Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
PELUANG SUBSTITUSI USAHA TEMBAKAU DENGAN INTRODUKSI SISTEM INTEGRASI DOMBA DAN SAYURAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG (Substitution of Tobacco Farm by Introducing Integration of Sheep and Horticulture in Temanggung District) TATI HERAWATI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT In general one of peasant background who laboured in selecting commodity culture is hereditary. Farmer in Canggal village, Kledung sub district,Temanggung distric has decades of planting tobacco, so tobacco is a popular commodity in Kledung. But since there are restrictions on the production of tobacco and decreasing tobacco prices, the declining sense of sentimental to maintain tobacco washed out was defeated by a rational mind is exposed to everyday family needs. The goal of this research was to discover the opportunities the acceptance of tobacco farmers in his farming venture into efforts to revamp the integration of lamb and vegetables. Technological of the integration of cattle, sheep and vegetables cultivation were introduced. For the provision of high quality feed, superior grass as a source of fiber and have a high bulk, legume as a source of protein were planted. From a technical aspect, acquired that business net income for vegetables farm Rp 21.854.096/ha/year, with a value of R/C of 1,71 and Rp 1.061.500 and R/C 1.40 for sheep farm. This value is much higher than the tobacco business earned net income of Rp 4.310.690/ha/year, with a slightly higher value of R/C 1.74. The Income of integrated with vegetables still could be improved through increased technical and maintenance management instrumentality, performed calving interval of 218 days, but the death of the post weaning calf can be suppressed from 20 to 27%. While aspects of culture, it is not easy to subtitute, even though revenues more promising. Therefore to support a healthy environment through restrictions on smoking, intensive activity is needed to be socialized. Key Words: Tabacco, Sheep, Horticulture, Integration ABSTRAK Pada umumnya salah satu latar belakang petani dalam memilih komoditi yang diusahakan adalah budaya turun temurun. Petani Desa Canggal, Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung sudah puluhan tahun menanam tembakau, sehingga usahatani tembakau merupakan komoditi primadona di Kecamatan Kledung. Tetapi sejak ada pembatasan produksi tembakau dan harga tembakau makin menurun, rasa sentimentil untuk mempertahankan tembakau luntur dikalahkan oleh pikiran rasional yang dihadapkan pada kebutuhan keluarga sehari-hari. Hal ini merupakan tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peluang penerimaan petani tembakau dalam merubah usaha taninya menjadi usaha integrasi domba dan sayuran. Teknologi yang diintroduksikan adalah budidaya ternak domba dan sayuran. Untuk penyediaan pakan yang berkualitas, diintroduksikan rumput unggul sebagai sumber serat kasar dan yang mempunyai bulk tinggi serta legume sebagai sumber protein. Dari aspek teknis, diperoleh bahwa pendapatan bersih usaha sayuran dan domba sebesar Rp. 21.854.096/ha/tahun, dengan nilai R/C 1,71 sayuran dan R/C 1,40 untuk usaha domba. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan usaha tembakau yang memperoleh pendapatan bersih Rp 4.310.690/ha/tahun, dengan nilai R/C sedikit lebih tinggi 1,74. Pendapatan usahaternak terintegrasi dengan sayuran masih dapat ditingkatkan melalui peningkatan sarana teknis dan manajemen pemeliharaan, dilihat masih panjangnya jarak beranak 218 hari, namun kematian anak pra-sapih sudah dapat ditekan dari 47 menjadi 27 %. Sementara itu, dari aspek budaya, tidak mudah untuk mensubstitusi usaha yang telah turun temurun mereka lakukan. Oleh karena itu, untuk mendukung program sehat lingkungan melalui pembatasan merokok kegiatan ini perlu intensif disosialisasikan. Kata Kunci: Tembakau, Domba, Hortikultura, Integrasi
138
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
