A.
Pengantar Seorang perawat profesional dalam melaksanakan tugasnya memberikan
pelayanan yang baik kepada individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat harus dapat bekerjasama dengan pihak – pihak lain yang berkaitan dengan tugasnya. Seperti dengan pasien, teman sejawat, profesi lain yang terkait dan instansi. Menurut Ismani (http://www.munir.blog-city.com/) perawat mempunyai hak dan kewajiban untuk melaksanakan asuhan keperawatan seoptimal mungkin dengan pendekatan bio, psiko, sosial dan spiritual sesuai kebutuhan pasien. Hubungan yang baik antara perawat dan pasien akan terjadi bila : (1) Terdapat saling percaya. (2) Perawat benar-benar memahami hak-hak pasien. (3) Perawat harus sensitif terhadap perubahan-perubahan kondisi pasien akibat penyakit. (4) Perawat harus memahami keberadaan pasien sehingga sabar dan tetap mempertimbangkan etika dan moral. (5) Bertanggung jawab dan bertanggung gugat. (6) Perawat harus dapat menghindari konflik dengan pasien dengan cara membina hubungan yang baik. Dalam menjalankan tugasnya perawat tidak dapat bekerja tanpa berkolaborasi dengan profesi lain, misalnya dokter, ahli gizi, tenaga laboratorium, tenaga radiologi dan sebagainya. Masalah-masalah yang muncul dalam keperawatan dengan melihat masalah keperawatan dan medis, perawat tidak akan exist bila bekerja sendiri tanpa profesi kesehatan lain, karena perawat bekerja lebih pada bidang perawatan dan keperawatannya, namun pada kenyataannya lebih dari hal itu. Misalnya melaksanakan monitoring respon pasien atau monitoring komplikasi yang terjadi dari suatu treatment. Kegiatan yang dilakukan perawat tersebut adalah tindakan-tindakan kolaboratif dengan
1
medis (dokter). Masalah-masalah yang dikaji secara bersama-sama disebut dengan masalah kolaborasi (Black & Jacobs, 1993). Oleh karena itu, perawat diharapkan memiliki kemampuan untuk menyesuaiakan diri dengan lingkungan kerja, seperti pasien, rekan perawat dan dengan profesi lain yang berhubungan langsung dalam menjalankan pekerjaan. Karena profesi perawat yang mengharuskan untuk bekerja sama. Misalnya penyesuaian dengan pasien, perawat harus benar – benar sensitif terhadap perubahan kondisi pasien akibat suatu penyakit, harus memahani keberadaan pasien sehingga sabar dan tetap menjaga etika dan moral (Abraham & Shanley, 1997). Permasalahan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja sering timbul karena kurangnya kemampuan perawat dalam berinteraksi dengan orang lain dan tidak adanya pengertian perawat mengenai emosi, ketakutan dan konflik yang tersembunyi yang mewakili perilaku pasien yang terlibat. Keberhasilan seorang perawat dalam membangun hubungan yang baik dengan pasien sangat ditentukan oleh kemampuan untuk berhubungan, berinteraksi serta menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kegagalan perawat dalam menyesuaikan diri menyebabkan pasien merasa kurang diperhatikan, tidak nyaman dalam menjalani parawatan. Seorang perawat dituntut untuk lebih peka dan mencurahkan seluruh perhatiannya terhadap setiap perubahan yang terjadi pada diri pasien sehingga pada akhirnya seorang perawat memperoleh kepercayaan dari pasien yang dirawatnya. Keberhasilan seseorang dalam mengadakan penyesuaian diri akan membentuk relasi sosial yang baik. Individu akan terbebas dari konflik dan perasaan – perasaan yang menekan. Hal tersebut akan menimbulkan rasa puas,
2
