PELUANG PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITI SPESIFIK DI KELURAHAN KAYUMALUE NGAPA, KOTA PALU, PROPINSI SULAWESI TENGAH Syamsul Bakhri dan Lintje Hutahaean Balai Pengkajian Teknologi Petanian Sulawesi Tengah ABSTRAK Kajian Peluang Pemberdayaan petani melalui pengembangan komoditi spesifik di Kelurahan Kayumalue Ngapa Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Desember 2006. Kajian menggunakan metode Survei Participatory Rural Apprisal (PRA) dengan melibatkan unsur dan tokoh masyarakat secara`partisipatif dalam wawancara. Kajian bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai Potensi Sumberdaya, kendala/permasalah yang dihadapi petani dan peluang pemberdayaan petani melalui pengembangan komoditi spesifik di Kelurahan Kayumalue Ngapa Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Hasil Kajian menunjukkan bahwa Agroekosistem dominan di kelurahan Kayumalue Ngapa Kecamatan Palu Utara Kota Palu adalah lahan kering dataran rendah iklim kering, sehingga pengembangan usahatani sangat tergantung pada ketersediaan air irigasi. Komoditi bawang merah merupakan dua komoditi spesifik yang berpeluang untuk dikembangkan di wilayah ini dalam usaha meningkatkan pendapatan petani karena selain sangat sesuai dengan kondisi biofisik dan budaya masyarakat, juga peluang pasar yang cukup terbuka luas. Masalah utama yang dihadapi petani saat ini adalah rendahnya produktivitas dan tingginya fluktuasi harga bawang segar di pasaran sehingga petani tidak mempunyai jaminan pendapatan setiap selesai panen. Pada Kondisi harga yang membaik maka pendapatan usahatani dapat mencapai Rp. 18,3 juta/ha/musim sedangkan pada kondisi harga terendah maka petani merugi sebesar Rp. 7,4 juta/ha/musim. Pembinaan kelompok tani, peningkatan produktivitas melalui inovasi teknologi dan fasilitasi hubungan kemitraan dengan indutri penggorengan bawang berpeluang untuk meningkatkan pendapatan usahatani serta pengembangan agribisnis di Kelurahan Kayumalue Ngapa. Kata Kunci : Pendapatan Usahatani, Komoditi Spesifik, Bawang Merah Lokal LATAR BELAKANG Program Rintisan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang disingkat dengan (Primatani) merupakan suatu model atau konsep baru diseminasi teknologi yang dipandang dapat mempercepat penyampaian informasi dan inovasi baru yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Dengan demikian Primatani diharapkan dapat menjadi jembatan penghubung langsung antara Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil inovasi (gererating system) dengan lembaga penyampaian (delivery system) maupun pelaku agribisnis (receiving system) sebagai pengguna inovasi. Pengalaman pelaksanaan Primatani di beberapa daerah pada tahun 2005/2006 dipandang mampu memberikan manfaat pada pembangunan pertanian melalui; (1) peningkatan muatan inovasi pertanian dalam kegiatan usahatani, (2) efisiensi produksi, (3) Singkronisasi/koordinasi sumberdaya, program dan dana pembangunan. Kenyataan ini memberi pengaruh langsung terhadap peningkatan aktivitas pembangunan pertanian khususnya kegiatan penyuluhan pertanian yang selama ini mulai mengendor di beberapa wilayah. Berdasarkan kenyataan tersebut maka kegiatan Primatani cakupannya diperluas dari 33 kabupaten pada tahun 2006 menjadi 201 kabupaten pada tahun 2007 dengan status sebagai instrumen pelaksanaan revitalisasi pertanian yang ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 496/2006 mengenai pembentukan Tim Pembinan dan pelaksana Prima Tani (Adimihardja, 2006). Kegiatan Prima Tani di Propinsi Sulawesi Tengah telah dilaksanakan sejak tahun 2005 di kabupaten Parigi-Moutong. Pada tahun 2007 cakupan kegiatan diperluas menjadi 6 kabupaten/Kota dan salah satunya adalah di kota Palu. Kegiatan Prima Tani di kota Palu dilaksanakan di Keluarah Kayumalue Ngapa kecamatan Palu Utara pada Agroekosistem Lahan Kering Dataran Rendah Iklim Kering (LKDRIK) yang merupakan agroekosistem dominan di wilayah ini. Dalam usaha mendapatkan informasi untuk penyusunan rencana kegiatan di wilayah kelurahan Kayumalue Ngapa sebagai salah satu lokasi Prima Tani maka kajian bertujuan untuk mengidentifikasi potensi, kendala dan masalah serta peluang peningkatan pendapatan petani komoditi spesifik di
Kelurahan Kayu Malue Ngapa Kecamatan Palu Utara Kota Palu. Keluaran yang diharapkan dari kajian ini adalah karakteristik potensi, kendala dan masalah serta peluang peningkatan pendapatan petani komoditas spesifik di Kelurahan Kayu Malue Ngapa Kecamatan Palu Utara Kota Palu. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Survai dilaksanakan di Kelurahan Kayu Malue Ngapa Kecamatan Palu Utara Kota Palu dari bulan Oktober samapi Desember 2006. Penentuan lokasi secara sengaja (Purposive Sampling) yakni di lokasi kegiatan Prima Tani dengan agroekosistem lahan kering dataran rendah iklim kering (LKDRIK), mempunyai potensi dan peluang untuk pengembangan agribisnis, memiliki kejelasan komoditas pertanian yang diusahakan oleh masyarakat, memiliki infrastruktur yang mendukung pengembangan agribisnis. Responden terdiri dari petani dan aparat pemerintah daerah (Lurah, Penyuluh, KTNA dan Tokoh Masyarakat). Pengumpulan data dan informasi (data primer) dilakukan melalui wawancara/diskusi secara mendalam (In-depth Interview) secara berkelompok kepada responden dengan prinsip triangulasi dan penelusuran desa melalui observasi lapangan. Data skunder dikumpulkan melalui instansi yang terkait. Data yang dikumpulkan dalam survai ini meliputi: (1) data biofisik diperoleh dari wawancara dan profil desa, (2) data Sosial ekonomi diperoleh dari wawancara dan monografi desa, (3) data penguasaan dan sumber daya rumah tangga diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung, (4) data kelembagaan pendukung dan keragaan usahatani diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung. Data yang diperoleh dianalis dengan menggunakan metode deskriptif dengan mengorganisasikan dan mengaitkan dengan potensi desa. Data keragaan usahatani dinalisis secara finansial. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bio-fisik dan Aksesibilitas Kelurahan Kayumalue Ngapa merupakan salah kelurahan yang berada dalam wilayah kecamatan Palu utara, Kota Palu, Propinsi Sulawesi Tengah. Tipe iklim kelurahan Kayumalue Ngapa mengikuti iklim Kota Palu yang pada prinsipnya mempunyai dua musim yaitu musim hujan yang terjadi pada bulan Oktober–Maret sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April-September, dengan curah hujan antara 400-800mm/tahun (Djaafar, 1992). Pada tahun 2003 dan 2004, jumlah curah hujan yang tercacat di Stasiun Meteorologi Badan Udara Mutiara Palu masing-masing hanya 41 mm dan 28 mm/tahun. Curah hujan ini sangat rendah apabila dibandingkan dengan kebutuhan minimal tanaman palawija yaitu 100mm/bulan sehingga untuk mengembangkan usahatani di kota Palu khususnya di kelurahan Kayumalue Ngapa praktis dibutuhkan sumber air irigasi. Rendahnya curah hujan di wilayah kota Palu dan terbatasnya sumber air irigasi menyebabkan banyaknya lahan kering yang diberokan, dengan kata lain bahwa lahan pertanian yang diusahakan hanya lahan yng mendapat air irigasi. Rendahnya pemanfaatan lahan pertaninan menyebabkan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Palu hanya 4,45 % dan paling rendah diantara sektor lainnya. Wilayah kota Palu yang umumnya didominasi dengan tanah jenis Alluvial dengan pH 5,5 -7,5 sangat sesuai untuk untuk berbagai jenis tanaman seperti padi, palawija, hortikultura, tanaman perkebunan dan pakan ternak sepanjang kebutuhan air dapat terpenuhi (Fagi, et. al., 1993). Produktivitas komoditi utama yang dicapai pada tahun 2004 masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan potensi genetik yakni padi : 3,7 ton, Jagung : 2,2 ton, Kacang tanah 1,2 ton dan bawang merah 6,4 ton (BPS Kota Palu, 2005a). Hal ini memberikan indikasi bahwa potensi pengembangan sektor pertanian di kota Palu, khususnya pada lahan yang mendapat air irigasi masih terbuka luas melalui penerapan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Berbeda dengan daerah tingkat II lainnya, kota Palu dengan letaknya yang strategis dan didukung ketersediaan infrastruktur dan sarana transfortasi yang memadai mengarahkan pembangunan ekonominya ke sektor industri dengan dukungan sektor pertanian yang tangguh. Dengan demikian peranan Sektor Pertanian di kota Palu sangat penting terutama dalam penyediaan bahan baku bagi industri perkotaan. Kelurahan Kayumalue Ngapa kecamatan Palu utara terletak di sebelah utara Kota Palu, yang berbatasan dengan Desa Guntarano Kabupaten Donggala di sebelah Timur, Sebelah Selatan dengan
Kelurahan Taipa, Sebelah Barat dengan Kayumalue Pajeko dan Sebelah Utara dengan Kelurahan Panau. Peta desa Kelurahan Kayumalue Ngapa tertera pada Gamabar 1.
Gambar 1. Peta Kelurahan Kayumalue Ngapa. Luas Wilayah Kelurahan Kayumalue Ngapa adalah 7,43 km2 yang terletak pada ketinggian 8-22 m dpl (Profil Kelurahan Kayumalue Ngapa,2006). Kelurahan Kayumalue Ngapa masih berada dalam kawasan lembah Palu dengan jarak dari ibu kota Kecamatan sejauh 2,5 km, sedangkan dari kota Palu dan sekaligus ke ibukota Propinsi sekitar 17 km. Kondisi jaringan jalan yang ada di Kelurahan Kayu Malue yang menghubungkan dengan ibu kota kecamatan, kota Palu/propinsi cukup bagus karena termasuk jaringan jalan propinsi. Waktu yang diperlukan untuk akses ke Kota kabupaten/Propinsi diperlukan waktu antara 20 menit, sedangkan dengan Kota kecamatan hanya memerlukan waktu 2-5 menit. Saran jalan ke lahan usahatani walaupun belum diaspal tetapi dapat dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Sarana transportasi berupa angkutan kota dan ojek cukup tersedia dengan frekuensi setiap saat. Jaringan komunikasi (telepon) sudah tersedia baik dalam bentuk telepon kabel maupun selluler. Media informasi seperti Televisi umumnya dimiliki setiap rumah tangga, sedangkan siaran radio frekuensi FM dapat diterima dari Kota Palu. Keragaan Agro Ekosistem dan Usahatani Kelurahan Kayumalue Ngapa berada dalam kawasan Lembah Palu yang mempunyai curah hujan sangat rendah, sehingga karakteristik usahatani yang dominan adalah usahatani lahan kering dataran rendah iklim kering. Kegiatan usahatani sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air irigasi. Kelurahan Kayumalue Ngapa mendapat air irigasi dari mata air yang berada di desa Bale kecamatan Taweli Kabupaten Donggala, sehingga kegiatan usahatani khususnya luas lahan yang dapat tergarap sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air irigasi tersebut. Panjang saluran irigasi sampai saat ini (tahun 2007) adalah 1900 m. Komoditi yang dibudidayakan oleh masyarakat di kelurahan Kayumalue Ngapa adalah tanaman Kelapa, Kakao, Pisang, Mangga, Jagung, Kacang Tanah, Ubi kayu dan bawang merah. Luas dan Produksi masing-masing Komoditi tersebut tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis, luas dan produksi tanaman budidaya di kelurahan Kayumalue Ngapa tahun 2005. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Komoditi Kelapa Kakao Jagung Ubi Kayu Kacang Tanah Bawang Merah Pisang Mangga
Luas (ha) 9 2,1 10 6 26,4 63,25 6 3
Produksi (ton) 11,7 2,4 14,75 3,6 22,4 316 24 7,5
Produktivitas (t/ha) 1,3 1,1 1,5 0,6 0,8 5,0 4 2,5
Sumber : Data Potensi Kelurahan Kayumalue Ngapa 2006.