PENDAHULUAN Pada umumnya salah satu latar belakang petani dalam memilih komoditi yang diusahakan adalah budaya turun temurun. Tidak mudah merubah komoditi yang biasa diusahakan. Pertama disebabkan aspek psikososial berperan begitu eratnya berupa hubungan antara petani dan komoditi pilihan tersebut yang telah terjalin selama bertahuntahun. Hal ini menunjukkan, di atas faktorfaktor teknis, ada unsur kesetiaan pada diri petani untuk tetap mengusahakan komoditi yang telah diwariskan oleh leluhurnya. Namun, dengan berjalannya waktu ke era rasionalisasi dan komersialisasi, sudah banyak petani yang menempatkan nilai-nilai ekonomi di atas nilainilai budaya turun temurun tadi. Penyebab kedua adalah kesulitan dari aspek teknis ketrampilan dimana mereka telah sangat menguasai usahatani yang telah ditekuni sekian kurun waktu dan sebaliknya masih lemahnya tingkat ketrampilan atau pengetahuan budidaya untuk komoditas lain. Ketiga, sudah terbentuknya jaringan pemasaran bagi komoditi tembakau membuat enggan petani untuk mencari jalinan baru dengan pengumpul komoditi lain. Petani Desa Canggal, Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung sudah menanam tembakau sejak puluhan tahun lalu. Bahkan, sebelum tahun 1996 usahatani tembakau merupakan komoditi primadona bukan cuma di Desa Canggal saja melainkan juga di desa-desa lainnya di Kecamatan Kledung. Tetapi sejak ada pembatasan produksi tembakau yang dituangkan dalam peraturan dari Kementerian Kehutanan bahwa lahan yang boleh ditanami tembakau hanya di daerah tertentu saja serta harga tembakau makin menurun, rasa sentimentil untuk mempertahankan tembakau luntur dikalahkan oleh pikiran rasional yang dihadapkan pada kebutuhan keluarga seharihari. Hal ini merupakan awal dari petani mencari jenis usahatani lain yang lebih menguntungkan daripada usahatani tembakau. Ide cemerlang petani ini perlu didukung oleh pemerintah mengingat tembakau lebih banyak berdampak mudharat daripada bermanfaat. Tingginya bahaya merokok yaitu dapat menyebabkan kanker, impotensi serta serangan jantung yang ditayangkan sekilas di iklan-iklan bak air di daun talas, menampung tapi tidak
meresap, dipahami tetapi tidak diterapkan. Oleh karena itu, mensubstitusi produk usahatani tembakau dengan komoditi lain yang sehat merupakan ibadah. Salah satu komoditi yang dilirik petani tembakau Desa Canggal adalah beternak dan bertani sayuran. Mereka menyisihkan sebagian lahan tembakaunya untuk ditanami sayuran. Masalahnya adalah terapan teknologi masih rendah untuk beternak maupun budidaya sayuran, sehingga produktivitas masih rendah. Oleh karena itu diperlukan introduksi teknologi budidaya ternak dan sayuran. Topografi desa Canggal bergelombang yang sangat beresiko erosi, karena akibat kemiringan, lahan menjadi tidak stabil dan air hujan akan terus memukul permukaan tanah sehingga memperbesar resiko erosi (KASDI et al., 2003). Mengacu pada potensi dan permasalahan serta memperhatikan kondisi biofisik, status teknologi masa kini dan kondisi sosial ekonomi di Desa Canggal, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin (Poor Farmers Income Improvement Through Innovation Project – PFI3P) melakukan penelitian untuk mensubstitusi tembakau dengan mengintroduksikan inovasi teknologi ternak dan sayuran berwawasan konservasi lahan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan produktivitas usaha tani keluarga (PFI3P, 2003). Sementara itu, keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah memperoleh satu paket keragaan sistem integrasi ternak domba dan sayuran berikut nilai usahatani dan pendapatan keluarga hasil diversifikasi usahatani tersebut. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada lahan milik 24 petani koperator anggota KT Kerso Maju, Desa Canggal, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung. Dilakukan pengembangan Substitusi Usaha Tembakau integrasi ternak dengan sayuran dalam satu kesatuan sistem usahatani keluarga sebagai upaya peningkatan pendapatan keluarga petani. Adapun komponen yang diintroduksikan yaitu
139
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