menambah rasa percaya diri, harga diri serta memperlancar aktifitas fisik yang bermacam – macam (Tallent dalam Rohmah, 2004). Sedangkan jika tidak berhasil dalam menyesuaikan diri dengan pasien, rekan kerja, dokter atau instansi akan menimbulkan konflik atau perselisihan. Konflik terjadi karena persepsi individu yang berbeda – beda. Jika tidak dapat segera menyesuaikan diri, kerja sama mereka dalam bekerja akan terganggu dan akan mempengaruhi pelayanan pada pasien. Perawat yang berhasil mengadakan penyesuaian diri dengan lingkungan kerja akan menimbulkan rasa nyaman, percaya diri dan senang dalam melaksanakan tugasnya. Terutama keberhasilan menyesuaikan diri dengan pasien yang akan menimbulkan rasa nyaman dan tenang dalam menjalani perawatan, dan akan timbul rasa percaya satu sama lain. Faktor dari dalam diri individu yang turut mendorong keberhasilan dalam menyesuaikan diri pada perawat di antaranya adalah peran jenis kelamin. Hasil penelitian
Major
(Isti’anah,1999)
menunjukkan
bahwa
seseorang
yang
mempunyai peran jenis kelamin androgini memperoleh nilai yang tinggi dalam kemampuan penyesuaian diri. Bem (1981) lebih jauh mengatakan bahwa seseorang yang androgini lebih luwes dalam menghadapi beberapa situasi dibandingkan dengan yang sex tiped (maskulin dan feminin). Peran jenis kelamin secara umum berarti pola perilaku bagi anggota kedua jenis kelamin yang disetujui dan diterima oleh kelompok. Menurut Word (Hurlock, 1993) peran jenis kelamin yang ditentukan secara budaya mencerminkan perilaku dan sikap yang umumnya disetujui sebagai maskulin dan feminin. Berdasarkan penelitian lebih lanjut, Bem (1981) mengatakan peran jenis kelamin tidak hanya terdiri dari dua macam saja. Tetapi dapat dikelompokkan menjadi maskulin, feminin, androgini
3
dan tak tergolongkan atau undifferentiated. Istilah androgini muncul dimaksudkan untuk menunjukkan keadaan psikis yang sehat memiliki daya penyesuaian yang baik. Menurut Bem (1981) orang yang maskulin adalah mempunyai sifat kelaki – lakian diatas rata – rata, sifat kewanitaannya kurang dari rata – rata. Orang yang maskulin ini mempunyai sifat agresif, kepuasan diri hanya lewat prestasi, pengendalian emosi pada setiap saat untuk menunjukkan kekuatan, orientasi pada diri sendiri. Sedangkan orang yang feminin yaitu orang yang mempumyai sifat kewanita – wanitaannya diatas rata – rata dan sifat maskulinnya dibawah rata – rata. Orang yang feminin ini cenderung patuh dalam menuruti keinginan pria, mengekspresikan emosi, berorientasi pada orang lain, membiarkan pria mengambil keputusan yang penting. Orang yang androgini adalah orang yang mempunyai sifat kelaki – lakiannya dan sifat kewanita – wanitaanya diatas ratarata. Orang yang androgini ini fleksibel, asertif dan bebas. Menurut Bem (1981) individu dalam kelompok androgini dapat berfungsi efektif dalam berbagai situasi. Hal ini karena individu dapat menggabungkan karakteristik secara seimbang antara peran jenis feminin, yaitu ramah dan dapat melakukan hubungan sosial dengan baik dan karakteristik maskulin, misalnya berdikari dan memiliki kemampuan diri yang baik. Pria dan wanita yang melihat dirinya sebagai seorang yang androgini dan memainkan peranan maskulin dan feminin akan lebih fleksibel, lebih mudah menyesuaikan diri dalam situasi dan hubungan yang lebih luas dan bervariasi, dibanding dengan individu yang mengikuti peran tradisional (Bem, 1981). Tipe orang yang undifferentiated atau yang tak tergolongkan ini mempunyai sifat yang kaku dan sulit. Individu yang mempunyai orientasi peran
4
jenis tak tergolongkan ini umumnya mempunyai harga diri yang rendah. Penelitian yang dilakukan Selva dan Dusek (Ismurti, 1999) di temukan pula bahwa individu yang mempunyai orientasi peran jenis tak tergolongkan atau undifferentiated kurang dapat menyelesaikan persoalan dengan baik, karena individu tersebut cenderung memandang dirinya tidak mampu menyelesaikan suatu persoalan, dan juga lebih depresi, cemas dan mengalami gangguan penyesuaian sosial. Keperawatan secara tradisional menekankan hubungan antara sosialisasi feminin
(kewanitaan)
dengan
ketrampilan
merawat.
