Sri Djuniwati, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritik yang membangun bagi penulisan Tesis ini. 4. Orangtua, kakakku Meisy, Freddy dan adikku Geraldi serta keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan doa, perhatian serta motivasi kepada penulis. 5. Ibu Asih, ibu Zul, pak Jito, ibu Lina, seluruh staf Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Lingkungan serta para pegawai CV. MEORI AGRO yang telah membantu penulis selama ini dalam melaksanakan penelitian. 6. Teman-temanku BTL 2010 chichi, rio, ka delima, abang andreas, dan sahabatku marwan serta teman-teman Bioteknologi Tanah dan Lingkungan yang telah membantu dan mendukungku dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan ini.
x
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan petunjuk yang terus membangun ke arah yang lebih baik. Semoga tulisan dalam Tesis ini bermanfaat bagi penulis sebagai mahasiswa Pascasarjana pada Program Mayor Bioteknologi tanah dan Lingkungan maupun bagi para pembaca yang budiman.
Bogor, Desember 2012
Penulis
xi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN.......................................................................... ABSTRACT ...................................................................................................... RINGKASAN .................................................................................................. HAK CIPTA ..................................................................................................... HALAMAN JUDUL ........................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... PRAKATA ....................................................................................................... RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian...................................................................... 3 1.3. Hipotesis Penelitian .................................................................. 4 1.4. Ruang Lingkup ......................................................................... 4 1.5. Manfaat Penelitian.................................................................... 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5 2.1. Fosfor ....................................................................................... 5 2.2. Bakteri Pelarut Fosfat .............................................................. 8 2.3. Pupuk Hayati ........................................................................... 11 2.4. Sawi Sendok ............................................................................ 13
BAB III
METODE KERJA ........................................................................ 15 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 15 3.2. Alat dan Bahan Penelitian ....................................................... 15
xii
3.2.1. Alat Penelitian ...................................................................... 15 3.2.2. Bahan Penelitian ............................................................. 15 3.3. Metode Penelitian .................................................................... 16 3.3.1. Penelitian Secara In Vitro ............................................... 16 3.3.2. Penelitian Secara In Vivo ................................................ 22 3.4. Rancangan Penelitian .............................................................. 25 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 26 4.1. Penelitian Secara In Vitro ........................................................ 26 4.2. Penelitian Secara In Vivo ......................................................... 37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 47 5.1. Kesimpulan .............................................................................. 47 5.2. Saran ........................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 48 LAMPIRAN ...................................................................................................... 54
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Siklus Fosfor di Alam .................................................................................... 5
2.
Pelepasan Fosfat dari Al atau Fe .................................................................... 10
3.
Tanaman Sawi Sendok ................................................................................... 14
4.
Penghitungan Indeks Pelarutan ...................................................................... 19
5.
Metode Uji Antagonis 2 isolat bakteri ........................................................... 21
6.
Metode Uji Antagonis 3 isolat bakteri ........................................................... 21
7.
Metode Uji Antagonis 4 isolat bakteri ........................................................... 22
8.
Koloni Bakteri Pelarut Fosfat Yang Dikelilingi Oleh Zona Bening ............. 26
9.
Pemurnian Bakteri Pelarut Fosfat Pada Medium Pikovskaya Padat ............. 27
10. Pelarutan P Pada Media Pikovskaya Padat Dan Pikovskaya Cair................. 28 11. DNA Genom Bakteri ..................................................................................... 29 12. Hasil Elektroforesis DNA Genom Bakteri .................................................... 30 13. Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA ................................................................. 30 14. Pelarutan P Pada Media Pikovskaya Padat Dan Pikovskaya Cair................. 32 15. Kemampuan Sembilan Isolat Bakteri Dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase ............................................................................................. 33 16. Hasil Pengujian Enzim Fosfatase .................................................................. 34 17. Kurva Standar Empat Isolat Bakteri .............................................................. 35 18. Pengujian Antagonis 2,3,dan 4 Isolat Bakteri Pada Cawan Petri .................. 37 19. Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok Pada 3 Minggu Setelah Tanam ........... 38
xiv
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kandungan dan Komposisi Gizi Pakchoy (Brassica rapa L.) setiap 100 Gram Bahan Segar ......................................................................... 14 2. Bakteri-Bakteri Yang Digunakan Dalam Uji Antagonis Serta Asalnya ......... 22 3. Kombinasi Perlakuan Bakteri Di Rumah Kaca............................................... 24 4. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya Padat dan cair Isolat Asal Tanah ................................... 27 5. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya Padat dan cair Isolat Koleksi ......................................... 31 6. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap Jumlah Daun (helai/tanaman) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST) ..... 38 7. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap Tinggi Tanaman (cm/tanaman) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST) ... 39 8. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap Lebar Daun (cm/tanaman) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST) ......... 40 9. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap Berat Basah (gram/tanaman) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST)....... 42 10. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap Serapan P (gram/tanaman) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST) .......... 43 11. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap P Dalam Jaringan Tanaman (%) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST) ..................................................................................... 44 12. Pengaruh Pemberian Isolat Bakteri Dan Variasi Dosis Pupuk Terhadap P Dalam Tanah (ppm) Pada Minggu Ke-5 Setelah Tanam (MST) ................. 45
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kombinasi Perlakuan di Rumah Kaca ............................................................ 54 2. Komposisi Media Yang Dipakai ..................................................................... 55 3. Sidik Ragam Jumlah Daun .............................................................................. 55 4. Sidik Ragam Tinggi Tanaman ........................................................................ 55 5. Sidik Ragam Lebar Daun ................................................................................ 56 6. Sidik Ragam Berat Basah................................................................................ 56 7. Sidik Ragam Serapan P Tanaman ................................................................... 56 8. Sidik Ragam P Dalam Jaringan Tanaman ....................................................... 56 9. Sidik Ragam P Dalam Tanah .......................................................................... 56 10. Hasil Analisis Sekuens Gen 16S rRNA Dari Empat Isolat BPF Pada data Gen Bank ................................................................................................. 57
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Fosfor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H 2 PO 4 -, HPO 4 2- dan PO 4 3-. Peranan fosfor pada tanaman untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah, pembentukan bunga, buah dan biji, serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Kekurangan
P
pada
tanaman
akan
mengakibatkan
berbagai
hambatan
metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen. Pemberian pupuk fosfor pada tanah seringkali menjadi tidak efisien dikarenakan fosfor yang diberikan pada tanah masam akan bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P, Fe-P dan Occluded-P, sedangkan pada tanah bereaksi basa, pada umumnya fosfor bersenyawa sebagai Ca-P sehingga perlu diberikan dalam takaran yang tinggi. Menurut Jones (1982) tanaman memanfaatkan P hanya sebesar 10-30% dari pupuk P yang diberikan, berarti 70 - 90% pupuk P tetap berada di dalam tanah. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikrob pelarut fosfat, yaitu mikrob yang dapat melarutkan P sukar larut menjadi larut, baik yang berasal dari dalam tanah maupun dari pupuk, sehingga dapat diserap oleh tanaman (Saraswati dan Sumarno, 2008). Mikrob pelarut fosfat terdiri atas bakteri (Taha et al., 1969), fungi (Khan dan Bhatnagar, 1977) dan sedikit aktinomiset (Chen et al., 2002). Mikrob pelarut fosfat hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan mikrob pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat lainnya sangat beragam. Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat
2
biologisnya. Karena bentuk dan jumlah fosfat dan bahan organik yang terkandung dalam tanah berbeda-beda, maka keefektifan tiap mikrob pelarut fosfat untuk melarutkan fosfat berbeda pula. Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia dalam aktivitasnya, mikrob pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik. Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikrob tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase (Lynch, 1983). Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase dieksresikan oleh akar tanaman dan mikrob, dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikrob (Joner, et al., 2000). Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia. Pupuk dapat didefinisikan sebagai zat atau campuran zat yang ditambahkan pada tanah atau media tanam untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Bahan pembuat pupuk atau material pupuk dapat berupa bahan organik atau anorganik. Berdasarkan cara pembuatannya, pupuk dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Baik pupuk organik maupun pupuk anorganik atau yang biasa disebut pupuk kimia mengandung berbagai macam unsur hara yang diperlukan tanaman untuk proses pertumbuhannya. Pupuk kimia memiliki konsentrasi kandungan unsur hara yang lebih besar daripada konsentrasi kandungan unsur hara pupuk organik. Oleh karena itu pupuk kimia lebih banyak dipergunakan oleh petani karena dari segi kualitas dan kuantitas hasil panen dapat meningkat dengan cepat. Akan tetapi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan terus menerus dapat merusak kondisi tanah. Residu zat kimia dari pupuk yang tidak terserap oleh tanaman dapat terakumulasi dalam tanah sehingga dapat mempengaruhi kondisi fisika, kimia dan biologi tanah. Salah satu contohnya adalah perubahan pH tanah dapat mengakibatkan penyerapan unsur hara oleh tanaman tidak sempurna serta mikrob yang hidup di tanah dan membantu proses pertumbuhan tanaman tidak dapat beraktivitas dengan baik (Saputra, 2007). Akibatnya tanah menjadi kurang
3
produktif dan kualitas produksi pertanian akan menurun karena tanaman kurang mendapat nutrisi. Sawi sendok (Pakchoy, Brassica rapa L) adalah sayuran terna berbentuk roset dengan daun tegak lurus kaku dan lembut, membulat tajam. Sawi sendok dikenal sebagai kubis putih Cina, karena daun putih khusus, walaupun beberapa jenis memiliki tangkai daun hijau. Sawi sendok merupakan tanaman sayuran daun termasuk famili Brassicaceae. Sawi sendok mempunyai nilai ekonomi tinggi. Jenis tanaman ini berkembang pesat di daerah subtropis maupun tropis. Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menyatakan tanaman sawi sendok merupakan salah satu sayuran penting di Asia, atau khususnya di China. Kualitas produksi tanaman pertanian seperti jenis sayur-sayuran untuk konsumsi manusia sangat erat hubungannya dengan kualitas pupuk yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Apabila pupuk yang digunakan mempunyai kualitas yang baik dan aman bagi lingkungan maka hasil produk pertanian akan mempunyai kualitas yang baik pula.
1.2.
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1.
Untuk mempelajari kemampuan isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah sebagai Bakteri Pelarut Fosfat (BPF)
2.
Untuk mempelajari kemampuan isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah yang diaplikasikan baik secara tunggal maupun kombinasinya dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi sendok.
3.
Untuk mempelajari kemampuan isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah dalam mengurangi penggunaan pupuk fosfat anorganik.
4
1.3.
HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini :
1.
Isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah merupakan Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) dan mampu melarutkan senyawa fosfat
2.
Isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro baik tunggal maupun kombinasi dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi sendok.
3.
Isolat bakteri koleksi CV.Meori Agro baik tunggal maupun kombinasinya dengan kode P2, J2, PS4 dan satu isolat asal tanah mampu mengurangi penggunaan pupuk fosfat anorganik
1.4.
RUANG LINGKUP Lingkup penelitian meliputi pengujian terhadap kemampuan isolat dalam
melarutkan fosfat sukar larut beserta uji antagonis antar isolat pada skala in vitro, dan pengaplikasiannya terhadap tanaman sawi sendok dalam skala rumah kaca (in vivo)
1.5.
MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh isolat bakteri sebagai
pupuk hayati yang memiliki fungsi dalam melarutkan fosfat sukar larut dan meningkatkan pertumbuhan serta produksi tanaman sawi sendok sehingga dapat mengurangi penggunaan fosfat anorganik.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. FOSFOR (P) Fosfor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Peranan fosfor pada tanaman untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah, pembentukan bunga, buah dan biji, serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Dalam tanah dijumpai fosfor organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H 2 PO 4 -, HPO 4 2- dan PO 4 3-. Ketersediaan fosfor anorganik sangat ditentukan oleh pH tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta kegiatan mikrob dalam tanah (Lal, 2002). Tanaman
Hewan Materi Organik mati (fosfat organik)
Melalui mikoriza
Penyerapan oleh akar Mineralisasi Ortofosfat Immobilisasi
Mikroorganisme Pelarut P
Fosfor anorganik yang tidak tersedia
Gambar 1. Siklus Fosfor (Subba-Rao, 1994)
6
Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah. Hal ini disebabkan P terikat menjadi Fe-fosfat dan Al-fosfat pada tanah masam atau Ca 3 (PO 4 ) 2 pada tanah basa. Tanaman tidak dapat menyerap P dalam bentuk terikat dan harus diubah menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah,2007). Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen. Kekurangan P tanaman dapat diamati secara visual, yaitu daun-daun yang lebih tua akan berwarna kekuningan atau kemerahan karena terbentuknya pigmen antisianin. Pigmen ini terbentuk karena akumulasi gula di dalam daun sebagai akibat terhambatnya sintesa protein. Gejala lain adalah nekrotis atau kematian jaringan pada pinggir atau helai daun diikuti melemahnya batang dan akar terhambat pertumbuhannya. Buntan (1992) menjelaskan fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk energi dan pertumbuhan. Secara geokimia, fosfor merupakan 11 unsur yang sangat melimpah di kerak bumi. Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur utama di dalam proses fotosintesis. Fosfor biasanya berasal dari pupuk buatan yang kandungannya berdasarkan rasio N-P-K. Fosfat merupakan salah satu bahan galian yang sangat berguna untuk pembuatan pupuk. Sekitar 90% konsumsi fosfat dunia dipergunakan untuk pembuatan pupuk, sedangkan sisanya dipakai oleh industri ditergen dan makanan ternak.