perbaikan lahan, budidaya domba dan pola tanam sayuran. Komponen ternak Diintroduksikan domba sebanyak 60 ekor yang terdiri dari 48 ekor domba betina dan 12 ekor domba jantan. Ternak dipelihara dalam satu kandang kelompok yang disekat menjadi 12 sub kandang berisi 4 ekor domba betina dan 1 ekor domba jantan, dikelola oleh 2 peternak tiap sub kandang. Teknologi yang diintroduksikan berupa perbaikan budidaya domba, sistem perkawinan, teknologi pakan, teknologi pembuatan pupuk organik atau pengomposan, serta penanaman tanaman pakan berkualitas berupa tanaman penguat teras yaitu Brachiaria ruziziensis, Brachiaria brizantha, Gliricidae dan Leucaena sp. Sedangkan Calliandra sp. ditanam di pinggiran jurang lahan lain untuk mengatasi seringnya longsor atau tingginya tingkat erosi di lahan tersebut. Komponen sayuran Komoditi sayuran dipilih yang dapat tumbuh optimal pada elevasi >700m d.p.l. pada jenis tanah andisol yang peka erosi (SUGANDA dan KURNIA, 2002). Pola tanam sayuran berupa tanam ganda cabai-kubis dengan jarak tanam cabai 60 x 70 cm dan jarak tanam kubis 80 x 70 cm. Cabai dan kubis ditanam di guludan berukuran lebar bedengan 110 cm dan tinggi bedengan 40 cm. Pembuatan guludan memotong lereng setiap 5 m bedengan. Guludan diperkuat dengan strip rumput. Digunakan mulsa terbuat dari plastik warna hitam. Pada musim tanam kedua dilanjutkan tanam ganda tomat-kubis untuk diamati pada kondisi musim yang berbeda. Sayuran tomat ditanam sebelum kubis. Pupuk NPK 500 kg/ha, 2/3 bagian sebagai pupuk dasar dan 1/3 bagian diberikan dalam 10 kali pemberian yang dimulai sejak tanaman berumur 1 bulan dengan cara dikocor. Selain itu juga diberikan 300 kg ZA/ha. Pada tahun kedua baru digunakan pupuk organik yaitu dibuat dari kotoran ternak dicampur dengan sisa/limbah pakan dalam bak penampung, kemudian ditambah probiotik untuk mempercepat terjadinya fermentasi. Setiap minggu, tumpukan dibalik untuk
140
menambah oksigen dalam tumpukan dan menjaga agar suhu berkisar sekitar 60 – 70C. Inkubasi membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Kompos telah jadi terlihat dari turunnya suhu, nutrisi stabil, terjadi perubahan bentuk menjadi remah, bau hilang, warna berubah menjadi cokelat. Peubah yang diamati adalah perkembangan populasi ternak, Pertambahan bobot badan (PBB) ternak, produktivitas sayuran dan inputoutput usahatani. Data dianalisa untuk melihat kelayakan teknologi yang diinovasikan, R/C ratio dan beberapa parameter ekonomi yaitu (PURNOMO et al, 2004) untuk menganalisa profitabilitas terhadap penjualan, yakni: 1. Ratio Gross Profit Marjin (GPM) dengan Hasil Penjualan (HP): GPM/HP = (hasil penjualan - harga pokok penjualan)/hasil penjualan 2. Ratio Net Profit Margin (NPM) dengan HP NPM/HP = (laba bersih - pajak)/hasil penjualan 3. Operating Ratio (OR) = Biaya Operasi/ hasil penjualan Rasio ini menunjukkan biaya operasi setiap rupiah penjualan GPM/HP, NPM/HP dan OR merupakan indikator untuk mengukur kemampuan petani/peternak dalam memperoleh laba dalam hubungannya dengan hasil penjualan. 4. Biaya Produksi per Satuan (BP) = Biaya tetap + Biaya tidak tetap / jumlah produk yang dihasilkan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi wilayah dan identitas petani koperator Desa Canggal termasuk Kecamatan Kledung kabupaten Temanggung, merupakan wilayah dataran tinggi dengan ketinggian tempat 1271 meter d.p.l dan luas wilayah 80 ha, terdiri dari 77 ha tegalan dan 2,5 ha pekarangan serta lainnya 0,5 ha. Topografi bergelombang. Komoditas yang biasa ditanam petani adalah tembakau, tetapi mereka biasa menyisihkan sedikit lahannya untuk tanaman pangan yaitu palawija dan sayuran. Rata-rata tiap petani koperator memiliki lahan seluas 0,7 ha, terdiri dari pekarangan dan 2 atau 3 persil kebun, berasal dari warisan turun temurun.
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
Bagi petani yang tidak memiliki lahan luas, berani menyewa lahan rata-rata 0,25 ha untuk ditanami tembakau. Introduksi teknologi berupa perlakuan lahan bukan hanya ditujukan pada perbaikan kondisi lahan saja melainkan juga bermanfaat bagi tanaman maupun ternak, sesuai dengan falsafah usahatani integrasi (Gambar 1). Usahatani tembakau Rata-rata pendapatan kotor petani dari usahatani tembakau sekitar 10 juta Rp/ha, atau pendapatan bersih mencapai Rp. 4,3 juta (Tabel 1), dengan perhitungan harga tembakau
saat panen mencapai kisaran Rp. 5.000 – 8.000/kg. Tenaga kerja banyak digunakan terutama pada waktu pascapanen yaitu untuk mencacah dan menjemur tembakau hingga siap jual. Usaha ternak domba Lama pengelolaan domba oleh kooperator angkatan pertama adalah hingga masingmasing anggota memiliki ternak domba dengan skala usaha sedikitnya 8 ekor agar dapat menjual ternak domba 1 ekor perbulan dengan sistem perkawinan yang diatur.
