ANDREANY HALIM. Optirnalisasi Pengelolaan Sumberdaya Cakalang (Katsuwoizz~spelamis) di Perairan Sekitar Sulawesi Tenggara. (Di bawah bi~nbiilgan SUTARA NENDRAIWSUMAAmlADJA dan WAHYUDI)
Sumberdaya Ikan Cakalang yang termasuk dalam kelompok ikan pelagis besar, cukup penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Kontribusinya tidak hanya sebagai penghasil devisa noinor dua setelah udang pada sub sektor perikanan, tetapi juga sebagai sumber inata peilcaharian bagi sebagian besar inasyarakat di wilayah pesisir daerah Indonesia, khususnya kawasan timur Indonesia dan perairan Samudra India. Sulnberdaya Cakalang juga telah banyak memberikan dukungan dalam pengembangan agroindustri perikanan seperti industri pengalengall dan pengolahan Ikan Cakalang. Sentra produksi Ikan Cakalang ini banyak terdapat di Iildonesia bagian timur, salah satunya adalah perairan sekitar Sulawesi Tenggara, tempat penelitian ini dilakukan. Seperti umuinnya suinberdaya perilcanan laut lainnya, sumberdaya Cakalang rnemiliki sifat conz~nonproperty, artinya setiap orang mempunyai keseinpatan yang sama untuk inemanfaatkan sumberdaya yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu diperlukail suatu pengelolaan yang optimal dalam pemanfaatannya agar tidak terjadi penangkapan berlebih (oveflishing),baik secara biologi (biological overfishing) lnaupun ekonomi (econonzic oveilfishing). Perkembangan produksi Ikan Cakalang, unit alat tangkap, trip dan CPUE
(Catclz Per Unit Effort) dengan alat tangkap baku Huhate di Kabupaten Kendari menui~jukkanterjadinya gejala oveifislzii.tg secara biologi. Masalah tersebut harus segera diantisipasi agar kelestarian sumberdaya Ikan Cakalang tetap dapat memberikan keuntungan dalam pemanfaatannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemanfaatail sumberdaya Ikan Caltalang saat ini di perairan sekitar Sulawesi Tenggara dan mempelajari tingkat pemanfaatan yang optimal baik dari segi biologi inaupun ekonomi dengan menggunakan Model Bioekonomi serta memberikan beberapa alternatif pengelolaail yang optimal dari sumberdaya Cakalang di perairan sekitar Sulawesi Tenggara. Analisa data yaug digunakan adalah analisa hasil tangkap per upaya tangkap (CPUE) untuk inenduga fungsi pertuinbuhan Ikan Cakalang di perairan sekitar Sulawesi Tenggara dan analisa model Bioekonomi untuk memperoleh keseimbangan inaksimum lestari (Maximum Szlstaiizable Yield, MSY), bionomi dan optimal bioekonomi Ikan Cakalang. Pendugaan parameter fungsi pertuinbuhan Ikan Cakalang berdasarkan model Schaefer diperoleh dengan mengunaka11 teltnik linear berganda yang dikenlukakan Uhler (1979). Dari hasil regresi tersebut dapatlah diduga laju pertumbuhan intrinsik ikan Cakalailg di perairan sekitar Sulawesi Tenggara sebesar 2.93843, koefisien dapa dukung perairan (carlying capaciq) sebesar 7.013,43 ton dan koefisien daya tangkap (catchability coeficient) sebesar 1.20763 x Parameter ekonomi yang diduga adalah harga Cakalang per kg dail biaya penangkapan per trip. Ilarga rata-rata Cakalang sebesar Rp 850,001kg dan biaya tangkap per trip adalah Rp 233.181,07ltrip. Pada keseimbangan MSY diperoleh jumlah stok Cakalang sebesar 3.506,71 tonltahun dengan hasil tangkap sebanyak 5.153,06 tonltahun dan jumlah upaya tangkap sebesar 12.168 tripltahun. Pada keseiinbangail bionomi di~nana7i
=
0 (TR = TC) diperoleh jumlah
stok Cakalang sebesar 2.271,6 tonltahun dengan jumlah tailgkapan sebanyak 4.5 13,85 tonltahun dan upaya tangkap sebanyak 16.454 tripltahun.