Pemberian
asuhan
keperawatan dipandang sebagai pekerjaan wanita karena sifat – sifat kewanitaannya. Keperawatan atau merawat sebagai ekspresi dan kodrat dari wanita yaitu keibuan dan suka merawat. Pekerjaan dari merawat digambarkan sebagai tanggung jawab wanita (feminine role) dan perawat diharapkan patuh sesuai dengan perilaku perempuan (Abraham & Shanley, 1997). Perawat adalah pekerjaan yang identik dengan pekerjaan wanita. Karena tugas perawat yang membutuhkan kesabaran, ketelitian, ketelatenan dan penuh kasih sayang dalam menangani pasien. Sifat – sifat yang harus dimiliki perawat itu adalah termasuk dalam karakteristik peran jenis feminin. Tetapi perawat modern lebih ditekankan untuk memiliki sifat androgini, misalnya saja perawat modern sering membuat keputusan mandiri tentang perawat yang memerlukan dasar tentang apa yang diketahui perawat mengenai individu tersebut dan masalah yang akan terjadi, perawat dapat memutuskan bahwa dengan tujuan untuk mencegah dekubitas, pasien perlu dibalik setiap dua jam sekali (Ester, 2005). Dengan beralihnya perawat yang feminin manjadi androgini membuat
5
perawat memikili sifat kepemimpinan, merawat dan mandiri (Dingwall dkk dalam Abraham dkk, 1997).
B. Metode Penelitian A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel tergantung
: Penyesuaian diri
2. Variabel bebas
: Peran jenis kelamin
B. Subjek Penelitian Subjek adalah perawat berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan, dengan usia antara 23 tahun sampai 35 tahun, berstatus sebagai perawat yang masih aktif di RS PKU Muhammadiyah Jogjakarta. C. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angket, yaitu suatu alat pengumpulan data yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang diminta untuk memberikan jawaban atau pendapat terhadap masing – masing pertanyaan. Penggunaan metode angket ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dari segi biaya, waktu dan tenaga lebih efisien. Angket yang dipakai dalam penelitian ini sebanyak dua jenis, yaitu angket peran jenis kelamin dan angket penyesuaian diri. Sebelum dijadikan alat pengumpul data, kedua angket tersebut diuji cobakan terlebih dahulu. Uji coba dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas angket serta untuk mengukur pemahaman subjek terhadap susunan kalimat dalam angket. Angket yang disajikan pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang
6
mengungkap identitas, sedangkan bagian yang lain berisi butir – butir pernyataan mengenai peran jenis kelamin dan penyesuaian diri. Dalam penelitian ini digunakan anova satu jalur dengan modul SPSS 12.0 for windows. Menggunakan analisis anova satu jalur karena metode analisis ini membedakan penyesuaian diri berdasarkan peran jenis kelamin.
C. Hasil Penelitian 1.
Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi Data Penelitian Variabel Penyesuaian Diri Peran Jenis
Mean 3,128 3,774
Empirik Std.Deviation Min 8,61211 2,867 14,37373 2,43
Max 3,450 4,300
Sebaran data empirik dari skor Penyesuaian diri dan skor peran jenis kelamin dapat diuraikan untuk mengetahui keadaan subjek penelitian yang berdasarkan pada kategorisasi standar deviasi, dapat dilihat pada table berikut: Norma kategorisasi angket penyesuaian diri. Kategori X > 116,25 100,75 < X < 116,25 85,25 < X < 100,75 69,75 < X < 85,25 Jumlah
Rentang Skor sangat tinggi tinggi sedang rendah
Jumlah 4 10 45 1 60
Prosentasi 6,67 % 16,67 % 75 % 1,67 % 100 %
Sebaran data empirik pada skor penyesuaian diri diketahui nilai terendah adalah < 69,75 dan nilai sangat tertinggi >116,25. Luas jarak sebarannya adalah 3,450 - 2,867 = 0,583, sehingga setiap satuan standar deviasinya bernilai 8,61211 dan mean teoritisnya 3,128. Hasil pengolahan yang ditunjukkan pada tabel di atas terlihat bahwa dari keseluruhan subjek yaitu 60 orang, mayoritas subjek berada pada tingkat penyesuaian diri yang sedang, yaitu 75 %.
7
2.
Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan sebelum analisa data penelitian atau uji hipotesis
meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas bertujuan untuk melihat normal tidaknya penyebaran data dari variabel penelitian. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui varian sampel yang diteliti homogen atau tidak. a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan menggunakan program komputer SPSS versi 12.0 dengan statistk teknik Kruskal – wallis Test. Variabel penyesuaian diri menunjukkan
asymp. Sig = 0.97 ; p > 0.005 Hasil uji normalitas ini
menunjukkan bahwa alat ukur penyesuaian diri memiliki sebaran normal. b. Uji Homogenitas Hasil dari homogenitas untuk variabel penyesuaian diri diperoleh nilai sebesar 0.327 dengan p > 0.05 yang berarti sebaran homogen dapat diterima dan keempat peran jenis sama. 3.
