PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU KARET (HEVEA BRASILIENSIS MUELL. ARG.) Atak Sumedi1, Edy Budiarso2 dan Irawan Wijaya Kusuma3 1
2
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Laboratoriun Pengeringan dan Pengawetan 3 Kayu Fahutan Unmul, Samarinda. Laboratoriun Kimia Hasil Hutan Fahutan Unmul, Samarinda
ABSTRACT. Utilization of Liquid Smoke from Coconut Shell Waste as Preservative of Rubber Wood (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). This study was conducted to determine the level of concentration and duration of the immersion liquid smoke most effective in preserving wood rubber (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) against termites and fungi attacks between the concentration of a dye in 20%, 30% and 40%, and duration of the immersion of 1 week and 2 weeks. Liquid smoke is a mixture of wood smoke from colloidal dispersions in water prepared by the condensation of liquid smoke from carbonisation. Retention of test samples measured 3x2x10 cm, whereas for the penetration test measured 3x2x5 cm and wood damage measured 4x2x10 cm. Preservative liquid smoke consisted of four levels, i.e. a2 (concentration 20%), a3 (concentration 30%), a4 (concentration 40%) and control (concentration 0%). The research resulted that the higher the concentration of preservative liquid smoke in the preservation of rubber wood, the higher the retention value. Similarly, the longer the immersion, the higher the retention value. Resistance to soil termites occured in wood samples with concentrations of preservatives 30% and 40%, while resistance to the fungus occured in all concentrations of preservatives. Length of immersion had no effect on the termite and fungal attacks. The higher the concentration of preservative liquid smoke, the lower the percentage of wood damage. Length of immersion did not significantly affect the percentage of rubber wood damage. The higher the concentration of preservative liquid smoke, the lower the value of penetration in the wood, but the longer the immersion was a higher penetration. The average value of blue stain fungi attacked on wood with a concentration of 20%, 30% and 40% preservatives by immersion of one week and two weeks were 0% respectively, whereas in control samples or without treatment on first day to seventh day the level of blue stain fungi attack had reached 100%. For the resistance of rubber wood against soil termites and blue stain fungal attacks, it can be used the liquid smoke with a concentration of 20% and one week immersion. It is needed to do research on the chemical content of liquid smoke that contribute to the durability of wood destroying pests. It is needed deeply research on the effects of smoke liquid preservative on the properties of wood, construction, wood gluing and other wood products. It is needed to do research on the comparison of retention, penetration and the percentage of damage between the wood preservative of liquid smoke with other preservatives. Kata kunci: asap cair, tempurung kelapa, pengawet kayu karet.
Kebutuhan akan kayu terus meningkat, namun ketersediaan kayu semakin merosot yang diakibatkan oleh cara pengelolaan dan kegiatan eksploitasi hasil hutan yang tidak menerapkan asas kelestarian. Oleh karena itu perlu dimanfaatkan jenis-jenis 1
2
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