Analisa model bioekonomi linear dinamik menghasifkan keseimbangan optiinal bioekonomi dengan meilggunakan discount rate 8 %, diperoleh stok optiinal sebailyak 4.594,27 tonltahun dengan jumlah tangkapan sebesar 4.656,57 tonltahun dan upaya tailgkap sebanyak 8.393 tripltahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha perikanan Cakalang di perairan sekitar Sulawesi Tenggara telah berlebih secara biologi (biological overfishing) dimana kondisi aktual, yaitu jumlah tangkapan sebanyak 4.818,30 ton pada tahun 1993 dan jumlah upaya tailgkap sebesar 14.739 trip dan CPUE (Catch Per Unit Effort) sebailyak 315,94 kgltrip, telah melewati keseimbangan MSY. Juinlah tangkapan dan upaya tangkap aktual tersebut juga hampir meilcapai keseimbangan bionomi, berarti kondisi tersebut sudah mendekati tangkapan berlebih secara ekonomi (economic overfishing). Pengelolaan optimal sumberdaya Cakalang di perairan sekitar Sulawesi Teilggara diperoleh dengan mengkombiilasikan variabel kendali optimal dengan variabel aktual yaitu jumlah tangkapan (kg), jumlah upaya tangkap (trip) dan CPUE (kgltrip), sehingga diperoleh empat kombinasi skenario pengelolaan. Dari einpat koinbinasi tersebut hanya tiga skenario yang dapat diterapkan berdasarkan struktur harga dan biaya yang terjadi di lokasi penelitian. Skenario 1 inengacu pada variabel keildali produksi optimal dan trip optiinal yailg menghasilkai~jumlah tangkapan 4.656.57 tonltahun dan upaya tangkap sebanyak 8.393 tripltahun, sehiilgga CPUE pang dihasilkan adalal~sebanyak 554,81 kgltrip. Skenario 2 inengacu pada variabel kendali produksi optimal dan trip aktual. Nainun dengan struktur harga dan biaya yang terjadi saat ini, skenario ini tidak rasional untuk diterapkan karena econoniic rent yang dihasilkan akan lebih kecil dibandingkan dengan kondisi aktual tanpa pengelolaan. Skenario 3 menggunakan
produksi aktual dan trip optimal sebagai variabel kendali. Jumlah tangkapan yang disarankan adalah 4.818.30 tonltahun dan jumlah upaya tangkap sebanyak 8.393 trip sehingga CPUE menjadi 574.08 kgltahun. Skenario 4 diperoleh deilgan inengkombinasikan variabel produksi aktual dengan CPUE optimal. Dengan jumlah tangkapall sebesar 4.818.30 tonltahun dan CPUE sebanyak 554,81 kgltrip maka dihasilkan upaya tangkap sebanyak 8.685 tripltahun. Secara keseluruhan pengelolaan optimal sumberdaya Cakalang dapat terjadi jika diadakan pembatasan upaya tangkap yang dalarn ha1 ini adalah jumlah trip. Secara sosial pembatasan ini akan berdarnpak kurang baik terhadap nelayail karena aka11 mengurangi hari operasi mereka. Namun jika difihat sccara ekoiiomi inaka
econonzic rent yang dihasilkan akan sangat meningkat. Dari segi ekonomi, Skenario 3 inenghasilkan econornic rent yang tertinggi, yaitu sebesar Rp 2.138.166.280/tahun. Dari segi sosial, Skenario 4 masih lebih baik dibandingkan dengan Skenario 1 dan Skenario 3 karena jumlah upaya penangkapan yai~gdapat dilakukan lebih besar dari kedua skenario tersebut. Kebijaksanaan yang dapat dialnhil untuk inelaksailakan pengelolaan optimal tersebut adalah kuota hasil tangkap dan kuota upaya tangkap seperti yang telah dikemukakan pada Skenario 1, 3 da11 4. Selain itu pajak hasil tangkapan dan pajak upaya tangkap dapat diterapkan agar jumlah tangkapan dan upaya tangkap dapat hergeser ke kiri, ke arah kondisi optimal. Pajak upaya tangkap yang dapat diterapkan adalah sebesar Rp 126.788,07/trip atau sebesar 54,37 persen dari total biaya penangkapan per trip.