Konservasi Lahan
Mulsa, Arah guludan
SPA
Rorak
Penguatan teras dg tan.pakan
Limbah Sayuran Pola Tan.Sayuran
Ternak
Pupuk Kompos
Tanah/ Air
Gambar 1. Skema integrasi ternak-tanaman berwawasan konservasi Tabel 1. Analisis usahatani tembakau per ha di Desa Canggal Uraian biaya A. Sarana dan tenaga Benih/bibit (Rp)
Pola tanam eksisting tembakau 5.835.200 193.000
Pupuk + pestisida (Rp)
2.577.200
Tenaga kerja (Rp)
3.065.000
Tenaga kerja (HOK) B. Pendapatan kotor (Rp) Hasil tembakau (kg) C. Pendapatan bersih (Rp)
323 10.145.890 1268 4.310.690
R/C
1,74
ITK
31.438
Biaya Produksi per Satuan (Rp/kg)
4.601
141
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
Populasi ternak meningkat dari 60 ekor menjadi 97 ekor dalam kurun waktu 14 bulan (Tabel 2). Mortalitas yang terjadi sebesar 6%, sedangkan pada anak domba cukup tinggi yaitu sebesar 27%, walaupun demikian nilai ini sudah menurun hampir setengahnya jika dibandingkan dengan sebelum pembinaan (Tabel 3). Kematian anak sebagian besar terjadi pada masa pra-sapih, antara lain disebabkan oleh kondisi kandang yang kurang sehat dan pemberian pakan yang kurang memadai. Pemberian pakan sering dilakukan terlambat sehingga mengganggu produksi air susu induk, padahal perkembangan anak prasapih sangat dipengaruhi oleh ketersediaan susu induk. Salah satu upaya untuk mengurangi kematian anak prasapih, dengan perbaikan kandang kelompok hingga
kelembaban yang semula cukup tinggi dapat diturunkan. Selain itu, diberikan pakan secara cukup pada induk laktasi supaya produksi air susunya mencukupi kebutuhan anak (SILITONGA et al., 1995). Namun dalam pelaksanaannya pakan tersebut dimanfaatkan oleh semua ternak dalam kandang. Pakan konsentrat diberikan sebesar 1% dari bobot badan dan diberikan pada pagi hari sebelum pemberian pakan hijauan. Air minum dan mineral disediakan pada setiap flock secara cukup. Kelahiran anak domba betina lebih banyak daripada yang jantan dengan jumlah betina hampir 1,5 kali jumlah jantan (Gambar 3). Sebaliknya, perkembangan pertumbuhan anak domba betina lebih lambat daripada anak domba jantan (Gambar 4).
Tabel 2. Perkembangan populasi ternak pada kandang kelompok Jumlah ternak Bulan
Dewasa
Dara Jantan
Total
Anak
Jantan
Betina
Betina
Jantan
Awal
12
48
Bulan ke-8
13
46
4
2
10
14
89
Bulan ke-9
13
46
5
6
9
7
86
Bulan ke-10
13
44
8
7
6
8
86
Bulan ke-11
15
44
8
10
2
6
85
Bulan ke-12
13
43
9
12
4
9
90
Bulan ke-13
13
43
9
12
4
12
93
Bulan ke-14
13
43
9
12
5
15
97
60
Populasi Ternak di Awal Kegiatan
Jantan 20%
Betina 80%
Gambar 2. Proporsi populasi ternak awal
142
Betina
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
Populasi Ternak di Akhir Desember 2005
Anak betina 16%
Jantan 13%
Anak jantan 5% Muda betina 12% Betina 45% Muda jantan 9%
(kg)
Gambar 3. Proporsi populasi ternak akhir
12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 Lahir 2 mg 1 bln 2 bln 3 bln 4 bln 5 bln Umur Jantan
Betina
Gambar 4. Grafik perkembangan bobot badan anak domba
Berbeda dengan perkembangan bobot badan anak domba, pertambahan bobot badan induk dan pejantan tidak berbeda nyata diantara keduanya serta mempunyai kesamaan grafik, dimana pada musim kemarau mempunyai bobot badan yang lebih tinggi daripada di musim hujan (Gambar 5). Permasalahan yang dihadapi adalah masih rendahnya keseriusan peternak dalam memelihara ternaknya. Sebagai contoh adalah respon peternak terhadap perawatan dan kebersihan kandang yang masih kurang, serta pemberian pakan yang sering terlambat. Perilaku demikian mengakibatkan buruknya pertumbuhan ternak khususnya pada anak.