Komoditi utama yang diusahakan pada dua tahun terakhir adalah Bawang Merah lokal Palu. Bawang merah jenis ini dikenal dimasyarakat dengan nama bawang batu atau bawang lokal dan merupakan bahan baku untuk industri bawang goreng. Kelebihan dari bawang lokal ini dibandingkan dengan bawang merah biasa adalah mempunyai struktur umbi yang padat sehingga apabila diolah menjadi bawang goreng maka kualitasnya lebih renyah dibandingkan dengan bawang merah lainnya. Komoditas lainnya seperti terlihat pada Transek Desa Gambar 2.
Timur Vegetasi/Uraian Pemanfaatan
Tekstur tanah Kesuburan tanah Pola Tanam
Faktor Penghambat
Pemukiman/ Pekarangan Pemukiman, tanaman Kelapa, Pisang, Mangga, Nangka dan Ternak Sapi, Kambing dan Ayam Buras Lempung berpasir Rendah – Sedang Pekarangan/Campuran
Air
Hutan/Padang Pengembalaam
Kebun Bawang Merah, Pisang, Jagung, Kacang Tanah, Jagung Ubi-ubian, pohon Jati Lempung berpasir Rendah - Sedang Bawang-BawangBawang. Bawang – palawijaBawang Air Irigasi, hama Penyakit
Padang Pengembalaan Komunal Lempung Berpasir Rendah -Sedang Semak + Ternak
Ketersediaan Rumput terbatas
Gambar 2. Transek Kelurahan Kayumalue Ngapa tahun 2005. Komoditi lainnya seperti Mangga, Pisang, Nangka hanya sebagai tanaman pekarangan, sedangkan jagung, ubi kayu hanya ditanam dipinggir-pinggir kebun untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. Demikian pula terhadap tanaman Kacang tanah yang selama ini banyak dibudidayakan juga sudah jarang dibudidayakan dan digantikan dengan tanaman bawang merah lokal. Rata-rata kepemilkan lahan untuk budidaya adalah antara 1- 2 ha/KK, namun luas lahan yang digarap setiap musim sangat tergantung pada ketersediaan air irgasi. Ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat di Kelurahan Kayumalue Ngapa adalah ternak Sapi, Kambing dan Ayam buras, dengan rata-rata tingkat pemilikan antara 2-5 ekor/KK . Jenis dan populasi ternak yang ada di Kelurahan Kayumalue tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis dan Populasi Ternak yang dipelihara masyarakat di Kelurahan Kayumalue Ngapa Tahun 2005. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Ternak Sapi Kambing Domba Kuda Ayam Boiler Ayam Buras
Populasi (Ekor) 221 342 25 5 1521 413
Sumber: Profil Kelurahan Kayumalue Ngapa, 2006.
Rendahnya curah hujan dan keterbatasan air irigasi serta berflutuasinya harga komoditi pertanian yang diusahakan oleh masyarakat menyebabkan tidak adanya pola tanam yang jelas diterapkan di Kelurahan Kayumalue Ngapa. Tanaman Bawang Merah varietas lokal yang merupakan komoditi utama yang dibudidayakan oleh masyarakat ditanam setiap saat sehingga tanaman ini senantiasa ada dilapangan sepanjang musim. Dengan adanya pengaturan pembagian air irigasi setiap anggota kelompok menyebabkan waktu penanaman saling bergantian dengan luas garapan yang terbatas. Kelurahan Kayumalue Ngapa mendapat jatah air irigasi selama 3 hari setiap minggu dengan debit air yang tidak tertentu. Namun demikian ketersediaan air irigasi yang selama ini dirasakan sudah mencukupi kebutuhan pertanaman, sepanjang aturan pembagian air dijalankan secara baik.