kayu yang selama ini belum digunakan secara maksimal dengan sebaik-baiknya. Kenyataan yang ada menunjukkan, bahwa tidak semua jenis kayu mempunyai tingkat keawetan yang sama. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kayu memiliki kira-kira 4.000 jenis kayu. Dari jumlah tersebut, 1520% di antaranya memiliki sifat keawetan alami yang tinggi, sedangkan yang lainnya (8085%) terdiri dari jenis-jenis dengan keawetan alami yang rendah dan kurang menguntungkan bagi pemakainya (Duljapar, 1996). Pada saat ini jumlah jenis kayu dengan keawetan tinggi semakin berkurang, sehingga perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan keawetan jenis-jenis kayu yang bermutu rendah yang penggunaannya masih sangat terbatas. Salah satu dari jenis kayu yang tingkat keawetannya rendah adalah kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). Penggunaan kayu karet sebelumnya hanya sebagai kayu bakar, padahal jenis ini mempunyai kerapatan sedang dan warnanya yang cerah, cocok digunakan untuk bahan meubel atau furnitur. Tetapi kayu karet mempunyai kelemahan yaitu mudah terserang jamur biru, sehingga dalam pemanfaatan meubel atau furnitur akan mengurangi nilai keindahan dari produk yang dihasilkan. Rayap atau anai-anai merusak tanaman karet terutama bila pada tanaman tersebut terdapat bagian kayu yang terbuka yang dapat dimakannya (Setyamidjaja, 1993). Selanjutnya dijelaskan, bahwa rayap tanah dapat juga merusak perakaran dan tunggul atau batang dengan cara membuat lorong-lorong di luar atau di dalam kulit batang. Prasetiyo dan Yusup (2005) mengemukakan, bahwa serangan rayap kayu kering tidak mudah dideteksi karena hidupnya terisolir di dalam kayu. Selama ini pengawetan kayu oleh masyarakat menggunakan bahan pengawet sintetis. Yoesoef (1979) mengelompokkan jenis bahan pengawet berdasarkan sifatsifat kimia dan fisikanya ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) kelompok bahan pengawet berupa minyak seperti kreosot, ter, batu bara dan lain-lain, (2) kelompok bahan pengawet yang larut dalam minyak, seperti pentaklorophenol, kuprinaftenat dan lain-lain, (3) kelompok bahan pengawet yang larut dalam air seperti senyawa arsen, boraks, asam borat, garam khrom, chlorida seng, sulfat tembaga, sodium pentakloroforat. Penggunaan bahan pengawet sintetis ini di samping biayanya tinggi juga dapat menimbulkan efek samping terhadap lingkungan. Masyarakat di pedesaan terbiasa mengawetkan kayu dengan cara merendam kayu dalam genangan air atau aliran air dengan maksud agar supaya zat-zat yang terdapat di dalam kayu yang disenangi oleh jamur pewarna ataupun bubuk kayu dapat larut. Namun belum ada hasil penelitian yang membuktikan kebenaran ini. Pada kondisi demikian diperlukan bahan pengawet yang ramah lingkungan. Salah satu alternatif yang berpeluang untuk diaplikasikan adalah asap cair. Menurut Gilbert dan Knowlew (1975) dalam Oramahi (2007), asap cair merupakan suatu campuran larutan dari dispersi koloid asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap dari hasil karbonisasi. Asap cair juga merupakan suspensi dari partikel padat dan cair dalam medium gas. Selanjutnya dijelaskan, bahwa asap cair juga merupakan sistem kompleks yang terdiri dari fase terdispersi cairan (partikel dalam asap mempunyai ukuran tertentu dan medium pendispersi gas (uap gas). Bahan dasar untuk pembuatan asap cair dapat berasal dari berbagai macam bahan baku, seperti kayu dan lain-lain. Persyaratannya dari bahan
Sumedi dkk. (2011). Pemanfaatan Asap Cair
3
dasar itu tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pemanfaatan asap cair telah banyak digunakan untuk mengawetkan makanan seperti daging, ikan, mie, bakso dan buah-buahan (Sugiono, 2006). Tempurung kelapa merupakan salah satu alternatif bahan baku yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asap cair untuk pengawetan. Pari (2008) menjelaskan, bahwa asap cair dari tempurung kelapa mengandung senyawa asam phenolat dan karbonil. Ketersediaan tempurung kelapa di lapangan, khususnya di Samarinda dan sekitarnya sangat berlimpah dan belum dimanfaatkan, bahkan untuk membuangnya saja membutuhkan biaya. Data kuantitatif ketersediaan tempurung kelapa ini belum terpublikasi secara ilmiah melalui penelitian, tetapi di lapangan tampak sekali kelimpahannya, seperti yang terdapat di Desa Handil Baru, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Oleh karenanya, dalam penelitian ini dilakukan analisis pemanfaatan asap cair dari tempurung kelapa untuk pengawetan kayu karet (H. brasiliensis). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat konsentrasi dan lama perendaman asap cair yang paling efektif dalam pengawetan kayu karet terhadap serangan rayap dan serangan jamur pewarna di antara konsentrasi 20%, 30% dan 40%, serta lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu. Hasil penelitian terhadap pemanfaatan asap cair ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat yang berkepentingan terhadap pengawetan kayu karet untuk mengurangi atau meninggalkan penggunaan bahan pengawet sintetis. METODE PENELITIAN Penelitian lapangan dilaksanakan di areal hutan tanaman Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (Poltanesa), sedangkan kegiatan laboratoris dilaksanakan di Laboratorium Sifat-sifat Kayu dan Analisis Produk Poltanesa. Analisis kandungan kimia asap cair dilakukan dengan alat GC-MS (gas chromatography-mass spectrometry), di Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH) Bogor. Waktu efektif yang diperlukan dalam penelitian ini kurang lebih 6 bulan, meliputi kegiatan penyiapan contoh uji, pembuatan asap cair, pengamatan serangan rayap dan uji ketahanan terhadap jamur. Bahan penelitian berupa tempurung kelapa digunakan sebagai bahan dasar asap cair kayu karet yang digunakan sebagai contoh uji, air bersih untuk bahan campuran asap cair, minyak tanah untuk pembakaran awal, asap cair untuk bahan pengawet, cat untuk pengecatan di daerah potongan sampel (radial) agar asap cair tidak meresap terlalu banyak lewat pori-pori tersebut. Alat penelitian yang digunakan berupa tungku pembakaran untuk membuat asap cair, chainsaw untuk memotong batang kayu karet, circular saw untuk memotong dan membelah contoh uji, timbangan elektrik untuk menimbang contoh uji, pirolisis GC-MS (gas chromatography-mass spectrometry) untuk alat uji kandungan asap cair, plastik milimeter block untuk mengukur luas serangan jamur, desikator untuk
4
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
mendinginkan contoh uji dan menghindari penyerapan uap air dari udara, bak plastik berdiameter 40 cm untuk perendaman contoh uji, cangkul untuk membuat lubang uji rayap, gelas ukur untuk mengukur banyaknya asap cair, gergaji tangan untuk memotong contoh uji sesuai ukuran, ketam listrik untuk menghilangkan bulu contoh uji, oven untuk menurunkan kadar air contoh uji, meteran untuk mengukur panjang contoh uji, spidol untuk pemberian kode contoh uji, tali rapia untuk membuat batas plot penelitian, penggaris untuk mengukur kedalaman penetrasi asap cair yang masuk ke pori-pori kayu. Sebelum diberi perlakuan bahan pengawet, terlebih dahulu diukur kadar airnya sesuai dengan DIN 52183-77 dengan cara contoh uji ditimbang beratnya untuk mengetahui kadar air kayu segar. Contoh uji dikeringudarakan di bawah naungan atap selama kurang lebih 3 minggu, kemudian ditimbang beratnya. Contoh uji dengan ukuran 2x2x2 cm sebanyak 10 contoh dimasukkan ke dalam ruang konstan dengan suhu 16°C dan kelembapan 40% selama 3 minggu hingga mendapatkan massa yang konstan, selanjutnya ditimbang dan contoh uji dimasukkan ke dalam oven (+103°C) selama 48 jam. Setelah itu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit atau hingga dingin dan kemudian ditimbang untuk mengetahui massa kering tanur. Pengukuran penetrasi dilakukan dengan cara contoh uji yang telah direndam selama satu minggu dengan konsentrasi 20%, 30% dan 40% dilap sampai kering kemudian dipotong tengahnya dan diukur di keempat sisinya (tepi rembesan) dengan penggaris, kemudian dibuat rataannya. Pengujian contoh uji di lapangan terhadap rayap dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prosedur seperti semua contoh