Meskipun demikian dengan pembinaan perbaikan teknis dan manajemen yang dilakukan secara intensif telah menunjukkan peningkatan kinerja reproduksinya. Populasi meningkat dengan lahirnya anak, termasuk 1 ekor pejantan yang merupakan pembesaran anak kelahiran awal (Tabel 3). Di lain pihak terjadi penurunan jumlah induk sebanyak 3 ekor karena mati, sehingga kematian induk sejak awal sebanyak 5 ekor. Kematian induk disebabkan karena sakit, diantaranya sakit setelah melahirkan dan anaknya mati. Nilai R/C usahatani ternak > 1, menunjukkan bahwa pada tingkat produksi yang ada sekarang sudah mampu mengatasi
143
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
biaya yang dikeluarkan. Namun demikian jika tenaga kerja ikut diperhitungkan dimana diperlukan 205 HOK/tahun sehingga terlihat nilai ITK (18 ribu) < riil upah (30 ribu), maka produktivitas usahatani ini masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, optimalitas terapan teknologi melalui pakan tambahan sangat perlu ditingkatkan. Untuk penyediaan pakan yang berkualitas, telah diintroduksikan rumput unggul Brachiaria Ruzziensis dan Brachiaria brizantha sebagai
sumber serat kasar dan yang mempunyai bulk tinggi serta legume Gliricidia, Calliandra dan Leucaena sebagai sumber protein. Dengan mengkonsumsi pakan yang lebih berkualitas, produktivitas berupa jumlah anak yang dapat dilahirkan dan jumlah anak yang dapat hidup terus akan meningkat. Pada pengamatan di pembibitan, diantara legume, yang paling tinggi daya tumbuhnya Gliricidia 70%, pertumbuhan spesies lainnya kurang baik. Sementara itu, rumput 60%. Hasil penanaman
34,00 32,00
(kg)
30,00 28,00 26,00 24,00 22,00 20,00 Jun
Jul
Sep
Ags
Okt
Nov
Des
Bulan Induk
Pejantan
Gambar 5. Grafik perkembangan bobot badan domba Tabel 3. Kinerja reproduksi ternak domba pola pengkajian Parameter
Sebelum perbaikan
Sesudah perbaikan
Pejantan
12,0
13,0
Induk
46,0
43,0
Anak
22,0
41,0
1,4
1,4
Tunggal
56,0
55,0
Kembar 2
44,0
45,0
Jumlah ternak (ekor)
Jumlah anak sekelahiran (ekor) Tipe kelahiran (%)
Rata-rata bobot lahir (kg)
1,8
2,0
PBBH prasapih (g)
63,0
65,0
PBBH lepas sapih (g)
42,0
48,0
Rata-rata jarak beranak (hari)
- *)
218,0
Kematian anak prasapih (%)
47,0
27,0
*) Tidak ada data
144
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
Tabel 4. Analisa usahatani 4 ekor domba betina + 1 ekor domba jantan/tahun Uraian
Satuan
Volume
Harga/satuan
Besaran (Rp)
ekor bh
5 1
350,000 – 400,000 5.000.000
1.900.000 625.000
kg ltr
147,50 0,50
800 3.500
118.000 1.750
HOK Rp
205
10.000
2.050.000 4.694.750
Pengeluaran Modal bibit Kandang Pakan konsentrat Obat-obatan Tenaga kerja Total biaya + upah Total biaya - upah Penerimaan Ternak anak Ternak induk + pejantan Kotoran
Rp
2.644.750
ekor anak/tahun
4
250.000
1.000.000
ekor/tahun kg/ekor/tahun
5 912,50
450.000 500
2.250.000 456.250
Total penerimaan Pendapatan (+ TKK)
Rp Rp
3.706.250 -988.500
Pendapatan (- TKK) R/C
Rp
1.061.500 1,40
ITK
Rp/HOK
pada umur 8 – 12 bulan. Rumput ditanam di tampingan sebagai penguat teras, sesuai ini baru dapat dimanfaatkan di tahun berikutnya, karena umur pemotongan pertama dengan pernyataan SANTOSO et al. (2004) bahwa saluran pembuangan air (SPA) yang diperkuat dengan rumput (grassed waterways) penting untuk mengamankan SPA sehingga lahan menjadi lebih stabil, mengurangi biaya pemeliharaan lereng dan menambah keindahan dari bentang alam. Teknik ini baik untuk lahan yang lerengnya kurang dari 30%. Legume ditanam di pinggir jalan desa, batas lahan dan keliling kandang umbaran. Masing-masing petani menanam tanaman pakan pada luasan lahan yang berbeda. Semula mereka menggunakan rumput alam sebagai bahan pakan hijauan untuk domba. Dengan diintroduksikannya tanaman pakan, diharapkan selain menyediakan bahan pakan yang lebih berkualitas juga dari segi jumlah dapat meningkatkan kepemilikan ternak. Dari luas lahan yang telah ditanami, jika telah berproduksi diperoleh nilai daya dukung tambahan populasi domba sebanyak 106 ekor dari populasi yang telah dimiliki sekarang.
205,00
18.079
Produktivitas berupa kenaikan bobot badan anak domba maupun induk belum optimal, namun masuk kategori sedang. Jumlah anak sekelahiran tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah binaan, yaitu 1,4 ekor atau masih banyak yang lahir tunggal daripada yang kembar. Tipe kelahiran selain dipengaruhi perlakuan pakan juga dipengaruhi oleh genetik, induk yang berasal dari keturunan kembar berpeluang melahirkan kembar lebih besar. Selain itu bangsa, berat badan dan umur merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap laju ovulasi dan jumlah anak sekelahiran (INOUNU, 1996). Bobot lahir dan pertambahan bobot badan harian (PBBH) pada masa pra-sapih dan lepas sapih terjadi peningkatan dari sebelum dan sesudah binaan. Peningkatan tersebut selain dipengaruhi oleh perbaikan sarana dan manajemen pemeliharaan, kesiapan induk dalam hal umur dan bobot badan sangat menentukan bobot lahir dan pertumbuhan selanjutnya. Jarak beranak berkisar 218 hari, cukup baik dibanding di tingkat lapang yang rata-rata mencapai 8 bulan.