Bentuk-bentuk P dalam tanah Fosfat dalam tanah dibedakan dalam bentuk P-organik dan P-anorganik. Bentuk organik terdapat dalam bentuk sel-sel mikrob, humus tanah dan bahan organik tanah lainnya. Sumber utama P-organik adalah pupuk kandang, pupuk
7
hijauan dan kompos sedangkan P-anorganik adalah mineral yang mengandung P, misalnya apatit.
P-Organik tanah P organik tanah berada dalam bentuk senyawa yang sangat komplek. Kandungan P organik di dalam tanah berkisar lebih kurang 50% dari total P dalam tanah sedangkan kandungan P dalam bahan organik tanah berkisar antara 1% - 3% (Tisdale et al., 1993). Kandungan P organik lebih banyak terdapat pada tanah lapisan atas bila dibandingkan dengan tanah lapisan bawah. Kuantitas P-organik dalam tanah umumnya meningkat dengan meningkatnya C dan/atau N. Banyak bentuk P-organik yang belum terdeteksi namun sebagian besar bentuk P-organik tanah adalah inositol fosfat (10-50%), fosfolipida (1-5%) dan asam nukleat (0,22,5%). Sebagian besar inositol fosfat dihasilkan oleh aktivitas mikrob dan degradasi residu tanaman. Adanya ion H 2 PO 4 - dan ion OH- akan menyebabkan inositol fosfat membentuk kompleks yang sangat kuat dengan protein, dan membentuk garam tidak larut dengan Fe3+ dan Al3+ pada tanah masam dan dengan Ca2+ pda tanah alkalin (Russel, 1988; Tisdale et al., 1993). Asam nukleat terdapat pada semua sel hidup dan dihasilkan selama proses dekomposisi oleh mikrob tanah, dua bentuk asam nukleat adalah RNA (asam ribonukleat) dan
DNA (asam deoksiribonukleat). Asam nukleat merupakan
bentuk yang cepat dirombak. Fosfolipida merupakan senyawa fosfat yang berkombinasi dengan lipida dan merupakan bentuk tidak larut dalam air tetapi mudah digunakan dan disintesis oleh mikrob tanah. Secara umum immobilisasi dan mineralisasi P sama dengan N, kedua proses terjadi secara simultan dalam tanah. Sumber utama P-organik tanah adalah residu tanaman dan hewan yang didegradasi oleh mikrob dan seringkali berasosiasi dengan asam-asam humik. Inositol fosfat, fosfolipida dan asam nukleat juga dapat dimineralisasi dalam tanah oleh enzim fosfatase. Enzim fosfatase berperan utama dalam melepaskan P dari ikatan P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan oleh mikrob tanah, terutama yang bersifat heterotrof. Aktivitas fosfatase dalam tanah meningkat dengan meningkatnya C-organik, tetapi juga
8
dipengaruhi oleh pH, kelembaban, temperatur, dan faktor lainnya. Dalam kebanyakan tanah, total P-organik sangat berkorelasi dengan C-organik tanah, sehingga mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya total C-organik. Semakin tinggi C-organik dan semakin rendah P-organik, maka semakin meningkat immobilisasi P (Havlin et al., 1999).
P-anorganik Menurut Soepardi (1983) ketersediaan P-anorganik sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu pH tanah; besi, aluminium, dan mangan larut; adanya mineral yang mengandung besi, aluminium, dan mangan; tersedianya kalsium; jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik; dan kegiatan jasad mikro. Empat faktor pertama berhubungan satu sama lain, karena semuanya bergantung dari kemasaman tanah. P-anorganik di dalam tanah pada umumnya berasal dari mineral flour apatit {Ca 10 (PO 4 )6F 2 }. Dalam proses hancuran iklim dihasilkan berbagai mineral P sekunder seperti hidroksi apatit, karbonat apatit, klor apatit, dan lain-lain sesuai dengan lingkungannya. Selain itu, ion-ion fosfat dengan mudah dapat bereaksi dengan ion Fe3+, Al3+, Mn2+, Ca2+, ataupun terjerap pada permukaan oksida-oksida hydrat besi, aluminium, dan liat (Premono, 1994). Pada tanah masam, kelarutan Al dan Fe menjadi tinggi. Dengan demikian, ion fosfat (H 2 PO 4 -, HPO 4 2-, PO 4 3-) akan segera terikat membentuk senyawa P yang kurang tersedia bagi tanaman. Bila pH tanah dinaikkan, maka P akan berubah menjadi tersedia kembali. Pada pH di atas netral, P juga kurang tersedia bagi tanaman karena diikat oleh Ca menjadi senyawa yang kurang tersedia. Unsur tersebut akan tersedia kembali bila pH diturunkan. Jadi ketersediaan P sangat dipengaruhi oleh pH tanah (Havlin et al., 1999).
2.2. BAKTERI PELARUT FOSFAT Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikrob pelarut fosfat, yaitu mikrob yang dapat melarutkan fosfat tidak tersedia menjadi tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman. Pemanfaatan
9
mikrob pelarut fosfat diharapkan dapat mengatasi masalah P pada tanah masam (Saleh et al., 1989). Mikrob pelarut fosfat terdiri atas bakteri (Taha et al., 1969), fungi (Khan dan Bhatnagar, 1977) dan sedikit aktinomiset (Chen et al., 2002). Mikrob pelarut fosfat hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan mikrob ini berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi kehidupan mikrob dan secara fisiologis mikrob yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikrob pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat lainnya sangat beragam. Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Ada yang hidup pada kondisi asam, dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik, dan termofilik, ada yang hidup sebagai aerob dan ada yang anaerob, dan beberapa sifat lain yang bervariasi. Masing-masing mikrob memiliki sifat-sifat khusus dan kondisi lingkungan optimal yang berbeda-beda yang mempengaruhi efektivitasnya melarutkan fosfat. Pertumbuhan kelompok bakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah. Populasi bakteri pelarut fosfat umumnya lebih rendah pada daerah yang beriklim kering dibandingkan dengan daerah yang beriklim sedang. Karena bentuk dan jumlah fosfat dan bahan organik yang terkandung dalam tanah berbeda-beda, maka keefektifan tiap mikrob pelarut fosfat untuk melarutkan fosfat berbeda pula. Penggunaan mikrob pelarut fosfat masih menghadapi beberapa kendala seperti faktor tanah, karena setiap jenis tanah mempunyai bentuk fosfat yang berbeda-beda antara lain pada lahan masam bentuk fosfat didominasi oleh Al-P, Fe-P atau occluded- P sedangkan pada lahan basa didominasi oleh bentuk Ca-P. Jadi masing-masing lahan seperti itu memerlukan inokulan pelarut fosfat yang berbeda.
10
Mekanisme Pelarutan P Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikrob. Dalam aktivitasnya, mikroba pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik, diantaranya ialah asam sitrat, glutamate, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartat dan α-ketobutirat (Alexander, 1978). Selain mikrob ternyata akar-akar tanaman dalam eksresinya juga menghasilkan asam-asam organik antara lain asam sitrat, malat dan oksalat. (Gerke, 1994). Penurunan pH juga dapat disebabkan karena terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas (Alexander, 1977). Perubahan pH berperanan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat (Asea et al., 1988). Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+, atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan oleh karena itu dapat diserap oleh tanaman. Ca10(PO4)6(OH)2 + 14H+
10Ca2+ + 6H2O + 6H2PO4-
OH M
OH
OH + R – COO-
H2PO4-
M
OH
+ H2PO4-
OC – R
M = Al3+ atau Fe3+ Gambar 2. Pelepasan Fosfat dari Al atau Fe Asam-asam organik mampu meningkatkan P tersedia tanah melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah : (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif (Nagarajah et al., 1970); (2) pelepasan ortofosfat dari ikatan logam P melalui pembentukan kompleks logam organik (Earl et al., 1979 ); dan (3) modifikasi muatan permukaan tapak jerapan oleh ligan organik (Tisdale et al., 1993).
11
Selain menghasilkan asam organik, mikrob Aspergillus, Penicillium, Rhizopus, Cunninghamella, Arthrobacter, Streptomyces, Pseudomonas dan Bacillus juga menghasilkan enzim-enzim yang dapat melarutkan P-organik dalam tanah (Alexander 1978). Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikrob tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase (Lynch, 1983) dan enzim fitase (Alexander, 1977). Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase dieksresikan oleh akar tanaman dan mikrob, dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikrob (Joner, et al., 2000). Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase (Gaur et al., 1980; Paul dan Clark, 1989). Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawasenyawa organik menjadi bentuk yang tersedia. Fungi lebih mampu melarutkan P dalam bentuk AlPO 4 (pada tanah masam), sedangkan bakteri lebih efektif melarutkan fosfat dalam bentuk Ca 3 PO 4 pada tanah basa (Banik dan Dey, 1982). Dari beberapa keberhasilan BPF meningkatkan pertumbuhan tanaman, sebagian diantaranya terkait dengan peran ganda BPF. Beberapa strain dan jenis BPF dilaporkan mampu menghasilkan fitohormon yang turut berperan dalam perkembangan tanaman (De Freitas et al.,1997).
2.3. PUPUK HAYATI Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikrob tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu. Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh
12
cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfer akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growth promoting rhizobacteria = PGPR). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N 2 , juga; (2) menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995; Kloepper, 1993; Kloepper et al., 1991). FNCA Biofertilizer Project Group (2006) mengusulkan definisi pupuk hayati
sebagai
bahan
yang
mengandung
mikroorganisme
hidup
yang
mengkolonisasi rizosfer atau bagian dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman target, bila dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah. Pengertian pupuk hayati lebih luas daripada istilah yang dikemukakan oleh Subha
Rao
(1982)
dan
FNCA
Biofertilizer
Project
Group
(2006).
Mikroorganisme dalam pupuk mikrob yang digunakan dalam bentuk inokulan dapat mengandung hanya satu strain tertentu atau monostrain tetapi dapat pula mengandung lebih dari satu strain atau multistrain. Strain-strain pada inokulan multistrain dapat berasal dari satu kelompok inokulasi silang (crossinoculation) atau lebih. Pada mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu kelompok mikrob fungsional (pupuk hayati tunggal), tetapi perkembangan teknologi inokulan telah memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok mikrob fungsional. Inokulan-inokulan komersial saat ini mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu
13
kelompok mikrob fungsional. Karena itu Simanungkalit dan Saraswati (1993) memperkenalkan istilah pupuk hayati majemuk untuk pertama kali bagi pupuk hayati yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional.
2.4. SAWI SENDOK Sawi sendok adalah sayuran terna berbentuk roset dengan daun tegak lurus kaku dan lembut, membulat tajam. Sawi sendok dikenal sebagai kubis putih Cina, karena daun putih khusus, walaupun beberapa jenis memiliki tangkai daun hijau. Banyak jenis tersedia di Asia Tenggara (Taiwan, Hongkong, Singapura) dan sayuran ini diusahakan sangat luas di daerah ini. Sayuran sawi sendok cocok di negara tropis lain, lebih disukai menjadi sayuran popular (Williams et al., 1993). Sawi sendok merupakan tanaman sayuran daun termasuk famili Brassicaceae. Sawi sendok mempunyai nilai ekonomi tinggi. Jenis tanaman ini berkembang pesat di daerah subtropis maupun tropis. Daerah asal tanaman dari Tiongkok/Cina (Rukmana, 1994). Sawi sendok atau dalam bahasa Canton adalah pakcoy berarti sayuran putih, atau disebut juga bokchoy. Konon di daerah Cina, tanaman ini dibudidayakan sejak 2500 tahun yang lalu, kemudian menyebar luas ke Filipina dan Taiwan. Sawi sendok masuk ke wilayah Indonesia pada Abad XIX, bersamaan dengan lintas perdagangan jenis sayuran tropis lain, terutama kelompok kubis/Brassicaceae (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menyatakan tanaman sawi sendok merupakan salah satu sayuran penting di Asia, atau khususnya di China. Daun sawi sendok bertangkai, berbentuk oval, berwarna hijau tua, dan mengkilat, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah mendatar, tersusun dalam spiral rapat, melekat pada batang yang tertekan. Tangkai daun, berwarna putih atau hijau muda, gemuk dan berdaging. Keragaman morfologis dan periode kematangan cukup besar pada berbagai varietas dalam kelompok ini. Terdapat bentuk daun berwarna hijau pudar dan ungu yang berbeda. Lebih lanjut dinyatakan sawi sendok kurang peka terhadap suhu ketimbang sawi putih, sehingga tanaman ini memiliki daya adaptasi lebih luas.
14
Sawi sendok memiliki umur pascapanen singkat, tetapi kualitas produk dapat dipertahankan selama 10 hari, pada suhu 00C (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Produksi utama sawi sendok adalah daun. Sawi sendok dikomsumsi dalam berbagai bentuk antara lain dilalap, digoreng, disayur lodeh atau ditumis. Oleh orang Korea, sawi sendok umum diawetkan dalam bentuk asinan disebut “Kimchee“.
Gambar 3. Tanaman Sawi sendok
Tabel 1. Kandungan dan Komposisi Gizi Sawi sendok (Brassica rapa L.) setiap 100 Gram Bahan Segar Komposisi Gizi Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Fosfor Zat Besi Natrium Thiamine β-karoten Kalium Riboflavin Niacin Kalsium
Kandungan Gizi 17.000 1.700 0.200 3.100 0.700 0.800 46.000 2.600 22.000 0.070 2.305 279.000 0.130 0.800 102.000
Satuan Kal g g g g g mg mg mg mg µg mg mg mg mg
Sumber : (FAO) Food and Agriculture Organization of The United Nation (1972)
15
BAB III METODE KERJA
3.1. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2012 sampai Juli 2012 di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan serta Lahan milik CV. Meori Agro Jl.Atang Sanjaya KM 4 Pasir Gauk, Bogor.