Dengan pola ini, rata-rata petani dapat menanam bawang merah sebanyak 3-5 kali dalam setahun dengan pola: Bawang-Bawang-Bawang. Pengaturan waktu tanam secara bergantian antara anggota kelompok dengan luas garapan yang terbatas menyebabkan waktu panen hampir setiap hari. Cara ini dirasakan oleh petani dapat megurangi terjadinya fluktuasi harga bawang di pasaran. Bahkan menurut petani bahwa apabila bawang akan diarahkan untuk industri bawang goreng maka justru cara ini akan menjamin kontinuitas produksi. Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik Penduduk Jumlah penduduk kelurahan Kayu Malue Ngapa adalah 2.855 jiwa atau 482 KK. Kepadatan penduduk kelurahan Kayumalue Ngapa adalah 482/ km2, lebih tinggi dari rata-rata kepadatan penduduk kecamatan Palu Utara yang mencapai 387/km2 dengan perbandingan antara pria dan wanita masing 1428 pria dan 1932 wanita. Pengelompokan penduduk menurut usia menunjukkan bahwa di Kelurahan Kayumalue Ngapa sebahagian besar penduduk (67,83 %) berada pada umur 16-55 tahun Tabel 3). Selebihnya berada pada usia muda (di bawah 15 tahun sebanyak 17,98 %) dan usia lanjut (>56 tahunsebanyak 14,19 %). Hal ini menggambarkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Kelurahan Kayumalue Ngapa cukup potensil karena sebahagian besar penduduknya berada pada umur produktif dengan tingkat pendidikan dominan (38,47 %) adalah SLTA (Tabel 4). Tabel 3. Penduduk Kelurahan Kayumalue Ngapa berdasarkan kelompok usia, No
Kelompok Usia
Umur (Thn)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
Usia Muda
0 – 15
604
17,98
2
Usia Produktif
16 – 55
2279
67,83
477
14,19
3 Usia Lanjut > 56 Sumber : Propil Kelurahan Kayumalue Ngapa, tahun 2005
Tahun 2005.
Tabel 4. Jumlah penduduk Kelurahan Kayumalue Ngapa berdasarkan tingkat pendidikan, tahun 2005. No. 1.
TK
Tingkat pendidikan
Jumlah (orang) 229
Persentase (%) 6,81
2.
SD
817
24,46
3.
SLTP
765
22,76
4.
SLTA
1213
38,47
5.
Diploma ( D1 –D3 )
63
1,87
6.
Sarjana ( S1 )
41
1,23
7. Pendidikan Ketrampilan 147 Sumber : Propil Kelurahan Kayumalue Ngapa, tahun 2005
4,40
Mata Pencaharian dan Mobilitas Penduduk Letak kelurahan Kayumalue Ngapa yang berada dekat dengan kota Palu, yang didukung dengan kemudahan transfortasi dan perkembangan industri menyebabkan masyarakat kelurahan Kayumalue Ngapa banyak yang mencari nafkah sebagai tenaga kerja pabrik baik yang berada di Kelurahan Kayumalue, kota Palu maupun di Kabupaten Donggala. Mata pencaharian utama Masyarakat kelurahan Kayu Malue Ngapa adalah buruh pabrik, Petani/peternak, pengusaha, pedagang dan sebagian adalah pegawai negeri. Penduduk Keluarahan Kayumalue berdasarkan mata pencaharian tertera pada Tabel 5. Pada Tabel 5 terlihat bahwa mata pencaharian utama penduduk kelurahan Kayumalue Ngapa adalah bekerja dipabrik dan sebagai buruh swasta dengan prosentase masing-msing sebesar 27,9 %, dan 33,9 %, sedangkan yang bekerja di sektor pertanian hanya 6,7 % dari total jumlah penduduk. Namun berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa dengan lesuhnya perekonomian dan makin banyaknya industri yang berada di kelurahan Kayumalue berhenti beroperasi menyebabkan banyak
masyarakat yang beralih ke bidang pertanian atau mencari pekerjaan diluar kelurahan Kayumalue. Mobiltas Penduduk Kelurahan Kayu Malue Ngapa tertera pada Gambar 2. Tabel 5. Jumlah Penduduk Kelurahan Kayumalue Ngapae berdasarkan Jenis mata pencaharian berdasarkan No.
Jenis Kegiatan On Farm 1. Petani 2. Peternak II. Non Farm 1. PNS 2. Pengusaha 3. Pedagang 4.Pengrajin 5. Buruh Swasta 6. Tenaga Kerja Pabrik 7. URT Sumber : BPP Palu Utara, 2006
Jumlah (Kk)
Persentase (%)
112 15
5,9 0,8
145 3 45 62 530 645 345
7,6 0,2 2,4 3,3 27,9 33,9 18,1
I.
Pada Gambar tersebut terlihat bahwa penduduk Kayumalue Ngapa selain mencari pekerjaan disekitar Kota Palu juga ada yang menjadi TKW ke Arab Saudi. Untuk daerah tujuan yang jaraknya jauh dari kelurahan biasanya penduduk menetap sementara, sedangkan untuk daerah yang dekat seperti kota Palu dilakukan dengan cara bolak –balik yakni pada pagi hari berangkat ketempat kerja sedangkan pada sore hari kembali ketempat tinggalnya di kelurahan Kayumalue Ngapa.
Parigi
Kota Palu
Kayumalue Ngapa
Kalimantan, Manado
Donggala Arab Saudi Keterangan:
= Menetap dalam waktu tertentu = Tidak menetap
Gambar 3. Mobilitas Penduduk Kelurahan Kayu Malue Ngapa Kegitaan mobilitas penduduk biasanya mencerminkan keterbukaan suatu daerah. Daerah yang mobilitas penduduknya ke daerah lain lebih tinggi akan lebih terbuka menerima inovasi-inovasi karena adanya peningkatan arus informasi pengalaman dan pengetahuan praktis. Kelembagaan Kelembagaan Pendukung Kegiatan Usahatani yang ada di Kelurahan Kayumalue Ngapa adalah Kelompok Tani, P3A, KTNA, BRI, Koperasi, Pedagan Pengumpul, PKK, Aparat Desa, LPM, Kelembagaan Penyuluhan dan Dinas Pertanian Jumlah Kelompok Tani yang ada sebanyak 7 Kelompok , namun yang aktif saat ini hanya 2 kelompok. Ketidak aktifan kelompok yang lain disebabkan karena berbagai sebab diantaranya lemahnya dasar pembentukan dan kurang intensifnya pembinaan dari aparat penyuluh yang bertugas di Kelurahan tersebut. Kelompok P3A di kelurahan Kayumalue merupakan kelembagaan sangat besar peranannya dalam kegiatan usahatani karena berkaitan langsung dengan kegiatan budidaya. Air irigasi merupakan faktor penentu keberhasilan kegiatan budidaya sehingga kelembagaan ini praktis selalui giat mengontrol distribusi air dilahan usahtani. Bahkan penyimpangan pendistribusian air dari sumber air (desa Bale) harus ditangani oleh P3A..