Uji Hipotesis Perbedaan penyesuaian diri ditinjau dari peran jenis kelamin dapat
diketahui dengan cara uji hipotesis. Hasil analisis data dengan menggunakan One-way Anova pada komputer SPSS versi 12.0 untuk hipotesis pertama diperoleh bahwa F = 2.323; p = 0.107 (p > 0.05). Maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaan penyesuaian diri di lingkungan kerja ditinjau dari peran jenis kelamin dapat ditolak. Hasil uji hipotesis tersebut menunjukkan ada perbedaan penyesuaian diri ditinjau dari peran jenis kelamin, maka perlu dilakukan analisa selanjutnya, yaitu
8
untuk mengetahui peran jenis kelamin mana saja yang berbeda dan mana saja yang sama dengan menggunakan analisis Bonferroni dan Tukey. a. Perbedaan antara maskulin dan feminin. Terlihat nilai probabilitasnya adalah 0,957 ; >0,05 maka rata – rata penyesuaian diri maskulin dan feminin perbedaannya tidak signifikan. b. Perbedaan antara feminin dan androgini. Terlihat nilai probabilitasnya adalah 0,126 ; >0,05 maka rata – rata penyesuaian diri feminin dan androgini perbedaannya tidak signifikan. c. Perbedaan antara androgini dan maskulin. Terlihat nilai probabilitasnya adalah 0,606 ; >0,05 maka rata – rata penyesuaian diri androgini dan maskulin perbedaannya tidak signifikan.
D. Pembahasan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan One-way Anova yang menunjukkan bahwa ada perbedaan penyesuaian diri di lingkungan kerja ditinjau dari peran jenis kelamin ini diketahui F = 2.323; p = 0.107 (p > 0.05). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa dalam penelitian ini tidak ada perbedaan penyesuaian diri ditinjau dari peran jenis kelamin. Tidak ada subjek yang memiliki peran jenis kelamin tak tergolongkan. Perbedaan Penyesuaian diri di lingkungan kerja antara androgini, maskulin dan feminin tidak signifikan disebabkan hasil dari penelitian yang tidak seimbang antara perawat yang memiliki peran jenis androgini, maskulin dan feminin. Perawat yang memiliki peran jenis androgini sangat dominan sehingga sulit untuk dibandingkan dengan perawat yang memiliki peran jenis maskulin atau feminin. Perawat diharapkan mampu melayani dan merawat pasien dengan
9
kasih sayang yang merupakan ciri dari peran jenis feminin tapi juga cekatan yang merupakan ciri dari peran jenis maskulin. Oleh karena itu tidak ada perawat yang berperan jenis kelamin tak tergolongkan. Perawat harus bisa menyesuaiakan diri dengan dengan lingkungan kerja, baik dengan sesama perawat, dokter dan pasien. Jika perawat tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan kerja dan menganggap tugas sebagai perawat adalah suatu beban, maka perawat akan mengalami ketidaknyamanan dalam menjalankan tugas, sehingga menimbulkan stess, konflik dan kecemasan sehingga menjadi tidak maksimal dalam merawat pasien. Menurut Gunarsa (1998) faktor – faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah sesuatu yang diperoleh dari kelahiran yang merupakan sifat dasar, penyesuaian dan kebutuhan pribadi yaitu dalam penyesuaian antara individu satu dengan individu yang lain tergantung cara persepsi terhadap kebutuhan. Aturan yang dilakukan dalam rumah sakit adalah bahwa perawat harus dapat maksimal dalam bekerja, untuk itu dibutuhkan kemampuan dalam menyesuaikan diri di lingkungan kerja, khususnya lingkungan rumah sakit dan harus bisa berperan dengan baik ketika menjalankan tugas sebagai seorang perawat, oleh karena itu mayoritas perawat berperan jenis kelamin androgini dan tidak ada yang berperan jenis kelamin tak tergolongkan.
E. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dengan singkat dapat disimpulkan
10
bahwa hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu ada perbedaan penyesuaian diri di lingkungan kerja ditinjau dari peran jenis kelamin pada perawat tidak dapat diterima. Artinya tidak ada perbedaan penyesuaian diri di lingkungan kerja ditinjau dari peran jenis kelamin antara maskulin, feminin, androgini dan tak tergolongkan atau undifferentiated pada perawat.
F. Saran – saran Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang ditemukan, maka ada beberapa saran yang dapat disimpulkan. 1. Saran Kepada Pihak Rumah Sakit Pihak rumah sakit dapat mempertahankan mutu dan kualitas perawat serta meningkatkan kemampuan perawat dalam menyesuaikan diri di lingkungan kerja sehingga hasil kerja perawat dapat maksimal. 2. Saran kepada peneliti selanjutnya. Penelitian sejenis ini perlu dilakukan dengan penambahan subjek supaya hasil penelitian antara peran jenis androgini, peran jenis maskulin, peran jenis feminin dan peran jenis tak tergolongkan lebih merata dan dapat dilihat perbedaan penyesuaian dirinya, variabel yang berbeda sehingga sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya yang tertarik terhadap penelitian serupa diharapkan untuk melihat bahwa begitu banyak variabel yang mempengaruhi penyesuaian diri selain peran jenis kelamin
11
DAFTAR PUSTAKA Abraham, C. &Shanley, E. 1997. Psikologi Sosial Untuk Perawat. Jakarta : EGC. Alih Bahasa : Leoni Sally Maitimu. Dahesihsari, R. & Seniati , A. N. L. 2002. Hubungan Atara Peran Jenis Kelamin, Fear of Success dan Kesukubangsaan Dengan Komitmen Dosen Perempuan Terhadap Organisasi. Jurnal Anima., 17, 332 – 245. Darajat, Z. 1982. Kesehatan Mental. Jakarta : Gunung Agung. Ester, M. 2005. Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta : EGC. Eviandaru, M. 2003. Hubungan Antara Sikat Terhadap Stereotip Peran Gender Dengan Objektifikasi Diri. Jurnal Anima, 18. 362 – 375. Fahmi, M. 1977. Kesehatan Jiwa. Jakarta : Bulan Bintang. Gunarsa, S.D. 1986. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Gunung Mulia. Hadi, S. 2004. Statistik Jilid 1. Jogjakarta : Andi Offset. Hadi, S . 1987. Metodologi Research Jilid 1. Jogjakarta : Andi offset. Hurlock, E. B. 2001. Psikologi Anak Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa. Hurlock, E. B. 1993. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa. Ismurti, D. 1999. Perbedaan Sikap Terhadap Peran Ganda Wanita Antara Kelompok Maskulin, Feminin, dan Androgini. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS. Isti’anah. 1999. Penyesuaian Diri di Tinjau Dari Orientasi Peran Pada Mahasiswa Baru. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS. Ismani.
2002. Upaya Meningkatkan (http://www.munir.blog-city.com/)
Profesionalisme
Perawat.
Kartono. 1980. Psikologi Wanita, Gadis Remaja, Wanita Dewasa. Bandung : Alumni. Kartikawati, 1999. Hubungan Harga Diri dan Penyesuaian Diri Dengan Motif Berprestasi. Skripsi (tidak Diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS. Meichati, S. 1983. Kesehatan Mental. Jogjakarta : Fakultas Psikologi UGM
12
Nuryoto, S. 1992. Kemandirian Remaja Ditinjau Dari Tahap Perkembangan, Jenis Kelamin dan Peran Jenis Kelamin. Tesis (Tidak Diterbitkan). Jogjakarta : Fakultas Psikologi UGM Nuryoto, S. 2003. Manfaat Penanaman Sifat Androgini Pada Anak Sejak Dini. Anima : Indonesian Psychologi Journal, Vol 19, No I, 17 - 30 Partosuwido. 1993. Penyesuaian Diri Mahasiswa Dalam Kaitannya Dengan Persepsi Diri, Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Disertasi (Tidak Diterbitkan). Jogjakarta : Fakultas Psikologi UGM Prabandini, W. 1996. Penyesuaian Diri Ditinjau Dari Orientasi Peran Jenis Pada Pria Transeksual. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Jogjakarta : Fakultas Psikologi UGM Sarwono, S. W. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers. Rohmah, F. A. 2004. Pengaruh Pelatihan Harga Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Remaja. Humanitas : Indonesian Psychological Journal, 1, 53 – 63.
13