3.2. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN 3.2.1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Laminar air flow, autoclave, oven, Spectrophotometer, refrigerator, perangkat elektroforesis, perangkat PCR, Scope UV, timbangan, cawan petri, batang penyebar, erlenmeyer, tabung reaksi, pH meter, shaker, mikropipet, tip mikro, magnetik stirer, inkubator, tabung ependoff, jarum ose, gelas ukur, alumunium foil, karet gelang, spidol, polybag.
3.2.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi empat bagian antara lain : 1. Isolasi dan Perbanyakan Mikrob : Isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode P2, J2, PS4, Media Pikovskaya, larutan fisiologis 0.85%, Media NB, Media NA. 2. Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif : Larutan PB, Larutan PC, Modified Universal Buffer (MUB) 1x, 0.5 N NaOH, 0.115 M p-nitro phenyl phosphate (p-NPP), 1 mg/ml p-nitrophenol (p-NP) , akuades, alkohol 95%, 3. Identifikasi Molekuler : Larutan SDS 10%, aquabidest steril, bufer TAE, bufer TE yang mengandung lysozyme, agarosa, larutan loading buffer, NaCl, NaCl-CTAB,
16
Kloroform:Isoamil (24:1), isopropanol, etanol 70%, 16F27 (5’-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG- 3’) dan 16R1492 (5’- TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACT T-3’), 10 mM dNTP (deoxynucleotide triphosphates), 10x bufer Polymerase Chain Reaction (PCR), 50 mM MgSO4, enzim Taq DNA polimerase, dan Etidium Bromida (EtBr) 4. Penanaman tanaman sawi sendok : Bibit tanaman sawi sendok berumur 2 minggu, tanah latosol, pupuk kandang, pupuk anorganik SP-36 dan KCl.
3.3. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap yaitu secara in vitro dan in vivo. 3.3.1. Penelitian secara in vitro Penelitian secara in vitro dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan Tahapan persiapan penelitian ini meliputi persiapan alat-alat, pembuatan bahan-bahan dan sterilisasi alat serta media yang akan dipakai dalam penelitian.
b. Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat dari Tanah Pengambilan sampel tanah dan pengisolasian bakteri pelarut fosfat asal tanah latosol dilakukan sebagai pembanding terhadap isolat koleksi CV. Meori Agro. Tahapan pengambilan tanah dilakukan dengan mengambil tanah di sekitar rizosfer tanaman jagung kemudian tanah tersebut dikeringudarakan. Kemudian sebanyak 10 gram tanah dari bahan tanah dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer yang berisi 90 ml larutan fisiologis kemudian dibuat serial pengenceran sampai 10-5. Sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-3,10-4 dan 10-5 dituang di cawan petri kemudian media pikovskaya dituangkan secara merata secara steril dan diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu ruang. Koloni-koloni bakteri pelarut fosfat yang diinginkan selanjutnya dimurnikan dan disimpan di dalam medium agar-miring Pikovskaya.
17
c. Identifikasi Molekuler Identifikasi molekuler ini dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut, yaitu isolasi DNA genom bakteri, elektroforesis DNA, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan sekuensing DNA. Isolasi DNA Genom Bakteri. Sebanyak 2 ml kultur sel BPF yang ditumbuhkan selama 24 jam pada suhu ruang di dalam medium NB disentrifugasi (8049,6 x g, 15 menit) untuk memisahkan koloni bakteri dari medium. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan pelet dicuci dengan 250 µl bufer TE kemudian pelet diresuspensi menggunakan mikropipet. Hasil resuspensi diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit kemudian ditambahkan 50 μl larutan SDS 10% dan dibolak balik. Selanjutnya suspensi kembali diinkubasi pada suhu 370C selama 60 menit kemudian ditambahkan 65 μl NaCl dan 80 µl CTAB-NaCl dan diinkubasi dalam waterbath (65ºC, 20 menit). Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan 450 μl kloroform: isoamil (24:1), kemudian tabung Eppendoff yang berisi campuran DNA dibolak-balik secara halus. Suspensi yang telah teremulsi disentrifugasi (6763,9 x g, 15 menit). Supernatan yang mengandung DNA dipindahkan ke dalam tabung Eppendoff steril dan ditambahkan isopropanol yang dingin (-20ºC). DNA diendapkan dengan sentrifugasi pada suhu 40C dengan kecepatan 8049,6 x g selama
20
menit.
Supernatan
dibuang
kemudian
dilakukan
pencucian
menggunakan etanol 70% dingin dan disentrifugasi (8049,6 x g, 2 menit). Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan pelet DNA dikeringudarakan. DNA yang telah didapatkan siap digunakan untuk elektroforesis atau disimpan sebagai stock pada suhu -20ºC. Proses Elektroforesis DNA. Larutan 50x bufer TAE diencerkan menjadi 2x bufer TAE. Kemudian dibuat gel agarosa 1%, yaitu 0,2 gram agarosa dalam 20 ml 2x bufer TAE dan ditambahkan 2 µl Et-Br yang selanjutnya dituang ke dalam cetakan gel agarosa. Setelah gel membeku diletakkan ke dalam tangki elektroforesis yang telah diisi 1x bufer TAE sehingga gel terendam. Sebanyak 3 μl dari masing-masing DNA dicampur dengan 1,2 μl loading buffer sebagai pemberat. Suspensi larutan DNA dengan loading buffer diinjeksikan ke dalam
18
sumur-sumur pada gel elektroforesis. Setelah semua sumur terisi, power supply perangkat elektroforesis dinyalakan dengan voltase sebesar 75 V selama ± 45 menit. Selanjutnya DNA dapat dilihat dan difoto menggunakan perangkat UV Transilluminator. Proses Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses PCR diawali dengan pembuatan campuran komponen reaksi untuk PCR sebanyak 50 μl dengan komposisi sebagai berikut : primer 10 μl 16F27 (5’-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG- 3’), primer 10 μl 16R1492 (5’- TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACT T-3’), 2 μl temp late DNA, PCR mix 2 5 µl d an 19 μl aquabidest steril. Running PCR dilakukan sebanyak 35 siklus dengan kondisi sebagai berikut, denaturasi siklus awal atau pra-denaturasi 95ºC selama 5 menit, diikuti denaturasi untuk siklus selanjutnya pada suhu 95ºC selama 1 menit. Penempelan primer (annealing) dilakukan selama 1 menit pada suhu 55ºC. Polimerisasi dilakukan selama 2 menit pada suhu 72ºC dan pada siklus terakhir, yaitu siklus ke-35 dilakukan perpanjangan waktu polimerisasi selama 10 menit. Produk hasil PCR divisualisasi dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa 1.0% dalam 2x bufer TAE dengan voltase 75 volt selama ± 30 menit. Sekuensing DNA. Produk hasil PCR dikirimkan pada PT. Genetika Science untuk disekuen di Malaysia. Sekuen DNA yang diperoleh dibandingkan dengan sekuen pada database European Bioinformatics Institute (EBI) menggunakan piranti FASTA pada situs http://www.ebi.ac.uk.
d. Peremajaan Tiga Isolat Bakteri Koleksi Ketiga isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro yang akan dipergunakan digoreskan pada media pikovskaya menggunakan jarum ose untuk peremajaan. Perlakuan ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow agar tidak terjadi kontaminasi.
19
e. Pengujian Kualitatif Isolat Bakteri asal Tanah dan Isolat Bakteri Isolat terpilih dan isolat koleksi yang telah diremajakan kemudian dilakukan pengujian pelarutan P secara kualitatif. Isolat diujikan pada media pikovskaya padat kemudian pengamatan dilakukan sampai terbentuknya zona bening di sekitar bakteri. Koloni yang dikelilingi zona bening menunjukkan adanya pelarutan fosfat. Pengujian secara kualitatif dilakukan dengan cara menghitung besarnya zona bening berbanding besarnya koloni bakteri. Perhitungan pelarutan fosfat pada media menggunakan Indeks pelarutan (IP).
IP : B
A
A B
Keterangan : A : Lebar Zona bening B : Lebar Koloni Bakteri
Gambar 4. Penghitungan Indeks Pelarutan Satu bakteri pelarut fosfat yang unggul selanjutnya disimpan di dalam medium agar-miring Pikovskaya untuk pengujian selanjutnya.
f. Pengujian Kuantitatif Isolat Bakteri Pengujian Kemampuan Bakteri Koleksi dan Asal Tanah dalam Pikovskaya cair Mikrob terpilih diuji kemampuannya dalam melarutkan senyawa P sukar larut (Ca 3 (PO 4 ) 2 ) di medium pikovskaya cair. Mikrob yang akan diuji diremajakan terlebih dahulu kemudian diambil 1 ose mikrob tersebut diinokulasikan pada pikovskaya cair dan diinkubasi selama 5 hari. Kultur diinkubasi diatas shaker secara periodik. Pada akhir inkubasi kultur disentrifugasi dengan kecepatan 1048,12 x g selama 20 menit. Filtrat jernih yang diperoleh ditentukaan P larutnya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang (α) 660 nm dan dibandingkan dengan kontrol.
20
Pengujian Bakteri Pelarut Fosfat dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase Sebanyak 50 ml kultur sel BPF yang ditumbuhkan selama 24 jam pada suhu ruang di dalam medium Pikovskaya cair. Sebanyak 1 ml kultur, kemudian ditambahkan 1 ml Buffer fosfat, dan 1 ml 0.115 M p-nitro phenyl phosphate (pNPP), kemudian diinkubasi selama 2 jam di dalam waterbath pada suhu 38ºC. Setelah diinkubasi selama 2 jam, ditambahkan 1 ml CaCl 0,5 M dan 4 ml 0.5 M NaOH kemudian dikocok dan disentrifuse. Larutan akan berubah menjadi warna kuning, hal ini menandakan bahwa bakteri menghasilkan enzim fosfatase. Semakin pekat warna kuning yang terbentuk, maka semakin tinggi enzim fosfatase yang dihasilkan. Kemudian dilakukan pengenceran 10x dengan mengambil 1 ml filtrat ditambahkan dengan 9 ml aquadest. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang (α) = 400 nm menggunakan Spectrophotometer.
g. Pengukuran Kurva Standar Bakteri Kurva standar populasi mikrob terpilih ditentukan untuk menyamakan jumlah sel mikrob dalam percobaan selanjutnya. Kurva ini menyatakan hubungan antara nilai rapat optis suspensi mikrob dengan satuan pembentuk koloni (SPK) yang ditentukan dengan metode cawan hitung. Sehingga, inokulasi pada percobaan selanjutnya dapat menggunakan populasi mikrob yang seragam. Isolat-isolat yang telah didapatkan diambil menggunakan ose kemudian ditumbuhkan pada media NB. Setelah 2 hari diinkubasi di atas shaker suspensi bakteri di dalam medium NB diencerkan berurut 2,3,4,8,dan 10 kali dan diukur nilai rapat optisnya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang (α) 620nm. Pada waktu yang bersamaan setiap tingkat pengenceran tersebut diatas, populasi mikrob ditentukan dengan metode hitungan cawan. Populasi mikrob dan nilai rapat optisnya dihubungkan dengan persamaan regresi linier, yang digunakan sebagai kurva baku populasi mikrob di dalam medium tersebut.
21
h. Uji Antagonis Empat Isolat Bakteri Bakteri-bakteri yang digunakan untuk uji antagonis dapat dilihat pada Tabel 2. Satu koloni bakteri yang tumbuh terpisah di cawan petri, diambil menggunakan jarum ose dan digoreskan pada media NA yang telah disiapkan. Pengujian antagonis empat isolat bakteri tersebut dilakukan pada media agar (Gambar 5,6 dan 7). Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap koloni bakteri dengan cara melihat pertumbuhan empat bakteri bersama-sama.
Isolat Bakteri 2
Isolat Bakteri 1
Cawan petri
Gambar 5. Metode Uji Antagonis 2 isolat bakteri
Isolat Bakteri 3
Isolat Bakteri 2
Cawan petri Isolat Bakteri 1 Gambar 6. Metode Uji Antagonis 3 isolat bakteri
22
Isolat Bakteri 4
Isolat Bakteri 1
Cawan Petri
Isolat Bakteri 3
Isolat Bakteri 2
Gambar 7. Metode Uji Antagonis 4 isolat bakteri
Tabel 2. Bakteri-Bakteri yang Digunakan Dalam Uji Antagonis serta Asalnya Kode Bakteri PS4 P2 J2 T9
Asal Isolat Rizosfer Tanaman Nilam Rizosfer Tanaman Kacang Tanah Rizosfer Tanaman Jagung Rizosfer Tanaman Jagung
3.3.2. Penelitian secara in vivo a. Analisis Kandungan Unsur Hara Pada Tanah Tanah yang akan dipakai untuk menanam tanaman sawi sendok diambil secara komposit dari lima titik pada kedalaman 0-20 cm dan dicampur hingga merata, kemudian dianalisis kandungan haranya menggunakan Metoda Bray I. Analisis kandungan fosfor dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan.
b. Analisis Fosfor Pada Tanah menggunakan Metode Bray I Tanah yang akan dipakai untuk analisis ditimbang sebanyak 3 gram kemudian ditambahkan pengekstrak Bray dan Kurt I sebanyak 30 ml lalu dikocok selama 5 menit. Kemudian larutan disaring hingga jernih. Dari larutan tersebut dipipet 1 ml ke tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml,
23
dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693nm.
c. Persiapan Inokulan Isolat-isolat yang terpilih masing-masing dipindahkan ke dalam 100 ml media NB dengan jarum ose lalu dibiakkan di atas mesin pengocok selama 3 hari. Pada hari yang ketiga diukur nilai rapat optis suspensi tersebut dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang (α) 620 nm untuk memperoleh jumlah populasi sel per milimeter supensi. Penentuan populasi sel ini gunakan untuk menghitung jumlah isolat yang akan diinukolasikan.
d. Penanaman dan perlakuan bibit tanaman sawi sendok Benih sawi sendok ditumbuhkan pada media tumbuh berupa tanah dan pupuk kandang hingga berumur 2 minggu. Kemudian bibit tanaman sawi sendok dipindahkan ke polybag dengan media yang sama dan diberi perlakuan bakteri dengan kepadatan bakteri 107 sel/ml dengan cara menuangkan suspensi dekat dengan rhizosfer tanaman sawi sendok pada saat tanam kemudian diletakkan di dalam rumah kaca dan diamati pertumbuhannya. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan 1 minggu sebelum penanaman. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan mempertahankan kadar air tanah pada keadaan 80% kapasitas lapang. Pertumbuhan tanaman sawi sendok di rumah kaca diamati setiap minggu selama ± 5 minggu. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan faktor pertama yaitu perlakuan empat isolat bakteri baik secara tunggal maupun kombinasi sebanyak 16 taraf (Tabel 3) dan faktor kedua yaitu perlakuan dosis SP-36 sebanyak 3 taraf 50 kg/ha; 75 kg/ha; 100 kg/ha. Percoban dilakukan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 144 satuan unit percobaan.