Keterangan nomor gambar : 1. PPL 2. KTNA 3. P3A 4. KEL. TANI 5. BRI 6. KOPERASI 7. PEDAGANG. PENGUMPUL 8. PKK 9. APARAT DESA 10. BADAN PERMBERDAYAAN MASYARAKAT 11. DINAS PERTANIAN/
8 6 5
Petani 7
1 1
3 2 1
9
4 1 10
Gambar 4. Diagram Venn hubungan kelembagaan di Kelurahan Kayumalu Ngapa Jumlah kelompok P3A di Kayumalue hanya satu sehingga praktis petani yang menggunakan air irigasi menjadi anggotanya. Dengan demikian maka perselisihan akibat kesalahan pendistribusian air dapat dicegah seminimal mungkin karena selalu dibicarakan dalam kelompok. Kelembagaan LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) peranannya lebih bersifat pembinaan dan sebagai mediator dalam pemecahan masalah dan pemberdayaan masyarakat ditingkat kelurahan. Kegiatan LPM banyak diarahkan untuk mencari dukungan pembinaan dari instansi terkait. Kelembagaan lain yang berada di luar Kelurahan Kayu Malue Ngapa dan memiliki pengaruh terhadap perkembangan usahatani adalah kelembagaan pemasaran, Pedagang Pengumpul,), Koperasi, Permodalan (BRI dan Dinas Pertanian. Pasar komoditi yang berada di kota Palu merupakan salah satu tempat pemasaran hasil pertanian yang berasal dari Kelurahan Kayu Malue Ngapa disamping melalui pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang datang ke kelurahan Kayumalue untuk membeli komoditi pertanian adalah umunya dari Palu, dan biasa datang apabila ketersediaan bawang di pasaran kurang. Dengan demikian petani cenderung memasarkan hasil usahataninya di Palu dibandingkan menjual pada pedagang pengumpul karena adanya perbedaan harga yang apabila dibandingkan dengan biaya transpor masih lebih menguntungkan. Peranan Koperasi yang selama ini diharapkan berperan aktif dalam mendorong perkembangan usahatani melalui perannya sebagai penyangga dalam pembelian hasil dari petani tidak banyak berfungsi. Keberadaannya diluar kelurahan dan kegiatannya sudah macet. Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan dan penguatan kelembagaan kelompok tani adalah: masih lemahnya ikatan dan koordinasi antara anggota dalam satu kelompok maupun antara kelompok yang ada. Bahkan setiap anggota kelompok tani terutama dalam memasarkan hasil produksinya masih berjalan sendiri-sendiri, sehingga selain posisi tawar masih sangat rendah juga pemasaran tidak efisien. Pengaruh lainnya dari ketidak kompakan dalam pemasaran hasil adalah tingginya fluktuasi harga antar musim. Kelembagaan lain yang besar peranannya dirasakan oleh petani adalah Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kota Palu. Keberadaan dinas terutama dalam penempatan kegiatan dikelompok tani sangat memicu aktivitas kelompok. Kelembagaan Permodalan/keuangan seperti BRI di kelurahan Kayumalue Ngapa tidak ada. Untuk memenuhi kebutuhan modal usahatani maka petani umumnya meminjam kepada anggota keluarga atau mejual ternak untuk dijadikan modal. Namun umumnya petani dapat memenuhi kebutuhannya pada kondisi teknologiyang diterapkan. Kelembagaan lain yang besar peranannya dalam kegiatan usahatani adalah kelembagaan Sarana produksi, namun di kelurahan Kayumalue Ngapa belum ada termasuk kios Saprodi. Kebutuhan sarana produksi bagi petani biasanya membeli langsung ke Kota Palu atau dirangkaikan saat penjualan hasil ke pasar kota Palu. Untuk meningkatkan efisiensi kegiatan usahatani maka pembentukan kelembagaan
sarana produksi akan sangat membantu petani baik dalam hal peningkatan efisiensi secara ekonomi maupun dalam hal penghematan waktu. Komoditas Spesifik dan Potensial untuk Dikembangkan Bawang Merah Lokal Palu Komoditas spesifik lokasi yang potensial dan mempunyai prospek untuk dikembangkan di Kelurahan Kayumalue Ngapa dalam usaha meningkatkan pendapatan petani berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan masyarakat yang didukung dengan pengamatan lapangan adalah Bawang Merah varietas Lokal dan ternak ruminansia (Sapi dan Kambing). Bawang Merah Lokal Palu sangat sesuai dengan kondisi Agroklimat lembah Palu. Kondisi yang relatif kering menyebabkan tekstur umbi dari bawang goreng lokal palu lebih padat sehingga menghasilkan kualitas bawang goreng yang prima. Kelebihan lainnya yang dirasakan oleh petani di Kayumalue Ngapa adalah bahwa tanaman bawang relatif lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan tanaman lainnya seperti, jagung dan kacang tanah. Adanya persepsi demikian dan keterbatasan air irigasi menyebabkan petani dikelurahan Kayumalue Ngapa yang tadinya banyak mengusahakan jagung dan kacang tanah beralih ke komoditi bawang merah lokal (Tabel 1). Teknik budidaya yng diterapkan ditingkat