uji yang telah diawetkan 1 minggu dan 2 minggu dengan konsentrasi 20%, 30% dan 40%, dikeringkan di ruang konstan selama 3 minggu kemudian contoh uji ditimbang terlebih dahulu sebelum diujikan ke sarang rayap. Setelah ditimbang, contoh uji diletakkan di sarang rayap dengan cara ditanam dengan menggunakan cangkul sedalam 15 cm dengan susunan berbeda-beda atau berselang-seling termasuk juga contoh uji untuk kontrolnya. Selanjutnya contoh uji ditutup dengan tanah dan dibiarkan selama 4 bulan. Setelah 4 bulan ditanam, contoh uji diangkat dan dibersihkan, kemudian dimasukkan ke dalam ruang konstan selama 3 minggu, setelah itu ditimbang lagi untuk mendapatkan kehilangan berat terhadap serangan rayap. nilai persentase kehilangan berat contoh uji dihitung berdasarkan JWPA standard 11(1) (1992). Pengujian contoh uji di lapangan terhadap serangan jamur biru adalah dengan cara contoh uji yang diujikan terhadap jamur berukuran 2x2x2 cm dengan mengacu pada Saragih (2007). Sebanyak 70 contoh uji yang terdiri dari 60 potong direndam dalam konsentrasi 20%, 30% dan 40% dengan lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu, jumlah contoh uji untuk kontrol sebanyak 10 potong. Setelah contoh uji diukur dimensinya, dilakukan penimbangan massanya, dilakukan perendaman kecuali kontrol, selanjutnya contoh uji diangkat dari perendaman kemudian ditimbang lagi dan dimasukkan kembali ke ruang konstan. Kemudian contoh uji ditimbang dan dapat diujikan di lapangan termasuk kontrol dengan cara dibiarkan
Sumedi dkk. (2011). Pemanfaatan Asap Cair
5
terbuka di lapangan dengan kondisi yang teduh atau diberikan atap selama 3 minggu dan diamati setiap hari. Tingkat serangan jamur biru diukur luas serangannya dan dihitung dalam persentase luas dengan menggunakan rumus: luas yang terserang % serangan jamur = ------------------------------------ x 100% luas permukaan seluruhnya HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Nilai Kadar Air dan Kerapatan Berdasarkan hasil penelitian kayu karet diperoleh nilai rataan kadar air kayu, kerapatan normal dan kerapatan kering tanur seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Nilai Rataan Kadar Air, Kerapatan dan Koefisiensi Variasi Kayu Karet Objek yang diteliti Kadar air (%) Kerapatan normal (g/cm3) Kerapatan kering tanur (g/cm) Keterangan: KV = koefisien variasi
Rataan 13,81 0,67 0,57
KV (%) 2,86 2,49 3,11
Pada Tabel 1 terlihat, bahwa kayu karet mempunyai nilai kadar air sebelum diawetkan sebesar 13,81% dengan nilai KV sebesar 2,86%. Nilai kerapatan normal dan kerapatan kering tanur berturut-turut sebesar 0,67 dan 0,57 g/cm3, dengan nilai KV masing-masing sebesar 2,49% dan 3,11%. Nilai kadar air rataan sebesar 13,81% menunjukkan bahwa kadar air tersebut berada pada kisaran antara 40–200% dari berat kayu kering mutlak (Soenardi, 1974). Selanjutnya dijelaskan oleh Yoesoef (1974), bahwa persentase kadar air kayu tersebut bervariasi yang dipengaruhi oleh jenis kayu, posisi ketinggian dalam batang, tempat tumbuh dan keadaan iklim. Kadar air kayu karet sebesar 13,81% memberikan nilai yang agak tinggi (>10%) yang menunjukkan bahwa kayu yang akan diawetkan tersebut pada kondisi kadar air yang cukup seragam. Hal ini berarti bahwa keseragaman kadar air kayu yang diawetkan tidak akan menyebabkan perbedaan pengaruh yang besar pada hasil proses pengawetan (retensi dan penetrasi bahan pengawet) kayu. Kerapatan normal rataan kayu karet dalam pengkondisian di ruang konstan sebelum dilakukan proses pengawetan sebesar 0,663 g/cm3 dan kerapatan kering tanur rataan sebesar 0,570 g/cm3. Nilai kerapatan normal dan kering tanur ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Martawijaya dkk. (1981), bahwa kerapatan kayu karet berkisar antara 0,56–0,70 g/cm3, kerapatan normal 0,68 g/cm3 dan kerapatan kering tanur 0,62 g/cm3, sedangkan menurut Anonim (1981) kayu karet termasuk dalam kelompok kayu kerapatan sedang dengan nilai kisaran 0,60–0,75 g/cm3.