24
Kombinasi perlakuan di rumah kaca : Tabel 3. Kombinasi Perlakuan Bakteri Di Rumah Kaca Kombinasi Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
SP36 (kg/ha) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
P2
J2
PS4
T9
√ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan : P2
: Isolat koleksi 1
PS4 : Isolat koleksi 3
J2
: Isolat koleksi 2
T9
: Isolat dari tanah
SP-36 : Pupuk anorganik Dosis pupuk SP-36 diberikan dalam 3 dosis yaitu 50kg/ha; 75 kg/ha; 100 kg/ha
e. Peubah Yang Diamati Jumlah daun, tinggi tanaman dan lebar daun diamati setiap minggu selama 5 minggu. Setelah tanaman sawi sendok mencapai masa akhir vegetatif (5 minggu setelah tanam), tanaman diambil untuk menghitung biomassa segar dan kering serta kandungan P di dalam jaringan tanaman. Tanah di dalam pot kemudian dikering anginkan, diaduk merata untuk dianalisis P tersedianya dengan Metode Bray I.
25
3.4.
RANCANGAN PENELITIAN Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap Faktorial dengan faktor pertama yaitu perlakuan empat isolat bakteri baik secara tunggal maupun kombinasi sebanyak 16 taraf (Tabel 3) dan faktor kedua yaitu perlakuan dosis SP-36 sebanyak 3 taraf 50 kg/ha; 75 kg/ha; 100 kg/ha. Percoban dilakukan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 144 satuan unit percobaan. Menurut Gaspersz (1991), model statistik untuk percobaan dengan menggunakan rancangan acak (RAL) Faktorial adalah sebagai berikut :
Y ijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + E ijk Dimana : µ
: Rata-rata (nilai tengah) respon
αi
: Pengaruh dari faktor pertama
βj
: Pengaruh dari faktor kedua
(αβ) ij : Interaksi antara faktor pertama dan kedua E ij
: Pengaruh faktor random yang mendapat perlakuan pertama taraf ke-i dan faktor kedua taraf ke-j dengan ulangan ke-k
Y ij
: Nilai pengamatan pada perlakuan faktor pertama taraf ke-i dan faktor kedua taraf ke-j dengan ulangan ke-k
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan 95%. Apabila hasil sidik ragam berpengaruh nyata, maka dilakukan pengujian beda nilai tengah antar perlakuan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penelitian Secara In Vitro a. Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tanah Penelitian secara in vitro dilakukan dengan mengambil sampel tanah dari sekitar rizosfer tanaman jagung sebagai sumber isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) yang diperoleh dari Lahan milik CV. Meori Agro Jl.Atang Sanjaya KM 4 Pasir Gauk, Bogor. Isolasi mikrob dari sampel tanah dilakukan menggunakan larutan fisiologis dan dilakukan seri pengenceran bertingkat kemudian diukur kemampuannya dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat. Tidak semua mikrob tersebut menghasilkan zona berwarna terang jernih atau zona bening. BPF yang tumbuh pada medium Pikovskaya padat akan melarutkan fosfat yang ditandai dengan adanya zona berwarna terang jernih atau zona bening yang mengelilingi koloni bakteri tersebut (Gambar 8). Hal ini disebabkan adanya pelarutan fosfat dari Ca 3 (PO 4 ) 2 yang terdapat dalam medium. Sebanyak 6 isolat BPF yang menghasilkan zona bening dimurnikan pada medium Pikovskaya padat (Gambar 9) dan disimpan dalam medium agar miring (stock culture) untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya.
Gambar 8. Koloni bakteri pelarut fosfat yang dikelilingi oleh zona bening
27
Gambar 9. Pemurnian bakteri pelarut fosfat pada medium Pikovskaya padat b. Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif Isolat Bakteri Asal Tanah Pengujian pelarutan fosfat secara kuantitatif dan kualitatif terhadap isolat bakteri asal tanah dilakukan sebagai pembanding terhadap tiga isolat bakteri koleksi CV. Meori agro. Sebanyak 6 isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian kemampuan bakteri pelarut fosfat (BPF) dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair serta pengukuran indeks pelarutan fosfat (IP). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan Fosfat pada Medium Pikovskaya Padat dan Cair Nama Isolat
Rata-rata Diameter Koloni (mm)
Rata-rata Diameter Zona Bening (mm)
Indeks Pelarutan (IP)
Rata-rata P Terlarut (ppm)
Isolat T2
8,50
20,00
2,35
4,4
Isolat T3
6,75
12,25
1,81
2,8
Isolat T4
8,50
14,00
1,64
1,5
Isolat T6
9,25
19,25
2,08
1,2
Isolat T8
5,50
18,00
3,27
2,5
Isolat T9
5,25
18,25
3,47
4,9
Warna Koloni Putih Kekuningan Putih Kekuningan Putih Kekuningan Kuning Kecoklatan Putih Susu Kuning Kecoklatan
Dari Tabel 4 tampak bahwa isolat bakteri T9 memiliki nilai Indeks Pelarutan (IP) fosfat paling besar dari seluruh bakteri yang diukur yaitu sebesar 3,47. Isolat bakteri T9 pun memiliki hasil pelarutan P pada media pikovskaya cair paling
28
besar dari seluruh bakteri yang diukur yaitu sebesar 4,9 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri T9 memiliki kualitas paling baik diantara 5 isolat bakteri lain yang berasal dari tanah yang diuji kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Hasil ini berbeda dengan isolat bakteri T8 yang meskipun memiliki nilai IP yang tidak berbeda jauh dengan isolat bakteri T9 yaitu 3,27 namun dalam hal melarutkan fosfat pada media pikovskaya cair, isolat bakteri T8 hanya mampu melarutkan fosfat sebesar 2,5 ppm. Sedangkan nilai IP yang paling kecil terdapat pada isolat bakteri T4 yaitu sebesar 1,64 dan dalam hal pelarutan fosfat pada media pikovskaya cair juga hanya mampu melarutkan fosfat sebesar 1,5 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan isolat bakteri dalam melarutkan fosfat tidak selalu dilihat berdasarkan lebar dari zona bening. Menurut Rachmiati (1995) besar kecilnya kemampuan bakteri dalam melarutkan P dari fosfat tak larut ditunjukkan oleh adanya luas daerah bening di sekitar isolat pada cawan petri. Tatiek (1991) juga mengemukakan bahwa daerah bening pada media padat tidak dapat menunjukkan kemampuan setiap bakteri untuk menyumbangkan jumlah fosfat terlarut, meskipun luas sempitnya daerah bening dapat menunjukkan besar kecil bakteri melarutkan fosfat sukar larut.
Gambar 10. Pelarutan P pada media Pikovskaya Padat (Kiri) dan Pikovskaya cair (kanan) Berdasarkan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif di atas maka dipilih satu mikrob unggul (paling baik) yang berasal dari tanah yaitu isolat bakteri T9. Pengujian selanjutnya menggunakan empat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (isolat bakteri T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (PS4, J2 dan P2).
29
c. Identifikasi Bakteri Isolasi DNA Isolasi DNA bakteri digunakan sebagai awal untuk mendapatkan informasi genetik 4 isolat bakteri terpilih. Isolat bakteri asal tanah yang diidentifikasi secara molekuler merupakan isolat terpilih yang memiliki hasil IP, pelarutan fosfat pada media pikovskaya cair dan kandungan enzim fosfatase yang tinggi yaitu isolat bakteri T9 sehingga, terdapat empat isolat bakteri yang akan diidentifikasi secara molekuler. Sel bakteri yang telah ditumbuhkan kemudian disentrifugasi untuk memisahkan supernatan dan pelet kemudian diresuspensi menggunakan bufer TE. Bufer TE mengandung lysozyme yang berfungsi sebagai perusak dinding sel. Sodium dodekil sulfat (SDS) 10% yang digunakan dalam isolasi DNA merupakan sejenis deterjen yang dapat digunakan untuk merusak membran sel, hal ini mengakibatkan sel mengalami lisis. Kotoran (debris) sel yang disebabkan oleh pengrusakan sel oleh lysozyme dan SDS dibersihkan dengan cara dibolak-balik sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan digunakan larutan isoamil (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan kloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan) (Muladno, 2002). Pengambilan fase yang mengandung DNA pada bagian atas dilakukan dengan sangat hati-hati. Selanjutnya DNA dipresipitasi menggunakan etanol absolut 70%. DNA akan terlihat berwarna bening dan kental di dalam tabung Eppendoff (Gambar 11).
Gambar 11. DNA genom bakteri
30
Elektroforesis Gel Agarosa DNA yang telah berhasil diisolasi kemudian dilakukan pengujian untuk mendeteksi keberadaan DNA tersebut menggunakan elektroforesis pada gel agarosa (Gambar 12).
2
3
4
5
3 4 15 1
Keterangan : 1 = 1 kb DNA ladder marker 2 = isolat P2 3 = isolat J2 4 = isolat PS4 5 = isolat T9
Gambar 12. Hasil elektroforesis DNA genom bakteri Amplifikasi Gen 16S rRNA Hasil amplifikasi PCR isolat bakteri menggunakan primer 16S rRNA (Gambar 13) menghasilkan satu amplikon atau produk PCR berukuran sekitar 1500 bp. Primer yang digunakan dalam proses PCR ini, yaitu 16F27 (5’-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG- 3’) dan 16R1492 (5’- TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACT T-3’). Selanjutnya amplikon ini disekuen untuk mengetahui urutan nukleotida pada gen 16S rRNA masing-masing isolat. 1 2000 bp 1000 bp
2
3
4
5
1500 bp
Gambar 13. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA
Keterangan : 1 = 1 kb DNA ladder marker 2 = isolat P2 3 = isolat J2 4 = isolat PS4 5 = isolat T9
31
Homologi Isolat Bakteri Dengan Program FASTA Berdasarkan hasil analisis sekuen gen 16S rRNA pada program FASTA diketahui homologi spesies dari empat isolat bakteri yang diuji. Isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode P2 memiliki kemiripan sebesar 100% dengan Pseudomonas aeruginosa strain QZX-A , isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode J2 memiliki kemiripan sebesar 99,3% dengan Bacillus subtilis strain PARZ2, dan isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode PS4 memiliki kemiripan sebesar 100% dengan Burkholderia sp. strain AH83. Sedangkan Isolat asal tanah yaitu isolat bakteri T9 memiliki kemiripan sebesar 99% dengan Burkholderia sp. strain A-3. Hasil analisis sekuen gen 16S rRNA dari tiga isolat BPF pada data GenBank terdapat pada Lampiran 11.
d. Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif Isolat Bakteri Koleksi Sebanyak 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro yang sudah diremajakan dilakukan pengujian dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair serta pengukuran indeks pelarutan fosfat (IP). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut ini : Tabel 5. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan Fosfat pada Medium Pikovskaya Padat dan Cair
Nama Isolat
Rata-rata Diameter Koloni (mm)
Burkholderia sp. PS4
10,25
Rata-rata Diameter Zona Bening (mm) 16,00
Bacillus subtilis J2
8,00
Pseudomonas aeruginosa P2
7,25
Indeks Pelarutan (IP)
Rata-rata P Terlarut (ppm)
1,56
0,8
9,00
1,12
0,9
11,25
1,55
1,3
Warna Koloni Kuning Putih Kekuningan Putih Kekuningan
Sama halnya dengan pengujian yang dilakukan pada isolat bakteri asal tanah, isolat bakteri koleksi pun diukur nilai IP dan kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Hasil yang didapat pada pengukuran tersebut seperti yang terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa Burkholderia sp. PS4 memiliki nilai IP paling besar diantara isolat bakteri koleksi lainnya yaitu sebesar 1,56. Namun untuk kemampuannya
dalam
melarutkan
fosfat
pada
media
pikovskaya
cair
32
Burkholderia sp. PS4 memiliki nilai yang paling rendah yaitu sebesar 0,8 ppm. Lain halnya dengan Pseudomonas aeruginosa P2 yang memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat terlarut paling besar tetapi nilai IP tidak berbeda jauh dengan Burkholderia sp. PS4. Setiap spesies bakteri mempunyai kemampuan secara genetik yang berbeda dalam menghasilkan asam-asam organik baik dalam jumlah maupun jenisnya selama pertumbuhan. Jumlah dan jenis asam-asam organik inilah yang berperan dalam menentukan tingginya pelarutan P (Tatiek, 1991).