petani untuk budidaya bawang sangat sederhana yakni; (1) bibit diperoleh dari hasil panen dan Umbi yang ukurannya kecil digunakan untuk bibit. (2) Persiapan lahan dengan cara pengolahan membajak lahan dua kali dengan menggunakan tenaga Sapi, selanjutnya disisir dan diratakan (3) pembuatan bedengan dengan cara menarik sebagian tanah kepinggir petakan sehingga bedengan menyerupai saluran besar. Hal ini dimaksudkan untuk menampung air dalam petakan saat dilakukan pemberian air. Dengan cara ini pemberian air hanya dilakukan sekali dalam satu minggu dengan cara digelontorkan (4) tanam dengan menggunakan alat pelobang yang bisa membuat lobang sebanyak 9-12 sekali tugal dan selanjutnya bibit bawang dimasukan dalam lobang lalu ditutup (5) pemberian air dilakukan setelah umur 7-10 hari setelah tanam dan selanjutnya seminggu sekali tergantung cuaca. (6) Penyiangan dilakukan dua kali dalam satu musim yakni pada umur 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam, dengan menggunakan herbisida Ronstar, Raff, atau dengan penyiangan tangan, (7) Pengendalian hama/penyakit hanya dilakukan bila ada serangan, Hama ulat daun (Spodopthera) dikendalikan dengan menggunakan racun Matador atau sejenisnya sedangkan untuk pengendalian penyakit daun menggunakan Antracol (8) umur 70 hari bawang siap dipanen. Produktivitas Bawang Merah lokal yang dicapai dengan penerapan teknologi dan cara tersebut adalah antara 3-5 ton/ha umbi basah ( Tabel Lampiran1). Produksi bawang merah varietas Lokal Palu dengan tingkat penerapan teknologi yang sesuai khususnya pemberian pupuk kandang yang dipadukan dengan pupuk anorganik dapat memberikan hasil sebanyak 8 ton/ha (Bakhri dkk, 1999). Ternak Ruminansia Ternak ruminansia khususnya Sapi dan Kambing di kelurahan Kayumalue Ngapa merupakan ternak yang dominan dipelihara oleh masyarakat (Tabel 4). Pemeliharaan Ternak selain sebagai sumber pendapatan keluarga, juga sebagai tenaga kerja khususnya ternak Sapi untuk menarik gerobak dan pengolah tanah (penarik bajak). Dengan demikian ternak merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Namun hubungannya dengan budidaya tanaman sebagai salah satu subsistem dalam kegiatan usahatani belum banyak terkait, terutama hubungan timbal balik dalam pemanfaatan limbah pertanian. Hal ini menyebabkan limbah ternak berupa faeses yang cukup banyak dihasilkan oleh ternak hanya dibiarkan bertumpuk tanpa digunakan. Sebaliknya pada musim-musim paceklik, ternak sering kekurangan makanan. Dilain pihak, lahan usahatani yang cukup luas mempunyai potensi untuk ditanami tanaman makanan ternak. Dalam kaitannya dengan budidaya tanaman bawang merah, penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk dasar sangat nyata pengaruhnya dalam peningkatan produksi terutama pada lahan kering ( Suwandi dan Hilman, 1995). Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana produksi sekaligus meningkatkan produktivitas maka keterkaitan antara budidaya Bawang Merah lokal dengan pemeliharaan ternak dalam suatu sistem usahatani secara terpadu perlu dikembangkan di kelurahan Kayu Malue Ngapa. Pemeliharaan ternak ruminansia baik ruminansia besar maupun ruminansia kecil di kelurahan Kayumalue Ngapa masih sangat sederhana. Pemeliharaan untuk ternak sapi dilakukan dengan cara
mengandangkan didekat pemukiman/rumah bagi ternak kerja, sedangkan ternak untuk perbanyakan dilepas bebas dipadang pengembalaan. Hal ini dilakukan karena terbatasnya ketersediaan pakan ternak di kelurahan Kayumalue Ngapa yang disebabkan kondisi curah hujan yang rendah. Demikian pula pada ternak kambing dan domba yang dilepas bebas berkeliaran di kampung untuk mencari makan sendiri dan baru dikandangkan setelah malam hari. Penerapan cara ini menyebabkan rendahnya produktivitas ternak akibat tingginya mortalitas anak khususnya pada kambing dan adanya serangan penyakit ternak. Penyakit yang sering menyerang ternak Sapi dikelurahan Kayumalue Ngapa adalah Kaskado, cacar kulit dan Rahitis Tulang. Kakaskado dikendalikan dengan racun Bassa yang dicampur dengan minyak kelapa, penyakit rahitis tulang dengan memandikan ternak dengan air hangat, sedangkan penyakit cacar belum dikatehui obatnya. Penyakit ternak pada kambing adalah Skabies, Cacing, Kembung perut, sakit mata dan penyakit mulut. Penyakit Scabies diobati dengan memandikan ternaknya dengan air laut, penyakit cacing dan kembung perut belum diketahui cara pengendaliannya. Penyakit mata dan Jamur mulut diobati dengan menggunakan blimbing atau saguer dengan cara tetes. Produktivitas usaha ternak Sapi adalah 1 ekor/tahun