6
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
Nilai KV pada kerapatan normal dan kerapatan kering tanur masing-masing sebesar 2,489% dan 3,107% menunjukkan nilai yang cukup rendah (<10%). Hal ini berarti bahwa kayu yang akan diawetkan tersebut berada pada kondisi yang cukup seragam. Tingkat Serangan Jamur Biru (Blue Stain) Dalam kurun waktu 4 bulan pengujian contoh uji yang telah melalui proses perendaman dengan konsentrasi 20%, 30% dan 40% dengan lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu, ternyata contoh uji tidak ada yang terserang jamur biru (blue stain), sedangkan contoh uji kontrol pada hari pertama hingga hari terakhir sudah terserang jamur biru sebanyak 100%. Hal ini menunjukkan bahwa asap cair sebagai bahan pengawet dapat pula menghambat pertumbuhan jamur biru dengan efektif. Tabel 2. Rataan Tingkat Serangan Jamur Biru pada Kayu Karet Lama perendaman Kontrol 1 minggu 2 minggu
20 0 0
Konsentrasi (%) 30 40 0 0 0 0
Tingkat serangan (%) 100 0 0
Retensi Bahan Pengawet Akibat Perbedaan Konsentrasi Bahan Pengawet dan Lama Perendaman Setelah proses pengawetan dengan metode rendaman dingin selama 1 dan 2 minggu, maka dilakukan pengukuran nilai retensi bahan pengawet yang masuk atau tinggal di dalam kayu. Hasil pengukuran rentensi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Retensi Bahan Pengawet Asap Cair pada Masing-masing Konsentrasi dan Lama Perendaman pada Kayu Karet a1 a2 a3 Rataan r Rataan KV Rataan KV Rataan KV (g/cm3) 3 3 3 (g/cm ) (%) (g/cm ) (%) ( g/cm ) (%) b1 0,04 18,24 0,05 9,56 0,07 11,66 10 0,0537 b2 0,05 17,52 0,07 7,21 0,08 11,43 10 0,0657 Rataan (g/cm3) 0,0420 0,0605 0,0765 Keterangan: a1 = konsentrasi 20%. a2 = konsentrasi 30%. a3 = konsentrasi 40%. b1 = perendaman 1 minggu. b2 = perendaman 2 minggu Perlakuan
Pada Tabel 3 terlihat, bahwa nilai retensi masing-masing konsentrasi bahan pengawet asap cair 20%, 30% dan 40% berkisar antara 0,04–0,08 g/cm3 (4080 g/m3). Pada perendaman 2 minggu, retensi bahan pengawet dari yang terbesar hingga yang terkecil berturut-turut adalah pada perlakuan a3b2, a2b2 dan a1b2 yaitu masing-masing 0,08 g/cm3, 0,07 g/cm3 dan 0,05 g/cm3. Pada perendaman 1 minggu, retensi bahan pengawet dari yang terbesar hingga yang terkecil berturut-turut adalah pada perlakuan a3b1, a2b1 dan a1b1 yaitu masing-masing 0,07 g/cm3, 0,05 g/cm3
Sumedi dkk. (2011). Pemanfaatan Asap Cair
7
dan 0,04 g/cm3. Berdasarkan data di atas dapat dikemukakan, bahwa lamanya perendaman dan konsentrasi bahan pengawet mempengaruhi nilai retensi. Setelah dilakukan analisis keragaman diperoleh hasil, bahwa perbedaan perlakuan yaitu faktor A (konsentrasi bahan pengawet) dan faktor B (lama perendaman) memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap retensi kayu karet, sedangkan faktor interaksi (AB) memberikan pengaruh yang tidak signifikan. Penetrasi Asap Cair pada Kayu Karet Pada Tabel 4 terlihat, bahwa nilai penetrasi masing-masing konsentrasi bahan pengawet asap cair 20%, 30% dan 40% berkisar antara 10,356–18,392 mm, yang mana nilai penetrasi bahan pengawet asap cair dari yang terbesar ke yang terkecil adalah perlakuan a1b2 (konsentrasi 20%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 18,392 mm, kemudian berturut-turut a2b2 (konsentrasi 30%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 16,086 mm, a1b1 (konsentrasi 20%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 14,798 mm, a2b1 (konsentrasi 30%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 12,584 mm, a3b1 (konsentrasi 40%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 10,406 mm dan yang terkecil a3b2 (konsentrasi 40%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 10,356 mm. Tabel 4. Nilai Rataan Penetrasi dan Koefisien Variasi (%) Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet a1 Perlakuan b1 b2 Rataan (mm)