Gambar 14. Pelarutan P pada media Pikovskaya Cair (kiri) dan Pikovskaya padat (kanan)
d. Pengujian Bakteri Pelarut Fosfat dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase Setelah dilakukan pengujian kemampuan isolat bakteri dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair, kemudian dilakukan pengujian kemampuan kesembilan isolat bakteri (6 isolat asal tanah dan 3 isolat koleksi) dalam menghasilkan enzim fosfatase (Gambar 15). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 15 berikut ini :
Konsentrasi Fosfor (ppm)
33
0,3
0,268
0,25 0,2
0,166
0,15 0,1
0,127
0,126
0,112
PS4
P2
T8
0,132
0,128 0,136
0,058
0,05 0 J2
Nilai terendah Nilai tertinggi
T9
T3
T4
T6
T2
Isolat Bakteri
Gambar 15. Kemampuan Sembilan Isolat Bakteri dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase Pada
Gambar 15 diketahui bahwa nilai aktivitas enzim paling tinggi dari
isolat-isolat asal tanah dimiliki oleh Burkholderia sp. T9 yaitu sebesar 0,268 ppm dan paling kecil dimiliki oleh isolat bakteri T8 yaitu sebesar 0,112 ppm. Sedangkan untuk isolat koleksi, nilai aktivitas enzim paling tinggi dimiliki oleh Burkholderia sp. PS4 yaitu sebesar 0,127 ppm dan paling rendah dimiliki oleh Bacillus subtilis J2 yaitu sebesar 0,058 ppm. Enzim fosfatase berperan utama dalam melepaskan fosfat dari ikatan P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan oleh mikrob tanah, terutama yang bersifat heterotrof (Havlin et al., 1999). Enzim fosfatase merupakan komplek enzim terpenting di dalam tanah yang berfungsi melarutkan fosfat organik menjadi fosfat tersedia bagi tanaman. Enzim tersebut akan dihasilkan secara dominan pada kondisi ketersediaan fosfor rendah. Peningkatan aktivitas enzim fosfatase dapat terinduksi ketika jumlah P terbatas dalam media tanam, hal ini juga mencirikan akan tingginya kebutuhan P (Salvin et al., 2000). Berdasarkan hal tersebut Burkholderia sp. T9 (asal tanah) dan isolat koleksi Burkholderia sp. PS4 dapat dikatakan memiliki kemampuan paling baik dalam melarutkan P-organik yang terikat sehingga apabila diaplikasikan ke dalam tanah dapat meningkatkan efisiensi penyerapan fosfat oleh tumbuhan.
34
Gambar 16. Hasil Pengujian Enzim Fosfatase
e. Kurva Standar Bakteri Keempat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (Burkholderia sp. PS4, Bacillus subtilis J2 dan Pseudomonas aeruginosa P2) diamati pertumbuhan populasinya (Gambar 17). Hal ini dilakukan untuk memudahkan teknik inokulasi pada percobaan selanjutnya. Kurva ini menyatakan hubungan antara nilai rapat optis suspensi mikrob dengan populasi bakteri, yang dinyatakan dengan satuan pembentuk koloni (SPK) yang ditentukan dengan cawan hitung, sehingga didapatkan persamaan Y=a+bx, dimana Y= Jumlah populasi dalam cawan petri dan X= nilai rapat optis suspensi mikrob. Inokulasi mikrob untuk percobaan selanjutnya dapat menggunakan persamaan tersebut sehingga dapat diperoleh jumlah sel mikrob yang sama.
35
Bacillus subtilis J2
200 150 100 50 0
Cfu/ml
Cfu/ml
Burkholderia sp. PS4
0
1 OD
100 80 60 40 20 0 0
2
0,2
Burkholderia sp. T9 Cfu/ml
Cfu/ml
140 120 100 80 60 40 20 0 1 OD
0,6
OD
Pseudomonas aeruginosa P2
0
0,4
2
100 80 60 40 20 0 0
1 OD
2
Gambar 17. Kurva Standar Empat Isolat Bakteri Dilihat dari kurva standar diatas, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan Bacillus subtilis J2 memiliki nilai rapat optis (OD) dan nilai populasi terkecil diantara kedua koleksi bakteri lainnya maupun dengan isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9). Sedangkan pertumbuhan isolat lainnya dapat dikatakan cenderung hampir sama dalam setiap nilai OD berbanding dengan SPK. Namun hasil ini memiliki makna lain bila dipandang lebih rinci berdasarkan metode pengukurannya. Metode untuk pengukuran nilai rapat optis menggunakan spektrofotometer yang bila dicermati hasilnya menunjukkan besaran rapat optis bakteri yang diukur, namun faktor kehidupan bakteri diabaikan sehingga spektrofotometer menghitung seluruh jumlah rapat optis bakteri yang muncul. Berbeda halnya dengan metode pengukuran cawan hitung yang hasilnya dapat dipastikan hanya menghitung jumlah populasi bakteri yang hidup saja, karena bakteri yang mati tidak mungkin bisa tumbuh dan ikut terhitung dalam proses
36
pengukuran populasi. Dengan kata lain, masa hidup optimal Bacillus subtilis J2 berlangsung lebih singkat dibandingkan tiga isolat bakteri lainnya, karena setelah diukur dengan menggunakan spektrofotomer menunjukkan hasil rapat optis yang tinggi, namun ketika diuji dengan metode cawan hitung hasil populasinya menunjukkan bahwa Bacillus subtilis J2 tidak serapat hasil perhitungan spektrofotometer. 4.6. Uji Antagonis Isolat bakteri Pengujian antagonis keempat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (Burkholderia sp. PS4, Bacillus subtilis J2 dan Pseudomonas aeruginosa P2) dilakukan dengan metode silang pada cawan petri. Pada Gambar 18 dapat dilihat pengujian antagonis antara 2 isolat bakteri, 3 isolat bakteri dan 4 isolat bakteri berbeda jenis yang ditumbuhkan dalam satu cawan petri. Hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa tidak terjadi aktivitas penghambatan dari pertumbuhan masing-masing bakteri. Hal ini berarti bahwa jika isolat bakteri ditumbuhkan bersamaan dalam satu media maka masing-masing isolat bakteri akan tetap tumbuh dan tidak saling menghambat. Hasil pertumbuhan dari setiap isolat bakteri yang ditumbuhan bersamaan dalam satu media baik 2, 3, dan 4 isolat bakteri berbeda menunjukkan hasil pertumbuhan yang sama dengan pertumbuhan setiap bakteri secara tunggal dalam media.
37
b
a
e
c
d
f
Gambar 18. Pengujian Antagonis dari 2, 3 dan 4 Isolat Bakteri Pada Cawan Petri Keterangan: (a) Burkholderia sp. PS4 (b) Bacillus subtilis J2; (c) Pseudomonas aeruginosa P2; (d) Burkholderia sp. T9; (e) Antagonis 2 dan 3 jenis isolat bakteri; (f) Antagonis 2 dan 4 jenis isolat bakteri
4.2. Penelitian Secara In Vivo Penelitian secara in vivo dilakukan di rumah kaca. Sawi sendok ditumbuhkan pada media tumbuh berupa tanah dan pupuk kandang kemudian diberikan penambahan isolat bakteri secara tunggal maupun kombinasi serta variasi dosis pupuk SP-36 kemudian dilihat pertumbuhannya sesuai dengan peubah yang diamati yaitu jumlah daun, tinggi tanaman dan lebar daun setiap minggu selama 5 minggu. Hasil pengamatan yang ditampilkan selanjutnya berdasarkan minggu ke5 setelah tanam yang dianggap mewakili seluruh perlakuan penelitian.
38
Gambar 19. Pertumbuhan Tanaman Sawi sendok Pada 3 Minggu Setelah Tanam ( ) a. Jumlah Daun Tanaman Sawi sendok Hasil pengamatan jumlah daun tanaman sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini : Tabel 6. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap jumlah daun (helai/tanaman) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST) Kombinasi Bakteri Kontrol Bacillus subtilis J2 Pseudomonas aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 Burkholderia sp. T9 J2+P2 J2+PS4 J2+T9 P2+PS4 P2+T9 PS4+T9 J2+P2+PS4 J2+P2+T9 P2+PS4+T9 J2+PS4+T9 P2+J2+PS4+T9 Rata-rata
Dosis Pemupukan Fosfat (kg/ha) 50 75 100 6,6 6,0 6,6 6,3 7,0 6,3 7,3 6,6 6,6 7,6 7,3 4,3 7,0 6,3 8,0 5,5 7,3 8,0 6,3 6,0 6,0 6,0 6,6
6,3 6,3 5,6 6,3 5,3 8,0 6,6 7,3 7,0 8,0 7,6 6,0 5,6 6,5
7,6 6,6 8,3 6,0 6,3 6,6 5,5 6,6 7,0 6,0 5,6 7,0 7,0 6,6
Rata-rata 6,4 6,5 6,8 7,2 6,7 6,1 6,4 6,0 7,5 5,5 6,4 7,3 6,7 7,1 6,3 6,2
Pada minggu ke-5 kombinasi bakteri P2+PS4 meningkatkan rata-rata jumlah daun pada tanaman sawi sendok paling besar dibandingkan kontrol yaitu sebesar 17,18% dari rata-rata 6,4 helai/tanaman menjadi 7,5 helai/tanaman. Sedangkan
39
rata-rata jumlah daun paling kecil ditunjukkan oleh kombinasi bakteri P2+T9 yaitu sebesar 5,5 helai/tanaman. Efektivitas BPF dalam melarutkan unsur P yang terikat sangat berkaitan erat dengan cara beradaptasi dari BPF dengan lingkungannya. Dikemukakan oleh Subba Rao (1982), bahwa lingkungan yang baik dan cocok untuk jenis BPF tertentu akan meningkatkan aktivitasnya dalam mengeluarkan asam-asam organik, enzim dan hormon-hormon tumbuh untuk melarutkan unsur P tanah. Pada tahap perlakuan pupuk SP-36 minggu ke-5 semua perlakuan pupuk memberikan hasil yang relatif sama terhadap rata-rata jumlah daun yaitu antara 6,5 – 6,6 helai/tanaman.
b. Tinggi Tanaman Sawi Sendok Hasil pengamatan tinggi tanaman sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 7 di bawah ini : Tabel 7. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap tinggi tanaman (cm/tanaman) pada minggu ke 5 setelah tanam (MST). Pemupukan Fosfat (kg/ha) Kombinasi Rata-rata Bakteri 50 75 100 29,0 28,0 26,2 Kontrol 27,7 Bacillus subtilis J2 23,5 23,6 23,3 23,5 Pseudomonas 28,3 22,0 25,0 25,1 aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 30,6 21,3 23,4 25,1 Burkholderia sp. T9 27,5 22,6 26,7 25,6 J2+P2 18,6 28,3 30,3 24,2 J2+PS4 27,5 18,1 25,8 23,8 J2+T9 21,9 21,5 25,8 23,0 P2+PS4 28,0 22,6 24,3 25,0 P2+T9 25,1 16,8 19,0 20,3 PS4+T9 16,5 25,3 24,6 22,1 J2+P2+PS4 24,8 19,1 29,1 24,3 J2+P2+T9 23,5 18,0 22,5 21,3 P2+PS4+T9 28,3 23,1 20,6 24,0 J2+PS4+T9 22,7 17,6 27,6 22,6 P2+J2+PS4+T9 21,0 20,1 29,0 23,3 Rata-rata 21,8B 23,5B 25,2A *angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%
Hasil pengamatan pada minggu 5 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman sawi sendok paling besar diperlihatkan oleh kontrol sebesar 27,7 cm/tanaman. Sedangkan pada minggu ke-5 perlakuan pupuk 100% dapat memberikan pengaruh yang lebih baik sebesar 7,23% terhadap rata-rata tinggi tanaman dibandingkan
40
dengan perlakuan pupuk 75% dan sebesar 15,59% dibandingkan dengan perlakuan pupuk 50% . Buntan (1992) menjelaskan fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk energi dan pertumbuhan diantaranya untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, dan memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah.
c. Lebar Daun Tanaman Sawi Sendok Hasil pengamatan lebar daun sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 8 di bawah ini : Tabel 8. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap lebar daun (cm/tanaman) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST). Pemupukan Fosfat (kg/ha) Kombinasi Rata-rata Bakteri 50 75 100 Kontrol 7,0 abcB 5,7 abcB 6,0 abcA 6,2 Bacillus subtilis J2 5,8 abcB 6,4 abcB 5.,5 abcA 5,9 Pseudomonas 4,8 abcB 6,5 abcB 5,1 abcA 5,4 aeruginosa P2 5,9 aB 6,7 aA 6,5 Burkholderia sp. PS4 7,0 aB Burkholderia sp. T9 5,4 abcB 6,4 abcB 6,1 abcA 5,9 J2+P2 4,9 abcB 3,3 abcB 8,0 abcA 5,4 J2+PS4 3,6 abcB 6,7 abcB 6,3 abcA 5,5 J2+T9 4,9 abcB 4,3 abcB 5,9 abcA 5,0 P2+PS4 4,6 abcB 6,7 abcB 5,4 abcA 5,5 P2+T9 4,3 cB 5,2 cB 4,3 cA 4,6 PS4+T9 5,9 cB 3,4 cB 4,8 cA 4,7 J2+P2+PS4 4,8 abcB 5,5 abcB 7,2 abcA 5,8 J2+P2+T9 4,0 abcB 5,4 abcB 5,8 abcA 5,1 P2+PS4+T9 6,2 abB 6,6 abB 6,4abA 6,4 J2+PS4+T9 3,9 bcB 4,2 bcB 6,2bcA 4,8 P2+J2+PS4+T9 4,6 abcB 4,6 abcB 6,7 abcA 5,6 Rata-rata 5,0 5,5 6,1 *angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom dan huruf besar yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%
Hasil interaksi perlakuan bakteri dan dosis pemupukan paling baik pada minggu 5 dalam mempengaruhi lebar daun tanaman sawi sendok diperlihatkan oleh perlakuan Burkholderia sp. PS4 dengan dosis pemupukan 75 kg/ha yaitu sebesar 7,0 cm/tanaman atau lebih baik dari perlakuan kontrol sebesar 0,22%. Menurut Wijaya (2008) pada tanaman yang kekurangan P pertumbuhan luas daun akan terhambat, karena terjadi penurunan tekanan hidrolik akar,
41
menghambat pembelahan sel dan pembesaran sel. Terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh sintesis karbohidrat yang tidak berjalan secara optimal. P juga berperan dalam pelebaran daun sehingga dengan daun yang lebar, maka akan semakin banyak cahaya yang diserap, dengan begitu akan mempengaruhi kelangsungan proses fotosintesis. Penggabungan beberapa jenis bakteri dengan dosis yang sama, diasumsikan juga akan mengakibatkan terjadi persaingan antar bakteri dalam memenuhi kebutuhan energinya. Bakteri yang digabungkan terkadang dapat bersifat patogen terhadap bakteri lain, sehingga bakteri yang lemah akan mati dan total populasinya akan semakin menurun. Husen (2004) melaporkan bahwa, interaksi beberapa bakteri yang hidup pada wadah yang sama terkadang ada yang bersifat patogen, yang dapat menurunkan populasi bakteri yang lain. Hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan bakteri tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri dengan total populasi yang lebih besar akan lebih dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.