sedangkan kambing antara 0-1 ekor/tahun. Analisis Masalah dan Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Bawang Merah Lokal Palu Bawang Merah lokal Palu selain merupakan komoditas spesifik Sulawesi Tengah untuk bahan baku industri bawang goreng juga sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat selama dua tahun terakhir. Dengan umur panen yang relatif pendek (65-70 hari), dan pasarnya cukup terbuka luas, maka komoditi ini layak sebagai komoditi yang dapat dikembangkan lebih jauh untuk tujuan agribisnis. Dengan semakin berkembangnya industri bawang goreng maka kebutuhan akan bahan baku berupa bawang segar akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil survei dan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa masalah utama pengembangan Bawang Merah Lokal Palu di Kelurahan Kayumalue Ngapa adalah rendahnya pendapat usahatani yang disebabkan oleh; (1) Produksi rendah yakni hanya 4-5 ton/ha/musim, (2) Harga Output berupa umbi bawang segar berfluktuasi dari Rp. 25.000 – Rp.100.000/bembeng (satu bembeng +12 kg) dan (3) penggunaan input yang minimal terutama dalam pemanfaatan pupuk. Rendahnya produksi disebabkan oleh 4 faktor sebagai akar masalah yaitu;(1)Produktivitas rendah yakni hanya 3-5 t/ha/musim, (2) Kelembagaan kelompoktani masih lemah , (3) Keterbatasan Infrastruktur khususnya saluran irigasi dan (4) Lembaga penyuluhan tidak aktif. Analisis masalah terhadap rendahnya harga output disebabkan oleh 6 (enam) faktor sebagai akar masalah yaitu; (1) Jumlah pembeli dalam partai besar tertentu, karena hanya dilakukan oleh usaha penggorengan (2) petani sebagai penerima harga karena masing-masing petani mejual sendiri-sendiri sehingga posisi tawarnya sangat rendah, (3) Sarana pengolahan yang diberikan oleh Dinas Prindakop kota Palu yang ada ditingkat petani belum termanfaatkan secara baik (4) lembaga pengolahan ditingkat petani belum berperan , (4) lembaga pemasaran/koperasi belum berperan dan (6) Informasi harga pasar bawang yang diterima petani masih informal yakni dari mulut ke Mulut. Analisis sumber masalah penggunaan input minimal pada usahatani bawang merah menunjukkan bahwa akar masalah terdiri dari 3 faktor yaitu: (1) Ketersediaan input ditingkat petani khususnya pupuk organik baik jumlah, waktu dan kemudahan sangat terbatas, (2) Pengetahuan tentang cara pembuatan dan penggunaan pupuk organik terbatas dan belum banyak diketahui oleh petani, dan (3) lembaga penyuluhan khususnya PPL yang membina di Kayumalue Ngapa kurang aktif sehingga peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani relatif tidak berkembang. Dengan demikian teknologi yang diterapkan dalam usahatani khususnya dalam budidaya bawang merah lokal hanya berdasarkan pengalaman atau belajar dari sesama petani. Berdasarkan analisis akar masalah dalam usahatani Bawang Merah Lokal dikelurahan Kayumalue Ngapa maka antisipasi masalah teknologi dari masing-masing akar masalah adalah sebagai berikut: a. Akar Masalah Produktivitas Rendah, antisipasi masalahnya adalah penyediaan bibit dari hasil penangkaran, penyediaan pupuk organik, pengendalian OPT dan pergiliran tanaman b. Akar Masalah Kelembagaan Produksi yang Belum Efektif, antisipasinya adalah pengaktifan kelompok tani, pembentukan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) sebagai basis dalam pelaksanaan kegiatan Agribisnis di Kelurahan Kayumalue Ngapa
c. d. e. f. g. h. i.
Akar Masalah Keterbatas Infarstruktur Irigasi, antisipasinya adalah: Penambahan Infra struktur irigasi oleh instansi terkait. Akar masalah Lembaga Penyuluhan Tidak efektif, antisipasi masalahnya adalah: Peningkatan Kapasitas dan Fasilitas penyuluhan Akar masalah Struktur Pasar dan Praktek pemasaran, anrisipasinya adalah dengan pengembangan kemitraan dengan pengusaha dan pedagang antar pulau. Akar Masalah Lembaga Pengolahan dan Pemasaran Belum Berperan, antisipasi masalahnya adalah pembentukan dan pengaktifan kelompok tani dan Gapoktan serta revitalisasi lembaga pengolahan /Pemasaran (Koperasi). Akar Masalah Informasi Pasar diterima secara Informal, antisispasi masalahnya adalah embentukan dan Pengembangan Lembaga Informasi Pasar. Akar masalah Ketersediaan Input (Pupuk Organik) ditingkat Petani Terbatas, antisipasi malsahnya adalah pemanfaatan limbah ternak Sapi dan ambing sebagai pupuk organik dan menjaring bantuan dinas Pertanian untuk Starbio. Akar masalah Pengetahuan Petani Tentang Penggunaan Pupuk Organik Terbatas, antisipasi masalahnya adalah peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan, sekolah Lapang atau studi banding.