Rataan (mm) 14,798 18,392 16,595
a2
KV (%) 7,22 2,52 -
Rataan (mm) 12,584 16,086 14,335
a3
KV (%) 0,66 4,34 -
Rataan (mm) 10,406 10,356 10,381
KV (%) 1,71 1,62 -
r
Rataan (mm)
5 5 -
12,596 14,945 -
Berdasarkan hasil pengujian statistika pada 2 faktor yang diduga berpengaruh terhadap nilai penetrasi yaitu faktor konsentrasi bahan pengawet (faktor A) dan faktor lamanya perendaman (faktor B), yang mana faktor A sebanyak 3 level yaitu konsentrasi 20%, 30% dan 40% sedangkan faktor B sebanyak 2 level yaitu lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu seperti terdapat pada Tabel 5. Persentase Kerusakan Kayu Akibat Perbedaan Konsentrasi Bahan Pengawet Asap Cair dan lama Perendaman Kerusakan kayu yang diamati adalah kehilangan berat contoh uji setelah uji rayap. Data hasil perhitungan kehilangan berat sampel uji disajikan pada Tabel 5. Pada tabel tersebut terlihat, bahwa persentase kerusakan kayu pada berbagai kombinasi perlakuan antara konsentrasi bahan pengawet asap cair dan lama perendaman berkisar antara 0,2–37%, yang mana tingkat kerusakan kayu dari yang terbesar hingga yang terkecil secara berurutan adalah perlakuan a0b2 (konsentrasi 0%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai persentase kerusakan sebesar 37,0%,
8
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
kemudian a0b1 (konsentrasi 0%, lama perendaman 1 minggu) 33,9%, a1b1 (konsentrasi 20%, lama perendaman 1 minggu) 7,8%, a1b2 (konsentrasi 20%, lama perendaman 2 minggu) 7,0%, a3b2 (konsentrasi 30%, lama perendaman 2 minggu) 0,9%, a2b1 (konsentrasi 30%, lama perendaman 1 minggu) 0,6%, a3b1 (konsentrasi 40%, lama perendaman 1 minggu) 0,3% dan yang terkecil a3b2 (konsentrasi 40%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai persentase kerusakan sebesar 0,2%. Tabel 5. Nilai Rataan Kerusakan Kayu Karet (%) dan Koefisien Variasinya (%) pada Berbagai Kombinasi Perlakuan Antara Konsentrasi Bahan Pengawet dan Lama Perendaman a0 a1 a2 a3 r Rataan (%) Rataan KV Rataan KV Rataan KV Rataan KV (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) b1 33,941 7,58 7,841 14,34 0,618 56,34 0,335 5,55 10 10,68375 b2 37,024 13,00 7,021 13,06 0,934 24,41 0,204 63,92 10 11,29575 Rataan (%) 35,4825 7,4310 0,7760 0,2695 Keterangan: a0 = kontrol. a1 = konsentrasi 20%. a2 = konsentrasi 30%. a3 = konsentrasi 40%. b1 = perendaman 1 minggu. b2 = perendaman 2 minggu Perlakuan
Hasil pengujian statistika pada 2 faktor yang diduga berpengaruh terhadap kerusakan kayu adalah faktor konsentrasi (faktor A) dan faktor lama perendaman (faktor B), yang mana faktor A sebanyak 4 level yaitu konsentrasi 0%, 20%, 30% dan 40% sedangkan faktor B sebanyak 2 level yaitu lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu seperti terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Penggunaan Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet terhadap Persentase Kerusakan Kayu SK DB JK KR F hit F tab 5% F tab1% Perlakuan 7 16687,55060 2383,94580 593,836** 2,14 2,91 A 3 16636,07907 5545,35969 1381,344** 2,74 4,06 ns B 1 7,49088 7,49088 3,98 7,01 1,866 AB 3 43,98065 14,60217 3,637* 2,74 4,06 Galat 72 289,04161 4,01447 Jumlah 79 16976,59221 Keterangan: ns = non signifikan. * = signifikan pada taraf kepercayaan 95%. ** = sangat signifikan pada taraf kepercayaan 99%
Pada Tabel 6 terlihat, bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap tingkat kerusakan kayu, tetapi hanya faktor A yang memberikan pengaruh sangat signifikan, sedangkan faktor B tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Faktor interaksinya (AB) memberikan pengaruh yang signifikan yang diakibatkan masih adanya dominasi pengaruh faktor A. Setelah dilakukan analisis sidik ragam dan uji lanjut Least Significant Difference (LSD) terdapat hasil seperti pada Tabel 7.