d. Berat Basah Tanaman Sawi Sendok Hasil perlakuan bakteri yang paling baik dalam mempengaruhi rata-rata berat basah tanaman sawi sendok diperlihatkan oleh perlakuan Burkholderia sp. PS4 sebesar 18,3 gram/tanaman. Pada perlakuan variasi dosis pupuk 50% dan 75% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Tetapi perlakuan pupuk 100% lebih tinggi dalam mempengaruhi berat basah tanaman sawi sendok dibandingkan dengan perlakuan pupuk 50% dan 75%. Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan pupuk 100% berpengaruh paling baik pada berat basah tanaman sawi sendok.
42
Hasil pengamatan berat basah tanaman sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 9 di bawah ini : Tabel 9. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap berat basah (gram/tanaman) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST). Pemupukan Fosfat (kg/ha) Kombinasi Rata-rata Bakteri 50 75 100 Kontrol 11,3 12,5 14,7 12,8 ab Bacillus subtilis J2 8,0 8,9 15,6 10,8 bcd Pseudomonas 4,9 15,3 10,3 10,2 bcd aeruginosa P2 9,7 20,4 25,0 Burkholderia sp. PS4 18,3 a Burkholderia sp. T9 6,0 10,2 10,6 8,9 bcd J2+P2 7,3 5,2 25,1 12,5 ab J2+PS4 4,9 5,8 15,0 8,6 bcd J2+T9 16,9 2,3 11,3 10,2 bcd P2+PS4 8,7 10,4 12,1 10,4 bcd P2+T9 5,3 1,7 5,4 4,1 d PS4+T9 4,8 6,2 3,5 4,8 cd J2+P2+PS4 4,3 12,3 20,2 12,3 ab J2+P2+T9 6,6 5,9 8,3 6,9 bcd P2+PS4+T9 16,4 12,0 10,2 12,8 ab J2+PS4+T9 6,7 5,1 10,9 7,6 bcd P2+J2+PS4+T9 9,3 9,9 16,7 11,9 abc Rata-rata 9,0B 8,2B 13,4A *angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom dan huruf besar yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%
Pada penelitian Widawati, 2006 pemberian inokulan BPF akan memperbaiki struktur tanah dan stabilitas agregat naik sehingga memudahkan penetrasi akar ke dalam tanah guna menyerap nutrisi yang tersedia. Selanjutnya proses fotosintesis senyawa penting lainnya untuk pertumbuhan akan meningkat sehingga menghasilkan asimilat yang tinggi dan dampaknya akan tampak pada kenaikan bobot daun segar sawi sendok bila dibandingkan dengan kontrol. Meningkatnya hasil tanaman akibat perlakuan bakteri pelarut P diperkirakan selain menghasilkan asam-asam organik yang dapat meningkatkan ketersedian P juga karena bakteri tersebut dapat menghasilkan phytohormon (Arshad dan Frankenberger, 1993). BPF juga menghasilkan enzim fosfatase yang berperan dalam meningkatkan mineralisasi P organik (Subba Rao, et al 1982 b) dari pupuk kandang, sehingga P tersedia menjadi lebih tinggi dan P yang diserap oleh tanaman menjadi lebih banyak.
43
e. Serapan P Tanaman Sawi Sendok Hasil pengamatan serapan P tanaman sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 10 di bawah ini : Tabel 10. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap serapan P (gram/tanaman) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST). Pemupukan Fosfat (kg/ha) Kombinasi Rata-rata Bakteri 50 75 100 Kontrol 0,72 aB 0,81 aAB 0,81 aA 0,78 Bacillus subtilis J2 0,45 abB 0,63 abAB 0,72 abA 0,60 Pseudomonas 0,27 abB 0,99 abAB 0,54 abA 0,60 aeruginosa P2 0,63 aB 0,99 aA 0,93 Burkholderia sp. PS4 1,17 aAB Burkholderia sp. T9 0,45 abB 0,45 abAB 0,72 abA 0,54 J2+P2 0,27 abB 0,36 abAB 0,27 abA 0,30 J2+PS4 0,27 abB 0,72 abAB 0,54 abA 0,51 J2+T9 0,72 abB 0,09 abAB 0,63 abA 0,48 P2+PS4 0,45 abB 0,90 abAB 0,63 abA 0,66 P2+T9 0,27 bB 0,36 bAB 0,27 bA 0,30 PS4+T9 0,72 abB 0,18 abAB 0,45 abA 0,45 J2+P2+PS4 0,18 aB 0,72 aAB 0,72 aA 0,54 J2+P2+T9 0,18 abB 0,63 abAB 0,45 abA 0,42 P2+PS4+T9 0,63 abB 0,81 abAB 0,36 abA 0,39 J2+PS4+T9 0,27 abB 0,63 abAB 0,63 abA 0,51 P2+J2+PS4+T9 0,27 abB 0,54 abAB 0,99 abA 0,60 Rata-rata 0,42 0,61 0,61 *angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom dan huruf besar yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%
Hasil interaksi perlakuan bakteri dan dosis pemupukan paling baik dalam mempengaruhi serapan P tanaman sawi sendok diperlihatkan oleh perlakuan Burkholderia sp. PS4 dengan dosis 75 kg/ha yaitu sebesar 1,17 gram/tanaman. Hal ini dimungkinkan akibat terjadinya kompetisi dari beberapa bakteri yang dikombinasikan ketika diaplikasikan pada tanaman sawi sendok. Kompetisi atau persaingan antara mikroorganisme dapat terjadi apabila berada dalam ruang yang terbatas dengan kandungan nutrisi yang tidak tersedia dalam jumlah yang cukup (Wei et al., 1995). Isolat BPF tunggal seperti jenis Bacillus megaterium dan B. pantothenticus mampu menghasilkan bobot kering daun kumis kucing tertinggi (113,90 gram/pot) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Widawati dkk., 2002). Wahyuningsih dkk. (1995) juga mengemukakan, bahwa isolat tunggal dapat meningkatkan secara Burkholderia sp. PS4 menunjukkan hasil paling tinggi terhadap serapan P dibandingkan dengan kontrol.
44
Bakteri yang berasal dari tanah yaitu Burkholderia sp. T9 pada penelitian secara in vitro menunjukkan hasil paling baik dalam pelarutan fosfat dibandingkan dengan tiga isolat bakteri koleksi. Tetapi pada penelitian secara in vivo kemampuan Burkholderia sp. T9 dalam melarutkan fosfat yang terikat menjadi menurun. Hal ini disebabkan adanya mikrob indigenus yang berasal dari media tanam yang tidak dapat hidup bersinergis Burkholderia sp. T9 sehingga kemampuannya dalam melarutkan fosfat menurun. Sedangkan tiga isolat bakteri koleksi memiliki keunggulan dalam pengaplikasiannya pada media tanam yaitu diisolasi sebagai antagonis terhadap penyakit sehingga lebih mampu mengatasi mikrob indigenus.
f. Analisis P Dalam Jaringan Tanaman Hasil pengamatan P dalam jaringan tanaman sawi sendok pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 11 di bawah ini : Tabel 11. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap P dalam jaringan (%) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST). Pemupukan Fosfat (kg/ha) Kombinasi Rata-rata Bakteri 50 75 100 Kontrol 1,5 abcdB 1,4 abcdB 1,2 abcdA 1,4 Bacillus subtilis J2 0,8 bcdB 0,8 bcdB 1,3 bcdA 1,0 Pseudomonas 0,5 bcdB 1,8 bcdB 1,0 bcdA 1,1 aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 1,3 abcB 1,9abcB 1,5 abcA 1,5 Burkholderia sp. T9 1,1 bcdB 1,1 bcdB 1,4 bcdA 1,2 J2+P2 0,8 abB 0,6 abB 3,5 abA 1,6 J2+PS4 0,6 bcdB 1,4 bcdB 1,3 bcdA 1,1 J2+T9 1,5 bcdB 0,2 bcdB 1,3 bcdA 1,0 P2+PS4 1,0 abcdB 1,7 abcdB 1,4 abcdA 1,3 P2+T9 0,5 dB 0,7 dB 0,6 dA 0,6 PS4+T9 0,7 dB 0,4 dB 0,8 dA 0,7 J2+P2+PS4 1,0 abcdB 0,7 abcdB 2,1 abcdA 1,3 J2+P2+T9 0,4 bcdB 1,3 bcdB 0,9 bcdA 0,9 1,3 aB 1,5 aB 2,0 P2+PS4+T9 3,3 aA J2+PS4+T9 0,5 bcdB 0,5 bcdB 1,3 bcdA 0,8 P2+J2+PS4+T9 0,6 bcdB 0,6 bcdB 1,8 bcdA 1,0 Rata-rata 0,9 1,0 1,5 *angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom dan huruf besar yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%
45
Hasil interaksi perlakuan bakteri dan dosis pemupukan paling baik dalam mempengaruhi P dalam jaringan tanaman sawi sendok diperlihatkan oleh perlakuan kombinasi bakteri bakteri P2+PS4+T9 dengan dosis 100 kg/ha yaitu sebesar 3,3%. Han dan Lee (2005) melaporkan bahwa mikrob tanah seperti bakteri Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dapat mengeluarkan asam-asam organik seperti asam formiat, asetat, dan laktat yang bersifat dapat melarutkan bentukbentuk sukar larut. Asam-asam organik yang dikeluarkan oleh bakteri ini dapat membentuk khelat (kompleks stabil) dengan kation-kation pengikat P di alam tanah seperti Al3+ dan Fe3+. Khelat tersebut dapat menurunkan reaktivitas ion-ion tersebut sehingga menyebabkan pelarutan fosfat yang efektif sehingga dapat diserap oleh tanaman.
g. Analisis P Dalam Tanah Hasil pengamatan P tanah pada minggu ke-5 ditunjukkan pada Tabel 12 di bawah ini : Tabel 12. Pengaruh pemberian isolat bakteri dan variasi dosis pupuk terhadap P dalam tanah (ppm) pada minggu ke-5 setelah tanam (MST). Pemupukan Fosfat (kg/ha) Kombinasi Rata-rata Bakteri 50 75 100 Kontrol 6,0 ghC 7,5 ghB 6,8 ghA 6,8 Bacillus subtilis J2 10,4 cdefC 8,9 cdefB 11,6 cdefA 10,3 Pseudomonas 6,8 ghC 7,7 ghB 7,8 ghA 7,4 aeruginosa P2 Burkholderia sp. PS4 7,2 fghC 9,8 fghB 8,1 fghA 8,4 Burkholderia sp. T9 4,6 hC 5,7 hB 8,4 hA 6,2 J2+P2 6,9 defC 15,1 defB 8,6 defA 10,2 J2+PS4 8,8 cdefC 14,9 cdefB 7,5 cdefA 10,4 J2+T9 6,8 abcC 5,5 abcB 26,7 abcA 13,0 P2+PS4 6,7 efghC 9,1 efghB 10,3 efghA 8,7 12,3 aC 13,0 aB 15,3 P2+T9 20,7 aA PS4+T9 5,9 efgC 10,5 efgB 10,6 efgA 9,0 J2+P2+PS4 13,2 bcdeC 8,1 bcdeB 12,6 bcdeA 11,3 J2+P2+T9 13,7 abC 12,6 abB 14,0 abA 13,4 P2+PS4+T9 5,9 efghC 9,6 efghB 10,4 efghA 8,6 J2+PS4+T9 8,1 abcdC 12,0 abcdB 18,3 abcdA 12,8 P2+J2+PS4+T9 10,1 bcdC 15,8 bcdB 11,3 bcdA 12,4 Rata-rata 8,3 10,4 12,1 *angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam satu kolom dan huruf besar yang sama dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut DMRT 5%
46
Hasil interaksi perlakuan bakteri dan dosis pemupukan paling baik dalam mempengaruhi P dalam tanah diperlihatkan oleh perlakuan kombinasi bakteri P2+T9 dengan dosis 100 kg/ha yaitu sebesar 20,7 ppm. Aktivitas pelarut fosfat oleh bakteri tetap tergantung pada lingkungannya, seperti jenis vegetasi, kelembaban, suhu, aerasi, dan reaksi tanah (Supriyo et al., 1992). Taha (1969) mengemukakan bahwa faktor kimia dan fisik tanah, serta vegetasi, rotasi tanaman dan kondisi lingkungan sangat mempengaruhi keberadaan bakteri. Terjadinya hal tersebut memang tidak terlepas dari fungsi timbal balik antara tanaman dan mikrob tanah indigenus dan yang terkandung dalam inokulan yang diinokulasikan pada tanaman. Menurut Hakim et al., (1986) unsur fosfor sangat penting karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan, oleh karena itu unsur P diperlukan dalam peningkatan produksi pertanian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN 1. Isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro yaitu 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (Burkholderia sp. PS4, Bacillus subtilis J2 dan Pseudomonas aeruginosa P2) dan satu isolat asal tanah (Burkholderia sp. T9) merupakan Bakteri Pelarut Fosfat dan mampu melarutkan senyawa fosfat terikat. 2. Isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro yaitu 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (Burkholderia sp. PS4, Bacillus subtilis J2 dan Pseudomonas aeruginosa P2) dan satu isolat asal tanah (Burkholderia sp. T9) dapat menghasilkan enzim fosfatase untuk melarutkan fosfat organik. 3. Isolat bakteri Burkholderia sp. T9 memiliki kemampuan paling baik dalam melarutkan fosfat terikat secara in vitro sedangkan isolat bakteri Burkholderia sp. PS4 memiliki kemampuan paling baik dalam melarutkan fosfat terikat secara in vivo sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi sendok. 4. Isolat bakteri yang diaplikasikan secara tunggal memberikan hasil pelarutan fosfat terikat yang lebih baik dibandingkan kombinasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sawi sendok. 5. Perlakuan bakteri dan variasi dosis pupuk SP-36 mampu mengurangi penggunaan pupuk fosfat anorganik sebesar 25 kg/ha pada parameter lebar daun dan serapan p tanaman sawi sendok. 5.2.