145
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
Gambar 8. Chopper pakan ternak
Gambar 9. Pengomposan
Usahatani sayuran Tanaman pada MT-1 adalah Cabai varietas Lembang -1 dan TM-99 serta kubis varietas green coronet. Hasil yang diperoleh masingmasing petani kooperator 758 kg cabai segar/2000 m2 atau 3,793 ton/ha dari jumlah pemetikan 18 – 25 kali. Sementara itu, hasil kubis 1.583 kg/2000 m2 atau 7,916 ton/ha. Walaupun hasil tersebut secara tonase belum optimal, namun jika dilihat dari hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa pada pola tumpangsari tersebut telah mampu memberikan tingkat pendapatan bersih petani sebesar Rp.
146
11.100.000/ha/musim (Tabel 5), dimana hasil tersebut berasal dari penjualan cabai sebesar Rp. 9.400.000 dan kubis Rp. 1.700.000 pada saat panen. Dikemukakan oleh BAHAR, et al (1991) dalam HARAHAP et al. (1996), bahwa produksi dan pendapatan yang diterima petani dalam usahatani sayuran tidak hanya ditentukan oleh teknologi produksi saja, tetapi juga dipengaruhi oleh jenis tanaman lain di dalam pola pertanaman yang dipilih petani. Pada MT-2 ditanami tomat varietas Marta dan kubis varietas green coronet. Produksi tomat mencapai 2,846 kg/2000 m2 atau 14,23 ton/ha berfluktuasi membentuk garis parabol dengan membuka ke bawah dan puncak berada
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
pada pemetikan 7 pada selang hari 2 – 3 hari atau pada pemetikan ke-13 pada selang pemetikan tiap hari. Pada umumnya jumlah pemetikan berkisar dari 10-13 kali. Sedangkan hasil rata-rata kubis pada pertanaman MT-2 5,153 ton/ha. Potensi hasil tersebut untuk pertanaman off season sudah cukup namun belum optimal, salah satunya dapat disebabkan pemupukan yang kurang efisien. Menurut KURNIA (2004), pemupukan di ekosistem dataran tinggi sangat rentan terhadap erosi, diperkirakan sangat banyak unsur-unsur hara dari pupuk yang hilang terbawa aliran permukaan. Hasil analisis finansial pola tumpangsari tomat + kubis, menunjukkan hasil tanaman kubis sebagai tanaman penyisip belum memberikan tambahan pendapatan petani jika TKK harus diperhitungkan. Hal ini disebabkan karena pertanaman tomat yang dipanen pada musim hujan pada umumnya memiliki harga yang cukup tinggi. Harga hasil panen sayuran pada titik rendah umumnya terjadi saat panen raya, pada musim tanam (on season), sedangkan pada pertanaman off season walaupun kendala iklim dan lingkungan berat namun harga jual hasil panen berdasarkan pengalaman di lapangan pada umumnya di atas harga hasil panen on season. Terdapat hama dan penyakit yang menyerang cabai, tomat maupun kubis, tetapi umumnya dalam taraf dibawah ambang ekonomi. Beberapa ada yang sudah diatas ambang ekonomi, antara lain bercak daun pada cabai dan pytophtora pada tomat. Hasil analisis finansial usahatani sayuran menunjukkan bahwa baik pola tanam tumpangsari cabai + kubis pada MT-1 maupun tumpangsari tomat + kubis pada MT-2, samasama mampu memberikan tingkat keuntungan petani. Seperti halnya menurut BROWN et al dalam ANONIM (2004) bahwa kombinasi antara kubis dan tomat dalam pola tumpangsari menghasilkan tingkat keuntungan bersih lebih tinggi daripada kombinasi antara sayuran lainnya. Namun, jika dilihat usahatani per komoditi, usahatani kubis pada tumpangsari dengan tomat tidak memberikan keuntungan, ditunjukkan dari nilai B/C < 0 atau R/C < 1. Hal ini disebabkan pengeluaran untuk keperluan tenaga kerja cukup besar, dapat dilihat jika komponen investasi dalam bentuk natura dikeluarkan dari pengeluaran tunai, menghasilkan nilai B/C menjadi 0,78
(Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan terbesar pada pengeluaran adalah dari tenaga kerja keluarga. Namun secara keseluruhan, semua nilai ITK > nilai upah riil di lapang, mencerminkan bahwa penerimaan yang dihasilkan cukup memadai dibanding investasi tenaga yang telah dicurahkan. Jika usahatani tembakau dibandingkan dengan usaha sayuran dengan tumpangsari cabai + kubis pada MT-1 dan tomat + kubis pada MT-2, usahatani sayuran memberikan keuntungan rupiah lebih tinggi, serta nilai R/C lebih tinggi daripada usahatani tembakau, yaitu untuk tomat 1,79 dan cabai 2,30. Sementara itu, R/C tembakau 1,74. Artinya, dengan menanam modal 1000 rupiah untuk usahatani, diperoleh penerimaan kotor sebanyak 1740 rupiah dari tembakau, 1790 dari tomat dan 2300 dari cabai. Selain itu, biaya untuk menghasilkan 1 kg tembakau diperlukan biaya cukup besar yaitu Rp. 4601, padahal untuk menghasilkan 1 kg cabai hanya Rp. 1910, bahkan untuk menghasilkan 1 kg tomat hanya memerlukan 979 rupiah. Urutan hasil ini sedikit berbeda dari hasil penelitian ADIYOGA et al. (2000), yang menunjukkan bahwa usahatani sayuran yang paling menguntungkan berurutan adalah tomat, kemudian cabai kemudian kubis. Jika melihat hasil analisa usahatani sayuran, menunjukkan bahwa terdapat selisih yang cukup besar antara penerimaan tunai dan penerimaan tunai + natura. Salah satu komponen natura ini adalah pupuk kandang selain tenaga kerja keluarga. Keuntungan yang dirasa petani lebih besar karena nilai tunai yang diterima lebih besar, merupakan hasil dari pupuk kandang yang diproduksi sendiri. Karena persentase biaya dari pupuk kandang ini cukup besar dan perannya telah terbukti diperlukan mengingat lahan Canggal termasuk kategori masam, maka peran usahatani ternak yang diintegrasikan makin dikokohkan. Telah disurvei mengenai komentar atau pendapat petani koperator terhadap teknologi yang diintroduksikan. Tidak ada variasi jawaban yang diperoleh, walaupun dirasakan bersama bahwa hasil usahatani masih belum memuaskan, namun semua petani merasa bahwa mereka setuju dan yakin pada teknologi yang harusnya diterapkan agar diperoleh hasil yang optimal.
147
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
Tabel 5. Analisa usahatani sayuran, polikultur-polikultur per ha MT-1
Uraian Cabai
MT-2 Kubis
Tomat
Total AUT Kubis
sayuran
A. Sarana Produksi Benih/ bibit
(Rp)
833.333,33
400.000,00
1.775.000,00
710.000,00
3.718.333,33
Pupuk
(Rp)
2.363.888,89
1.056.000,00
4.840.600,00
350.000,00
8.610.488,89
Pestisida
(Rp)
725.925,93
130.400,00
857.500,00
1.106.000,00
2.819.825,93
Tenaga kerja
(Rp)
3.324.074,07
1.480.000,00
6.460.000,00
3.010.000,00
14.274.074,07
Tenaga kerja (HOK)
332,41
37,00
646,00
301,00
1.316,41
Jumlah pengeluaran (Rp)
7.247.222,22
3.066.400,00
13.933.100,00
5.176.000,00
29.422.722,22
2.423.148,15
1.410.400,00
3.973.100,00
2.166.000,00
9.972.648,15
Tunai
(Rp)
Natura/ TKK
(Rp)
4.824.074,07
1.656.000,00
9.960.000,00
3.010.000,00
19.450.074,07
(Rp)
16.679.513,89
4.749.744,00
24.920.673,08
3.865.387,50
50.215.318,47
Hasil
(kg)
3.793,52
7.916,24
14.230,77
5.153,85
Harga
(Rp)
2.000-10.000
600,00
800 - 2250
750,00
(Rp)
9.432.291,67
1.683.344,00
10.987.573,08
-1.310.612,50
20.792.596,24
Pendapatan tunai (Rp)
B. Penerimaan
C. Pendapatan
14.256.365,74
3.339.344,00
20.947.573,08
1.699.387,50
40.242.670,32
B/C
1,30
0,55
0,79
-0,25
0,71
B/C tunai
5,88
2,37
5,27
0,78
4,04
R/C
2,30
1,55
1,79
0,75
1,71
R/C tunai
6,88
3,37
6,27
1,78
5,04
50.177,92
128.371,46
38.576,89
12.841,82
ITK
(Rp/HOK)
0,41 (0,80)
NPM/HP (tunai)
0,37 (0,72)
OR
(tunai)
0,59 (0,20)
BP
(Rp/kg)
1.910,42
387,36
979,08
1.004,30
BP tunai
(Rp/kg)
638,76
178,17
279,19
420,27
Gambar 9. Pertanaman tomat dan kubis
148
38.145,73
GPM/HP (tunai)
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
Dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan ada beberapa masalah yang timbul dalam pelaksanaannya maupun dalam perkembangannya, berupa curahan tenaga kerja keluarga pada bulan panen tembakau sangat padat, yang digunakan untuk panen dilanjutkan perajangan dan penjemuran. Walaupun dasar kuat dari adanya kegiatan introduksi teknologi komoditi sayuran dan ternak adalah dari permintaan petani untuk menggantikan komoditi tembakau yang menurun terus harganya, tetapi budaya turun temurun bertani tembakau, membuat enggan petani untuk meninggalkan sama sekali bertanam tembakau, walau mereka sudah menyadari tipisnya keuntungan tembakau dan besarnya keuntungan usahatani sayuran/ternak Oleh karena itu, disarankan pemilihan komoditi yang diusahakan atau pola tanam adalah yang tidak perlu perawatan intensif pada bulan panen tembakau. KESIMPULAN 1. Usahatani domba yang diintegrasikan dengan Cabai, kubis dan tomat menghasilkan pendapatan Rp 21.854.096/ ha/tahun dapat mensubstitusi komoditi tembakau, karena keuntungan usahatani tembakau lebih kecil daripada usahatani tomat dan cabai, dengan nilai R/C berturutturut 1,74; 1,79 dan 2,30. 2. Nilai BP tembakau > Cabai > kubis > tomat atau biaya produksi untuk menghasilkan 1 kg tembakau lebih besar daripada untuk menghasilkan 1 kg tomat, cabai dan kubis, yaitu berturut-turut 4601; 1910; 387 – 1004; 979 rupiah. 3. Melalui peningkatan sarana teknis dan manajemen pemeliharaan kematian anak pra-sapih domba dapat ditekan dari 47 menjadi 27%. 4. Untuk meningkatkan pendapatan usahatani sayuran perlu diintegrasikan dengan usahatani ternak domba dalam satu kesatuan SUT terintegrasi yang berwawasan konservasi di dataran tinggi Kabupaten Temanggung.
DAFTAR PUSTAKA ADIYOGA, W., M. AMERIANA, R. SUHERMAN, T.A. SOETIARSO, B.K. UDIARTO dan I. SULASTRINI. 2000. Sistem produksi sayuran urban dan periurban di kotamadya dan kabupaten Bandung. J. Hortikultura. 9(4) 331 – 352. Puslitbang Hortikultura, Jakarta. ANONIM. 2004. SUT Berbasis Tanaman Sayuran/Pangan-Ternak Berwawasan Konservasi di Kabupaten Temanggung. Program PFI3P. Puslitbang Hortikultura, Jakarta. HARAHAP, A.D., P. NAINGGOLAN dan D. SINAGA. 1996. Pola tanam tumpangsari pada tanaman kubis. J. Hortikultura. 6(3): 255 – 262. INOUNU, I. 1996. Keragaan produksi ternak domba prolifik. Disertasi Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. KASDI, S., S. MARWANTO dan U. KURNIA. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif. Balai Penelitian Tanah. 2003 KURNIA, U., H. SUGANDA, D. ERFANDI dan H. KUSNADI. 2004. Teknologi Konservasi Tanah Pada Budidaya Sayuran Dataran Tinggi, dalam Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 133 – 150. PFI3P. 2003. Panduan Perencanaan Penelitian dan Pengkajian Pengembangan Inovasi Pertanian di Lahan Marjinal. PFI3P. Badan Litbang Pertanian. PURNOMO, S., B. MARWOTO, U. KUSNADI, W. ADIYOGA, R.S. BASUKI, NIKARDI, A. DARLIAH, D. PURNOMO, A. THOMAS, W. HARTATIK, D. SETYABUDI dan SUPARLAN. 2004. Proposal Penelitian Pengembangan SUT Berbasis Tanaman Sayuran/Pangan-Ternak Berwawasan Konservasi di Kabupaten Temanggung. PFI3P. Puslitbang Hortikultura, Jakarta. SANTOSO, D.J. PURNOMO, I-G.P. WIGENA dan E. TUHERKIH. 2004. Teknologi konservasi tanah vegetatif. Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm. 77 – 108. SUGANDA, H. dan U. KURNIA. 2002. Kiat Berusahatani Sayuran di Lahan Kering Berlereng Curam. Warta Litbang Pertanian. 24(2).
149
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
DISKUSI Pertanyaan: 1. Jenis sayuran apa yang baik diintroduksikan integrasi dengan domba? 2. Kegiatan introduksi komoditi lain sebagai substitusi tembakau agar dikembangkan untuk mensukseskan program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pembatasan rokok. Jawaban: 1. Jenis sayuran yang terlihat menguntungkan terutama adalah tomat dan cabai. 2. Benar. Oleh karena itu, hasil ini perlu disosialisasikan ke daerah perkebunan tembakau lain.
150