Sumedi dkk. (2011). Pemanfaatan Asap Cair
9
Tabel 7. Nilai Rataan Penetrasi dan Koefisien Variasi (%) Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet a1 Perlakuan
Rataan (mm) 14,798 18,392 16,595
b1 b2 Rataan (mm)
a2 KV (%) 7,22 2,52 -
Rataan (mm) 12,584 16,086 14,335
a3 KV (%) 0,66 4,34 -
Rataan (mm) 10,406 10,356 10,381
KV (%) 1,71 1,62 -
r
Rataan (mm)
5 5 -
12,596 14,945 -
Tabel 7 menunjukkan, bahwa nilai penetrasi masing-masing konsentrasi bahan pengawet asap cair yaitu 20%, 30% dan 40% berkisar antara 10,356–18,392 mm, yang mana nilai penetrasi bahan pengawet asap cair dari yang terbesar ke yang terkecil adalah perlakuan a1b2 (konsentrasi 20%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 18,392 mm, kemudian berturut-turut a2b2 (konsentrasi 30%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 16,086 mm, a1b1 (konsentrasi 20%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 14,798 mm, a2b1 (konsentrasi 30%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 12,584 mm, a3b1 (konsentrasi 40%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 10,406 mm dan yang terkecil a3b2 (konsentrasi 40%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 10,356 mm. Hasil pengujian statistika 2 faktor yang diduga berpengaruh terhadap nilai penetrasi yaitu faktor konsentrasi bahan pengawet (faktor A) dan faktor lamanya perendaman (faktor B), yang mana faktor A sebanyak 3 level yaitu konsentrasi 20%, 30% dan 40%, sedangkan faktor B sebanyak 2 level yaitu lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu seperti terdapat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Penggunaan Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet terhadap Penetrasi Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet SK
db
JK
KR
Perlakuan 5 260,810057 52,1620114 197,851707 98,9258535 A 2 41,371764 41,3717636 B 1 21,586564 10,7932293 AB 2 7,635840 0,3181600 Galat 24 Jumlah 29 268,445897 Keterangan: ** = sangat signifikan pada taraf kepercayaan 99%
F hit 163,94** 310,93** 130,03** 33,92** -
F tab 0,05 2,62 3,40 4,26 3,40 -
F tab 0,01 3,90 5,61 7,82 5,62 -
Pada Tabel 8 terlihat, bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat signifikan, yang mana faktor A ( konsentrasi bahan pegawet) dan faktor B ( lamanya perendaman) serta interaksinya (AB) masing-masing memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan pengaruh tersebut (faktor A dan B), maka dilakukan uji lanjut dengan uji LSD seperti pada Tabel 9.
10
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
Tabel 9. Hubungan Signifikansi Antar Pasangan Rataan Perlakuan dari Faktor A terhadap Nilai Penetrasi Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet LSD A Rataan (mm) a1 a2 a1 16,595 2,26** a2 14,335 a3 10,381 Keterangan: LSD 0,05 = 0,7363; LSD 0,01 = 0,9978
a3 6,214** 3,954** -
Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa ada perbedaan efek yang sangat signifikan antara perlakuan a1 (konsentrasi bahan pengawet 20%) dengan a2 (konsentrasi bahan pengawet 30%) dan a3 (konsentrasi bahan pengawet 40%) serta antara a2 (konsentrasi bahan pengawet 30%) dan a3 (konsentrasi bahan pengawet 40%), yang mana nilai penetrasi paling besar terdapat pada perlakuan a1 dengan nilai penetrasi sebesar 16,595 mm, kemudian a2 dengan nilai penertasi sebesar 14,335 mm dan paling rendah a3 dengan nilai penetrasi sebesar 10,381 mm. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet, maka semakin rendah nilai penetrasi pada kayu atau dengan kata lain nilai konsentrasi berbanding terbalik dengan nilai penetrasi. Perbandingan terbalik antara konsentrasi dengan penetrasi pada penggunaan bahan pengawet asap cair disebabkan oleh terlalu padatnya bahan pengawet pada konsentrasi tinggi, sehingga sulit menembus dinding sel hingga jauh ke dalam pada kayu karet (sulit diabsorbsi oleh kayu) mengakibatkan tidak mencapai kedalaman penetrasi yang maksimal. Hal tersebut sesuai pernyataan Dayadi (2005), bahwa dalamnya penetrasi juga dipengaruhi oleh jenis kayu, kadar air kayu, kerapatan kayu, kandungan bahan-bahan kimia dalam kayu, ketebalan dinding sel kayu, sifat permeabilitas dinding sel kayu, ukuran kayu, jenis bahan pengawet, konsentrasi bahan pengawet, kelarutan bahan pengawet, rasio volume larutan bahan pengawet terhadap volume kayu dan letak kayu dalam bak perendaman. Hasil Uji Kandungan Kimia Asap Cair Analisis terhadap kandungan kimia asap cair dilakukan dengan menggunakan alat pirolisis GC-MS dengan hasil seperti ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10. Kandungan Kimia Asap Cair Tempurung Kelapa No Nama Persentase (%) R. Time Area 1 Acetic acid (CAS) ethylic acid 31,93 5,566 21760152 2 Phenol (CAS) Izal 19,85 16,033 13524564 3 Acetic acid ( CAS) ethylic acid 13,21 5,805 9003110 4 Phenol,2-methoxy-(CAS) guaiacol 4,00 18,635 2722804 5 Camphor 3,24 17,828 2210455 6 Tetradecane (CAS) n-Tetradecane 3,02 23,686 2054564 7 2-propanone,1-hydroxy-(CAS) acetol 1,86 7,197 1264143 8 Tridecane (CAS) n-Tridecane 1,83 22,141 1247814 9 Hexadecane (CAS) n-Hexadecane 1,60 7,554 1148911 10 Eicosane (CAS) n-Eicosane 1,53 25,114 1092845 Keterangan: R. Time = waktu keluarnya peak/senyawa berdasarkan titik didih uap. Area = luas molekul