SARAN Dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan empat isolat bakteri yang
diujikan pada skala lapang dan pembuatan formula biofertilizer dari bakteri terpilih agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas.
48
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Mycrobiology. 2nd Ed. John Wiley and Sons. New York. 467 p. Anonim. 2008. Marker Molekuler. http://www.fp.unud.ac.id [diakses tanggal 2 Desember 2012]. Arshad, M. and W.T. Frankenberger. 1993. Microbial Production of Plant Growth Regulator. p: 307-347. In. F.B. Metting. 1993. Soil Microbial Ecology. Marcel Dekker, Inc. Newyork-Basel-Hongkong. Asea, P.E.A., R.M.N. Kucey, and J.W.B. Stewart. 1988. Inorganic phosphate solubilization by two Penicillium species in solution culture and soil. Soil Biol. Biochem. 20: 459-464. Banik, S. and B.K Dey. 1982. Available phosphate content of on alluvial soil as influenced by inoculation of some isolated phosphate-solubilizing microorganism. Plant Soil. 69:353-364. Beauchamp, E.G. and D.J. Hume. 1997. Agricultural soil manipulation: The use of bacteris, manuring, and plowing. p. 643-664. In J.D. van Elsas, J.T. Trevors, and E.M.H. Wellington (Eds.). Modern Soil Microbiology. Marcel Dekker, New York. Biantary, Maya P. 2011. Pengaruh Pupuk (Urea Dan Sp-36) Dan Plant Activator Terhadap Pertumbuhan Anakan Rotan Pulut Merah (Calamus Flabelloides). Fakultas Pertanian Universitas 17 Agustus 1945, Samarinda. Bray R.H., and L.T. Kurtz. 1945. Determination of total, organic and available forms of phosphorus in soils. Soil Sci. 59:39-45. Buntan, A. 1992. Efektivitas Bakteri Pelarut Fospat dan Kompos terhadap Peningkatan Serapan P dan Efisiensi Pemupukan P pada Tanaman Jagung IPB Bogor. Cattelan, A.J., P.G. Hartel, and J.J. Fuhrmann. 1999. Screening for plant growthpromoting rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil Sci.Soc.Am.J. 63: 1.670-1.680. Chen, X., J.J. Tang, Z.G. Fang, and S. Hu. 2002. Phosphate-solubilizing microbes in rhizosphere soils of 19 weeds in southeastern China. Journal of Zhejiang University Science. 3: 355-361
49
De Freitas, J.R., M.R. Banerjee, and J.J. Germida. 1997. Phosphatesolubilizing rhizobacteria enhance the growth and yield but not phosphorus uptake of canola (Brassica napus L.). Biol. Fertil. Soils. 24: 358-364. Dev, G. 1996. Use rock phosphate in food grains production under irrigated and rainfed condition in India. In : Nutrient Management for Sistainable Food Production in Asia. International Conference in Asia, at December 9-12 1996, Bali, Indonesia. Agency for agricultural Research and Development (AARD). Ministry of Agriculture Republic of Indonesia. p.248-258. Earl, K.D., J.K. Syers, and J.R. Mc Laughlin. 1979. Origin of the effect of citrate, tartarate, and acetate on phosphate sorption by soils and synthetic gels. Soil Sci. Am. J. 43: 476-678. FAO. 1972. Nutrisi Tanaman Pangan. Food and Agricultural Organization of The United Nations, Roma. hlm 85. Fatmarina S. 2000. Pengaruh Sinergisme Mikroorganisme Terhadap Pertumbuhan Tanaman hortikuHtura. Bandung: Fakultas Teknologi Industri Pertanian, UNPAD. FNCA Biofertilizer Project Group. 2006. Biofertilizer Manual. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). Japan Atomic Industrial Forum, Tokyo. Gaur, A.C, R.S. Mathur, and K.V. Sadasivam. 1980. Effect of organic materials and phosphate-dissolving culture on the yield of wheat and greengram. Indian. J. Agron. 25:501-503. Gardner, F.P., Pearce R.B, dan Mitchell, R. L. diterjemahkan oleh Susilo, H dan Subiyanto., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta. Gazperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung. hlm 185. Glick BR, Karaturovic DM, P.C. Newell PC. 1995. A novel procedure for rapid isolation of plant growth promoting pseudomonads. Can J Microbiol 41: 533-536. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Unila, Lampung. Han HS, Lee KD. 2005. Physiological responses of soybean-inoculation of Bradyrhizobium japonicum with PGPR in saline soil conditions. Res. J. Agric.Biol.Sci. 1(3): 216-221. Handayanto, E dan Hairiyah,K.2007. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Edisi 3. Pustaka Adipura.
50
Havlin, J.L., J.P. Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers, an Introduction to Nutrient Management. 6th. Prentice Hall. New Jersey. Hifnalisa. 1998. Populasi Mikroorganisme Pelarut Fosfat Pada Berbagai Tipe Penggunaan lahan dan Peranannya dalam Transformasi P anorganik Tanah. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Husen E. 2004. Screening Of Soil Bacteria For Plant Growth Promoting Activities in vitro. Short communication. Indonesian J Agric Sci. 4: 27-31. Jones, U.S. 1982. Fertilizer and Soil Fertility. 2nd ed. Reston Publ. Co. Reston, Virginia. Joner, E.J., I.M. Aarle, and M. Vosatka. 2000. Phosphatase activity of extraradical arbuscular nycorrhiza hyphae: a review. Plant soil. 226:199-210. Kasmita, R. 2010. Isolasi, Karakterisasi, Dan Identifikasimolekuler Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) Dari Beberapa Sampel Tanah Di Bogor, Nusa Tenggara Barat (NTB), Dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Khan, J.A. and R.M Bhatnagar. 1977. Studies on Solubilization of insoluble phosphates by microorganism. I. Solubilization of Indian phosphate rocks by Aspergillus niger and Penicillium sp. Fert. Technol. 14:329-333. Kloepper, J.W., & Schroth, M.N. 1978. Plant growth-promoting rhizobacteria on radish. 879-882. Dlm. Proc. 4th into Conf. Plant Pathogenic Bact. GibertClarey,Tours, Franco. Kloepper J.W., W. Mahaffee, J.A. Mcinroy, and P.A. Backman. 1991. Comparative analysis of isolation methods for recovering root-colonizing bacteria from roots. P.252-255. The second international workshop in PGPR. Interlaken, Switzerland, October 14-19, 1990. Kloepper JW. 1993. Plant growth promoting rhizobacteria as biological control agents. In: Meeting Jr FB (ed.) Soil Microbial Ecology, Applications in Agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker, Inc. New York. p. 255-274 Lal.L. 2002. Phosphate Biofertilizer. Agrotech. Publ. Academy. Udalpur, India. Lazo, G.R., Roeffey R., and Gabriel, D.W. 1987. Conservation of plasmid DNA sequences and pathovar identification of strains Xanthomonas camprestis. Phytopathol. 77: 448-453. Lynch, J.M. 1983. Soil Biotechnology: Blackwell Sci. Pub. Co., London. 191p.
51
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda, Bogor. Nagarajah, S., A.M. Posneer, and J.P. Ouirk. 1970. Description of phosphate from kaolinite by citrate an bicarbonate. Soil Sci. Am. J. 32:507-510 Norris, J.R., R.C.W. Berkeley, N.A.Logan, And A.G.O’Donnell. 1981. The Genera Bacillus and Sporalactobacillus. In : The Prokaryotes, Vol 2. SpringerVerlag, New York : 1711-1742. Paul, E.A. and F.E. Clark. 1989. Phosphorus transformation in soil. In soil microbiology and Biochemistry. Academic Press, Inc. Harcount Brace Jovanovich, Publ.n New York. Premono, M.E. 1994. Jasad Renik Pelarut Fosfat : Pengaruhnya Terhadap P Tanah dan Efisiensi Pemupukan P tanaman Tebu. Disertasi. Pascasarjana. Insitut Pertanian Bogor. Premono, dan R. Widyastuti. 1994. Stabilitas Pseudomonas putida dalam medium pembawa dan potensinya sebagai pupuk hayati. Hayati. 1(2):55-58. Rachmiati, Y. 1995. Bakteri Pelarut Fosfat dari Rhizosfer tanaman dan kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Prosiding kongres nasional VI HITI, Jakarta, 12-15 Desember 1995. Rizqiani, N. F; Ambarwati E; Yuwono Widya N. 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman. Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan Gizi. ITB, Bandung. Rukmana. 1994. Bertanam Pakchoy. Kanisius, Yogyakarta Russel, E. W. 1988. Soil Conditions and Plant Growth. 1 th Ed. Longman, New York. Saleh, H.M., A.I. Yahya., A.M. Abdul-Rahem, and H. Munam. 1989. Availability of phosphorus in a calcareous soil treated with rock phosphateor superphosphate as affected by phosphate dissolving fungi. Plant Soil. 120: 181-185. Saputra, R., 2007. Pemanfaatan Zeolit Sintesis sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Industri. Erlangga, Jakarta.
52
Simanungkalit, R.D.M and R. Saraswati 1993. Application of biotechnology on biofertilizer production in Indonesia. pp. 45-57. In S. Manuwoto, S. Sularso, and K. Syamsu (Eds.). Proc. Seminar on Biotechnology : Sustainable Agriculture and Alternative Solution for Food Crisis. PAUBioteknologi IPB, Bogor. Saraswati R, dan Sumarno 2008. Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sebagai komponen teknologi pertanian. Iptek Tanaman Pangan 3(1): 49 – 50. Salvin. M. C., H. Taylor, J.H. Gorres, J.A. Amador. 2000. Seasonal Variation in acis phosphatase activity as a function of landscape position and nutrient inputs. Agron. 92:391. Seshadri S, Ignacimuthu,dan Lakshminarsimhan C, 2002. Variations in Heterotrophic and Phosphatesolubilizing Bacteria from Chennai, Southeast Coast of India. Indian J. Mar. Sci. 31: 69–72. Setiawati, Tri Candra. 1998. Efektivitas Mikroba Pelarut P dalam meningkatkan ketrsediaan P dan Pertumbuhan Tembakau Besuki Na-Oogst (Nicotiana tabaccum L). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Simanungkalit, R. Suriadikarta, Didi, dkk. 2006. Pupuk organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing Co., New Delhi. Subba-Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Terjemahan Susilo H. dari Soil Microorganisms and Plant Growth. UI Press, Jakarta. Supriyo, H., N. Matsue, and N. Yoshinaga. 1992. Chemistry and mineralogy of some soils from Indonesia. Soil Science Plant Nutrition 38 (2): 217-225 Suwandi dan N, Nurtika, 1997. Pengaruh pupuk cair biokimia “Sari Humus” pada tanaman kubis. Buletin Penelitian Hortikultura 15(20): 213-218. Tabatabai, M.A. and J.M. Bremner. 1969. Use of p-nitrophenyl phosphate for assay of soil phosphatase activity. Soil Biol. Biochem. 1:301-307. Taha, S.M., and S.A.Z. Mahmoud, A.H. El-Damaty, and A.M. Abd. El-Hafez. 1969. Activity of phosphate-dissolving bacteria in Egyptian soils. Plant Soil. 31(1): 149-160.