Ternak Ternak Sapi dan Kambing merupakan ternak yang mempunyai pasaran yang cukup potensial, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal Palu maupun untuk pasar antar pulau. Selain itu, ternak sapi dan kambing merupakan penghasil fases yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik bagi budidaya bawang merah lokal. Pupuk organik merupakan pupuk yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya ikat tanah terhadap air dan unsur hara terutama pada tanah-tanah berpasir dan dominan di kelurahan Kayumalue Ngapa. Sapi dan kambing merupakan ternak ruminansia yang menghasilkan fases cukup banyak yakni 1-2 kg/ekor/hari untuk ternak kambing dan 8-10kg/ekor/hari untuk ternak Sapi. Kebutuhan Pupuk organik untuk tanaman Bawang Merah adalah antara 15-20 t/ha (Suwandi dan Hilman, 1995). Dengan Jumlah ternak Sapi sebanyak 221 ekor dan Kambing sebanyak 342 ekor yang dimiliki oleh petani maka total produksi fases tiap hari sebanyak 3.8 ton/ha. Manfaat lain dari fases ternak adalah sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Dengan semakin mahalnya harga minyak tanah maka peluang penggunaan Biogas bagi kebutuhan rumah tangga sangat memungkinkan guna memenuhi kebutuhan energi/bahan bakar rumah tangga. Analisis masalah pada usaha ternak di kelurahan Kayumalue Ngapa menujukkan bahwa Sistim pemeliharaan ternak masih sangat sederhana (tradisional) yakni dilepas bebas untuk mencari makan dan minum di padang pengembalaan desa secara komunal terutama bagi ternak potong. Kontrol khususnya yang berkaitan dengan populasi hanya dilakukan seminggu sekali dengan cara memasukkan ke kandang komunal. Apabila populasinya sesuai maka ternak dilepas kembali. Untuk ternak kerja umumnya dipelihara dan diikat di dekat pemukiman (rumah), kebutuhan pakan dipenuhi dengan cara memberikan secara berkala, namun kualitas pakan yang diberikan sesuai dengan apa yang tersedia di desa. Pakan yang umum diberikan bagi ternak kerja adalah rumput alam atau limbah batang pisang. Berdasarkan analisis akar masalah pada usaha ternak (Sapi dan Kambing ) maka antisipasi masalahnya adalah (1) Pengandangan ternak, baik yang di pelihara di sekitar rumah maupun yang dilepas bebas di Padang Pengembangan komunal agar kesehatan ternak dapat terkontrol, dan fases dapat terkumpul untuk kebutuhan pembuatan pupuk organik bagi usahatani Bawang Merah dan Sumber energi (Biogas) bagi kebutuhan rumah tangga. Apabila hal tersebut dapat dilakukan secara terencana pada dua komoditi tersebut (Bawang dan ternak) maka akan tercipta suatu sistem usahatani tanaman – ternak (Crops Livestock System) dan hasil yang diperoleh diperkirakan dapat meningkat 2 kali lipat dari yang dicapi sekarang. Dengan demikian maka peluang peningkatan pendapatan usahatani akan lebih besar dengan tingkat keberlanjutan yang lebih terjamin. KESIMPULAN 1. Kelurahan Kayumalue Ngapa Kecamatan Palu Utara didominasi oleh lahan kering dengan curah hujan yang sangat rendah, sehingga untuk mengembangkannya mutlak diperlukan air irgasi. Komoditi Bawang Merah Lokal Palu dan Ternak Ruminasia (Sapi dan Kambing) merupakan komoditi
yang berpeluang untuk dikembangkan secara optimal guna memacu peningkatan pendapatan masyarakat. 2. Pendekatan usaha pertanian secara terintegrasi melalui sistim usahatani Tanaman –Ternak berpeluang untuk dikembangkan karena mayoritas penduduk memelihara ternak sehingga selain dapat meningkatkan pendapatan keluarga juga dapat menjadi sumber energi rumah tangga melalui pemanfaatan teknologi biogas sehingga dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga. 3. Produktivitas usahatani bawang merah di Kelurahan Kayumalue persatuan unit usaha dan waktu, masih relatif rendah sehingga terjadi senjang hasil yang cukup besar antara rataan hasil yang dapat dicapai petani dibandingkan dengan potensi hasil apabila dilakukan intervensi teknologi. Dengan demikian masih terdapat peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani melalui inovasi teknologi dan kelembagaan. 4. Inovasi teknologi hanya dapat berjalan sesuai rencana apabila sarana pendukung terutama permodalan dapat terpenuhi. Untuk meningkatkan permodalan petani maka akses terhadap kelembagaan permodalan perlu ditingkatkan DAFTAR PUSTAKA Adimihardja, A., 2006. ”Prima Tani : Instrumen Revitalisasi Pertanian” Materi TOT Apresiasi Manajemen dan Konsep Prima Tani untuk Manajer Labotorium Agribisnis. BBP2TP. 18 hal. Bakhri,S., Chatidjah dan Asni Ardjanhar, 1999. Pengaruh penggunaan varietas dalam paket teknologi terhadap pendapatan usahatani Bawang merah. dalam Prosiding Seminar Nasional Hasil Pengkajian dan Penelitian Pertanian Menghadapi Era Otonomi Daerah (Eds).J. Limbongan, M. Slamet, H. Hasni, J.G. Kindngen dan W. Sudnan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hal 343-349. BPS Kota Palu, 2005. Kota Palu dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistk Kota Palu.327 hal. --------- , 2005. Kecamatan Palu Utara dalam Anggka 2004. Badan Pusat Statistik Kota Palu. 86 hal . Djaafar, H,D, 1992. Pengembangan Pertanian dan Pewilayahan Komoditas di Sulawesi Tengah:(dalam) Prosiding Perakitan Teknologi ,Program Keterkaitan Penelitian –Penyuluhan, Teknologi Komoditas Utama di Sulawesi Tengah. Penyunting:A.R.Siregar dan C. Talib.BadanLitbang Pertanian kerjasama Kanwil Deptan Propinsi Sulawesi Tengah. Bogor. Hal 15-51. Fagi, A.M., Soeripto, Badruddin, Yunus Dai, Herdiarto, Dam Dam, dan S. Sudarman, 1993. Potensi dan Peluang Pengembangan serta Strategi Penelitian Pertanian Propinsi Sulawesi Tengah. Badan Ltbang Pertanian. Deptan. Bogor. 108 hal. Nugraha, 2006. Perkembangan Program Rintisan dan Pemasyarakatan Teknologi Inovasi Pertanian (Primatani) 2004-2006. Materi disampaikan pada Workshop Evaluasi Kegiatan Primatani: Perkembangan 2006 dan Rencana 2007 pada tgl, 19-22 September 2006 di Ciloto.. 11 hal. Suwandi dan Y. Hilman, 1995. Budidaya tanaman Bawang Merah (dalam). Teknologi Produksi Bawang Merah (Editor) H. H. Surjono, Suwandi, A. H. Permadi, F.A.Bahar, S.Sulihanti dan W. Broto. Puslitbang Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. hal 51-56.