Sumedi dkk. (2011). Pemanfaatan Asap Cair
11
Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap asap cair, diketahui bahwa senyawa-senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan serangan rayap antara lain: senyawa-senyawa phenol. Senyawa phenol yang meliputi phenol izal, guaiacol, hydroxyl dan propanone diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa phenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu (Girard, 1992). Senyawa-senyawa asam seperti asetic acid dan ethylic acid mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis yang meliputi tetradecane, hexadecane dan eicosane merupakan polisiklis aromatis (HPA) yang dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard, 1992). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet asap cair yang diberikan pada pengawetan kayu karet, maka semakin tinggi nilai retensinya. Demikian pula semakin lama perendaman, maka semakin tinggi pula nilai retensinya. Ketahanan terhadap rayap tanah terdapat pada contoh uji dengan konsentrasi bahan pengawet 30% dan 40%, sedangkan ketahanan terhadap jamur terjadi pada semua konsentrasi bahan pengawet. Lama perendaman tidak berpengaruh terhadap serangan rayap dan jamur. Semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet asap cair yang diberikan pada pengawetan kayu karet, maka semakin rendah persentase kerusakan kayu. Lama perendaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap persentase kerusakan kayu karet. Semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet asap cair yang diberikan pada pengawetan kayu karet, maka semakin rendah nilai penetrasinya. Namun semakin lama perendaman ternyata semakin tinggi penetrasinya. Nilai rataan tingkat serangan jamur biru pada konsentrasi 20%, 30% dan 40% dengan lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu adalah sebesar 0%, sedangkan pada contoh uji kontrol atau tanpa perlakuan pada hari ke 1 hingga hari ke 7 tingkat serangan jamur biru sudah mencapai 100%. Saran Untuk ketahanan kayu karet terhadap serangan rayap tanah dan jamur biru, dapat menggunakan asap cair dengan konsentrasi 20% dan lama perendaman 1 minggu. Perlu penelitian terhadap kandungan kimia asap cair yang berperan terhadap ketahanan dari hama perusak kayu. Perlu penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh bahan pengawet asap cair terhadap sifat-sifat kayu, pengerjaan, perekatan dan produk-produk dari kayu lainnya. Perlu penelitian terhadap perbandingan retensi, penetrasi dan persentase kerusakan kayu antara bahan pengawet asap cair dengan bahan pengawet lainnya.
12
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1981. Mengenal Sifat-sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya. Kanisius, Yogyakarta. Dayadi, I. 2005. Pengaruh Beberapa Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengawet terhadap Keteguhan Rekat kayu Lamina Meranti Merah (Shorea spp.) dan Resistensi Rayap Kayu Kering. Tesis Magister Program Studi Magister Ilmu Kehutanan Program Pascasarjana Universitas Mulawarman, Samarinda. Duljapar. 1996. Pengawetan Kayu. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Girard. 1992. Asap Cair sebagai Alternatif Pengawet Makanan. Pontianak Post. Martawijaya, A.; I. Kertasujana; K. Kadir dan S.A. Prawiro. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Kerja Sama Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Oramahi. 2007. Asap Cair Sebagai Alternatif Pengawet Makanan. Pontianak Post. Pari, G. 2008. Proses Produksi dan Pemanfaatan Arang, Briket Arang dan Cuka Kayu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. Prasetyo, K.W. dan S. Yusuf. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap. PT Agro Media Pustaka, Tangerang. 64 h. Saragih, N.H. 2007. Keefektifan Proses Pengawetan Non Kimia dengan Metode Perendaman dalam Air Dingin dan Air Panas untuk Mencegah Serangan Jamur Biru pada Kayu Karet. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Setyamidjaja. 1993. Karet, Budidaya dan Pengolahan. Kanisius, Yogyakarta. Soenardi. 1974. Ilmu Kayu Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sugiono. 2006. Asap Cair Tempurung Kelapa. Disinfektan Pengganti Formalin. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Yoesoef. 1974. Pengawetan Kayu I. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Yoesoef. 1979. Teknologi Kayu. II Pengawet Kayu. Pusat Pendidikan Kehutanan, Cepu. Perum Perhutani, Cepu.