53
Tatiek, H. 1991. Bakteri Pelarut Fosfat Asal Beberapa Jenis Tanah dan Efeknya terdapat pertumbuhan dan hasil jagung (Zea mays L). Disertasi Universitas Padjadjaran, Bandung. Tisdale, S.A., W.L. Nelson, J.M. Beaton and J.L. Havlin. 1993. Soil Fertility and Fertilizers. Macmillan Publising co. New York Wahyuningsih, S., R.S. Mieke, dan N.F. Betty, 1995. Pengaruh aplikasi inokulan bakteri pelarut fosfat (Pseudomonas cereviseae dan Pseudomonas sp) dan pupuk organik terhadap ketersediaan P dan populasi BPF pada humic hapdludults seri Jatinangor. Prosiding Kongres Nasional VI HITI. Jakarta: 12-15 Desember 2005. Wei R, Langille S, Quintero E. 1995. Structure, function and immunochemistry of bacterial exopolysaccharides. J. Industrial Microbiol. 15(4): 339-346. Weller, D.M. 1988. Biological control of soil borne pathogens in the rhizosphere with bacteria. Annu. Rev. Pythopathology. 26: 379-407 Widawati, S., Suliasih, dan H.J.D. Latupapua. 2005. Studi awal jenis bakteri pelarut fosfat dan penambat nitrogen yang diisolasi dari tanah Kebun Biologi Wamena, Jaya wijaya-Papua. Gakuryoku. 11 (2): 147-150. Widawati, S., Suliasih. 2006. Augmentasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) Potensial sebagai Pemacu Pertumbuhan Caysin (Brasica caventis Oed.) di Tanah Marginal. Biodiversitas. 7 (1): 10-14. Wijaya, K.A. 2008. Nutrisi Tanaman sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami pada Tanaman. Prestasi Pustaka, Jakarta. Williams, C.N., J.O. Uzo, and W.T.H Peregrine. 1993. Vegetable production in the tropics. Longman group UK limited. London.374p. Yuwono, T. 2005. Biologi Molekular. Erlangga, Jakarta.
55
Lampiran 2. Komposisi Media Yang Dipakai Komposisi Media Nutrient Agar (1000 ml) Beef Extract Peptone NaCl Agar bacto
10 10 5 15
gr gr gr gr
Komposisi Media Pikovskaya (1000 ml) Glukosa Ca3(PO4)2 (NH4)2SO4 MgSO4.2H2O MnSO4 FeSO4 Yeast Ekstrak Agar bacto
10 5 0,5 0,1 sedikit sedikit 0,5 15
gr gr gr gr
gr gr
Komposisi Media Nutrient Broth (1000 ml) Beef Extract Peptone NaCl
10 10 5
gr gr gr
Lampiran 3. Sidik Ragam Jumlah Daun Sumber db JK Keragaman Bakteri 15 38.00000000 Pupuk 2 0.01388889 Bakteri*Pupuk 30 66.87500000
KT
F hitung
Pr > F
2.53333333 0.00694444 2.22916667
1.27 0.00 1.12
0.23tn 0.99tn 0.33tn
*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%
Lampiran 4. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Sumber Db JK KT Keragaman Bakteri 15 425.681944 28.378796 Pupuk 2 400.325972 200.162986 Bakteri*Pupuk 30 1129.831806 37.661060
F hitung
Pr > F
0.97 6.84 1.29
0.49tn 0.001* 0.17tn
*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%
56
Lampiran 5. Sidik Ragam Lebar Daun Sumber Db JK KT Keragaman Bakteri 15 47.1732639 3.1448843 Pupuk 2 26.5109722 13.2554861 Bakteri*Pupuk 30 100.2756944 3.3425231
F hitung
Pr > F
1.50 6.31 1.59
0.1219tn 0.0027* 0.0472*
*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%
Lampiran 6. Sidik Ragam Berat Basah Sumber db JK KT Keragaman Bakteri 15 1627.807778 108.520519 Pupuk 2 759.616250 379.808125 Bakteri*Pupuk 30 1812.032639 60.401088
F hitung
Pr > F
2.52 8.82 1.40
0.0035* 0.0003* 0.1109tn
*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%
Lampiran 7. Sidik Ragam Serapan P Tanaman Sumber db JK KT Keragaman Bakteri 15 3.85913264 0.17060884 Pupuk 2 2.84801250 0.85400625 Bakteri*Pupuk 30 7.59123194 0.43970773
F hitung
Pr > F
1.00 4.57 1.75
0.490tn 0.0180* 0.0260*
*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%
Lampiran 9. Sidik Ragam P Dalam Jaringan Tanaman Sumber db JK KT Keragaman Bakteri 15 1934615623 128974375 Pupuk 2 1185072147 592536073 Bakteri*Pupuk 30 2997876652 99929222
F hitung
Pr > F
2.48 11.41 1.92
0.004* < .0001* 0.0089*
*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%
Lampiran 10. Sidik Ragam P Dalam Tanah Sumber db JK KT Keragaman Bakteri 15 918.271833 61.218122 Pupuk 2 339.636179 169.818090 Bakteri*Pupuk 30 1252.122887 41.737430
F hitung
Pr > F
9.27 25.7 6.32
<.0001* <.0001* <.0001*
*angka-angka yang diikuti oleh bintang dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 5%
57
Lampiran 11. Hasil analisis sekuen gen 16S rRNA dari empat isolat BPF pada data GenBank : Bakteri T9 16S ribosomal RNA, partial sequence : ACATGCAGTCGACGGCAGCACGGGTGCTTGCACCTGGTGGCGAGTGGCGAACGGGTGAGT AATACATCGGAACATGTCCTGTAGTGGGGGATAGCCCGGCGAAAGCCGGATTAATACCGC ATACGATCCACGGATGAAAGCGGGGGACCTTCGGGCCTCGCGCTATAGGGTTGGCCGATG GCTGATTAGCTAGTTGGTGGGGTAAAGGCCTACCAAGGCGACGATCAGTAGCTGGTCTGA GAGGACGACCAGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGT GGGGAATTTTGGACAATGGGCGAAAGCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGC CTTCGGGTTGTAAAGCACTTTTGTCCGGAAAGAAATCCTTGGCTCTAATACAGTCGGGGG ATGACGGTACCGGAAGAATAAGCACCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGT AGGGTGCGAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGTGCGCAGGCGGTTTGCTAAGA CCGATGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATTGGTGACTGGCAGGCTAGAGTA TGGCAGAGGGGGGTAGAATTCCACGTGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAATA CCGATGGCGAAGGCAGCCCCCTGGGCCAATACTGACGCTCATGCACGAAAGCGTGGGGAG CAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCCTAAACGATGTCAACTAGTTGTTGGGG ATTCATTTCCTTAGTAACGTAGCTAACGCGTGAAGTTGACCGCCTGGGGAGTACGGTCGC AAGATTAAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGACCCGCACAAGCGGTGGATGATGTGGATTA NTTCGATGCAACGCGAAAAACCTTACCTACCCTTGACATGGTCGGAATCCTGCTGAGAGG TGGGAGTGCTCGAAAGAGAACCGGCGCACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTC GTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTCCTTAGTTGCTACGCAAG AGCACTCTAAGGAGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCCT CATGGCCCTTATGGGTAGGGCTTCACACGTCATACAATGGTCGGAACAGAGGGTTGCCAA CCCGCGAGGGGGAGCTAATCCCAGAAAACCGATCGTAGTCCGGATTGCACTCTGCAACTC GAGTGCATGAAGCTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCATGCCGCGGTGAATACGTTC CCGGGTCTTGTACACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTGGGTTTTACCAGAAGTGGCTAG TCTAACCGCAAGGAGGACGGTCACCACGGNAGAT
Asal Bakteri yang mirip dengan Bakteri T9 : Organism : Burkholderia sp. A-3 Strain : A-3 Country : Pakistan Isolation Source : Soil Collected By : Ahmad Alin Khan Collection Date : 07-Apr-2009 Identified By : Ahmad Ali Khan and Rifat Hayat PCR Primers : fwd_name: 9f, fwd_seq: gagtttgatcctggctcag,rev_name: 1510r, rev_seq: ggctaccttgttacga Note : Strain A-3 isolated from Balkasar soil series (Sihal Kahuta)
Bakteri J2 16S ribosomal RNA, partial sequence : TATAATGCAGTCGAGCGGACAGATGGGAGCTTGCTCCCTGATGTTAGCGGCGGACGGGTG AGTAACACGTGGGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATA CCGGATGGTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTAC AGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGC GTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTAC GGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGT
58
GAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCG AATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAG CCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAG GCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACT GGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGA GATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGC GAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGT GCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCC TGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGT GGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTCTG ACAATCCTAGAGATAGGACGTCCCCTTCGGGGGCAGAGTGACAGGTGGTGCATGGTTGTC GTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGATCTTA GTTGCCAGCATTCAGTTGGGCACTCTAAGGTGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTG GGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGAC AGAACAAAGGGCAGCGAAACCGCGAGGTTAAGCCAATCCCACAAATCTGTTCTCAGTTCG GATCGCAGTCTGCAACTCGACTGCGTGAAGCTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCAT GCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCGTCACACCACGAGAGTTTGT AACACCCGAAGTCGGTGAGGTAACCTTTTAGGAGCCAGCCGCCGAAAGGGGGAC
Asal Bakteri yang mirip dengan Bakteri J2 : Organism : Bacillus Subtilis Host : Parthenium Hysterophorus Strain : PARZ2 Isolation Source : Rhizosphere
Bakteri P2 16S ribosomal RNA, partial sequence : GTGATCGCAGCTACCATGCAGTCGAGCGGATGAAGGGAGCTTGCTCCTGGATTCAGCGGC GGACGGGTGAGTAATGCCTAGGAATCTGCCTGGTAGTGGGGGATAACGTCCGGAAACGGG CGCTAATACCGCATACGTCCTGAGGGAGAAAGTGGGGGATCTTCGGACCTCACGCTATCA GATGAGCCTAGGTCGGATTAGCTAGTTGGTGGGGTAAAGGCCTACCAAGGCGACGATCCG TAACTGGTCTGAGAGGATGATCAGTCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACG GGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGAAAGCCTGATCCAGCCATGCCGCGTG TGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGCACTTTAAGTTGGGAGGAAGGGCAGTAAGTTAA TACCTTGCTGTTTTGACGTTACCAACAGAATAAGCACCGGCTAACTTCGTGCCAGCAGCC GCGGTAATACGAAGGGTGCAAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCGCGTAGGT GGTTCAGCAAGTTGGATGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATCCAAAACTAC TGAGCTAGAGTACGGTAGAGGGTGGTGGAATTTCCTGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGATA TAGGAAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACCACCTGGACTGATACTGACACTGAGGTGCGA AAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGAC TAGCCGTTGGGATCCTTGAGATCTTAGTGGCGCAGCTAACGCGATAAGTCGACCGCCTGG GGAGTACGGCCGCAAGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGACGGA GCATGTGGTTTTAATTCCAAGCAACGCCGAAAACCATACCTGGTCTTTGACATGCTGAGA AGTTTTCCAGAGATGGATTGCTGGCT
Asal Bakteri yang mirip dengan Bakteri P2 : Organism : Pseudomonas aeruginosa Strain : QZX-A PCR primers : fwd_seq: agtttgatcctggctca, rev_seq:taccttgttacgacttca
Bakteri PS4
59
16S ribosomal RNA, partial sequence : CAGTCGAACGGCAGCACGGGTGCTTGCACCTGGTGGCGAGTGGCGAACGGGTGAGTAATA CATCGGAACATGTCCTGTAGTGGGGGATAGCCCGGCGAAAGCCGGATTAATACCGCATAC GATCTACGGATGAAAGCGGGGGACCTTCGGGCCTCGCGCTATAGGGTTGGCCGATGGCTG ATTAGCTAGTTGGTGGGGTAAAGGCCTACCAAGGCGACGATCAGTAGCTGGTCTGAGAGG ACGACCAGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGG AATTTTGGACAATGGGCGAAAGCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTC GGGTTGTAAAGCACTTTTGTCCGGAAAGAAATCCTTGGCTCTAATACAGCCGGGGGATGA CGGTACCGGAAGAATAAGCACCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGG TGCAAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGTGCGCAGGCGGTTTGCTAAGACCGA TGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATTGGTGACTGGCAGGCTAGAGTATGGC AGAGGGGGGTAGAATTCCACGTGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAATACCGA TGGCGAAGGCAGCCCCCTGGGCCAATACTGACGCTCATGCACGAAAGCGTGGGGAGCAAA CAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCCTAAACGATGTCAACTAGTTGTTGGGGATTC ATTTCCTTAGTAACGTAGCTAACGCGTGAAGTTGACCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGA TTAAAACTCAAAGGAATTGACGGGGACCCGCACAAGCG
Asal Bakteri yang mirip dengan PS4 : Organism : Burkholderia sp. AH83 Strain : AH83 Country : Trinidad and Tobago Isolation source : soils PCR primers : fwd_name: 8F, fwd_seq: agagtttgatcctggctcag,rev_name: 1517R, rev_seq: acggctaccttgttacgactt
54
Lampiran 1. Kombinasi Perlakuan di Rumah Kaca DOSIS SP-36 (kg/ha)
Kontrol (0)
X Y Z
X0 Y0 Z0
BAKTERI 1 X1 Y1 Z1
2 X2 Y2 Z2
3 X3 Y3 Z3
4 X4 Y4 Z4
5 X5 Y5 Z5
6 X6 Y6 Z6
7 X7 Y7 Z7
8 X8 Y8 Z8
9 X9 Y9 Z9
Keterangan : P2
: Isolat koleksi 1
J2
: Isolat koleksi 2
PS4
: Isolat koleksi 3
T9
: Isolat dari tanah
SP-36
: Pupuk anorganik
*X-Z
: Dosis pupuk SP-36 diberikan dalam 3 dosis X = 50kg/ha
Kontrol
Y = 75 kg/ha;
10 X10 Y10 Z10
Z = 100 kg/ha
: Tanah + pupuk kandang
Bakteri : 1 = P2
6 = P2+PS4
11 = P2+J2+PS4
2 = J2
7 = P2+T9
12 = P2+J2+T9
3 = PS4
8 = J2+PS4
13 = P2+PS4+T9
4 = T9
9 = J2+T9
14 = J2+PS4+T9
5 = P2+J2
10 = PS4+T9
15 = P2+J2+PS4+T9
11 X11 Y11 Z11
12 X12 Y12 Z12
13 X13 Y13 Z13
14 X14 Y14 Z14
15 X15 Y15 Z15